Model Proyeksi Jangka Pendek Permintaan dan Penawaran

advertisement
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN TA 2009
MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN
KOMODITAS PERTANIAN UTAMA
Oleh :
Reni Kustiari
Pantjar Simatupang
Dewa Ketut Sadra S.
Wahida
Adreng Purwoto
Helena Juliani Purba
Tjetjep Nurasa
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
DEPARTEMEN PERTANIAN
2009
RINGKASAN EKSEKUTIF
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1.
Pencapaian ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan merupakan
tantangan utama bagi pemerintah negara berkembang, termasuk Indonesia.
Terkait dengan hal itu, peran pertanian dan ekonomi perdesaan menjadi dasar
utama untuk mencapai keberhasilan dalam mengatasi masalah kelaparan dan
kemiskinan. Ini terjadi karena sebagian besar produk pangan berasal dari sektor
pertanian dan sebagian besar penduduk rawan pangan adalah masyarakat
perdesaan. Namun demikian pengembangan sektor pertanian terkendala oleh
berbagai faktor yang terkait dengan penawaran dan permintaan produk
pertanian. Trend proyeksi penduduk Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia
akan menjadi negara yang berpenduduk sangat padat pada beberapa dekade
mendatang. Sehubungan dengan itu, prospek permintaan dan penawaran
komoditas pangan menjadi indikator penting dalam mempertimbangan
ketahanan pangan masyarakat Indonesia.
2.
Pembangunan pertanian perlu didasarkan pada kekuatan pasar dan kemampuan
sumberdaya yang tersedia. Pengembangan komoditas pertanian memerlukan
pemahaman tentang prospek pasar, kemampuan sumberdaya dan potensi
teknologi. Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan akan
mempengaruhi harga dan profitabilitas, sehingga memerlukan kebijakan
intervensi dan perencanaan untuk menghadapi keadaan tersebut. Proyeksi di
sisi permintaan dan penawaran menjadi sangat relevan untuk membuat
kebijakan intervensi.
3.
Prospek permintaan dan penawaran pangan menjadi indikator penting dalam
bidang ketahanan pangan. Keseimbangan ketersediaan pangan harus selalu
diupayakan. Oleh karena itu tingkat penawaran dan permintaan suatu produk
atau komoditas adalah data atau informasi yang penting untuk membuat suatu
perencanaan. Hasil proyeksi penawaran dan permintaan pasti mengandung
kesalahan yang membuatnya berbeda dari realisasi besaran absolutnya.
Namun, dengan melakukan proyeksi menggunakan metoda yang lebih terkini
(dalam hal ini pendekatan mekanisme koreksi kesalahan) diharapkan diperoleh
data proyeksi permintaan dan penawaran komoditas pertanian yang lebih akurat
sehingga perencanaan pembangunan produksi pertanian menjadi lebih
berkualitas.
Tujuan Penelitian
4.
Secara umum, tujuan kegiatan penelitian ini adalah melakukan proyeksi
penawaran dan permintaan komoditas utama pertanian, 2009-2014. Secara rinci
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas pertanian utama; (2)
Mengestimasi elastisitas permintaan dan penawaran komoditas pertanian utama;
(3) Melakukan proyeksi permintaan dan penawaran komoditas pertanian utama
2009-2014; (4) Merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mencapai ketahanan
pangan dan pengembangan pertanian.
i
Metoda Penelitian
Cakupan Komoditas
5.
Pengkajian dilakukan untuk empat sub sektor, yaitu tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan. Untuk subsektor tanaman pangan
meliputi padi, jagung, kedele, dan ubikayu, subsektor Hortikultura meliputi
kentang, cabe, tomat, bawang merah, pisang dan jeruk, sub sektor perkebunan
meliputi kelapa sawit, karet, kakao, kopi, teh, dan tebu dan sub sektor
peternakan meliputi daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba,
daging babi, daging ayam (broiler+ buras), telur ayam (ras +buras) dan susu
sapi.
Model Permintaan dan Penawaran serta Sumber Data
6.
Untuk mengestimasi elastisitas penawaran dan elastisitas permintaan
digunakan model parsial. Model parsial yang digunakan untuk mengestimasi
elastisitas permintaan adalah LA/AIDS (Linear Approximation Almost Ideal
Demand System), sedangkan model parsial yang digunakan untuk mengestimasi
elastisitas penawaran adalah model Koreksi Kesalahan (Error Correction
Mechanism=ECM).
7.
Data yang digunakan untuk menduga model permintaan dan penawaran adalah
data agregat time series mencakup periode tahun 1970-2008. Sumber-sumber
data utama adalah : (1) Badan Pusat Statistik (BPS); (2) Direktorat Jenderal
Lingkup Departemen Pertanian; (3) Departemen Perindustrian dan
Perdagangan; (4) Lembaga-lembaga internasional (Bank Dunia, FAO, IMF); dan
(5) Asosiasi komoditas terkait di tingkat domestik dan internasional.
HASIL PENELITIAN
Kinerja Penawaran dan Permintaan
8.
Permintaan terhadap produk pertanian dapat dibedakan atas permintaan
langsung dan permintaan tidak langsung (turunan). Permintaan langsung
menunjuk kepada permintaan untuk konsumsi rumah tangga, sedangkan
permintaan tidak langsung menunjukkan kepada permintaan untuk bahan baku
agro industri. Pembahasan difokuskan pada permintaan dalam negeri.
Tanaman Pangan
9.
Dalam tahun 1969-2008, produksi komoditas tanaman pangan meningkat.
Produksi komoditas padi, jagung, kedelai dan ubikayu, masing-masing
meningkat dengan laju pertumbuhan per tahun masing-masing sebesar 2,67
persen; 4,30 persen; 1,51 persen dan 1,52 persen per tahun.
10.
Pada tanaman pangan laju produktivitas relatif lebih besar dibandingkan dengan
laju luas panen. Ini berarti peningkatan produksi tanaman pangan lebih besar
ii
karena peran peningkatan produktivitas. Kondisi ini terjadi karena semakin
terbatasnya lahan untuk pertanaman
11.
Dari sisi konsumsi, selama 40 tahun terakhir, permintaan (konsumsi) beras di
dalam negeri selalu melampaui kapasitas produksinya, defisit beras selalu terjadi
secara fluktuatif dari 0,96 juta ton pada tahun 1970, menjadi 1,35 juta ton tahun
2000, dan 1,20 juta ton pada tahun 2007. Puncak defisit terjadi pada tahun 1995,
yaitu mencapai 3,15 juta ton.
12.
Komoditas tanaman pangan lainnya juga menunjukkan defiist dari sisi produksi,
untuk komoditas jagung selama tahun 1985 – 2007 ketergantungan akan impor
masih sangat tinggi. Defisit tertinggi tejadi di tahun 2006 yang mencapai 1,43
juta ton. Produksi kedelai dalam negeri makin tidak mampu memenuhi
kebutuhan dalam negeri selama hampir tiga dekade terakhir. Hal ini tercermin
dari makin tingginya volume defisit dari 0,10 juta ton pada tahun 1980 menjadi
1,28 juta ton pada tahun 2000. Kondisi ini bertambah berat akibat penurunan
penurunan produksi yang mencapai 4,35 persen/tahun selama periode 19902007, selain produksi penurunan lahan untuk komoditas kedelai juga menurun
cukup tajam.
13.
Produksi ubikayu telah melebihi kebutuhan dalam negeri selama hampir tiga
dekade terakhir. Hal ini tercermin dari volume surplus walaupun tampak semakin
menurun dari 7,6 juta ton pada tahun 2002 menjadi 5,7 juta ton pada tahun
2006. Volume surplus ubikayu tampak fluktuatif dengan kecenderungan yang
menurun.
Hortikultura
14.
Dalam tahun 1969-2008, produksi komoditas bawang merah, kentang dan jeruk,
masing-masing meningkat dengan laju pertumbuhan per tahun masing-masing
sebesar 1,78 persen; 0,13 persen; dan 1,07 persen. Pada periode yang sama
laju produksi cabe, tomat dan pisang menurun masing-masing sekitar 0,48
persen; 1,43 persen dan 0,91 persen per tahun.
15
Peningkatan konsumsi per kapita bersamaan dengan bertambahnya jumlah
penduduk telah mendorong peningkatan konsumsi total produk-produk sayuran
selama periode 2000-2006 dengan gambaran sebagai berikutk. Konsumsi cabe
merah cenderung meningkat dari 0, 65 juta ton pada tahun 2002 menjadi 1,18
juta ton pada tahun 2006, bawang merah meningkat dari dari 0,47 juta ton pada
tahun 2002 menjadi 0,49 juta ton pada tahun 2006. Komoditas yang mengalami
peningkatan konsumsi berikutnya adalah kentang dari 0,82 juta ton pada tahun
2002 menjadi 0,88 juta ton pada tahun 2006, tomat dari 0,52 juta ton pada tahun
2002 menjadi 0,58 juta ton pada tahun 2006.
16.
Pola perkembangan konsumsi total jeruk dan pisang menunjukkan bahwa
selama periode 2000-2006 konsumsi total jeruk meningkat dari 1 juta ton pada
tahun 2002 menjadi 2,6 juta ton pada tahun 2006. Sementara itu konsumsi
pisang meningkat dari 4.18 juta ton pada tahun 2002 menjadi 4,80 juta ton pada
tahun 2006.
iii
Perkebunan
17.
Dalam tahun 1969-2008, produksi komoditas perkebunan menunjukkan
peningkatan kelapa sawit, kopi, kakao, karet, teh dan gula, masing-masing
meningkat dengan laju pertumbuhan per tahun masing-masing sebesar 11,01
persen; 5,76 persen; 10,93 persen; 4,14 persen; 3,23 persen dan 3,62 persen.
18.
Produk perkebunan pada umumnya bukan komponen utama dalam paket
konsumsi pangan penduduk Indonesia. Konsumsi gula nasional cenderung
menurun selama periode 1999-2003, dari 3, 43 juta ton pada 1999 menjadi
hanya 2,22 juta ton pada 2003. Sebaliknya konsumsi minyak goreng domestik
cenderung terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 9,08
persen per tahun selama 1999-2003 dari 1,73 juta ton menjadi 2,69 juta ton.
Peternakan
19.
Dalam periode 1969-2008, produksi komoditas peternakan menunjukkan
peningkatan, kecuali daging kerbau, masing-masing dengan laju sebesar 2,0
persen; 2,73 persen; 4,54 persen; 8,0 persen; 5,86 persen; 6,04 persen; dan
6,46 persen. Sebaliknya, produksi daging kerbau menurun sebesar 1,09 persen
per tahun.
20.
Konsumsi total produk peternakan selama periode 2002-2007 tampak fluktuatif
dengan meningkat cukup besar, terutama susu yang meningkat rata-rata 12,50
persen per tahun. Kemudian diikuti berturut-turut oleh telur, daging sapi, daging
ayam, dan kambing, rata-rata laju peningkatan masing-masing adalah 8,79;
2,39; 2,99; 1,39 dan 2 persen per tahun. Sebaliknya dengan konsumsi daging
domba mengalami penurunan sebesar 4,43 persen per tahun.
Proyeksi Penawaran dan Permintaan
Tanaman Pangan
21.
Dalam periode 2009-2014 diproyeksikan luas panen komoditas padi, jagung dan
kedelai sedikit menurun dengan laju per tahun masing-masing 0,0095 persen;
0,0085 persen dan 0,2104 persen, sementara luas panen ubikayu meningkat
sebesar 0,23 persen per tahun. Sebaliknya dengan proyeksi peningkatan luas
panen tersebut dalam periode yang sama, proyeksi produktivitas komoditas
tanaman pangan (padi, jagung, kedelai dan ubikayu) meningkat dengan laju per
tahun masing-masing 0,049 persen; 0,01 persen; 0,02 persen dan 0,04 persen.
22.
Dalam periode 2009-2014 permintaan total atas produk-produk utama tanaman
pangan untuk keperluan konsumsi rumah tangga diproyeksikan masih meningkat
dengan laju kenaikan sebagai berikut: beras (1,19%/tahun), jagung
(1,81%/tahun), kedelai (1,53%/tahun), dan ubikayu (1,31%/tahun). Namun
demikian pula, permintaan tidak langsung atas ketiga produk tanaman pangan
untuk bahan baku agroindustri diproyeksikan cenderung menurun dengan laju
sebagai berikut beras (0,04%/tahun) dan kedelai (2,66%/tahun). Sebaliknya,
permintaan tidak langsung untuk komoditas jagung meningkat dengan laju
sekitar 11,67 persen dan ubikayu 0,28 persen per tahun .
iv
Hortikultura
23.
Pada periode 2009-2014, sayuran kecuali tomat, laju luas panen sayuran
diproyeksikan meningkat sebesar 0,07 persen; 0,83 persen; dan 0,08 persen per
tahun. Sedangkan produktivitas sayuran, kecuali cabe, diproyeksikan meningkat
sekitar 0,95 persen; 0,022 persen dan 0,04 persen per tahun masing-masing
untuk bawang merah, tomat dan kentang. Luas panen dan produktivitas jeruk
meningkat masing-masing sebesar 0,82 persen; dan 0,24 persen per tahun.
Kondisi sebaliknya terjadi pada komoditas pisang dimana laju luas panen dan
produktivitas menunjukkan angka negatif yaitu masing-masing 0,42 persen per
tahun dan 0,49 persen per tahun.
24.
Permintaan total cabe, bawang merah, kentang dan tomat untuk konsumsi
rumah tangga dalam periode 2009-2014 diproyeksikan akan terus meningkatkan
dengan sumber pertumbuhan dari pertumbuhan tingkat konsumsi per kapita dan
pertumbuhan jumlah penduduk. Laju pertumbuhan konsumsi (rumah tangga dan
non rumah tangga) keempat komoditas tersebut: cabe (1,9%/tahun), bawang
merah (1,45%/tahun), tomat (0,7%/tahun) dan kentang (1,68%/tahun). Perspektif
yang sama ditunjukkan pula oleh permintaan pisang meningkat dengan laju 1,37
persen per tahun. Sebaliknya, permintaan jeruk turun dengan laju 0,21 persen
per tahun.
24.
Proyeksi permintaan konsumsi rumah tangga untuk komoditas hortikultura terus
meningkat, apabila tanpa diimbangi dengan peningkatan produksi yang pesat,
akan menyebabkan semakin meningkatnya impor komoditas-komoditas
hortikultura tersebut. Hal ini tampak dari laju pertumbuhan impor jeruk selama
1990-2007 mencapai 31 persen per tahun, kemudian diikuti laju impor cabe
(28,26%/tahun), pisang (25,50%/tahun), kentang (21,63%/tahun), tomat
(19,01%/tahun) dan bawang merah (2,8%/tahun).
Perkebunan
25.
Dalam periode 2009-2014 beberapa komoditas perkebunan diproyeksikan
meningkat dengan laju per tahun sekitar 0,004 persen; 0,001 persen; 0,002 dan
0,0004 persen per tahun masing-masing untuk kelapa sawit, kakao, karet dan
tebu, sementara produksi kopi dan teh diproyeksikan menurun sebesar 0,002
persen dan 0,003 persen per tahun.
26.
Permintaan total produk-produk utama perkebunan untuk konsumsi langsung
diproyeksikan akan terus meningkat dalam periode 2009-2014. Komoditas
perkebunan tersebut adalah minyak goreng (1,53%/tahun), kopi (1,20%/tahun),
kakao (1,90%/tahun), teh (1,61%/tahun) dan gula (1,51%/tahun). Sementara itu,
permintaan tidak langsung (non rumah tangga) untuk komoditas kopi, kakao dan
gula tampak meningkat masing-masing dengan laju sekitar 1,31 persen , 2,16
persen dan 1,88 persen per tahun. Hal ini menyebabkan surplus komoditas kopi
dan kakao diproyeksikan menurun masing-masing sebesar 3,3 persen dan 2,17
persen per tahun dan defisit komoditas gula meningkat sekitar 3,42 persen per
tahun
v
Peternakan
27.
Dalam periode 2009-2014, daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging
domba, daging ayam dan susu diproyeksikan meningkat masing-masing 0,09
persen, 0,25 persen, 0,39 persen, 0,06 persen, 0,01 persen dan 0,06 persen per
tahun, sedangkan produksi telur dan babi diproyeksikan menurun sekitar 0,009
persen dan 0,004 persen per tahun.
28.
Permintaan total produk-produk utama peternakan untuk konsumsi langsung
diproyeksikan akan terus meningkat. Produk utama peternakan yang
dimaksudkan adalah daging sapi (2,02%/tahun), daging ayam (2,14%/tahun),
telur (1,83%/tahun) dan susu (2,14%/tahun). Sementara itu, permintaan tidak
langsung komoditas daging ayam dan susu menurun masing-masing dengan
laju sekitar 2,47 persen dan 1,63 persen per tahun. Hal ini menyebabkan surplus
komoditas daging ayam diproyeksikan menurun sebesar 4,09 persen per tahun
dan defisit komoditas susu sapi menurun sekitar 2,33 persen per tahun.
Implikasi Kebijakan
29.
Dari hasil proyeksi produksi dan konsumsi (rumah tangga dan non rumah
tangga) selama periode 2009-2014 menunjukkan bahwa kedelai, pisang, gula,
daging sapi, telur dan susu masih mengalami defisit. Beberapa komoditas yang
mengalami perubahan dari surplus menjadi defisit antara lain adalah beras,
cabai, kentang, tomat dan teh. Komoditas yang mengalami surplus adalah
jagung, ubikayu, bawang merah, jeruk, kelapa sawit, kopi, kakao, dan daging
ayam. Namun hanya hasil proyeksi ubikayu, bawang merah dan gula yang telah
diatas target yang tercantum dalam Rencana Strategis Departemen Pertanian.
Untuk itu masih diperlukan secara umum program dan kegiatan yang mampu
mendorong secara langsung peningkatan tingkat produksi komoditas pertanian
utama, agar target tersebut diatas dapat tercapai.
30.
Dalam tahun 1969-2008, produksi komoditas tanaman pangan meningkat.
Produksi komoditas padi, jagung, kedelai dan ubikayu, masing-masing
meningkat dengan laju pertumbuhan per tahun masing-masing sebesar 2,67
persen; 4,30 persen; 1,51 persen dan 1,52 persen per tahun.
31.
Pada tanaman pangan laju produktivitas relatif lebih besar dibandingkan dengan
laju luas panen. Ini berarti peningkatan produksi tanaman pangan lebih besar
karena peran peningkatan produktivitas. Kondisi ini terjadi karena semakin
terbatasnya lahan untuk pertanaman.
32.
Proyeksi permintaan total komoditas hortikultura untuk konsumsi rumah tangga
yang terus meningkat, apabila tanpa diimbangi dengan peningkatan produksi
yang pesat, akan menyebabkan semakin meningkatnya impor komoditaskomoditas hortikultura tersebut. Hal ini tampak dari laju pertumbuhan impor jeruk
selama 1990-2007 mencapai 31 persen per tahun, kemudian diikuti laju impor
cabe (28,26%/tahun), pisang (25,50%/tahun), kentang (21,63%/tahun), tomat
(19,01%/tahun) dan bawang merah (2,8%/tahun).
33.
Sumber pertumbuhan permintaan total untuk konsumsi rumah tangga bagi
keempat komoditas tanaman pangan adalah pertumbuhan jumlah penduduk dan
pertumbuhan tingkat konsumsi per kapita keempat produk tersebut.
Pertumbuhan konsumsi per kapita beras, jagung, kedelai dan ubikayu masingmasing adalah 0,03 persen; 0,65 persen; 0,37 persen; 0,15 persen per tahun.
vi
34.
Semakin kurang berperannya produk-produk tanaman pangan, kecuali jagung,
sebagai bahan baku agroindustri mengisyaratkan bahwa tuntutan peningkatan
kualitas beras, kedelai dan ubikayu akan semakin menonjol, mengingat kondisi
selama ini menunjukkan bahwa kualitas yang relatif rendah menjadi kendala bagi
produk-produk tanaman pangan untuk digunakan sebagai bahan baku
agroindustri.
35.
Usaha dan upaya pemerintah perlu difokuskan pada program peningkatan
produktifitas usahatani, terutama pada kedele, gula, daging sapi dan telur karena
keempat komoditas ini masih mengalami defisit . Dampak usaha peningkatan
produktifitas ini diperkirakan akan signifikan dan langsung dapat mendorong
peningkatan produksi komoditas-komoditas ini, karena memang komoditaskomoditas ini secara budidaya masih responsif terhadap perbaikan teknologi dan
peningkatan kualitas input produksi.
36.
Komoditas hortikultura yang masih perlu mendapat perhatian adalah komoditas
cabai dan pisang. Berdasarkan hasil proyeksi, defisit pisang masih akan terus
berlangsung bahkan meningkat dari tahun ke tahun. Dari sisi konsumsi,
gambaran di masa mendatang cukup prospektif karena diproyeksikan konsumsi
komoditas hortikultura masih akan bertumbuh. Oleh karena itu, program
pembinaan dan pengembangan untuk komoditas ini perlu selalu diupayakan baik
melalui peningkatan luas areal maupun teknologi budidayanya.
37.
Untuk komoditas perkebunan, secara umum proyeksi di masa mendatang cukup
prospektif dan menggembirakan baik itu dari sisi produksi dan konsumsi namun
surplusnya akan berkurang bahkan komoditas teh akan mengalami defisit pada
tahun 2014 jika tidak segera dilakukan peremajaan pertanaman teh. Selain itu,
komoditas gula masih perlu mendapat perhatian khusus. Berdasarkan proyeksi
penelitian ini, defisit akan komoditas ini masih terus berlangsung bahkan
meningkat.
38.
Sementara itu, untuk komoditas-komoditas peternakan, proyeksi model
penelitian ini secara umum masih kurang menggembirakan dan belum dapat
memenuhi target Departemen Pertanian. Ada tiga komoditas yang perlu
mendapat perhatian berdasarkan hasil proyeksi penelitian ini, yaitu komoditas
daging sapi, telur dan susu sapi. Ketiga komoditas ini selalu mengalami defisit,
walaupun defisit susu sapi menunjukkan kecenderungan yang berkurang. Fokus
program dan kebijakan perlu diarahkan untuk mencapai perbaikan teknologi
budidayanya dan perbaikan insentif harga yang lebih tinggi.
39.
Harga beras di pasar dunia terus mengalami fluktuasi jangka pendek yang tinggi
seiring dengan fluktuasi produksi beras dunia yang sangat peka terhadap kondisi
cuaca. Oleh karena itu, kebijakan untuk terus meningkatkan produksi beras dan
mempertahankan swasembada dalam rangka mencapai ketahanan pangan
nasional.
40.
Harga kedelai diperkirakan akan meningkat terus menjelang tahun 2014 dan
Indonesia dipandang sebagai prospek pasar yang bagus bagi kedelai dunia.
Oleh karena itu pengembangan areal dan produksi kedelai perlu diupayakan
secara seksama.
vii
Download