PDF (Bab I) - Universitas Muhammadiyah Surakarta

advertisement
 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang
dihadapi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pemberian
pelayanan kesehatan yang bermutu dengan harga yang terjangkau. Menurut
Nurachmah (2001) pelayanan kesehatan pada masa kini merupakan jasa
kesehatan utama di setiap rumah sakit. Keberadaan dan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari
penerima jasa pelayanan tersebut. Di samping itu, penekanan pelayanan
kepada kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang
dapat dipertanggung-jawabkan. Dengan demikian, semua pemberi pelayanan
ditekan untuk menurunkan biaya pelayanan, namun kualitas pelayanan dan
kepuasan klien sebagai konsumen masih tetap menjadi tolak ukur pelayanan
kesehatan yang diberikan.
Sumber daya manusia yang terlibat secara langsung dalam pemberian
pelayanan kesehatan kepada pasien adalah dokter, perawat, bidan serta tenaga
penunjang lainnya. Secara kuantitas perawat merupakan jumlah tenaga
kesehatan terbanyak (52 %) dan mempunyai jumlah jam kontak dengan
pasien yaitu 24 jam, yang terbagi dalam tiga shift pagi, siang, dan malam,
namun secara kualitas masih jauh dari harapan masyarakat (Asmadi, 2008).
Tenaga keperawatan yang merupakan jumlah tenaga kesehatan terbesar
1
2
diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan mutu pelayanan
kesehatan. Pelayanan keperawatan merupakan salah satu jenis pelayanan
utama yang disediakan oleh rumah sakit dan didasarkan pada keterampilan
dan pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku didasari pengetahuan dan
kesadaran, maka perilaku bersifat langgeng. Perilaku manusia sangat
kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang luas. Terbentuknya suatu
perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai dari domain kognitif,
dalam arti subjek terlebih dahulu mengetahui terhadap stimulus yang berupa
materi atau obyek luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada
subyek tersebut (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan didapat melalui
pendidikan, pelatihan atau pengalaman selama bekerja.
Kedaruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun kelompok
orang pada setiap saat dan dimana saja. Keadaan ini membutuhkan
pertolongan segera untuk menyelamatkan jiwa. Menurut Sudjito (2007)
penderita gawat darurat ialah penderita yang oleh karena suatu penyebab
(penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera
ditolong akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal.
Dalam menghadapi penderita gawat darurat maka faktor waktu memegang
peranan yang sangat penting (time saving is life saving) atau tindakan pada
menit – menit pertama dalam menangani kegawatan medik tersebut dapat
3
berarti besar dan sangat menentukan hidup atau mati penderita. Menurut
(Musliha, 2010) praktek keperawatan gawat darurat (emergency nursing)
dilakukan oleh seorang perawat yang profesional yang memiliki komitmen
untuk menyelamatkan dan praktek keperawatan efektif yang berfokus untuk
memberikan pelayanan secara episodik kepada pasien-pasien yang mencari
terapi baik yang mengancam kehidupan dan non critical illness atau cedera.
Pasien kritis memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dengan
mengenali ciri-ciri dengan cepat dan penatalaksanaan yang dini serta sesuai
dapat membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan
peluang untuk sembuh. Pada pasien gawat darurat yang perlu diwaspadai
adalah terjadinya henti jantung dan henti napas. Menurut Resusitation
Council (2006) dalam Jevon & Ewens (2009) henti jantung paru biasanya
terjadi secara tiba – tiba dan tidak dapat diprediksikan. Jantung paru berhenti
biasanya timbul sebagai tahap akhir dari suatu sekuens penyakit yang ada
secara progresif, termasuk hipoksia dan hipotensi. Menurut penelitian dari
ACADEMIA menunjukkan bahwa dari kejadian henti jantung 55 % nya
berujung kematian. Nolan et al dalam Jevon & Ewens (2009) menyatakan
hanya 17 % pasien yang bisa bertahan hidup setelah mengalami henti
jantung. Sebagian besar pasien dapat bertahan hidup setelah mendapatkan
resusitasi jantung paru atau defibrilasi dengan segera.
Resusitasi pada pasien yang mengalami henti jantung dan henti napas
merupakan tindakan
kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang
kompeten. Menurut Hudak & Gallo (2000) yang menyatakan bahwa
4
resusitasi pada pasien yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan
kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat
membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada
situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien
kritis. Pendapat lain dari Purwadianto & Sampurna (2000) menyatakan
bahwa agar suatu pertolongan dapat berhasil maksimal tentu saja
memerlukan penolong yang cekatan dan terampil, sehingga tindakan yang
diberikan sesuai dan tepat. Selain keterampilan juga diperlukan pengetahuan
yang baik dari penolong dan sarana yang memadai serta dibutuhkan
pengorganisasian yang baik untuk keberhasilan dalam penatalaksanaan
kedaruratan medik.
Pengetahuan perawat tentang resusitasi merupakan modal yang sangat
penting untuk pelaksanaan tindakan resusitasi pada situasi kritis dan gawat
darurat. Tindakan resusitasi di ruang kritis dan IGD Rumah Sakit Moewardi
hampir selalu dilakukan oleh perawat karena terbatasnya tenaga dokter pada
saat-saat tertentu seperti pada saat sore atau malam, sehingga dengan
pengetahuan dan keterampilan resusitasi yang baik dapat membantu
keberhasilan resusitasi secara efektif untuk mencegah kecacatan atau
kematian.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 perawat
dari 78 perawat yang bekerja di ruang kritis dan IGD Rumah Sakit Moewardi
dengan pemberian kuesioner tercatat 2 perawat berpengetahuan baik, 7
5
perawat berpengetahuan cukup dan 1 perawat berpengetahuan buruk. Hasil
wawancara dari Kepala Ruang ICU, ICVCU dan IGD diperoleh keterangan
bahwa semua perawat harus bisa melakukan tindakan resusitasi jantung paru
yang merupakan tindakan darurat dan harus dilakukan dengan segera.
Penanganan resusitasi jantung paru minimal harus dilakukan oleh 2 orang
perawat. Komunikasi antar perawat harus terjalin agar tindakan yang sedang
dilakukan dapat berjalan dengan cepat, tepat dan menurut penilaian kepala
ruang bahwa belum sepenuhnya perawat melakukan sesuai Standar
Operasional Prosedur (SOP),
Hasil observasi dan tinjauan langsung di Rumah Sakit Moewardi
Surakarta terhadap 10 perawat yang diobsevasi, 3 perawat yang dalam
pelaksanaan resusitasi jantung paru tidak sesuai dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP). Saat terjadi pasien gagal napas perawat harus menyiapkan
alat-alat terlebih dahulu seperti air bag dan obat-obatan sehingga
membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, dari observasi menunjukkan
bahwa keterampilan perawat di ruang kritis dan ruang IGD Rumah Sakit
Moewardi tentang tindakan resusitasi jantung paru kenyataanya di lapangan
menunjukkan ada beberapa perawat dalam pemberian kompresi dada dengan
perbandingan ventilasi 30 : 2 terkadang tidak dilakukan sesuai jumlah
kompresi dada dan ventilasi yang seharusnya diberikan serta tidak dilakukan
sebanyak 5 siklus.
Berdasarkan data dan uraian tersebut diatas peneliti merasa tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan Perawat
6
dengan Keterampilan Perawat dalam Melaksanakan Resusitasi Jantung Paru di
Ruang Kritis dan IGD Rumah Sakit Moewardi Surakarta.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan di atas
maka peneliti merumuskan “Apakah ada hubungan pengetahuan perawat
dengan keterampilan perawat dalam melaksanakan resusitasi jantung paru di
ruang kritis dan IGD Rumah Sakit Moewardi Surakarta ? “.
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dilaksanakan penelitian ini, penulis berharap bisa
mencapai tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Mengetahui adakah hubungan pengetahuan perawat dengan keterampilan
perawat dalam melaksanakan resusitasi jantung paru di ruang kritis dan
IGD Rumah Sakit Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a.
Mengetahui tingkat pengetahuan perawat dalam melaksanakan
resusitasi jantung paru di ruang kritis dan IGD Rumah Sakit
Moewardi Surakarta.
b.
Mengetahui gambaran keterampilan perawat dalam melaksanakan
resusitasi jantung paru di ruang kritis dan IGD Rumah Sakit
Moewardi Surakarta.
7
c.
Mengidentifikasi pengetahuan perawat dan keterampilan perawat
tentang konsep resusitasi jantung paru meliputi pengertian, tujuan,
serta teknik resusitasi yang terdiri dari pengelolaan jalan nafas
(airway), bantuan ventilasi (breathing) dan sirkulasi darah dengan
cara pemijatan dada (circulation).
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dibuat agar berguna untuk pihak yang terkait di
dalamnya meliputi :
1. Bagi instansi Rumah Sakit Moewardi Surakarta, sebagai bahan masukan
untuk penanganan pasien gawat darurat, menekan angka kematian pada
pasien henti jantung dan henti napas sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien.
2. Bagi
perawat,
dapat
digunakan
bahan
masukan
dalam
upaya
meningkatkan profesionalisme, mutu pelayanan keperawatan khususnya
perawatan gawat darurat serta sebagai masukan sehingga menambah
pengetahuan perawat dan keterampilan perawat dalam melaksanakan
resusitasi jantung paru.
3. Bagi
institusi
mahasiswa
Universitas
keperawatan,
Muhammadiyah
sebagai
bahan
Surakarta
untuk
khususnya
meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan resusitasi jantung
paru.
8
4. Bagi peneliti untuk memperoleh hubungan pengetahuan perawat dengan
keterampilan perawat dalam melaksanakan resusitasi jantung paru.
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan Hermawan (2011), dengan judul Hubungan
pengetahuan
Perawat
tentang
Kegawatan
Napas
dengan
sikap
Penanganan Gawat Nafas pada Neonatus di Ruang Perawatan Intensif
PKU Muhammadiyah
Delanggu Klaten. Jenis penelitian penelitian
kuantitatif dengan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
Jumlah sampel 39 perawat dengan teknik pengambilan sampel
proportional stratified random sampling. Data penelitian diperoleh dari
kuesioner pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dengan sikap
penanganan kegawatan nafas. Analisis data menggunakan uji korelasi
Kendall Tau.
Pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas pada neonatus di
Ruang Perawatan Intensif menunjukkan 12 responden memiliki
pengetahuan baik, 15 responden dengan pengetahuan sedang dan 12
responden dengan pengetahuan rendah. Sikap penanganan kegawatan
nafas pada neonatus yang mengalami kegawatan nafas menunjukkan 2
orang dengan sikap baik, 22 orang memiliki sikap cukup, dan 15
responden dengan pengetahuan kurang. Hasil uji uji korelasi Kendall Tau
menunjukkan nilai r = 0,363 p = 0,002. Terdapat hubungan antara
pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dengan sikap penanganan
9
kegawatan nafas pada neonatus yang mengalami kegawatan nafas di
ruang intensif RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten
2. Penelitian yang dilakukan Kuhnigk dkk (2004), dengan judul
Keterampilan dan penilaian diri dalam Resusitasi Jantung Paru dari
pegawai perawat rumah sakit. keterampilan individu dan kompetensi
dalam prosedur RJP dari 425 perawat yang telah diuji menurut standar
dan petunjuk dari asosiasi medis Jerman. Selama bagian pertama dari
study, peserta diminta secara subjektif menilai kecakapan mereka dalam
RJP yang diikuti oleh suatu penilaian praktis dari keterampilan RJP
manual oleh seorang observer. Nilai dihitung untuk ventiasi dan
kompresi dada. Kriteria telah didefinisikan, dikelompokkan dan
dianalisis dengan uji statistik chi square. Hasil dari penelitian
menunjukkan 16.2% peserta cukup terlatih dalam melaksannakan RJP
secara
mandiri
dan
77.2%
tidak.
36%
diperkirakan
bahwa
keterampilannya adalah cukup dan baik. hanya 4 peserta (0.9%) bisa
melaksakan semua prosedur standar RJP yang direkomendasikan sesuai
petunjuk dan 71.8% gagal untuk melakukan RJP yang efektif.
Keterampilan RJP berbeda mengenai derajat pendidikan, pengalaman
yang profesional, sebelumnya melakukkan RJP atau bekerja di area
rumah
sakit.
Untuk
pegawai
perawat
6.6%
telah
mempunyai
keterampilan yang baik di dalam ventilasi, sedangkan 58.6% usaha
ventilasi tidak cukup. Kebenaran dalam pelaksanaan kompresi dada
10
adalah 14.1% dan sebagian besar dari grup (44.7%) gagal dalam
menyelesaikan kompresi dada secara efektif.
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Thamrin (2010), dengan judul Gambaran
Pengetahuan Perawat dan Bidan tentang Resusitasi Jantung Paru pada
Neonatus di RSIA Siti Fatimah Makassar Tahun 2010. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat dan bidan
tentang tehnik resusitasi jantung paru neonatus. Desain penelitian ini
adalah diskriptif dengan populasi adalah semua perawat dan bidan di
RSIA Siti Fatimah Makassar yang berjumlah 48 orang. Tehnik sampling
dengan purposive sampling dimana tehnik pengambilan sampel
berdasarkan kriteria yang ditetapkan peneliti yang meliputi kriteria
inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti, yakni jumlah sampel 40
responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner langsung
pada responden. Hasil pada penelitian ini adalah sebagian besar perawat
dan bidan yang bekerja di ruang OK, ruang RR, ruang IRD, ruang NICU,
dan ruang PNC RSIA Siti Fatimah Makassar memiliki pengetahuan baik
yaitu 23 responden (57,5%) dan cukup yaitu 17 responden (42,5%) dari
40 responden tentang pengetahuan resusitasi jantung paru pada neonatus.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan perawat dan
bidan sudah baik oleh sebab itu peneliti maka menyarankan perlu juga
peningkatan sarana prasarana penunjang, sehingga dalam tindakan
resusitasi pada neonatus atau situasi kritis dapat dilakukan dengan lebih
efektif dan efisien. Bagi peneliti selanjutnya, dapat meneliti tentang
11
pelaksanaan langsung tindakan resusitasi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan pada neonatus yang mengalami kegawatan perinatal di Ruang
NICU RSIA Siti Fatimah Makassar.
4.
Penelitian yang dilakukan oleh Prince dkk (2006) dengan judul Pelatihan
RJP, pengetahuan, dan sikap dari dokter baru di New Zaeland pada tahun
2003. Pelatihan resusitasi yang diberikan selama sekolah kedokteran dan
pengguanan medis dari teks yang direkomendasikan (Tingkat 7 dari
resusitasi manual di New Zaeland). Dari 233 responden didapatkan
983% dari para dokter menerima pelatihan selama tahun terakhir di
sekolah kedokteran, 64.6% telah menerima pelatihan di dalam 6 bulan
yang sebelumnya. Score pengetahuan rata-rata adalah 56.6% dan 45%
dari para dokter membuat kesalahan yang fatal. 84% dari para dokter
telah membaca Level 7 manual dan 726% menemukannya sangat
bermanfaat. Mereka yang telah membaca manual mempunyai nilai yang
lebih tinggi dan lebih sedikit membuat kesalahan. Setelah menhadiri dan
menerima pelatihan selama 6 bulan menjadikan dokter-dokter lebih yakin
dalam tindakan resusitasi
Download