lembaran daerah kota cilegon tahun : 2009 nomor : 2 peraturan

advertisement
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON
TAHUN : 2009
NOMOR : 2
PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON
NOMOR 2 TAHUN 2009
TENTANG
PELAYANAN KETENAGAKERJAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA CILEGON,
Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pelayanan bidang
ketenagakerjaan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah ;
b. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan di bidang ketenagakerjaan
perlu dilakukan pembinaan, pengawasan/pengendalian dan perlindungan
terhadap tenaga kerja di Daerah ;
c. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud
huruf
a dan b di atas, dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Pelayanan Ketenagakerjaan.
Mengingat
: 1. Undang-Undang UAP 1930 Staadblad Nomor 225 Tahun 1930 ;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) jo Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2943) ;
3. Undang ...
-23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2944) ;
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1) ;
5. Undang-Undang
Nomor
7
Tahun
1981
tentang
Wajib
Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3201) ;
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) ;
8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya
Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi
Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 142,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010) ;
10. Undang-Undang
Nomor
13
tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3938) ;
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844) ;
12. Undang ...
-312. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438) ;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1991 tentang Latihan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2567) ;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3754) ;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4741) ;
16. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan
Pekerjaan ;
17. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2002 Nomor
122) ;
18. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Kota Cilegon (Lembaran Daerah
Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 4) ;
19. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 7 tahun 2008 tentang Pembentukan
Organisasi Dinas Daerah Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon
Tahun 2008 Nomor 7).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA CILEGON
dan
WALIKOTA CILEGON
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN.
BAB …
-4BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Cilegon ;
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah ;
3. Walikota adalah Walikota Cilegon ;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD,
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cilegon ;
5. Dinas adalah Dinas yang membidangi ketenagakerjaan di Kota Cilegon ;
6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi ketenagakerjaan di
Kota Cilegon ;
7. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di
bidang Retribusi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku ;
8.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha
yang
meliputi
perseroan
terbatas,
perseroan
komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan
bentuk badan lainnya ;
9.
Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan
tenaga kerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, baik milik
swasta maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) ;
10. Pengusaha ...
-510. Pengusaha adalah :
a. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan milik sendiri;
b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan yang bukan miliknya;
c. Orang, Persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
dalam huruf a dan huruf b yang bekedudukan di luar wilayah
Indonesia.
11. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa
atau
barang
dengan
menggunakan
keterampilan
tertentu
untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat ;
12. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain ;
13. Pemagangan adalah bagian dari sistem pengembangan sumber daya
manusia yang dilaksanakan oleh perusahaan atau mitra, dimana peserta
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diarahkan
untuk
suatu
jabatan
tertentu
melalui
jalur
pengalaman
yang
dilaksanakan secara sistematis menurut kemampuan kedua belah pihak
dan diikat dalam suatu kontrak pemagangan yang tidak dengan
sendirinya menjamin penempatan oleh pelaksanaan ;
14. Pembinaan Keterampilan Tenaga Kerja disingkat PKTK adalah suatu
sistem
pengelolaan
perusahaan
yang
keterampilan
memiliki
kerja
tenaga
yang
kerja
wajib
minimal
diikuti
25
oleh
orang,
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja terampil ;
15. Lembaga Pelatihan Swasta yang selanjutnya disingkat LPS adalah suatu
badan, organisasi atau lembaga yang menyelenggarakan latihan kerja
bagi angkatan kerja dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan ;
16. Antar Kerja bentuk Satu yang selanjutnya disingkat AK-1 adalah kartu
yang ditetapkan sebagai tanda bukti seseorang yang telah mendaftarkan
diri sebagai pencari kerja ;
17. Dewan Latihan Kerja Daerah yang selanjutnya disingkat DLKD adalah
Suatu Lembaga yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan latihan kerja
di daerah ;
18. Lembaga ...
-618. Lembaga Latihan Swasta yang selanjutnya disingkat LLS adalah suatu
badan, organisasi atau lembaga yang menyelenggarakan latihan kerja
bagi angkatan kerja dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan ;
19. Lembaga Latihan Perusahaan yang selanjutnya disingkat LLP adalah
suatu badan, organisasi, bagi yang menyelenggarakan latihan bagi
karyawan perusahaan sendiri, karyawan perusahaan lain, maupun
masyarakat umum ;
20. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disingkat TKI adalah Warga
Negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja
di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja;
21. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, yang selanjutnya
disebut Penempatan TKI adalah kegiatan penempatan tenaga kerja yang
dilakukan dalam rangka mekanisme antar kerja, untuk mempertemukan
persediaan TKI dengan permintaan di pasar kerja di luar negeri ;
22. Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta yang selanjutnya disingkat
LPTKS adalah lembaga pelatihan berbadan hukum yang melakukan
pelayanan penempatan tenaga kerja dengan memberikan informasi,
pendaftaran, pelatihan, bimbingan dan penyuluhan jabatan untuk
penempatan serta tindak lanjut penempatan ;
23. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang selanjutnya
disingkat PPTKIS adalah badan hukum yang berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) yang mendapat ijin Pelaksana Penempatan TKI dari
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia ;
24. Kantor Cabang PPTKIS adalah perwakilan PPTKIS di Kota Cilegon yang
bertindak untuk dan atas nama PPTKIS Pusat ;
25. Bursa Kerja Khusus yang selanjutnya disingkat BKK adalah Bursa Kerja
yang berada di satuan pendidikan Menengah Kejuruan dan Pendidikan
Tinggi
untuk
melakukan
kegiatan
antar
kerja
khusus
bagi
siswa/mahasiswa dan alumninya sendiri ;
26. Antar kerja adalah suatu proses kegiatan penempatan Tenaga Kerja
yang meliputi pelayanan Informasi pasar kerja (IPK), pendaftaran
pencari kerja, pendaftaran lowongan kerja, bimbingan dan penyuluhan
jabatan, penempatan dan tindak lanjut penempatan ;
27. Antar ...
-727. Antar Kerja Lokal yang selanjutnya disingkat AKL, adalah antar kerja
antar Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten dalam satu wilayah kerja
Dinas Tenaga Kerja Propinsi Banten ;
28. Antar Kerja Antar Daerah yang selanjutnya disingkat AKAD adalah antar
kerja antar Dinas Tenaga Kerja Propinsi dalam wilayah Republik
Indonesia ;
29. Pelatihan
Kerja
adalah
keseluruhan
kegiatan
untuk
memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan
dan keahlian sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan ;
30. Kompetensi Kerja adalah kemampuan bagi setiap individu yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan ;
31. Pengguna Tenaga Kerja adalah orang atau badan hukum yang
menggunakan tenaga kerja dengan imbalan upah ;
32. Perjanjian Kerja Bersama yang selanjutnya disingkat PKB adalah
perjanjian yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja / Serikat Buruh
hasil perundingan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh atau beberapa
serikat
pekerja/buruh
yang
telah
tercatat
pada
Instansi
yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan Pihak Pengusaha
atau beberapa Pengusaha, yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban kedua belah pihak, masa berlakunya maksimal 2 (dua) tahun
dan atas kesepakatan tertulis kedua belah pihak dapat diperpanjang
maksimal 1 (satu) tahun ;
33. Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh adalah perusahaan berbadan
hukum yang di dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja atau
buruh untuk dipekerjakan diperusahaan pemberi pekerjaan ;
34. Peraturan Perusahaan yang selanjutnya disingkat PP adalah peraturan
yang wajib dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang mempekerjakan
sejumlah 10 orang buruh atau lebih yang memuat ketentuan-ketentuan
tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan, berlaku paling
lama 2 (dua) tahun dan disyahkan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota
Cilegon;
35. Perjanjian ...
-835. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWT
adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk
pekerjaan tertentu ;
36. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan
pertentangan
antara
pengusaha
atau
gabungan
pengusaha dengan pekerja / buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan
perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan ;
37. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengalihan hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
38. Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah
penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah
yang diselenggarakan oleh seorang atau lebih mediator yang netral ;
39. Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut Mediator adalah
pegawai
instansi
ketenagakerjaan
pemerintah
yang
yang
memenuhi
bertanggungjawab
syarat
sebagai
di
mediator
bidang
yang
ditetapkan Menteri Tenaga Kerja RI untuk bertugas melakukan mediasi
dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis, kepada pihakpihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan
antara serikat pekerja / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan ;
40. Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari oleh
dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan
yang
bersifat
bebas,
terbuka,
mandiri,
demokratis
dan
bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh, meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya ;
41. Federasi
Serikat
pekerja/Serikat
Buruh
adalah
gabungan
serikat
pekerja/serikat buruh ;
42. Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah gabungan federasi
serikat pekerja /serikat buruh ;
43. Lembaga ...
-943. Lembaga Kerjasama Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu
perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat
pekerja/serikat
buruh
yang
sudah
tercatat
di
instansi
yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan ;
44. Lembaga Kerjasama Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri
dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja / serikat buruh dan
pemerintah ;
45. Pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian secara
langsung yang dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan
terhadap syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
46. Pengujian adalah kegiatan penilaian terhadap obyek pengawasan yang
bersifat teknis dan mempunyai resiko bahaya dengan cara memberi
beban atau dengan teknik pengujian lain sesuai ketentuan yang berlaku;
47. Pemeriksaan dan/atau Pengujian Pertama adalah pemeriksaan dan/atau
pengujian terhadap obyek pengawasan yang baru atau yang belum
pernah diperiksa ;
48. Pemeriksaan dan/atau Pengujian Berkala adalah pemeriksaan dan/atau
pengujian yang dilakukan secara periodik untuk mengetahui dipenuhinya
syarat keselamatan dan kesehatan kerja, sesuai ketentuan yang berlaku;
49. Pemeriksaan atau Pengujian Ulang adalah pemeriksaan atau pengujian
kembali oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja yang lebih senior atas permintaan pengusaha.
50. Perusahaan Jasa Pemeriksaan dan Pengujian Teknik Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah perusahaan yang ditunjuk oleh Walikota yang
bergerak di bidang jasa pemeriksaan dan pengujian teknik keselamatan
dan kesehatan kerja ;
51. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai Teknis berkeahlian
khusus yang ditunjuk oleh Walikota ;
52. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tenaga teknis berkeahlian
khusus dari luar Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk mengawasi
ditaatinya Undang-Undang tentang Keselamatan Kerja ;
53. Tempat ...
- 10 53. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber atau sumber bahaya.
BAB II
PELATIHAN TENAGA KERJA
Bagian Pertama
Pelatihan
Pasal 2
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan dan / atau mengembangkan keterampilan atau keahlian
kerja
guna
meningkatkan
kemampuan,
produktivitas
dan
kesejahteraan tenaga kerja.
(2) Pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertahap,
berjenjang,
berkesinambungan
dan
sistematis
sesuai
dengan
perkembangan pasar kerja, persyaratan kerja dan teknologi.
Pasal 3
Setiap tenaga kerja untuk memperoleh dan atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan keterampilan dan/atau keahlian kerja sesuai dengan
bakat, minat kemampuannya melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh
pengguna tenaga kerja.
Pasal 4
(1) Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan kerja ditempat penyelenggaraan pelatihan sesuai bidang
tugasnya.
(2) Pengusaha bertanggungjawab atas pemberian kesempatan kepada
pekerjanya
untuk
meningkatkan,
mengembangkan
keterampilan
dan/atau keahlian kerja melalui pelatihan kerja.
Pasal 5
(1) Tenaga Kerja berhak memperoleh pengakuan kualifikasi keterampilan
dan/atau keahlian kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang
diselenggarakan oleh Dinas atau swasta pengguna tenaga kerja;
(2) Pengakuan ...
- 11 (2) Pengakuan kualifikasi keterampilan atau keahlian kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui sertifikasi keterampilan atau
keahlian kerja;
(3) Sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja sebagaimana dimaksud
ayat (2), dapat diikuti oleh tenaga kerja yang berpengalaman kerja;
(4) Untuk melaksanakan sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja
dibentuk lembaga sertifikasi berdasarkan profesi yang unsurnya terdiri
dari Dinas, Asosiasi Perusahaan, Serikat Pekerja dan Pakar di
bidangnya.
Pasal 6
Pelatihan kerja yang pesertanya terdapat tenaga kerja penyandang cacat
dilaksanakan
dengan
memperhatikan
jenis,
derajat
kecacatan
dan
kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan.
Pasal 7
Dinas melakukan pembinaan program dan informasi pelatihan kerja, baik
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun oleh Swasta dan
pengguna tenaga kerja.
Bagian Kedua
Penyelanggaraan Latihan
Pasal 8
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh Dinas, Swasta dan/atau Pengguna
Tenaga Kerja ;
(2) Pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh Dinas dilaksanakan oleh
Pusat Pelatihan Keterampilan Masyarakat Kota Cilegon ;
(3) Bahwa
pembentukan
Pusat
Pelatihan
Keterampilan
Masyarakat
dibentuk oleh Walikota.
Pasal 9
Setiap perusahaan yang tenaga kerjanya berjumlah 100 (seratus) orang
atau lebih, wajib membentuk Unit Pelayanan Pelatihan dan Produktivitas
(UP3) yang terakreditasi oleh Dinas.
Pasal ...
- 12 Pasal 10
(1) Semua jenis pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh LPS wajib
memperoleh izin penyelenggaraan latihan dari Dinas ;
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud ayat (1), lembaga
pelatihan kerja swasta harus berbadan hukum ;
(3) Syarat-syarat
untuk mendapatkan izin Penyelenggaraan Pendirian
Lembaga Pelatihan Kerja adalah sebagai berikut :
a. Foto Copy surat pengesahan sebagai badan hukum.
b. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP).
c. Foto Copy surat izin Gangguan dari Instansi berwenang.
d. Keterangan domisili.
e. Daftar nama tenaga pelatihan.
f. Surat bukti kepemilikan prasarana dan fasilitas program pelatihan
kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
g. Program Pelatihan kerja.
h. Struktur Organisasi;
i. Surat penunjukan cabang.
Pasal 11
Dinas dapat menghentikan pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja,
apabila dalam pelaksanaannya ternyata :
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ;
b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Bagian Ketiga
Pemagangan
Pasal 12
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada pasar kerja dan dunia
usaha, pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.
Pasal ...
- 13 Pasal 13
(1) Pemagangan yang diselenggarakan berdasarkan program pemagangan
yang disusun berdasarkan persyaratan dan kualifikasi jabatan;
(2) Program Pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan jenjang jabatan dalam
Pengguna Tenaga Kerja.
Pasal 14
(1) Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian/kontrak pemagangan
antara peserta magang dan pengusaha yang dibuat secara tertulis ;
(2) Isi perjanjian/kontrak pemagangan sekurang-kurangnya memuat :
a. Hak dan kewajiban pelaksana ;
b. Hak dan kewajiban peserta ;
c. Program pemagangan ;
d. Jangka waktu ;
e. Tata tertib pemagangan ;
f. Tempat pelaksanaan magang.
(3) Setiap perjanjian pemagangan wajib didaftarkan pada Pemerintah
Daerah ;
(4) Pemagangan
yang
diselenggarakan
tidak
melalui
perjanjian
pemagangan sebagaimana dimaksud ayat (2), dianggap tidak sah dan
status pekerja dianggap sebagai pekerja pengguna tenaga kerja.
Pasal 15
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas
pengakuan kualifikasi keterampilan atau keahlian kerja dari pengguna
tenaga kerja atau Dinas.
Pasal 16
Pemagangan dapat dilaksanakan ditempat pengguna tenaga kerja sendiri
maupun bekerjasama dengan tempat penyelenggaraan pelatihan kerja atau
pengguna tenaga kerja lain, baik di dalam maupun di luar wilayah
Indonesia.
Pasal ...
- 14 Pasal 17
(1) Penyelenggaraan pemagangan wajib memperhatikan :
a. Harkat dan martabat bangsa Indonesia;
b. Penguasaan keterampilan dan keahlian yang lebih tinggi;
c. Perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan;
(2) Dinas dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan apabila dalam
pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud ayat (1).
Pasal 18
Dinas dapat mewajibkan kepada pengguna tenaga kerja yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Dinas untuk melaksanakan pelatihan kerja
pemagangan.
Pasal 19
(1) Untuk
memberikan
saran
dan
pertimbangan
dalam
penetapan
kebijakan pelatihan kerja dan pemagangan dibentuk Komisi Pelatihan
Kerja Daerah yang terdiri dari unsur Tripartit ditambah dengan Asosiasi
Profesi dan Pakar yang terkait ;
(2) Anggota Komisi Pelatihan Kerja Daerah sebagaimana dimaksud
ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh Walikota.
Pasal 20
(1) Pembinaan
pelatihan
kerja
dan
pemagangan
ditujukan
kearah
peningkatan relevasi dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja dan
pemagangan dalam rangka meningkatkan produktivitas.
(2) Peningkatan produktivitas sebagaimana dimaksud ayat (1), dilakukan
melalui pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi dan
efisiensi kegiatan ekonomi menuju terwujudnya produktivitas nasional.
Bagian Keempat
Akreditasi
Pasal 21
Akreditasi dan penilaian terhadap suatu lembaga dilakukan berdasarkan
standar
yang
telah
ditetapkan
bagi
setiap
jenis
tingkatan,
untuk
menetapkan jenjang status dari lembaga yang bersangkutan.
Pasal ...
- 15 Pasal 22
Untuk mendapatkan pengakuan penuh terhadap hasil suatu program
pendidikan dan latihan, penyelenggara program harus memenuhi standar
yang ditentukan oleh Dinas.
Pasal 23
Apabila penyelenggara belum dapat memenuhi standar, maka pengakuan
diberikan terbatas sesuai dengan derajat pemenuhan standar.
Pasal 24
Untuk
memperlancar
pelaksanaan
pengakuan
dan
akreditasi,
maka
penyelenggara wajib memberikan laporan secara berkala sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 25
Pengakuan sebagaimana dimaksud Pasal 23, akan ditinjau kembali secara
berkala guna disesuaikan dengan keadaan dan standar yang berlaku.
BAB III
PENEMPATAN TENAGA KERJA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 26
(1) Setiap badan, Instansi Pemerintah, Perusahaan Swasta maupun BUMN/
BUMD wajib melaporkan setiap ada atau akan ada lowongan pekerjaan
kepada Dinas.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat :
a. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan;
b. Jenis pekerjaan dan syarat-syarat jabatan yang digolongkan dalam
jenis kelamin, usia, pendidikan, keterampilan/keahlian, pengalaman
dan syarat-syarat lain yang dipandang perlu.
(3) Pengguna tenaga kerja dalam pemenuhan lowongan kerja hanya
menerima pencari kerja yang telah terdaftar pada Dinas ;
(4) Dalam ...
- 16 (4) Dalam
pemenuhan
lowongan
kerja,
perusahaan
diwajibkan
mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang pencari kerja
penyandang cacat dari jumlah 100 (seratus) orang tenaga kerja yang
dibutuhkan yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi
pekerjaan pada perusahaan, teknis pemenuhan lowongan kerja
penyandang cacat diatur oleh Walikota.
(5) Apabila dalam pemenuhan lowongan kerja tidak bisa diisi oleh pencari
kerja yang terdaftar pada Dinas, maka Pengguna Tenaga Kerja
diperbolehkan memasang iklan di media massa dengan menyampaikan
surat pemberitahuan kepala Dinas ;
(6) Apabila lowongan pekerjaan telah terpenuhi/terisi maka Pengguna
Tenaga Kerja wajib melaporkan secara tertulis kepada Dinas paling
lambat 1 (satu) minggu setelah ditempatkan.
(7) Dalam rangka pengisian lowongan pekerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pelaksanaan seleksi/test calon tenaga kerja/karyawan
dilaksanakan di Kota Cilegon sesuai dengan domisili perusahaan.
Pasal 27
Bagi pengusaha atau investor yang akan membuka usahanya di Wilayah
Kota Cilegon selain harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan
penanaman modal baik dalam negeri maupun asing juga diwajibkan
melengkapi dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja (RPTK).
Pasal 28
Setiap Perusahaan wajib melaporkan jumlah karyawannya kepada Dinas.
Pasal 29
Tata cara dan kewajiban laporan lowongan pekerjaan dan jumlah karyawan
sebagaimana dimaksud Pasal 26 dan 28 diatur lebih lanjut oleh Walikota.
Pasal 30
(1) Setiap pencari kerja yang terdaftar, berhak memperoleh pelayanan
yang sama dari Dinas untuk memperoleh pekerjaan;
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi pendaftaran,
informasi, bimbingan dan penyuluhan jabatan, pelatihan untuk
penempatan didalam maupun diluar hubungan kerja serta tindak lanjut
penempatan;
(3) Pencari kerja yang memerlukan pelayanan penempatan tenaga kerja
harus mendaftarkan diri secara langsung kepada Dinas.
Pasal ...
- 17 Pasal 31
(1) Setiap pencari kerja yang terdaftar mempunyai kesempatan yang sama
untuk mengisi lowongan pekerjaan;
(2) Untuk mengisi lowongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengutamakan
pencari
kerja
lokal
yang
memenuhi
kualifikasi
persyaratan jabatan yang dibutuhkan;
(3) Bahwa dalam mengisi lowongan pekerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) setiap kecamatan yang penduduknya telah terdaftar
sebagai pencari kerja mempunyai kesempatan yang sama.
(4) Pencari kerja lokal sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) berhak
memperoleh pendidikan dan pelatihan di PLKM Kota Cilegon sesuai
dengan bidang penempatan tenaga kerja yang dibutuhkan.
Bagian Kedua
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Pasal 32
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) diselenggarakan secara tertib,
efisien dan efektif untuk meningkatkan perlindungan, kesejahteraan,
perluasan lapangan kerja, kualitas dan peningkatan penerimaan devisa
dengan memperhatikan harkat dan martabat manusia, Bangsa dan Negara.
Pasal 33
(1) Dalam menyelenggarakan kegiatan penempatan TKI sebagaimana
dimaksud Pasal 32, Dinas melaksanakan :
a. Penerimaan dan penelitian job order dari PPTKIS yang telah
mendapat pengesahan dari KBRI dimana TKI akan ditempatkan;
b. Penyuluhan kepada calon TKI;
c. Pendaftaran calon TKI;
d. Seleksi administrasi, tes kesehatan, kemampuan dan keterampilan;
e. Penyerahan hasil seleksi kepada PPTKIS;
f. Penerimaan dan penelitian perjanjian penempatan dari PPTKIS;
g. Pembekalan akhir pra pemberangkatan;
h. Penerimaan formulir laporan penempatan dari PPTKIS;
i. Penandatanganan perjanjian kerjasama antara pihak pengguna jasa
dan TKI bersangkutan harus diketahui oleh pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dimana TKI itu berdomisili.
(2) Dinas ...
- 18 (2) Dinas memberikan rekomendasi bebas fiskal luar negeri kepada TKI
yang akan bekerja dengan menggunakan visa panggilan perorangan
setelah yang bersangkutan melapor kepada Walikota melalui kepala
Dinas dengan menunjukan visa kerja panggilan ;
(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud ayat (2), diberikan oleh Kepala
Dinas atas nama Walikota.
Bagian Ketiga
Lembaga Penempatan
Pasal 34
Pelaksana pelayanan penempatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Dinas;
b. Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta (LPTKS);
c. PPTKIS;
d. Instansi
Pemerintah
atau
Badan
Usaha
Milik
Negara/Daerah
(BUMN/BUMD);
e. Badan Usaha Milik Swasta untuk kepentingan sendiri.
Pasal 35
Lembaga
Penempatan
Tenaga
Kerja
Swasta
(LPTKS)
sebagaimana
dimaksud Pasal 34 huruf b, wajib memiliki Surat Izin Usaha Penempatan
(SIUP) dari Dinas.
Pasal 36
(1) PPTKIS sebagaimana dimaksud Pasal 34 huruf c, wajib memiliki SIUPPPTKIS dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ;
(2) Dinas mengeluarkan rekomendasi untuk memperoleh SIUP-PPTKIS
tersebut;
(3) Persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi dari Dinas diatur lebih
lanjut oleh Walikota ;
(4) PPTKIS
bertanggungjawab
terhadap
Tenaga
Kerja
Indonesia
bermasalah yang memakai jasa penempatannya.
Bagian ...
- 19 Bagian Keempat
Tempat Penampungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Pasal 37
(1) Penanggungjawab dan pengelola tempat penampungan TKI oleh
PPTKIS bertanggungjawab sepenuhnya atas segala kegiatan Tempat
Penampungan TKI;
(2) Penghuni tempat penampungan TKI adalah calon TKI yang melengkapi
dan mengikuti persyaratan penempatan ke luar negeri sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan kesehatan ;
b. Pelatihan ;
c. Pembukaan paspor ;
d. Pembekalan akhir pra pemberangkatan ;
e. Visa ;
f. Ansuransi ;
g. Penandatanganan perjanjian kerja ;
h. Pembelian tiket ;
i. Pembuatan rekomendasi bebas fiskal luar negeri dan sedang
menunggu jadwal pemberangkatan.
Pasal 38
(1) Setiap tempat Penampungan TKI harus memenuhi persyaratan
tertentu ;
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Walikota.
Pasal 39
Pengelola tempat penampungan mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a. Membuat laporan mingguan tentang kegiatan tempat penampungan
kepada Walikota melalui Kepala Dinas;
b. Memperlakukan calon TKI secara manusiawi sesuai harkat dan
martabatnya;
c. Menjaga kualitas pelayanan kepada penghuni tempat penampungan TKI.
BAB …
- 20 BAB IV
PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN
TENAGA KERJA ASING (IMTA)
Pasal 40
Pengguna TKA yang izin kerja TKA nya telah habis masa berlakunya wajib
untuk memperpanjang Izin Kepada Dinas.
Pasal 41
Pengajuan Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) disertai
dengan persyaratan administrasi sebagai berikut :
a. Rencana Penggunaan Tenaga Asing (RPTKA) ;
b. Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) lama ;
c. Keterangan Izin Tinggal Terbatas (KITAS) ;
d. Paspor ;
e. Surat Keputusan Pimpinan perusahaan tentang Penunjukan Tenaga
Pendamping yang telah mendapat rekomendasi dari kepala Dinas ;
f. Tanda bukti setor dari Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dana Pengembangan Keahlian dan
Keterampilan (DPKK) di setiap ke Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah ;
g. Surat Tanda Melapor Diri (STMD) dari Polres Cilegon ;
h. Surat Keterangan Kependudukan Sementara (SKKPS) dari Badan
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Cilegon.
Pasal 42
Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang lokasi
kerjanya dalam 1 (satu) Wilayah Kabupaten/Kota, diterbitkan oleh Dinas.
Pasal 43
Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang kembali sesuai dengan Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA).
BAB ...
- 21 BAB V
HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN SYARAT KERJA
Bagian Pertama
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
Pasal 44
(1) Setiap pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurangkurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan ;
(2) Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki
perjanjian kerja bersama ;
(3) Peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diajukan untuk mendapatkan pengesahan Walikota atau Pejabat yang
ditunjuk ;
(4) Tata Cara dan persyaratan pengesahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 45
(1) Perjanjian Kerja Bersama dibuat oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh
atau beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang telah tercatat pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha atau beberapa pengusaha ;
(2) Perjanjian Kerja Bersama yang telah ditandatangani oleh Pihak
Pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pihak Pengusaha wajib
mendaftarkan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk ;
(3) Tata Cara dan persyaratan pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian ...
- 22 Bagian Kedua
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Pasal 46
(1) Bagi Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh dalam waktu
tertentu wajib membuat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
antara Pengusaha dengan pekerja/buruh sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
a. Hak dan Kewajiban Pengusaha dan Pekerja/Buruh ;
b. Jangka Waktu Pelaksanaan ;
c. Jenis Pekerjaan ;
d. Besarnya Upah.
(3) PKWT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dicatatkan pada
Pemerintah Daerah selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak
ditandatangani ;
(4) Tata Cara Pencatatan PKWT sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 47
(1) Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (outsourcing) wajib memiliki
ijin operasional dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Tata Cara memiliki ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Bagian Ketiga
Perselisihan Hubungan Industrial
Pasal 48
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh
pengusaha pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh secara musyawarah
untuk mufakat, apabila tidak tercapai kata mufakat, maka pengusaha atau
pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh, menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang diatur dalam Undang-undang.
Bagian ...
- 23 Bagian Keempat
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pasal 49
(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh dan pemerintah,
dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi
pemutusan hubungan kerja (PHK).
(2) Dalam Hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan
kerja tidak dapat di hindari, maka pemutusan hubungan kerja wajib
dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh atau dengan
pekerja/buruh, apabila dalam hal perundingan tidak menghasilkan
persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja
dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Bagian Kelima
Penyelesaian Perselisihan Melalui Mediasi
Pasal 50
(1) Penjelasan perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh Mediator yang
berada
disetiap
instansi
yang
bertanggung
jawab
di
bidang
ketenagakerjaan ;
(2) Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas harus memenuhi
persyaratan
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Bagian Keenam
Serikat Pekerja / Serikat Buruh
Pasal 51
(1) Setiap Pekerja/Buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
Pekerja/Serikat buruh ;
(2) Serikat
Pekerja/Serikat
Buruh,
Federasi
dan
Konfederasi
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara
tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan ;
(3) Pemberitahuan ...
- 24 (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan dilampiri :
a. Daftar nama anggota pembentuk ;
b. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ;
c. Susunan dan Nama Pengguna.
Pasal 52
(1) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2)
wajib mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap
serikat
pekerja/serikat
buruh,
federasi
dan
konfederasi
serikat
pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan ;
(2) Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2)
dapat menangguhkan pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 53
Dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga,
pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat
buruh
memberitahukan
kepada
instansi
pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran
rumah tangga tersebut.
Bagian Ketujuh
Lembaga Kerjasama Bipartit
Pasal 54
(1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang
pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk Lembaga Kerjasama Bipartit;
(2) Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) di atas berfungsi sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai
hal ketenagakerjaan di perusahaan.
Pasal ...
- 25 Pasal 55
(1) Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit yang sudah terbentuk harus
diberitahukan untuk dicatat pada instansi yang bertanggungjawab
dibidang ketenagakerjaan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
setelah pembentukan ;
(2) Pengurus
Lembaga
Kerja
Sama
(LKS)
Bipartit
menyampaikan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara tertulis,
baik langsung maupun tidak langsung dengan melampirkan berita acara
pembentukan, susunan pengurus dan alamat perusahaan ;
(3) Selambat-lambatnya
pemberitahuan
7
instansi
(tujuh)
yang
hari
kerja
bertanggung
setelah
menerima
jawab
dibidang
ketenagakerjaan memberikan bukti penerimaan pemberitahuan.
Pasal 56
(1) Pembinaan Lembaga Kerja Sama Bipartit dilakukan instansi yang
bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan ;
(2) Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
instansi yang bertanggunjawab di bidang ketenagakerjaan dapat
mengikutsertakan organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat
buruh.
Pasal 57
(1) Pengurus Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit melaporkan setiap
kegiatan yang dilakukan kepada pimpinan perusahaan ;
(2) Pimpinan perusahaan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali
melaporkan
kepada
instansi
yang
bertanggungjawab
di
bidang
ketenagakerjaan ;
(3) Instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan secara
berkala setiap 6 (enam) bulan sekali melaporkan kepada instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan tingkat propinsi.
Bagian Kedelapan
Lembaga Kerjasama Tripartit
Pasal 58
(1) Lembaga Kerjasama Tripartit memberikan pertimbangan, saran dan
pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan
kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.
(2) Lembaga ...
- 26 (2) Lembaga Kerjasama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu)
adalah Lembaga Kerjasama Tripartit Kota Cilegon.
(3) Keanggotaan Lembaga Kerjasama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah,
organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh.
(4) Tata kerja dan susunan organisasi LKS Tripartit sebagaimana dimaksud
ayat (1) mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Pasal 59
(1) Pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam jaminan sosial
tenaga tenaga kerja.
(2) Tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Bagian Kesatu
Wajib Lapor Ketenagakerjaan
Pasal 60
(1) Setiap perusahaan atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis
apabila mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan
atau membubarkan perusahaan kepada Walikota atau pejabat yang
ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah mendirikan,
menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan ;
(2) Selain menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengusaha atau pengurus diwajibkan melaporkan setiap tahun secara
tertulis mengenai ketenagakerjaan, tempat perusahaan atau kantorkantor cabang maupun bagian yang berdiri sendiri dari perusahaan
tersebut berada ;
(3) Tata Cara dan persyaratan pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2), diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
Bagian ...
- 27 Bagian Kedua
Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 61
(1) Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja dilakukan
terhadap setiap perusahaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan,
kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja ;
(2) Obyek pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
tempat kerja, mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi dan
bahan berbahaya ;
(3) Obyek pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk
gambar rencana.
Pasal 62
(1) Pengawasan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
61
meliputi,
pemeriksaan atau pengujian pertama atau berkala atau ulang terhadap
suhu kerja atau kebisingan atau kelembaban atau cahaya penerangan
atau debu atau sanitasi atau kantin atau sarana keselamatan dan
kesehatan kerja.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2), terdiri dari
pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap ketel (uap, air panas, minyak,
listrik), bejana uap, pemanas air, superheater dan ekonomiser yang
berdiri sendiri, bejana tekan, instalasi pemipaan, dapur atau tanur,
pesawat pembangkit gas karbit, pembangkit listrik atau generator,
lokomotif, jalan rel industri, konveyor, escalator, mesin perkakas, mesin
produksi, pesawat angkat (crane), gondola, forklift, sky lift, perancah,
tangki apung, instalasi listrik, instalasi alarm kebakaran otomotic,
instalasi pemadam kebakaran, alat pemadam api ringan, instalasi
hydrant, instalasi springkler, instalasi pemadam otomotic, instalasi
pemadam radio, instalasi menara kontrol, instalasi elektromedic, pesawat
penerima gelombang elektronik, instalasi penyalur petir, lift, kipas
tekanan udara, instalasi pengolah limbah, instalasi radiasi, dan bahan
kimia berbahaya ;
(3) Pengawasan ...
- 28 (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) meliputi,
gambar rencana pembuatan atau perakitan atau reparasi atau modifikasi
dari ketel (uap, air panas, minyak, listrik), bejana uap, pemanas air,
superheater, dan ekonomiser yang berdiri sendiri, bejana tekan, instalasi
pemipaan,
dapur
atau
tanur,
pesawat
pembangkit
gas
karbit,
pembangkit listrik atau generator, lokomotif, jalan rel industri, konveyor,
escalator, mesin perkakas, mesin produksi, pesawat angkat (crane),
gondola, forklift, sky lift, perancah tangki apung, instalasi listrik, instalasi
alarm kebakaran otomotic, instalasi pemadam kebakaran, alat pemadam
api ringan, instalasi hydrant,instalasi springkler, instalasi hidrostatis,
pompa hydrant, instalasi pemadam otomatic, instalasi pemancar radio,
instalasi menara kontrol, instalasi pelayanan medis, pesawat antena
penerima gelombang elektronik, instalasi penyalur petir, lift, instalasi
pengolah limbah, instalasi radiasi dan bahan yang berbahaya ;
(4) Tata Cara, pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), (2) dan (3), sesuai peraturan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 63
Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
dapat dilaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga.
Bagian Ketiga
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 64
(1) Kepala Dinas Tenaga Kerja membentuk Panitia Keselamatan dan
Kesehatan Kerja guna mengembangkan kerjasama saling pengertian dan
partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam
tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka melancarkan
usaha produksi ;
(2) Pengusaha ...
- 29 (2) Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga
kerjanya kepada Dinas dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam ;
(3) Tata cara dan bentuk laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Pengawasan Norma Kerja
Pasal 65
(1) Pengawasan Norma Kerja dilakukan terhadap pelaksanaan peraturan
perundang undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
(2) Tata cara Pelaksaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
PELAKSANAAN PENGAWASAN
Pasal 66
Pengawasan
ketenagakerjaan
dilakukan
oleh
Pegawai
Pengawas
Ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independensi guna
menjamin pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan.
BAB IX
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 67
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ;
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini,
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Cilegon tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berlaku;
(3) Penyidik …
- 30 (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya pada
penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 68
(1) Setiap pengusaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (1) dan (2) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku ;
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ketentuan
Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) ;
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), merupakan
tindak pidana pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka peraturan pelaksanaan
dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pelayanan
Ketenagakerjaan Bidang Penempatan dan Pelatihan Tenaga Kerja tetap
berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini.
(2) Setiap Perusahaan harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan
Daerah ini selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah
ini diundangkan.
Pasal 70
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota.
BAB ...
- 31 BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota
Cilegon Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pelayanan Ketenagakerjaan Bidang
Penempatan dan Pelatihan Tenaga Kerja dinyatakan dicabut dan tidak berlaku
lagi.
Pasal 72
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Cilegon.
Ditetapkan di Cilegon
pada tanggal 15 April 2009
WALIKOTA CILEGON,
ttd
H. Tb. AAT SYAFA'AT
Diundangkan di Cilegon
pada tanggal 15 April 2009
SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON,
H. EDI ARIADI
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2009 NOMOR 2
Download