BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi berkaitan langsung dengan keseluruhan proses politik, budaya, dan ekonomi yang diperlukan untuk mempengaruhi transformasi struktural dan kelembagaan yang cepat dari seluruh masyarakat melalui proses yang efisien demi menghasilkan rentetan kemajuan ekonomi yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat (Todoro dan Smith, 2006: 11). Lebih lanjut Todoro dan Smith (2006: 22) menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Arsyad (2005: 6) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Pembangunan ekonomi sangat erat kaitannya dengan indikator-indikator makro ekonomi, sehingga pembangunan ekonomi khususnya negara-negara industri (negara maju) yang paling dominan sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini diupayakan secara terencana, biasanya dalam proses tersebut peranan sektor manufaktur dan jasa akan mengalami perkembangan sementara di sektor pertanian akan menurun (Todoro dan Smith, 2006: 20). Pertumbuhan ekonomi merupakan representasi 1 2 dari ekspansi Produk Domestik Bruto (PDB) potensial suatu negara atau output nasional (Samuelson dan Nordhaus, 2005: 568). Sukirno (2006: 423) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa, dan pertambahan produksi barang modal. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara dengan cara menghitung PDB. Tujuan PDB tersebut adalah untuk meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama priode waktu tertentu (Mankiw, 2007: 17). Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, suatu negara biasanya menggunakan perhitungan PDB atas harga konstan atau disebut PDB riil. Hal ini merupakan ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik dibanding dengan PDB nominal karena dengan cara menghitung output barang dan jasa perekonomian yang tidak dipengaruhi oleh perubahan harga, sehingga kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sangat bergantung pada jumlah barang dan jasa yang diproduksi. Berdasarkan konsep kewilayahan, provinsi atau kabupaten/kota, dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yaitu nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah (Kuncoro, 2013: 230). Data PDRB sangat perlu untuk kegiatan perencanaan dan evaluasi ekonomi makro bagi daerah. BPS (2012: 8) menjelaskan, data PDRB dapat digunakan untuk melihat berbagai indikator ekonomi makro suatu wilayah seperti tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah, tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita, 3 perubahan/pergeseran struktur perekonomian daerah, inflasi dan deflasi serta potensi suatu wilayah. Pencapaian keberhasilan pembangunan daerah melalui pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi masing-masing daerah. Kota Batam secara geografis terletak dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti Singapura, Johor dan Riau (SIJORI) serta terletak di Selat Malaka yang merupakan perlintasan alih kapal tersibuk di dunia. Hal ini yang menjadi dasar pemerintah mengeluarkan Keputusan Pemerintah Nomor 41 tahun 1973 tanggal 22 November 1973 tentang seluruh Pulau Batam dinyatakan sebagai daerah industri. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional dan memiliki implikasi kebijakan yang cukup luas. Pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan ekonomi regional semakin meningkat dalam era otonomi daerah, masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Dengan ditetapkan Kota Batam sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-undang Nomor 53 tahun 1999 mendorong pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan kapasitas ekonominya guna mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat. Menurut Glasson dalam BPS (2012: 7) untuk mengidentifikasi sektor potensial daerah dilihat dari struktur PDRB. Apabila sektor potensial itu dikembangkan dengan baik akan mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah secara optimal. Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat 4 mendorong sektor-sektor ekonomi lain untuk berkembang. Menurut Muzammil dalam BPS (2012: 11) bahwa perekonomian wilayah terspesialisasi jika suatu wilayah memprioritaskan pengembangan suatu sektor melalui kebijakan yang mendukung kemajuan sektor tersebut. Spesialisasi dalam perekonomian merupakan hal penting dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Batam, 1988-2012 (diolah) Gambar 1.1 Distribusi Persentase PDRB Riil Rata-rata per Tahun per Sektor di Kota Batam (Persen), 1988-2012 Berdasarkan hasil olahan data BPS periode 1988-2012, mengkonfirmasi bahwa kontribusi PDRB sektor industri manufaktur di Kota Batam dari tahun ke tahun selalu mendominasi. Jika dilihat dari struktur PDRB-nya, maka rata-rata kontribusi PDRB sektor industri manufaktur pada PDRB total sangat signifikan, dari tahun 1988-2012 sekitar 62,77 persen seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. Hal ini menggambarkan bahwa naik dan turunnya laju pertumbuhan total PDRB riil di Kota Batam sangat dipengaruhi laju PDRB riil sektor industri manufaktur. 5 Jika dilihat dari struktur ekonominya, Kota Batam terspesialisasi pada sektor industri manufaktur. Dengan dukungan regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang meliputi Pulau Batam, Tonton, Setokok, Rempang, Galang, Galang Baru dan Nipah menjadikan Kota Batam lebih kompetitif sebagai pusat industri manufaktur. Sektor tersebut memainkan peranan penting dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di Kota Batam, hal ini tidak lepas dari wilayahnya yang memiliki keunggulan komparatif dengan didukung faktor endowment (letak geografis). Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang erat dengan tingkat pengangguran. Laju pertumbuhan ekonomi yang stabil diharapkan dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga kemakmuran dapat meningkat, tetapi kerapkali kemajuan pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan apa yang direncanakan baik ditingkat nasional maupun daerah. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005: 667) pengangguran adalah orang yang tidak bekerja tetapi masih aktif mencari kerja atau menunggu untuk kembali bekerja. Lebih lanjut Samuelson dan Nordhaus menjelaskan bahwa dampak dari tingginya tingkat pengangguran mengakibatkan banyaknya sumber daya yang terbuang dan berkurangnya pendapatan masyarakat, sehingga akan mengurangi kesejahteraan masyarakat. BPS (2012: 3) mendefinisikan pengangguran terbuka merupakan penduduk usia kerja yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mencari pekerjaan, yang sudah pernah bekerja karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan, yang dibebastugaskan baik akan dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Pengangguran selalu menjadi isu yang penting, baik pemerintah pusat 6 maupun di daerah, apabila pengangguran tersebut tidak segera diatasi dapat menimbulkan kerawanan sosial dan berpotensi mengakibatkan kemiskinan. Tabel 1.1 PDRB Sektor Industri Manufaktur, Pekerja Sektor Industri Manufaktur dan Pengangguran di Kota Batam, 1988-2012 PDRB Riil Sektor Pekerja Sektor Pengangguran Industri Manufaktur Industri Manufaktur (Orang) (Jutaan Rupiah) (Orang) 1988 1.124.901,14 5.129 579 1989 1.285.455,66 7.410 1.497 1990 1.426.737,08 8.277 1.676 1991 2.164.994,78 13.899 3.198 1992 2.701.717,76 17.201 4.109 1993 3.331.488,17 27.054 4.286 1994 3.971.041,85 45.683 6.390 1995 4.856.173,04 54.649 7.391 1996 5.852.333,51 96.919 9.207 1997 6.710.384,75 104.038 10.076 1998 7.365.629,20 106.477 9.910 1999 8.186.234,59 111.177 10.499 2000 8.765.511,23 116.139 15.808 2001 9.377.457,79 121.596 25.150 2002 10.056.391,25 129.321 28.429 2003 10.901.614,48 142.775 28.576 2004 11.807.538,64 175.825 39.500 2005 12.691.508,84 173.772 31.439 2006 13.664.871,48 192.787 40.033 2007 14.612.478,46 166.778 30.298 2008 15.550.364,63 173.256 28.972 2009 16.129.662,84 158.327 33.270 2010 17.324.054,57 170.118 30.769 2011 18.285.883,65 174.084 26.983 2012 19.278.914,85 183.592 19.965 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Batam, 1988-2012 (diolah) Tahun Mengaitkan PDRB sektor industri manufaktur dengan pengangguran yang terjadi di Kota Batam, maka tidak selalu kenaikan PDRB sektor tersebut akan menurunkan jumlah pengangguran. PDRB sektor industri manufaktur mengalami kenaikan rata-rata di atas 11,16 persen sepanjang tahun 1988 sampai dengan tahun 2012 tetapi pengangguran Kota Batam selalu mengalami fluktuasi seiring 7 pertambahan jumlah penduduk yang mencapai 1.235.651 jiwa pada tahun 2012. Rata-rata jumlah pengangguran terbesar didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Atas yang mencapai 84,55 persen dari total pengangguran di Kota Batam dalam rentang waktu 1988 sampai dengan 2012, sedangkan selebihnya disumbang oleh lulusan jenjang pendidikan lainnya yaitu Sekolah Dasar sebesar 1,40 persen, Sekolah Menengah Pertama sebesar 3,87 persen dan Diploma serta Sarjana masing-masing 5,62 persen dan 4,56 persen. Sebagai penopang pertumbuhan ekonomi di Kota Batam, sektor industri manufaktur merupakan penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Kota Batam, sehingga besar kecilnya penyerapan angkatan kerja di sektor tersebut akan berdampak terhadap naik dan turunnya tingkat pengangguran. Berdasarkan data BPS bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut dari tahun 1988 sampai tahun 2012 menyumbang 54,6 persen dari total jumlah orang yang bekerja. Jika mencermati data BPS pada Tabel 1.1 di atas, pertumbuhan PDRB industri manufaktur terus mengalami kenaikan, tetapi tidak demikian dengan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut yang fluktuasi, terutama mulai tahun 2005 sampai tahun dengan 2011. Fluktuasi di sektor ketenagakerjaan dapat dilihat juga pada jumlah pengangguran. Jika membandingkan jumlah pengangguran di Kota Batam satu dekade terakhir, pada tahun 2002 tercatat sebanyak 28.429 orang dan terus mengalami peningkatan sampai mencapai 39.500 orang di tahun 2004 dan selanjutnya di tahun 2006 bertambah lagi menjadi 40.033 orang sebelum akhirnya mengalami penurunan yang signifikan menjadi 19.965 orang di akhir tahun 2012. Menurut Kuncoro (2012: 84) ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi disaat PDB/PDRB mengalami kenaikan, tetapi penyerapan tenaga kerja tidak mengalami peningkatan yang berakibat TPT tidak turun, yaitu: 8 1. bila terjadi pertumbuhan output sebesar 1 persen, tetapi jumlah pekerjaan tidak naik sebesar 1 persen, disebabkan perusahaan mungkin meraih kenaikan output dengan meningkatkan jumlah jam kerja dan bisa juga perusahaan kelebihan tenaga kerja ketika terjadi kenaikan output, maka sebagian kenaikan output berasal dari pemanfaatan tenaga kerja yang berlebih; 2. perubahan dalam jumlah pekerjaan dan jumlah orang yang dipekerjakan. Bila jumlah pekerjaan meningkat, beberapa pekerjaan baru diisi oleh orang yang telah memiliki pekerjaan dan tidak diisi oleh orang yang menganggur. Artinya, kenaikan jumlah orang dipekerjakan lebih sedikit dari pada kenaikan jumlah pekerja. Selain kemungkinan-kemungkinan di atas, faktor-faktor lain yang mempengaruhi meliputi peningkatan tenaga kerja, manajemen, peningkatan investasi padat modal, penerapan teknologi hemat tenaga kerja, dan penurunan permintaan tenaga kerja (Wolnicki, dkk., 2006). Dapat juga diakibatkan adanya asuransi pengangguran (unemployment insurance) dan kekakuan upah rill atau upah minimum (Mankiw, 2007: 158-160). Indikator ekonomi lainnya yang berkaitan juga dengan pengangguran adalah masalah inflasi. Untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) tanpa inflasi merupakan yang paling ideal dari tujuan-tujuan lainnya (Sukirno, 1999: 24). Inflasi menunjukkan kenaikan pada seluruh tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus (Mankiw, 2012: 347). Dari pengertian tersebut, apabila terjadi kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak dapat dikatakan inflasi. Semua negara atau daerah selalu menginginkan inflasi yang stabil, karena inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk 9 mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Salah satu akibat penting dari inflasi adalah cenderung menurunkan taraf kemakmuran sebagian besar masyarakat (Sukirno, 1999: 16). Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor-faktor produksi dan output nasional (Jamli, 2001: 163). Berdasarkan temuan A.W. Phillips, ekonom kelahiran New Zealand, mengemukakan bahwa telah terjadi pertukaran (trade off) yang berbanding terbalik antara perubahan inflasi dan pengangguran dalam jangka pendek. Mankiw (2007: 384) mengungkapkan bahwa ekspektasi inflasi merupakan salah satu penyebab tingginya inflasi ke depan. Hal ini diperparah lagi jika tersumbatnya informasi kepada pelaku-pelaku ekonomi (imperfect information) sehingga pasar mengalami kesulitan untuk menyeimbangkan antara penawaran dan permintaan yang merupakan hubungan positif antara harga dan output. Dalam satu dekade terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Batam mencapai 7,23 persen, angka tersebut di atas pertumbuhan ekonomi nasional dan provinsi Kepulauan Riau yang masing-masing tumbuh pada level 6 persen dan 6,35 persen. Hal ini memberikan tolok ukur untuk tercapainya visi Kota Batam yaitu “Terwujudnya Kota Batam sebagai Bandar Dunia Madani yang Modern dan Menjadi Andalan Pusat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, tetapi pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi belum tentu dapat mengurangi pengangguran serta dapat menjaga daya beli masyarakat. Gambar 1.2 menjelaskan bahwa antara pertumbuhan PDRB, inflasi dan tingkat pengangguran selalu berfluktuasi, di mana pertumbuhan PDRB riil maupun PDRB sektor industri pada level pertumbuhan yang positif, namun inflasi 10 dan pengangguran cenderung tidak stabil, kadangkala membaik dan begitu juga sebaliknya. Rata-rata inflasi dan pengangguran selama rentang waktu tahun 1988 sampai dengan tahun 2012 masing-masing yaitu 9,43 persen dan 9,60 persen. 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% -10.00% 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 0.00% PDRB Riil PDRB Rill Sektor Industri Manufaktur TPT Inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Batam, 1988-2012 (diolah) Gambar 1.2 PDRB Riil, PDRB Riil Sektor Industri Manufaktur, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Inflasi per Tahun di Kota Batam (Persen), 1988-2012 Meningkatnya PDRB diiringi dengan penurunan tingkat pengangguran sejalan dengan kondisi yang diharapkan dan mempunyai arti positif bagi pembangunan ekonomi, namun jika terjadi secara bersamaan peningkatan pengangguran dan inflasi merupakan masalah serius dan berakibat buruk terhadap perekonomian secara keseluruhan. Menjaga tingkat pengangguran, inflasi dan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang diharapkan merupakan satu kesatuan dari tujuan kebijakan makro untuk menstabilkan kegiatan ekonomi yang pada akhirnya dapat meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. 11 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini bahwa tingkat pengangguran di Kota Batam dengan rata-rata sebesar 9,60 persen per tahun masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran Provinsi Kepulauan Riau (9,20 persen) dan Nasional (6,32 persen). Seharusnya seiring pertumbuhan PDRB sektor industri manufaktur dengan rata-rata diatas 13 persen dan kontribusi terhadap PDRB total di atas 60 persen per tahun diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang signifikan. Oleh karena itu, maka disusun beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana trend pertumbuhan PDRB sektor industri manufaktur, inflasi dan tingkat pengangguran terbuka di Kota Batam tahun 1988-2012? 2. Bagaimana hubungan kausalitas antara tingkat pengangguran terbuka dengan pertumbuhan PDRB sektor industri manufaktur di Kota Batam tahun 19882012? 3. Bagaimana hubungan kausalitas antara tingkat pengangguran terbuka dengan inflasi di Kota Batam tahun 1988-2012? 1.3 Keaslian Penelitian Berbagai penelitian yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran terbuka telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sebagai acuan, perlu diuraikan secara singkat mengenai penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini dalam bentuk tabel sebagai berikut. 12 Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu 1. Peneliti/ Tahun Munir, dkk., (2009) 2. Puzon (2009) Dinamika Inflasi di Empat Negara ASEAN: Studi Kasus Hubungan Kurva Phillips. OLS, instrumental variable, Time Series Data. 3. Hye dan Stabilitas Siddiqui Kurva Phillips: (2010) Analisis Kasus di Pakistan. Cointegration Approach, VEC Model, Regression. 4. Beaton (2010) Time-Varying Parameter (TVP) model, OLS Regression, Chow Test. No Topik/Lokasi Metoda Penemuan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Malaysia: Pendekatan Regresi Ambang Batas. Threshold Autoregressive (TAR) models, Correlation. Bahwa ada nilai ambang batas inflasi di Malaysia, berarti ada hubungan nonlinear antara inflasi dan pertumbuhan. Ambang batas diperkirakan 3.89 persen, jika inflasi di atas tersebut signifikan memperlambat laju pertumbuhan PDB, di bawah ambang batas, terdapat hubungan positif yang signifikan antara inflasi dan pertumbuhan 1970-2005. Bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat pengangguran dan inflasi di Thailand dan Malaysia, sedangkan di Indonesia dan Filipina terdapat hubungan positif, tahun 1980-2005. Bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran, sehingga hipotesis kurva Phillips terbukti tidak stabil untuk penerapan di Pakistan. Tingkat pengangguran cenderung lebih merespon terhadap perubahan output dalam resesi dari pada ekspansi. Penurunan masingmasing 2,6 dan 2,0 persen output, ada peningkatan 1 persen pada tingkat pengangguran di Kanada dan Amerika Serikat tahun 1961-2009. Variasi Waktu dalam Hukum Okun: Perbandingan antara Kanada dan Amerika. 13 No 5. Peneliti/ Tahun Lal, dkk. (2010) 6. Pawestri (2011) 7. Al-Habees dan Rumman (2012) 8. Umaru dan Zubairu (2012) Topik/Lokasi Uji Hukum Okun di beberapa Negara Asia dengan Pendekatan Kointegrasi. Metoda Fully Ordinary Least Square (FOLS), Engle Granger, Time Series Data. Penemuan Pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi pengangguran di negaranegara berkembang yang tidak mengalami krisis politik, seperti Korea, Malaysia, China, dan Singapura pada tahun 1980-2006. Pengaruh Analisis Trend, Tingkat pengangguran Pertumbuhan Kausalitas terbuka di sebagian besar Ekonomi dan Granger, provinsi menunjukkan Inflasi Regresi, Data tren kubik. Ada Terhadap Panel. hubungan satu arah Tingkat antara pertumbuhan Pengangguran ekonomi dan TPT, Terbuka di hubungan dua arah antara Indonesia,1993 inflasi dan TPT, -2008. pertumbuhan ekonomi dan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap TPT. Hubungan Metoda Tidak adanya hubungan antara Analisis yang kuat antara tingkat Pengangguran Deskriptif, pertumbuhan ekonomi dan Comparisondan pengangguran tahun Pertumbuhan Simulation 2006-2011. Dianjurkan Ekonomi di Approach. membuat kebijakan yang Yordania dan terpisah antara Beberapa pertumbuhan ekonomi Negara Arab. dan pengurangan tingkat pengangguran. melalui pengeluaran pemerintah, dan mendorong investasi untuk menciptakan lapangan kerja. Analisis Granger Inflasi berdampak negatif Empirik causality test, pada pengangguran. Uji Hubungan Augmented kausalitas menunjukkan antara Dickey-Fuller, tidak ada penyebab Pengangguran cointegration antara pengangguran dan dan Inflasi di test, ARCH inflasi di Nigeria, namun Nigeria dari and GARCH ada hubungan jangka 1977-2009. techniques. panjang. 14 9. Peneliti/ Topik/Lokasi Tahun Fei dan Penelitian Qianyi Inflasi dan (2013) Pengangguran di China. 10. Jaradat (2013) Dampak Inflasi dan Pengangguran pada Produk Domestik Bruto Yordania. Anova Regression, Pearson Correlation. 11. Umoru dan Anyiwe (2013) Dinamika Inflasi dan Pengangguran dalam Vector Correction Model (VEM), Nigeria. Vector Error Correction Model (VECM) dengan EngleGranger Test dan Johansen Maximum Likelihood Test. 12. Umair dan Dampak PDB Ullah dan Inflasi (2013) pada Tingkat Pengangguran: Studi Ekonomi Pakistan 20002010. Analisis Deskriptif, Pearson Correlation, Regresi. 13. Elshamy (2013) Cointegration Analysis dan Error Correction Mechanism (ECM). No Hukum Okun dan Validitasnya di Mesir. Metoda Koefisien Korelasi, dan Kausalitas. Penemuan Secara empiris teori kurva Phillips tidak efektif untuk menemukan hubungan sebab akibat antara inflasi dan tingkat pengangguran di Cina, 1978-2011. Ada hubungan negatif yang signifikan antara Pengangguran dan Produk Domestik Bruto dan ada hubungan positif yang signifikan antara Inflasi dan Produk Domestik Bruto di Yordania 2000-2010. Ada hubungan positif antara inflasi dan pengangguran, inflasi yang signifikan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di Nigeria, sedangkan tingkat pengangguran tidak signifikan dalam menjelaskan inflasi, tahun 1986-2012. Korelasi antara pengangguran dan inflasi positif, Korelasi antara PDB dan tingkat pengangguran tidak signifikan, sedangkan inflasi tidak signifikan terhadap PDB dan pengangguran dengan korelasi negatif. Dengan menggunakan data time series tahun 1970-2010 ditemukan bahwa hukum Okun baik dalam jangka pendek maupun panjang terbukti signifikan di Mesir. 15 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek yang diamati, dengan memfokuskan pada sektor industi manufaktur untuk variabel pertumbuhan PDRB. Hal ini disebabkan pertumbuhan sektor tersebut di Kota Batam selalu mendominasi dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi serta mampu menarik dan mendorong pertumbuhan sektor lainnya jika dibanding pertumbuhan PDRB sektor lainnya, sedangkan variabel inflasi dan tingkat pengangguran tidak berbedah dengan penelitian sebelumnya. Data yang digunakan adalah data time series periode 1988-2012. Untuk alat analisis yang digunakan, ada beberapa persamaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hye dan Siddiqui, Fei dan Qianyi, Jaradat, Umoru dan Anyiwe, dan Elshamy serta Pawestri. Alat analisis yang digunakan oleh Munir dkk, Puzon, Beaton Lal dkk, Al-Habees dan Rumman, serta Umaru dan Zubairu memiliki perbedaan dengan penelitian ini. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah. 1. Untuk menganalisis trend pertumbuhan PDRB sektor industri manufaktur, inflasi, dan tingkat pengangguran terbuka di Kota Batam. 2. Untuk menganalisis hubungan kausalitas antara tingkat pengangguran terbuka dengan pertumbuhan PDRB sektor industri manufaktur di Kota Batam. 3. Untuk menganalisis hubungan kausalitas antara tingkat pengangguran terbuka dengan inflasi di Kota Batam. 16 1.4.2 Manfaat penelitian Hasil dari studi empiris dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan setidaknya manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan di Kota Batam dalam memahami potensi dan keunggulannya, sehingga dapat merumuskan kebijakan lebih terencana dan terarah yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. 2. Sebagai bahan informasi atau referensi yang mungkin berguna bagi penelitian selanjutnya, khususnya pada topik yang diteliti. 3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan tentang bagaimana peranan sektor industri manufaktur khususnya di Kota Batam terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran terbuka. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari 4 (empat) bab yang disajikan dengan sistematika sebagai berikut. Bab I Pengantar, bab ini berisi uraian mengenai latar belakang, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, bab ini berisi uraian mengenai tinjauan pustaka yang berkaitan dengan judul penelitian, landasan teori, dan alat analisis yang digunakan. Bab III Analisis Data, bab ini berisi uraian tentang cara penelitian, perkembangan variabel yang diamati, dan hasil analisis data beserta pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran, bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis yang didapatkan dari hasil penelitian sebagai jawaban atas tujuan penelitian, serta saran yang disampaikan sebagai sumbangan pemikiran.