PENDAHULUAN Diare merupakan salah satu penyaki infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan beberapa negara berkembang. Penyakit ini masih sering menimbulkan Kejadian Luar B i s a (KLB) yang diindikasikan dengan tejadinya peningkatan kejadiin kesakitanlkematian kasus d i r e menjadi dua kali lipat atau lebih dibandingkan jumlah kesakiinlkematian karena diare yang biasa terjadi pa& kurun waktu sebelumnya (RSPI-SS 2005). Pada tahun 2006 diemukan beberapa kasus KLB diare di tndonesia seperti di Papua yang rnenyebabkan 157 orang meninggal (PPK Depkes RI 2006) dan di Tangerang jumlah penderita mencapai 1256 orang (Harian KOMPAS 30 Juni 2005). Moyenuddin et a/. (1989) malaporkan bahwa 56% dari 50 penderita KLB diare pada anak-anak di Amerika Serikat pada tahun f934-1987 disebabkan oleh E-richia odi enteropatogen (EPEC). Pada tahun 2003 Yatsuyanagi et a/. juga melaporkan bahwa 25% dari 36 penderita diare pada siswa (usia 12-14 tahun) di .Ispang pada tahun 2000 juga dkbakkan oleh WEC. Di indonesia, bakteri EPEC didapatkan pada 55% anak-anak penderita diire (Budiarti 1997). EPEC K1.l diketahui rnemiliki aktivitas proteotitik ekstraseluler tertinggi yang diduga sebagai salah satu faktor virulensi EPEC (8udiarti ef a/. 1999). Penanganan terhadap penderita d i r e dilakukan rnelalui rehidrasi dan pemberian antibiotik. $-laktam merupakan salah satu antibiati yang digunakan untuk pengobatan diire. Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat terbentuknya ikatan silang antar peptida pada tahap akhir sintesis peptidoglikan dari dinding sel bakteri Gram negatif (Nataro 8 Kaper 1998; Todar 20021. Penggunaan antibiotik 8-laktam secara terus-menerus dapat menimbulkan masalah resistensi pada bakteri. Resistensi terhedap antibiotik plaktam yang terjadi pada bakteri Gram negatif seringkali disebabkan karena dihasilkannya enzim P-IaMamase. Enzim ini akan menghidrolisis cincin P-laktam sehingga dihasilkan produk inaktif dari antibiotik tersebut (Ogawara et at. 1981). Permasalahan resistensi pada bakteri yang disebabkan oleh aktivitas enzim $-laktamase dapat diatasi dengan melakukan modifikasi struktur terhadap senyawa kimia antibbtik &laMam, sehingga dapai meningkatkan efek terapi melawan bakteri patogen penghasil enzim $-laktamase. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah mencari senyawa baru yang mampu menghambat kerja enzim p-laktamase. Streptomyces spp. merupakan bakteri Gram positif berfilamen yang menghasilkan berbagai macam senyawa metaboli sekunder, enzim pendegradasi, dan inhibitor enzim. Reading & Cole (1977) berhasil mengisolasi asam klavulanat dari S. clavuligenrs yang mampu menghambat aktivitas enzim p-laktamase. Selain asam klavulanat, S. clavuligenrs juga menghasilkan BLIP (beta-lactamase-inhibitory protein), protein ekstraseluler yang mampu menghambat p-laktamase tipe TEM (Temoniera) (Doran et a/. 1990). Dua protein penghambat plaktamase ekstraseluler (BLIP-I dan BLIP-11) juga berhasil dikarakterisasi oleh Kim & Lee (1994) dari S. exfoliatus SMFI 9. Streptomyces spp. yang diisolasi dari berbagai daerah di Indonesia diketahui berpotensi menghasilkan berbagai macam senyawa bioaktif. Selain mampu menghasilkan senyawa bioaktif pengendali bakteri patogen tanaman (Ifdal 2003; Andri 2004; Winarni 2004), Streptomyces spp. isolat indigenus dilaporkan juga mampu menghasilkan senyawa antibakteri (Frewari 1999; Widuretno 2000). Lebih jauh, hasil penapisan terhadap 39 Streptomyces spp. isolat indigenus menunjukkan bahwa 3 isolat Streptwnyces spp. (IVNFI-1, PS416, dan SLW 8-1) mampu menghasilkan protein penghambat p-lakiamase (Desriani 2004). Wahyuni (2006) juga berhasil mengisolasi asam klavulanat dari filtrat kultur Streptomyces sp. IVNFI-1 yang mampu menghambat pertumbuhan EPEC K1.l resisten ampisilin. Hipotesis Hipotesis penelitiin ini adabh: 1. EPEC K1.I resisten ampisilin menghasilkan p-laktamase. 2. Stmptmyces sp. IVNF1-1 menghasilkan protein penghambat plaktamase. Tujuan Peneliian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas protein penghambat $laktamase yang dihasilkan Streptomyces sp. IVNFI-1 terhadap EPEC K1.l resisten ampisilin.