4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Teh 2.1.1

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman Teh
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Teh (Camelia sinensis)
Menurut Conqruist (1981), teh diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Guttiferales
Familia
: Theaceae
Genus
: Camelia
Species
: Camelia sinensis
2.1.2 Morfologi Tanaman Teh
Tanaman teh memiliki daun tunggal yang tersebar, helain daunnya eliptis
memanjang dengan pangkal daun meruncing dan tepi daunnya bergerigi. Bunga
teh berkelamin dua atau disebut hermafrodit dalam satu pohon. Memiliki kelopak
bunga sejumlah 5-6 yang berukuran tidak sama. Mahkota bunganya melekat pada
pangkalnya. Benangsari membentuk lingkaran yang banyak, pada bagian terluar
pangkalnya bersatu dan melekat pada mahkota, sedangkan pada bagian
terdalamnya terlepas. Teh memiliki tangkai putik yang bercabang tiga. Teh
merupakan tanaman yang berbentuk pohon, tetapi karena pemangkasan kerapkali
seperti perdu dengan tinggi 5-10 m (van Steenis, 2008) .
4
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
5
2.1.3 Ekologi Tanaman Teh
Tanaman teh umumnya tumbuh pada ketinggian 200-2.300 m di atas
permukaan laut. Secara umum, tanaman teh dapat tumbuh pada kisaran suhu
udara 28-30ºC dan untuk pertumbuhan optimumnya pada suhu tanah berkisar 2025ºC. Suhu harus berada pada kisaran normal selama 6 bulan setiap tahunnya.
Curah hujan dan kelembaban relatif yang tinggi juga sangat dibutuhkan. Di
Indonesia, perkebunan teh umumnya memiliki curah hujan rata-rata sebesar 1800
mm per tahun. Tanaman teh dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah yang dibentuk
dari berbagai batu induk dalam berbagai kondisi klimatik (Panuju, 2004). Tanah
yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman teh adalah tanah yang subur dengan
mengandung bahan organik yang cukup, tidak bercadas serta terdapat pada tingkat
keasaman 4,5-6,0 (Setyamidjaja, 2000).
2.1.4 Pengelompokan Teh
Teh dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan
teh hitam. Teh hijau dibuat melalui inaktivasi enzim polifenol oksidasenya di
dalam daun teh segar. Metode inaktivasi enzim polifenol oksidase teh hijau dapat
dilakukan melalui pemanasan dan penguapan. Kedua metode itu berguna untuk
mencegah terjadinya oksidasi enzimatis katekin (Syah, 2006). Teh hitam dibuat
dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan
katekin teh. Teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan
segera setelah proses penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan
proses fermentasi (Dewi, 2008).
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
6
2.2 Teh Hijau
2.2.1 Kandungan Teh Hijau
Kandungan teh hijau yang paling utama adalah polifenol katekin yang
merupakan senyawa flavonoid yang terdiri dari epicatechin (EC), epicatechin
galat (ECG), epigallocatechin (EGC), epigallocatechin galat (EGCG). EGCG
merupakan yang terbanyak yaitu 50-80% dari jumlah total katekin. Selain itu teh
hijau juga mengandung kafein, vitamin K, flavanol, alkaloid, saponin, protein,
asam nukleat, mineral, dan fluoride (Dewi, 2008).
Teh hijau juga mengandung alkaloid dan mineral yang baik untuk
kesehatan. Mineral dalam teh hijau baik untuk kesehatan gigi dan kandungan
kafeinnya membantu memperlancar keluarnya air seni. Katekin dalam teh hijau
mampu menangkap radikal bebas 100 kali lebih efektif dibandingkan dengan
vitamin C dan 25 kali lebih efektif jika dibandingkan dengan vitamin E. Vitamin
C mampu mencegah flu dan asam amino mampu menurunkan tekanan darah
(Syah, 2006).
2.2.2 Teh Hijau Sebagai Antimikroba dan Antibakteri
Katekin teh hijau bersifat antimikroba disebabkan oleh adanya gugus
pyrogallol dan gugus galloil, sedangkan sifat penghambatan terhadap racun
ditentukan oleh struktur tersier persenyawaan gugus catechol atau pyrogallol
dengan gugus galloilnya. Aktivitas antibakteri yang terdapat pada teh hijau telah
dibuktikan dengan berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli dunia, teh
hijau ternyata mampu menghambat aktivitas bakteri Salmonella typhi dan bakteri
Eschericia coli yang menyebabkan penyakit tipes dan diare (Syah, 2006).
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
7
2.3 Metabolit Sekunder
Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup yang menghasilkan dua
senyawa organik hasil metabolisme, yaitu metabolit primer dan metabolit
sekunder. Metabolit primer merupakan senyawa utama penyusun yang dibutuhkan
untuk proses perkembangan dan pertumbuhan makhluk hidup. Metabolit primer
meliputi karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Metabolit sekunder merupakan
senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan dan tidak diperlukan secara langsung
tetapi tetap diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (Salisbury & Ross,
1992). Metabolit sekunder dikelompokkan menjadi tiga yaitu fenolat, terpen, dan
senyawa yang mengandung nitrogen. Sejumlah metabolit sekunder memiliki
aktifitas biologi seperti golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid. Senyawa yang
mengandung nitrogen terutama adalah alkaloid (Robinson, 1995).
2.4 Deskripsi Ikan Lele Dumbo
2.4.1 Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Klasifikasi lele dumbo menurut Saanin (1995) sebagai berikut :
Phylum
: Chordata
Classis
: Pisces
Ordo
: Ostariophysi
Subordo
: Siluroidea
Familia
: Clariidae
Genus
: Clarias
Species
: Clarias gariepinus
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
8
2.4.2 Morfologi Ikan Lele Dumbo
Lele dumbo memiliki kepala yang panjang, hampir mencapai seperempat
dari panjang tubuhnya. Tanda yang khas dari lele dumbo adalah tumbuhnya empat
pasang sungut seperti kumis di dekat mulutnya. Sungut ini berfungsi sebagai alat
penciuman serta alat peraba saat mencari makanan. Bentuk badan lele dumbo
adalah memanjang dengan bagian depan membulat dan bagian tengah sampai
bagian belekang agak pipih (Bachtiar, 2006)
Lele dumbo juga mempunyai lima buah sirip yang terdiri dari sirip
pasangan (ganda) dan sirip tunggal. Sirip yang berpasangan adalah sirip dada
(pectoral) dan sirip perut (ventral), sedangkan yang tunggal adalah sirip punggung
(dorsal), ekor (caudal) serta sirip dubur (anal). Pada sirip dada dilengkapi dengan
patil atau taji tidak beracun. Dibandingkan lele lokal, patil lele dumbo lebih
pendek dan tumpul. Selain kemampuannya melololskan diri dari kolam piaraan
dengan cara melompat, lelepun sanggup merangkak (gerakan zig-zag) diatas tanah
tanpa air dalam waktu cukup lama asalkan lembab (Santoso,1994).
Lele dumbo memiliki kulit yang licin, berlendir, dan sama sekali tidak
memiliki sisik. Warnanya hitam, lele akan berubah warna menjadi mozaik hitam
putih jika lele sedang dalam kondisi stres (Bachtiar, 2006).
2.4.3 Sifat-sifat Biologi Ikan Lele Dumbo
Salah satu sifat dari lele dumbo adalah suka meloncat ke darat, terutama
saat malam hari. Hal ini karena lele dumbo termasuk hewan nocturnal, yaitu
hewan yang lebih aktif dalam beraktivitas dan mencari makan pada malam hari.
Sifat ini juga membuat lele dumbo lebih menyenangi tempat yang terlindung atau
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
9
gelap. Lele dumbo secara alamiah dilihat dari makanannya termasuk hewan
karnivora atau pemakan daging. Pakan alami lele dumbo adalah cacing, kutu air,
dan bangkai binatang. Lele dumbo sangat agresif dalam memangsa makanan,
karena apapun yang diberikan pasti akan dilahapnya. Hal itulah yang membuat
lele dumbo sangat cepat pertumbuhannya (Bachtiar, 2006).
2.4.4 Habitat Ikan Lele Dumbo
Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang baik
untuk pertumbuhan lele dumbo air sungai, air sumur, air tanah, dan mata air. Lele
dumbo juga dapat bertahan hidup dalam kondisi air yang kurang baik seperti di
dalam lumpur atau air yang memiliki kadar oksigen rendah. Hal tersebut sangat
dimungkinkan karena lele dumbo memiliki insang tambahan yaitu arborescent
organ. Alat ini memungkinkan lele dumbo untuk mengambil nafas langsung dari
udara sehingga dapat hidup di tempat beroksigen rendah. Alat ini juga
memungkinkan lele dumbo untuk hidup di darat, asalkan udara sekitarnya
memiliki kelembaban yang cukup (Bachtiar, 2006). Lele dumbo ternyata sangat
toleransi terhadap suhu air yang cukup tinggi yaitu 20º - 35ºC (Santoso, 1994).
2.5 Deskripsi Bakteri Aeormonas hydrophila
2.5.1 Karakteristik Aeromonas hydrophila
Ciri utama bakteri A. hydrophila berbentuk batang, mempunyai ukuran 14,4 µm x 0,4-1,0 µm, fakultatif anaerob, monotrikus, hidup di lingkungan bersuhu
15-30ºC dan pH 5,5-9 (Kordi, 2004). Koloni yang terbentuk pada medium adalah
bulat, tepi rata, cembung dan berwarna kuning keputih-putihan (Sarono dkk.,
1993). Bakteri A. hydrophila termasuk bakteri Gram negatif dan motil, tersebar
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
10
luas di perairan air tawar terutama mengandung bahan organik tinggi, dan dapat
diisolasi dari air (Angka, 2001).
2.5.2 Klasifikasi Aeromonas hydrophila
Klasifikasi Aeromonas hydrophila menurut Holt et al., (1998) :
Phylum
: Protophyta
Classis
: Schizomycetes
Ordo
: Pseudanonadeles
Familia
: Vibrionaceae
Genus
: Aeromonas
Species
: Aeromonas hydrophila
2.6 Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)
Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila adalah
MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Pada ikan lele dumbo, tingakat kematian
dapat mencapai 80-100% dalam waktu sekitar satu minggu (Mulia, 2007).
Gejala penyakit eksternal akibat serangan A. hydrophila adalah bercak
merah pada sisik perut, dada, ekor, sekitar mulut dan pangkal sungut. Sungut
memutih dan ujungnya patah sebagian lepas. Sirip dada memutih dan terdapat
bercak merah. Sirip punggung geripis, gerakan tubuh melemah, berenang kurang
aktif, memisahkan diri dari ikan lain, mengapung dipermukaan air atau berenang
di dasar. Gejala internal yang timbul yaitu cairan berwarna kuning di dalam
rongga perut karena terganggunya fungsi ginjal, ginjal berwarna merah pucat dan
lembek, hati berwarna merah kehitaman, jantung, insang, usus menjadi pucat dan
lambung menggembung berisi air. Otot menjadi lembek dan mudah rusak (Mulia
& Purbomartono, 2007).
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
11
2.7 Cara Pemberian Obat pada Ikan secara Rendaman
Menurut Kordi (2004), metode pengobatan secara rendaman dilakukan
bila ikan yang terkena penyakit hanya beberapa ekor, tempat perendaman dapat
dilakukan di dalam bak atau wadah kecil. Jika jumlah ikan yang terserang
penyakit cukup banyak, sebaiknya dilakukan perendaman dalam kolam.
Perendaman ikan di dalam bak atau wadah kecil dapat dilakukan dengan
membuat larutan senyawa kimia sesuai dengan jenis organisme dan penyakit yang
menyerangnya. Perendaman ikan dilakukan dengan memasukkan ikan yang sakit
ke dalam wadah tersebut dan ikan dibiarkan selama beberapa saat. Ikan yang telah
direndam segera dimasukkan ke dalam bak yang airnya bersih untuk
menghilangkan pengaruh senyawa kimia hingga ikan benar-benar sembuh (Kordi,
2004). Ma’ruf (2011) meneliti pemberian ekstrak buah mengkudu (Morinda
citrifolia) secara rendaman terhadap ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang
terinfeksi bakteri A. hydrophila dapat menghasilkan sintasan sebesar 98%
dibandingkan dengan kontrol yang hanya 60%.
2.8 Kualitas Air
Air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan ikan. Di dalam
budidaya ikan, kualitas dan kuantitas air yang memenuhi syarat merupakan salah
satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Oleh karena itu, sejak pemilihan lokasi
kuantitas dan kualitas air sudah merupakan salah satu yang dijadikan ukuran
untuk menilai layak tidaknya suatu perairan atau sumber air digunakan untuk
budidaya ikan dengan wadah tertentu. Begitu juga ketika usaha budidaya ikan
telah berjalan, suplai air harus tetap memadai dan kualitasnya harus sesuai dengan
kebutuhan ikan yang dibudidayakan (Kordi, 2004).
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
12
2.8.1 Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air.
Kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan dipengaruhi oleh luasnya daerah
permukaan air yang bersinggungan langsung dengan atmosfer, tekanan atmosfer,
dan udara di sekililingnya. Pengurangan oksigen di air disebabkan oleh proses
pernafasan hewan dan tumbuhan air, serta proses penguraian bahan organik.
Oksigen terlarut dalam perairan sangat dibutuhkan semua organisme yang ada di
dalamnya untuk pernafasan dalam rangka melangsungkan metabolisme dalam
tubuh mereka (Effendi, 1997).
2.8.2 Suhu
Suhu mempunyai aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran
organisme baik di lautan maupun air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut.
Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Secara
umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan suhu dan dapat menekan
kehidupan ikan bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai
ekstrim (Kordi, 2004). Perairan ideal bagi pertumbuhan lele dumbo adalah
perairan memiliki suhu antara 20-35ºC (Rochdianto, 1995).
2.8.3 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kehidupan suatu organisme perairan. Pergoncangan pH yang terlalu
besar secara terus menerus akan mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan ikan
maupun organisme yang hidup di perairan. Pada umumnya nilai pH turun bersama
dengan turunnya kandungan mineral yang ada dalam perairan (Zonneveld et al.,
1991).
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Rendaman..., Rika Firliana Resti, FKIP UMP, 2013
Download