BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jejaring sosial merupakan ilmu yang mempelajari mengenai pola interaksi dalam masyarakat. Menurut definisi oleh Wasserman dan Faust (1994) jejaring sosial dapat dipandang sebagai sistem hubungan sosial ditandai dengan serangkaian actor dan ties dalam sosial mereka. Secara umum actor mengacu kepada perorangan, organisasi, industri, atau bahkan suatu negara. Actor juga didefinisikan sebagai social entities, dapat berupa individu maupun kolektif dalam unit sosial dihubungkan dengan garis konektivitas (ties). Garis konektivitas membentuk jaringan sosial secara langsung dan tidak langsung, hal tersebut berdasarkan konfirmasi dari hubungan oleh para actor (Cross & Parker, 2004). Ties didasarkan pada percakapan, kasih sayang, persahabatan, kekerabatan, otoritas, pertukaran informasi, atau hal lain yang membentuk dasar dari sebuah hubungan sosial (Newman, 2004). Kuat lemahnya ties dalam suatu jejaring sosial oleh Granovetter (dalam Carolan & Natriello, 2006) dipengaruhi oleh 4 kriteria sebagai berikut ; 1. Durasi 2. Intensitas emosional 3. Keintiman 4. Pertukaran layanan atau bantuan Jejaring sosial menunjukkan bagaimana pola hubungan individu menghubungkan orang-orang, kelompok atau organisasi dalam menghasilkan 1 2 peluang serta konteks untuk perilaku manusia, dan berguna dalam memvisualisasikan pola dalam interaksi sosial (Scott, 2000). Dalam jaringan sosial, interaksi mengacu pada suatu jenis hubungan, yang diwujudkan oleh berbagai jenis bentuk hubungan sosial, baik positif maupun negatif, seperti persahabatan, kerjasama, kepercayaan, atau bahkan konflik dan pertentangan (Carrington, Scott & Wasserman, 2005). Christakis dan Fowler (2010) berpendapat bahwa, jika seseorang yang tidak pernah bersikap murah hati atau bersikap altruistik terhadap teman dalam ikatan jejaring sosial, seperti tidak pernah berbalas budi atau, lebih buruk, selalu melakukan kekerasan terhadap satu sama lain, ikatan sosial yang dimilikinya akan terputus dan jaringan pertemanan akan hancur. Perilaku altruistik dengan beberapa pengorbanan diri dan perilaku normatif (misalnya, menjadi pria dan wanita yang baik) dikatakan sebagai perilaku prososial (Radke-Yarrow, Waxler & Chapman, 1983). Sebuah fakta yang menarik perhatian para ilmuwan jaringan, ilmuwan sosial, dan filsuf bahwa perilaku prososial adalah prediktor utama dalam pembentukan dan pengoperasian dalam jaringan sosial (Christakis & Fowler, 2010). Perilaku prososial, merupakan semua jenis tindakan yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain selain diri sendiri, seperti bekerja sama, berbagi, dan menghibur (Batson, dalam Sanderson, 2011). Perilaku prososial dapat mengurangi perilaku antisosial, yang secara sederhana, digambarkan sebagai perilaku yang tidak diinginkan dalam lingkungan sosial merupakan lawan dari perilaku prososial (Millon, dkk, dalam Millie 2009). Bisa dikatakan bahwa perilaku prososial dan antisosial sangat berkaitan. Perilaku antisosial lebih mengarah 3 menentang kepada norma-norma yang sedang berlaku dalam masyarakat. (Connor, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Ma, Li, dan Pow (2011), memperlihatkan adanya korelasi yang positif antara perilaku prososial dan antisosial dalam penggunaan internet dengan perilaku prososial dan antisosial pada remaja dan dewasa muda. Perilaku prososial dan antisosial dalam kehidupan nyata dapat juga berhubungan dengan perilaku di dunia maya. Pada dasarnya perilaku prososial di internet sama halnya dengan perilaku prososial dalam kehidupan nyata, seperti menyumbangkan dana untuk tujuan mulia melalui organisasi amal online, memberikan kontribusi software dan dokumentasi yang dipunyai sendiri untuk komunitas dan forum online (Sproul, 2006). Menurut Hing Keung Ma (2011) perilaku sosial dalam penggunaan internet dikategorikan sebagai berikut: 1. Prosocial internet behavior. Termasuk di dalamnya perilaku menolong, kerjasama dan berbagi, dan memelihara hubungan afektif dan perilaku normatif. Misalnya, orang yang menggunakan Internet untuk mengajar dan belajar, untuk menjalin komunitas dan kerja sukarela, dan untuk mendirikan ruang diskusi untuk kegiatan politik seperti mendukung atau mengkritik kebijakan pemerintah. 2. Common or usual internet behaivor. Ini mengacu pada penggunaan internet dalam landasan moral yang netral, sebagai contoh, menggunakan Internet untuk komunikasi atau untuk hiburan. 3. Antisocial internet behavior. Termasuk di dalamnya, perilaku ilegal atau agresif seperti mengunduh ilegal, menjual atau membeli barang-barang 4 palsu, cheating, cyber-bullying, perjudian online, berbagi atau mengunduh tautan pornografi, dan informasi agresif. Ketika seseorang terpapar dengan media digital dan internet dalam kurun waktu yang lama, hal tersebut akan mengembangkan cara baru untuk bersosialisasi, berinteraksi, berpikir, dan berperilaku (Tapscot, 2009). Menurut Tapscot (2009) salah satu karakteristik yang membedakan dunia maya dengan dunia nyata adalah seseoarang memiliki kebebasan berekspresi ketika bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain melalui teknologi dan internet. Internet merupakan singkatan dari inter-networking. Internet secara umum, adalah jaringan yang menghubungkan sistem komputer (Green, 2010). Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dan sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia. Layanan internet meliputi komunikasi langsung (email, chat), diskusi (Usenet News, email, milis), sumber daya informasi yang terdistribusi (World Wide Web, Gopher), dan aneka layanan lainnya. Inovasi dalam dunia internet khususnya web semakin hari kian mengalami perkembangan yang berarti, hal ini dibuktikan dengan adanya teknologi web 2.0 yang dikembangkan sekitar tahun 2004. Web 2.0 adalah website yang memungkinkan adanya interaksi antara pemilik dan pengguna dengan konsep yang lebih mudah dan fleksibel (Zibriel & Supangkat, 2008). Salah satu fitur aplikasi web 2.0 dipakai untuk menggambarkan jaringan relasi yang ada di setiap individu dengan lingkungan sosial (Beer, 2008; dalam Dashgupta, 2010), hal tersebut menjadi cikal bakal munculnya media sosial seperti Facebook, Twitter, LinkedIn, dan Friendster yang secara eksplisit disebut social networking sites (situs jejaring sosial). 5 Fungsi utama penggunaan sebuah situs jejaring sosial adalah pemeliharaan relasional (Lampe, Ellison, & Steinfield, 2006). Merangkum beberapa studi mengenai situs jejaring sosial, Pollet, Robert, dan Dunbar (2011) menyebutkan bahwa interaksi melalui media sosial seperti situs jejaring sosial dapat efektif untuk membangun persahabatan dan secara kesuluruhan berdampak positif terhadap kesejahteraan. Situs jejaring sosial telah memperoleh perhatian besar di hampir seluruh masyarakat dunia, menjadi ruang komunitas online yang populer untuk kaum mudamudi dan orang dewasa. Masyarakat berduyun-duyun beraktifitas di situs jejaring sosial untuk bersosialisasi dengan teman-teman dan kenalan, untuk berbagi informasi dengan orang lain, dan untuk melihat dan dilihat, situs jejaring sosial menyediakan titik pusat akses dan membawa struktur dalam proses berbagi informasi pribadi dan sosialisasi secara online (Jamali dan Abolhassani, 2006). Memperhatikan situs jejaring sosial, Gotta (2008) mendapatkan bahwa ada 4 komponen arsitektur dari sebuah situs jejaring sosial, yaitu : 1. Berperan sebagai fasilitas bagi individu untuk menjalin hubungan dengan individu lainnya sehingga memungkinkan mereka untuk bersama-sama membangun atau memperluas jejaring sosial mereka. 2. Merupakan sebuah fasilitas bagi orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain, berbagi informasi dalam situs, berpartisipasi dalam kegiatan situs yang berbeda, dan membangun komunitas secara informal dan sukarela. 3. Terintegrasi dengan infrastruktur platform yang terkait untuk melengkapi sistem jaringan komunikasi dalam komputer (misalnya direktori, keamanan, dan aplikasi integrasi). 4. Mengandung komponen spesifik yang memungkinkan orang untuk: a) mendefinisikan profil secara online. 6 b) daftar hubungan individu. c) pemberitahuan tentang suatu kegiatan (notification). d) berpartisipasi dalam kegiatan suatu kelompok masyarakat. e) pengaturan privasi dan izin. Di Indonesia situs jejaring sosial mempunyai pengguna aktif yang banyak, Dari data www.socialbakers.com pada tahun 2012, Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengguna Facebook terbanyak urutan ke-4 (42.482.060 pengguna), sedangkan untuk situs microblogging Twitter, Indonesia menempati urutan ke-5 dengan jumlah pengguna 19,5 juta. Khusus mengenai Twitter, pesan (dalam Twitter disebut kicauan/tweet) yang dituliskan para tweep (pengicau) Indonesia terjaring sebanyak 175 juta setiap harinya, mencapai sekitar 12 persen dari total jumlah tweet di seluruh dunia. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi negara yang menulis kicauan ketiga terbanyak di dunia. Layanan Facebook hadir dengan berbagai macam fitur yang bisa dibilang lengkap. Semua ada di Facebook, mulai dari sekadar update status, berbagi tautan link, berbagi gambar, berbagi video, berkirim pesan, blogging, chatting. Setelah maraknya fenomena penggunaan Facebook, Twitter hadir dengan membawa format baru berupa micro-blogging. Twitter adalah micro-blogging yang memberikan fasilitas untuk menyebarkan informasi pesan secara singkat, padat, dan real-time, di dalam sebuah kalimat yang berjumlah maksimal 140 ke seluruh penjuru dunia. Popularitas situs jejaring sosial di kalangan remaja tidak diragukan lagi, dari survey yang dilakukan Godstein (2007), didapatkan bahwa pengguna aktif terbanyak situs jejaring sosial memiliki rentan usia 14-19 tahun dengan presentase 40,5 persen. Data yang dimiliki Komnas Perlindungan Anak pada tahun 2009, menyebutkan sekitar 53% dari total pengguna Facebook di Indonesia adalah remaja 7 berusia di bawah 18 tahun. Menurut temuan Kemenkominfo dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada tahun 2010, total pengguna Internet di Indonesia saat ini menembus 40 juta pengguna, dari angka itu, 64 persen adalah remaja (Vivanews, 2010). Hal-hal tersebut disebabkan karena para remaja mempunyai waktu luang yang lebih banyak dibanding para pekerja, dan menjamurnya warnet dapat memfasilitasi masyarakat yang tidak mempunyai internet di rumah (“Pengguna Internet Indonesia Didominasi Remaja”, 2009). Telah disebutkan bahwa fungsi utama penggunaan situs jejaring sosial pada remaja adalah pemeliharaan relasional, mengacu pada tugas perkembangan usianya, masa remaja memiliki tugas penting untuk mampu bergaul (Gunarsa & Gunarsa, 2006). Hal ini memberikan implikasi bahwa remaja harus mulai menjalin relasi dengan orang-orang di luar rumahnya, dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah perilaku sosial. Perilaku sosial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku umum yang ditunjukkan oleh individu dalam masyarakat, yang pada dasarnya sebagai respons terhadap apa yang dianggap dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh kelompok sebaya seseorang (Baron & Byrne, 2005). Sejalan dengan hal tersebut, perilaku sosial yang dapat diterima masyarakat dipandang sebagai perilaku yang memberikan efek positif dalam masyarakat, seperti menolong, berbuat baik, atau disebut dengan perilaku prososial, dan perilaku sosial yang tidak dapat diterima dipandang sebagai perilaku yang memberikan efek negatif dalam masyarakat atau disebut dengan perilaku antisosial (Baumeister & Bushman, 2011) Perilaku prososial digunakan remaja untuk dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan teman sebaya, orang tua maupun masyarakat dengan membantu orang yang membutuhkan pertolongan, berbagi atau bekerjasama secara positif. 8 Namun bagi remaja, perilaku prososial sering disalahartikan dengan mengikuti ajakan serta tekanan dalam kelompok teman sebaya yang menyimpang, misalnya agar dianggap solider dan bersahabat, remaja mau merokok, tawuran, membolos ataupun memalak temannya, seringkali tindakan-tindakan anti sosial dilakukan para remaja (Wentzel & Asher 1995). Dari temuan Ma, Li, dan Pow (2011), secara umum, remaja yang berperilaku prososial cenderung lebih prososial dalam penggunaan internet, demikian pula remaja yang berperilaku antisosial cenderung lebih antisosial dalam penggunaan internet, dengan kata lain bahwa terdapat hubungan positif antara perilaku prososial maupun antisosial di dunia maya dan dunia nyata Dari pemaparan latar belakang masalah, penelitian ini berupaya melihat hubungan antara perilaku sosial dalam ruang lingkup perilaku prososial maupun antisosial di situs jejaring sosial dengan kehidupan nyata. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian, yaitu para remaja, yang tinggal di Jakarta. Dalam hal ini Facebook dan Twitter menjadi situs jejaring sosial yang dimaksud dalam penelitian ini. Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan wawasan dan memperkaya teori mengenai ruang lingkup perilaku sosial di dunia maya dan dunia nyata, 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat hubungan antara perilaku prososial di situs jejaring sosial dengan perilaku prososial di dunia nyata pada remaja 2. Apakah terdapat hubungan antara perilaku antisosial di situs jejaring sosial dengan perilaku antisosial di dunia nyata pada remaja 9 1.3 Tujuan Penelitian Dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara perilaku prososial di situs jejaring sosial dengan perilaku prososial di dunia nyata pada remaja 2. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara perilaku antisosial di situs jejaring sosial dengan perilaku antisosial di dunia nyata pada remaja 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan memperkaya teori dalam penelitian psikologi mengenai hubungan perilaku sosial dalam ruang lingkup perilaku prososial dan antisocial dalam beraktivitas jejaring sosial dengan perilaku prososial dan anti sosial. 2. Merupakan sebuah penelitian awal tentang aktivitas jejaring sosial, dengan masih minimnya penelitian di Indonesia mengenai topik tersebut, diharapkan mampu memberikan stimulus untuk membuat penelitianpenelitian serupa. Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada masyarakat khususnya remaja, mengenai penggunaan situs jejaring 10 sosial, bagaimana remaja membentuk pola interaksi di dunia maya dan di dunia nyata. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada para orang tua dan praktisi pendidikan untuk dapat lebih memahami para remaja dalam aktivitasnya di situs jejaring sosial.