BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekerasan merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kekerasan merupakan suatu fenomena krisis moral. Krisis yang didapat
dari berbagai macam tekanan hidup. Suatu krisis yang bisa menjadi barometer
kegagalan membangun karakter diri para remaja dan masyarakat. Banyak sekali
kasus kekerasan di kalangan remaja. Kekerasan antar teman sebaya atau yang
biasa dikenal dengan bullying merupakan suatu tindak kekerasan fisik maupun
psikologis yang dilakukan seseorang atau kelompok, yang dimaksudkan untuk
melukai, membuat takut atau membuat tertekan seseorang yang dianggap lemah,
yang biasanya secara fisik lebih lemah, minder dan kurang mempunyai teman,
sehingga tidak mampu untuk mempertahankan diri.
Perilaku bullying dari waktu ke waktu terus menghantui anak-anak
Indonesia, alasannya sering kali tidak jelas. Kasus bullying yang sering dijumpai
adalah dengan menggunakan kedok perpeloncoan, penggemblengan mental, aksi
solidaritas dan juga senioritas. Terjadinya kekerasan antar sebaya semakin
menguat, mengingat adanya factor pubertas dan krisis identitas yang normal
terjadi pada masa perkembangan remaja. Dalam rangka mencari identitas dan
ingin eksis, biasanya remaja gemar membentuk geng. Di temukan fakta seputar
bullying berdasarkan survei yang dilakukan oleh Latitude News pada 40 negara.
Salah satu faktanya adalah bahwa pelaku bullying biasanya para siswa atau
mahasiswa laki-laki. Sedangkan siswi atau mahasiswi lebih banyak menggosip
ketimbang melakukan aksi kekerasan dengan fisik. Dari survei tersebut juga
1
Universitas Sumatera Utara
terdapat negara-negara dengan kasus bullying tertinggi di seluruh dunia. Dan
faktanya Indonesia masuk di urutan ke dua. Lima negara dengan kasus bullying
tertinggi pada posisi pertama ditempati oleh Jepang, kemudian Indonesia, Kanada,
Amerika Serikat, dan Finlandia. (sumber:http://uniqpost.com/50241/negaranegara-dengan-kasus-bullying-tertinggi-indonesia-di-urutan-ke-2/).
Kasus bullying dapat terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan sekolah,
tempat bermain, di rumah, di jalan, dan di tempat hiburan. Sesuai dengan data
yang diperoleh dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, jumlah anak yang
menjadi pelaku kekerasan (bullying) disekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus
pada tahun 2014 menjadi 79 kasus di tahun 2015. (data KPAI, Bullying 2015)
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irvan
Usman pada tahun 2013. penelitian ini mengangkat bagaimana pengaruh
kepribadian, komunikasi, kelompok teman sebaya dan iklim sekolah pada perilaku
bullying siswa menunjukkan bahwa peran kelompok teman sebaya terbukti
berpengaruh negatif terhadap perilaku bullying pada siswa SMA di kota
Gorontalo. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perilaku bullying disebabkan
oleh tekanan dari teman sebaya agar dapat diterima dalam kelompoknya.
Kelompok teman sebaya adalah sekelompok teman yang mempunyai ikatan
emosional yang kuat dan siswa dapat berinteraksi, bergaul, bertukar pikiran, dan
pengalaman dalam memberikan perubahan dan pengembangan dalam kehidupan
sosial dan pribadinya. baik komunikasi interpersonal yang dibangun remaja
dengan orangtuanya, semakin besar peran kelompok teman sebaya untuk
mengajak temannya dalam menerapkan norma-norma positif yang ada dalam
mayarakat serta semakin kondusif iklim di sekolah maka semakin rendah perilaku
2
Universitas Sumatera Utara
bullying pada siswa SMA di Kota Gorontalo. Lokasi penelitian ini dilakukan pada
SMA di Gorontalo.
Begitu pula dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dara Agnis
Septiyuni pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Kelompok Teman Sebaya
Terhadap Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah”. Hasil dari penelitian ini adalah
Berdasarkan hasil analisis koefisien korelasi, terdapat hasil pengujian yang
menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara variabel kelompok teman
sebaya dengan variabel perilaku bullying adalah hubungan yang positif dan
signifikan dengan nilai korelasi sebesar 0,360 dan ρ < 0,05 artinya kelompok
teman sebaya berpengaruh terhadap terjadinya perilaku bullying siswa di sekolah,
dengan kontribusi pengaruh sebesar 13%. Penelitian ini di lakukan pada SMA
Negeri di Kota Bandung.
Bullying seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan anak-anak di zaman sekarang ini. Maraknya aksi kekerasan atau
bullying yang dilakukan oleh siswa di sekolah semakin banyak menghiasi deretan
berita di halaman media cetak maupun elektronik. Berikut beberapa kasus
Bullying yang terjadi dikalangan siswa dan terjadi di lingkungan sekolah.
3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1.
Kasus Bullying yang pernah terjadi dikalangan siswa
No. Kasus Bullying
Bentuk Perilaku
1.
Menjadi korban ejekan -mengejek
teman-teman sekelasnya.
2.
Beberapa siswa kelas 10
di
bully
seniornya
dikarenakan
terlihat
sedang menonton konser
DJ (disc Jockey)hingga
larut malam.
3.
Seorang siswi TK (Taman
Kanak-Kanak)
menjadi
korban bullying teman
sekelasnya
yang
merupakan siswa laki-laki
dengan 2 orang temannya.
4.
Sonya depari menjadi
korban bullying ketika
acara coret-coret Setelah
ujian nasional membentak
powlan yang menegurnya.
5.
- membentak dan
menghina.
- memaksa orang
lain
untuk
menghisap rokok.
- disiram.
dipaksa
menggunakan bra
diluar pakaian.
bekal
yang
dibawa
diambil
secara paksa dan
dinjak-injak.
- mengambil uang
saku
korban
dengan paksa
- dihina di media
sosial.
- dihina melalui
bentuk
gambar
dengan
ditambahkan katakata
yang
menjatuhkan
Dampak Sosial
Korban bully menjadi
pribadi yang pendendam
dan nekat melakukan
tindak kejahatan yakni
membakar ruang kelas.
Korban bullying menjadi
takut dan trauma dengan
tindakan yang dilakukan
seniornya. Dan senior
yang merupakan pelaku
tindakan bullying tidak
diluluskan dari sekolah
dan dipaksa pindah
kesekolah lainnya.
- siswa tk yang menjadi
korban bullying menjadi
siswa yang takut untuk
berteman dengan orang
lain.
Tindakan sonya yang
membentak
seorang
polwan
dianggap
tindakan yang tidak
sopan.
Masyarakat
memberikan komentar
yang
negatif
dan
menyayangkan tindakan
tidak
sopan
yang
dilakukan sonya.
Siswa kelas 5 SD trisula -dipukul dibagian Tindakan yang dilakukan
perwari dikeroyok oleh tangan.
para pelaku merupakan
teman-temannya
yang -ditunjang dibagian tindakan kekerasan yang
meminta uang sebesar perut.
tidak dapat di toleransi.
2000 rupiah tetapi korban
Tindakan
kekerasan
tidak memberikannya.
yang dilakukan pada jam
belajar-mengajar sedang
berlangsung
menjadi
trauma tersendiri pada
korban.
4
Universitas Sumatera Utara
Beberapa kasus Bullying diatas menunjukkan bahwa tindakan-tindakan
kekerasan begitu mudah kita temukan dimanapun bahkan dilingkungan sekolah.
Hal ini dapat menjadi keprihatinan tersendiri karena sekolah merupakan
lingkungan untuk melaksanakan sistem belajar-mengajar, dan lingkungan yang
akan menghasilkan generasi-generasi yang baik dari pemikiran maupun dari
perilaku. Dapat dilihat bahwa tindakan bullying akan memberikan dampak negatif
baik itu untuk korban maupun pelaku. Selalu ada pihak yang akan dirugikan
ketika tindakan bullying terjadi. Masyarakat menyayangkan terjadinya kasus
bullying pada kalangan siswa di lingkungan sekolah. Dimana orangtua siswa
mempercayakan anaknya kepada pihak sekolah untuk mengajarkan hal-hal baik
yang tidak mereka dapatkan dirumah. Tetapi sebaliknya sekolah malah dijadikan
tempat siswa melakukan tindakan kekerasan. Tanpa ada pengawasan dari pihak–
pihak yang terkait dilingkungan sekolah.
Pada dasarnya pelaku bullying tidak memperhitungkan alasan mengapa
mereka melakukan bullying tersebut. Terkadang pelaku hanya mencari alasan
yang dapat diterima atas tindakan yang ia lakukan, misalnya untuk mendisiplinkan
adik kelas atau korban, tetapi perilaku tersebut berlangsung selama periode yang
cukup lama dan membuat korban mengalami luka fisik ataupun luka psikologis.
Perilaku bullying memiliki dampak negatif di segala aspek kehidupan (fisik,
psikologis maupun sosial) individu, khususnya remaja (Sejiwa, 2008). Sehingga
hal tersebut akan terus mempengaruhi perkembangan mereka selanjutnya. Para
ahli menyatakan bahwa school bullying merupakan bentuk agresivitas antarsiswa
yang memiliki dampak paling negatif bagi korbannya (Wiyani, 2012:16). Hal ini
disebabkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan di mana pelaku yang berasal
5
Universitas Sumatera Utara
dari kalangan siswa atau siswi yang merasa lebih senior atau memiliki nilai lebih
baik itu kekuatan fisik maupun ekonomi melakukan tindakan tertentu kepada
korban, yaitu siswa-siswi yang lebih junior yang cenderung merasa tidak berdaya
karena tidak dapat melakukan perlawanan.
Dampak lain yang dialami oleh korban bullying adalah mengalami
berbagai macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah
dimana korban akan merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, serta tidak berharga.
Penyesuaian sosial yang buruk dimana korban merasa takut ke sekolah bahkan
tidak mau sekolah, menarik diri dari pergaulan, bahkan berkeinginan untuk bunuh
diri. Menurut Rigby (Wiyani, 2012:18) bahwa hasil penelitian menunjukkan siswa
yang menjadi korban akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut
datang ke sekolah sehingga absensi mereka tinggi dan tertinggal pelajaran,
mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan kesehatan
mental maupun fisik mereka terpengaruh baik itu dalam jangka pendek maupun
panjang. Dengan kata lain, bullying di sekolah merupakan gejala yang berdampak
buruk pada pelajar yang terlibat bullying, baik sebagai pelaku dan korban. Bahkan
dampak tersebut dapat membuat korban menjadi pelaku bullying apabila terjadi
siklus kekerasan (Adilla, 2009:58).
Lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi sarana utama untuk
membentuk pribadi yang baik, bersosialisasi, mengaktualisasikan diri dan mampu
berkembang dalam lingkungan sosialnya baik dengan keluarga, teman sebaya dan
masyarakat. Pada kenyataannya dijadikan tempat siswa melakukan tindakan
bullying. Sekolah atau lembaga pendidikan merupakan salah satu bagian dari agen
sosialisasi yang memiliki peran dalam pembentukan dan perkembangan
6
Universitas Sumatera Utara
kepribadian anak (siswa) baik dalam cara berfikir, bersikap, maupun cara
berperilaku.
Usia 12-18 tahun merupakan usia siswa sedang mengalami tahap
perkembangan dimana individu masih mencari identitas diri. individu dihadapkan
dengan berbagai pertanyaan yang menyangkut keberadaan dirinya (siapa saya?),
masa depannya (akan menjadi apa saya?), peran-peran sosialnya (apa peran saya
dalam keluarga, masyarakat?). Hal itu dikarenakan pada masa remaja berkembang
“social cognitive”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain sebagai
individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai maupun
perasaanya. Pemahaman ini mendorong individu untuk menjalani hubungan sosial
yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya) baik dalam jalinan
persahabatan maupun percintaan.
Kelompok sebaya atau kelompok bermain merupakan lingkungan
sosialisasi yang memiliki peran yang cukup penting dalam pembentukan
kepribadian individu itu sendiri dan saat terjadinya perubahan struktur di dalam
masyarakat. Kelompok sebaya dapat diartikan sebagai sekumpulan orang
(sebaya/seumuran) yang mempunyai perasaan serta kesenangan yang relatif sama.
Kelompok teman sebaya itu sendiri biasanya terbentuk di lingkungan terdekat
remaja seperti di sekolah.
Kelompok sebaya terbentuk karena adanya kesamaan tujuan atau ideologi
antar sesama siswa yang tergabung ke dalam suatu kelompok tersebut. Selain itu
terbentuk karena adanya kebutuhan remaja, sebagai wadah untuk menunjukkan
eksistensi diri. Faktor pembentuk kelompok sebaya pada kalangan remaja juga di
7
Universitas Sumatera Utara
sebabkan oleh kebutuhan sosialnya, yang paling menonjol antara lain kebutuhan
untuk dikenal dan kebutuhan untuk berkelompok (Willis, 2008, hlm. 51) .
Dalam hubungan persahabatan, remaja memiliki teman yang memiliki
kualitas psikologis yang relative sama dengan dirinya, baik menyangkut interens,
sikap, nilai dan kepribadian. Pada masa ini juga berkembang sikap “comformity”,
yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman sebaya). Remaja
cenderung ingin dianggap berpengaruh didalam sebuah kelompok teman sebaya.
Remaja juga mempunyai dorongan kebutuhan untuk dikenal biasanya tampak
pada kecenderungan remaja untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat
menarik perhatian orang lain termasuk berkelompok-kelompok sebagai bentuk
aktualisasi diri (Willis, 2008:51).
Pengaruh kelompok teman sebaya yang kuat pada remaja dapat
ditunjukkan dari hasil penelitian Pratiwi S (2008) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku menyimpang pada remaja khususnya siswa di sekolah,
bahwa faktor yang paling kuat dalam masalah perilaku menyimpang siswa adalah
kelompok sebaya dari siswa tersebut yang juga melakukan perilaku menyimpang.
Dalam hal ini keterikatan antara remaja dengan kelompok teman sebayanya
sangatlah erat.
Mengkaji persahabatan di kalangan teman sebaya, banyak hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor utama untuk menentukan daya tarik hubungan
interpersonal diantara para remaja pada umumnya adalah adanya kesamaan dalam
minat, nilai-nilai pendapat, dan sifat-sifat kepribadian. (Yusuf, 2004:60)
menjelaskan dalam bukunya mengenai hasil penelitian oleh Hans Sabald bahwa
8
Universitas Sumatera Utara
“teman sebaya lebih memberikan pengaruh dalam memilih cara berpakaian, hobi,
perkumpulan (club) dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya”. Sementara itu beberapa
penelitian mengindikasikan bahwa dalam pergaulan dengan teman sebaya tidak
hanya berdampak positif saja melainkan berdampak negatif. Menurut Yusuf
(2004:61) bahwa “hasil penelitian Healy dan Browner menemukan bahwa 67%
dari 3000 anak nakal di Chicago ternyata mendapat pengaruh dari teman
sebayanya”. Dampak negatif peer group bagi remaja bermacam-macam
diantaranya perilaku menyimpang seperti merokok, penggunaan kata-kata kasar,
perkelahian pelajar, dan perilaku bullying kepada sesama pelajar di sekolah.
Bullying termasuk pada tindakan juvenile deliquency. Juvenile deliquency dapat
diartikan sebagai tindakan seorang anak yang berada pada fase-fase usia remaja
yang melakukan pelanggaran terhadap norma-norma hukum, sosial, susilaan
agama (Sudarsono, 2008:14).
Banyaknya kasus bullying yang terjadi di sekolah ada hubungannya
dengan peran kelompok teman sebaya atau hubungan pertemanan yang cukup
kuat dalam perkembangan kepribadian dan perilaku remaja. Bullying dikenal
sebagai masalah sosial yang terutama ditemukan di kalangan anak anak sekolah.
Hampir setiap anak mungkin pernah mengalami suatu bentuk perlakuan tidak
menyenangkan dari anak lain yang lebih tua atau lebih kuat (Krahe, 2005).
Kebanyakan perilaku bullying terjadi secara tersembunyi dan sering tidak
dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang.
Dapat dikatakan kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang
nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja. Jika tidak ditangani secara
tepat dari akar persoalannya masalah bullying akan terus terjadi. Dalam masalah
9
Universitas Sumatera Utara
bullying tentunya berbagai pihak memiliki tanggung jawab atas kelangsungan
hidup anak, karena anak-anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh negara,
orang tua, guru, dan masyarakat. Oleh sebab itu peneliti sangat tertarik untuk
meneliti lebih dalam mengenai bentuk perilaku bullying yang terjadi di kalangan
siswa SMA dan faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya perilaku
bullying.
1.2. Rumusan Masalah
Perkembangan sosial remaja merupakan tahap perkembangan dimana
individu masih mencari identitas diri, Hal ini mendorong individu untuk
menjalani hubungan sosial yang lebih akrab baik dalam jalinan persahabatan
maupun percintaan. Kelompok bermain adalah lingkungan sosialisasi yang
memiliki peran dalam pembentukan kepribadian individu itu sendiri. Remaja
mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak anggota kelompok sebayanya,
nilai ini didasarkan pada kesepakatan anggota kelompok. Salah satu permasalahan
yang sering dihadapi remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah
munculnya perilaku bullying. Bullying dikenal sebagai masalah sosial yang
terutama ditemukan di kalangan anak sekolah.
Melalui penelitian ini, penulis mencoba menelaah bagaimana perilaku
bullying (tindakan kekerasan) yang terjadi di kalangan siswa SMA Sinar Husni
Medan, dan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan teori sosiologi.
Berdasarkan pembahasan latar belakang masalah yang telah di jelaskan, maka
penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana hubungan pertemanan mempengaruhi perilaku bullying ?
10
Universitas Sumatera Utara
2. apa faktor penyebab terjadinya perilaku bullying ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah:
1. Untuk mengetahui adakah korelasi antara hubungan pertemanan dengan
perilaku bullying.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya
perilaku bullying.
1.4. Manfaat penelitian
Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat baik untuk diri
sendiri ataupun orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan konstribusi
baik secara langsung ataupun tidak langsung bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan kepustakaan Departemen Sosiologi khususnya untuk
menambah kajian tentang tindakan bullying.
2. Manfaat
praktis,
diharapkan
penelitian
ini
dapat
meningkatkan
kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah dan dapat menjadi
bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya, agar diharapkan dapat
memberikan sumbangan kepada masyarakat tentang perilaku bullying
yang terjadi di kalangan siswa SMA.
11
Universitas Sumatera Utara
1.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara yang masih harus
dibuktikan kebenarannya. Sugiyanto (2004) menjelaskan hipotesis adalah dugaan
sementara mengenai sesuatu hal yang perlu diuji kebenarannya. Dengan kata lain
hipotesis juga dapat dikatakan sebagai kesimpulan sementara dari suatu hubungan
variabel dengan variabel lainnya sehingga hipotesis dapat dikatakan sebagai suatu
perkiraan ataupun dugaan yang melekat pada variabel yang bersangkutan. Secara
teknis, hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai populasi yang
akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian.
Di dalam perumusan hipotesis pada penelitian ini menggunakan hipotesis
dua arah yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis nol. Dimana hipotesis menjadi
benar jika hipotesis alternatif terbukti kebenarannya. Maka dari itu, ada pun yang
menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho: Tidaknya adanya hubungan pengaruh pertemanan terhadap perilaku bullying
di kalangan siswa SMA..
Ha: Adanya hubungan pengaruh pertemanan terhadap perilaku bullying
di
kalangan siswa SMA.
1.6. Defenisi konsep
Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk
mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi abstrak
mengenai gejala, realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan
suatu gejala (Moleong,1997:67). Di samping mempermudah dan memfokuskan
penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindak
12
Universitas Sumatera Utara
lanjuti penelitian tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat
kesalahan penafsiran dalam penelitian. Untuk menjelaskan maksud dan pengertian
konsep-konsep yang terdapat dalam penelitian ini, maka dibuat batasan-batasan
konsep yang dipakai sebagai berikut:
1. Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari individu seperti berjalan,
berbicara, tertawa, bekerja, dan sebagainya, yang dapat di amati secara langsung
maupun yang tidak dapat di amati oleh pihak luar.
2. Bullying (Perilaku Kekerasan)
Bullying merupakan suatu bentuk ekspresi, aksi atau perilaku kekerasan
yang dilakukan seseorang atau sekelompok terhadap seseorang yang tidak mampu
mempertahankan diri. Dimana ada hasrat untuk melukai, menakuti atau membuat
orang tertekan, trauma dan tidak berdaya. Bullying biasanya dilakukan berulang
sebagai ancaman atau paksaan terhadap orang lain yang jika dilakukan terus
menerus akan menimbulkan trauma.
3. Pertemanan
Pertemanan adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang
menunjukkan perilaku kerjasama dan saling mendukung antara dua atau lebih
entitas sosial. Pertemanan memang berbeda tingkatannya dengan persahabatan,
terutama dalam cara berkomunikasi dan ikatan yang terbentuk.
4. Kelompok
13
Universitas Sumatera Utara
Kelompok adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama,
berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu tertentu dan jumlahnya tidak
terlalu banyak, sehingga setiap anggotanya saling mengenal satu sama lainnya,
dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut
5. Siswa (pelajar)
Siswa merupakan pelajar yang duduk di meja belajar strata sekolah dasar,
menengah pertama, maupun menengah atas, yang secara khusus diserahkan oleh
kedua orangtuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan disekolah
dengan tujuan meningkatkan potensi diri, menjadi manusia yang berilmu
pengetahuan, berketerampilan, berpengalaman, berkepribadian dan berakhlak
mulia.
1.7. Variable Penelitian
Variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan
penelitian. Sering pula dinyatakan variabel penelitian sebagai faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Suryabrata, 1995:72).
Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel bebas atau independent
variabel (X) dan variable terikat atau dependent variable (Y). Veriabel bebas yaitu
variabel yang mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat yaitu
variabel yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini penjabaran variabel sebagai
berikut:
X
=Variabel bebas yakni hubungan pertemanan
Y1
=Variabel terikat perilaku bullying
14
Universitas Sumatera Utara
Skema Variabel Penelitian
Variabel Bebas
(Hubungan
Perteman)
Variabel Terikat
(Perilaku Bullying)
1.8. Operasional Variabel
Defenisi operasional adalah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur
atau memanipulasi suatu variabel. Defenisi operasional memberikan batasan atau
arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk
mengukur variabel tersebut (Sarwono, 2006).
1.
Variabel bebas (X)
Variabel bebas sebagai pengaruh atau penyebab dari variabel lain.
Variabel bebas merupakan variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh
peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang di observasi
(Sarwono, 2006 : 54). Variabel X dalam penelitian ini adalah hubungan
Pertemanan, Adapun yang menjadi indikator variabel bebas dalam penelitian ini,
yaitu: 1. Kecocokan
2. Intensitas Interaksi
3. Kepercayaan
4. Kepedulian
2.
Variabel terikat(Y):
Variabel terikat adalah akibat dari variabel yang mendahuluinya, Variabel
terikat adalah variabel yang memberikan reaksi jika dihubungkan dengan variabel
15
Universitas Sumatera Utara
bebas. Variabel terikat adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk
menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas (Sarwono, 2006 : 54).
Variabel Y dalam penelitian ini adalah Perilaku Bullying, adapun yang menjadi
indikator variabel terikat dalam penelitian ini adalah :
1. Tindakan bullying fisik
2. Tindakan bullying verbal
3. Tindakan bullying non verbal
4. Tindakan cyberbullying
1.9. Bagan Operasional Variabel
Tabel 1.2.
Operasional Variabel
Jenis Variabel
Indikator
Skala
Kecocokan
Skala Rasio
Variabel X
Intensitas Interaksi
Skala Rasio
Hubungan Pertemanan
Kepercayaan
Skala Rasio
Kepedulian
Skala Rasio
Tindakan bullying fisik
Skala Rasio
Tindakan bullying verbal
Skala Rasio
Variabel Y
Tindakan bullying
non Skala Rasio
Perilaku Bullying
verbal
Tindakan cyberbullying
Skala Rasio
16
Universitas Sumatera Utara
Download