BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Saat ini, produk bebas gula (sugar free) menjadi sangat popular karena mengandung kalori yang rendah, sehingga industri menggunakan berbagai macam pemanis buatan yang dianggap rendah kalori. Pemanis merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang rasanya mirip dengan gula dan sering disebut sebagai pengganti gula (Chattopadhyay dkk., 2014). Konsumen dan industri makanan, obat serta kosmetik tertarik untuk mengganti pemanis alami karena pemanis buatan dianggap mampu menjaga citarasa manis tanpa perlu khawatir terhadap kerusakan gigi meskipun keamanan penggunaan pemanis buatan ini masih menjadi kontroversi (Whitehouse dkk., 2008). Pemanis buatan merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis dalam makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/1988. Senyawa ini secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan pemanis alami. Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga dapat dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Penggunaan pemanis buatan untuk memproduksi minuman atau makanan jauh lebih murah dibanding penggunaan pemanis alami sehingga semakin banyak pemanis buatan yang dijual secara komersil dengan harga relatif murah yang dapat menyebabkan meningkatnya konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008). Sakarin adalah salah satu pemanis buatan non-kalori yang sudah banyak digunakan dalam berbagai jenis makanan sejak 60 tahun lalu (Hussein dkk., 1976). Tingkat kemanisan sakarin sekitar 300 kali lebih manis dibandingkan sukrosa (Food and Drug Administration, 2006), biasa dipasarkan dalam bentuk tablet pemanis (Sweet’N Low) dan digunakan sebagai pemanis pada berbagai produk seperti minuman ringan, selai, permen karet, permen, topping kue serta 1 2 pada produk kebersihan dan kesehatan seperti pasta gigi, mouthwash, lipgloss, vitamin, suplemen makanan dan obat (Whitehouse dkk., 2008). Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) penggunaan pemanis buatan dikatakan aman apabila sesuai dengan batas Acceptable Daily Intake (ADI) meskipun sampai saat ini dilaporkan masih menyebabkan gangguan kesehatan dan metabolisme (Chattopadhyay dkk., 2014). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.208/Menkes/Per/IV/1985 disebukan bahwa batas penggunaan sakarin yang sesuai dengan ADI adalah 0-2,5 mg/kg berat badan per hari, sedangkan dalam SNI Nomor 01-6993-2004 dan berdasar Join Expert Committee on Food Additive (JECFA) tahun 1993 serta dalam The Scientific Committee on Food of the European Commission (SCFEC) tahun 1995 batas ADI meningkat menjadi 5 mg/kg berat badan (Cantarelli dkk., 2008). Beberapa dekade terakhir, efek karsinogenik yang mungkin timbul akibat konsumsi sakarin sedang menjadi pusat perdebatan (Carvalho dkk., 2009). Beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi, asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual, kebotakan, tumor, bersifat karsinogenik seperti kanker otak dan kanker kandung kemih (Cahyadi, 2008). Menurut Kroger dkk., (2006) sakarin dapat menyebabkan kanker kandung kemih dan tumor hanya pada tikus jantan yang dapat terjadi akibat akumulasi sakarin yang dikonsumsi dalam dosis tinggi dan dalam waktu yang lama. Berdasarkan hasil deklarasi United States of Food and Drug Administration (USFDA) beberapa peneliti sepakat bahwa apabila sakarin digunakan dalam dosis yang tepat tidak berpotensi menyebabkan kanker, maka perlu adanya pelabelan agar masyarakat lebih tahu tentang komposisi produk yang mereka konsumsi. Analisis rutin diperlukan untuk menentukan kadar sakarin yang terkandung dalam berbagai produk, sehingga penggunaan sakarin sebagai pemanis buatan dapat dikontrol agar tidak melebihi batas pemakaian maksimal. Sakarin biasa digunakan bersamaan dengan zat aditif lainnya dalam sampel makanan dan obat. Isolasi sakarin dari sampel makanan dan minuman dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Berbagai metode ekstraksi telah dilakukan 3 sejak beberapa tahun lalu, antara lain dengan menggunakan karbon tetraklorida (CCl4) dalam sampel minuman ringan (Hussein dkk., 1976), dengan Nile Blue (NB) dalam sampel pemanis dan minuman ringan (Cordoba dkk., 1984), dengan menggunakan dietil eter (AOAC, 2000), dan dengan menggunakan etanol dalam sampel tablet pemanis (Weinert dkk., 2004). Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa sakarin dapat diisolasi dari sampel ke dalam fase organik untuk selanjutnya dianalisis dan ditentukan kadarnya. Pada penelitian ini, digunakan ekstraksi pelarut untuk analisis sakarin, senyawa yang digunakan sebagai pengekstrak adalah kloroform dan etanol. Sakarin bersifat kurang larut dalam fase organik, sehingga penambahan etanol sebagai pengekstrak diharapkan mampu menaikkan konstanta dielektrik kloroform untuk menambah kelarutan sakarin dan menarik sakarin ke dalam fase organik. Konstanta dielektrik (ɛ) etanol lebih besar dibanding kloroform, yaitu sebesar 25 dan kloroform sebesar 5 (Anslyn dan Dougherty, 2006). Metode analisis yang dapat mendeteksi kadar sakarin yang terdapat pada suatu produk baik makanan, minuman, kosmetik serta obat-obatan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan keamanan penggunaaan. Metode analisis sakarin dalam sampel minuman maupun makanan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu metode titrimetri, spektrofotometri ultraviolet dan potensiometri tampak, dan HPLC, polarografi. gravimetri, Akan tetapi turbidimetri, beberapa kromatografi, metode tersebut membutuhkan banyak waktu, hanya dapat digunakan untuk sampel dengan kadar yang relatif besar dan tingginya biaya analisis serta keterbatasan dalam ketersediaan alat tersebut menyebabkan metode ini sulit digunakan untuk analisis rutin pada laboratorium yang memiliki keterbatasan peralatan. Metode spektrofotometri ultraviolet merupakan metode yang dapat digunakan dalam penentuan sakarin. Metode spektrofotometri ultraviolet tidak membutuhkan beberapa jenis reaktan pembentuk kompleks yang berwarna, sehingga diharapkan larutan uji memiliki kestabilan yang tinggi. Sakarin memiliki gugus kromofor yang terdapat pada rentang panjang gelombang ultraviolet. Kekurangan dari metode spektrofotometri ultraviolet ini adalah terbentuknya 4 spektrum yang kurang tajam (landai). Pengembangan metode spektrofotometri ultraviolet pun dilakukan dengan harapan diperolehnya hasil analisis yang lebih sensitif dan akurat, salah satunya dengan optimalisasi derivatif (Turak dan Ozgur, 2014). Metode spektrofotometri derivatif sangat cocok untuk analisis pita absorbsi yang overlapping atau terlalu landai (Owen, 1995). Diferensiasi mampu membedakan spektrum yang lebar, mempertegas gambaran yang lebih tajam dan meningkatkan resolusi spektra dengan naiknya orde. Dengan alasan ini kegunaan spektra derivatif dapat menaikkan sensitivitas deteksi spektra minor dan mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh pita serapan spesies lain dalam sampel yang tumpang tindih (Nurhidayati, 2007). Berdasarkan fakta tersebut maka dilakukan pengembangan terhadap metode spektrofotometri ultraviolet untuk penentuan kadar sakarin pada sampel makanan dan obat. Optimasi dilakukan untuk memperoleh kondisi optimum yang akan digunakan dalam penelitian yaitu optimasi panjang gelombang, pemilihan spektra derivatif, jenis pelarut, perbandingan pelarut (etanol-kloroform), volume pelarut, lama waktu penggojogan, lama waktu pendiaman, pH, dan uji interferensi. Sebelum penentuan kadar sakarin dalam sampel maka terlebih dahulu dilakukan validasi untuk memastikan bahwa metode yang digunakan telah memenuhi parameter validasi (linieritas, ketepatan, ketelitian, batas deteksi (Limit of Detection, LOD), batas kuantifikasi (Limit of Quantification, LOQ) dan sensitivitas). I.2 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui nilai persen perolehan kembali (%) recovery dari hasil ekstraksi menggunakan etanol-kloroform secara spektrofotometri ultraviolet derivatif. 2. Mengetahui nilai batas deteksi (LOD), batas kuantifikasi (LOQ) dan sensitivitas dari analisis sakarin secara spektrofotometri ultraviolet derivatif. 5 3. Mengetahui nilai batas zat-zat yang menyebabkan interferensi dalam analisis sakarin secara spektrofotometri ultraviolet derivatif. 4. Memperoleh metode spektrofotometri ultraviolet derivatif yang valid sesuai parameter validasi pada penentuan kadar sakarin dalam sampel obat dan makanan.