HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN METABOLIC SYNDROME DAN GAMBARAN AKTIVITAS FISIK ANGGOTA KLUB SENAM JANTUNG SEHAT KAMPUS II UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Disusun oleh : MUHAMMAD FAHAD 109101000083 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/1434 H i FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI Skripsi, Maret 2013 Muhammad Fahad, NIM : 109101000083 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN METABOLIC SYNDROME DAN GAMBARAN AKTIVITAS FISIK ANGGOTA KLUB SENAM JANTUNG SEHAT KAMPUS II UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2013 xvi + 108 halaman, 27 tabel, 3 bagan, 5 lampiran Abstrak Metabolic syndrome merupakan sekumpulan faktor risiko yang mengarah kepada penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Metabolic syndrome diantaranya dipengaruhi oleh pola makan dan aktivitas fisik. Pola makan tinggi kolesterol dapat menaikkan kadar kolesterol total > 200mg/dL, yang berdampak pada risiko metabolic syndrome, sedangkan aktivitas fisik rutin dapat mencegah metabolic syndrome. Penelitian sebelumnya menyebutkan, pada tahun 2005, 50 % Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki kadar kolesterol total > 200 mg/dl, sehingga diduga jumlah kasus metabolic syndrome cukup tinggi pada popolasi ini, padahal mereka melakukan senam rutin 3 kali seminggu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pola makan dengan metabolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Jenis penelitian ini adalah penelitian epidemiologi analisis observasi dengan desain cross sectional study. Metode sampling yang digunakan adalah simple random sampling dengan jumlah sampel 40 orang. Data dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini menunjukan 52,5% responden menderita metabolic syndrome, dengan kelompok komponen risiko yang dominan yaitu obesitas abdominal, resistensi insulin dan hipertensi. Tidak ditemukan responden dengan aktivitas fisik dan asupan karbohidrat berisiko, tetapi ditemukan variabel lain yang berisiko, yaitu asupan kalori sejumlah 17,5 % responden, asupan protein sejumlah 35 % responden dan asupan lemak sejumlah 40 % responden. Hasil uji chi square menunjukan asupan kalori dan asupan lemak berhubungan dengan metabolic syndrome, dengan p value 0,009 dan 0,008. Simpulan dari penelitian ini adalah pola makan berdasarkan asupan kalori dan asupan lemak berhubungan dengan kejadian metabolic syndrome, sehingga disarankan bagi Anggota Klub Senam untuk memperbaiki pola makannya, namun tetap memelihara dan meningkatkan aktivitas fisiknya. Kata kunci : Metabolic syndrome, pola makan dan aktivitas fisik. Daftar bacaan : 59 (1989-2013) ii FACULTY MADICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY NUTRITION Undergraduate Thesis, May 2013 Muhammad Fahad, NIM : 109101000083 The Relationship of Diet with Metabolic Syndrome and Physical Activity Description of Healthy Heart Gymnastic Club Members of Kampus II UIN Syarif Hidayatullah in 2013 xvi + 108 pages, 27 tabels, 3 diagrams, 5 attachments Abstract Metabolic syndrome is a complex of interrelated risk factors for cardiovascular disease (CVD) and diabetes. Metabolic syndrome, of wich, are influenced by diet and physical activity. A high cholesterol diet can rise total cholesterol levels > 200mg/dL, wich have an impact on the risk of metabolic syndrome, while regular physical activity can prevent metabolic syndrome. Previous studies mentioned, in 2005, 50% Healthy Heart Gymnastics Club Members of Kampus II UIN Syarif Hidayatullah had total cholesterol levels> 200 mg / dl, so the number of suspected cases of metabolic syndrome is high in this popolasi, whereas they do routine gymnastics 3 times a week. Therefore, this study aims to determine the relationship of diet with metabolic syndrome and physical activity description of Healty Heart Gymnastics Club Members of Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. This study is observational analytical epidemiological studies, that use cross sectional study design. The sampling metode used was simple random sampling with a sampel of 40 people. Data were analyzed using chi square test. The results of this study showed 52.5% of respondents suffer metabolic syndrome, with a group dominant risk component are abdominal obesity, insulin resistance and hypertension. It’s not found respondents with physical activity and carbohydrates intake at risk, but it’s found other variables at risk, those are calorie intake as much as 17.5% of respondents, total protein intake as much as 35% of respondents and fat intake as much as 40% of respondents. Chi square test results showed calorie intake and fat intake associated with metabolic syndrome, with p value 0.009 and 0.008. The conclusions of this study is a diet based on calorie intake and fat intake is associated with the incidence of metabolic syndrome, so it is advisable for the Gymnastics Club Members to improve their diet, while maintaining and increasing their physical activity. Keywords : Metabolic syndrome, diet, and physical activity Reading List : 59 (1989-2013) iii iv v KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT karena atas sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya, penulis diberi kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan segala aktivitas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Usawatun Hasanah sepanjang zaman, Nabi Muhammad SAW juga kepada para keluarganya, para shahabatnya, para tabi’uttabi’innya dan kepada para pengikutnya yang senantiasa dalam kebaikan hingga akhir zaman. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Rosyad Nurdin dan Eulis Farida yang telah berikhtiar, sabar, dan tawakal dalam mendidik anaknya dan memberi dukungan serta selalu mendoakan penulis dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan kesehatan. 3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus Staf Dosen yang telah dengan sabar mendidik dan mengajarkan ilmu dan pengetahuan yang berguna bagi masa depan penulis.. 4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes dan dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah membimbing, mendukung dan mengizinkan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. vi 5. Kak Septiana dan Mbak Ai selaku Laboran Gizi dan Laboran Biokimia yang telah membantu dalam pelaksanaan studi pendahuluan sehingga mendukung terhadap penyelesaian skripsi ini 6. Rekan-rekan seperjuangan Kesehatan Masyarakat angkatan 2009, khususnya rekan-rekan peminatan Gizi 2009 yang telah bersama-sama menuntut ilmu, berdiskusi, memberi dukungan dan masukan terhadap penulisan ini. 7. Rekan-rekan Badan Eksekutif Mahasiwa FKIK periode 2012-2013 yang telah memberikan dukungannya terhadap penulis untuk menyelesaikan ini disela-sela berjalannya program kerja dan kegiatan. 8. Nadia tahsinia yang telah mendukung dan mendampingi penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan, bimbingan dan petunjuk yang telah disampaikan serta dukungan yang telah diberikan dari berbagai pihak terhadap penulis mendapatkan ganjaran pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini. Tangerang Selatan, Mei 2013 Penulis vii CURRICULUM VITAE A. Data Pribadi Nama : Muhammad Fahad TTL : Bandung, 14 Maret 1991 Alamat : Jl. Ciganitri No. 39 001/002 Bojong Soang Bandung Telp/HP : 0857-23866701 Jenis kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Agama : Islam Status : Belum Menikah Email : [email protected] B. Riwayat Pendidikan 2009-Sekarang : Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah 2006-2009 : MA Persis Tarogong Garut 2003-2006 : Mts Persis Tarogong Garut 1997-2003 : SDN Jakapurwa I Bandung C. Prestasi dan Penghargaan 2009-2013 : Peraih Beasiswa Penuh Program Sarjana - Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementrian Agama Republik Indonesia. 2011 : Mahasiswa terfavorit Program Studi Kesehatan Masyarakat pada acara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Awards UIN Syarif Hidayatullah tahun 2011. D. Pengalaman Kerja 2011 dan 2012 : Ketua Praktek Belajar Lapangan (PBL) I dan II di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur. 2013 : Mahasiswa Magang HACCP di PT. Aerofood Indonesia Divisi Industrial Catering unit RSPI Puri Indah. viii E. Pengalaman Organisasi 2012-2013 : Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta 2012 : Ketua Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta 2010- 2011 : Wakil Ketua Komisariat Dakwah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta 2010-2011 : Staf Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta 2009-2011 : Anggota Muda Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Arkadia UIN Syaif Hidayatullah Jakarta F. Pengalaman Kepanitiaan 2011 : Ketua Umum the 7th FKIK Anniversary (Rangkaian acara berlangsung 1 semester). G. Seminar dan Pelatihan 2011 : Workshop Disaster Management 2011 : Pelatihan Gizi Kedaruratan 2012 : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X H. Kemampuan Berbahasa Asing 1. Bahasa Inggris (Oral dan Written) 2. Bahasa Arab (Muhaddatsah dan Kitaabah) I. Kemampuan Komputer 1. Nutrisurvey 2. Epi data dan SPSS 3. Desain Grafis (Corel Draw, Photoshop, and Ulead Video) 4. Microsoft Office (Word, Excell, Presentation and Project) ix DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. i ABSTRAK ........................................................................................................... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3 C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 4 1. Pertanyaan Umum ......................................................................... 4 2. Pertanyaan Khusus ........................................................................ 4 D. Tujuan Penelitian................................................................................ 6 1. Tujuan Umum ................................................................................ 6 2. Tujuan Khusus ............................................................................... 6 E. Manfaat Penelitian.............................................................................. 7 1. Manfaat Praktis .............................................................................. 7 2. Manfaat Akademis......................................................................... 7 F. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metabolic Syndrome .......................................................................... 9 1. Etiologi dan Pathogenesis Metabolic Syndrome ........................... 10 2. Patofisologi Metabolic Syndrome.................................................. 11 3. Prognosis Metabolic Syndrome ..................................................... 12 x 4. Pengukuran Komponen Metabolic Syndrome ............................... 13 B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metabolic Syndrome ................ 16 1. Umur .............................................................................................. 16 2. Jenis Kelamin ................................................................................ 18 3. Etnis ............................................................................................... 19 4. Obesitas ......................................................................................... 20 5. Pola Makan .................................................................................... 22 6. Aktivitas Fisik ............................................................................... 25 7. Faktor Genetik ............................................................................... 28 8. Faktor Endokrin ............................................................................. 30 9. Menopause ..................................................................................... 31 C. Zat Gizi .............................................................................................. 33 1. Karbohidrat .................................................................................... 33 2. Serat .............................................................................................. 36 3. Protein............................................................................................ 37 4. Lemak ............................................................................................ 39 5. Vitamin .......................................................................................... 43 6. Mineral .......................................................................................... 44 7. Air .................................................................................................. 45 D. Tingkat Konsumsi dan Angka Kecukupan Gizi ................................. 45 E. Penilaian Konsumsi Pangan Individu ............................................... 47 1. Metode Food Recall ..................................................................... 48 2. Metode Food Frequency Questionaire (FFQ) .............................. 49 F. Pengukuran Aktifitas Fisik Metode International Physical Activity Questionaire (IPAQ) .......................................................................... 51 G. Kerangka Teori ................................................................................... 53 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangaka Konsep ............................................................................. 54 B. Definisi Operasional .......................................................................... 57 C. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 59 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN xi A. Jenis dan Desain Penelitian ................................................................ 60 B. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 61 C. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 61 D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian .................................... 63 E. Pengolahan Data ................................................................................. 69 F. Analisis Data ...................................................................................... 70 BAB V HASIL A. Gambaran Umum Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah ....................................................................................... 71 B. Hasil Analisis Univariat ..................................................................... 72 C. Hasil Analisi Bivariat ......................................................................... 82 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 85 B. Kejadian Metabolic Syndrome ........................................................... 86 C. Gambaran Pola Makan Karbohidrat ................................................... 89 D. Gambaran Aktivitas Fisik................................................................... 91 E. Pola Makan Kalori dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome ............................................................................................ 93 F. Pola Makan Protein dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome ............................................................................................ 95 G. Pola Makan Lemak dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome ............................................................................................ 96 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 100 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 104 LAMPIRAN xii DAFTAR TABEL Nomor Tabel 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 Kriteria Metabolic Syndrome Zat Gizi Karbohidrat dan Sumber Pangannya Zat Gizi Protein dan Sumber Pangannya Jenis Asam Lemak dan Sumber Pangannya Angka Kecukupan Gizi (AKG) Kelompok Usia Dewasa Pria Angka Keccukupan Gizi (AKG) Kelompok Usia Dewasa Wanita Jenis Aktifitas Fisik Sedang dan Berat Definisi Operasional Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Terhadap Metabolic Syndrome P1 dan P2 Hubungan Pola Makan terhadap Metabolic Syndrome P1 dan P2 Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Metabolic syndrome Prosedur Pemeriksaan Kadar Kolesterol HDL dalam Darah Prosedur Pemeriksaan Kadar Trigliserida dalam Darah Distibusi Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Distribusi Lingkar Perut Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Distribusi Tekanan Darah Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Distribusi Kadar Gula Darah Puasa Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Distribusi Kadar Trigliserida Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Distribusi Kadar Kolesterol HDL Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Distribusi Kejadian Metabolic syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat UIN Syarif Hidayatullah Pengelompokan Komponen Metabolic Syndrome Distribusi Aktifitas Fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Distribusi Asupan Energi Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Distribusi Asupan Karbohidrat Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah xiii Halaman 9 34 38 40 46 46 51 58 62 62 66 67 72 72 73 74 75 76 76 77 78 79 80 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16 Distribusi Asupan Lemak Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Distribusi Asupan Protein Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Hubungan Asupan Kalori dengan Kejadian Metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah xiv 81 82 82 83 84 DAFTAR BAGAN Nomor Bagan 2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metabolic Syndrome 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Metabolic Syndrome. 4.1 Desain Penelitian Potong Lintang xv Halaman 53 56 60 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran I II III IV V VI Surat-Surat Perizinan Kuesioner Penelitian Output-Output Hasil Penelitian di SPSS Hasil Pengukuran Hasil Wawancara Aktivitas Fisik Hasil Wawancara Food recall dan FFQ xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) (2013) mengemukakan bahwa Non Communicabable Diseases (NCDs) merupakan tantangan kesehatan terbesar pada abad ke 21 karena membunuh lebih dari 36 juta orang setiap tahunnya. Dari seluruh kematian NCDs, jumlah penyakit kardiovaskular atau cardiovascular disease (CVD) merupakan yang terbesar yaitu 17,3 juta jiwa/ tahun, diikuti kanker sebanyak 7,6 juta jiwa/ tahun, penyakit pernafasan 4,2 juta jiwa/tahun dan diabetes sebanyak 1,3 juta jiwa/tahun. Berkaitan dengan diabetes, pada sebagian besar penderita diabetes tipe dua atau intoleransi glukosa, didapatkan serangkaian faktor risiko yang muncul bersamaan dengan faktor risiko CVD. Fenomena ini disebut dengan kejadian metabolic syndrome. Metabolic syndrome dipengaruhi oleh pola makan, aktivitas fisik, faktor genetik, umur, jenis kelamin, etnis, menopause dan faktor endokrin (Christopher et al., 2005). Pola makan dan aktivitas fisik merupakan faktor risiko yang dapat diubah. Keduanya sering berkaitan dengan risiko penyakit degeneratif secara umum. Disamping itu, berkaitan dengan pola makan, beberapa penelitian mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara pola makan berdasarkan asupan energi, total protein, total lemak, total karbohidrat, protein hewani, dan karbohidrat sederhana yang dikonsumsi melebihi Angka Kecukupan Gizi (AKG) 1 2 terhadap kejadian metabolic syndrome (Sudarminingsih et al., 2007; Kasiman, 2011). Di dunia, prevalensi metabolic syndrome cukup tinggi karena mencapai 10-25 % pada kelompok umur dewasa (IDF, 2006). Di Amerika Serikat, prevalensi metabolic syndrome sebanyak 22, 8 % terjadi pada pria dan 22, 6 % terjadi pada wanita. Di Eropa, prevelensi metabolic syndrome meningkat seiring umur. Pada pria didapatkan sebesar 13,2 % pada kelompok umur 30-39 tahun dan 42,7 % pada umur 60-69 tahun, sedangkan pada wanita didapatkan sebesar 10,3 % pada kelompok umur 30-39 tahun, dan 45,9 % pada kelompok umur 60 – 69 tahun (Dellios, 2005). Di tingkat regional, beberapa daerah di Asia Tenggara juga menunjukan prevalensi metabolic syndrome yang cukup tinggi (Soewondo et al., 2006) seperti di Malaysia didapatkan prevalensi metabolic syndrome sebesar 49, 4 % pada umur > 20 tahun (Chan, 2005), di Thailand sebanyak 21,9% (Deerochanawong, 2000) serta Filipina dan Singapura > 20 % (Deerochanawong, 2000 ; Chan, 2005). Di Indonesia, belum terdapat data prevalensi metabolic syndrome secara nasional, meskipun demikian di beberapa daerah telah menunjukan prevalensi metabolic syndrome yang cukup tinggi : Surabaya sebanyak 34,0% (Pranoto et al., 2005), Semarang sebanyak 16,6 % (Suhartono et al., 2005), Depok sebanyak 25,3 % (Soewondo, 2005), Jakarta sebanyak 28,4 % (Soewondo et al., 2006), Bogor sebanyak 36, 2 % (Muherdiyantiningsih et al., 2008) dan Bali sebanyak 18,2 % (Dwipayana et al., 2011). 3 Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu kota di Indonesia, yang pada tahun 2007 masih bergabung dengan Kota Tangerang, diduga memiliki prevalensi metabolic syndrome yang cukup tinggi seiring dengan tingginya kejadian obesitas umum (21,8 %) diatas rata-rata rasional (20 %), obesitas sentral (22,4%) di atas rata-rata nasional (18,4%), perilaku konsumsi kurang buah sayur (97,3%) dan perilaku kurang aktivitas fisik (52,8%) (Depkes RI, 2007). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah sebagai lembaga pendidikan kesehatan di wilayah Kota Tangerang Selatan seyogyanya turut berpartisipasi melakukan upaya kesehatan untuk menyelesaikan metabolic syndrome di Kota Tengerang Selatan, dimulai dari lingkungan sekitar kampus. Partisipasi ini sebagai bentuk pengamalan tridarma perguruan tinggi. Salah satu lingkungan sekitar kampus dan merupakan sarana yang tepat untuk upaya kesehatan adalah Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. B. Rumusan Masalah Pelaksanaan senam pada Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah berlangsung 3 kali dalam seminggu. Kegiatan senam rutin tersebut seharusnya dapat mencegah risiko penyakit degeneratif termasuk metabolic syndrome (Ilanne-Parikka, 2010). Namun kenyataannya berbeda dengan apa yang diemukan oleh Mubarak (2005), dimana telah ditemukan 50 % Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki kadar kolesterol total > 200 mg/dl, yang berdampak pada risiko untuk 4 menderita metabolic syndrome (Kamso, 2007). Disamping itu, diketahui bahwa kadar kolesterol total dipengaruhi oleh pola makan (Ansar et al., 2011). Pernyataan-pernyataan tersebut mengarah kepada dugaan cukup tingginya kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat UIN Syarif Hidayatullah. Oleh karena itu, untuk menjawab dugaan tersebut, perlu dilakukan penelitian terkait hubungan pola makan dengan metabolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. C. Pertanyaan Penelitian 1. Pertanyaan Umum Bagaimana hubungan pola makan dengan metabolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 2. Pertanyaan Khusus a. Bagaimana gambaran kejadian metabolic syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? b. Bagaimana gambaran konsumsi kalori Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? c. Bagaimana gambaran konsumsi karbohidrat Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? d. Bagaimana gambaran konsumsi lemak Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 5 e. Bagaimana gambaran konsumsi protein Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? f. Bagaimana gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? g. Bagaimana hubungan konsumsi kalori dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? h. Bagaimana hubungan konsumsi lemak dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? i. Bagaimana hubungan konsumsi protein dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 6 D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pola makan dengan metabolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut: a. Gambaran kejadian metabolic syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. b. Gambaran konsumsi kalori Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. c. Gambaran konsumsi karbohidrat Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. d. Gambaran konsumsi lemak Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. e. Gambaran konsumsi protein Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. f. Gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. g. Hubungan konsumsi kalori dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 7 h. Hubungan konsumsi lemak dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. i. Hubungan konsumsi protein dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi jumlah kasus metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat UIN Syarif Hidayatullah. b. Menjadi dasar untuk mencegah dan menanggulangi kasus metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. 2. Manfaat Akademis a. Menambah pengetahuan dan mengembangkan keilmuan gizi, khususnya terkait epidemiologi gizi dan kesehatan. b. Menambah khazanah kepustakaan FKIK UIN Syarif Hidayatullah. 8 F. Ruang Lingkup Peneliti adalah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Penelitian ini berjudul “Hubungan Pola makan dengan Metabolic Syndrome dan Gambaran Aktivitas Fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013” dengan sasaran adalah Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kasus metabolic syndrome pada Klub Senam Jantung Sehat UIN Syarif Hidayatullah, sehingga menjadi dasar untuk pencegahan dan penanggulangan metabolic syndrome di populasi tersebut. Penelitan ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 di Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Penelitian ini berjenis penelitian epidemiologi analitik observasi, dengan desain penelitian cross sectional study, metode sampling menggunakan simple random sampling serta analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat uji chi square. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metabolic Syndrome 1. Definisi Metabolic Syndrome Metabolic syndrome merupakan sekumpulan faktor risiko yang saling berkaitan dan mengarah pada penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Sekumpulan faktor risiko tersebut antara lain obesitas abdominal/sentral, kenaikan kadar gula darah (hiperglikemik), kenaikan tekanan darah (hipertensi), kenaikan kadar trigliserida (hipertrigliseridemia), dan penurunan kadar kolesterol HDL (Alberti et al., 2009). Seseorang dikatakan menderita metabolic syndrome ketika didapatkan minimal 3 kriteria positif berisiko diantara 5 kriteria yang diukur, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini : Tabel 2.1. Kriteria Metabolic Syndrome Faktor Obesitas abdominal (wilayah Asia) Kadar trigliserida Penurunan kadar kolesterol HDL Tenakan darah Gula darah puasa (GDP) Risiko ≥ 90 cm pada laki-laki ≥ 80 cm pada perempuan ≥ 150 mg/ dL (1,7 mmol/L) atau pengobatan khusus terhadap lipid abnormal < 40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada laki-laki < 50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita Atau sedang dalam pengobatan khusus lipid abnormal Tekanan darah sistolik ≥130 atau diastolik ≥85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi. GDP ≥ 100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau sedang dalam pengobatan hiperglikemik. Sumber : (Alberti et al., 2009) 10 2. Etiologi dan Pathogenesis Metabolic Syndrome Etiologi metabolic syndrome belum diketahui secara pasti, namun kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya kejadian obesitas dan gaya hidup yang buruk (Alberti et al., 2009). Disamping itu, kebanyakan penderita metabolic syndrome mengalami obesitas abdominal dan resistensi insulin. Kedua komponen tersebut berpengaruh terhadap perkembangan komponen metabolic syndrome lainnya (Alberti et al., 2009). Obesitas abdominal berpengaruh terhadap insensifitas insulin dan hiperinsulinemia yang berdampak pada prognosis diabetes mellitus (DM) tipe II. Berawal dari penumpukan sel lemak viskeral yang meningkatkan asam lemak bebas dari hasil lipolisis yang berdampak pada penurunan sensifitas insulin. Di hati, peningkatan asam lemak bebas mendorong peningkatan glukoneogenesis yang mengakibatkan kadar gula dalam darah naik dan menurunkan ekstraksi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia. Kemudian di otot, peningkatan asam lemak bebas berdampak pada penurunan pemakaian glukosa dan di sel α pankreas berdampak pada penurunan sekresi insulin (Rohman, 2007). Obesitas abdominal berpengaruh terhadap resistensi insulin. Hal ini berkaitan dengan sel lemak bebas hasil lipolisis yang mengeluarkan sitokin (adipositokin) seperti angiotensin, TNF α, resistin dan leptin yang berhubungan dengan penurunan resistensi insulin. TNF α menyebabkan resistensi insulin dengan cara menghambat aktifitas tirosin kinase pada reseptor insulin dan menurunkan ekspresi glucose transporter-4 (GLUT-4) 11 di sel lemak dan otot. Resistensi insulin dan hiperinsulinema ini pada gilirannya akan menyebabkan perubahan metabolik, sehingga timbul hipertensi dan dislipidemia. Resistensi insulin semakin lama semakin berat dan sekresi insulin akhirnya menurun, sehingga terjadi hiperglikemia dan manifestasi DM tipe II (Rohman, 2007). Hipertensi pada metabolic syndrome diduga terjadi akibat pengaruh hipersinsulinemia yang meningkatan reabsorsi sodium dan air, sehingga terjadi ekspansi volume intra-vaskular. Hiperinsulinemia juga meningkatkan aktifitas chanel Na-K ATP-ase, sehingga terjadi peningkatan natrium dan kalsium intrasel yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah naik (Rohman, 2007). Dislipidemia pada metabolic syndrome dipengaruhi oleh resistensi insulin. Resistensi insulin meningkatkan terjadinya lipolisis yang mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma, yang selanjutnya meningkatkan pengeluaran asam lemak bebas kedalam hati. Ciri spesifik dislipidemia yang dipengaruhi resistensi insulin adalah peningkatan trigliserida, penurunan HDL, peningkatan small dense LDL meskipun total LDL kadang normal (Rohman, 2007). 3. Patofisiologi Metabolic Syndrome Kerusakan organ target terjadi akibat akumulasi dari masing-masing mekanisme komponen metabolic syndrome. Sebagai contoh, hipertensi pada metabolic syndrome meninggalkan hipertropi ventrikular, penyakit arteri peripheral lanjut, dan disfungsi ginjal (Cuspidi et al., 2008). Selain itu, risiko 12 kumulatif metabolic syndrome menyebabkan disfungsi mikrovaskular yang hal ini mejelaskan lebih lanjut kondisi resistensi insulin dan hipertensi meningkat (Serne et al., 2007). Metabolic syndrome merupakan penyebab penyakit jantung koroner melalui serangkaian mekanisme yaitu dengan menaikan trombogenesit pada sirkulasi darah, menaikan aktivator plasminogen tipe 1 dan tingkat adipokin yang menyebabkan disfungsi endothelial (di beberapa bagian) (Alessi, 2008). Metabolic syndrome juga mungkin menaikan risiko kardiovaskular dengan menaikan kekakuan arterial (Stehouwer et al., 2008). 4. Prognosis Metabolic Syndrome Berdasarkan penelitian-penelitian, komplikasi dari metabolic syndrome sangat luas. Beberapa komplikasi berkaitan dengan sistem kardiovaskular antara lain penyakit jantung koroner fibrilasi atrial, gagal jantung dan stenosis aorta dan struk iskemik (Obunai et al., 2007). Kekacauan metabolik pada metabolic syndrome telah berdampak pada perkembangan penyakit perlemakan hati nonalkoholik (Kotronen dan YkiJarvinen, 2008). Asam lemak sendiri memainkan peranan penting dalam kejadian metabolic syndrome. Kajian lainnya menyebutkan bahwa metabolic syndrome berdampak pada penurunan kognitif dan beberapa patofisiologi penyakit yaitu obstruktif sleep apnea, kanker payudara, kanker kolon, kanker kantung kemih, penyakit ginjal, dan kelenjar prostat (Hsing et al., 2007). Selain berdampak secara 13 fisiologis, metabolic syndrome juga berdampak secara psikologis seperti kondisi marah dan depresi (Goldbacher et al., 2007). 5. Pengukuran Komponen Metabolic Syndrome 1. Lingkar Perut Pengukuran antropometri lingkar perut menggunakan pita meter. Adapun langkah-langkah pengukuran sebagai berikut : 1) Menetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah. 2) Menetapkan titk ujung lengkung tulang pangkal panggul. 3) Menetapkan titik tengah antara titik tulang rusuk terakhir, titik ujung lengkung tulang pangkal panggul dan ditandai titik tengah tersebut dengan alat tulis. 4) Responden berdiri tegak dan bernafas normal. 5) Menarik pita meter mulai dari titik tengah, kemudian secara sejajar hizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran mendekati 0,1 cm. 6) Bila responden mempunyai perut gendut ke bawah, pita meter dilingkarkan mulai dari bagian yang paling buncit berakhir sampai pada titik tengah tersebut (Supariasa et al., 2002). 2. Tekanan Darah Pengukuran klinis tekanan darah menggunakan stetoskop dan spygmomanometer. Berikut penjelasan langkah-langkah pengukuran: 1) Responden duduk beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum pengukuran. 14 2) Manset dipasang pada lengan atas. Posisi lengan tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas. Ujung bawah mancet terletak kira-kira 1–2 cm di atas siku. Posisi pipa mancet terletak sejajar dengan lengan atas responden. 3) Pengukuran dilakukan pada posisi duduk meletakkan lengan kanan responden di atas meja, sehinga mancet yang sudah terpasang sejajar dengan jantung responden. 4) Mamometer dipompa sampai tekanan sekitar 180-200 mmHg. 5) Tekanan diturunkan secara perlahan-lahan. 6) Sambil tekanan diturunkan, dengan stetoskop didengarkan suara degup pada arteri brakhialis di fossa cubiti. 7) Degup pertama yang terdengar, adalah tekanan sistolik dan degup yang terakhir terdengar, adalah tekanan diastolik (Depkes RI, 2007). 3. Kadar Kolesterol HDL Untuk mengetahui kandungan kolesterol dalam berbagai bahan makanan, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode pengukuran baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari metode yang sederhana sampai metode yang kompleks. Pengukuran kadar kolesterol HDL salah satunya menggunakan uji spektrofotometri. Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan 15 menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube (Dawiesah, 1989). 4. Kadar Trigliserida Pengukuran kadar trigliserida dapat dilakukan secara kuantitatif atapun kualitatif. Salah satu pengukuran kuantitatif yang digunakan untuk mengukur kadar trigliserida adalah menggunakan uji spektrofotometri. Bahan dan alat yang diperlukan antara lain : serum, tabung reaksi dan rak, dispenser 1,0 ml, mikropipet 0,01 (10 µl), colorimeter dengan gelombang 500 nm (520-546) (Dawiesah, 1989). 5. Kadar Gula Darah Kadar gula darah dalam penelitian ini menggunakan alat glucometer. Alat ini bekerja dengan cara membaca elektron yang dihasilkan dari proses pemecahan glukosa menjadi glukogon. Proses pemecahan ini dilakukan oleh enzim glukosa oksidase yang terdapat dalam strip glucometer dengan cara oksidasi. Semakin banyak glukosa dalam darah yang teroksidasi menjadi glukagon maka semakin banyak elektron yang dihasilkan sehingga semakin tinggi nilai yang terbaca di alat (Nesco Multicheck, 2009). Alat ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan memakai glucometer adalah waktu untuk mendapatkan hasil pemeriksaan lebih cepat, bentuk alat yang kecil sehingga mudah dibawa kemana mana, volume sampel yang dipakai sedikit. Adapun kelemahan 16 dari alat ini adalah karena range pada alat 20 mg/dl – 600 mg/dl maka hasil dibawah 20 mg/dl atau di atas 600 mg/dl hasil tidak keluar. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Metabolic Syndrome 1. Umur Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan (Soetardjo, 2011). Jenis perhitungan umur terdiri dari umur kronologis, umur mental dan umur biologis. Adapun periodisasi biologis perkembangan manusia (Soetardjo, 2011) adalah sebagai berikut : a. 0-1 tahun : masa bayi, dimana terjadi banyak pertumbuhan dan perkembangan mulai dari pertumbuhan fisik, pematangan struktur dan fungsi, perkembangan motorik, serta pembentukan hubungan emosional dengan ibu dan lingkungan sekitar. b. 1-6 tahun : masa pra sekolah, dimana laju pertumbuhan menurun bila dibandingkan masa bayi. c. 6-10 tahun : masa sekolah, dimana tumbuh perlahan dan menunjukan pematangan motorik kasar dan halus. Pada masa ini terbentuk sikap suka atau tidak suka terhadap makanan. d. 10-20 tahun : masa pubertas, puncak dari tumbuh kembang baik secara fisiologis, psikologis dan sosial. Pada masa ini pola makan dipengaruhi oleh pola makan keluarga, pengaruh teman, nafsu makan, pengaruh body image melalui media dan ketersedian pangan. Banyak penelitian epidemiologi yang menunjukan bahwa penyakit CVD dan diabetes telah dimulai pada masa ini (Worthington- 17 roberts dan Williams, 2000 dalam Soetardjo, 2011). Hal ini disebabkan sebagian besar remaja mengalami obesitas akibat pola makan tidak teratur. e. 20 – 64 tahun : masa dewasa, dimana pertumbuhan dan perkembangan prkatis tidak terjadi dan zat gizi diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit kronis. Pada umur ini beberapa orang menjadi lebih rentan terkena penyakit, terutama yang memiliki hipertensi, jantung atau berbadan gemuk baik karena keturunan atau pun akibat gaya hidup. Saat berada di umur ini harus waspada terhadap penyakit degeneratif (penyakit akibat bertambahnya umur) seperti jantung koroner, kolesterol, dan asam urat (Soetardjo, 2011). f. 65 tahun ke atas : masa lanjut umur (Senium), dimana aktivitas fisik banyak berkurang, kebutuhan gizi berkurang dan kerusakan sel-sel banyak terjadi. Penurunan fungsi tubuh banyak terjadi sehingga risiko terserang penyakit semakin tinggi. Pada umur ini tingkat kesehatan cenderung sudah menurun, karenanya seseorang rentan terkena beberapa penyakit seperti artritis, osteoporosis, penyakit jantung, gangguan memori, stroke, pembesaran prostat dan juga kanker. Beberapa penelitian menyebutkan prevalensi metabolic syndrome meningkat sesuai dengan umur. Hal ini karena makin banyaknya faktor risiko jantung koroner dan makin besar kemungkinan mengalami resistensi insulin akibat dari gaya hidup yang kurang baik yaitu pola makan buruk dan aktivitas fisik kurang yang berlangsung lama (Dwipayana et al., 2011). 18 Disamping itu, pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian National Health and Nutrition Survey di Amerika Serikat (Ford, Giles, & Mokdad, 2004 dalam Wang, 2012). Beberapa penelitan menyebutkan pada laki-laki, prevalensi metabolic syndrome meningkat pada umur 60 tahun sedangkan pada perempuan meningkat pada umur 50 tahun (Soewondo et al., 2006). Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan perubahan hormonal seperti wanita mengalami kehamilan dan menopause. 2. Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik dan pola makan seseorang terutama dimulai pada umur remaja. Pada umur ini laki-laki lebih memilih melakukan aktifitas fisik motorik kasar yaitu berolahraga sedang dan berat, sedangkan wanita lebih mengembangkan diri pada aktifitas motorik halus aktifitas fisik sedang dan ringan. Aktivitas fisik berat terhindar dari kelebihan energi yang menyebabkan penumpukan lemak (Soetardjo, 2011). Pola makan cukup berbeda antara umur remaja laki-laki dengan perempuan. Hal ini, salah satunya, dipengaruhi oleh citra tubuh (body image), sehingga laki-laki cenderung menambah porsi makan sedangkan perempuan cenderung mengurangi porsi makananya untuk mendapatkan masing masing citra tubuh yang diidamkan (Soetardjo, 2011). Obesitas sering dihibungkan dengan hiperinsulinemia, khususnya tipe android. Laki-laki obesitas cenderung mempunyai deposit lemak di daerah 19 atas tubuh khususnya pada tengkuk, leher, bahu, dan perut yang disebut obesitas tipe android. Pada perempuan obesitas dijumpai deposit lemak dengan area yang sama dengan laki-laki, meskipun mereka juga mempunyai batas area segmen bawah seperti pada bokong dan pinggul yang disebut obesitas tipe ginekoid . Penelitian National Health and Nutrition Examination Survey di Amerika Serikat mengemukakan Prevalensi metabolic syndrome pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Ford, Giles, & Mokdad, 2004 dalam Wang, 2012). Pernyataan tersebut serupa dengan penelitian di Eropa (Delios, 2005) tapi berbeda dengan hasil penelitian di Makasar (Jafar, 2011), di Bali (Dwipayana et al., 2011) dan penelitan terhadap penduduk Amerika keturunan Arab (Jaber et al., 2004 dalam Wang 2012) yang menyatakan prevalensi metabolic syndrome pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. 3. Etnis Etnis mempengaruhi kejadian metabolic syndrome karena erat kaitannya dengan fenotip obesitas. Fenotip Obesitas pada beberapa kelompok etnis di negara sedang berkembang berbeda dengan orang kaukasian putih pada negara maju. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa orang Asia memiliki lemak tubuh yang lebih banyak, utamanya Asia Selatan, dibandingkan dengan orang kaukasian putih pada nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang sama (Dudeja, 2001; Deurenberg, 2000; Yajnik, 2002 dalam Wang, 2012). Penelitian lain menunjukkan bahwa pada nilai IMT yang sama, imigran 20 India memiliki lemak abdominal total dan intraabdominal yang lebih besar secara signifikan dibandingkan orang Kaukasian putih di Amerika Serikat (Raji et al., 2001, dalam Wang, 2012). Orang India memiliki kadar trigliserida hati yang lebih tinggi, yang dihubungkan dengan kadar insulin yang tinggi dan adiponektin yang rendah dibandingkan Orang Kaukasian Putih. Kadar trigliserida tersebut berpengaruh terhadap metabolic syndrome (Raji et al., 2001, dalam Wang, 2012). Penelitian yang lain menyebutkan kebanyakan negara-negara berkembang di Asia, Amerika Latin dan Afrika Northern dan Timur Tengah pada umumnya mengalami perubahan diet berupa peningkatan konsumsi lemak terutama lemak dari hewani dan gula serta asupan sereal dan serat yang rendah (Wang, 2012). Ditambah lagi, adanya arus urbanisasi yang mengubah pola hidup ke arah yang buruk seperti perilaku merokok, perilaku konsumsi alkohol dan pola konsumsi yang tidak seimbang serta memiliki gaya hidup sedentari (sedentary life style) atau kurang aktivitas fisik (Misra et al, 2001; Misra dan Khurana, 2008). 4. Obesitas Obesitas adalah sebutan untuk orang gemuk dimana status gizinya berada pada nilai Indeks antropometri IMT > 27, BB/U, TB/U (Supariasa, 2002). Meningkatnya obesitas yang merupakan komponen utama metabolic syndrome tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti perilaku kurang aktivitas fisik dan pola konsumsi yang tidak seimbang (Alberti et al., 2009). 21 Research Triangle Institute International menyatakan adanya hubungan prevalensi obesitas/berat badan lebih dengan jumlah jam yang dipakai anakanak untuk nonton TV. Studi ini menunjukan bahwa aktivitas fisik yang kurang berpengaruh terhadap kejadian obesitas (Arief, 2008 dalam Wang, 2012). Obeistas terbagi ke dalam 2 tipe yaitu obeistas tipe android dan obesitas tipe genekoid. Obesitas tipe android sering dialami oleh laki-laki dimana deposit lemak di daerah atas tubuh khususnya pada tengkuk, leher, bahu, dan perut sedangkan obesitas tipe ginekoid sering dijumpai pada perempuan dimana deposit lemak dengan area yang sama dengan laki-laki ditambah segmen bawah bokong dan pinggul. Pada obesitas tipe android (obesitas sentral), lemak berakumulasi sebagai lemak viskeral atau lemak subkutan abdomen. Kelebihan pada daerah ini berisiko mengalami metabolic syndrome dan penyakit kardiovaskular (Haris et al, 2009). Obesitas ini memicu terjaidnya resistensi insulin. Berawal dari kadar adiponektin yang rendah, adanya resistensi leptin, serta berbagai sitokin yang terlepas dari sel adiposa dan sel inflamasi yang menginfiltrasi jaringan lemak (misalnya makrofagh) menurunkan ambilan asam lemak bebas oleh mitokondria pada beberapa jaringan, menurunkan oksidasi asam lemak bebas, dan menyebabkan akumulasi asam lemak bebas intrasel. Kelebihan asam lemak bebas intraselular dan metabolik dapat memicu terjadi resistensi insulin (bahkan hiperisulinemia dan hiperglikemia) (Yogiantoro, 2006). 22 5. Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok tertentu ( Karjati, 1985 dalam Sulistyoningsih, 2011). Secara umum pola makan yang baik adalah bila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah 50-65% : 10-20% : 2030% dalam sehari. Disamping itu ditambah bebera hal sebagai berikut a. Konsumsi karbohidrat sederhana dianjurkan tidak lebih dari 10 % dari konsumsi total karbohidrat (WHO, 1990 dalam Gizi & Kesmas UI, 2010). b. Kecukupan serat sebanyak 19-30 g/kap/hari bagi orang dewasa dan 1014 g/1000 kkal bagi anak ≥ 1 tahun. Adapun rasio serat makanan tidak larut dan serat makanan larut 3 : 1, (WNPG VIII, 2004). c. Proporsi asam lemak baik asam lemak jenuh, Monounsaturated Fatty Acid (MUFA) dan Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) maksimal 10 % dari energi total. d. Proporsi protein hewani minimal seperlima (20%) dari total protein. e. Konsumsi kolesterol dianjurkan < 300 mg/hari (Guthrie, 1989 dalam Gizi Kesmas UI, 2010). Disamping perbandingan proporsi zat gizi perhari, secara kualitatif, pola makan yang baik adalah pola makan gizi seimbang. Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan 23 jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal (Danone Institute, 2009). Gizi seimbang divisualisasikan dalam bentuk Tumpeng Gizi Seimbang (TGS), yang terdiri atas potongan-potongan tumpeng. 1 potongan besar merupakan golongan makanan karbohidrat, 2 potongan sedang merupakan golongan sayuran dan buah, 2 potongan kecil di atasnya yang merupakan golongan protein hewani dan nabati (biji-bijian, telur, ikan, susu, dll.) dan potongan terkecil di puncak yaitu gula, garam, dan minyak seperlunya (Danone Institute, 2009). Luasnya potongan TGS ini menunjukkan porsi konsumsi setiap orang per hari. Karbohidrat dikonsumsi 3 - 8 porsi, sayuran 3 - 5 porsi, buah 2-3 porsi, serta protein hewani dan nabati 2 - 3 porsi. Konsumsi ini dibagi untuk makan pagi, siang, dan malam. Kombinasi makanan per harinya serta minum air putih yang idealnya dikonsumsi 2 liter atau 8 gelas sehari perlu dilakukan dilakukan. Disamping makanan, melakukan aktivitas fisik dan rutin mengontrol berat badan juga perlu dilakukan (Danone Institute, 2009). Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa pola makan berdasarkan asupan energi, total protein, total lemak dan total karbohidrat yang dikonsumsi melebihi AKG berhubungan dengan kejadian metabolic syndrome. Disamping itu, terdapat juga hubungan pola makan berdasarkan komposisi bahan makanan yaitu protein hewani dan karbohidrat sederhana 24 yang dikonsumsi melebihi AKG dengan kejadian metabolic syndrome (Sudarminingsih et al., 2007). Penelitian diatas menyatakan bahwa pola makan berlebih berdampak pada distribusi lemak berlebih dan kadar gula darah abnormal yang menyebabkan penumpukan lemak viskeral dan akhirnya menyebabkan obesitas abdominal serta intoleransi glukosa. Hal tersebut diperkuat oleh beberapa penelitian yang menyatakan asupan makanan berpengaruh terhadap metabolic syndrome, dimana semakin banyak asupan makanan, maka kejadian metabolic syndrome semakin meningkat. Adapun asupan makanan yang mempunyai nilai paling tinggi adalah total kalori, diikuti lemak dan karbohidrat (Kasiman, 2011; Sargowo dan Andarini, 2011; Dewi , 2009). Selanjutnya beberapa penelitian lain dikemukakan dalam beberapa poin sebagai berikut : a. Konsumsi karbohidrat kompleks atau gula dengan pemanis yang rendah energi direkomendasikan dalam mengurangi asupan energi dan menurunkan berat badan yang berarti menurunkan angka obesitas (Vermunt et al, 2003 dalam Jafar, 2011). b. Konsumsi tinggi serat berkontribusi menurunkan kadar kolesterol yang berhubungan dengan penyakit degeneratif termasuk metabolic syndrome. Hal tersebut karena serat larut air mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) untuk selanjutnya dibuang bersama tinja. Disamping itu, serat larut air menurunkan konsentrasi CRP yang merupakan marker inflamasi yang memiliki efek menguntungkan pada 25 kejadian metabolic syndrome (Ezmaillzadeh et al, 2006 dalam Jafar, 2011). c. Diet rendah karbohidrat lebih efektif dalam menurunkan kolesterol LDL dan serum trigliserida, rasio trigliserida/HDL, postprandial lipemia, glukosa darah, dan juga penurunan berat badan dibandingkan diet rendah lemak (Sargowo, 2011). d. Meskipun asupan lemak Indonesia < dari 20 % dengan sebagian besar berasal dari lemak nabati, namun penyakit jantung koroner di Indonesia meningkat (Gizi Kesmas UI, 2010). Hal ini dkarenakan terdapat kontribusi asam lemak trans yang cukup besar dari makanan gorengan yang mengakibatkan kadar asam lemak jenuh meningkat dan kolesterol meningkat (Rustika, 2005 dalam Gizi Kesmas UI, 2010). e. Untuk menghambat terjadinya oksidasi LDL, diperlukan suatu mekanisme perlindungan melalui zat-zat antioksidan dalam makanan melalui konsumsi vitamin dan mineral yang cukup (Anshor, 2011). 6. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Inaktifitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko terbesar pada urutan ke-4 yang mengarah kepada kematian di dunia atau sekitar 6 % dari kematian di dunia (WHO, 2013). Aktivitas fisik orang dewasa biasanya dibagi menjadi tiga golongan yaitu ringan, sedang dan berat. Semakin berat aktivitas yang dilakukan, semakin 26 banyak energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tersebut. Oleh karena itu, selain untuk mengetahui pengeluaran energi seseorang, aktivitas fisik juga digunakan untuk menaksir angka kebutuhan energi seseorang (Khumaidi 1989 dalam Sulvina, 2008). Adapun faktor-fakrtor yang mempengaruhi aktivitas fisik antara lain : a. Umur : umur berhubungan dengan jenis aktivitas fisik. Aktivitas fisik semakin meningkat pada umur remaja sampai dewasa dan mencapai puncaknya pada umur 25-30 tahun. Selanjutnya, terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, namun hal ini dapat dikurangi dengan rajin berolahraga. b. Jenis kelamin : Sampai umur pubertas, aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar dibandingkan remaja perempuan. c. Pola makan : jumlah porsi dan jenis makanan berpengaruh terhadap aktivitas fisik. Contoh, makan dengan porsi yang besar dan tinggi lemak berdampak pada tubuh yang mudah lelah dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah raga atau aktivitas lainnya. d. Penyakit/ kelainan pada tubuh : Berpengaruh terhadap aktivitas fisik karena berkaitan dengan kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. WHO (2013) menyatakan bahwa intensitas aktifitas fisik sedang seperti berjalan, bersepeda, atau berpartisipasi dalam olahraga dapat mengurangi 27 risiko penyakit CVD, diabetes, kanker kolon dan payudara serta depresi. Disisi lain, tingkat aktifitas fisik yang adekuat akan menurunkan risiko fraktur pinggang dan membantu mengontrol berat badan. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat menjaga metabolisme normal. Pengeluaran dan pemakain energi yang dibutuhkan untuk aktivitas fisik mengurangi adanya penyimpanan glukosa dalam bentuk lemak terutama lemak di daerah abdominal yang menyebabkan obesitas abdominal serta membantu menetralkan kadar gula darah karena banyaknya yang dibakar ketika pengeluaran energi (Soetardjo, 2011). Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian metabolic syndrome. Beberapa hasil penelitian tersebut antara lain menyatakan bahwa : a. Peningkatan waktu luang untuk beraktivitas fisik dari aktifitas fisik sedang menuju ke aktivitas fisik berat berhubungan dengan penurunan risiko metabolic syndrome (Ilanne-Parikka, 2010). b. Seseorang berisiko tinggi yang melakukan aktifitas fisik rutin memiliki risiko yang rendah untuk terserang metabolic syndrome dibandingkan seseorang yang hanya aktifitas berjalan (Lakksonen et al., 2011). c. Aktivitas fisik yang dianjurkan lebih menekankan kepada intensitasnya bukan pada volume atau lamanya dalam sekali beraktivitas (Adam et al., 2012). d. Aktivitas fisik teratur pada kelompok orang yang tingkat aktivitas fisiknya sedang dan berat sangat signifikan menurunkan risiko 28 metabolic syndrome karena dapat meningkatkan respirasi jantung dibandingkan mereka yang aktivitas fisiknya ringan (sedentary). Dimananpun, aktivitas fisik ringan bahkan hanya lebih dari 1 jam perhari untuk berjalan tidak akan melindungi dari serangan metabolic syndrome (Adam et al., 2012). 7. Faktor Genetik Faktor genetik yang dimaksud adalah penyakit genetik atau kelainan genetik, yaitu penyimpangan dari sifat umum atau sifat rata – rata manusia, serta merupakan penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor – faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia (Suryo, 1990). Ciri-ciri penyakit genetika: a. Tidak dapat disembuhkan, karena ada kelainan dalam substansi hereditas (gen). b. Tidak menular pada orang lain. c. Umumnya dikendalikan oleh gen resesif dan hanya muncul pada seseorang yang homozigot resesif (Suryo, 1990). Beberapa penyebab penyakit genetik antara lain: a. Kelainan jumlah kromosom seperti dalam sindrom down (adanya ekstra kromosom 21). b. Mutasi gen berulang yang dapat menyebabkan sindrom X rapuh atau penyakit Huntington. c. Gen rusak yang diturunkan dari orang tua. Dalam kasus ini, penyakit genetik juga dikenal dengan istilah penyakit keturunan (Suryo, 1990). 29 Penyakit genetik ada yang terpaut kromosom seks dan ada yang terpaut kromosom autosom. Ruang lingkup penyakitnya diklasifikasikan menjadi 4 macam, antara lain : a. Kelainan kromosomal, yaitu penyimpangan struktur atau penyimpangan jumalah kromosom, baik kromosom gonosom contoh : sindrom down, maupun kromosom autosom contoh kinefelter. b. Single-gen atau kelainan mendel, yaitu kelainan pada satu gen namun sudah menimbulkan penyakit, contoh : penyakit hutington. c. Kelainan multifaktorial, yaitu kelainan yang tidak hanya melibatkan gen tetapi juga interakasi antara gen dan lingkungan. Seringkali peranan gen hanya kecil dampaknya terhadap manifestasi suatu penyakit tetapi ketika ada interaksi dengan lingkungan, manifestasi penyakit menjadi besar. Kelainan seperti ini sering dijumpai dipopulasi, contoh diabetes mellitus dan kardiovaskular. d. Kelainan mitokondrial, terjadi karena ada mutasi pada kromosom sitoplasma mitokondria (Suryo, 1990). Faktor genetik berpengaruh terhadap kejadian metabolic syndrome. Hal tersebut karena setiap komponen metabolic syndrome baik obesitas, resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia keberadaannya diapat disebabkan karena faktor genetik. Sebagai contoh pada komponen resisitensi insulin dipeinteraksi yang komplek antara gen dan lingkungan. Komponen khusus dari metabolic syndrome dipengaruhi secara kuat oleh lingkungan dan sebagian lainnya dipengaruhi oleh genetik (Wang, 2012). 30 8. Faktor Endokrin Gangguan Endokrin berpengaruh terhadap kejadian metabolic syndrome khususnya terkait kejadian hiperandrogenemia dan sindrom ovarium polisistik (Wang, 2012). Hiperandrogenemia atau hiperandrogenisme merupakan keadaan peningkatan level androgen dalam darah, sedangkan sindrom ovarium politistik merupakan kumpulan gejala yang terjadi akibat hiperandrogenemia dan gangguan ovulasi tanpa disertai adanya kelainan hiperplasia adrenal kongenital, hiperprolaktinemia atau neoplasma yang mensekresi androgen (Christopher et al., 2005). Gejala yang timbul dapat bervariasi dari tanpa gejala sama sekali sampai adanya beberapa gejala. Gejala yang dimaksud seperti infertilitas, anovulasi kronik yang ditandai dengan amenorea, oligomenorea, gangguan haid atau perdarahan uterus disfungsional dan hirsutisme (Sloane, 2003).. Penyebab sindrom ini belum bisa dijelaskan secara pasti, selain kelainanan endokrin yang berhubungan dengan hiperandrogenemia dan anovulasi kronik. Meskipun demikian, hal penting adalah sindrom ini mengakibatkan tubuh tidak dapat merespon kadar insulin normal sehingga mengakibatkan resistensi insulin (Christopher et al., 2005). Selain resistensi insulin, wanita penderita sindrom ovarium polikistik dengan gejala anovulasi, hiperandrogenisme dan resistensi insulin memiliki gambaran faktor risiko penyakit jantung yang sama dengan pria, seperti penurunan kadar total HDL dan peningkatan kadar trigliserida, kadar kolesterol total dan kadar LDL. Kondisi ini memudahkan seorang wanita 31 dengan sindrom ovarium polikistik mengalami penyempitan pembuluh darah jantung yang berdampak lebih lanjut pada hipertensi dan penyakit jantung. Disamping itu, beberapa penelitian di Amerika menemukan bahwa penderita sindrom ini cenderung menyimpan lemak dalam tubuhnya sehingga mudah terjadi obesitas (Christopher et al., 2005). 9. Menopause Definisi menopause menurut WHO adalah masa berhentinya haid yang permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovairum. Menopause terjadi sesudah 12 bulan berturut-turut tidak mendapat haid dan tidak ada penyebab patologi atau fisologi yang nyata . Berdasarkan waktu terjadinya menopause dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu menopause alami dan menopause dini (Sloane, 2003). Menopause alami terjadi seiring dengan bertambahnya umur, dimana ovarium akan mengalami penurunan fungsi yang berakibat terjadinya penurunan produksi hormone estrogen dan progesterone. Menopause alami biasa terjadi pada umur 45-55 tahun (Sloane, 2003). Menopause dini dapat terjadi karena buatan seperti pada operasi pengangkatan indung telur atau akibat obat-obatan seperti pada terapi raidasi maupun kemoterapi untuk pengobatan tumor pada perempuan yang masih berovulasi atau karena kegagalan ovarium premature pada usai 40 tahun atau bahkan 20 tahun (Sloane, 2003). 32 Gejala menopause berkaitan dengan penrunan kadar estrogen dan progesterone yang mempengaruhi sejumlah sistem organ dan kimia tubuh. Berikut gejala-gejala tersebut (Sloane, 2003): a. Jaringan yang didukung estrogen (kelenjar mamae dan organ reproduksi secara bertahap mengecil. b. Lapisan vaginal menipis dan sekresi vaginal menjadi semakin basa. c. Vasodilatasi pembuluh darah dalam kulit yang mengakibatkan sensasi panas dalam tubuh (hotflash) dan keringat berlebih d. Beberapa perempuan mengalami sakit kepala, insomnia, irtabilitas, nyeri sendi dan penurunan keinginan seksual. e. Beberapa wanita kehilangan masa tulang yang cepat yang dapat menyebabkan osteoporosis. f. Perubahan fisik lainnya seperti distribusi lemak yang terkonsentrasi pada bagian pinggang dan perut, perubahan tekstur kulit, bahakan beberapa wanita tumbuh rambut pada bagian dagu, bawah hidung, dada, atau perut akibat diproduksinya sedikit hormone tetosteron. Menopause mempengaruhi metabolic syndrome karena berkaitan dengan peningkatan sejumlah lemak viskeral abdominal, tanpa dipengaruhi proses penuaan. Meskipun demikian, banyak data yang tersedia mengenai pengaruh menopause terhadap macam-macam pengukuran obesitas menunjukan hasil yang berbeda (Xue, 2007 dalam Wang, 2012). sentral 33 C. Zat Gizi Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2001). Zat gizi terbagi kedalam zat gizi makro dan zat gizi mikro. Adapun yang termasuk ke dalam zat gizi makro adalah karbohidrat, protein, lemak dan air, sedangkan yang termasuk ke dalam zat gizi mikro adalah vitamin dan mineral. Berikut penjelasan dari masing-masing zat gizi : 1. Karbohidrat Karbohidrat dibedakan menjadi karbohidrat sederhana dan kabrbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri dari 1 sampai < 10 molekul monosakarida sedangkan karbohidrat kompleks merupakan polimer yang terbentuk dari 10 unit monosakarida. Karbohidrat sederhana seperti monosakarida dan oligosakarida dapat mengalami polimerasi membentuk karbohidrat kompleks yang disebut polisakarida. Berikut pengelompokan karbohidrat beserta sumber pangannya : 34 Tabel 2.2. Zat Gizi Karbohidrat dan Sumber Pangannya No Kelompok Karbohidrat Karbohidrat sederhana a. Monosakarida 1) Glukosa 2) Fruktosa 3) Galaktosa b. Oligosakarida c. Disakarida 1) Sukrosa 2) Maltosa 3) Laktosa 4) Trehalosa 5) Manitol 6) Sorbitol 7) Inositol d. Trisakarida 1) Rafinosa 2) Stakiosa 3) Verbaskosa 4) Fruktan Karbohidrat Kompleks a. Pati 1) Pati 2) Dekstrin 3) Glikogen b. Nonpati/Serat Tidak larut air 1) Selulosa 2) Hemiselulosa 3) Lignin Larut air 1) Pektin 2) Gum 3) Mukilase 4) Algal Sumber pangan Buah-buahan, jagung manis dan madu Madu, buah-buahan, nektar bungan dan sayur-sayuran Hidrolisat gula susu Gula pasir, gula merar, gula kelapa dan gula aren Gula malt dari pati dan kecambah/biji-bijian Susu sapi dan ASI Jamur dan serangga (seperti rayap dan belalang) Rumput laut, nanas, asparagus, wortel dan ubi jalar Buah-buahan Sekam serealia Biji-bijian dan berbagai jenis kacang Biji-bijian dan berbagai jenis kacang Biji-bijian dan berbagai jenis kacang Serealia, asparagus, bawang merah & bawang putih Padi, umbi-umbian, biji-bijian, pisang dan mangga Bahan pengental dan makanan tabung Daging (otot) dan hati Sayur-sayuran Serat serealia Tangkai sayuran, inti wortel dan biji jambu biji Apel, jambu biji, jeruk, wortel dan anggur Sari pepohonan akasia Serealia Bebijian dan akar Sumber : Tejasari, 2005 Karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi utama dalam tubuh. Disamping itu, karbohidrat berperan dalam pengaturan metabolisme lemak, 35 penghematan fungsi protein, pengaturan peristaltik usus dan memberi muatan pada sisi makanan. Karbohidrat dapat menyebabkan kadar gula naik. Fenomena ini dikenal dengan efek glikemik. Efek glikemik merupakan efek makanan terhadap kadar gula darah seseorang dan respon insulin terhadap efek tersebut yang berarti seberapa cepat dan seberapa tinggi kenaikan kadar gula darah dan seberapa cepat respon tubuh mengembalikannya ke keadaan normal (Boyle & Long, 2010). Efek glikemik diurut berdasarkan skala yang disebut indeks glikemik. Indeks glikemik merupakan ranking dari suatu makanan berdasarkan potensinya untuk menaikkan kadar gula darah seseorang. Makanan dengan indeks glikemik tinggi adalah makanan yang cepat dicerna dan diserap sehingga kadar gula darah akan meningkat dengan cepat secara signifikan, sedangkan makanan dengan indeks glikemik rendah adalah makanan yang mengalami pencernaan dan penyerapan yang lebih lambat, sehingga peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah akan terjadi secara perlahan-lahan. Contoh makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi adalah gula, roti putih bertekstur halus, beras (bulir padi putih atau coklat), sereal, wafer, kentang, madu, soft drink, sele kacang dan kue-kue kering asin. Contoh makanan berglikemiks sedang melon, krim gandum, bubur gandum, roti gandum, pisang, nanas, jus jeruk, es krim, popcorn, dan kismis. Contoh makanan yang mengandung indeks glikemik rendah adalah gandum utuh, 36 beras putih, sereal bulir padi, apel, jeruk, buah persik, kacang polong, susu dan kentang manis (Boyle & Long, 2010). Makanan dengan indeks glikemik rendah telah terbukti memperbaiki kadar glukosa dan lemak pada pasien-pasien diabetes melitus dan memperbaiki resistensi insulin. Selain itu, makanan dengan indeks glikemik rendah juga membantu mengontrol nafsu makan, memperlambat munculnya rasa lapar sehingga dapat membantu mengontrol berat badan pasien (Boyle & Long, 2010). Efek dari indeks glikemik suatu makanan akan berubah jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan lain. Oleh karena itu, seseorang mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi sebaiknya dikombinasikan dengan makanan dengan indeks glikemik rendah, sehingga menyeimbangkan efek terhadap kadar glukosa darah (Boyle & Long, 2010). 2. Serat Serat terbagi menjadi dua yaitu serat larut air (soulable fibre) dan serat tidak larut air (insoulable fibre). Serat larut air membentuk gel dalam air. Bentuk gel ini menyebabkan kecepatan pencernaan melambat dan mendorong komponen makanan masuk ke usus sehingga keadaan ini meningkatkan absorbsi zat gizi dan merangsang ekskresi asam empedu ke dalam usus yang berefek menurunkan kolesterol. Serat tidak larut air berfungsi untuk meningkatkan motilitas peristaltik gastrointestinal sampai ke kolon karena kecenderungannya yang menyerap air dan meningkatkan volume feses (Almatsier, 2001). 37 3. Protein Protein dibentuk oleh berbagai asam amino, yang mengandung unsur karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O) melalui ikatan peptida. Asam amino terbagi menjadi 2, yaitu asam amino essensial dan asam amino non esensial (Almatsier, 2001). Asam amino essensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan yang terdiri dari isoleusin, leusin, lisin, metionin, sistesin, valin, tryptopan, tirosina, fenilalanin dan treoninaasam. Sebaliknya, asam amino nonessensial adalah asam amino yang dapat dibentuk oleh tubuh melalui transaminasi, contohnya glutamat, alanina, aspartat, dan glutamin (Tejasari, 2005). Pembagian protein berdasarkan kelompok pembentuknya dibagi menjadi protein sempurna, kurang sempurna dan tidak sempurna. Protein sempurna adalah protein yang mengandung asam amino essensial dalam jumlah dan jenis yang lengkap. Protein kurang sempurna adalah protein yang mengandung asam amino essensial lengkap tetapi beberapa asam amino berjumlah yang sedikit. Protein tidak sempurna adalah protein yang mengandung asam amino essensial dalam jumlah sangat sedikit atau dianggap tidak ada (Tejasari, 2005). Protein berdasarkan sumbernya terbagi menjadi protein hewani dan protein nabati. Protein hewani adalah protein yang berasal dari hewan sedangkan protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuhan (Tejasari, 2005). 38 Protein dari segi bentuknya terdiri dari protein serabut, protein globular dan protein konjugasi. Protein serabut adalah protein yang terdiri atas beberapa rantai peptida spiral yang terjalin satu sama lain dan sangat kaku. Protein globular adalah Protein berbentuk bola dan terdapat pada cairan jaringan tubuh. Protein konjugasi adalah protein sederhana yang bergabung dengan gugus non asam amino atau disebut gugus prostetik. (Tejasari, 2005). Tabel 2.3 Zat Gizi Protein dan Sumber Pangannya No Kelompok Protein Kelompok Pembentuk a. Protein sempurna 1) Kasein 2) Albumin b. Protein kurang sempurna 1) Legumin 2) Gliadin c. Protein tidak sempurna Zein Sumber Protein a. Protein hewani b. Protein nabati Bentuk Protein a. Protein Serabut 1) Kolagen 2) Elastin 3) Keratin 4) Miosin b. Protein globular 1) Albumin 2) Globulin c. Protein konjugasi 1) Nukleoprotein 2) Lipoprotein 3) Fosfoprotein : Kasein 4) Metaloprotein : Feritin Sumber Pangan Susu Putih telur dan susu Jenis kacangan Gandum Jagung dan protein nabati lainnya Daging, telur, ikan dan udang Kacang-kacangan beras dan jagung Jaringan pengikat dan tulang Jaringan elastin Sel epidermis dan lapisan kulit hewan Serat otot Telur dan susu Putih telur, daging, biji tumbuhan dan susu Intisel Kilomikron, VLDL, LDL, HDL Susu Hati, mukosa usus, ginjal & sumsum tulang Sumber : Tejasari, 2005 Protein berfungsi terutama untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Disamping itu, protein juga berfungsi dalam pengaturan proses 39 biokimiawi (enzim), keseimbangan air, netralitas tubuh, pertahanan tubuh (imunoglobulin) pembentukan antibodi, dan penyedia energi setelah karbohidrat dan lemak, pembentukan essensial tubuh, pengangkutan ikatan essensial tubuh, dan pengangkutan zat gizi (Almatsier, 2001). 5. Lemak Lemak merupakan salah satu jenis lipid sederhana. Lipid sederhana terdiri dari trigliserida, lemak dan lemak campuran. Lemak disusun oleh gliserol dan asam lemak dalam jumlah dan jenis yang berbeda satu sama lain. Bila asam lemak yang berikatan dengan gliserol merupakan asam lemak sejenis, lemaknya disebut trigliserida (Gizi Kesmas UI, 2010). Pembagian Asam lemak berdasarkan jumlah atom karbon terdiri dari asam lemak rantai pendek 2-4 atom C, asam lemak rantai sedang 6-12 atom C dan asam lemak rantai panjang > 12 atom C. Kemudian berdasarkan tingkat kejenuhannya, asam lemak digolongkan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh memilki ikatan rangkap dimana terdapat ikatan rangkap tunggal (mono unsaturated fatty acids /MUFA) dan ikatan rangkap jamak (poly unsaturated fatty acids/ PUFA ) (Gizi Kesmas UI, 2010). Berikut jenis asam lemak dan sumber pangannya : 40 Tabel 2.4 Jenis Asam Lemak dan Sumber Pangannya No Asam Lemak Sumber Asam Lemak Jenuh a. Asetat Cuka b. Butirat Mentega c. Palmitat Lemak nabati, semua hewani dan minyak zaitun d. Kaproat Mentega e. Kaprilat Mentega dan lemak nabati f. Kaprat Minyak salam dan kelapa sawit g. Laurat Minyak kelapa, mentega, kayu manis dan kelapa sawit h. Miristat Minyak nabati (pala, kelapa sawit), lemak ikan dan sapi i. Stearat Minyak nabati dan lemak sapi j. Behenat Minyak kacang tanah k. Lignoserat Kacang tanah l. Arakhidat Kacang tanah Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) a. Oleat (Omega 9) Semua lemak dan minyak zaitun b. Eladiat c. Transheksadekanoat Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (PUFA) a. Linoleat Alpukat, kacang tanah, lemak ayam, wijen dan kedele (Omega 6) b. Linolenat Hati, lemak babi, kedele, kacang tanah dan semua lemak (Omega 6) c. Arakhidonat Minyak kacang tanah atau sintesis dari asam linoleat (Omega 6) d. EPA Ikan dan tumbuhan laut atau sintesis dari asam linolenat (Omega 3) e. DHA Ikan dan tumbuhan laut atau sintesis dari asam linolenat (Omega 3) Sumber : Tejasari, 2005 Dalam beberapa kondisi, konfigurasi asam lemak tidak jenuh yang berbentuk cis terisomerisasi menjadi trans, sehingga dikenal dengan asam lemak trans. Asam lemak trans terjadi akibat suhu proses penggorengan makanan yang terlalu panas yaitu berkisar antara 163-1690C. Proses penggorengan model ini dikenal dengan deep frying atau merendam makanan ke dalam minyak goreng. Kerugian dari pemasakan cara ini, selain 41 membentuk asam lemak trans adalah merusak vitamin yang larut dalam lemak (Gizi Kesmas UI, 2010). Sumber utama asam lemak trans berasal dari minyak nabati yang terhidrogenasi. Contoh minyak tersebut antara lain margarin, shortening, minyak sayur dan produk-produk lain yang menggunakan minyak terhidrogenasi seperti makanan gorengan, produk ruminansia seperti daging rawon, sop buntut dan beef burger keju dan produk makanan jadi seperti coklat, biskuit dan croissant (Sartika, 2007 dan Rustika, 2005 dalam Gizi Kesmas UI, 2010). Selain lipid sederhana, terdapat lipid majemuk yang merupakan ester asam lemak alkohol dan gugus lainnya. Contoh lipid majemuk adalah fosfolipid dan contoh dari fosfolipid adalah lipoprotein. Terdapat empat jenis lipoprotein yaitu Kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL). Hidrolisis lipid sederhana dan lipid majemuk menghasilkan turunan lipid yang dapat berupa asam lemak, gliserol, alkohol, aldehid dan keton, mono, digliserida dan steroid/sterol. Sterol/steroid bermacam-macam, namun yang banyak dimanfaatkan dalam gizi adalah ergosterol yang berasal dari nabati dan kolesterol yang berasal dari hewani (Gizi Kesmas UI, 2010). Kolesterol merupakan senyawa steroid yang membentuk lipoprotein. Kadar kolesterol dalam darah dipertahankan < 200mg/dL untuk menghindari timbulnya aterosklerosis yang berdampak lebih lanjut kepada penyakit jantung koroner (PJK) (Gizi Kesmas UI, 2010). 42 Faktor makanan yang berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah adalah lemak total, asam lemak jenuh, energi total dan asam lemak trans. Dimana pengaruh tersebut antara lain : a. Asupan asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL. b. Asupan MUFA dapat menurunkan LDL dan meningkatkan HDL. c. Asupan PUFA dapat menurunkan LDL dan HDL. d. Kolestrol makanan dan asam asam lemak jenuh meningkatkan kadar LDL. e. Asupan asam lemak trans dapat meningkatkan LDL, rasio kolesterol total/HDL, rasio LDL/HDL serta menurunkan HDL (Gizi Kesmas UI, 2010). Kolesterol dalam makanan terdapat pada pangan hewani, seperti otak, hati, kuning telur, keju, daging, dan mentega. Untuk Ikan, daging ayam, daging kambing serta susu murni cair rendah kolesterol (Gizi Kesmas UI, 2010). Fungsi penting lemak selain sebagai penyedia energi dalam tubuh setelah karbohidrat yaitu sebagai pelarut vitamin larut lemak, sebagai bagian komponen membran sel, membantu sekresi asam lambung, sumber asam lemak essensial (asam linoleat dan linolenat), pembentukan struktur tubuh, pencegah kehilangan panas tubuh melalui kulit dan memberi tekstur khusus dan kelezatan dalam makanan (Almatsier, 2001). 43 6. Vitamin Vitamin adalah zat organik essensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sedikit. Berdasarkan kelarutannya vitamin dibedakan menjadi vitamin yang larut lemak dan vitamin larut air (Almatsier, 2001). Vitamin larut lemak terdiri dari vitamin A (retinol), vitamin D (kalsiferol), vitamin E (tokoferol), dan vitamin K, sedangkan vitamin larut air terdiri dari vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin, vitamin B3 (niasin), Vitamin B5 (asam pentatonat), vitamin B6 (Piridoksin), vitamin B7 (Biotin), vitamin B9 ( Asam folat), dan vitamin B12 (Sianokobalamin) (Tejasari, 2005). Vitamin dan mineral banyak terdapat terutama dalam sesayuran dan buah-buahan. Vitamin B banyak terdapat pada pangan hewani dan nabati, sedangkan vitamin C hanya terdapat pada pangan nabati kecuali gula dan beras. Vitamin larut lemak banyak terdapat dalam pangan hewani seperti ikan, hati, susu, mentega, telur dan keju. Vitamin juga terdapat pada pangan nabati seperti margarin, wortel, kedele, kopi, sayuran hijau dan teh (Tejasari, 2005). Vitamin bersama-sama dengan mineral berfungsi sebagai pengatur dan pemeliharaan fisiologis dan biokimiawi tubuh melalui peran sebagai koenzim dan kofaktor. 44 7. Mineral Mineral adalah unsur kimia yang diperlukan tubuh dan berada dalam bentuk elektrolit anion atau kation. Mineral dalam bentuk kation terdiri dari natrium (Na), kalsium (K), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg), sebaliknya mineral dalam bentuk anion klodira (Cl), asam bikarbonat (HCO3), asam posfat (PO4) dan asam sulfat (SO4) (Almatsier, 2001). Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar lebih dari 100 mg dinamakan makromineral yang terdiri dari kalsium, posfor, sulfur, kalium, natrium, klor, dan magnesium, sedangkan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil dinamakan mikromineral yang terdiri dari besi, seng, tembaga, mangan, flour, selenium, silikon, kromium, jodium, vanadium, kadmium, timah hitam, mangan, kobalt, bromium dan strontium. Sumber pangan mineral sangat beragam (Tejasari, 2005). Kalsium banyak terdapat pada air susu, keju dan jenis kerangan. Fosfor banyak ditemukan pada makanan kaya protein. Berbagai jenis kacang menjadi sumber magnesium. Sesayuran, buah-buahan, daging dan susu menajdi sumber kalium. Untuk natrium dan klor banyak terdapat dalam bahan makanan olahan dan garam meja serta zat besi banyak terdapat dalam hati, bayam, kedelai (Tejasari, 2005). 45 8. Air Semua pangan mengandung air. Air berasal dari energi zat gizi pangan selama metabolisme, atom karbon dan atom H bergabung dengan oksigen menghasilkan CO2 , dan H2O. Air berfungsi sebagai media hampir di semua reaksi kima dalam tubuh (Tejasari, 2005). D. Tingkat Konsumsi dan Angka Kecukupan Gizi Angka kecukupan gizi (AKG) merupakan merupakan nilai yang menunjukan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis seperti kehamilan dan menyusui (WNPG, 2004). AKG berbeda dengan angka kebutuhan gizi. Kebutuhan gizi bergantung individu masing-masing dan ditentukan oleh banyak faktor antara lain : tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan, perbedaan daya serap, tingkat penggunaan, dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran dari zat gizi tersebut dalam tubuh (Supariasa et al., 2002). AKG orang dewasa merupakan jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan tubuh orang dewasa untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan. Adapun AKG berdasarkan kelompok umur dewasa antara lain : 46 Tabel 2.5 Angka Keccukupan Gizi (AKG) Kelompok Umur Dewasa Pria Kelompo k umur 19-29 30-49 50-64 60 + Kelompo k umur 19-29 30-49 50-64 60 + Berat badan (kg) 56 62 62 62 Vit . C Tinggi badan (cm) 165 165 165 165 Fe 90 90 90 90 13 13 13 13 Energi (kkal) Karbo. (g) Lemak (g) Protei n (g) Vit A (RE) 2550 2350 2250 2050 Iodium (ug) 150 150 150 150 319-383 294-353 281-338 256-308 kalsium (mg) 800 800 800 800 57-85 52-78 50-75 46-68 B1 (mg) 1,2 1,2 1,2 1 60 60 60 60 B2 (mg) 1,3 1,3 1,3 1,3 600 600 600 600 B3 (mg) 16 16 16 16 Vit. D (µg 5 5 10 15 B6 (mg) 1,3 1,3 1,7 1,7 Vit. E mg 15 15 15 15 B9 (µg) 400 400 400 400 Vit. K (µg) 65 65 65 65 B12 (µg) 2,4 2,4 2,4 2,4 Vit. E mg 15 15 15 15 B9 (µg ) 400 400 400 400 Vit. K (µg) 55 55 55 55 B12 (µg) Sumber : AKG, 2004 Tabel 2.6 Angka Keccukupan Gizi (AKG) Kelompok Umur Dewasa Wanita Kelompok umur 19-29 30-49 50-64 60 + Kelompok umur 19-29 30-49 50-64 60 + Berat badan (kg) 52 55 55 55 Vit . C Tinggi badan (cm) 156 156 156 156 Fe 75 75 75 75 26 26 12 12 Energi (kkal) Karbo. (g) Lemak (g) Protein (g) Vit A (RE) 1900 1800 1750 1600 Iodium (ug) 238-285 225-270 219-263 200-240 kalsium (mg) 42-63 40-60 39-58 36-53 B1 (mg) 50 50 50 50 B2 (mg) 500 500 500 500 B3 (mg) 150 150 150 150 800 800 800 800 1 1 1 1 1,1 1,1 1,1 1,1 14 14 14 14 Vit. D (µg 5 5 10 15 B6 (mg ) 1,3 1,3 1,5 1,5 2,4 2,4 2,4 2,4 Sumber : AKG, 2004 Angka kecukupan gizi hanya digunakan untuk berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk (Almatsier, 2001). Sehingga jika akan digunakan untuk penaksiran angka kecukupan individu, untuk energi dan protein perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan berat badan aktual sehat dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994 dalam Wardani, 2008) : 47 AKG koreksi = x AKG Penilaian untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum, tingkat konsumsi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994 dalam Wardani, 2008) : Tingkat konsumsi zat gizi = x 100% E. Penilaian Konsumsi Pangan Penilaian konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa et al., 2002). Secara garis besar penilaian konsumsi pangan dibagi menjadi tiga metode yaitu metode kuantitatif, metode kualitatif dan metode gabungan kualitatif dan kuantitatif (Supariasa et al., 2002). Masing-masing metode pengukuran konsumsi mempunyai keunggulan dan kelemahan, sehingga tidak ada suatu metode yang paling sempurna. Pemilihan metode yang sesuai ditentukan oleh beberapa faktor antara lain : tujuan penelitian, jumlah responden yang diteliti, umur dan jenis kelamin responden, ketersediaan dana dan tenaga, kemampuan tenaga pengumpul data, pendidikan responden, bahasa yang dipergunakan oleh responden, pertimbangan logistik pengumpul data (Supariasa et al., 2002). 48 Berdasarkan hal-hal tersebut, terdapat dua metode yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain : 1. Metode Food Recall 24 Jam Prinsip dari metode recall 24 jam adalah melakukan wawancara dan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (URT) seperti sendok, piring, gelas, dan lain-lain. Wawancara dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan menggunakan kuesioner terstruktur. (Supariasa et al., 2002). Food recall 24 jam dilakukan berulang-ulang minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut (Sanjur, 1997 dalam Supariasa et al., 2002) untuk memperoleh data yang representatif untuk menggambarkan kebiasaan individu. Adapun langkah-langkah pelaksanaan food recall adalah sebagai berikut : a. Petugas mencatat semua bahan makanan yang dikonsumsi responden dalam URT yang kemudian dikonversi ke dalam berat (gram). b. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau program nutrisurvey. c. Membandingkan hasil dengan AKG (Supariasa et al., 2002). Metode recall 24 jam sendiri memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan antara lain (Supariasa et al., 2002) : a. Kelebihan 1) Pelaksanaannya mudah dan tidak terlalu membebani responden. 49 2) Biaya relatif murah dan cepat 3) Memberikan gambaran nyata intake zat gizi sehari. b. Kekurangan : 1) Tidak dapat menggambarkan asupan sehari-hari bila dilakukan recall satu hari dan ketepatannya tergantung pada daya ingat responden. 2) Kadang terjadi The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan lebih banyak (overestimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (underestimate). 3) Membutuhkan tenaga atau petugas yang terampil dan terlatih dalam menggunakan alat bantu URT. 4) Untuk mendapatkan gambaran konsumsi sehari-hari jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari pekan, dll. 2. Metode Food Frequency Questionaire (FFQ) Metode frekuensi makanan (FFQ) adalah salah satu metode survei konsumsi yang dilakukan untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, tahun (Supariasa et al., 2002). FFQ cocok digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi karena mampu memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan dan membedakan individu berdasarkan rangking zat gizi (Siagian, 2010). Untuk melihat sejauh mana FFQ mengukur asupan makanan yang sebenarnya, evaluasi terhadap kuesioner perlu dilakukan. Beberapa 50 pendekatan untuk mengevaluasi kuesioner frekuensi makanan antara lain dengan perbandingan rata-rata, proporsi asupan pangan total, reproduksibilitas, validitas, perbandingan dengan indikator biokimia, prediksi respons fisiologis, kemampuan untuk memprediksi penyakit (Willet, 1980 dalam Siagian, 2010). Adapun Langkah-langkah metode FFQ (Supariasa et al., 2002) antara lain: a. Responden memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya. b. Petugas melakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenisjenis bahan makanan sumber-sumber zat gizi selama periode tertentu. Metode FFQ sendiri memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut (Supariasa et al., 2002): a. Kelebihan 1) Relatif murah, sederhana dan dapat dilakukan sendiri oleh responden 2) Membantu menjelaskan hubungan antara penyakit dan pola makan. b. Kekurangan 1) Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari 2) Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data 3) Cukup menjemukan bagi pewawancara 4) Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner. 51 F. Pengukuran Aktivitas Fisik Metode International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) merupakan kuesioner internasional yang dirancang untuk mengukur aktifitas fisik pada orang dewasa pada 7 hari sebelumnya. Jenis aktifitas fisik lebih spesifiknya terbagi menjadi aktifitas berjalan, aktifitas sedang, dan aktifitas berat (IPAQ, 2005). Aktifitas sedang adalah aktifitas yang menggunakan tenaga fisik sedang sehingga membuat bernafas agak lebih kuat daripada biasanya serta dilakukan minimal 10 menit. Aktifitas fisik berat adalah aktifitas yang menggunakan tenaga fisik kuat sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya dan dilakukan minimal 10 menit. Menurut WHO (2013) beberapa jenis aktifitas sedang dan berat adalah sebagai berikut : Tabel 2.7 Jenis Aktifitas Fisik Sedang dan Berat No 1 2 3 4 5 6 7 8 Aktifitas Fisik Sedang Berjalan cepat Menari Berkebun Melakukan pekerjaan rumah tangga (menyapu, mengepel) Berburu Bermain dengan anak-anak Badminton Membawa / memindahkan barang (<20 kg) Aktifitas Fisik Berat Berlari Mendaki bukit Bersepeda cepat Aerobik Berenang cepat Bertanding olahraga (sepak bola, voli, basket) Menyekop atau menggali parit Membawa / memindahkan beban (> 20 kg) Sumber : WHO, 2013 52 Skor total nilai aktifitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu berdasarkan penjumlahan dari aktifitas berjalan, aktifitas sedang, dan aktifitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET merupakan hasil dari perkalian dari Basal Metabolisme Rate dan MET-menit merupakan hasil dari dihitung dengan mengalikan skor MET dengan kegiatan yang dilakukan dalam menit. Nilai MET untuk berjalan adalah 3.3, aktifitas sedang adalah 4.0, dan aktifitas berat adalah 8.0. Berikut merupakan cara perhitungan aktifitas fisik menurut IPAQ (2005) : Total MET-menit/minggu = aktifitas berjalan (METs x durasi x frekuensi) +aktifitas sedang (METs x durasi x frekuensi) + aktifitas berat (METs x durasi x frekuensi). Klasifikasi aktifitas fisik menurut IPAQ (2005) dibagi kedalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Berikut penjelasan masing-masing kategori : 1. Kategori aktivitas fisik tinggi didapatkan ketika intensitas aktivitas berat minimal 3 hari sehingga mencapai minimal 1500 MET-menit/minggu, atau aktivitas fisik lain gabungan berjalan, aktifitas intensitas sedang atau tinggi ≥ 7 hari sehingga mencapai minimal 3000 MET-menit/minggu. 2. Kategori aktifitas fisik sedang didapatkan ketika intensitas aktivitas berat min. 20 menit/hari selama ≥ 3 hari, atau intensitas aktivitas sedang atau berjalan min. 30 menit/hari selama ≥ 5 hari, atau gabungan dari aktivitas berjalan, aktivitas sedang atau tinggi selama ≥ 5 hari, sehingga mencapai minimal 600 MET-menit/minggu. 53 3. Kategori aktivitas fisik rendah ketika tidak mencapai kategori sedang dan tinggi. G. Kerangka Teori Skema 2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Metabolic Syndrome Usia dan Jenis Kelamin Pola makan/Diet Aktifitas Fisik Hiperglikemik dan Dislipidemia Etnis Riwayat genetik Menopause, dan faktor endokrin, status kehamilan Obesitas Abdominal dan Resistensi Insulin Sumber : Christopher et al., 2005 Metabolic Syndrome 54 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DIFINISI OPERASIONAL B. Kerangka konsep Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dengan metababolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini hanya berfokus pada fakor risiko pola makan dan aktivitas fisik yang merupakan faktor risiko yang dapat diubah dan berpengaruh langsung terhadap metabolic syndrome. Berdasarkan kerangka teori, selain pola makan dan aktivitas fisik, metabolic syndrome juga dipengaruhi dan umur, jenis kelamin, faktor genetik, etnis, menopause dan faktor endokrin. Pola makan berlebih, khususnya asupan gizi makro berlebih dan inaktivitas fisik berpengaruh terhadap munculnya metabolic syndrome. Keduanya menyebabkan kelebihan zat gizi yang akan diubah dalam bentuk lemak dan disimpan dalam jaringan lemak, khususnya lemak viskeral, sehingga berdampak pada obesitas abdominal dan resistensi insulin. Pada penelitian ini, aktivitas fisik dan asupan karbohidrat tidak dianalisis hubungannya terhadap metabolic syndrome, karena aktivitas fisik dan asupan karbohidrat pada populasi sasaran, datanya homogen, yaitu tidak ditemukan aktivitas fisik dan asupan makanan berisiko. Meskipun demikian, pada penelitian ini dijelaskan gambaran aktivitas fisik dan asupan karbohidrat responden. Selain pola makan dan aktivitas fisik itu merupakan faktor risiko yang dapat diubah, faktor-faktor risiko lainnya berpengaruh terhadap metabolic 55 syndrome ketika berinteraksi dengan pola makan dan aktivitas fisik. Faktorfaktor risiko tersebut antara lain: 1. Umur : Kebutuhan gizi dan aktivitas fisik masing-masing kelompok umur berbeda-beda, seusai keadaan fisiologis tubuh. Apabila seseorang tidak menyesuaikan pola makan dan tingkat aktivitas fisik dengan kelompok umurnya, maka akan terjadi ketidak seimbangan energi. 2. Jenis Kelamin : Kebutuhan gizi dan aktivitas fisik antara pria dan wanita berbeda-beda, menyesuaikan aktivitas fisiologis dan sistem hormon. Apabila seseorang tidak menyesuaikan pola makan dan aktivitas fisik dengan jenis kelaminnya, maka akan terjadi ketidakseimbangan energi. 3. Faktor Genetik : Beberapa kasus kejadian resistensi insulin, dislipidemia, obesitas dan hipertensi dipengaruhi oleh faktor genetik, berupa kelainan genetik jenis kelainan multifaktorial. Kelainan jenis ini tidak hanya melibatkan gen, tetapi juga interakasi antara gen dan lingkungan. Lingkungan yang dimaksuda berupa pola makan dan aktivitas fisik. 4. Status menopause : Seseorang yang menopause mengalami ketidakseimbangan hormon, yang menyebabkan perubahan fisik, seperti distribusi lemak, yang terkonsentrasi pada bagian pinggang dan perut. Hal inilah yang menyebabkan obesitas abdominal. Meskipun demikian, dengan menyesuaikan pola makan dan aktivitas fisik dengan kebutuhan umur menopause, maka kejadian tersebut dapat dicegah. 5. Faktor endokrin : ganguan endokrin, khususnya hiperandrogenemia dan sindrom ovarium polisistik, mempengaruhi kejadian metabolic syndrome, 56 karena gangguan tersebut berpengaruh terhadap resistensi insulin dan obesitas, sedangkan resistensi insulin dan obesitas dapat dipengaruhi oleh pola makan dan aktivitas fisik. 6. Etnis : Etnis dalam penelitian ini tidak diukur, karena tidak ada perebedaan etnis pada responden. Dengan demikian faktor pola makan dalam hal ini berdasarkan asupan kalori, karbohidrat, lemak dan protein serta faktor aktivitas fisik menjadi variabel independen dan metabolic syndrome sebagai variabel dependen. Skema 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan dengan Metabolic Syndrome. Variabel Independen Variabel Dependen Asupan kalori Asupan Karbohidrat Asupan Protein Asupan Lemak Metabolic Syndrome 57 C. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Terhadap Metabolic Syndrome Variablel Metabolic Syndrome Variablel Asupan kalori Definisi Apabila seseorang memenuhi min. 3 kriteria berisiko diantara 5 kriteria yang diukur: 1. Obesitas abdominal : LP ≥ 90 cm (laki-laki), ≥ 80 cm (wanita). 2. Kadar gula darah puasa (GDP) : GDP ≥ 100 mg/dL (5,6 mmol/L) atau sedang pengobatan hiperglikemik. 3. Tekanan darah (TD) sistolik ≥ 130 mmHg atau Diastolik ≥ 85 mmHg atau sedang pengobatan hipertensi. 4. Kadar triglisrida : ≥ 150 mg/dL (1.7 mmol/L) atau sedang pengobatan khusus lipid abnormal. 5. Kadar HDL kolesterol : < 40 mg/dL atau 1.03 mmol/L (Lakilaki), < 50 mg/dL atau 1.29 mmol/L (wanita) Atau sedang pengobatan khusus lipid abnormal, Definisi Rata – rata asupan energi selama 2 hari. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur a. Obesitas a. Obesitas 1. Metabolic Syndrome : abdominal : abdominal : Memenuhi min. 3 kriteria pita meter. antropometri berisiko. b. Tekananan lingkar perut darah : b. Tekanan 2. Non Metabolic Syndrome stetoskop dan darah: Tidak memenuhi minimal 3 spygnomanomengukur kriteria berisiko. meter. tekanan darah (Alberti et al., 2009). c. Kadar Gula nadi lengan. Darah Puasa, c. Kadar kadar trigliserida, trigliserida, dan HDL kadar kolestrol kolesterol, dan HDL : Alat tes GDP : metode sampel darah sprektometer metode spectrometer. Skala Ordinal Alat Ukur lembar : Food Recall 2x 24 jam & Food Frequency Questinare (FFQ) Skala Ordinal Cara Ukur Wawancara Hasil Ukur 1. Berisiko, Melebihi AKG berdasarkan umur. 2. Tidak berisiko Sesuai dengan AKG berdasarkan umur. (WNPG VIII, 2004) 58 Asupan Karbohidrat Rata-rata asupan karbohidrat selama 2 hari. lembar : Food Recall 2x 24 jam Food Frequency Questinare (FFQ) Wawancara Variablel Asupan Protein Definisi Rata-rata asupan protein selama 2 hari. Alat Ukur lembar Food Recall 2x 24 jam dan lembar Food Frequency Questinare (FFQ) Cara Ukur Wawancara Asupan lemak total Rata-rata asupan lemak selama 2 hari. lembar Food Recall 2x 24 jam dan lembar Food Frequency Questinare (FFQ) Wawancara Variablel Aktivitas Fisik Definisi Alat Ukur Perhitungan total MET menit /minggu, Kuesioner IPAQ rumus : = aktifitas berjalan + aktifitas sedang + aktifitas berat . Cara Ukur Wawancara 1. Berisiko > 65 % dari energi total /hari. 2. Tidak berisiko < 65 % dari energi total /hari. (WNPG VIII, 2004) Hasil Ukur 1. Berisiko > 20% dari total energi/hari 2. Tidak berisiko < 20%dari total energi/ hari. (WNPG VIII, 2004) 1. Berisiko > 30 % dari total energi/hari 2. Tidak berisiko < 30 % dari total energi /hari (WNPG VIII, 2004) Hasil Ukur 1. Berisiko Aktifitas fisik rendah 2. Tidak berisiko, Aktivitas fisik tinggi /sedang (Adam et al., 2012) Ordinal Skala Ordinal Ordinal Skala Ordinal C. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat hubungan antara asupan kalori dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 2. Terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 3. Terdapat hubungan antara asupan protein dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 59 60 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian epidemiologi analitik observasional, yaitu jenis penelitian yang menilai hubungan antara dua variabel kategorik yang diamati tanpa ada perlakuan (Siagian, 2010). Desain Penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study, yaitu desain penelitian epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan penyakit atau karakteristik kesehatan lainnya secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada saat yang bersamaan (Murti, 2003 dalam Siagian, 2010). Skema 4.1 Desain Penelitian Cross-Sectional Study Populasi/ Sampel Faktor risiko (-) Faktor risiko (+) Efek (+) (D) Efek (-) (D) Efek (+) (D) Sumber : (Siagian, 2010) Efek (-) (D) 61 B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kampus II UIN Syarif Hidayatullah, yang beralamat di Jalan Kertamukti Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang aktif, yaitu berjumlah 60 orang. Anggota aktif tersebut terdiri dari karyawan UIN Syarif Hidayatullah dan masyarakat umum. 2. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang terpilih menjadi sampel. Sampel diambil dengan menggunakan simple random sampling, yang berarti setiap anggota atau unit populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Notoatmodjo , 2010). Adapun besar sampel didapat dengan menggunakan rumus uji hipotesis estimasi beda 2 proporsi/ analitis kategorik tidak berpasangan. Berikut rumus estimasi beda 2 proporsi : n=( √ √ Sumber : Dahlan, MS, 2010 ) 62 Keterangan : = Deviat baku alfa, = Deviat baku beta, P1 = Proporsi kasus terpajan P2 = Proporsi kasus tidak terpajan P = Proporsi total = (P1 + P2)/2 Penelitian terdahulu mengenai hubungan pola makan dan aktivitas fisik terhadap metabolic syndrome diperoleh nilai P1 dan P2 ssebagai berikut : Tabel 4.1 P1 dan P2 Hubungan Pola Makan terhadap Metabolic Syndrome No 1 2 3 Pola makan Energi Total Karbohidrat Karbohidrat komplek Karbohidrat sederhana Total protein Protein hewani Protein nabati Lemak Pola makan asam lemak trans Pola Makan P1 83,9 % 80,6 % 80,6 % 80,6 % 88,7 % 93,5 % 0% 93, 6 % 45,16 % P2 16,1 % 19,4 % 19,4 % 19,4 % 11,3 % 6,5 % 100 % 6,5 % 54,84 % Sumber Sudyatami, 2005 94,7 % 48,7 % Anshar, 2011 Hendrayati, 2010 Tabel 4.2 P1 dan P2 Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Metabolic Syndrome No 1 2 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik Aktivitas fisik P1 19,2 % 62,5 % P2 42,4 % 79,9 % Sumber Sudijanto Kamso Anshar, 2011 P1 dan P2 yang memiliki angka yang paling besar adalah P1 = 94,7 % dan P2 = 47 % dan dengan Confidence Interval (CI) 95 % atau alfa 5 % dan kekuatan penelitan (1-β) 80 %, maka perhitungan besar sampel sebagai berikut : n=( n = 14 √ √ ) 63 Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh besar sampel minimal 14 orang, namun karena hasil observasi pada saat pelaksanaan senam dan wawancara terhadap pengurus klub senam yang menyebutkan terdapat 40 orang yang mengikuti pelakasanan senam rutin 3 kali dalam seminggu dari jumlah total 60 orang, maka peneliti memutuskan untuk memperbesar sampel menjadi 40 orang. D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Data dalam penelitian ini berupa data primer. Data tersebut dikumpulkan dengan cara dan menggunakan instrument sebagai berikut: 1. Metabolic syndrome, dikumpulkan dengan metode pengukuran yang terdiri dari : a. Data lingkar perut, diperoleh dengan mengukur lingkar perut sampel menggunakan pita meter. Adapun prosedur pemeriksaan lingkar perut sebagai berikut : 1) Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah. 2) Ditetapkan titk ujung lengkung tulang pangkal panggul. 3) Ditetapkan titik tengah antara titik tulang rusuk terakhir, titik ujung lengkung tulang pangkal panggul dan ditandai titik tengah tersebut dengan alat tulis. 4) Responden berdiri tegak dan bernafas normal. 5) Ditarik pita meter mulai dari titik tengah, kemudian secara sejajar hizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran mendekati 0,1 cm. 64 6) Bila responden mempunyai perut gendut ke bawah, pita meter dilingkarkan mulai dari bagian yang paling buncit berakhir sampai pada titik tengah tersebut (Depkes RI, 2007). b. Data tekanan darah, diperoleh dengan mengukur tekanan darah sampel menggunakan alat stetoskop dan spygmomanometer. Berikut prosedur pengukuran tekanan darah : 1) Responden duduk beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum pengukuran. Pegukuran dilakukan sebelum responden senam dan makan. 2) Manset dipasang pada lengan atas. Posisi lengan tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas. Ujung bawah mancet terletak kirakira 1–2 cm di atas siku. Posisi pipa mancet terletak sejajar dengan lengan atas responden. 3) Pengukuran dilakukan pada posisi duduk meletakkan lengan kanan responden di atas meja sehinga mancet yang sudah terpasang sejajar dengan jantung responden. 4) Mamometer dipompa sampai tekanan sekitar 180-200 mmHg. 5) Tekanan diturunkan secara perlahan-lahan. 6) Sambil tekanan diturunkan, didengarkan suara degup dengan stetoskop pada arteri brakhialis di fossa cubiti. 7) Degup pertama yang terdengar adalah tekanan sistolik dan degup yang terakhir terdengar adalah tekanan diastolik (Depkes RI, 2007). 65 2. Data kadar gula darah puasa, diperoleh dengan mengukur kadar gula darah puasa responden menggunakan alat glucometer. Bahan dan alat yang diperlukan antara lain: lanset, lancing device, alcohol swab, strip gula darah dan glucometer. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut (Nesco Multicheck, 2009): 1) Lanset dipasang pada lancing device 2) Responden diambil darahnya pada ujung jari dengan cara ditusuk menggunakan lancing device. Sebelumnya ujung jari responden disuap dengan alcohol swab. 3) Dinyalakan alat terlebih dahulu. 4) Dimasukkan kartu kode (code card) pada tempat memasukkan kode kartu (code card port). 5) Dimasukkan strip glukosa pada tempat strip glukosa pada gluco meter (test strip holder). 6) Diteteskan darah pada pada zona reaksi (berbentuk celah). Celah strip secara otomatis akan menyerap tetes darah kedalam tempat reaksi dan alat akan mulai bekerja. 7) Ditunggu beberapa detik maka hasil akan keluar. 8) Diambil strip kemudian dibuang. c. Data kadar kolesterol HDL, diperoleh dengan menggunakan uji spektrofotometri. Adapun bahan dan alat yang diperlukan antara lain : Serum, tabung reaksi dan rak, mikro pipet (10 µl, 50 µl, 200 µl), 66 dispenser 1,0 ml, centrifuge, penanggas 37o C dan Colorimeter dengan gelombang 492 – 546 nm. Prosedur pemeriksaan sebagai berikut : 1) Pengambilan darah responden: Responden yang telah berpuasa selama 8-10 jam diambil darahnya sebanyak 3 ml. 2) Pembuatan larutan pengendap : dilarutkan 1 botol reagen dengan 1 botol pelarut. 3) Penambilan serum : sampel darah dimasukkan ke tabung reaksi, lalu disentrifuge selama 10 menit. 4) Pembuatan supernatan : serum dan larutan pengendap dicampur sampai rata dan dibiarkan pada suhu kamar 5-20 menit, kemudian disentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit. Terakhir, supernatan yang jernih dipisahkan dari campuran. 5) Dilakukan pemeriksaan darah dengan prosedur : Tabel 4.3 Prosedur Pemeriksaan Kadar Kolesterol HDL dalam Darah Ke dalam tabung Supernatan Serum Standard Reagen warna Blanko Standard 1.0 ml 10 µl 1.0 ml Kolesterol total 10 µl 1,0 ml Kolesterol HDL 50 µl 1,0 ml 6) Dicampur sampai merata dan diinkubasi selama 20 menit pada suhu kamar. 7) Dibaca absorbance test dan standard terhadap blanko pada gelombang 492 - 546 nm. 8) Dikalkulasikan dengan rumus : 67 d. Data kadar triglisserida, diukur menggunakan uji spektrofotometri. Bahan dan alat yang diperlukan antara lain : serum, tabung reaksi dan rak, dispenser 1,0 ml, mikropipet 0,01 (10 µl), colorimeter dengan gelombang 500 nm (520-546). Langkah-langkah pengukuran : 1) Dilarutkan dan dicampur 1 botol enzim dengan pelarut. 2) Dilakukan pemeriksaan darah dengan prosedur : Tabel 4.4 Prosedur Pemeriksaan Kadar Trigliserida dalam Darah Ke dalam tabung Serum Standard Reag. warna Blanko Standard Test 1.0 ml 10 µl 1.0 ml 10 µl 1,0 ml 3) Dicampur sampai rata dan dibiarkan pada suhu kamar selama 20 menit. 4) Dibaca absorbance test dan standard terhadap blanko pada gelombang 500 nm (520-560). e. Data pola makan, dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner food recall 2 x 24 jam untuk asupan makan dan menggunakan kuesioner Food Frequency Questioner (FFQ) untuk frekuensi makan. Berikut langkah-langkah wawancara asupan makan : 1) Peneliti mencatat semua bahan yang dikonsumsi Responden dalam URT menggunakan food recall 24 jam pada wawancara hari pertama dan begitu juga untuk wawancara hari ke dua. 68 2) Semua bahan makanan yang dikonsumsi responden kemudian dikonversi ke dalam berat (gram). 3) Bahan makanan dianalisis ke dalam zat gizi dengan menggunakan DKBM dan program nutrisurvey. 4) Hasil dibandingkan dengan AKG (Supariasa et al., 2002). Kemudian langkah-langkah wawancara frekuensi makan: 1) Item-tem pokok makanan hasil food recall pertama dimasukkan ke dalam kuesioner FFQ, disamping item makanan sumber utama zat gizi lainnnya. 2) Daftar makanan yang tersedia pada kuesioner, diberi tanda oleh responden terkait frekuensi penggunaannya. 3) Frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan direkapitulasi oleh peneliti dan dibandingkan dengan hasil food recall. 3. Data aktivitas fisik, dikumpulkan dengan metode wawancara terkait aktivitas fisik yang dilakukan responden dalam seminggu terakhir. Wawancara menggunakan kuesioner IPAQ (2005). 69 E. Pengolahan Data Pengolahan data akan dilakukan setelah keseluruhan data dikumpulkan. Pengolahan data akan dilakukan secara bertahap antara lain: 1. Penyuntingan data (Editing) Penyuntingan data berarti melakukan pengecekan terhadap data yang telah dikumpulkan baik dari hasil pengukuran maupun wawancara. Penyuntingan data bertujuan untuk menjaga kelengkapan dan kesinambungan data. 2. Pemberian kode (Coding) Seleteh data disunting, data akan diberi kode. Pemberian kode bertujuan untuk memudahkan proses pengolahan data, terutama untuk proses entry data. 3. Pemasukan data (Entry) Pada tahap ini, data akan di-entry menggunakan program SPSS 16 . Terdapat pengecualian untuk data frekuensi makan dan asupan makan, dimana data frekuensi makan terlebih dahulu akan di-entry menggunakan microsoft excel, sedangkan data asupan makan terlebih dahulu di-entry menggunakan nutrisurvey. Setelah itu keduanya di-entry ke program SPSS. 4. Pembersihan data (Cleaning) Pembersihan data dilakukan untuk melihat kembali kemungkinankemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan. Adapun cara pembersihan yang akan digunakan adalah dengan mengetahui data missing, mengetahui variasi data atau dengan mengetahui konsistensi data. 70 F. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada penelitian ini, analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel metabolic syndrome, pola makan yang terdiri dari asupan kalori, asupan karbohidrat, asupan lemak dan asupan protein serta aktivitas fisik Anggota Klub Senam Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Hasil yang diperoleh dari uji univariat, masing-masing variabel ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hipotesis hubungan masingmasing variabel independen dengan variabel dependen, yang terdiri dari menguji asupan kalori dengan metabolic syndrome, asupan protein dengan metabolic syndrome dan asupan lemak dengan metabolic syndrome. Karena antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependennya bersifat kategorik, maka uji yang digunakan adalah uji chi square. Uji chi square dalam penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan (CI) 95 %. Jika p value ≤ 0,05, maka hipotesis penelitian diterima atau ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, jika p value ≥ 0,05, maka hipotesis penelitian ditolak atau ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. 71 BAB V HASIL A. Gambaran Umum Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah merupakan Klub Senam yang berada di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah yang beranggotakan karyawan dan masyarakat sekitar kampus UIN. Kegiatan senam dilakukan 3 kali dalam seminggu, yaitu hari Rabu, Jum’at dan Minggu di halaman Kampus II UIN Syarif Hidayatullah depan Gedung Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, tepatnya berlokasi di Jl. Kertamukti No. 5 Kel. Pisangan Barat, Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan. Anggota aktif Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah berjumlah 60 orang, meskipun Jumlah tersebut bertambah banyak pada pelaksanan senam di hari minggu, karena kegiatan senam pada hari itu tidak hanya diikuti oleh anggota klub senam tetapi juga oleh masyarakat dan mahasiswa sekitar kampus. Adapun untuk penelitian ini, Responden/sampel yang berpartisipasi sebanyak 40 orang. Berikut distribusi responden berdasarkan umur dan jenis kelamin : 72 Tabel 5.1 Distribusi Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah n % n % n % 30-64 tahun 3 9,1 % 30 90,9 % 33 100 % ≥ 65 tahun 3 42,9 % 4 57,1 % 7 100 % Jumlah 6 15 % 34 85 % 40 100 % Berdasarkan tabel 5.1, diperoleh informasi bahwa sebagian besar (85%) Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah adalah perempuan, dengan kelompok umur terbanyak, yaitu 30-64 tahun (90,9 %). B. Hasil Analisis Univariat 1. Gambaran Lingkar Perut Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Lingkar perut diukur menggunakan pita meter. dengan cara melingkarkan pita meter pada bagian tengah perut antara tulang pinggul dengan tulang rusuk yang paling bawah kemudian diukur. Hasil yang didapatkan dicatat dan dibandingkan dengan standar metabolic syndrome. Berikut gambaran lingkar perut responden : Tabel 5.2 Distribusi Lingkar Perut Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Kelompok Umur Frekuensi (n) Persentase (%) Berisiko 35 87,5 % Tidak berisiko 5 12,5 % Jumlah 40 100 % 73 Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa sebagian besar (87,5%) Anggota Klub Senam Kampus II UIN Syarif Hidayatullah mengalami obesitas abdominal. 2. Gambaran Tekanan Darah Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tekanan darah responden diukur menggunakan alat spygnomanometer dan stetoskop dengan cara mengukur tekanan darah arteri brakhialis di fossa cubiti. Data hasil pengukuran, dibandingkan dengan data hasil wawancara responden terkait konsumsi obat hipertensi atau penurun tekanan darah, untuk melihat pengaruh obat terhadap hasil pengukuran. Berikut gambaran tekanan darah responden : Tabel 5.3 Distribusi Tekanan Darah Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Tekanan Darah Frekuensi (n) Persentase (%) Berisiko 18 45 % Tidak berisiko 22 55 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan tabel 5.3, diperoleh informasi bahwa 45 % Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki tekanan darah berisiko. 74 3. Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Kadar gula darah puasa diukur dengan menggunakan test kit gula darah yang mana sebelum pengukuran dilakukan, responden terlebih dahulu berpuasa selama 8-10 jam. Data yang didapat dari hasil pengukuran, dibandingkan dengan data hasil wawancara terkait konsumsi obat hiperglikemik atau penurun kadar gula darah, untuk melihat pengaruh obat terhadap hasil pengukuran. Berikut gambaran kadar gula darah puasa responden : Tabel 5.4 Distribusi Kadar Gula Darah Puasa Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Kadar Gula Darah Frekuensi (n) Persentase (%) Berisiko 23 57,5 % Tidak berisiko 17 42,5 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan tabel 5.4, diperoleh informasi bahwa sebagian besar (57,5 %) Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki kadar gula darah puasa berisiko. 4. Gambaran Kadar Trigliserida Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Kadar trigliserida responden diukur dengan metode uji spektrofotometri di laboratorium. Uji spektrofotometri dilakukan dengan cara mengukur kadar trigliserida pada serum darah dengan menggunakan alat sprektofotometer. Sampel darah responden diambil sebanyak 3 mL secara intravena. Sebelum 75 pengambilan sampel darah, responden terlebih dahulu berpuasa selama 8-10 jam. Data hasil pengukuran, dibandingkan dengan data hasil wawancara terkait konsumsi obat dyslipidemia, untuk melihat pengaruh obat terhadap hasil pengukuran. Berikut gambaran kadar gula darah puasa responden : Tabel 5.5 Distribusi Kadar Trigliserida Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Kadar Trigliserida Frekuensi (n) Persentase (%) Berisiko 9 22,5 % Tidak berisiko 31 77,5 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan tabel 5.5, diperoleh informasi bahwa sebagian kecil (22,5 %) Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki kadar trigliserida berisiko. 5. Gambaran Kadar Kolesterol HDL Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Sama halnya dengan kadar trigliserida, kadar Kolesterol HDL responden juga diukur dengan metode uji spektrofotometri dengan mengunakan alat spektrofotmeter. Data yang didapat dari hasil pengukuran, dibandingkan dengan data hasil wawancara terkait konsumsi obat dislipidemia untuk melihat pengaruh obat terhadap hasil pengukuran. Berikut gambaran kadar kolesterol responden : 76 Tabel 5.6 Distribusi Kadar Kolesterol HDL Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Kadar Kolesterol HDL Frekuensi (n) 13 Persentase (%) 32,5 % Tidak berisiko 27 67,5 % Jumlah 40 100 % Berisiko Berdasarkan tabel 5.6, didapatkan informasi bahwa sebagian kecil (32,5 %) Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki kadar HDL berisiko. 6. Gambaran Kejadian Metabolic Syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Seseorang dikategorikan penderita metabolic syndrome ketika hasil pengukuran didapatkan minimal 3 kriteria positif berisiko diantara 5 kriteria yang diukur. Berikut gambaran kejadian metabolic syndrome responden : Tabel 5.7 Distribusi Kejadian Metabolic syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Kasus Frekuensi (n) Persentase (%) Metabolic syndrome 21 52,5 % Non metabolic syndrome Jumlah 19 47,5 % 40 100 % Berdasarkan tabel 5.7 diperoleh informasi bahwa sebagian besar (atau 52,5 %) Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah menderita metabolic syndrome. Selanjutnya, bila masing 77 komponen metabolic syndrome yaitu lingkar perut (LP), gula darah puasa (GDP), trigliserida (TG) , HDL dan tekanan darah (TD) dikelompokkan guna mengetahui kriteria mana yang paling dominan pada kejadian metabolic syndrome, maka didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 5.8 Pengelompokan Komponen Metabolic Syndrome yang Dominan pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Komponen LP, LP, LP, LP, LP HDL LP GDP GDP GDP GDP HDL TD GDP HDL TG TD HDL TG TG TG TD TD TD 10 8 3 1 4 4 6 1 Jumlah GDP TG HDL 1 Berdasarkan tabel 5.8, dapat diketahui bahwa kelompok komponen metabolic syndrome yang dominan ditemukan adalah kelompok lingkar perut, gula darah puasa dan tekanan darah. Hal ini berarti, sebagian besar responden mengalami metabolic syndrome kareana adanya lingkar perut, gula darah puasa dan tekanan darah berisiko. 7. Gambaran Aktivitas Fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Aktifitas fisik responden dalam seminggu diukur dengan menggunakan rumus total MET-menit minggu yaitu dengan menjumlahkan aktifitas berjalan dengan aktifitas sedang dan aktifitas berat. Kemudian hasil yang diproleh diklasifikasikan ke dalam aktivitas fisik rendah, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat berdasarkan kriteria IPAQ (2005). Berikut gamabaran aktivitas fisik responden : 78 Tabel 5.9 Distribusi Aktivitas Fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Aktivitas Fisik Frekuensi (n) Persentase (%) Sedang (tidak berisiko) 22 55 % Berat (tidak berisiko) 18 45 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa tidak ada satupun Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki aktivitas fisik ringan atau berisiko. Hal tersebut karena sebagian besar anggota klub senam termasuk ke dalam kategori aktivitas fisik sedang, yaitu METs 600-3000. Anggota yang paling rendah nilainya dalam kategori aktivitas fisik sedang, yaitu 678 METs (Terlampir Aktivitas Fisik), dicapai dengan cara melakukan aktivitas intensitas berat, yaitu senam jantung sehat 1 kali/minggu, selama 1 jam dan aktivitas intensitas ringan, yaitu berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain 1 kali/seminggu, selama 1 jam. Anggota yang paling rendah nilainya dalam kategori aktivitas fisik tinggi, yaitu 3029 METs (Terlampir Aktivitas Fisik). Nilai tersebut dicapai dengan cara melakukan aktivitas fisik intensitas berat, yaitu senam jantung sehat 3 kali/ minggu, selama 1 jam, kemudian beraktivitas fisik intensitas sedang, seperti bersepeda laju sedang atau badminton 2 kali/ minggu, selama 3 jam. 79 8. Gambaran Asupan Energi Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Data asupan energi diperoleh dari hasil wawancara food recall 2 x 24 jam pada hari yang berbeda. Untuk penderita metabolic syndrome, data asupan karbohidrat kemudian dibandingkan dengan AKG berdasarkan umur dan jenis kelaminnya, sedangkan untuk non penderita dibandingkan dengan AKG, yang terlebih dahulu dikoreksi dengan berat badan aktual sehatnya. Berikut gambaran asupan energi responden : Tabel 5.10 Distribusi Asupan Energi Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Asupan Energi Frekuensi (n) Persentase (%) Berisiko 7 17,5 % Tidak berisiko 33 82,5 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil (17,5 %) Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki asupan energi berisiko. 9. Gambaran Asupan Karbohidrat Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Sama halnya dengan data asupan energi, data asupan karbohidrat diperoleh dari hasil wawancara food recall 2 x 24 jam yang dilakukan pada hari yang berbeda. Data hasil wawncara kemudian dibandingkan dengan AKG berdasarkan umur dan jenis kelaminnya untuk penderita dan dengan 80 AKG yang terlebih dahulu dikoreksi dengan berat badan aktual sehatnya untuk non penderita. Berikut gambaran asupan karbohidrat responden : Tabel 5.11 Distribusi Asupan Karbohidrat Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Asupan Karbohidrat Frekuensi (n) Persentase (%) Berisiko 0 0% Tidak berisiko 40 100 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa tidak ada satupun Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki asupan karbohidrat berisiko. Hal tersebut karena asupan makan responden tidak melebihi AKG. Disamping itu responden memiliki porsi makan karbohidrat yang sesuai dengan gizi seimbang, antara lain : a. Rata-rata responden mengkonsumsi karbohidrat kompleks yang bersumber dari makanan pokok sebanyak 6 porsi/hari, dengan sumber utama didominasi oleh nasi, dengan rata-rata 2,5 porsi/hari. Hal ini sesuai dengan anjuran gizi seimbang 3-8 porsi. b. Rata-rata konsumsi karbohidrat sederhana responden, yaitu gula kue dan biscuit 1 kali/ hari, tetapi hampir jarang untuk minuman softdrink dan madu. Bika diakumulasikan maka rata-rata konsumsi karbohidrat sederhana responden hanya 3 kali. c. Rata-rata konsumsi serat responden, baik yang berasal dari buah-buahan maupun yang berasal dari sayuran sebanyak 4 porsi. Bila dibandingkan 81 dengan pedoman gizi seimbang, tentu porsi tersebut telah sesuai, dimana anjuran sayuran sebanyak 3-5 porsi dan buah-buahan sebanyak 2-3 porsi. 10. Gambaran Asupan Lemak Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Data asupan lemak responden diperoleh dari hasil food recall 2x 24 jam yang kemudian dibandingkan dengan AKG secara umum untuk penderita atau kasus dan AKG yang dikoreksi terlebih dahulu untuk orang normal. Berikut hasilnya : Tabel 5.12 Distribusi Asupan Lemak Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Asupan Lemak Frekuensi (n) Persentase (%) Berisiko 16 40 % Tidak berisiko 24 60 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa sebagian kecil (40 %) Asupan Lemak Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki asupan lemak berisiko. 11. Gambaran Asupan Protein Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Data asupan protein responden diperoleh dari hasil food recall 2x 24 jam yang kemudian dibandingkan dengan AKG secara umum untuk penderita atau kasus dan AKG yang dikoreksi terlebih dahulu dengan berat badan aktual sehat untuk orang normal. Berikut hasilnya : 82 Tabel 5.13 Distribusi Asupan Protein Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Asupan Protein Frekuensi (n) Persentase (%) Berisiko 14 35 % Tidak berisiko 26 65 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil (35 % ) Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki asupan protein berisiko. C. Hasil Analisis Bivariat Pada penelitian ini, semua variabel dependen maupun independennya merupakan variabel kategorik, sehingga uji hubungan antara masing-masing variabel independen terhadap varibel dependennya menggunakan metode uji chi square pada alfa 5% dengan CI 95%. Berikut hasil analisis masing-masing variabel: 1. Hubungan Asupan Kalori dengan Metabolic Syndrome Tabel 5.14 Hubungan Asupan Kalori dengan Kejadian Metabolic Syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Asupan Kalori Kasus Non Kasus Jumlah n % n % n % Berisiko 7 100 % 0 0% 7 100 % Tidak berisiko Jumlah 14 42,4 % 19 57,6 % 33 100 % 21 52,5 % 19 47,5 % 40 100 % Pvalue 0,009 83 Berdasarkan tabel 5.14 didapatkan p value yaitu 0,009 < 0,05 yang berarti, pada α (alfa) 5 % terdapat hubungan antara asupan kalori dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. 2. Hubungan Asupan Protein dengan Metabolic Syndrome Tabel 5.15 Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Metabolic Syndrome AnggotaKlub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Asupan Protein Kasus Non Kasus Jumlah n % n % n % Berisiko 10 76,9% 3 23,1% 13 100 % Tidak berisiko Jumlah 11 40,7 % 16 59,3 % 27 100 % 21 52,5 % 19 47,5 % 40 100 % P value 0,071 Berdasarkan tabel 5.15 didapatkan p value 0,071 yang berarti > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa pada α (alfa) 5 % tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. 84 3. Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Metabolic Syndrome Tabel 5.16 Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Metabolic Syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013 Asupan Lemak Kasus Non Kasus Total n % N % n % Berisiko 13 81,2% 3 18,8 % 16 100 % Tidak berisiko Total 8 33,3 % 16 66,7 % 24 100 % 21 52,5 % 19 47,5 % 40 100 % P value 0,008 Berdasarkan tabel 5.16 didapatkan p value 0,008 yang berarti p value < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa pada α (alfa) 5 % terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini berfokus kepada faktor-faktor risiko yang dapat diubah, yaitu pola makan dan aktivitas fisik. Adapun fakto-faktor risiko yang tidak dapat diubah, terutama faktor endokrin, status menopause dan faktor genetik tidak diteliti pada penelitian ini, oleh karena pengaruh faktor-faktor risiko terhadap metabolic syndrome erat kaintannya dengan adanya pola makan dan aktivitas fisik, sehingga dengan fokus pada faktor risiko pola makan dan aktivitas fisik dapat mewakili pengaruh faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah dan menjadi dasar yang efektif untuk intervensi masalah metabolic syndrome pada masyarakat. Aktivitas fisik dalam penelitian ini tidak dianalisis hubungannya dengan metabolic syndrome. Hal ini karena pada populasi sasaran tidak ditemukan adanya aktivitas fisik berisiko atau aktivitas fisiknya homogen. Meskipun demikian, gambaran aktivitas fisik responden digunakan untuk membantu menjawab masalah kejadian metabolic syndrome. Pengumpulan data konsumsi dengan metode food recall 24 jam dalam penelitian ini memiliki kelemahan, yaitu data yang dikumpulkan bergantung pada daya ingat responden dan kecenderungan adanya overestimate ataupun underestimate. Meskipun demikian, pelaksanaan food recall sebanyak 2 kali pada hari berbeda, ditambah penggunanan metode penilaian lain, yaitu metode FFQ, dapat menanggulangi kelemahan tersebut dan memberikan data yang 85 86 representatif menggambarkan pola makan responden (Sanjur 1997, dalam Supariasa et al., 2002). B. Kejadian Metabolic Syndrome Metabolic syndrome merupakan sekumpulan faktor risiko yang saling berkaitan dan mengarah pada penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Sekumpulan faktor risiko tersebut antara lain obesitas abdominal/sentral, kenaikan kadar gula darah, kenaikan tekanan darah, kenaikan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL (Alberti et al., 2009). Seseorang dikatakan menderita metabolic syndrome ketika didapatkan minimal 3 kriteria berisiko diantra 5 kriteria yang diukur. Hasil penelitian ini, menggambarkan bahwa sebagian besar (52,5%) Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah menderita metabolic syndrome (Tabel 5.7). Kemudian berdasarkan pengelompokan komponen metabolic syndrome (tabel 5.8), diperoleh informasi bahwa kelompok krtiteria berisiko yang dominan menyebabkan metabolic syndrome pada sebagian besar anggota klub senam ini adalah obesitas abdominal dibarengi dengan resistensi insulin atau intoleransi glukosa dan hipertensi. Obesitas abdominal dan resistensi insulin erat kaitannya dengan konsep keseimbangan energi. Dimana energi yang diperoleh dari asupan makan harus seimbang dengan energi yang dikeluarkan untuk beraktivitas fisik. Bila terjadi ketidak seimbangan, sebagaimana yang mungkin terjadi pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah , baik berupa asupan makan berlebih atau pengeluaran energi yang kurang maka akan terjadi 87 penyimpanan energi dalam bentuk lemak dalam tubuh, terutama tertimbun pada lemak visceral. Keberadaan lemak visceral tersebut mempengaruhi proses metabolisme energi dan merusak sel beta pancreas penghasil hormon insulin. Hormon insulin berperan dalam mengontrol kadar gula darah, sehingga bila terjadi kerusakan, maka berdampak pada resistensi insulin dan akhirnya berpengaruh pada organ tubuh lainnya. Rahman (2007) menjelaskan bahwa obesitas abdominal terjadi akibat adanya penumpukan sel lemak visceral yang mendorong peningkatan lipolisis yang menghasilkan asam lemak bebas dalam jumlah besar. Peningkatan asam lemak bebas itu, pada organ hati, akan meningkatkan gluconeogenesis, menurunkan sensitifitas insulin dan mengakibatkan hiperinsulinemia. Selain itu, pada jaringan otot, peningkatan asam lemak bebas akan menurunkan pemakaian glukosa, serta pada sel sel β pancreas, penigkatan asam lemak bebas akan menurunkan sekresi insulin. Selain itu, Rahman (2007) juga menyebutkan sel lemak pada obesitas abdominal akan mengeluarkan sitokin (adipositokin) seperti TNF α, yang menghambat aktifitas tirosin kinase pada reseptor insulin dan menurunkan ekspresi glucose transporter-4 (GLUT-4) di sel lemak dan otot. Kejadian ini mengakibatkan resistensi insulin dan hiperinsulinema. Resistensi insulin dan hiperinsulinema ini, pada gilirannya menyebabkan perubahan metabolik yang menimbulkan hipertensi dan dislipidemia. 88 Rahman (2007) juga menegaskan bahwa resistensi insulin berdampak pada hipertensi karena pengaruh hiperinsulinemia, dimana hiperinsulinemia yang terjadi berbarengan dengan resistensi insulin akan meningkatkan reabsorsi sodium dan air yang mengakibatkan terjadinya ekspansi volume intra-vaskular. Hiperinsulinemia juga meningkatkan aktifitas chanel Na-K ATP-ase, sehingga terjadi peningkatan Na dan kalsium intrasel yang mengakibatkan peningkatan kontraksi otot polos pembuluh darah yang berdampak pada tekanan darah naik Keberadaan obesitas abdominal, resistensi insulin dan hipertensi sebagai komponen yang dominan ditemukan pada penderita metabolic syndrome, juga didukung oleh beberapa penelitian di beberapa tempat, meskipun penyebutannya hanya tidak berdasarkan pengelompokan, sebagaimana diperoleh dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: 1. National Health and Nutrition Survey (NHANES) di Amerika Serikat dengan kriteria NCEP ATP III menyebutkan metabolic syndrome meningkat seiring dengan meningkatnya resistensi insulin (Dwipayana et al., 2011). 2. Penelitian di Makasar (Herman A, 2003 dalam Dwipayana et al., 2011), penelitian penduduk Amerika Keturunan Arab (Jaber et al, 2004) dan penelitian di Bali (Dwipayana et al., 2011) yang menyebutkan metabolic syndrome meningkat seiring dengan meningkatnya obesitas abdominal. 3. Penelitian di Jakarta dan Semarang menyebutkan bahwa hipertensi merupakan kriteria yang sering ditemukan pada penderita laki-laki, sedangkan obesitas abdominal sering ditemukan pada penderita perempuan (Soewondo, 2005; Suhartono et al., 2005). 89 C. Gambaran Pola Makan Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi makro, yang berfungsi sebagai penyedia energi utama dalam tubuh. Zat gizi ini terdiri dari karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. AKG karbohidrat yang dianjurkan yaitu sebanyak 50-65 % dari total energi (WNPG 8, 2004). Bila didapatkan asupan karbohidrat melebihi AKG, maka hal ini dapat dikatakan berisiko (WNPG 8, 2004). Hasil penelitian (tabel 5.11) menggambarkan tidak satupun Anggota Klub Senam Jatung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki asupan karbohidrat melebihi AKG. Uji statisitik untuk mengetahui hubungan antara karbohidrat dengan kejadian metabolic syndrome pun tidak dapat dilakukan, karena tidak terdapat paparan yang berisiko terhadap kejadian metabolic syndrome pada responden. Selain asupan karbohidrat yang tidak melebihi AKG, responden memiliki porsi makan karbohidrat kompleks yang sesuai dengan gizi seimbang dimana berdasarkan hasil FFQ rata-rata responden mengkonsumsi karbohidrat kompleks yang bersumber dari makanan pokok sebanyak 6 porsi, dengan sumber utama didominasi oleh nasi, dengan rata-rata 2,5 porsi. Meskipun demikian, nasi merupakan jenis makanan yang indeks glikemiknya tinggi, sehingga bila asupannya berlebih, hal tersebut akan berisiko bagi penderita diabetes sekaligus metabolic syndrome. Disamping itu, gula, softdrink, kue dan biskuit yang merupakan karbohidrat sederhana juga memiliki indeks glikemik tinggi (Boyle & Long, 2010). 90 Hasil FFQ (terlampir) juga menggambarkan rata-rata konsumsi gula responden per hari hanya 1 kali, begitu juga dengan kue dan biskuit, tetapi hampir jarang untuk minuman softdrink dan madu. Bika diakumulasikan maka rata-rata konsumsi karbohidrat sederhana responden hanya 3 kali. Meskipun belum diketahui batas frekuensi asupan karbohidrat sederhana yang berbahaya, namun asupan karbohidrat sederhana yang melebihi 10 % sangat berhubungan dengan sensitivitas insulin dan resiko diabetes tipe II, sedangkan makanan dengan indeks glikemik rendah telah terbukti memperbaiki kadar glukosa dan lemak pada pasien-pasien diabetes melitus dan memperbaiki resistensi insulin (Boyle & Long, 2010). Berkaitan dengan serat, hasil FFQ (terlampir) menggambarkan rata-rata konsumsi serat responden, baik yang berasal dari buah-buahan maupun yang berasal dari sayuran sebanyak 4 porsi. Bila dibandingkan dengan pedoman gizi seimbang, tentu porsi tersebut telah sesuai, dimana anjuran sayuran sebanyak 3-5 porsi dan buah-buahan sebanyak 2-3 porsi. Porsi serat yang tepat dapat memperbaiki penangan glukosa dalam tubuh (Gizi & Kesmas UI, 2010) sehingga berkontribusi dalam penurunan angka kejadian metabolic syndrome. Dalam penelitian ini, meskipun porsi serat sudah tepat, kejadian metabolic syndrome pada anggota klub masih cukup besar. Hal tersebut mungkin terjadi karena perbaikan penganan glukosa tubuh oleh serat terhambat dengan adanya ketidak seimbangan pada asupan makanan lainnya. 91 D. Gambaran Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi (WHO, 2013). IPAQ (2005) mengkategorikan aktivitas fisik ke dalam 3 macam, yaitu aktivitas fisik tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian ini (tabel 5.9) menggambarkan tidak satupun Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki kategori aktivitas fisik rendah, yaitu jumlah aktivitas fisik < 600 METmenit/minggu berdasarkan IPAQ (2005). Hal tersebut karena sebagian besar Anggota Klub memiliki aktivitas fisik sedang, dengan total MET-nya di antara 600-3000 MET-menit/minggu dan sisanya memiliki Aktivitas tinggi, dengan total MET-nya > 3000 MET-menit/minggu. Anggota klub dengan nilai terendah pada kategori aktivitas fisik sedang ,yaitu 678 METs (terlampir), dengan cara melakukan aktivitas intensitas berat, yaitu senam jantung sehat 1 kali/minggu, selama 1 jam dan aktivitas intensitas ringan, yaitu berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain 1 kali/seminggu, selama 1 jam. Tidak hanya senam, Anggota klub juga mungkin beraktivitas fisik lari cepat, sepak bola, berenang dan hal yang membuat nafas terasa berat dan jantung berdetak lebih kencang. Hal tersebut, sebagaimana disebutkan IPAQ (2005), termasuk jenis aktivitas fisik intensitas berat. Anggota klub dengan nilai terendah pada kategori aktivitas fisik tinggi, yaitu 3029 METs (terlampir), dengan cara melakukan aktivitas fisik intensitas berat, yaitu senam jantung sehat 3 kali/ minggu, selama 1 jam, kemudian 92 beraktivitas fisik intensitas sedang, seperti bersepeda laju sedang atau badminton 2 kali/ minggu, selama 3 jam. Aktivitas fisik intensitas sedang juga termasuk berkebun, melakukan pekerjaan rumah tangga dan bermain-main dengan anakanak, sebagaimana disebutkan oleh IPAQ (2005). Aktivitas fisik yang dilakukan Anggota klub tersebut mampu mengolah kalori menjadi energi, sehingga tidak ada yang disimpan dalam bentuk sel lemak yang menumpuk pada jaringan abdominal. Namun, penumpukan tersebut bergantung pada asupan yang diperoleh, karena bila asupan makan meningkat, seperti pada pola makan berlebih, sedangkan pengeluaran energinya tidak ditingkatkan, maka hal itulah yang menyebabkan penumpukan lemak. Pernyataan ini sesuai dengan Soetardjo (2011) yang menyebutkan bahwa pada tubuh manusia berlaku konsep keseimbangan energi yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tubuh. Semakin meningkatnya usia, maka kebutuhan aktivitas fisik semakin menurun, karena fisiologis organ tubuh yang mulai menurun, sehingga frekuensi dan intensitas aktivitas mulai dikurangi, dan secara otomatis kecukupan gizi pun mulai berkurang sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Hal ini lah yang mungkin terjadi pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat, yang sebagian besar termasuk kelompok dewasa akhir dan lansia, dimana pola makan tidak diseimbangkan dengan kelompok umur. Pada akhirnya, meskipun aktivitas fisik rutin, tetap tidak mampu untuk mencegah metabolic syndrome. Soetardjo (2011) yang menyebutkan, pada usia dewasa seseorang mulai berisiko menderita penyakit degeneratif dan pada usia lansia, aktivitas fisik dan 93 kebutuhan gizi semakin banyak berkurang dan kerusakan sel-sel semakin banyak terjadi. Oleh karena itu penting menyeimbangkan pola makan dengan aktivitas fisik berdasarkan umur dan jenis kelamin. E. Pola Makan Kalori dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome Sumber kalori atau energi didapatkan dari zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein dan lemak. Pola konsumsi kalori yang baik jika perbandingan komposisi kalori antara karbohidrat, protein dan lemak sebesar 5065% : 10-20% : 20-30% (WNPG 8, 2004). Adapun nilai total kalori mengacu kepada AKG yang diperoleh dari rumus tertentu berdasarkan umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian (tabel 5.10) menggambarkan hanya sebagian kecil yaitu sebanyak 17,5 % Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki asupan energi melebihi AKG. Bila ditelusuri lebih lanjut dengan FFQ (terlampir), dapat diketahui bahwa sebagian besar atau sebanyak 57 % kelebihan energi penderita berasal dari sumber minyak 1,5-3 sendok makan/hari (Kemenkes RI, 2013), dan sebanyak 43 % lainnya memiliki kelebihan energi yang berasal dari pangan hewani yang melebihi 2-3 porsi/hari. Kelompok minyak maupun pangan hewani merupakan sumber lemak. 1 gram lemak menghasilkan energi 9 kkal (Tejasari, 2005). Kelompok minyak dalam FFQ terdiri dari minyak goreng, margarin, mentega dan santan, sedangkan pangan hewani terdiri dari telur, ayam, ikan segar, udang, daging kambing, daging sapi, jeroan, sosis, corned dan ikan asin. 94 Hasil uji statistik antara asupan kalori dengan kejadian metabolic synrome diperoleh nilai p value 0,009. Dengan demikian, hipotesis penelitian diterima, yang berarti terdapat hubungan antara total kalori dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sudarminingsih et al. (2007), Dewi (2009), Kasiman (2011), Sargowo dan Andarini (2011) yang menyatakan adanya hubungan asupan kalori dengan kejadian metabolic syndrome. Disamping itu, disebutkan bahwa semakin banyak asupan makanan maka kejadian metabolic syndrome semakin meningkat. Adapun asupan makanan yang mempunyai nilai paling tinggi adalah total kalori diikuti lemak dan karbohidrat. Kalori berlebih merangsang VLDL di hati untuk mengahasilkan peningkatan trigliserida, LDL dan penurunan HDL. Hipertigliseridemia sering dihubungkan dengan berkurangnya kadar HDL pada Obesitas (Sargowo dan Andarini, 2011). Kalori berlebih membentuk asam lemak bebas dan terdistirbusi dalam jumlah yang banyak didalam tubuh, sehingga menyebabkan penumpukan lemak visceral dan akhirnya menyebabkan obesitas abdominal. Disamping itu, kalori berlebih mengakibatkan kadar gula darah naik yang mengakibatkan intoleransi glukosa dan selanjutnya berdampak resitensi insulin. Baik obesitas abdominal maupun ressistensi insulin, keduanya merupakan penyebab utama terjadinya metabolic syndrome (Rohman, 2007). 95 F. Pola Makan Protein dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic syndrome Hasil penelitian (tabel 5.13) menggambarkan sebanyak 35 % responden memilki asupan protein melebihi AKG, dimana AKG untuk protein tidak boleh lebih dari 20% dari total energi (WNPG 8, 2004). Asupan protein tersebut berumber dari protein nabati dan protein hewani. Bila dilihat dari hasil FFQ ,dapat diketahui bahwa rata-rata asupan pangan hewani responden sebanyak 4 porsi, sedangkan asupan pangan nabati sebanyak 3 porsi. Hal tersebut menunjukan bahwa asupan pangan hewani responden melebihi yang dianjurkan pedoman gizi seimbang, yaitu 2-3 porsi perhari, sedangkan pangan nabati telah sesuai dengan yang dianjurkan, yaitu 2-3 porsi perhari. Hasil uji statistik (tabel 5.15) antara asupan protein dengan kejadian metabolic syndrome diperoleh nilai p value 0,071. Dengan demikian, hipotesis penelitian ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kasiman (2011) dan Sargowo dan Andarini (2011) namun berbeda dengan hasil penelitian Sudarminingsih et al. (2007) Dewi (2009) Anshar et al. (2011). Hasil penelitian mereka menyebutkan adanya hubungan antara asupan protein dengan metabolic syndrome. Sebagaimana diketahui bahwa protein berfungsi terutama untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Disamping iu, protein juga berfungsi 96 menyediakan energi setelah karbohidrat dan lemak. Kelebihan protein dapat disimpan dalam bentuk sel-sel lemak dan menumpuk dalam jaringan, terutama jaringan visceral. Penumpukan tersebut mengakibatkan obesitas abdominal yang kemudian berpengaruh terhadap resistensi insulin (Rohman, 2007). Berdasarkan hasil FFQ, sumber protein hewani responden, dimana melebihi porsi yang dianjurkan, ternyata banyak didominasi oleh ikan, ayam dan telur. Ketiga jenis makanan tersebut selain tinggi protein juga tinggi lemak (Tejasari, 2005). Hal ini berarti kelebihan protein responden merupakan kelebihan sumber makanan yang memiliki kadar protein dan lemak yang tinggi. Berdasarkan hal-hal tersebut, seharusnya ada hubungan antara pola makan protein dengan kejadian metabolic syndrome sebagaimana hasil penelitian Sudarminingsih et al. (2007), Dewi (2009), Kasiman (2011) serta Sargowo dan Andarini (2011). Peneliti menduga jumlah responden yang memiliki asupan berlebih hanya sedikit, menyebabkan hubungan asupan protein dengan kasus tidak terdeteksi. G. Pola Makan Lemak dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome Hasil penelitian (tabel 5.12) menggambarkan sebanyak 40 % responden memiliki asupan lemak total melebihi AKG, dimana AKG untuk lemak tidak boleh lebih dari 30 % dari total energi (WNPG 8, 2004). Lemak dalam makanan terdiri dari lemak nabati dan lemak hewani. Sumber lemak hewani semua pangan hewani dan olahannya seperti mentega dan minyak ikan. Kemudian sumber 97 lemak nabati antara lain minyak goreng (kelapa sawit), minyak kelapa, minyak kacang tanah dan margarin (Tejasari, 2005). Hasil uji statistik (tabel 5.16) antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome diperoleh nilai p value 0,008. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yaitu Sudarminingsih et al. (2007), Dewi (2009), Kasiman (2011) serta Sargowo dan Andarini (2011) yang menyebutkan adanya hubungan antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome. Selain itu, nilai asupan lemak berada setelah total kalori dan semakin banyak asupan lemak semakin meningkatkan risiko metabolic syndrome. Berdasarkan hasil FFQ (terlampir), dapat diketahui bahwa rata-rata pola makan lemak nabati responden yang berasal dari minyak sebanyak 4 porsi dan pangan nabati sebanyak 3 porsi, sedangkan lemak hewani yang berasal dari pangan hewani sebanyak 4 porsi. Disamping itu, terdapat asupan lemak tambahan yang berasal dari biskuit dan kue, masing-masing sebanyak 1 porsi. Pola pangan hewani dan minyak tersebut melebihi pedoman gizi seimbang yaitu 3 porsi/ hari untuk pangan hewani dan 1,5-3 porsi/hari untuk lemak (Kemenkes RI, 2013). Hal tersebut yang berkontribusi terhadap kelebihan lemak responden, selain tambahan lemak dari pangan nabati, biskuit dan kue. Hasil FFQ (terlampir) juga menyatakan sumber minyak yang mendominasi yaitu minyak goreng (minyak kelapa sawit), pangan nabati yang 98 mendominasi yaitu tahu dan tempe serta pangan hewani yang mendominasi yaitu ikan, ayam dan telur. Sebagai mana kita ketahui bahwa : 1. Minyak kelapa sawit merupakan sumber utama lemak terutama asam lemak jenuh dan ergosterol (Tejasari, 2005). Disamping itu, ketika minyak kelapa sawit dan begitu juga minyak nabati lainnya terhidrogenisasi maka minyak tersebut menjadi sumber utama asam lemak trans. Termasuk produk-produk yang dimasak menggunakan minyak terhidrogenisasi, seperti biskuit dan kue juga mengandung asam lemak trans (Gizi Kesmas UI, 2010). a. Tahu dan tempe berasal dari kacang kedelai yang mengandung asam lemak jenuh dan PUFA (Tejasari, 2005). b. Telur terbagi dua bagian putih dan bagian kuning. Bagian putih telur kaya akan protein albumin sedangkan kuning telur kaya akan kolesterol (Tejasari, 2005). c. Ikan (kecuali ikan laut) dan ayam tanpa kulit yang tinggi protein tapi rendah kolesterol (Tejasari, 2005). Berdasarkan hal-hal diatas dapat dijelaskan bahwa adanya hubungan antara asupan lemak berlebih dengan metabolic syndrome pada anggota klub senam sangat mungkin disebabkan karena adanya peningkatan asam lemak jenuh, kolesterol dan asam lemak trans. Sebagaimana diketahui bahwa asam lemak jenuh meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL. Kolesterol total sendiri juga meningkatkan kadar LDL, sedangkan asam lemak trans selain meningkatkan kadar LDL juga meningkatkan rasio kolesterol total/HDL, rasio LDL/ HDL serta menurunkan HDL. Lawrence 99 (2005) dalam Hendrayati (2010) menyebutkan asupan asam lemak trans dan lemak total berkolerasi positif dengan asam lemak jenuh. Setiap penambahan asupan lemak jenuh akan menaikkan asupan lemak trans sebesar 0,03% dari energi total. Setiap peningkatan satu persen asam lemak trans dapat meningkatkan kadar LDL sebesar 0,04 mmol/L dan menurunkan HDL sebanyak 0,013mmol/L . Kondisi-kondisi tersebut yang mengakibatkan kadar lemak dalam darah abnormal/displipidemia syndrome. sehingga meningkatkan resiko metabolic 100 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa simpulan, sebagai berikut : 1. Sebagian besar Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah mengalami metabolic syndrome dengan angka kejadian mencapai 52, 5 %. 2. Terdapat 3 kelompok kriteria yang sering ditemukan pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yaitu Obesitas abdominal, resitensi insulin dan kenaikan tekanan darah. 3. Terdapat beberapa Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki asupan energi yang melebihi AKG dengan angka kejadian mencapai 17,5 %. 4. Tidak ada satupun Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memilki asupan karbohidrat yang melebihi AKG. 5. Terdapat beberapa Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki asupan lemak melebihi AKG dengan angka kejadian mencapai 40 %. 6. Terdapat beberapa Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki asupan protein melebihi AKG dengan angka kejadian mencapai 35 %. 101 7. Tidak ada satupun Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah yang berada pada kategori aktivitas fisik rendah, Sebaliknya, sebagian besar Anggota berada pada kategori aktivitas fisik sedang. 8. Ada hubungan yang bermakna antara asupan kalori dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah (p value 0,009). 9. Asupan karbohidrat tidak dapat dihubungkan dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. 10. Ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah (p value 0,008). 11. Tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah (p value 0,071). 12. Aktivitas Fisik tidak dapat dihubungkan dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. 102 B. Saran 1. Bagi Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah a. Bagi penderita metabolic syndrome perlu dilakukan perubahan pola makan menjadi pola makan atau diet rendah kalori, diet rendah lemak atau subsitusi sumber lemak jenuh dengan PUFA. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi asupan kalori dan asupan lemak berlebih yang berhubungan dengan metabolic syndrome. b. Bagi anggota non penderita perlu menerapkan gizi seimbang agar terhindar dari metabolic syndrome. c. Bagi semua anggota klub senam perlu untuk mempertahankan kebiasan aktivitas fisik yang baik, bahkan meningkatkan aktifitas fisik dari ketegori aktivitas fisik sedang menuju kategori aktivitas fisik berat. 2. Bagi Pengurus Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Pengurus perlu berkontribusi mencegah dampak lebih lanjut dari anggota Klub senam yang menderita metabolic syndrome serta mencegah anggota lain dari metabolic syndrome, dengan cara : a. Melakukan monitoring dan evaluasi kehadiran anggota klub senam dengan tujuan menjaga konsistensi anggota dalam aktivitas fisik. b. Bekerja sama dengan instansi kesehatan seperti Puskesmas Pisangan ataupun FKIK UIN Syarif HIdayatullah untuk memberikan penyuluhan, konsultasi atau pemeriksaan kesehatan rutin. 103 3. Bagi Peneliti Lain a. Penggunaan metode FFQ semi kuantitatif mampu menggabungkan kelebihan dari food recall dan FFQ kualitatif sehingga menjadi salah satu pilihan yang baik bagi penelitian lebih lanjut untuk menjawab hubungan pola makan terhadap metabolic syndrome. b. Pengukuran variabel-variabel antara lain variabel etnis, umur, jenis kelamin, riwayat genetik, menopause dan faktor endokrin dapat memperkaya hasil dan pembahasan penelitian, sehingga penelitian lebih lanjut terhadap variabel-variabel ini sangat dianjurkan. 104 DAFTAR PUSTAKA Adam, H.L., Kristiansen, O.P., Marrot, J.L., et al. 2012. Intensity versus duration of physical activity: implications for the metabolic syndrome. a prospective cohort study. BMJ Open, Vol. 2. Alberti, K.G.M.M., Eckel, R.H., Grundy, M.S., et al. 2009. Harmonizing the metabolic syndrome. a joint interim statement on International Diabetes Federation, National Heart, Lung, and Blood Institute, American Heart Association, World Heart Federation, International Atherosclerosis Society, and International Association for The Study of Obesity. Circulation: Journal of The American Heart Association, No.120. Alessi, M.C., Juhan-Vague, I. 2008. Metabolic syndrome, haemostasis and thrombosis. Thromb Haemost, Vol. 99, No. 6. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Anam, MS., Mexitalia, M., Widjanarko, B., et al. 2010. Pengaruh intervensi diet dan olah raga terhadap indeks massa tubuh, lemak tubuh, dan kesegaran jasmani pada anak obes. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 1. Ansar, Jafar,N., Citrakesumasari. 2011. Pola makan dan aktifitas fisik dengan kejadian sindroma metabolik pasien rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1, No.1. Boyle, AM, & Long, S. 2010. Personal Nutrition 7 Ed. Belmont : Wadswoth Cengange learning. Chan, S.P. 2005. Metabolic syndrome. JAFES, Vol 23, No.14. Christopher, D, Bryne, & Wild, SH . 2005. The Metabolic Syndrome. The Atrium Southern Gate Chichester West Sussex : Jhon Willey & Sons. Cuspidi, C., Sala, C., Zanchetti, A. 2008. Metabolic syndrome and target organ damage: role of blood pressure. Expert Rev Cardiovasc Ther, Vol. 6, No.5. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Dahlan, M.S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Ed 3. Jakarta : Salemba Medika. Danone Institute. 2009. Gizi Seimbang. Danone Institute. Dikases pada 2 Mei 2013, di http://www.danonenutrindo.org/tentang_gizi_seimbang.php. 105 Dawiesah, I. S. 1989. Petunjuk Laboratorium Penentuan Nutrien Dalam Jaringan dan Plasma tubuh. Yogyakarta : PAU pangan dan gizi UGM. Deerochanawong, C. 2005. Metabolic syndrome in the Thai population. JAFES, Vol. 23 No. 15. Dellios, G. 2005. Epidemiology of metabolic syndrome in Europe. European Society of Cardiology. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2010. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rajawali Press. Depkes RI. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta : Litbangkes Depkes RI. Dwipayana, M.P., Suastika, K., Saraswati, I.M.R., et al. 2011. Prevalensi metabolic syndrome pada populasi penduduk Bali, Indonesia. Jurnal Penyakit Dalam, Vol. 12, No.1. Goldbacher, E.M., Matthews, K.A. 2007. Are psychological characteristics related to risk of the metabolic syndrome? A review of the literature. Ann Behav Med, Vol. 34, No. 3. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Harits, S., dan Tambunan, T. 2009. Hipertensi pada metabolic syndrome, Sari Pediatri, Vol. 11, No.4. Hsing, A.W., Sakoda, L.C., Chua, S.Jr. 2007. Obesity, metabolic syndrome, and prostate cancer. Am J Clin Nutr, Vol.86, No. 3. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Ilanne-Parikka, P., Laaksonen, E.D., Eriksson, J.G., et al. 2010. Leisure-Time Physical Activity and The Metabolic Syndrome In The Finnish Diabetes Prevention Study. Diabetes Care, Vol. 33, No. 7. International Diabetes Federation. 2006. The IDF Consensus Worldwide Definition on The Metabolic Syndrome. Brussels : International Diabetes federation. IPAQ. 2005. Guidelines for Data Processing and Analysis of the International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Diakses pada 04 Februari dari https://sites.google.com/site/theipaq/scoring-protocol. 106 Jafar, N. 2011. Metabolic Syndrome. Makasar : Program studi Gizi Universitas Hasanudin. Kamso, S. 2007. Body Mass Index, Total Cholesterol, and Ration Total to HDL Cholesterol were Determinants of Metabolic Syndrome in The Indonesian Elderly. Med J Indones, Vol. 16, No.3. Kasiman, S, 2011. Pengaruh Makanan Pada Sindrom Metabolik. Jurnal Kardiologi Indonesia, Vol.32, No.1. Kotronen A, Yki-Jarvinen H. 2008. Fatty liver: a novel component of the metabolic syndrome. Arterioscler Thromb Vasc Biol, Vol. 28, No. 1. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Laaksonen, D.E., Lakka, H.M., Salonen, J.T., et al. 2002. Low levels of leisure-time physical activity and cardiorespiratory fitness predict development of the metabolic syndrome. Diabetes Care, Vol. 25, No. 9. Mubarak, Rifqy. 2009. Hubungan Antara Kadar Kolesterol Total dengan Hipertensi Pada Kelompok Olahraga Umur Produktif di Kampus 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Muherdiyantiningsih, Ernawati, F.,Effendi, R., et al. 2008. Metabolic syndrome pada orang dewasa gemuk di wilayah Bogor. Panel Gizi Makanan, Vol. 38, No. 2. Dikases pada 9 Februari 2013, dari <http://www.pusat2.litbang.depkes.go.id/index.php>. Nasution, R.I., Setiati, S., Trisnohadi, H.B., et. al. 2006. Insulin resitence and metabolic syndrome in ederly women living in nursing homes. Acta Med Indones-Indones J Intern Med, Vol. 38, No. 1. Nesco Multicheck. 2009. Nesco Multiheck. Diakses pada 22 Juli 2013, dari http://www.nesco-medlab.com/nesco-multicheck.html Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Obunai, K., Jani, S., Dangas G.D. 2007. Cardiovascular morbidity and mortality of the metabolic syndrome. Med Clin North Am, Vol. 91, No. 6. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Pranoto, A., Kholili, U., Tjokroprawiro, A., et al. 2005. Metabolic syndrome as observed in Surabaya. Surabaya: Pusat Diabetes dan Nutrisi Divisi Endokrin Metabolik Bag-SMF Penyakit Dalam Dr. Soetomo FK Unair. 107 Rohman, S.M. 2007. Patogenesis dan terapi sindroma metabolik. Jurnal Kardiologi Indonesia,Vol. 28, No. 2. Sargowo, D. dan Andarini, S. 2011. The relationship between food intake and adolescent. Jurnal Kardiologi Indonesia, Vol. 32, No. 1. Serné, E.H., de Jongh, R.T., Eringa, E.C., et al. 2007. Microvascular dysfunction: a potential pathophysiological role in the metabolic syndrome. Hypertension, Vol. 50, No.1. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Siagian, A. 2010. Epidemiologi Gizi. Jakarta : Penerbit Erlangga. Stehouwer, C.D., Henry, R.M., Ferreira, I. 2008. Arterial stiffness in diabetes and the metabolic syndrome: a pathway to cardiovascular disease. Diabetologia, Vol. 51, No. 4. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 Soetardjo, S. 2011. Gizi Usia Dewasa in : Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Atmatsier et al (Ed). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Soewondo, P., Purnamasari, D., Oemardi, M., et al. 2006. Prevalence of metabolic syndrome using NCEP/ATP III criteria in Jakarta, Indonesia ; The Jakarta primary non-communicable disease risk factors surveillance 2006. Acta Med Indones-Indones Jurnal Internal Medicine, Vol. 42, No. 4. Soewondo, P. 2005. Prevalence of metabolic syndrome as defined by the ATP III, Asian modification of ATP III, WHO and IDF criteria in Depok population study. JAFES. Stern, M.P., Williams, K., Villalpando, C.G. et al. 2004. Does the metabolic syndrome improve identification of individuals at risk of type 2 diabetes and or cardiovascular disease?. Diabetes Care. Vol. 27. No. 11. Sudarminingsih, S., Lestarina, W., Susetyowati. 2007. Hubungan Pola makan dengan Sindroma Metabolik pada Karyawan PT. Unocal Oil Company di Offshore Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol. 4, No.2. Suhartono, T, et al. 2005. Prevalensi Sindrom Metabolik di Poliklinik Endokrin dan Poliklinik Jantung RS Dr. Kariadi dan di Pekajangan, Pekalongan. Naskah lengkap the metabolic syndrome (the MetS) anticipating life style related disease. Surabaya. 108 Sulistiyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sulviana, N. 2008. Analisis Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan Kadar Lipid Darah dan Tekanan Darah pada penderita jantung koroner. Skripsi. Bogor : IPB. Supariasa, I.D.N., Bakri, B., Fajar, I., et al. 2002. Penlitian Status Gizi. Jakarta : EGC. Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Umboh, A., et al. 2007. Hubungan antara resistensi insulin dan tekanan darah pada anak obese. Sari Pediatri. Vol. 8. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Glonalisasi. Jakarta : LIPI. Wardani, N. E. J. 2008. Aktivitas Fisik, Status Gizi, dan Produktivitas Kepala Keluarga Wanita Pemetik Teh di Perkebunan Teh Malabar PTPN VIII Bandung, Jawa Barat. GMSK IPB : Bogor. Wang, S.S. 2012. Metabolic syndrome. Eds. Ali, YS. Medscape Reference. Diakses pada 6 Januari 2013, di http://emedicine.medscape.com/article/165124 WHO. Factsheet : Cardiovascular Diseases. Updated March 2013, diakses pada 6 Maret 2013 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html. WHO. Factsheet : Diabetes. Updated March 2013, diakses pada 6 Maret 2013 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html. WHO. Factsheet : Physical Activity. Updated March 2013, diakses pada 6 Maret 2013 dari http://www.who.int/dietphysicalactivity/pa/en/index.html. Yogiantoro, M. 2006. Hypertension and Insulin Resistance. Dalam: Makalah lengkap The 6th Jakarta Nephrology & Hypertension course and symposium on hypertension. Pernefri. LAMPIRAN II KUESIONER PENELITIAN Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya “Muhammad Fahad” mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian tentang “ Hubungan Pola Makan dan Aktivitas fisik Terhadap Metabolic Syndrome pada Karyawan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak /Ibu untuk mengisi kuesioner ini. Kejujuran ibu/bapak dalam menjawab pertanyaan sangat saya harapkan. Identitas dan jawaban ibu akan saya rahasiakan. Atas perhatian dan kerja sama ibu, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Pernyataan Persetujuan Nama responden Tanda tangan Diketahui oleh Tanda tangan Penelitti A. Karakteristik Responden : 1. No. Responden : …………………………………… 2. Nama : …………………………………… 3. Jenis kelamin : L/P 4. Alamat : ……………………………………. 5. Telepone/Hp : …………………………………… 6. Usia : ………. tahun 7. Pendidikan : …………………………………… 8. Pekerjaan : …………………………………… B. Pertanyaan Khusus wanita 1. Apakah pada saat ini anda sedang mengalami masa menopause? a. Ya b. tidak C. Pertanyaan Terkait Metabolik Syndrome 1. Apakah anda sedang dalam pengobatan hipertensi ? a. Ya b. tidak 2. Apakah anda sedang dalam pengobatan hiperglikemik? a. Ya b. tidak 3. Apakah anda sedang dalam pengobatan dislipidemia? a. Ya b. tidak D. Pengukuran Metabolic Syndrome No 1 Jenis Karakteristik Lingkar perut (cm) Standard Beresiko bila: LP ≥ 90 cm (laki-laki) LP ≥ 80 cm (perempuan) 2 Tekanan darah TD. Sistolik ≥130 atau (mmHg) TD. 3iastolic ≥85 a. Sistol mmHg atau sedang b. Diastol dalam pengobatan hipertensi. 3 Kadar Gula Darah GDP ≥ 100 mg/dL Puasa (mg/dL) atau sedang dalam pengobatan hiperglikemik. 4 Kadar Kolesterol < 40 mg/dL (laki-laki) HDL (mg/dL) < 50 mg/dL (wanita) Atau sedang dalam pengobatan khusus lipid abnormal 5 Kadar Trigliserida ≥ 150 mg/ dL (mg/dL) atau pengobatan khusus terhadap lipid abnormal Kesimpulan : Hasil ukur Interpretasi KUESIONER FOOD RECALL 24 JAM (Tahap I) Waktu Makan Pagi/jam Selingan /jam Siang/ Jam Selingan / jam Malam/ jam Nama Makanan Jenis Bahan Makanan (termasuk bumbu) Jumlah yang dimakan Ketarangan Ukuran Tempat beli/ Rumah Berat merk Tangga (gram) makan, (URT) ukuran KUESIONER FOOD RECALL 24 JAM (Tahap II) Waktu Makan Pagi/jam Selingan (sejak pagi sampai siang)/jam Siang/ Jam Selingan (Sejak siang sampai malam)/ jam Malam/ jam Nama Makanan Jenis Bahan Makanan (termasuk bumbu) Jumlah yang dimakan Ketarangan Ukuran Berat Tempat Rumah (gram) beli/ merk Tangga makan, (URT) ukuran FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) N o Bahan makanan Karbohidrat Kompleks Nasi Roti gandum Kue-kue Biskuit Kentang Roti Putih Ubi Singkong Bihun Mie Instan Produk Hewani Ayam Ikan Sarden Ikan Asin Corned Udang Kambing Daging Sapi Sosis Jeroan Produk Nabati K. hijau K. kedelai K. merah K. tanah Sayuran Bayam Buncis Brokoli Kol B. putih Ketimun Tomat Seledri D. pepaya Wortel Kangkung 1x Sehari 2x 3x >3x Seminggu 14-6x 3x Sebulan 2-3x 3-4 x Setahun 1-3 x Tidak pernah N o Bahan makanan Buah-buahan Apel Duku Anggur Nanas Pisang Pepaya Alpukat Melon Kismis Mangga Semangka Susu Susu Sapi SKM Yoghurt Keju Es Krim Minyak Minyak Goreng Margarin Mentega Santan Lain-lain Garam Saos Kecap Penyedap Rasa Terasi Cuka Kopi Tea Soft drink Madu 1x Sehari 2x 3x >3 x Seminggu 1-3x 4-6x Sebulan 2-3x 3-4 x Setahun 1-3 x Tidak pernah AKTIVITAS FISIK Pertanyaan dibawah ini berkaitan dengan jumlah waktu yang Bapak/Ibu gunakan untuk beraktivitas fisik selama 7 hari sebelumnya. A. Aktivitas fisik berat yang telah Bapak/Ibu lakukan selama 7 hari sebelumya. Aktivitas fisik berat adalah aktivitas yang menggunakan tenaga fisik kuat sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya dan dilakukan sekurang-kurangnya selama 10 menit. 1. Selama 7 hari sebelumnya, berapa hari Bapak/Ibu melakukan aktivitas fisik berat, contohnya mengangkat barang berat (> 20 kg), senam aerobik, bersepeda cepat? __________hari seminggu Tidak ada aktivitas berat. Loncat ke soal nomor 3 2. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu gunakan untuk melakukan aktivitas fisik berat tersebut dalam sehari. __________jam _______menit sehari Tidak tahu/tidak pasti B. Aktivitas fisik sedang yang telah anda lakukan selama 7 hari sebelumnya. Aktivitas fisik sedang adalah aktivitas yang menggunakan daya fisik yang sedang sehingga membuat Bapak/ibu bernafas agak lebih kuat daripada biasanya dan dilakukan sekurang-kurangnya selama 10 menit. 1. Selama 7 hari sebelumnya, berapa hari Bapak/Ibu telah melakukan aktivitas fisik sedang, contohnya mengangkat beban ringan (< 20 kg), mengepel lantai, bersepeda laju sedang, atau bermain badminton? (tidak termasuk berjalan kaki). __________hari seminggu Tidak ada aktivitas fisik sedang. Lompat ke soal nomor 5 2. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu gunakan untuk melakukan aktivitas fisik sedang tersebut dalam sehari? __________jam________menit sehari Tidak tahu/tidak pasti. C. Berapa lama yang Bapak/Ibu yang telah gunakan untuk berjalan kaki selama 7 hari sebelumnya termasuk juga berjalan kaki di tempat kerja dan di rumah, berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain, dan berjalan kaki untuk rekreasi, berolahraga, bersenam, atau berjalan kaki pada waktu senggang. 1. Selama 7 hari sebelumnya, berapa harikah Bapak/Ibu telah berjalan kaki selama sekurang-kurangnya 10 menit dalam sehari? _________hari seminggu Tidak ada berjalan kaki. Lompat ke soal nomor 7 2. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu biasa gunakan untuk berjalan kaki dalam hari tersebut? __________jam___________menit sehari Tidak tahu/ tidak pasti D. Berapa lama waktu yang telah Bapak/Ibu gunakan untuk duduk pada hari kerja atau dalam rumah pada 7 hari sebelumnya. Termasuk juga waktu duduk yang dihabiskan duduk di tempat kerja, di rumah, waktu belajar dan pada waktu senggang termasuk duduk di meja, mengunjungi teman-teman, membaca, atau duduk atau berbaring sambil menonton televisi. 1. Selama 7 hari sebelumnya, berapa waktu yang telah Bapak/Ibu gunakan untuk duduk dalam sehari? ___________jam_________menit sehari Tidak tahu/tidak pasti Lampiran III (Output-Output Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS) 1. Gambaran Umur berdasarkan Jenis Kelamin Responden Case Processing Summary Cases Valid N Umur_Kat * jenis kelamin Missing Percent 40 N Total Percent 100.0% 0 N .0% 40 Umur_Kat * jenis kelamin Crosstabulation jenis kelamin perempuan Umur_Kat 0 Count % within Umur_Kat 1 Total 3 33 90.9% 9.1% 100.0% 4 3 7 57.1% 42.9% 100.0% 34 6 40 85.0% 15.0% 100.0% Count % within Umur_Kat Total 30 Count % within Umur_Kat laki-laki 0 = 30-64 th 1= ≥ 64 th 2. Gambaran Lingkar Perut Responden Statistics lingkar perut kategorik N Valid Missing 40 0 lingkar perut kategorik Cumulative Frequency Valid risk no risk Total Percent Valid Percent Percent 35 87.5 87.5 87.5 5 12.5 12.5 100.0 40 100.0 100.0 Percent 100.0% 3. Gambaran Tekanan Darah Responden Statistics TD kategorik N Valid 40 Missing 0 TD kategorik Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent risk 18 45.0 45.0 45.0 no risk 22 55.0 55.0 100.0 Total 40 100.0 100.0 4. Gambaran Gula Darah Puasa Responden Statistics GDP kategorik N Valid 40 Missing 0 GDP kategorik Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent risk 23 57.5 57.5 57.5 no risk 17 42.5 42.5 100.0 Total 40 100.0 100.0 5. Gambaran Kadar HDL Responden Statistics HDL kategorik N Percent Valid Missing 40 0 HDL kategorik Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent risk 13 32.5 32.5 32.5 no risk 27 67.5 67.5 100.0 Total 40 100.0 100.0 6. Gambaran Trigliserida Responden Statistics Trigliserida kategorik N Valid 40 Missing 0 Trigliserida kategorik Cumulative Frequency Valid risk Percent Valid Percent Percent 9 22.5 22.5 22.5 no risk 31 77.5 77.5 100.0 Total 40 100.0 100.0 7. Gambaran Metabolic Syndrome Responden Statistics sindrom metabolik N Valid Missing 40 0 sindrom metabolik Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent kasus 21 52.5 52.5 52.5 no kasus 19 47.5 47.5 100.0 Total 40 100.0 100.0 8. Gambaran Aktivitas Fisik Responden Statistics kategori aktifitas N Valid 40 Missing 0 kategori aktifitas Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent berat 18 45.0 45.0 45.0 sedang 22 55.0 55.0 100.0 Total 40 100.0 100.0 9. Gambaran Asupan Kalori Responden Statistics asupan kalori kategorik N Valid 40 Missing 0 asupan kalori kategorik Cumulative Frequency Valid normal Percent Valid Percent 33 82.5 82.5 82.5 lebih 7 17.5 17.5 100.0 Total 40 100.0 100.0 10. Gambaran Asupan Protein Responden Statistics asupan protein kategorik N Percent Valid Missing 40 0 asupan protein kategorik Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent normal 26 65.0 65.0 65.0 lebih 14 35.0 35.0 100.0 Total 40 100.0 100.0 11. Gambaran Asupan Karbohidrat Responden Statistics asupan karbohidrat kategorik N Valid 40 Missing 0 asupan karbohidrat kategorik Cumulative Frequency Valid normal 40 Percent Valid Percent 100.0 100.0 Percent 100.0 12. Gambaran Asupan Lemak Responden Statistics asupan lemak kategorik N Valid Missing 40 0 asupan lemak kategorik Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent normal 24 60.0 60.0 60.0 lebih 16 40.0 40.0 100.0 Total 40 100.0 100.0 13. Hubungan Asupan Kalori dengan Metabolic Syndrome Responden asupan kalori kategorik * sindrom metabolik Crosstabulation sindrom metabolik kasus asupan kalori kategorik lebih Count % within asupan kalori kategorik normal Count % within asupan kalori kategorik Total Count % within asupan kalori kategorik no kasus Total 7 0 7 100.0% .0% 100.0% 14 19 33 42.4% 57.6% 100.0% 21 19 40 52.5% 47.5% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) df a 1 .006 5.542 1 .019 10.365 1 .001 7.677 b Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test .009 Linear-by-Linear Association 7.485 b N of Valid Cases 1 .006 40 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.33. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value For cohort sindrom metabolik = kasus N of Valid Cases Lower 2.357 40 1.584 Upper 3.508 .006 14. Hubungan Asupan Lemak dengan Metabolic Syndrome Responden asupan lemak kategorik * sindrom metabolik Crosstabulation sindrom metabolik kasus asupan lemak kategorik lebih Count % within asupan lemak kategorik normal Total 3 16 81.2% 18.8% 100.0% 8 16 24 33.3% 66.7% 100.0% 21 19 40 52.5% 47.5% 100.0% Count % within asupan lemak kategorik Total 13 Count % within asupan lemak kategorik no kasus Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) 8.839a 1 .003 Continuity Correctionb 7.022 1 .008 Likelihood Ratio 9.357 1 .002 Pearson Chi-Square Fisher's Exact Test .004 Linear-by-Linear Association 8.618 N of Valid Casesb 1 .003 40 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.60. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for asupan lemak 8.667 1.904 39.442 2.438 1.321 4.499 .281 .098 .811 kategorik (lebih / normal) For cohort sindrom metabolik = kasus For cohort sindrom metabolik = no kasus N of Valid Cases 40 .003 15. Hubungan Asupan Protein dengan Metabolic Syndrome Responden asupan protein kategorik * sindrom metabolik Crosstabulation sindrom metabolik kasus asupan protein kategorik lebih Count % within asupan protein kategorik normal Count % within asupan protein kategorik Total Count % within asupan protein kategorik no kasus Total 10 3 13 76.9% 23.1% 100.0% 11 16 27 40.7% 59.3% 100.0% 21 19 40 52.5% 47.5% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .032 3.270 1 .071 4.808 1 .028 4.607 b Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases .046 4.492 1 .034 40 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.18. b. Computed only for a 2x2 table .034 Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for asupan protein kategorik (lebih / 4.848 1.080 21.758 1.888 1.096 3.252 .389 .138 1.102 normal) For cohort sindrom metabolik = kasus For cohort sindrom metabolik = no kasus N of Valid Cases 40 No Nama JK Umur BB TB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 M. D. S. S. R. M. S. S. K. L. B. E. S. N. A. Z. S. H. E. S. U. I. F. L H. S. E. I. J. U. Su. S. I. S. He. N. H. S. P. P. N. A. E. S. U. M. A. H. As. E. H. M. J V. S. N. A. S. A. R. Z. I. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 59 38 56 40 60 60 51 61 52 68 53 50 38 57 50 65 62 62 59 60 68 50 47 76 60 76 64 62 61 59 76 52 61 61 42 74 59 53 51 55 56.5 63.5 58.8 53.4 64.5 68.3 61.2 54.0 71.7 64.8 57.9 70.8 63.9 68.0 74.6 59.0 37.6 52.0 61.5 69.3 66.9 65.0 70.8 73.9 64.5 59.3 66.8 74.3 47.0 55.2 57.5 77.1 78.0 77.6 50.8 37.8 54.9 77.1 50.2 61.9 149.8 161.2 153.5 148.0 157.3 161.0 148.0 152.0 166.0 167.0 155.0 162.0 159.0 162.0 158.5 147.5 129.5 145.0 152.0 150.2 161.8 154.9 157.0 175.0 159.0 156.6 147.0 154.2 152.0 143.5 145.5 152.5 147.0 170.0 156.2 154.5 150.0 165.3 153.5 150.1 Keterangan LP HDL GDP Trig. TDS TDD O.K O.G O.H 87 66.5 88 53.2 95 52.0 83 49.5 103 53.7 95 56.3 84 60.0 95 70.2 78 49.4 86 58.8 91 52.3 85 47.7 90 42.4 97 56.8 89 75.2 96 65.1 85 34.6 92 41.7 84 49.1 105 60.6 103 69.3 87 54.0 101 48.0 84 35.8 90 54.6 87 77.2 96 61.6 105 47.7 80 51.7 103 36.7 90 30.9 109 47.8 101 59.7 100 49.5 84 58.0 79 61.3 82 80.4 100 38.0 80 53.9 100 65.6 Jumlah 88 88 89 93 97 122 91 88 99 113 104 124 105 97 111 97 104 93 105 104 129 130 97 139 96 140 113 80 106 127 105 125 96 109 88 113 96 118 112 101 47.6 65.9 183.2 32.7 80.3 193.8 178.8 71.2 154.8 78.4 71.6 189.4 97.6 140.9 97.6 101.4 64.9 105.3 58.2 170.7 87.5 89.4 83.7 129.3 237.5 103.4 129.3 65.9 93.8 224.0 146.2 137.0 73.6 141.8 167.8 59.6 67.3 68.3 51.0 146.6 110 90 130 120 130 130 100 100 120 110 110 120 100 130 120 130 110 120 140 120 130 120 120 150 140 150 130 150 120 120 140 110 125 140 120 110 120 140 120 120 70 70 90 70 85 90 70 75 80 70 70 80 80 80 90 100 80 80 100 90 70 80 80 100 100 110 85 85 80 80 100 70 80 100 80 80 80 90 80 80 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 LP HDL Trig. GDP TD Kat. 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 20 Kat 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 13 Kat. 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 16 Kat 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5 Kat. 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 16 MS 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 21 LP GDP TD LP LP LP LP GDP GDP HDL TRIG HDL TRIG TRIG TD HDL GDP TD LP HDL TD GDP TRIG TD GDP TRIG HDL 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 6 1 1 1 10 8 3 1 4 1 1 JK = Jenis Kelamin BB = Berat Badan TB = Tinggi Badan LP = Lingkar Perut Trig.= Trigliserida TDS= Tekanan Darah Sistolik TDD= Tekanan Darah Diastolik O.K= Obat Anti Kolesterol O.G = Obat Anti Gula Darah O.H = Obat Antri Hipertensi LP Kat.= Kategorisasi Lingkar Perut HDL Kat. = Kategorisasi HDL Trig. Kat = Kategorisasi Trigliserida GDP Kat.= Kategorisasi Gula Darah Puasa TD Kat. = Kategorisasi Tekanan Darah MS = Metabolic Syndrome No Nama JK Umur BB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 M. D. S. S. R. M. S. S. K. L. B. E. S. N. A. Z. S. H. E. S. U. I. F. L H. S. E. I. J. U. Su. S. I. S. He. N. H. S. P. P. N. A. E. S. U. M. A. H. As. E. H. M. J V. S. N. A. S. A. R. Z. I. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 59 38 56 40 60 60 51 61 52 68 53 50 38 57 50 65 62 62 59 60 68 50 47 76 60 76 64 62 61 59 76 52 61 61 42 74 59 53 51 55 57 63 59 53 64 68 61 54 72 65 58 71 64 68 75 59 38 52 62 69 67 65 71 74 64 59 67 74 47 55 57 77 78 78 51 38 55 77 50 62 BB Energi AKG koreksi 55 1798 55 2077 55 1750 55 1800 55 2051 55 1750 55 1948 55 1719 55 2281 62 2143 55 1841 62 2569 55 1800 55 2164 55 1750 55 1717 55 1750 55 1655 55 1750 55 1750 55 1600 55 1750 55 2315 62 2050 55 1750 55 1600 55 1750 55 1750 55 1495 55 1750 62 2050 55 1750 55 2482 62 2250 55 1661 55 1100 55 1750 62 2250 55 1596 55 1970 Keterangan JK = Jenis Kelamin BB = Berat badan AKG = Angka Kecukupan Gizi Kat = Kategorisasi Hasil Kat 806 632 1460 1907 1137 1233 947 1126 870 1248 940 1138 1210 1960 1224 777 1239 1147 1945 1733 1635 1899 1319 1395 1403 1486 1814 1740 895 1785 1514 1537 1585 1903 1262 1090 1776 1905 1256 1244 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 Protein Lemak Karbo Hasil Kat Hasil Kat Hasil Kat Koreksi Koreksi Koreksi 51 21 2 60 29 2 270 115 2 58 18 2 69 21 2 311 94 2 50 46 2 58 47 2 263 206 2 50 59 1 60 70 1 270 269 2 59 39 2 68 57 2 308 121 2 50 40 2 58 41 2 263 181 2 56 34.5 2 65 26 2 293 147 2 49 44.4 2 57 32 2 258 163 2 65 26.1 2 76 21 2 343 146 2 63 48.0 2 71 43 2 322 157 2 53 34.9 2 61 35 2 277 124 2 69 62.0 2 86 31 2 386 157 2 50 35 2 60 36 2 270 173 2 62 70 1 72 107 1 325 179 2 50 58.1 1 58 68 1 263 102 2 54 26.0 2 57 34 2 258 95 2 50 41 2 58 34 2 263 191 2 47 38.1 2 55 44 2 249 156 2 50 56 1 58 78 1 263 255 2 50 69 1 58 58 2 263 251 2 50 62 1 53 59 1 240 222 2 50 71 1 58 99 1 263 183 2 64 51.2 2 77 40 2 347 202 2 60 39 2 68 53 2 308 193 2 50 47 2 58 46 2 263 199 2 50 54 1 53 61 1 259 183 2 50 34 2 58 61 1 320 212 2 50 12 2 58 64 1 355 223 2 43 40.7 2 50 26 2 225 125 2 50 70 1 58 68 1 264 230 2 60 46 2 68 60 2 285 205 2 50 48 2 58 71 1 368 178 2 71 40.5 2 82 58 2 373 235 2 60 74 1 75 85 1 423 217 2 46 42.9 2 55 49 2 249 181 2 34 36.0 1 36 37 1 165 158 2 50 71 1 58 71 1 263 218 2 60 36 2 75 94 1 420 242 2 46 46.3 1 53 26 2 240 209 2 56 43.4 2 65 68 1 296 123 2 Food Frequency Questionaire Klub Senam Jantung Sehat No. Item Makanan Karbohidrat Kompleks 1 Nasi 2 Roti gandum 3 Kue 4 Biskuit 5 Kentang 6 Roti Putih 7 Ubi 8 Singkong 9 Bihun 10 Mie Instan Hasil Produk Hewani 1 Ayam 2 Ikan 3 Sarden 4 Ikan Asin 5 Corned 6 Udang 7 Kambing 8 Daging sapi 9 Telur 10 Sosis 11 Jeroan Hasil Protein Nabati 1 Tahu 2 Tempe 3 K.hijau 4 K.merah 5 K.tanah Hasil Sayuran 1 Bayam 2 Buncis 3 Brokoli 4 Kol 5 Ketimun 6 Tomat 7 D.pepaya 8 Wortel 9 Toge 10 Kangkung Hasil Buah-Buahan 1 Apel 2 Jeruk 3 Belimbing 4 Duku 5 Anggur 6 Nanas 7 Pisang 8 Pepaya R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R 9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 2 1 1 1 0.3 0.3 0.1 0.1 0 0 6 1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0 0 0.3 0 3 3 0.7 1 1 0.3 1 1 0.7 0.1 0.7 9 2 0 1 0.3 0.3 0.3 0 0 0 0.1 4 3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 5 1 0.3 0.3 0.3 1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.1 4 3 0.1 1 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 5 3 0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0 5 2 3 2 3 0.3 2 0.7 0 1 2 0.3 0.1 0.3 2 0.1 0 0.3 0.3 0.1 0 0.3 0.3 0.7 0.3 0.3 0 0.1 0 0.3 0 0.1 0 0.3 0 0.1 0 0.3 0 0 0.1 5 10 4 3 1 0.1 3 3 0.7 0.7 0.1 0 0.7 0.1 9 2 0 0.3 0.3 0.3 0.1 0 0.1 0 0.1 3 2 0.3 0.3 0.1 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 4 3 0.3 0.1 0.1 0.1 0.3 0.7 0.7 0.1 0.1 5 3 0 2 0 0.7 0.3 0.3 0.3 0 0 7 2 1 1 1 1 0.7 0.3 0.3 0.1 0 7 3 0.1 0 0 0.3 0.1 0.3 0.3 0 0 4 2 0.3 1 0.3 0.3 0 0.3 0 0.3 0.3 5 2 2 0.3 0.3 0.3 1 0.3 0.3 0.3 0.3 7 3 0.1 0.3 0.3 0.1 0.3 0.1 0 0 0.3 4 3 0 0.3 2 0.3 2 0.1 0.1 0 0.3 8 3 0.1 4 4 0.3 0.3 0.1 0.1 0 0.3 12 3 3 3 3 2 3 3 3 3 0.3 0.1 0 0.7 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 1 2 0.3 0.3 0.1 1 0.7 0.1 1 0.3 2 0.1 0.3 1 0.1 0.7 0.1 0.1 0.3 0.3 0 0.3 0.3 0.1 0.3 0.7 0.1 0.1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.1 1 0.3 0.1 2 0.1 0.7 0.3 0.1 0.1 0 0.1 0.1 2 0.1 0.1 0.3 0 0.1 0 0 0.3 2 0 0 0.1 0 0.1 0.3 0 0.3 2 0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.1 0.3 6 16 4 6 5 5 6 6 5 0.1 1 0 0.1 0 0.3 0.3 0.3 0.3 0 0 2 1 0.3 0 0.3 0 0 0.3 0.3 0.3 0.3 0 3 1 1 0.1 0.1 0 0.3 0.1 0.3 3 0.3 0 6 0.3 3 0 0.1 0 0.1 0 0.1 0.3 0 0 4 0.3 1 0 0.1 0.1 0.1 0 0.1 0.3 0 0.1 2 0.3 1 0 0.3 0 0.3 0 0.1 0.3 0 0 2 0.7 0.3 0.3 1 0.7 0.3 0.7 1 0.3 1 0.7 0.3 0 0 0 0.3 0.1 0 0.1 0 0 0 0.7 0.1 0 0 0 0 0.7 0 0.1 0.3 0 0.3 0 0 0.1 0 0 0 0 0 0.3 0 0 0.1 0 0.3 0.3 0.7 0.1 0.1 0.7 1 0 0 0.1 0 0.8 0 0 0 0.1 0 0 0 2 2 1 3 4 2 0.3 0.7 0 0.7 0.1 0.1 0 0.7 2 0 0 5 0.1 0.1 0 0.1 0 0 0.1 0.1 0.1 0.1 0 1 0.3 0.1 1 1 0.3 0.3 0.1 0.1 2 0.7 0.1 0 0 0 0 0 0 0.1 1 0.3 0 0 0 0 0 0.1 0 0 1 0.1 0 0 0 0 0 0.3 0 0.1 0 0.1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0 0.1 0 0 0.1 0 0 0 0.3 2 0 2 5 2 0.3 0.3 0 0.3 0 0.3 0 0 3 0 0 4 1 1 0 0 0.1 0.7 0 0.7 1 0.1 0 5 1 1 0 0.3 0 0.1 0 0.3 0.7 0.1 0 4 1 1 0.1 0.3 0 0.1 0.3 0.3 0.3 0 2 5 0.3 0 0.3 0.3 0.3 0.7 0.3 0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.1 0.1 0 0.1 0.1 0.1 0.1 0 0.1 0.3 0 0.3 0.1 0 0 0 0 0.1 0.1 0 0.3 0.7 0.1 0.3 0 0 0.3 0 0 0 0 0.1 0.3 0.1 0.3 0.1 0.7 0.7 0.3 1 0.3 0.3 0 0 0 0.3 0.3 0.1 0 0 0 0 0.1 0 2 1 2 3 2 2 0.3 0.3 0.3 0.1 0 0.3 0.1 0.3 0.3 0 0 2 0.3 0.7 0.1 0.1 0.1 0 0.1 0.1 0.3 0 0 2 0.3 1 0.3 0.1 0 0 0 0.3 2 0 0 4 1 1 0 0 0 2 0.7 0.7 0.7 0 0.7 3 0.1 0.1 0 0.1 0.1 0 0.7 0.3 0.3 2 1 0.7 0.3 0.3 2 1 0.1 0 0.1 0.3 0.3 0.1 0 0 0.3 0 0.7 0 0.3 0.3 0.1 2 1 1 5 2 0.3 1 1 1 0.3 0.3 0.7 0.3 0.7 0.3 0 1 1 1 0.3 0.3 0.7 0.3 0.7 0.3 0.7 0.5 0.1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.1 0.1 0 0.3 1 0 0.1 0.1 0 0.1 0 0.1 0 0.7 0.1 0 0.3 0.3 0 0.1 0.7 0.7 0.3 2 4 2 3 1 1 2 1 2 1 0.3 2 2 4 0.7 0.3 2 1 4 0.7 0.1 0.3 0.3 0.3 0.1 0 0 0 0.3 0 0.1 0.1 0.3 3 0.1 1 4 4 12 2 0.3 0.3 0.3 2 0.3 1 0.3 0.3 0.3 0.3 5 0.7 0.3 0.3 0.7 0.3 3 0.7 0.3 0.3 0.7 7 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0 0.3 0.3 0.1 1 0.3 0 0.1 0.3 0.1 0.3 0 0.3 2 0.3 0.3 0.3 0.1 2 0.1 0.3 0 0.1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.1 0 0 1 1 0.1 2 1 0.3 0 0 0.3 0 1 0.3 2 0.3 0.3 0.3 0 0.1 0 0.3 0.3 0 0.1 0 0.3 4 2 3 7 3 0 0.1 0.1 0.1 1 2 0.7 1 1 0 6 0 0.3 0 0.1 0.3 3 0.1 0.1 0.1 0 4 0.3 0.3 3 3 0.7 1 0.7 2 2 0.3 0.3 3 3 0.7 0.3 0.7 2 0.1 0 0.3 0.3 0.1 0.1 0 0.1 0.1 0.1 0 0 0.3 0 0 0.3 0 0.3 0 0 0 0.3 0 0.1 0.3 0.1 0.1 0.3 1 1 7 6 2 2 2 4 2 0.3 0.3 0.7 0 0.3 0.3 0 0.7 0.7 0.1 3 0.3 0.3 0.3 0 0 0.3 0.3 0.3 0.1 0 2 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 8 0.3 0.3 0.1 0 0.3 1 0 0.3 0.7 0.7 4 0.3 0.3 0.1 0.3 0.3 2 0.3 0.7 0.3 0 5 0.1 0.7 0.1 0.1 0 0.1 0.1 0.1 0.3 2 0.1 0.1 0.3 2 0.1 0.3 0 0 0 0 0 0 0 0 0.3 0.3 0 0 0 2 0 0.3 0.1 2 0.7 0.7 0.3 2 0.7 0.3 0.3 0.1 0.3 0.1 0.3 2 0.1 0.3 0.3 0.3 4 0 0.3 0.3 0.3 0 0.7 0 0.3 0.1 0.1 2 0.7 0.1 0.7 0.1 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 6 0.3 0.3 0.1 0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 2 2 1 2 1 0 0.3 0 0.1 0 0.1 4 2 0.3 0.3 0.3 0.1 0.3 2 0.1 0.3 0.3 0.3 4 0.3 0.3 0.1 0.3 0.1 1 0.3 0.7 0.3 0.1 3 0.1 0.7 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 1 0.7 1 0.1 0.3 0.1 0.3 0 0.1 0.3 0 0 0 0 0.1 0.1 0.1 0 0 0 0 0.7 0.1 0.1 0.1 0.1 0 0.3 0 0.1 0.1 0 0 0 0.7 1 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.7 1 0.1 1 0.3 0.3 0.1 0.1 0 0.7 0 0.1 0 0 0 0.1 0 0 0 0.7 0.1 0.7 0.1 1 0.3 0.3 0 0.3 0.1 1 1 1 0.3 0.3 0 0 0.3 0 0 0 0.1 2 3 0 1 0.3 0.3 0.8 0 0.3 0.1 0.1 6 2 0 2 1 2 1 1 1 0 0 10 0.3 0.3 0.7 0.3 1 1 0.3 1 0.7 0.7 6 0 0.3 0.3 0.7 0.7 0.7 0.1 0.7 0.7 0.1 4 3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.7 0.1 0.1 0.1 0.1 5 3 1 3 3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 12 2 0.7 1 1 0.3 2 0.3 0.3 0.3 0.7 9 0.3 0.3 0.3 0.3 1 2 0.3 0.3 0.1 0.3 5 2 0.3 0.3 0.1 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 4 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 1 0.3 1 0.3 0.3 4 0 0.3 0.1 0.3 0.3 3 0 0.3 0.1 0 4 0.3 3 0.1 3 0.1 0.1 0 0.1 0.3 0 0 7 0.3 0.7 0 0 0 0.1 0 0.3 0.3 0 0 2 0.3 0.3 0.8 0.8 0.8 0.3 0.1 0.3 0.3 0.3 0 4 0.3 0 1 1 0 0.3 3 1 1 3 0.1 2 0.1 0.1 2 0 0 0.1 0.1 0 0.1 0 0 0 0 0.3 0.3 0.1 0.3 0.3 0.1 0 0.1 0 0 0.3 0.1 0.1 0.3 0.1 1 0.3 0.3 1 0.3 0.1 0 0.1 0.3 0 0 0 0.1 0.1 0 3 6 3 4 6 0.7 2 0.3 3 1 0.3 0.7 2 0.3 3 1 0.3 0.1 0.1 0.1 0.1 0.3 0.1 0.3 0 0 0 0.1 0 0.3 0.1 1 0.3 1 1 2 4 2 6 3 2 0 0.3 0.1 0 0.3 2 0.3 0.3 0.3 0 4 0.1 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 2 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 1 0.3 0.3 0.1 0.3 3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 3 0.3 1 1 0.3 0 0.3 0.3 0.3 0 1 0.3 0 0.7 0.3 0.1 0 1 0.1 0 0.3 0.1 0.1 0 0.3 0.1 0 0.3 0 0.1 0.3 1 0.7 1 0.7 0.3 0.1 2 0.3 0.7 0.3 2 3 0.1 0.3 1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.1 2 0.3 0.3 0.3 0.7 0.1 0.1 0.3 1 0.3 0.3 0.7 0.3 0 0 1 0.7 0.3 0.7 0.3 1 6 8 4 3 6 5 0.1 0 1 0.1 3 0.3 0.7 0.3 0.3 0.1 1 0.3 3 0.3 0.7 1 0.1 0 0.3 0 0.7 0.3 0.1 1 0.1 0 0.3 0 0 0 0.1 0 0.1 0 0.3 0 0 0.1 0.1 0.3 0.1 0 1 0.3 0 0.7 0.1 0.3 0.3 0.1 1 0.3 1 1 0.3 0.3 0.3 0.3 0 0.3 3 0.7 0.3 0.3 0.1 1 0 0.1 0.1 0.1 0.3 1 0.1 0.3 0.1 0 0 0.1 0.3 0.3 0.1 1 1 0.1 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.3 0.1 1 0.3 0.3 3 0.1 0.3 2 0.3 0.3 0 0.3 0.3 0 0 0.1 0.1 2 0.1 0 0 0 0 0 0 0.1 0 0.3 0 0 0 0.1 0.3 0 0 0.1 0 0.3 0.1 0 0 1 0.1 0 0.7 0.1 0 0.3 0.1 0 0.3 0.3 1 0.3 0.1 0.3 2 1 0.3 0.7 0.3 1 1 0.1 2 0.1 2 1 0.7 0.7 0.1 0.1 0.3 0 0.1 0.3 1 1 0.1 0.3 0.1 0 0.1 0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 1 0.3 1 0.3 0.3 0.3 0.3 4 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 1 0.3 1 0.3 0.3 4 0.3 0.3 0.1 0 0.3 3 0.1 0.1 0.3 0.3 5 0.3 0.7 0.3 0 0.3 0.1 1 1 0.3 0.3 0.1 0 0.1 0.1 0 0 0.1 0.3 0.1 0 0.1 0 0.3 0.3 9 10 11 12 13 14 15 Alpukat Melon Kismis Mangga Semangka Salak Sirsak Hasil Susu dan Olahannya 1 Susu sapi 2 SKM 3 Yoghurt 4 Keju 5 Es krim Hasil Minyak 1 Minyak Goreng 2 Margarin/mentega 3 Santan Hasil Lain-lain 1 Gula 2 Garam 3 Saos 4 Kecap 5 Penyedap rasa 6 Terasi 7 Cuka 8 Kopi 9 Teh 10 Soft Drink 11 Madu Hasil 0 0.1 0 0.1 0.7 0.3 0 2 0.3 0.3 0.1 0.3 0.1 0.1 0.3 3 0.1 0.7 0 0.1 0.7 0.1 0.3 0 0.1 0.1 0.7 0.3 1 1 0.1 0.3 0 0.1 2 0 0.3 0.1 0.1 0.1 0 0 0 0.1 0 0.1 0 0.7 0.1 0 0 0 0.1 0 0.3 0.1 3 0.1 0.1 0.3 0.1 0.1 0 0.3 0.1 0.1 0.7 0.1 0.3 0.1 2 0 0.3 0.1 3 0.1 1 0 0.1 15 3 3 4 13 2 4 1 1 0.1 0 0.1 0.1 0.1 0 0.7 0 0.3 0.3 0.1 1 0.1 0.7 0.1 0 0 0 0.3 0.1 0 0 0 0.7 0 0 0.1 0 0 0 0 0 0.3 0.1 0.7 0.1 0.1 0 0 0 0.1 0.7 0.1 0.1 0 0.3 0.3 0 2 0 0 1 0 1 1 0.7 0.7 2.4 0.3 0.3 0.1 0.7 2 2 2 6 3 1 0 4 3 3 3 9 1 1 0.1 0.3 2 0 0.1 0 0.3 0 1 5.8 0.3 1 0 0.1 0.3 0 0.1 0.3 0.3 0.3 0.1 2.8 2 2 2 2 2 0 0 0 2 0 2 14 1 1 0.7 0.7 1 0 0.7 0 0.7 0 0.7 6.5 0.3 3 0.3 1 2 0.3 0 0.1 0.3 0.1 0.1 7.5 3 1 3 3 0.1 0.3 3 0.7 0.3 9 1.8 3.6 1 1 0 0.3 0.3 0.3 0 0.3 0.3 0 0 3.5 1 1 0.1 0.3 1 0.3 0.1 0 1 0 1 5.8 0.1 0.1 0 0.1 0.1 0 0 1 0.3 0 0.1 0.7 0 0.3 0 0 0 0 0 0 0.3 0 0.3 0.3 0.1 0 0.3 0 0.1 4 0 5 0.3 0.1 0 0 0.1 0.1 0.1 2 0 0 0 0.1 0 0 0.1 0 0 0 0 0.3 0.1 0.3 0 0.1 0.3 0.1 0.1 0.3 0 1 6 2 0 2 0 0 0 0 0 13 0.7 0.7 0 0.1 0.7 0.7 0.7 7 0.1 0.1 0.1 0.7 0.1 0.7 0.1 4 0.3 0.3 0.3 0 0.3 0.3 1 6 0 1 0.1 0.1 0.7 0.3 0.3 0.5 0.3 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.3 0 0.1 0.1 0.1 0 0 0.1 0 0.1 0.1 0.3 0.1 0 0 0 0 0.1 0.1 0.3 0 0.3 0 0.3 0.1 0 1 0.1 0.3 0.3 1 0.3 0.3 0 0 0 0 0.3 0 0.1 0 0.1 0.3 0.1 1 0 0.1 0.1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 3 0 1 1 1 3 0 0.3 0 0.3 1 3.6 0.7 1 1 3 1 3 0.3 0 0.3 3 1 0.3 0.3 1 0 0.7 1 0 0.7 0.3 0 0 2 0 0 0.3 1 0 0 0 0 1 0 8.7 8.6 5.6 2 1 3 2 1 1 1 0.7 0.1 0.3 0 0.3 0.1 0.1 0.3 3 2.3 3.8 2.2 1.6 1 1 0.1 0.7 0.7 0.7 0 0.7 1 0 1 6.9 1 1 0.1 0.3 1 1 0 0.3 0.3 0.1 0.1 5.1 1 3 0.7 0 0.7 0.1 0.1 0.1 3 0.3 0 9 2 1 0.1 0.3 1 0.3 0 0.1 1 0 0.1 5.9 1 2 0.3 0.3 0 0.3 0.3 0.3 2 0.3 0.1 6.9 1 2 2 2 0 0.1 0.3 2 0 0.3 2 0.1 1 2.4 4.3 4.1 0.3 1 0 0.3 0 0.3 0 0 0.3 0 0 2.2 1 3 0.3 0.3 0.3 0.1 0 0.1 1 0.1 0.3 6.4 1 3 1 3 0 0 1 0.3 1 2 1 2 1 0.1 0 0 1 1 0 0 1 0 8 11 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 1 0.1 4 0.3 0.3 0 0 0.3 0.3 0 2 0.3 0.3 0.1 0 0.3 1 0.3 0 0.3 0 0 0.3 0.3 0 0 0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.1 0 0 0.3 0 0.1 0 3 6 5 1 0 0 0 0 0 0 0 6 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 1 0.1 0.3 0 0.1 0.3 0.3 0 6 0.3 0.3 0 0.3 0.3 0 0.3 9 0.3 0 0.1 1 0.3 0.3 0.3 0 0.1 0.3 0.1 0 0 0 0 0.3 0 0 0 0 0.3 0.3 0.1 0 0.3 0.1 0 0 0.1 0.3 0.1 0 0 0 0.3 3 3 3 2 5 0 1 0 0.1 0 0 0.1 0 0.3 0 0.3 0.1 0.7 0 2 2 0.3 1 0 0.7 0.3 0.1 0.3 0.1 2 0 1 0 2 1 0 0.3 1 0.1 0.1 0 0.3 0 0 0 0.1 0.3 0 0 0 0 0 3 0.3 0 0.1 0.1 0 0 0.3 0 0 0 0 0.7 0.1 0 0.1 0 0.3 0.3 0 0.1 0 0.1 1 0 0 0 0 0.1 0.7 0 0.3 0.3 0 0 0.7 0 0.1 0.1 0.1 0 0.1 0 0.3 0.1 0.1 0.7 0.1 0 0.3 0.3 0 0.7 0.3 1 1 0 2 1 0 1 0 2 2 1 0 3 1 3 2 1 1 3 3 3 1 1 1 1 2 0.1 0.3 0.3 1 0.3 0.1 0.3 0.3 0.3 3 4.3 5.1 3.4 1.6 1.6 1 2 1 1 3 3 2 1 1 0.3 0 0.1 0.1 0.1 1 0.7 0.3 0.1 0.3 0.1 0.1 3 3.7 1.6 1.1 3.4 3.2 2.2 1 2 0 3 1 1 3 1 2 3 3 1 1 0 0 0.7 2 0.3 1 0.3 3 1 1 2 0.3 1 0.3 3 1 0 1 3 1 1 3 1 0 0.3 2 0.3 1 3 1 0 0 0 0.3 0.3 0 0 0 0.3 0.3 1 0 3 1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 3 1 0 0 0 0.3 0.1 0.3 1 1 0.3 0.3 0.3 0.1 0.1 9 7 9.2 13 7.5 5.4 21 0.3 2 2 0.3 2 2 0.1 0.7 0.7 0 0.7 11 1 2 0.3 0.3 0 0.3 0.3 0.3 1 0.3 0.1 5.9 1 3 0 0.1 0 0.3 0 0 0.1 0 0 4.5 1 3 0.1 0.1 0 0.1 0 0 1 0.1 0 5.3 2 1 3 2 0.1 0 0.3 1 0.3 1 0.1 1 0 0 2 0 1 3 0 0.1 0 0.1 8.8 9.2 4 1 1 2 3 3 3 3 4 0.1 0.7 2 0.1 0.3 0.3 0.1 4 0.7 0.3 0.7 0.3 3 1 0.3 12 1.8 2 4.7 3.4 6.3 4.3 3.4 4 4 0.1 0.1 4 0.1 0.1 1 4 1 1 19 1 1 0.3 0.3 1 0.1 0 0.3 0.7 0.1 0.3 5.1 2 2 2 1 2 3 2 3 3 3 0.3 2 0.1 0.3 0 0.3 2 0.1 1 1 0 0.1 3 3 0 0.3 1 0 0.3 0.3 0.3 0 0 0.1 0.1 0 0.7 1 0.3 0 1 0.7 0.3 3 1 0 0 0 0.3 0.3 0.7 1 0.1 1 1 7.9 11 9.6 13 8.7 2 3 0.1 0.1 3 0 0 1 0.3 0 0.1 9.6