BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Obat Anti Epilepsi (OAE) sejak lama telah diketahui mempunyai efek samping metabolik dan masih menjadi perdebatan sampai saat ini, sehingga dianjurkan untuk dilakukan tindakan monitoring perubahan metabolik pada pasien epilepsi. Obat Anti Epilepsi dapat mempengaruhi fungsi hati. Selain itu OAE juga dapat menyebabkan penurunan secara signifikan pada kadar total thyroxine (T4), free thyroxine (FT4), total triiodothyronine (T3) dan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) (Naithani dkk, 2010). Obat Anti Epilepsi dapat mempengaruhi kadar hormon tiroid melalui beberapa mekanisme. Sebagian besar yaitu dengan cara meningkatkan sistem enzim mikrosom hepatik, yang kemudian mempercepat clearance dari hormon tiroid. Mekanisme lainnya yaitu mengganggu hypothlamic-pituitary axis. Obat Anti Epilepsi seperti fenobarbital, asam valproat, karbamazepin, oxcarbazepin dapat mempengaruhi fungsi tiroid secara bervariasi dalam periode pemakaian selama 12 bulan (Yilmaz dkk, 2014). Hubungan antara OAE dengan penurunan kadar hormon tiroid dapat dijumpai pada beberapa kasus. Hipotiroidsm biasanya dijumpai pada pasien yang mendapatkan OAE berupa karbamazepin dan asam valproat (Krysiak dan Stojko, 2014). 1 Universitas Sumatera Utara Hepar merupakan organ primer dalam metabolisme dan eliminasi dari beberapa OAE. Dijumpai variasi yang luas pada reaksi hepatotoksisitas oleh karena OAE, yaitu mulai dari perubahan enzim hepatik ringan dan sementara hingga kegagalan hati berat. Enzim hati merupakan marker dari kerusakan hepatoselluler, seperti Alkaline Phosphatase (ALP), Aspartate Aminotransferase (AST), Alanine Aminotransferase (ALT), dan Gamma Glutamyl Transferase (GGT). Beberapa OAE seperti karbamazepin, asam valproat dan fenitoin diketahui memiliki efek pada hepar. Hepatotoksisitas yang disebabkan oleh OAE dapat disebabkan oleh karena produksi metabolit toksik yang reaktif atau oleh karena reaksi imunoalergik. Beberapa OAE dapat menyebabkan perubahan ringan pada enzim hati, hal ini dapat dijumpai pada 50% pasien. Perubahan tersebut biasanya bersifat sementara dan bukan merupakan suatu kerusakan hepatoseluler (Hussein dkk, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Isojarvi dkk (1993), dari 30 pasien epilepsi yang mendapat terapi karbamazepin + 1 tahun dijumpai penurunan konsentrasi serum T4 dan T3 secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol ( t test p< 0,001). Namun tidak dijumpai perbedaan yang signifikan secara statistik pada konsentrasi serum TSH diantara kedua kelompok. Karbamazepin dapat meningkatkan metabolisme T4 dan T3, serta menurunkan serum total T4 dan kadar total T3, serta kadar TSH yang normal, pada pasien tanpa riwayat penyakit tiroid (Wood, 1995). 2 Universitas Sumatera Utara Pada penelitian yang dilakukan oleh Punal dkk (1999), dari 61 orang yang mendapat terapi karbamazepin dijumpai 8,2% yang memiliki kadar TSH yang lebih tinggi dari nilai normal, dan 8,6% yang mengalami penurunan kadar T3 serta 18,6% dengan penurunan kadar T4 dibandingkan dengan kelompok kontrol. Efek endokrin akibat pemakaian karbamazepin telah banyak dilaporkan. Penurunan kadar serum hormon tiroid dapat dideteksi pada pasien-pasien epilepsi pada 2 bulan pertama setelah mengkonsumsi karbamazepin. Namun biasanya kadar konsentrasi TSH tidak mengalami perubahan. Efek karbamazepin pada penurunan kadar serum hormon tiroid masih belum jelas (Isojarvi dkk, 2001). Pada penelitian yang dilakukan oleh Isojarvi dkk (2001), didapatkan pasien yang mengkonsumsi karbamazepin selama 8,8 + 6,6 tahun dengan dosis 641 + 183 mg/hari memiliki kadar serum T4 yang rendah. Sekitar 50% sampel memiliki serum T4 4,9 + 8,6 μg/dL dan 12,5% memiliki kadar serum T4 0,9 + 1,4 μg/dL. Namun kadar T3 dan TSH normal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Celikkol dkk (2002), dari 30 orang pasien epilepsi primer, dalam waktu 6 bulan setelah terapi karbamazepin didapatkan penurunan yang signifikan pada kadar T4, meskipun kadar T4 masih dalam batas normal (7,14 + 1,18 μg/dL) dan juga dalam jangka waktu 12 bulan setelah terapi (6,80 + 1,55 μg/dL). 3 Universitas Sumatera Utara Menurut penelitian oleh Vainionpaa dkk (2004), dari 19 orang yang mendapat terapi karbamazepin dengan durasi mean 4,1 tahun (0,8-12,8 tahun) dan dosis mean 489 mg/hari (300-700 mg/hari) dijumpai 63% yang mengalami penurunan kadar T4 yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun tidak dijumpai perbedaan pada kadar TSH. Berdasarkan penelitian Ahmed dan Thanoon (2006), dari 44 pasien yang mengkonsumsi karbamazepin dijumpai penurunan konsentrasi T4 secara signifikan (101,49 + 36,87 nmol/L) dibandingkan dengan kelompok kontrol (119,22 + 18,07 nmol/L), dengan p<0,01. Namun mean T3 dan TSH tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol. Karbamazepin dapat menyebabkan penurunan 20-40% konsentrasi serum total T4 dan sedikit penurunan konsentrasi serum T3 pada pasienpasien dengan tanpa penyakit tiroid sebelumnya (George dan Joshi, 2007). Pada pasien-pasien epilepsi yang mendapatkan terapi karbamazepin dilakukan evaluasi fungsi tiroid. Pada evaluasi pertama, fungsi tiroid normal. Pada bulan ketiga didapatkan serum T4 menurun secara signifikan dibandingkan dengan evaluasi pertama dan kelompok kontrol. Namun kadar T3 dan TSH dijumpai normal pada setiap pasien ( Verotti dkk, 2009). Pada kelompok pasien yang mendapat terapi karbamazepin dijumpai kadar serum T4 yang lebih rendah dari kelompok kontrol secara signifikan (p<0,005), namun kadar T3 dan TSH tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p>0,05) (Elmasry dkk, 2013). 4 Universitas Sumatera Utara Pada penelitian yang dilakukan oleh Yilmaz dkk (2014), dari 36 pasien yang mendapat terapi karbamazepin dijumpai penurunan kadar FT4 pada bulan pertama, keenam dan duabelas dan peningkatan kadar TSH pada bulan pertama dan keenam. Dijumpai frekuensi kejadian subklinik hipotiroidsm yang cukup tinggi pada pasien-pasien yang mendapat terapi karbamazepin, yaitu 19% pada bulan pertama, 27,8% pada bulan ke enam dan 13,9% pada bulan ke duabelas. Peningkatan sementara dan asimtomatik dari enzim hati dapat dijumpai pada 25-61% pasien-pasien yang mendapat terapi karbamazepin. Hepatotoksik yang berhubungan dengan karbamazepin terjadi dalam 2 bentuk yaitu reaksi hipersensitif dalam bentuk hepatitis granulomatosus dan tes fungsi hati yang abnormal (Ahmed dan Siddiqi , 2006). Pada pasien epilepsi yang mengkonsumsi karbamazepin dijumpai gangguan fungsi hati terutama pada kadar GGT. Karbamazepin dapat merangsang sintesis GGT sehingga dapat meningkatkan kadar GGT pada 25-90% pasien yang mengkonsumsi karbamazepin. Dijumpai peningkatan kadar GGT yang signifikan pada 6 bulan terapi dan 12 bulan terapi (Celikkol dkk, 2002). Karbamazepin merupakan penginduksi enzim yang kuat. Terapi karbamazepin dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan menyebabkan peningkatan dari ALT, AST, ALP, dan GGT (Ahmed dan Siddiqi, 2006). 5 Universitas Sumatera Utara Pada penelitian yang dilakukan oleh Naithani dkk (2010), dijumpai perubahan kadar serum ALT, AST dan ALP pada pasien yang mendapat monoterapi karbamazepin. Didapatkan hubungan yang signifikan antara monoterapi karbamazepin dengan AST (p<0,005) dan hubungan yang signifikan antara monoterapi karbamazepin dengan ALT (p<0,005). Sedangkan hubungan antara monoterapi karbamazepin dengan ALP didapatkan hubungan yang tidak signifikan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hussein dkk (2013), pada 16 sampel yang mendapat terapi karbamazepin 200-1200 mg/hari minimal selama 6 bulan, dijumpai perubahan kadar ALP pada 8 orang (50,0%). Asam valproat telah digunakan secara luas untuk mengobati epilepsi pada anak-anak dan dewasa. Beberapa laporan telah menyebutkan efek asam valproat pada konsentrasi serum hormon tiroid pada wanita dan anakanak dengan epilepsi, namun hal ini masih kontroversial (Vainionpaa dkk 2004). Beberapa penelitian melaporkan disfungsi tiroid yang berbeda-beda pada pasien-pasien epilepsi yang mendapat terapi asam valproat, namun efek asam valproat terhadap hormon tiroid masih menjadi perdebatan sampai saat ini dan perubahan kadar hormon tiroid yang dijumpai bukan merupakan suatu disfungsi tiroid (Verotti dkk, 2009). Asam valproat dapat mempengaruhi fungsi tiroid dengan dijumpai perubahan kadar hormon tiroid. Dimana pada pemakaian jangka panjang 6 Universitas Sumatera Utara didapatkan perubahan yang signifikan pada TSH. Namun kemudian hal yang serupa juga dijumpai pada pemakaian dalam rentang waktu yang pendek (Teleanu dkk, 2013). Asam valproat sebagai OAE yang mempunyai aktivitas luas memilki efek terhadap fungsi tiroid. Asam valproat dalam manajemen epilepsi sering digunakan dalam jangka panjang sehingga pada pasien-pasien tersebut perlu dilakukan monitor terhadap efek samping obat. Beberapa penelitian telah mendapatkan efek samping dari asam valproat, khususnya pada abnormalitas endokrin dan metabolik. Dimana dijumpai bahwa asam valproat memiliki efek negatif pada fungsi tiroid (Turan dkk, 2014). Beberapa penelitian menunjukkan pemakaian asam valproat memberikan pengaruh pada fungsi tiroid, meskipun hubungan antara asam valproat dan fungsi tiroid belum dapat dijelaskan dengan baik. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa asam valproat memberikan efek negatif pada fungsi tiroid, namun pada penelitian lain tidak menunjukkan hasil yang sama (Turan dkk, 2013). Berdasarkan penelitian oleh Punal (1999), dari 51 orang yang mendapat terapi asam valproat, dijumpai 25,5% dengan kadar TSH yang lebih tinggi dari nilai normal, dan 2,1% penurunan kadar T3 dan 4,2% penurunan kadar T4 dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada penelitian Vainionpaa dkk (2004) dengan 41 sampel berusia 8- 18 tahun yang menggunakan asam valproat (dosis mean 300-1200 mg/hari) 7 Universitas Sumatera Utara dan durasi terapi 3,0 tahun ( mean 0,8 – 10,3 tahun), didapatkan peningkatan kadar TSH yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,01). Namun kadar T4 didapatkan dalam batas normal. Pada beberapa pasien epilepsi dengan monoterapi asam valproat, dapat dijumpai peningkatan konsentrasi TSH dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,05), namun tidak dijumpai perbedaan yang signifikan pada kadar FT4 (Pylvanen, 2005). Dari penelitian yang dilakukan oleh Padhi dkk (2011), dari 300 pasien epilepsi dengan monoterapi berupa asam valproat, dijumpai peningkatan kadar TSH sebesar 61,5% dengan kadar TSH >6,6 mU/L dan nilai p<0,001. Pada penelitian yang dilakukan oleh Amirsalari dkk (2011), dari 29 pasien dijumpai sedikit penurunan kadar T3,T4 setelah 3 bulan mengkonsumsi asam valproat (p<0,05). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yilmaz dkk (2014), dari 129 pasien yang mendapat terapi asam valproat dijumpai penurunan kadar T4 dan peningkatan kadar TSH pada bulan pertama, keenam dan keduabelas. Pada penelitian Turan dkk (2014) pada 124 pasien epilepsi dengan pemakaian asam valproat selama 6-12 bulan, dijumpai keadaan hipotiroidsm subklinik sebesar 18,5% dan 6,2% pada kelompok kontrol, dimana perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0,01). Pada kelompok sampel didapatkan kadar TSH 3,48 + 1,49 (1,04 – 8,34) μl U/L. 8 Universitas Sumatera Utara Insidens kejadian disfungsi hepatik berat yang disebabkan oleh asam valproat cukup tinggi, yaitu 1/37.000 pasien dengan monoterapi selama 2 tahun. Hubungan antara asam valproat dan hepatotoksisitas pada usia dewasa masih jarang dijumpai, namun merupakan suatu keadaan yang perlu menjadi perhatian. Toksisitas hepar yang di induksi oleh asam valproat biasanya dijumpai pada 2-3 bulan pertama terapi, dengan dijumpai gejala seperti penurunan kesadaran, muntah, frekuensi kejang yang meningkat, anoreksia, jaundice, edema dan ascites. Pada studi retrospektif menunjukkan adanya peningkatan sementara dari kadar ALT pada 10-15% pasien yang mendapat terapi asam valproat. Peningkatan juga dijumpai pada kadar ALP dan GGT. Perubahan kadar enzim hati (kurang dari 2 kali dari nilai normal) biasanya tidak signifikan namun hal tersebut perlu diwaspadai. Pada suatu penelitian terbaru dijumpai adanya penyakit fatty liver non alkohol sebesar 61% pasien yang mendapat terapi asam valproat, dibandingkan dengan 23% pasien yang mendapat terapi karbamazepin (Ahmed dan Siddiqi, 2006). Pada penelitian Salehiomran dan Kordkheily (2010), pasien yang mendapat terapi asam valproat selama 3 bulan dijumpai peningkatan kadar ALP (p=0,025), AST (p=0,015), ALT (p=0,010). Peningkatan yang signifikan juga dijumpai pada pasien yang telah mendapat asam valproat terapi selama 6 bulan, dimana AST dan ALT memiliki nilai p=0,0001. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hussein dkk (2013), pada 16 sampel yang mendapat terapi asam valproat 200-800 mg/hari selama 9 Universitas Sumatera Utara minimal 6 bulan, dijumpai perubahan kadar ALT pada 1 orang (6,25%) dan perubahan kadar ALP pada 10 orang (62,5%). I.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah dipaparkan diatas dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana risiko pemakaian monoterapi karbamazepin dan asam valproat terhadap fungsi tiroid dan fungsi hati pada pasien epilepsi primer ? I.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : I.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui risiko pemakaian monoterapi karbamazepin dan asam valproat terhadap tes fungsi tiroid dan tes fungsi hati pada pasien epilepsi primer I.3.2 I.3.2.1 Tujuan Khusus Untuk mengetahui perbedaan risiko pemakaian karbamazepin dan asam valproat terhadap fungsi tiroid pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan 10 Universitas Sumatera Utara I.3.2.2 Untuk mengetahui besar risiko dosis pemakaian monoterapi karbamazepin terhadap fungsi tiroid pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.3.2.3 Untuk mengetahui besar risiko durasi pemakaian monoterapi karbamazepin terhadap fungsi tiroid pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.3.2.4 Untuk mengetahui besar risiko dosis pemakaian monoterapi asam valproat terhadap fungsi tiroid pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.3.2.5 Untuk mengetahui besar risiko durasi pemakaian monoterapi asam valrpoat terhadap fungsi tiroid pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.3.2.6 Untuk mengetahui perbedaan risiko pemakaian karbamazepin dan asam valproat terhadap fungsi hati pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.3.2.7 Untuk mengetahui besar risiko dosis pemakaian monoterapi karbamazepin terhadap fungsi hati pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.3.2.8 Untuk mengetahui besar risiko durasi pemakaian monoterapi karbamazepin terhadap fungsi hati pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan 11 Universitas Sumatera Utara I.3.2.9 Untuk mengetahui risiko dosis pemakaian monoterapi asam valproat terhadap terhadap fungsi hati pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.3.2.10 Untuk mengetahui risiko durasi pemakaian monoterapi asam valproat terhadap fungsi hati pada pasien epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.3.2.11 Untuk mengetahui karakteristik demografi pasien epilepsi primer yang mengkonsumsi karbamazepin dan asam valproat di RSUP HAM Medan I.4 HIPOTESIS Terdapat perbedaan risiko pemakaian monoterapi karbamazepin dan asam valproat terhadap fungsi tiroid dan fungsi hati pada epilepsi primer di RSUP HAM Medan I.5 MANFAAT PENELITIAN I.5.1 Manfaat Penelitian untuk Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian- penelitian selanjutnya tentang risiko pemakaian monoterapi karbamazepin dan asam valproat terhadap fungsi tiroid dan fungsi hati pada pasien epilepsi primer 12 Universitas Sumatera Utara I.5.2 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara keilmuwan tentang risiko pemakaian monoterapi karbamazepin dan asam valproat terhadap fungsi tiroid dan fungsi hati pada pasien epilepsi primer, sehingga perlu dilakukan pemantauan fungsi tiroid dan fungsi hati secara berkala pada pasien-pasien epilepsi primer I.5.3 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat Dengan mengetahui adanya risiko pemakaian monoterapi karbamazepin dan asam valproat terhadap fungsi tiroid dan fungsi hati, maka diharapkan untuk memeriksakan fungsi tiroid dan fungsi hati secara rutin 13 Universitas Sumatera Utara