1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak dengan keanekaragaman jenis yang tinggi dan ditemukan hampir di semua negara termasuk Indonesia. Sapi (Bos sp.) merupakan anggota famili Bovidae, subfamili Bovinae, genus Bos (Geraads 1992; Buntjer 1997). Subfamili Bovinae dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Tragelaphini, Boselaphini, dan Bovini. Kelompok Bovini terdiri atas spesies sapi dan kerbau, baik liar maupun yang telah didomestikasi, dan mulai berdiferensiasi lebih dari 4 juta tahun lalu (Lenstra & Bradley 1999). Menurut Perkins (1969), domestikasi sapi pertama kali ditemukan di Turki dengan dua tipe sapi, yaitu tipe berpunuk (Zebu) dan tidak berpunuk (Taurin). Sebagian besar sapi di wilayah Asia merupakan keturunan tipe Bos indicus atau dikenal sebagai sapi zebu, sedangkan sapi yang tersebar di wilayah Eropa termasuk dalam spesies Bos taurus atau sapi taurin (Bradley & Cunningham 1999). Sapi bali yang terdapat di Indonesia, berbeda dari tipe B. indicus dan B. taurus, dan berasal dari domestikasi yang terpisah. Sapi bali memiliki karakteristik berukuran sedang, tidak berpunuk, memiliki warna putih pada bagian belakang paha, bagian perut, dan keempat kaki bawah sampai di atas kuku (white stocking) (Payne & Rollinson 1973). Sapi bali yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi Banteng liar (Bibos banteng), dan proses domestikasi sapi bali ini terjadi sebelum 3500 SM (Rollinson 1984). Mereka diklasifikasikan sebagai B. javanicus, serta memiliki kromosom 2n=60, hampir sama dengan B. indicus dan B. taurus (Bradley & Cunningham 1999). Bangsa sapi memiliki karakteristik tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi-sapi yang terdapat di Indonesia mempunyai karakteristik warna kulit maupun ukuran tubuh yang berbeda tergantung dari asal tetuanya. Perkembangan jenis sapi di Indonesia berasal dari sapi asli seperti sapi bali dan juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti sapi pesisir, sapi madura, sapi aceh, sapi Sumba Ongole (SO) dan sapi Peranakan Ongole (PO) (Martojo 2003; Jakaria 2008). Dalam upaya membedakan masing-masing sapi lokal Indonesia tersebut, struktur morfogenetik saja tidak cukup untuk membedakan keaslian dan asal-usulnya. Untuk memperjelas asal-usul sapi tersebut dapat digunakan penanda genetik molekuler. Salah satu penanda molekuler yang sering digunakan sebagai pembeda adalah gen cytochrome oxidase subunit I (COI). Salah satu kelebihan gen COI sebagai penanda analisis filogeni adalah asam amino pada fragmen COI jarang mengalami substitusi. Namun demikian, basa-basa pada triple codonnya masih berubah dan bersifat silent (perubahan basa yang tidak merubah jenis asam amino). Perubahan yang bersifat silent tersebut berasal dari substitusi basa kodon ketiga (Lynch & Jarrell 1993). Fragmen basa nukleotida COI bersifat conserved (lestari) maka berguna untuk merekonstruksi filogenetik pada cabang evolusi tingkat spesies (Palumbi 1996). Selain itu, COI juga dapat digunakan sebagai DNA barcoding karena sedikit sekali delesi dan insersi dalam sekuennya, serta variasinya juga sedikit. Oleh karena itu, sekuens yang bersifat conserved merupakan identitas spesies (Hebert et al. 2003). Beberapa penelitian telah menggunakan daerah COI sebagai penanda pada beberapa hewan seperti pada primata (Wu et al. 2000), Cestoda (Taenia) (Gasser et al. 1999), dan Hemiptera (Rahayuwati 2009). Filogeni adalah sejarah mengenai garis evolusi suatu kelompok organisme atau makhluk hidup (Coccone 1999). Filogeni sapi telah dipelajari berdasarkan analisis morfologi (Geraads 1992) dan molekuler seperti sekuensing gen mitokondria cytochrome oxidase subunit II (COII) (Janecek et al. 1996), sekuensing D-loop DNA mitokondria (Sutopo 2001; Abdullah 2008), dan sekuensing mitokondria cytochrome b (Schreiber et al. 1999). Hasil penelitian Abdullah (2008) menunjukkan berdasarkan runutan daerah D-loop DNA mitokondria, sapi aceh, pesisir, dan PO terletak dalam kelompok yang sama serta memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan B. indicus (zebu), sedangkan sapi bali dan madura terletak dalam kelompok sendiri. Selain DNA mitokondria, analisis molekuler juga menggunakan DNA inti yaitu mikrosatelit (Sutopo 2001; Abdullah 2008). Berdasarkan DNA mikrosatelit 2 Abdullah (2008) menunjukkan bahwa sapi aceh, pesisir, dan PO terletak dalam kelompok yang sama dengan sapi madura, sedangkan sapi bali terletak dalam kelompok yang terpisah. Penelitian mengenai filogeni sapi berdasarkan DNA mitokondria gen COI belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon filogenetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia. Tujuan Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaman genetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia dan mengetahui hubungan kekerabatannya berdasarkan sekuens DNA mitokondria gen COI. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga April 2011 di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknolgi (PPSHB) dan Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. BAHAN DAN METODE Bahan Sampel darah sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah sapi bali (n = 2), madura (n = 2), aceh (n = 2), pesisir (n = 2), dan PO (n = 2) koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bahan purifikasi yang digunakan yaitu etanol absolut, etanol 70%, ddH2O, SDS 10%, Proteinase K 5 mg/ml, 1X STE, larutan fenol, CIAA (kloroform: isoamil alkohol =24:1), NaCl 5 M, dan larutan TE. Metode Ekstraksi dan Isolasi DNA Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode fenol (Sambrook et al. 1989). Sampel darah sapi yang disimpan dalam etanol absolut dipindahkan ke tabung 1.5 ml sebanyak 200 µl, ditambah dengan 1000 µl low TE, divortex dan didiamkan ± 5 menit. Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit dan supernatannya dibuang. Hal ini dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan alkohol yang terdapat di dalam sampel darah sapi. Setelah itu, ditambah 40 µl SDS 10%, 10 µl Proteinase K 5 mg/ml, dan 1X STE sampai 400 µl, dikocok pelan dalam inkubator pada suhu 55oC selama 2 jam. Suspensi yang telah diinkubasi pada suhu 55ºC selama 2 jam ditambah 400 µl larutan fenol, 400 µl CIAA (kloroform: isoamil alkohol =24:1), dan 40 µl 5 M NaCl, dikocok pelan pada suhu ruang selama 1 jam dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Bagian DNA (bening) dipindahkan menggunakan pipet ke tabung 1.5 ml baru ditambah 800 µl etanol absolut, dan 40 µl 5 M NaCl lalu didinginkan dalam freezer selama semalam. Setelah itu, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, ditambah dengan 800 µl etanol 70%, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit dan bagian supernatan dibuang. Sampel selanjutnya didiamkan dalam keadaan terbuka sampai alkohol hilang lalu ditambah 100 µl TE dan sampel DNA disimpan dalam freezer sampai akan digunakan pada tahap selanjutnya. Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA Amplifikasi mtDNA daerah COI dilakukan dengan menggunakan primer koleksi Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dengan primer forward BICOIF (5’-TTCTCAACCAACCATAAAGATATTGG-3’) dan primer reverse BICOIR (5’-TAGACTTCGGGGTGTCCAAAGAATCA-3’). Komposisi pereaksi PCR terdiri atas sampel DNA 4 µl, primer forward dan reverse dalam 0.5 ρmol/µl, dNTPs 0.1 mM/µl, MgCl2 0.5 mM/µl, dan Taq Polymerase (Fermentase) beserta buffernya sebesar 0.5 unit dalam volume total 25 µl. Reaksi PCR dilakukan menggunakan mesin Thermocycler Eppendorf dengan kondisi yaitu, predenaturasi 95 oC selama lima menit. Siklus PCR dilakukan sebanyak 35 kali dengan kondisi denaturasi 95 ºC selama 45 detik, penempelan primer 58 oC selama 1 menit, ekstensi 72 oC selama 1 menit, dan diakhiri oleh post-ekstensi 72 oC selama 5 menit. Produk PCR yang dihasilkan sebesar 710 pb Kualitas produk PCR dilihat dengan dimigrasikan pada gel agarosa 1.5% dengan menggunakan buffer 0.5x TBE. Gel agarosa