Bab I PENDAHULUAN Sekarang ini banyak jenis jenis operasi yang bisa dilakukan dengan anestesi locgkanal dengan berbagai pertimbangan yang lebih menguntungkan .Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar. Anestesi local dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan dengan fungsi dan kegunaan masing masing. Dan bebrapa jenis dari anestesi local banyak yang digunakan untuk membantu proses persalinan dan kegunaan kegunaan lainnya. Berbagai hal mengenai anestesi local yang meliputi mekanisme kerjanya, jenis dan klasifiksinya, farmakokinetik, farmakodinamik, obat obatan yang dipakai serta penjelasan penjelasan mengenai anestesi local akan dijelaskan dengan lebih lengkap pada bab dan pembahasan selanjutnya. 1 BAB II ISI Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar. Anestetika lokal yang ideal : - tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen - batas kemanan lebar - onset cepat - durasi cukup lama - larut air - stabil dalam larutan - dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan. Klasifikasi 1. Infiltrasi local Injeksi obat anestesi lokal langsung diarahkan di sekitar tempat lesi, luka atau insisi. 2. Blok saraf ( nerve Block ) Penyuntikan obat anelgesik local langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Terbagi kedalam 2 cara yaitu anestesi spinal dan anestesi epidural 3. Field Block ( blok lapangan ) Membentuk dinding analegesi di sekitar lapangan operasi seperti untuk extirpasi tumor kecil dsb. 4. Anelgesi permukaan Obat dioleskan atau disemprotkan di atas selaput mukosa seperti hidung, mata, faring dsb. Contoh nya EMLA, Chlor ethyl 5. Intravenous regional anestesi Injeksi obat anestesi lokal intravena ke ekstremitas atas/ bawah lalu dilakukan isolasi bagian tersebut dengan torniquet (BIER BLOCK). Paling baik digunakan untuk ekstremitas atas. 2 Atau dapat di bagi ke dalam dua kategori yaitu : 1. Neurological blockade perifer • Topical • Infiltration • Field block • Nerve block • i.v regional anestesia 2. Neurological blockade sentral • Anesthesia spinal • Anesthesia epidural Anestetika regional/lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan ikatan ini, anestetika local digolongkan menjadi - senyawa ester - senyawa amida Mekanisme Anestesi Lokal Local anesthetic ⇓ Binds to receptor site ⇓ Na+ channel is blocked ⇓ ↓Sodium conductance ⇓ ↓Rate of membrane depolarization ⇓ No action potential 3 ⇓ Conduction blockade Farmakokinetik Obat Anestesi Lokal Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal : • Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local. • Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya • pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh: • kadar obat dan potensinya • jumlah pengikatan obat oleh protein dan • pengikatan obat ke jaringan lokal • kecepatan metabolisme • perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) + anestetika lokal dapat menurunkan alirandarah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik. Farmakodinamik Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi anatomis saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti jantung. Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi anestetika lokal dalam terapi aritmia tertentu (biasanya yang 4 dipakai lidokain). Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal, dan menurunkan pH. Persiapan Anesthesia Regional Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan GA karena:Antisipasi terjadinya toksik sistemik reaction yg bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi sinal/epidural masuk ke pembuluh darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest Antisipasi terjadinya kegagalan, operasi bisa dilanjutkan dg GA. Keuntungan Anestesia Regional • Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif lebih murah. • Relatif aman untuk pasien yg tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar sehingga resiko aspirasi berkurang • Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi. • Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi. • Perawatan post operasi lebih ringan/ murah • Kehilangan darah sedikit • Respon autonomik dan endokrin sedikit/menurun Kerugian Anestesia Regional • Tidak semua penderita mau • Membutuhkan kerjasama penderita • Sulit diterapkan pada anak-anak • Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional • Pasien lebih suka dlm keadaan tidak sadar • Tdk praktis jika diperlukan bbrp suntikan • Ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan belum selesai. • Efek samping sangat berat → death 5 Toksisitas 1. toksisitas sistemik Excitation CNS Depression Hypotension CVS CV collaps agen L.A. relatif bebas dari efek samping, jika : 1. Dosis tepat à dosis berlebihan jd toxic 2. Lokasi anatomi tepat à Reaksi toxic à Mengikuti : - accidental i.v. injection - inj. subarachnoid dosis besar CNS lebih rentan dari pd CVS Adverse effect termasuk CVS cenderung lebih serius & lebih sulit ditangani. Toksisitas CNS CNS lebih rentan thdp aksi sistemik anestesi lokal dr pd CVS • Tinnitus • Light headedness (kepala terasa ringan) • Confusion • Circumoral numbness ( mati rasa) • Drowsiness à unconscious (tidak sadar) • Twitching (gugup) & tremors otot wajah & ekstremitas distal à convulsion • Respiratory arrest (depresi pernafasan) • Gangguan penglihatan, takipneu, coma bahkan sampai apneu Toksisitas CVS • Jantung : 6 - inotropik negatif - fibrilasi ventrikuler à bupivacaine • Vascular : biphasic action - Lower dose à vasoconstriction - increase dose à vasodilatation tidak ada hubungan antara potensi L.A. & efek otot polos vaskuler • Hypotensi sbg awal hasil dari penurunan SV • Later on vasodilatation à CV collaps Dapat pula dibagi ke dalam tiga fase • fase awal : hipertensi dan takhikardi • fase intermediate : depresi miokard, cardiac output menurun, sedikit hipotensi • fase terminal : vasodilatasi perifer, hipotensi berat, bradikardi, aritmia ventrikuler, sirkulasi kollap 2. Toksisitas Lokal • Terjadi pada tempat suntikan berupa edema, abses nekrosis dan gangrene • Komplikasi infeksi hamper selalu disebabkan kelallaian tindakan asepsis dan antisepsis •Iskemia jaringan dan nekrosis karna penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada daerah dengan arteri buntu Penanganan reaksi toksis dari anestesi regional • Hal yang pilng utama adalah menjamin oksigenasi adekuat dengan pernafasan buatan menggunakan oksigen • Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil “ short acting barbiturate “ seperti penthotal ( 50-150 mg ), atau dengan diazepam ( valium ) 5 -10 mg intravena • Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan dengan drip dalam infuse ( efedrin, aramin, nor adrenalin, dopamine dsb. ) • Bila dicurigai adanya henti jantung ( cardiac arest ) resusitasi jantung paru harus segera dilakukan. 7 OBAT OBAT LOKAL/ REGIONAL ANESTESI 1. Ester compound • Cocaine • Procaine/novocaine • Tetracaine/pontocaine 2. Amide Compound • Lidocaine / Xylocaine • Prilocaine • Bupivacaine • Etidocaine • Ropivacaine • Levo bupivacaine Perbedaan Ester dan Amide Ester • Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan • Dimetabolisme dalam plasma oleh enzym pseudocholinesterase. • Masa kerja pendek. • Relatif tidak toksik. • Dapat bersifat alergen, karena strukturnya mirip PABA (para amino benzoic acid). Amide • Lebih stabil dalam bentuk larutan • Dimetabolisme dalam hati • Masa kerja lebih panjang. • Tidak bersifat alergen. 8 Obat Anestesi Golongan Ester 1. Kokain Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan. Daunnya biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan “efek stimulan”. Dalam tubuh manusia. Kokain dapat memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali. Saat ini, Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya yang membantu. 9 Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan ilusi, euforia, peningkatan kepercayaan diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif. Tetapi, pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti agitasi, iritabilitas, gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang impulsif, dan kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor Takikardia Hipertensi Midriasis. Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada pemakaian Kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam (Valium). 2. Prokain Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan derivat-benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak begitu toksik dibandingkan Kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini bekerja dengan durasi yang sangat singkat. Dalam tubuh zat ini dengan cepat dan sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol dan PABA (asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja sulfonamida, sehingga toksisitasnya di dalam vascular (sistemik) dapat minimal. Akan tetapi, resorpsi Prokain di kulit buruk, karena itu, Prokain hanya digunakan sebagai injeksi dan sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya. Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikan oleh lidokain dengan efek samping yang lebih ringan. Efek sampingnya yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus dipertimbangkan pula 10 adalah reaksi alergi terhadap sediaan kombinasi prokain-penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini tidak memberikan adiksi. Reaksi alergi ini dapat juga terjadi karena pemakaian secara berulang preparat Prokain bagi tubuh. Dosis: anestesi infiltrasi 0,25-0,5%, blockade saraf 1-2%. 3. Tetrakain Tetrakain (Pontocaine) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Akan tetapi, penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin. Selain itu, Tetrakain yang potensiasinya lebih tinggi dibandingkan dengan dua obat anestesi local golongan ester lainnya ini memiliki efek samping berupa rasa seperti tersengat. Namun, efek ini tidak membuat Tetrakain jarang digunakan, hal ini karena salah satu kelebihannya adalah tidak menyebabkan midriasis. Tetrakain biasanya digunakan untuk anestesi pada pembedahan mata, telinga, hidung, tenggorok, rectum, dan dan kulit. Salah satu anastetik lokal yang dapat digunakan secara toikal pada mata adalah Tetrakain Hidroklorida. Untuk Pemakaian topikal pada mata digunakan larutan Tetrakain Hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik Tetrakain Hidroklorida 25 detik dengan durasi aksinya selama 15 menit atau lebih. Perbedaan Obat-obat Anestesi Golongan Ester 11 Agent Concent: Clinical Onset & Max:Single dose Potency use Duration Cocaine 4-10% Topical Slow 30’ 150 Mg - Procaine Infiltration 1% Slow 500 Mg – EPI Low Epidural 2% 30’-45’ 600 Mg + EPI Plexus block 2% 10–12 Mg/Kg Spinal 10% Tetracaine Topical 0,5-1% Slow 100 Mg Infiltr 0,1-0,2% 180’-300’ 2 Mg/Kg High Epidrl 0,4-0,5% Spinal 1% Obat anestesi golongan amide Amida Lidokain Etidokain Prilokain Mepivakain Bupivakain Ropivakain levobupivakai topikal + - infiltrasi + + + + + + + Blok Saraf ARIV + + + + + + + + + - Epidural Spinal + + + + + + + intratekal + + + + n 1. Lidocaine Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat ( potensi bagus ) yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik lokal 12 golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1: 50.000 sampai 1 : 200.000). Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4 5. Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2% dengan epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL. Efek samping lildokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gang¬guan mental, koma, dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung. 2. DURANEST ( ETIDOKAIN) Indikasi indikasi pemberian suntikan Duranest ( etidocaine HCl) adalah untuk anasesi infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural blok ( Lumbat atau Caudal epidural blok). Dosis : maksimum 1 suntikan ditentukan dari status pasien. meskipun 1 suntikan 450 mg yang dipakai untuk anastetik regional tidak menimbulkan efek, Pada waktu sekarang salah bila 13 menerima bentuk dosis maksimum dari 1 suntikan tidak melampaui 400 mg ( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) dengan epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000 ( approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) tanpa epinefrin. Caudal dan Lumbar Epidural Blok Tindakan pencegahan bertentangan, kadang-kadang pengalaman kurang baik sehingga tidak sengaja mengikuti penembusan pada daerah Subarachnoid. Dosis percobaan 2-5 ml obat sampai 5 menit pertama, total volume suntikan pada Lumbar atau Caudal Epidural blok, bentuk dosis percobaan diberikan berulang-ulang jika pasien bergerak seperti biasa bahwa catheter boleh dipindahkan. Epinefrin jika berisi dosis percobaan (10-15 mg) boleh membantu pada penembusan suntikan intra vaskular. Jika suntikan mengenai Blood Vessel, epinefrin dapat menghasilkan “Respon Epinefrin” dalam waktu 45 menit yaitu terdiri dari bertambahnya tekanan darah sistolik , Circumolar pallor, palpitis pada seorang pasien. Dipakai pada Kedokteran Gigi Pada bidang kedokteran gigi, pemberian Duranest (Etidocaine Hcl) pada saat pasien masih sadar pada bagian oral cavity, vaskularisasinya pada oral tissue, volume efektif pada anastesi lokal harus benar-benar tepat. Pada oral cavity pemberian anastesi lokal dan teknik serta prosedurnya harus spesifik. Dosis pada maxilla, inferior alveolar, nervus blok dosisnya 1,0-50 mL dan pemberian Duranest 1.5% sedangkan dengan epinefrin 1:200,000 biasanya sangat efektif. Sistem Cardiovaskular Manisfestasi kardiovakular biasanya bradi kardi, pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi berupa lesi cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anapilaktik. Reaksi aleri terjadi akibat sensitivitas dari anastesi local. 3. LEVOBUPIVACAINE Levobupivacaine adalah obat anestesi lokal yang mengandung gugus asam amino. Ini merupakan enntiomer-S dari bupivacaine. 14 Penggunaan klinis Jika dibandingkan dengan buvicaine, levobupivacaine menyebabkan lebih sedikit vasodilatasi dab memiliki duration of action yang lebih panjang. Obat ini memiliki sekitar 13 persen daya potensil (melalui molaritas) lebih rendah daripada golongan buvicaine. Indiaksi Levobupivacaine`didindikasikan untuk loakl anestesi meliputi infiltrsi, blok nervus, ophtalmic, anestesi epidural dan intratekal pada orang dewasa serta dapat juga diguanakan sebagi analgesia pada anak-anak. Kontraindikasi Levobupivacaine dikontarindikasiakn untuk regional anestesia IV (IVRA). Efek samping Jarang terjadi reaksi efek samping jika pemberian obat ini benar. Beberapa efek samping yang terjadi berhubungan dengan teknik pemberian (dihasilkan pada systemic exposure) atau efek farmakologikal dari anestesi yang diberikan, tetapi reaksi alergi jarang terjadi. Systemic exposure untuk jumlah yang berlebih dari buvicaine terutam dihasilkan di sistem saraf pusat (CNS) dan efek kardiovaskular. Efek CNS biasanya terjadi pada konsentrasi pembuluh darah yang lebih rendah, sementara efek kardiovaskuler tambahan terdapat pada konsentrasi yang lebih tinggi, sebelumnya Kolaps cardiovaskular dapat juga terjadi dengan konsentrasi yang rendah. Efek CNS meliputi eksitasi CNS (gelisah, gatal disekitar mlut, tinitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, seizure) dan diikuti oleh depresi (perasaan kantik, kehialngan kesadran, penurunan pernafasan dan apnea). Efek kardiovskular meliputi hipotensi, bradikardi, arritmia, dan/atau henti jantung. Kadang-kadang dapt terjadi hipoksemia sekunder pada saat penurunan sisem pernafasan. 15 4. ROPIVAKAIN HCl INJEKSI à NAROPIN Sifat-sifat naropin injeksi Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril, mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya). Naropi injeksi diberikan secara parentral. Nama kimia ropivakain HCl adalah molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat berupa bubuk kristal berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan berat molekulnya 328,89. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:Pada suhu 250C, kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara n-oktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1 M. pKa ropivakain hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain (7,7) . akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan bupivakain dan mepivakain.Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL (o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas (berat) larutan Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC. Efek samping naropin injeksi efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal kelompok amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok amida terutama berkaitan dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat terjadi apabila melebihi dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metaolisme obat tersebut dalam tubuh lambat. Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan penelitian klinik yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara lainnya. Obat yang dijadikan acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian tersebut meggunakan bermacam-macam obat premedikasi, sedasi dan prosedur pembedahan. Sebanyak 3988 pasien diberikan naropin dengan konsentrasi sampai 1 % dalam percobaan klinik. Setiap pasien dihitung sekali untuk setiap jenis reaksi efek smaping yang dialaminya. 16 Efek samping sistemik Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung pada dosis dan disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan) obat terlalu cepat dari tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah. Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya obat ke dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan blok epidural melalui lumbal (tulang punggung) , atau ketika melakukan blok saraf di dekat kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan dibagian leher), dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total atau apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat terjadi hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para lisis respirasi (kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat memicu henti jantung apabila tidak ditangani dengan segera. Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma misanya asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein dalam tubuh, atau kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan dengan protein, dapat menurunkan toleransi (daya terima terhadap obat) seorang pasien. Pemberian naropin secara epidural pada beberapa kasus seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat meningkatkan suhu tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila dosis naropin diatas 16mg/jam. Efek Samping Pada Sistem Saraf Efek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi. Ketegangan, kecemasan, pusing, telinga berdengung (tinitus), penguatan kabur, atau tremor (bergetar) dapat terjadi dan bahkan dapat menimbulkan komvulsi (kejang otot). Akan tetapi, kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek samping hanya berupa depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan akhirnya kesadaran pasien hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada sistem saraf pusat adalah nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil mata menyempit). 17 Efek Samping pada Sistem Kardiovaskuler. Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembukuh darah dapat menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga mengakibatkan depresi otot jantung (jantung menjadi lemah), darah yang dipompa jantung berkurang, hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi, bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit), aritmia ventrikular (denyut jantung tidak berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti jantung (oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan overdosis pada label obat). Efek Samping Alergi Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa saja terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal (perhatikan peringatan pada label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai dengan gejala-gejala berupa urtikaria (kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit merah-merah), udem angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah, pusing, sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anapilaksis (termaksuk hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok amida pernah terjadi. Bupivacain Injeksi bupivacain HCl merupkan solusi isotonik steril yang mengandung agen anastetik lokal dengan atau tanpa epinefrin 1:2000 dan diinjeksikan secara parenteral. Bupivacain PKA memiliki kemiripan dengan lidocain dan memiliki derajat slubilitas lipid yang lebih besar. Bupivacin dihungkan secara kimia dan farmakologis dengan aastetik lokal amino acyl. Bupivacain merupakan homolog dari mepivacain dan secara kimiawi dihubungkan dengan lidocain. Ketiga anastetik ini mengandung rantai amida dan amino. Berbeda dengan anastetik lokal tipe procain yang memiliki ikatan ester. Setiap 1 ml larutan isotonik steril mengandung bupivacain hidroklorida dan 0.005 mg epinefrin, dengan 0.5 mg sodium metabisulfite sebagai anti oksidan dan 0.2 mg asam sitrat sebagai stabilisasi. 5. BUPIVACAINE Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. 18 Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB. Indikasi Bupivakain digunakan untuk anestesi local termasuk infiltrasi, block saraf, epidural, dan anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan melalui injeksi epidural sebelum melakukan arthroplasty panggul total. Juga sering di injeksikan ke luka pembedahan untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam setelah operasi. Terkadang, bupivakain dikombinasikan dengan epinephrine untuk memperlama durasi, dengan fentanil untuk analgesia epidural atau glukosa Kontra indikasi Kontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena resiko dari kesalahan tourniquet dan absorpsi sistemik obat. Efek Samping Dibandingkan dengan obat anestesi local lainnya, bupivakain dapat mengakibatkan kardio toksik. Akan tetapi, efek samping akan menjadi jarang bila diberikan dengan benar. Kebanyakan 19 efek samping berhubungan dengan cara pemberian atau efek farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang terjadi. Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang diakibatkan karena efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskular. Bupivakain dapat mengakibatkan beberapa kematian ketika pasien diberikan anestesi epidural dengan mendadak. Mekanisme Kerja Bupivakain berikatan dengan bagian intracellular dari kanal sodium dan menutup sodium influk kedalam sel saraf. 6. PRILOCAINE Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat efek anestesi topikal. Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg. Salah satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar 20 hanya dapat terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. Metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simptom seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadangkadang depresi respirasi. Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit ginjal atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah oksigenasi berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan dipergunakan pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap agen anetesi tipe amida atau alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin) dengan konsistensi 0,03 i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatakan baik kedalam maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin akan sangat bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular. Neurological blockade perifer • Topical • Infiltration Injeksi obat anestesi lokal langsung diarahkan di sekitar tempat lesi, luka atau insisi. Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi). • Field block Membentuk dinding analegesi di sekitar lapangan operasi seperti untuk extirpasi tumor kecil dsb. • Nerve block Dapat dibagi ke dalam 2 kategori yaitu 1. Blok saraf minor Blok nervus ulnaris Blok nervus radialis Blok nervus medianus 2. Blok saraf mayor atau plexus Blok plexus brachcialis 21 Anestesi regional plexus brachialis telah menjadi andalan pada anesthesiologist’s armamentarium sejak Secara umum, terdapat dua tempat dalm melakukan anestesi blok plexus brachialis, yaitu: • Supraclavikular • Axillary 1. Blok Supraclavikular Indikasi untuk blok supraclacicular adalah untuk pembedahan tangan dan lengan. Blok ini dilakukan pada bagian pleksus brachialis yang lebih padat di daerah proksimal atau batang tubuh (trunk). Dua variasi yang paling umum dilakukan pada blok supraclavicular adalah modifikasi minor dari pendekatan klasik (kulenkampff) dan plumb-bob (vertical). Untuk pembedahan tangan, stimulasi pada batang tengah (middle trunk) (kontraksi atau parastesia tangan) memiliki keberhasilan yang cukup tinggi. Teknik transarterial pada penyuntikan di kedua sisi dari arteri subclavian tidak diandalkan karna berhubuangna dengan resiko hematom yang signifikan. 2. Blok Axillary Axilari blok (AXB) aekerja pada dalah indikasi untuk pembedahan tangan dan lengan dan ini lebih banyak digunakan, dipelajari serta dimodifikasi untuk plexus brachialis. Semua teknik (seperti: paresthesia seeking, nerve stimulating, perivaskular dan transerterial) bekerja pada 22 bagian cabang terminal. Kesuksesan blok bagi setiap individu bervariasi dari 60% sampai mendekati 100% tergantung dari teknik yang digunakan. Semua teknik yang telah disebutkan tadi bergantung pada 4 buah sarap yang berada relative dekat dengan artery axillary. Hubungan dari saraf musculocutaneus terhadap plexus brachialis pantas mendapatkan perhatian khusus karena saraf ini kluar pleksus lebih cepat dan tinggal dengan badan dari otot coracobrachilais di axilla. Anestesi pada saraf musculocutaneus diyakini paling baik melalui suntikak terpisah ke dalam belly (perut) dari coracobrachilais. Keuntungan Blokade plexus brachialis Blokade saraf perifer (dalam bagian ini membahas mengenai blok saraf pleksus brachialis) memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan anestsi umum atau anestesi lokal lainnya yaitu: • Pasien dapat tetap terjaga dan bernafas sehingga dapat menghindari terjadinya aspirasi isi lambung ke paru-paru. Bebrerapa ganguan seperti mual, muntah, atau kantuk juga dapat diminimalkan. • Tidak perlu melakukann intubasi endotrakeal ( pemasukan pipa nafas ke dalam trakea) • Pembiusan pada ekstremitas akan mengenai saraf simpatik. Hal ini akan menimbulakan vasodilasi sehingga hal ini dapat meningkatakan aliran darah ke ekstremitas yang terkena sehingga jalannya operasi akan lebih sederhana. • i.v regional anestesia Injeksi obat anestesi lokal intravena ke ekstremitas atas/ bawah lalu dilakukan isolasi bagian tersebut dengan torniquet (BIER BLOCK). Paling baik digunakan untuk ekstremitas atas. Neurological blockade central 1. Anesthesi spinal 23 Anestesi spinal (subaraknoid)atau yang sering kita sebut juga analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid ( cairan serebrospinal). Anestesi ini umumnya menggunakan jarum dengan panjang 3,5 inci ( 9 cm ). Untuk pasien dengan keadaan obesitas beberapa anestesiologis lebih menyukai menggunakan jarum spinal dengan panjang 7 inci ( 18 cm ). Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene atau cutting needle) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre/pencil point needle) dimana ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal sedangkan jika menggunakan cutting needle akan meningkatkan resiko nyeri kepala pasca penyuntikan karna meningkatkan trauma duramater. Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan cairan serebrospinal. 24 Physiologi anestesi spinal Larutan Anestesi local disuntikkan kedalam ruang subarachnoid yang akan memblok konduksi impulse saraf walaupun beberapa saraf lebih mudah diblok disbanding yang lain. Ada 3 klas syaraf, yaitu motoris, sensorys dan autonomic. Stimulasi saraf motorik menyebabkan kontraksi otot dan ketika itu diblok akan menyebbakan paralisis otot. Saraf sensory mentransmisikan sensasi seperti nyeri dan sentuhan ke spinal cord dan dari spinal cord ke otak. Dan saraf autonomic mengontrol pembuluh darah, heart rate, kontraksi usus, dan fungsi lainnya yang tidak disadari. Secara umum Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih. Anatomi Spinal cord pada umumnya berakhir setinggi L2 pada dewasa dan L3 pada anak anak. Fungsi dural yang dilakukan diatas segment tersebut berhubungan dengan resiko kerusakan spinal cord dan sebaiknya tidak dilakukan. Secara anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4 - 5 Penting untuk mengingat struktur yang akan ditembus oleh jarum spinal sebelum bercampur dengan CSF( figure 1). • Kulit • Lemak subcutan dengan ketebalan berbeda dan lebih mudah mengidentifikasi ruang intervertebra pada pasien kurus 25 • Ligament Supraspinosa • Ligament interspinosa yang merupakan ligament yang tipis diantara prosesus spinosus • Ligamentum Flavum yang sebagian besar terdiri dari jaringan elastic yang berjalan secara vertical dari lamina ke lamina. • Ruang epidural yang terdiri dari lemak dan pembuluh darah • Duramater • Ruang Subarachnoid yang terdiri dari spinal cord dan akar saraf yang dikelilingi oleh CSF. Injeksi dari anestesi local akan bercampur dengan CSF dan secara cepat memblok akar syaraf yang berkontak. Kunjungan Preoperasi Pasien harus diberitahu atau diinformasikan mengenai anestesinya pada kunjungan preoperasi. Hal ini penting untuk dijelaskan walaupun anestesi spinal tanpa rasa nyeri namun harus hati hati 26 dengan beberapa sensasi pada area atau lokasi yang berkaitan yang mungkin akan dirasakan tidak nyaman. Premedikasi biasanya tidak dibutuhkan namun jika pasien gelisah benzodiazepine seperti 5-10 mg diazepam oral dapat diberikan 1 jam sebelum operasi. Posisi Pasien pada Fungsi Lumbal Fungsi Lumbal paling mudah dilakukan ketika flexi maksimal pada tulang Lumbar 9 gambar (2 ). Hal itu dapat dicapai dengan mendudukkan pasien pada meja operasi dan menempatkan kakiknya pada kursi. Jika pasien tersebut mengistirahatkan lengan bawahnya pada paha maka dia akan dapat mempertahankan kestabilan posisi dan berada dalam kondisi nyaman. Alternative lainnya, prosedur ini dapat dilakukan dengan pasien berbaring pada satu sisi dengan pinggul dan lutut dalam keadaan flexy maksimal. Assistant akan membantu mempertahankan pasien dalam keadaan nyaman. Posisi duduk lebih sering digunakan pada pasien obesitas sedangkan lateral dekubitus lebih baik untuk pasien yang tidak dapat bekerjasama atau dalam kondisi sedasi. 27 Faktor factor yang mempengaruhi penyebaran larutan anestesi local Sejumlah factor yang mempengaruhi penyebaran injeksi anestesi local kedalam CSF • Baricitas larutan anestesi local • Posisi pasien • Konsentrasi dan volume injeksi • Level injeksi • Kecepatan injeksi 28 Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Gaya berat dari local anestesi dapat dipengaruhin dengan penambahan dextrose. Konsentrasi 7,5 % dextrose dapat membuat anestesi local yang hiperbarik relative dari CSF. Larutan Isobaric dan hiperbarik dapat menghasilkan efek yang nyata. The spinal column of patients lying on their side is rarely truly horizontal. Males tend to have wider shoulders than hips and so are in a slight "head up" position when lying on their sides, whilst for females with their wider hips, the opposite is true. Regardless of the position of the patient at the time of injection and whatever the initial extent of the block obtained, the level of the block may change if the patient's position is altered within twenty minutes of the injection of a hyperbaric agent. Kuantitas anestesi local ( in milligram ) yang disuntikkan akan menentukan kualitas blok yang dihasilkan walaupun tingkatan efeknya juga ditentukan oleh volume yang disuntikkan. Sejumlah besar volume dari larutan yang terkonsentrasi akan memproduksi blok sejumlah area yang besar. Anestesi spinal secara umum hanya diinjeksikan pada region lumbar, luasnya pemblokan lebih dipengaruhi oleh volume dan konsentrasi yang diinjeksikan dan posisi pasien. Kecepatan injeksi mempunyai efek yang sedikit dari luasnya pemblokan. Injeksi yang lambat menghasilkan penyebaran yang lebih dapat diprediksikan dibandingkan injeksi cepat yang memproduksi hasil penyebaran yang kurang bisa diprediksi. Kuantitas Lokal Anestesi yang digunakan Untuk beberapa atau blockade tertentu, pengurangan anestesi local dibutuhkan ketika larutan hyperbaric lebih digunakan daripada larutan yang direncanakan. Table 1. Type of block Hyperbaric Plain Hyperbaric Bupivacaine Bupivacaine Lidocaine 29 Saddle block e.g. operations of genitalia, perineum Lumbar block e.g. operations on legs, groin, hernias Mid-thoracic blocks e.g. hysterectomy 1ml 2ml 1ml 2-3ml 2-3ml 1.5-2ml 2-4ml 2-4ml 2ml Volume dari local anestesi diperlihatkan dalam table 1 dan digunakan hanya sebagai patokan. Persiapan Fungsi Lumbal Alat alat yang dibutuhkan dalam keadaan sterile : • Jarum spinal Yang biasa digunakan 24-25 gauge dengan pencil point tip untuk meminimalkan resiko pasien seperti sakit kepala post-spinal. • Jika menggunakan jarum spinal dengan kualitas baik yang flexible dan ramping biasanya sangat susah jika secara langsung akurat, oleh karna itu jarum spinal disposibble standard 19 gauge cocok digunakan sebagai introducer • Syringe ( suntikan ) 5 ml untuk larutan anestesi spinal • Syringe ( suntikan ) 2 ml untuk larutan anestesi local yang digunakan untuk infiltrasi di kulit • Pilih jarum yang akan digunakan untuk mengambil larutan local anestesi dan untuk infiltrasi ke kulit. • Sebuah gallipot dengan antiseptic yang cocok untuk membersihkan kulit contohnya chlorhexidine, iodine, atau methyl alcohol. • Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada kulit di daerah punggung pasien 30 • Local anestesi yang akan diinjeksikan harus dalam dosisi tunggal. Jangan pernah menggunakan local anestesi dengan injeksi multi dose. Tekhnik Anestesi Spinal Sebelumnya sudah diperhatikan bahwa pasien sudah melakukan prosedur yang dijelaskan,akses intravena yang memadai dan persiapan alat resusitasi yang sudah disediakan. • Pakai sarung tangan dan kemudian periksa alat alat apakah sudah dalam kondisi steril. • Ambillah obat anestesi local yang akan disuntikkan secara intratekhal dengan jarum suntik 5 ml dari ampul dan pstikan bahwa jarum tidak menyentuh bagian luar ampul yang tidak steril. • Ambillah obat anestesi local yang akan digunakan untuk infiltrasi kulit kedalam jarum suntik 2 ml. • Bersihkan punggung pasien dengan kapas dan antispetik dan pstikan sarung tangan tidak menyentuh bagian kulit yang tidak steril • Carilah ruang interspinosa, mungkin akan dibutuhkan penekanan yang lebih dalam pada pasien yang gemuk untuk menvari ruang interspinosa • Suntikan sejumlah volum obat anestesi local kedalam tempat suntikan yang ditentukan dengan menggunakan jarum dispossible 25-gauge • Gunakan introducer jika menggunakan jarum 24-25 gauge • Tusukkan jarum spinal ( gunakan introducer jika ada ), pastikan bahwa stylet ada di tempat yang benar untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak akan terhalang oleh partikel dari jaringan atau bekuan. Harus diperhatikan agar jarum tetap di garis tengah dan BEVEL secara langsung kearah lateral, lalu buat sudut 100-300 derajat kearah kranial dan maju perlahan lahan. Peningkatan resistensi akan dirasakan ketika jarum menembus kedalam ligamentum flavum diikuti menghilangnya resistensi ketika memasuki epidural space. Hilangnya resistensi yang lain mungkin dirasakan ketika dura 31 ditembus dan csf mengalir/menetes keluar dari jarum ketika stylet dicabut. Jika tulang disentuh maka jarum harus ditarik beberapa sentimeter lagi kemudian dimasukkan kembali perlahan dengan sudut lebih kea rah kepala untuk memastikan bahwa jarum tetap berada pada garis tengah. Jika jarum 25 gauge digunakan maka tunggulah selama 20 – 30 detik hingga csf muncul setelah stylet ditarik. Jika csf tidak mengalir maka gantikan stylet dan kemudian majukan atau masukkan jarum lebih jauh dan coba lagi. • Suntukan obat anestesi local yang sudah disiapkan Penilaian Blockade Beberapa pasien mungkin tidak bisa menggambarkan apa yang mereka lakukan atau yang mereka rasakan, karena itu, tanda-tanda objektif sangat diperlukan. Jika, misalnya, pasien tidak dapat mengangkat kakinya dari tempat tidur, blok setidaknya hingga pertengahan-daerah lumbalis. Perlu untuk menguji sensasi dengan jarum yang tajam. Lebih baik untuk menguji hilangnya sensasi temperatur menggunakan kapas direndam baik dalam eter atau alkohol. Lakukan hal ini dengan pertama-tama menyentuh pasien dengan kapas basah pada dada atau lengan (tempat sensasi adalah normal), sehingga mereka merasakan bahwa kapas tersebut terasa dingin. Lakukan dari kaki dan perut bagian bawah sampai pasien merasakan bahwa kapas tersa dingin. 32 Jika jawaban tidak konsisten atau samar-samar, lakukan cubitan dengan forsep arteri atau jari pada daerah yang diblokir dan tidak diblokir dan segmen dan tanyakan apakah mereka merasa sakit. Dengan menggunakan metode ini, jarang ada kesulitan dalam memastikan tingkat blok. Monitoring Monitoring merupakan tahapan yang penting untuk memonitor respirasi,, pulse dan tekanan darah. Tanda tanda penting dari turunnya tekanan darah adalah pucat, berkeringat, mual atau merasakan badan yang tidak enak secara keseluruhan. Turunnya tekanan darah ringan berkisar antara systolic 80-90 mm Hg pada pasien usia muda, pasien sehat atau 100 mmHg pada pasien tua. Jika pasien merasa baik dan tekanan darah dapat dipertahankan, maka tidak dibutuhkan pemberian atropine. Namun jika heart rate turun dibawah 50 beats per menit atau ada hypotensi maka atropine 300-600 mcg diberikan secara intravena. Jika heart rate tidak juga meningkat maka cobalah berikan efedrin. Secara umum baik dilakukan pemberian oxygen dengan masker 2-4 liter/menit, terutama jika pemberian sedasi dilakukan. Perawatan post-operative Pasien harus diijinkan untuk berada di ruang pemulihan bersama dengan pasien anestesi lainnya. Jika terjadi hipotensi diruang pemulihan ,kaki pasien harus dinaikkan atau ditinggikan. Pasien harus mengetahui seberapa lama efek dari blockade spinal dan pasien harus tetap ditempat tidur samapau seluruh sensasi dan kekuatan otot kembali. Keuntungan anestesi Spinal • Harga relative murah • Kepuasan pasien • Efek samping yang ringan pada system pernapasan • Penggunaan spinal anestesi mengurangi resiko obstruksi jalan nafas atau aspirasi lambung. Namun keuntungan ini tidak akan berarti jika terlalu banyak sedasi yang diberikan. 33 • Spinal anestesi merupakan muscle relaxan yang baik untuk pembedahan abdomen dan anggota badan bagian bawah. • Berkurangnya pendarahan selama operasi dibandingkan dengan menggunakan anestesi umum, hal ini disebabkan menurunnya tekanan darah dan heart rate juga perbaikan drainase vena dengan hasil menurunnya pengeluaran darah. • Kembalinya fungsi usus dengan cepat • Dalam hal koagulasi spinal anestesi mengurangi resiko thrombosis vena dalam dan emboli pulmoner Kerugian anestesi spinal • Terkadang akan sangat sulit untuk menetukan lokasi dural space dan mendapatkan cerebrospinal fluid. Dan untuk beberapa keadaan prosedur inio () spinal anestesi ) dihindari. • Anestesi spinal tidak baik jika digunakan untuk pembedahan dengan jangka waktu lebih dari 2 jam. Jika operasi atau pembedahan lebih lama dari 2 jam maka disarankan menggantinya dengan anestesi umum atau memberikan ketamin intravena atau infuse propofol sebagai supplement jika obat obatan ini tersedia. • Dapat terjadi hipotensi karna overload ataupun pemberian anestesi dosis tinggi dan meningitis karna peralatan medis yang digunakan tidak dalam keadaan steril. • Spinal anestesi mungkin tidak cocok untuk beberapa pasien bahkan jika mereka dalam keadaan sedasi hal ini dikarnakan tiap orang memiliki reaksi yang berebda terhadapa berbagai cara anestesi. Indikasi 34 Spinal anestesi paling baik digunakan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak. Spinal anestesi sebagian besar cocok untuk pasien tua dan dengan penyakit sistemik seperti penyakit respiratory kronik, hepatic, ginnjal dan kelainan endokrin seperti diabetes. Spinal anestesi juga cocok untuk menangani pasien trauma jika pasien tersebut memiliki resusitasi yang adekuat dan tidak dalam keadaan hypovolemik. Di bidang gynekologi, anestesi spinal pada umumnya digunakan untuk mengeluarkan placenta secara manual dimana tidak dalam keadaan hypovolemik, selain itu akan sangat menguntungkan bagi ibu dan anaknya jika menggunakan spinal anestesi pada section caesaria.Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum. Kontraindikasi Kontraindikasi Relatif Kontraindikasi absolut Neuropati Infeksi pada tempat fungsi Nyeri punggung Bakteremia Penggunaan obat obat preoperasi Hipovolemia berat golongan AINS,heparin subkutan dosis rendah Koagulopati Peningkatan tekanan intrkranial Komplikasi Komplikasi umum • Sakit kepala post-spinal, insidensi ini berhubungan dengan pengunaan jarum spinal ukuran besar ( 22 G ), cutting needle. • Transient Radicular Syndrome/Transient Neurological Syndrome • Nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, hipotensi dan gatal gatal Komplikasi yang jarang terjadi • Total spinal 35 • Retensi urine • Cardiac arrest • Aspetic meningitis • Bacterial meningitis Treatment jika terjadi total spinal Walaupun jarnag, total spinal dapat terjadi yang mungkin dapat menyebabkan kematian pasien jika tidak secepatnya ditangani. Tanda tanda terjadinya total spinal : • Hypotensi, ingat bahwa mual merupakan tanda pertama terjadinya hypotensu. Pengulangan dosis vasopressor dan pemberian cairan dengan volume yang besar mungkin dibutuhkan. • Bradycardia, berikan atropine. Jika tidak efektif berikan efedrin atau adrenalin. • Gelisah • Tangan dan lengan terasa lemas, merupakan indikasi bahwa blockade sampai pada cervico-thoraco junction • Susah bernafas. • Hilang kesadaran Jika terjadi total spinal maka yang dapat dilakukan adalah • ABC Resuscitation • Intubasi dan ventilasi pasien dengan oksigen 100 % Penanganan hypotensi dan bradikardia dilakukan dengan pemberian cairan intravena, atropine dan vasopressor. Jika penanganan tidak dilakukan segera kombinasi bradikardia, hypotensi dan hypoxia dapat menyebabkan cardiac arrest.Ventilasi sangat dibuthkan, dan dilanjutkan sampai 36 efek blockade spinal menurun dan pasien dapat bernafas kembali tanpa bantuan. Waktu yang dibuthkan tergantung dari jenis anestesi yang disuntikkan. 2. Anestesi epidural Anesthesia epidural adalah tekhnik blok pada sentral neural axial dengan banyak aplikasi. Ruang epidural pertama kali digambarkan oleh Corning di tahun 1901, dan Fidel Peges adalah orang yang pertama menggunakan anesthesia epidural ke manusia di tahun 1921. Pada tahun 1945 Touhy memperkenalkan jarum yang sekarang umum digunakan pada anesthesia epidural. Kemajuan alat, obat dan tekhnik telah membuatnya populer dan tekhniknya banyak digunakan, dengan aplikasinya pada bedah, obstretic dan control nyeri. Bentuk anesthesia ini, medikasinya atau obatnya diinjeksikan ke dalam kolumna spinalis tepatnya pada ruang epidural di daerah L5-S1 dengan sebuah jarum atau tabung kecil tipis. Baik injeksi tunggal maupun tekhnik kateter dapat digunakan. Kapabilitasnya yang luas berarti dapat digunakan sebagai anestesi, sebagai analgesik ajuvan untuk anestesi umum, dan untuk analgesia pascabedah dalam prosedur yang melibatkan anggota tubuh bagian bawah, perineum, panggul, abdomen dan dada. Indikasi Umum Anesthesia epidural dapat digunakan sebagai anesthesia tunggal untuk prosedur yang melibatkan tungkai bawah, perineum, pelvis, dan abdomen bawah. Anesthesia ini juga memungkinkan untuk digunakan pada prosedur di abdomen bagian atas, dan thorak, tetapi ketinggian dari blok dan efek samping yang ada membuat anesthesia ini sulit untuk mencegah rasa ketidaknyamanan dan resiko yang ditanggung pasien. Keuntungan dari anesthesi epidural melalui spinal adalah kemampuannya untuk mempertahankan continuitas dari anesthesia setelah epidural kateter dicabut, hal ini membuatnya cocok digunakan pada prosedur yang membutuhkan waktu yang lama. Tekhnik anesthesia epidural ini dapat juga digunakan sebagai anesthesia postoperative dengan menggunakan obat anesthesia local dosis rendah atau dikombinasikan dengan agen lain. Khusus • Operasi panggul dan lutut. Fiksasi internal dari fraktur tulang panggul dengan komplikasi kehilangan darah yang sedikit yang digunakan adalah blok neuraxial sentral. Rata-rata trombosis 37 pada vena dalam dapat dikurangi pada pasien yang melakukan pembedahan tulang panggung dan lutut dengan meggunakan anesthesia epidural. • Rekonstruksi vascular dari tungkai bawah. Anestesi epidural distal meningkatkan aliran darah arteri pada pasien yang menjalani bedah rekonstruksi. • Amputasi. • Obstetric. Analgesi epidural digunakan pada pasien obstetric yang sulit atau beresiko tinggi saat persalinan,misalnya kelahiran sungsang, kehamilan kembar, pre-ecklamsi dan persalinan yang lama. • Konsentrasi rendah anestetik lokal, opioid, atau kombinasi dari keduanya efektif dalam mengendalikan rasa sakit pada pasien pascaoperasi perut dan dada saat menjalani prosedur. Analgesia epidural telah ditunjukkan untuk meminimalkan efek dari operasi pada cadangan cardiopulmonary, yaitu diafragma berlat dan ketidakmampuan untuk batuk secara memadai, pada pasien dengan fungsi pernapasan terganggu, seperti orang-orang dengan penyakit saluran napas obstruktif kronik, obesitas morbid dan pada orang tua. Analgesia epidural memungkinkan mobilisasi lebih awal, mengurangi risiko trombosis vena dalam, dan memungkinkan kerjasama yang lebih baik dengan dada fisioterapi, mencegah infeksi dada. • Trauma thorak disertai fraktur costa atau sternum. Analgesi adekuate pada pasien dengan trauma thorak harus cukup menghirup udara, batuk dan mengikuti psioterapi dada sebelumnya untuk meningkatkan fungsi respirasi. Kontraindikasi Mutlak • Penolakan pasien • Koagulopaty • Therapeutic anticoagulant • Infeksi pada kulit tempat injeksi • Peningkatan tekana intracranial • Hypovolemi 38 Relative • Pasien tidak koperatif • Sebelumnya mempunyai gangguan neurology • Status cardiac output • Abnormalitas anatomi tulang vertebra • Profilaksis heparin dosis rendah Teknik anesthesia Untuk melakukan anesthesia ini, penting untuk mengetahui terlebih dahulu anatomi dari daerah epidural. Ruang epidural adalah bagian dari canal vertebra yang tidak ditempati duramater dan isinya. Daerah ini merupakan ruang potensial yang berada diantara duramater dan periosteum dalam canal vertebra. Daerah ini berawal dari foramen magnum dan berakhir di tingkat sacral. Serabut anterior dan posterior pada daerah ini berjalan menutupi daerah potensial menuju unit dalam foramen intervertebra untuk membentuk saraf segmental. Batas anterior terdiri atas ligament longitudinal posterior menutupi badan vertebra, dan discus intervertebra. Di lateral, ruang epidural dibatasi oleh periosteum dari pedicle vertebra dan foremina intervertebralis. Di posterior, stuktur yang membatasinya adalah periosteum dari permukaan anterior lamina dan prosesus articular serta ligament penghubung, periosteum dari serabut tulang belakang, dan ruang interlaminar yang diisi ligamntum flavum. Ruang epidural mengandung lemak, pembuluh darah, pembuluh limfe, jaringan areolar dan serabut saraf spinal. 39 Anatomi tersebut sangat membantu untuk melakukan prosedur anesthesia epidural sesuai dengan tekhniktekhniknya. Hal-hal yang perlu dilakukan selama melakukan teknik anesthesia epidural adalah sebagai berikut: 1. Persiapan Tekhnik epidural harus dilakukan di area kerja yang dilengkapi airway management dan resusitasi. Fasilitas untuk memonitor tekanan darah dan heart rate harus tersedia. Ada baiknya untuk terlebih dulu mendapatkan atau melakukan prosedur informt consent untuk melakukan anesthesia epidural ini, sama halnya seperti prosedur-prosedur invasive lain. Pasien harus mendapatkan informasi terlebih dahulu mengenai resiko yang mungkin terjadi dan komplikasi dari tindakan epidural ini. Penilaian formal pre-anesthesi harus dilakukan, dan ini dilakukan sama telitinya dengan penilaian dalam anesthesia umum. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien status kardiovaskular, dengan penekanan pada lesi katup atau kondisi lain yang mungkin mengganggu kemampuan untuk meningkatkan curah jantung untuk menanggapi vasodilatasi yang mau tidak mau mengikuti blokade simpatik. Daerah punggung harus pula diperikasa apakah terdapat luka atau ketidaknormalan. Penilaian laboratorium pasien terhadap status koagulasi diperlukan di mana ada keraguan mengenai koagulopati atau terapi antikoagulan. INR (atau prothrombin waktu), aPTT dan platelet mutlak harus berada dalam rentang normal. Dimana ada keraguan mengenai fungsi trombosit di hadapan platelet normal, sebuah nasihat haematologist harus dicari. Terlebih dahulu untuk melakukan blok anesthesia, semua peralatan harus diperiksa. Jalur intravena, lebih disukai dengan bor canul besar, adalah wajib sebelum blok diletakkan. Kulit harus dibersihkan dengan alcohol atau iodine. Punggung harus bersih dari pakaian, dan operator harus benar-benar steril dan melakukan tindakan pencegahan, seperti mengenakan pakaian steril, masker dan sarug tangan. 2. Peralatan Kotak peralatan epidural selalu disposable dan berada dalam paket yang steril. Semua peralatan dan obat dalam keadaan steril, dan obat yang digunakan harus bebas dari bahan pengawet. Tipe jarum epidural yang digunakan ialah 16-18G, panjang 8 cm dengan ciri interval permukaan 1 cm, dan mempunyai sudut tumpul dengan perbandingan 15-30 curve pada ujungnya. Yang paling umum 40 digunakan versi jarum ini adalah jarum Touhy, dan ujungnya berhubungan dengan ujung Huber. Jarum yang beredar memiliki konfigurasi Touhy/Huber dan mempunyai sayap yang terletak diantara hub dan batang jarum, yang memudahkan control saat digunakan dan ini merupakan salah satu keuntungan adanya sayap. Jarum bersayap yang asli dikenal dengan nama jarum Weiss. Dulunya, syringe kaca dengan plunger yang mudah bergeser, telah digunakan untuk mengidentifikasi rongga epidural. Sekarang, epidural disposable pack yang banyak dijual berisi syiringe plastic dengan plunger yang memiliki resistensi yang sangat rendah, dan banyak digunakan. Syringe normal seharusnya tidak digunkan karena mereka memiliki resistensi yang lebih besar dalam mengidentifikasi ruang epidural. Kateter epidural, jarumnya didisain untuk menembus lumen dan menjadikannya tahan lama tetapi tetap merupakan plastic yang fleksibel, dan memiliki lubang jarum, ada yang satu lubang diujung atasnya dan ada yang terdiri dari tiga lubang di sisi sampingnya. Sebuah filter menempel melalui LuerLok untuk menghubungkan,yang jika dikencangkan, pada bagian proksimal filter akan menempel pada ujung keteter, dan ini mencegah kekeliruan injeksi ke dalam ruang epidural, dan juga berfungsi sebagai filter bakteri. Filter ini juga termasuk dalam epidural disposable pack. 41 Teknik untuk mengidentifikasi ruang epidural Ruang epidural ditembus dengan ujung jarum setelah menembus ligamentum flavum. Ruang ini sangat sempit dan terkadang sering disebut sebagai ruang potensial, dimana duramater dan ligamentum flavum berbatas sangat dekat. Oleh karena itu ruang ini harus diidentifikasi dengan mengukur sudut tempat jarum dimasukkan dengan ligamentum flavum, sehingga duramater akan dipenetrasi sesaat setelah jarum dimasukkan. Untuk mengidentifikasi hal ini, beberapa tekhnik telah dikembangkan, tapi banyak praktisi menggunakan syringe untuk mengidentifikasi daerah resisten. Beberapa menggunakan saline dalam syringe, dan yang lainnya menggunakan udara. Dua tekhnik ini sebenarnya sama dengan beberapa perbedaan kecil dari kegunaan syringe dan cara masuk ke dalam ruang epidural. Beberapa tekhnik untuk mengidentifikasi ruang epidural telah digunakan, contohnya tekhnik “hanging drop”. Dengan tekhnik ini, saline ditempatkan pada hub dari jarum dan jarum (tanpa syringe) dan ini merupakan keuntungannya. Ruang epidural diidentifikasi saat drop dihisap masuk kedalam jarum dengan tekanan negative atmosphere dalam ruang epidural (equivalent dengan tekanan intrapleural). Tekhnik ini banyak digunakan saat ini. Tekhnik blok ini dapat dilakukan pada pasein dengan posisi baik duduk ataupun berbaring lateral dengan punggung fleksi maksimal. Pasien harus diyakinkan dalam melakukan posisi ini, sehingga tekhnik ini dapat membuka ruang antara prosesus spinosus dan juga memfasilitasi untuk identifikasi ruang intervertebra. Sesudah daerah punggung disterilkan dengan cairan steril dan pakaian dilepaskan, level yang tepat dapat dipilih. 42 Tekhnik Mendekati garis tengah • Menggunakan anesthesia lokal dapat membangkitkan daerah subkutan pada titik tengah antara dua vertebra yang berdekatan. Inflitrasi lebih dalam di garis tengah dan secara paraspinous ke struktur anaesthetise posterior. Pada situs tusukan direncanakan membuat lubang kecil di kulit dengan menggunakan jarum 19g. • Masukkan jarum epidural ke kulit pada titik ini, dan masuk melalui ligamentum supraspinata, dengan jarum menunjuk ke arah yang sedikit lebih cephalad. Lalu majukan jaraum ke ligamentum interspinosum, yang dijumpai pada kedalaman 2-3 cm. Sampai sensasi berbeda dirasakan, jarum masuk ke dalam ligamentum flavum (pada kebanyakan orang jarum dapat masuk melalui ligamentum interspinous dan masuk ke dalam ligamentum flavum sebelum melampirkan LOR jarum suntik) • Pada titik ini, hapus stylet jarum suntik dan pasang ke hub jarum. Jika resistensi saline hilang gunakan syringe untuk mengisi tabung suntik dengan 5-10 ml salin normal. Pegang jarum suntik di tangan kanan (untuk tangan kanan operator) dengan ibu jari pada plunyer. Genggaman sayap jarum antara ibu jari dan jari telunjuk kiri, sementara dorsum tangan kiri bersandar ke bagian belakang. Tangan kiri bertindak dalam menstabilkan jarum dan berguna sebagai "rem" untuk mencegah jarum tidak terkendali. Ibu jari tangan kanan digunakan untuk melancarkan tekanan konstan pada pendorong jarum melalui ligamentum interspinous dan kemudian ke ligamentum flavum. Sementara ujung jarum di ligamentum interspinous kemungkinan kehilangan beberapa saline yang masuk ke dalam jaringan karena jaringan tidak terlalu padat, tetapi biasanya ada perlawanan signifikan terhadap tekanan pada tombolnya. Kadang-kadang, kehilangan palsu ini dapat menyebabkan beberapa kesulitan menempatkan epidural. Begitu jarum memasuki ligamentum flavum, biasanya ada sensasi yang khas, karena ini adalah ligamentum padat dengan konsistensi kulit. Dengan tekanan yang terus menerus pada plunyer, majukan jarum perlahanlahan sampai ujungnya keluar dari ligamentum flavum dan salin mudah disuntikkan ke dalam ruang epidural, dan jarum berhenti maju. • Keluarkan jarum suntik dan benang lembut kateter melalui jarum ke ruang epidural. Kateter memiliki tanda-tanda yang menunjukkan jarak dari ujungnya, dan harus maju ke 15-18 cm di pusat jarum, untuk memastikan bahwa panjang kateter telah memasuki ruang epidural. Lepaskan jarum dengan hati-hati,dan pastikan bahwa kateter tidak ditarik kembali. Tanda-tanda pada jarum akan menunjukkan kedalaman jarum dari kulit ke ruang epidural, dan jarak ini akan membantu 43 menentukan kedalaman kateter yang harus dimasukkan pada kulit. Sebagai contoh, jika jarum memasuki ruang epidural pada kedalaman 5 cm, kateter harus ditarik sehingga 10 cm adalah tanda pada kulit, sehingga membuat sekitar 5 cm dari kateter ada di dalam ruang epidural, yang merupakan panjang yang pantas. • Teknik ketika menggunakan perlawanan terhadap hilangnya udara sedikit berbeda. Dengan 5-10 ml udara dalam tabung suntik, pasangkan ke hub jarum setelah memasuki ligamentum interspinous. Cengkeram kedua sayap jarum antara ibu jari dan jari telunjuk kedua tangan. Plunyer ditekan, dan jika ada perlawanan ( "bouncing"), ,masukkan jarum dengan sangat hati-hati, dengan dorsum kedua tangan bersandar di belakang untuk memberikan kestabilan. Setelah 2-3 mm, plunyer ditekan kembali, dan prosedur ini diulang sampai jarum maju dengan hati-hati melalui jaringan. Terasa peningkatan yang khas ketika jarum memasuki ligamntum flavum, dan proses dilanjutkan secara bertahap di 2mm. Biasanya ada rasa khas "klik" ketika jarum memasuki ruang epidural, dan ini memberikan perhatian yang besar, dan jarum hanya maju dalam 2mm increment, jarum harus berhenti sebelum mencapai dura. Pada titik ini udara dapat disuntikkan dengan sangat mudah ke dalam ruang epidural. Jarum suntik akan dilepas dan kateter diberlakukan dengan cara seperti di atas. Pendekatan Paramedian • Tindakan epidural dapat diletakkan pada setiap tingkat di sepanjang pinggang dan tulang belakang, sehingga memungkinkan penggunaannya dalam prosedur mulai dari operasi 44 thoraks dan untuk prosedur ekstremitas bawah. Karena angulasi ke bawah dari prosesproses spinosus vertebra toraks, terutama pada pertengahan daerah dada, jarum harus diarahkan jauh lebih cephalad. Untuk melanjutkan melalui jaringan ligamen dan masuk ke dalam ruang epidural. Ligamen di daerah ini juga kurang padat dan hilangnya resistensi tidak biasa. Karena susunan miring proses spinosus, jarum harus menempuh jarak yang lebih panjang sebelum mencapai ligamentum flavum, dan ada sedikit ruang antara proses spinosus. Oleh karena itu, jauh lebih umum menghadapi perlawanan yang sulit selama penempatan epidural toraks. Untuk alasan ini, banyak praktisi memilih untuk menggunakan pendekatan paramedian di wilayah ini. • Masukkan jarum, tidak di garis tengah di ruang antara proses spinosus, tapi 1-2 cm lateral proses spinosus yang lebih cephalad. • Memajukan jarum; tegak lurus ke kulit sampai lamina atau gagang bunga yang dihadapi, dan kemudian mengarahkan itu sekitar 30 ° cephalad dan 15 ° medial dalam upaya untuk memberikan "jalan jarum" dari lamina, dimana jarum harus berada di dekat ligamentum flavum. Jarum kemudian maju lebih jauh dengan menggunakan teknik hilangnya resistensi. Epidural thorak secara teknis lebih sulit untuk dilakukan daripada lumbar epidural, dan harus dicoba hanya oleh praktisi berpengalaman dan percaya diri dalam melakukan kinerja lumbalis blok epidural. Factor yang mempengaruhi anesthesia epidural 45 Tempat Injeksi • Setelah lumbal injeksi, analgesia menyebar baik secara caudal dan, sejauh yang lebih besar, cranially, dengan keterlambatan pada segmen L5 dan S1, karena ukuran besar akar saraf ini. • Setelah toraks injeksi, analgesia menyebar secara merata dari tempat injeksi. Toraks bagian atas dan bawah akar serviks tahan terhadap blokade karena ukuran yang lebih besar. Ruang epidural di daerah dada biasanya lebih kecil dan volume yang lebih rendah diperlukan anestesi lokal. Dosis Dosis yang sesuai untuk analgesi atau anesthesia umumnya berbeda-beda yang dipengaruhi oleh beberapa factor,tapi umumnya 1-2 ml local anesthesia dibutuhkan per blok segmen. Penyebaran dari local anesthesia di dalam ruang epidural tidaklah dapat diprediksi karena terpengaruh dari variasi ruang epidural,dan sejumlah local anesthesia dapat berlebihan ke ruang paravertebra. Dosis (dalam milligram) injeksi berfungsi dalam volume injeksi dan konsentrasi cairan, dan responsnya tidak selalu sama walaupun dalam dosis yang sama tapi berpengaruh pada volume dan konsentrasi yang berbeda. Volume yang tinggi dari konsentrasi local anesthesia akan berpengaruh pada blok segmen yang luas tapi tidak terjadi pada blok sensory dan blok motor. Ini penting untuk diingat bahwa serabut saraf sympathic mempunyai diameter yang lebih tipis dan sangat mudah di blok, walaupun konsentrasi local anesthesia rendah. Dengan kateter epidural, dosis masih mungkin untuk ditambah dan ini penting untuk mencegah peningkatan blok sympahtic yang dapat menyebabkan hypotensi. Kebutuhan untuk mengulang dosis pada local anesthesia bergantung pada lama kerja obat. Pengulangan dosis harus diberikan sebelum terjadi kemunduran blok untuk dapat tetap memperpanjang sensasi tidak nyeri. Konsep yang sering digunakan adalah “waktu kemunduran dua segmen”. Waktu kemunduran dua segmen ini adalah waktu dimana dosos injeksi pertama dari local anesthesia mencapai titik maksimum dan mengalami penyusutan pada dua segmen sensorik. Waktu kemunduran dua segmen untuk lignocaine adalah 90-150 menit, dan untuk bupivacaine adalah 200-260 menit. Umur, tinggi badan dan berat badan Umur berhubungan dengan penurunan dari volume local anesthesia yang dibutuhkan untuk mencapai blok yang diinginkan. Perawakan tinggi pasien berhubungan dengan banyaknya volume local anesthesia yang dibutuhkan, sehingga dewasa dengan tinggi 5 kaki menerima volume local anesthesia lebih rendah dari kisarannya, volume yang dibutuhkan untuk pasien yang lebih tinggi adalah lebih dari 2 ml per segmen. Terdapat pula hubungan antara berat badan pasien dengan volume local anesthesia. Ini adalah contoh kecil antara berat badan dengan volume local anesthesia, yaitu pada pasien obesitas. Pada paseien 46 obesitas, akan terjadi kompresi ruang epidural akibat berat badan yang berlebih sehingga menyebabkan peningkatan resiko dari pungsi epidural pada pembuluh darah epidural, akibat kompresi dari system vena azygos. Hal ini juga terjadi pada pasien dengan asites, tumor intra-abdominal dan pada pregnancy. Posture Efek gravitasi selama penempatan blok secara tradisional diasumsikan memiliki efek pada penyebaran anestesi lokal dan daerah sehingga diblokir, yaitu di posisi duduk bawah lumbalis dan akar sakral preferentially diblokir, sedangkan di posisi lateral decubitus , akar saraf di sisi tergantung anaesthetised lebih padat. Meskipun ada sedikit bukti ilmiah bahwa mengenai kasus ini, pengalaman klinis menunjukkan bahwa sebagian besar praktisi gravitasi mungkin mempunyai beberapa efek. Vasokonstriksi Meskipun penambahan vasoconstrictors obat bius lokal telah terbukti untuk memperpanjang anestesi dengan teknik regional lainnya dan infiltrasi lokal, efeknya pada anestesi epidural kurang konsisten. Dengan bupivacaine, penambahan adrenalin belum ditampilkan untuk memperpanjang anestesi, sementara dengan lignocaine; penambahan adrenalin (biasanya 1:200 000) tidak memperpanjang durasi kerja. Namun, vasokonstriksi memang mengurangi jumlah penyerapan sistemik obat bius lokal obat-obatan, dan mengurangi risiko toksisitas. Alkalinasi anestetik local Solusi yang tersedia secara komersial, anestetik lokal mempunyai pH antara 3,5 dan 5,5, untuk stabilitas dan bacteriostasis kimia. Sebagian besar anestetik local merupakan basa lemah dan ada dalam bentuk terionisasi (hidrofilik) dan terbentuk pada pH ini. Karena blokade saraf tergantung pada penetrasi lipid membran sel saraf, dan non-terionisasi (lipofilik) persilangan bentuk membran lebih mudah, maka meningkatnya pH larutan akan meningkatkan proporsi obat dalam bentuk non-terionisasi dan dengan demikian meningkatkan penetrasi membran saraf dan mempercepat terjadinya blokade. Penambahan 8,4% natrium bikarbonat (0.5ml per 10 ml larutan anestesi lokal) telah menjadi populer dalam mencapai onset blockade lebih cepat, misalnya, pada keadaan caesar darurat. 47 Efek Fisiologis Epidural Blokade Segmental saraf-saraf di daerah dada dan pinggang berisi serabut saraf somatic, sensorik, motorik dan otonom (simpatis). Serat sensorik dan otonom mempunyai diameter yang lebih kecil dan lebih mudah diblokir dari yang lebih besar, serat motorik lebih cepat menyaluran rangsang. Hubungan antara sensorik dan otonom adalah rumit, tetapi biasanya blok simpatik meluas 1-2 tingkat lebih tinggi daripada blok sensorik. Efek pada sistem organ • Sistem kardiovaskular. Terjadinya resistensi dari vasodilatasi dan kapasitansi pembuluh, menyebabkan hipovolemia relatif dan takikardi, dengan resultan penurunan tekanan darah. Hal ini diperburuk oleh blokade saraf simpatik ke kelenjar adrenal, mencegah pelepasan katekolamin. Jika blokade setinggi T2, pasokan simpatik ke jantung (T2-5) juga terganggu dan dapat mengakibatkan bradycardia. Hasil keseluruhan mungkin tidak memadai perfusi organ vital dan langkah-langkah yang diperlukan untuk memulihkan tekanan darah dan cardiac output, seperti cairan administrasi dan penggunaan vasoconstrictors. Serabut simpatik keluar memanjang dari T1 - L2 dan blokade saraf akar di bawah tingkat ini, seperti, misalnya, operasi lutut, cenderung kurang menyebabkan blokade simpatik yang signifikan, dibandingkan dengan prosedur yang memerlukan blokade di atas umbilikus. • Sistem pernapasan. Biasanya tidak terpengaruh kecuali blokade cukup tinggi untuk mempengaruhi suplai saraf otot interkostalis (thoracicus longus akar) yang menyebabkan ketergantungan hanya pada pernapasan diafragma. Hal ini mungkin menyebabkan kesusahan pada pasien, karena mungkin merasa tidak mampu bernapas secara memadai. • Sistem pencernaan. Blokade simpatik (T5-L1) untuk saluran GI mengarah pada dominasi parasimpatik (vagus dan sakral parasimpatis keluar), sehingga menyebabkan gerak peristaltik aktif dan relaksasi sfingter, kontraksi usus, yang meningkatkan akses bedah. Terjadi pembesaran lienaslis (2-3 lipatan). • Sistem endokrin. Persarafan ke adrenal diblokir dan mengarah pada pengurangan pelepasan katekolamin. 48 • Saluran genitourinary. Retensi urin adalah masalah umum pada anestesi epidural. Parahnya penurunan tekanan darah dapat mempengaruhi filtrasi glomerulus di ginjal, dan jika blokade simpatik meluas cukup tinggi dapat menyebabkan vasodilatasi yang signifikan. • Efek pada kardiovaskular fisiologi selama kehamilan. Kompresi aortocaval karena rahim yang membesar, dalam posisi telentang menyebabkan hipotensi karena kompresi vena kava inferior, yang menyebabkan vena kembali berkurang dan penurunan cardiac output. Epidural blokade, dengan simpatik blokade , memperburuk hipotensi dengan menyebabkan vasodilatasi perifer. Kompresi aorta juga mengurangi aliran darah rahim, dan dengan demikian jelas bahwa kombinasi dari kompresi aortocaval dan blokade epidural dapat memiliki efek yang besar pada rahim dan aliran darah plasenta. Posisi telentang harus dihindari pada wanita hamil yang menjalani analgesia atau anesthesi epidural, dan pasien harus berada dalam posisi lateral (sebaiknya kiri) atau posisi miring setiap saat. Hipotensi harus segera diperbaiki dengan penggantian cairan untuk contoh pertama di atas. Alpha-adrenergik, seperti methoxamine atau phenylephrine, secara tradisional telah dihindari karena menyebabkan penyempitan pembuluh darah uterus dan dapat memperburuk hypoperfusion uterus. Ephedrine adalah obat pilihan, karena pada dasarnya merupakan suatu adrenergik dan meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan output jantung. Namun, jika terjadi hipotensi mendalam, vasokonstriktor murni mungkin lebih efektif dalam meningkatkan tekanan darah dan oleh karena itu tekanan perfusi uterus. Manajemen dan Pilihan Obat Injeksi tunggal versus teknik kateter Satu tembakan epidural, tanpa menggunakan kateter, masih banyak digunakan dalam berbagai pengaturan, dan efektif dalam memberikan anestesi dan analgesia intraoperative dalam periode pasca-operasi langsung. Kelemahan utama satu tembakan epidural adalah 1) durasi analgesia pascaoperasi terbatas pada durasi kerja dari obat yang diberikan dan tidak dapat mencapai puncak, dan 2) risiko suntik yang terlibat dalam "anestesi" dengan dosis obat bius lokal ke dalam ruang epidural tanpa tes dosis dan tanpa kemampuan untuk memberikan peningkatan lambat. Ini berarti bahwa risiko blok tinggi, pada tulang belakang dan toksisitas obat bius lokal adalah jauh lebih besar. Untuk alasan ini sulit untuk membenarkan penggunaan satu teknik tembakan dalam keadaan apa pun, dan terutama oleh praktisi berpengalaman. 49 Setelah kateter ditempatkan, saringan dan konektor melekat pada ujung proksimal kateter. Pada titik ini, sebuah tes dosis obat bius lokal disuntikkan untuk memastikan bahwa kateter tidak berada di ruang subarachnoid. Dosis kecil, misalnya 0,5% bupivacaine 3.5 ml, disuntikkan dan tanggapan dicatat selama beberapa menit. Dosis ini, jika disuntikkan ke dalam ruang subarachnoid, akan menyebabkan anestesi bedah lengkap di bawah tingkat injeksi, dan akan disertai oleh penurunan tekanan darah biasanya terlihat di anestesi tulang belakang. Hal ini tidak menyebabkan blok sensoris yang signifikan atau hipotensi jika benar disuntikkan ke dalam ruang epidural. Setelah dosis uji, prosedur untuk administrasi anestesi lokal lebih lanjut akan tergantung pada tujuan dari epidural. Prinsip penting adalah bahwa setiap bolus injeksi anestesi lokal harus diberikan secara bertahap, dan dimonitor dengan hati-hati, sehingga praktisi dapat bereaksi dengan cepat untuk setiap reaksi yang merugikan. Setelah blok yang memuaskan didirikan, apakah untuk bedah anestesi, analgesia pada persalinan atau indikasi lainnya, blok dapat dipertahankan baik oleh bolus intermiten pemberian bius lokal (dengan atau tanpa opioid) atau sebagai infus kontinu, jika peralatan yang diperlukan tersedia. Pilihan obat Pilihan obat-obatan yang diberikan tergantung pada indikasi untuk aniesthesi epidural: • Bedah anestesi - memerlukan blok sensorik dan biasanya moderat untuk blok motorik. Untuk mencapai hal ini, perlu persiapan untuk konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan. Yang paling umum digunakan anestetik lokal dalam pengaturan ini adalah 2% lignocaine 10-20ml (dengan atau tanpa adrenalin 1:200 000) atau 0,5% bupivacaine 10-20ml. Yang terakhir ini memiliki durasi yang lebih lama , tetapi waktu onset yang lebih lambat, dibandingkan dengan lignocaine. • Untuk analgesia selama persalinan, 0,1-0,25 % bupivacaine 5-10 ml lebih populer, seperti memproduksi lebih sedikit motor blok. • Analgesia pascaoperasi, konsentrasi lemah bupivacaine, misalnya 0,1-0,166 % dengan atau tanpa tambahan opioid dosis rendah, dengan bolus, infus kontinu atau PCEA (analgesia epidural yang dikendalikan pasien) telah terbukti aman dan efisien apabila diberikan dengan pompa melalui jarum suntik. 50 Komplikasi dan Efek Samping Komplikasi serius dapat terjadi dengan anestesi epidural. Fasilitas untuk resusitasi harus selalu tersedia kapan pun dilakukan anestesi epidural. Hipotensi, yang paling umum adalah efek samping dari terapi blokade untuk prosedur di atas umbilikus. Hal ini terutama sering terjadi pada kehamilan, baik dalam partus normal dan ketika digunakan untuk Caesar, dan harus segera diperbaiki dengan menggunakan cairan dan vasopressors. Gejala yang diajukan hipotensi adalah sering mual, yang mungkin terjadi sebelum perubahan dalam tekanan darah. Blok epidural tinggi karena dosis yang terlalu besar pada anestesi lokal di ruang epidural dapat timbul hipotensi, mual, kehilangan atau parestesia sensoris tinggi atau bahkan toraks akar saraf serviks, atau kesulitan bernapas akibat blokade suplai saraf untuk otot interkostal. Gejala ini bisa sangat menyedihkan bagi pasien dan dalam kasus yang paling parah mungkin memerlukan induksi anestesi umum dengan mengamankan jalan napas, sementara mengobati hipotensi. Jika pasien memiliki saluran yang jelas dan memadai harus diyakinkan untuk dapat bernapas dan setiap hipotensi segera diobati. Kesulitan dalam berbicara (pasang surut volume kecil karena phrenic blok) dan mengantuk adalah tanda-tanda bahwa blok menjadi terlalu tinggi dan harus dikelola sebagai keadaan darurat. Keracunan obat bius lokal juga dapat terjadi sebagai akibat dari dosis yang berlebihan obat bius lokal di ruang epidural. Bahkan dosis yang moderat pada anestesi lokal, ketika disuntikkan langsung ke pembuluh darah, dapat menyebabkan keracunan. Hal ini sangat mungkin bila kateter epidural secara tidak sengaja maju ke salah satu dari banyak epidural pembuluh darah. Oleh karena itu penting untuk aspirasi dari kateter epidural sebelum menyuntikkan anestesi lokal. Gejala biasanya mengikuti urutan pusing, tinnitus, kesemutan atau mati rasa dan perasaan kecemasan, diikuti oleh kebingungan, gemetaran, kejang-kejang, koma dan terjadi cardiac arrest. Adalah penting untuk mengenali gejala-gejala ini lebih awal, dan menghentikan administrasi lebih lanjut obat bius local ini. Perawatan harus mendukung, dapat pula dibantu dengan obat penenang / Antikonvulsan (thiopentone, diazepam) di mana diperlukan, dan resusitasi cardiopulmonary jika diperlukan. 51 Total spinal merupakan komplikasi yang jarang terjadi ketika jarum epidural, atau kateter epidural, maju ke dalam ruang subarachnoid tanpa sepengatahuan operator, dan "dosis epidural" misalnya 10-20 ml anestesi lokal disuntikkan langsung ke dalam CSF. Hasilnya adalah hipotensi mendalam, apnoea, ketidaksadaran dan dilatasi pupil sebagai akibat dari tindakan anestesi lokal pada batang otak. Penggunaan dosis tes harus mencegah sebagian besar kasus total tulang belakang (total spinal), namun kasus ini telah dideskripsikan di mana awalnya epidural tampaknya benar diletakkan, tapi selanjutnya top-up dosis menyebabkan gejala-gejala dari total tulang belakang (total spinal). Hal ini telah dianggap berasal dari migrasi kateter epidural ke dalam ruang subarachnoid, walaupun mekanisme yang tepat tidak pasti. Manajemen dari total tulang belakang (total spinal) • Airway - jalan napas dan mengelola aman 100% oksigen • Pernapasan - ventilasi oleh facemask dan intubasi. • Sirkulasi - memperlakukan dengan i.v cairan dan vasopressor misalnya efedrin 3-6 mg atau metaraminol 2 mg atau penambahan 0,5-1 ml adrenalin 1:10 000 sesuai yang diperlukan • Lanjutkan untuk ventilasi sampai habis blok (2 - 4 jam) • Setelah blok berkurang, pasien akan mulai siuman diikuti dengan bernapas dan kemudian pergerakan lengan dan akhirnya kaki. Pertimbangkan beberapa sedasi (diazepam 5 10mg i / v) bila pasien mulai pulih kesadaran tapi masih intubated dan memerlukan ventilasi. Terkadang tusukan dural biasanya mudah dikenali oleh hilangnya langsung CSF melalui jarum epidural. Komplikasi ini terjadi pada 1-2% dari blok epidural, meskipun lebih sering terjadi pada tangan yang tidak berpengalaman. Ini mengarah pada insiden sakit kepala pasca tusuk dural, yang sangat parah dan terkait dengan sejumlah fitur khas. Sakit kepala biasanya frontal, diperburuk oleh gerakan atau duduk tegak, berhubungan dengan photophobia, mual dan muntah, dan lega ketika berbaring datar. Pasien muda, khususnya pasien kebidanan, lebih rentan daripada orang tua. Sakit kepala diduga karena kebocoran LCS melalui tempat tusukan. Langkah dasar, seperti analgesik sederhana, kafein, istirahat, rehidrasi cairan dan penenangan dapat dilakukan, dan seringkali cukup untuk mengobati sakit kepala. Jika sakit kepala parah, atau tidak responsif 52 terhadap langkah-langkah konservatif, tambalan darah epidural dapat digunakan untuk mengobati sakit kepala. Prosedur ini efektif dalam mengobati sekitar 90% sakit kepala pasca tusukan dural. Jika berhasil, patch darah dapat diulang, dan tingkat keberhasilan meningkat menjadi 96% pada usaha kedua. Darah disuntikkan ke dalam ruang epidural untuk menutup lubang di dura. Prosedur untuk darah epidural patch Indikasi • Diagnosis klinis: sakit kepala pasca tusukan dural. • Cukup parah sehingga dapat melumpuhkan. • Tak henti-hentinya selama 2-3 hari dari pengelolaan konservatif. Kontraindikasi • Gejala neurologist yang tak teridentifikasi • Penyakit saraf aktif • Sepsis terlokalisasi di daerah pinggang • Generalised sepsis • Koagulopati Teknik • Memperoleh persetujuan berikut penjelasan lengkap tentang teknik, potensi bahaya dan mengantisipasi tingkat keberhasilan • Pindahkan pasien ke area kerja lengkap • Dua operator yang diperlukan, untuk mengambil tindakan pencegahan steril penuh (sarung tangan, gaun, masker) • Posisi pasien dalam posisi lateral atau duduk 53 • Operator 1: sterilisasi kulit di atas punggung dan melakukan epidural tusukan pada tingkat yang sama dengan tusukan sebelumnya atau satu tingkat di bawah • Operator 2: kulit di atas sterilisasi bersamaan antecubital fosa, tirai dan melakukan venepuncture menarik 20 ml darah. • Darah diserahkan ke operator 1 yang menyuntikkan darah epidural melalui jarum sampai baik pasien mengeluh sesak di bagian bokong atau punggung bawah, atau disuntikkan sampai 20 ml • Menyuntikkan darah yang tersisa ke dalam botol-botol kultur darah untuk kultur dan sensitivitas • Perawat meminta pasien untuk telentang secara berhati-hati selama 1jam diikuti oleh mobilisasi. Hematoma epidural,jarang terjadi tapi berpotensi bencana pada anestesi epidural. Ruang epidural diisi oleh jaringan yang kaya pleksus vena, dan tusukan vena ini, dengan perdarahan ke dalam ruang epidural, dapat mengarah pada perkembangan pesat hematoma yang dapat menyebabkan kompresi saraf tulang belakang, dan dapat menyebabkan ketidaknyaman pasien termasuk paraplegia. Untuk alasan ini, koagulopati atau perawatan antikoagulasi dengan antikoagulan heparin telah lama menimbulkan kontraindikasi mutlak bagi blokade epidural. Infeksi,langka, tapi berpotensi menyebabkan komplikasi serius. Organisme patogen dapat masuk ke dalam ruang epidural jika tidak diamati selama kinerja blok. Patogen yang paling umum adalah Staphylococcus aureus dan streptokokus. Meningitis telah digambarkan, seperti adanya abses epidura. Di samping gejala kompresi sumsum tulang belakang yang dijelaskan di atas, pasien mungkin menunjukkan tanda-tanda infeksi seperti pireksia dan peningkatan jumlah sel putih. Sekali lagi, indeks tinggi kecurigaan diperlukan, dan bedah dekompresi dari abses harus dilakukan tanpa penundaan. Kegagalan blok dapat terjadi sebagai akibat dari banyak faktor, yang paling penting adalah pengalaman operator. Hilangnya perlawanan kinerja selama blok dapat mengakibatkan masuknya kateter epidural ke area lain dari ruang epidural, sehingga kegagalan dapat terjadi saat membangun anestesi. Penyempitan segmental kadang-kadang terjadi karena alasan-alasan yang tidak jelas, tetapi dapat pula diasumsikan sebagai hasil dari variasi anatomi dari ruang epidural, sehingga anestesi lokal gagal untuk menyebar secara merata di seluruh ruang. Hasilnya adalah bahwa beberapa akar saraf adalah kurang direndam dengan anestesi lokal, sehingga 54 meninggalkan dermatom akar saraf ini, akhirnya anaesthesinya buruk. Blokade sepihak kadangkadang terjadi, dan ini dianggap sebagai hasil dari sebuah septa ruang epidural, dengan kegagalan anestesi lokal untuk menyebarkan ke setengah dari ruang epidural. Posisi pasien dengan sisi diblokir ke bawah kadang-kadang berhasil dalam memungkinkan penyebaran anestesi lokal ke sisi dependen, memberikan anestesi bilateral. 3. Anestesi caudal ( Caudal Block Anesthesi ) Merupakan bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus skralis. Anestesi caudal dilakukan melalui penyuntikan local anestesi ke dalam canal cudal. Ini akan menyebabkan pemblokan pada akar saraf sacral dan lumbal. Ini berguna sebagai tambahan untuk anestesi umum dan untuk digunakan pada analgesi postoperasi. Teknik ini bersifat umum pada pasien pediatric. Pemakaian kateter dapat dilaksnakakn untuk lanjutan blok kaudal. Teknik Pasien biasanya pada posisi lateral kiri dengan kaki diletakkan di dada. Sacral hiatus dibaringkan pada poin ketiga dari sebauh segitiga equilateral yang dibentuk dengan kedua spina iliaca posterior superior. Cornu terlihat jelas pada salah satu sisi dari hiatus.menggunakan teknik yang aseptic. Sebuah jarum (atau 22/20 g cannula) dimasukkan dalam sebuah cranial yang agak ramping melalui hiatus. Saat suntikan akan terasa bahwa jarum menembus membrane scrococcygeal. Jarum/canulla lalu secara langsung ke cranial. Dura akan berakhir di S2 tetapi dapat diteruskan lebih lanjut. Aspirasi untuk memastiakn tidak adanya darah/cairan serebrospinal dan suntikan anestesi local untuk injeksi susubkutaneus secara hati-hati dengan menggunakn tangan yang lainnya. Hal tersebut dapat menimbulkan resisternsi yang keciluntuk injeksi. Pada anak-anak pemblokan dapat dilakukan setelah anestesi umum telah diberikan dan sebelum pepmbedahan dimulai. Kerugian: Beberapa kerugain yang mungkin terjadi pada blok kaudal adalah seperti: • Sulit mencapai level tertinggi dari aneatesi 55 • Menimbulakan reaksi positif pada system systemic BAB III KESIMPULAN 1. Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar. 2. anestesi regional dapat diklasifikasikan menjadi Intravenous regional anestesi,Anelgesi permukaan,Field Block ( blok lapangan ),Blok saraf ( nerve Block ),Infiltrasi local dan anestesi iv regional atau dapat dibagi menjadi neurological blockade perifer dan sentral 3. inti dari mekanisme kerja dari anestesi local adalah menghambat kanal Natrium 4. anestesi regional memiliki keuntungan maupun kerugian disbanding anestesi general 5. salah satu kerugian dari anestesi regional adalah dapat menimbulkan toksisitas baik sistemik yang melibatkan CNS dan CVS maupun toksisitas local 6. Obat obat yang digunakan dalam anestesi local dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu golongan ester dan golongan amide dengan karakteristik masing masing 7. neurological blockade sentral dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu anestesi spinal dan anestesi epidural dengan karakteristik dan kegunaan masing masing. 56 DAFTAR PUSTAKA Muhiman, Muhardi dkk. 2004. Anestesiologi. Jakarta : CV. Infomedika. www.bnn.go.id www.wikipedia.org www.old.medicastore.com www.docstoc.com www.digilib.litbang.depkes.go.id www.therizkikeperawatan.blogspot.com 57