TRANSFORMASI PROMOTER GEN AGAMOUS

advertisement
i
TRANSFORMASI PROMOTER GEN AGAMOUS DAN
AGAMOUS-LIKE KELAPA SAWIT (EgAG2 DAN
EgAGL2) PADA EKSPLAN TEMBAKAU
DEWI PATMAWATI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PEGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
ABSTRAK
DEWI PATMAWATI. Transformasi Promoter Gen AGAMOUS dan AGAMOUSLIKE Kelapa Sawit (EgAG2 dan EgAGL2) pada Eksplan Tembakau. Dibimbing
oleh I MADE ARTIKA dan TETTY CHAIDAMSARI.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang memiliki prospek cerah karena diperkirakan kebutuhan kelapa
sawit dunia akan terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut ternyata
disertai permasalahan besar dalam pembudidayaannya, yaitu cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan sex-ratio, jumlah bunga betina
menurun sehingga terjadi penurunan produksi. Usaha untuk memperbaiki
produksi kelapa sawit dalam hal pembungaan diantaranya dilakukan secara
biologi molekuler. Kandidat gen pembungaan kelapa sawit yang dapat
menanggulangi cekaman kekeringan adalah Elaeis guineensis AGAMOUS2
(EgAG2) dan Elaeis guineensis AGAMOUS-LIKE2 (EgAGL2). Penelitian ini
bertujuan mendapatkan tembakau transgenik pembawa promoter gen EgAG2 dan
EgAGL2 ke dalam eksplan tembakau. Transformasi promoter gen EgAG2 dan
EgAGL2 dilakukan dengan menggunakan Agrobacterium tumefasiens. Tembakau
transgenik yang telah menggandung promoter tersebut kemudian diisolasi
DNAnya. DNA yang diperoleh selanjutnya diamplifikasi dengan primer NPTII.
Gen NPTII ynag berhasil teramplifikasi berukuran 250 bp. Promoter gen EgAG2
dan EgAGL2 telah berhasil disisipkan ke dalam genom tanaman tembakau
dengan perantara A. tumefasiens. Ekspresi dari gen EgAG2 mengakibatkan
tanaman tembakau memiliki daun yang cacat atau melipat. Selain itu, ekspresi gen
EgAGL2 pada tanaman model tembakau juga mengakibatkan tanaman tersebut
memiliki daun yang lebih hijau.
iii
ABSTRACT
DEWI PATMAWATI. Oil Palm AGAMOUS and AGAMOUS –LIKE (EgAG2 and
EgAGL2) Gene Promoters Transformation on Tobacco Explant. Under the
supervision of I MADE ARTIKA and TETTY CHAIDAMSARI.
Oil palm (Elaeis guineensis) is one of good prospected plants due to rising
world’s demand on this plant. This massive demand apparently comes with a
major cultivation problem of oil palm, which is drought stress. Drought stress
causes the decreasing of sex ratio. The amount of female flowers lowered down,
hence the production decline exists. The efforts to fix this problem were done in a
molecular biology way. Oil palm flowering gene candidates that can overcome
drought stress are Elaeis guineensis AGAMOUS2 (EgAG2) and Elaeis guineensis
AGAMOUS-LIKE2 (EgAGL2). This research aimed to get a transgenic tobacco as
a promoter carrier of EgAG2 dan EgAGL2 genes into tobacco explant. The
transformation of those gene promoters was done by using Agrobacterium
tumefasiens. DNA isolation was done to transgenic tobacco which contained those
promoters. The isolated DNA was then amplified using NPTII primer. NPTII gene
that was successfully amplified had a size of 250 base pairs. EgAG2 and EgAGL2
gene promoters had been successfully inserted into tobacco genomes using A.
tumefasiens as the mediator. Gene expression of EgAG2 caused the tobacco leaves
to fold or flawed. On the other hand, gene expression of EgAGL2 on tobacco
caused the leaves to become more green.
iv
TRANSFORMASI PROMOTER GEN AGAMOUS DAN
AGAMOUS-LIKE KELAPA SAWIT (EgAG2 DAN
EgAGL2) PADA EKSPLAN TEMBAKAU
DEWI PATMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PEGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
v
Judul Skripsi
Nama
NRP
: Transformasi Promoter Gen AGAMOUS dan AGAMOUS-LIKE
Kelapa Sawit (EgAG2 dan EgAGL2) pada Eksplan Tembakau
: Dewi Patmawati
: G84070030
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua
Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si.
Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Biokimia
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
NIP 19630117 198903 1000
Tanggal lulus:
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala keruniaNya, shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Transformasi Promoter
Gen AGAMOUS dan AGAMOUS-LIKE Kelapa Sawit (EgAG2 dan EgAGL2) pada
Eksplan Tembakau. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan April hingga
Agustus 2011, bertempat di Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penelitian ini, antara lain kepada Dr. Ir. I Made
Artika, M.App.Sc. selaku pembimbing utama dan Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si
selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan saran, kritik, dan
bimbingannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teknisi yang telah
membagi pengalaman berharganya, Nina Yuniar, Herti Sugiarti, serta segenap
staf di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, kakak, dan
Biokimia 44 khususnya Risqiana, Nindi, dan Mike untuk semua doa, dukungan,
dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis. Serta kepada rekan selama
penelitian Endah, Yoshita, Mbak Ratna, Mbak Izah, Riska, Ismi, Ibrahim, Mas
Rendi, dan Tiara atas saran dan motivasi yang diberikan, serta teman kosan saya
bernama Alisa. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua orang yang memerlukannya.
Bogor, November 2011
Dewi Patmawati
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukoharjo pada tanggal 15 Februari 1988 dari ayah
Hadimulyono dan ibu Samiyem. Penulis merupakan anak keempat dari empat
bersaudara.
Pendidikan penulis dimulai dari TK Pondok 1 Sukoharjo, SDN Pondok 1
Sukoharjo, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Sukoharjo. Tahun 2007
penulis lulus dari SMAN 1 Sukoharjo dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
mayor Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan, diantaranya penulis aktif di Himpunan Profesi Biokimia
(CREBs), UKM PANAHAN, dan Paguyuban Mahasiswa Solo. Selain itu, penulis
juga aktif mengikuti beberapa acara kepanitiaan seperti masa pengenalan
Departemen Biokimia 2008/2009, Seminar Kanker dan beberapa seminar di IPB.
Penulis melakukan Praktik Lapang di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, Taman Kencana, Bogor.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
x
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) ............................................................
Promoter Gen ...........................................................................................
Gen AGAMOUS dan AGAMOUS-LIKE ...................................................
Tembakau ..................................................................................................
Kultur Jaringan .........................................................................................
Transformasi Genetik dengan Perantara Agrobacterium ........................
Polymerase Chain Reaction (PCR) ........................................................
2
2
3
5
5
6
6
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat .........................................................................................
Metode.......................................................................................................
8
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tembakau awal transformasi ....................................................................
Seleksi Promoter Gen EgAG2 dan EgAGL2.............................................
Isolasi DNA Daun Tembakau...................................................................
Amplifikasi Menggunakan Primer NPTII dengan Metode PCR ..............
Morfologi Tanaman Tembakau ................................................................
10
10
11
11
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................. 13
Saran......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 13
LAMPIRAN .................................................................................................... 17
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman kelapa sawit ..................................................................................
2
2 Skema gen yang mengandung promoter .......................................................
3
3 Alur pengaruh cekaman kekeringan terhadap diferensiasi seksual tanaman
kelapa sawit..................................................................................................
4
4 Koloni Agrobacterium tumefaciens pada daun tembakau ............................
6
5 Tahapan proses PCR .....................................................................................
8
6 Tanaman tembakau yang digunakan sebagai ekplan .................................... 10
7 Eksplan nontransforman dan transforman promoter EgAGL2 ..................... 11
8 Tanaman tembakau kontrol positif dan kontrol negatif ................................ 11
9 Profil hasil isolasi DNA tembakau ............................................................... 11
10 Kontruk T-DNA yang mengandung NPTII................................................... 12
11 Elektroforegram hasil PCR dengan primer NPTII ....................................... 12
12 Morfologi tanaman tembakau hasil transformasi promoter EgAG2 ............. 13
13 Morfologi tanaman tembakau hasil transformasi promoter gen EgAGL2 .... 13
14 Tanaman yang bersifat kimera ...................................................................... 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ................................................................................. 18
2 Komposisi media yang digunakan dalam penelitian .................................... 19
3 Komposisi larutan yang digunakan dalam penelitian .................................. 21
4 Pembuatan gel agarose 1% ........................................................................... 22
1
PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang menyumbang devisa negara yang cukup
tinggi bagi Indonesia. Selain itu, kelapa sawit
juga menduduki peringkat ketiga sebagai
komoditas nonmigas di Indonesia. Produksi
kelapa sawit di Indonesia telah mencapai
11.623.822 ton sehingga Indonesia menjadi
negara terbesar penghasil kelapa sawit pada
tahun 2008 (Badan Pusat Statistik 2009).
Peningkatan permintaan dunia terhadap
kelapa sawit untuk diolah menjadi minyak
goreng, makanan, kosmetik, sabun, dan bahan
dasar industri memicu Indonesia untuk
meningkatkan produktivitas.
Produktivitas kebun kelapa sawit di
Indonesia
lebih
rendah
dibandingkan
Malaysia. Produksi kelapa sawit nasional
Indonesia hanya sekitar 15 ton tandan buah
segar (TBS)/ha/tahun sedangkan produktivitas
Malaysia telah mencapai 25 ton TBS/ha/tahun
pada tahun 2007 (Santoso et al. 2009).
Rendahnya produktivitas kebun kelapa sawit
di Indonesia salah satunya disebabkan oleh
cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan merupakan keadaan
lingkungan yang menyebabkan tanaman
kekurangan air. Peristiwa ini dapat terjadi
akibat kekurangan air di daerah perakaran
atau akibat laju evaporasi lebih tinggi
dibandingkan dengan laju absorbsi air (Sinaga
2007).
Cekaman
kekeringan
dapat
mengakibatkan penurunan yang nyata pada
pertumbuhan dan karakter vegetatif tanaman
yang berada dalam masa pertumbuhan aktif.
Kehilangan hasil karena cekaman kekeringan
di beberapa kebun dapat mencapai 40 %.
Selain itu, dampak dari kekeringan terhadap
penurunan hasil akan dirasakan sampai 2-3
tahun berikutnya. Secara fisiologis, pengaruh
cekaman kekeringan terhadap kelapa sawit
adalah terjadinya penurunan sex-ratio, jumlah
bunga betina per total bunga menurun dan
akhirnya menyebabkan penurunan produksi
TBS tanaman.
Usaha untuk memperbaiki produksi kelapa
sawit dalam hal pembungaan dilakukan
pendekatan secara biologi molekuler. Salah
satunya yaitu penemuan gen-gen yang
berperan penting pada proses pembungaan
dan proses pembungaan menuju buah. Gengen yang berperan tersebut antara lain LEAFY
(LFY), APETALA1 (AP1), CAULIFLOWER
(CAL), FRUITFULL (FUL), dan AGAMOUS
(AG) (Dean dan Simpson 2002). Gen
pembungaan dari kelapa sawit yang
memerlukan uji lebih lanjut diantaranya yaitu
Elaeis guineensis AGAMOUS2 (EgAG2) dan
Elaeis
guineensis
AGAMOUS-LIKE2
(EgAGL2). EgAG2 dan EgAGL2 merupakan
kandidat gen pembungaan yang berperan
dalam proses diferensiasi seksual pada
pembungaan kelapa sawit.
Proses diferensiasi seksual dalam siklus
pembungaan kelapa sawit sendiri diawali
dengan terbentuknya primordial bunga dari
jaringan meristem bunga. Diferensiasi
seksual, primordial bunga akan berkembang
menjadi bunga jantan atau betina dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan. Selain itu, gen
EgAG2 dan EgAGL2 diduga berperan dalam
proses diferensiasi seksual pada pembungaan
kelapa sawit. Promoter gen EgAG2 dan
EgAGL2 diharapkan dapat mengaktifkan kerja
gen EgAG2 dan EgAGL2 yang dapat
menanggulangi dampak cekaman kekeringan,
mengatur
pembungaan,
dan
akhirnya
meningkatkan produktivitas kelapa sawit.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan isolasi
dan karakterisasi promoter dari kedua gen ini.
Penelitian ini melakukan transformasi kedua
gen ke tanaman model yaitu tembakau.
Pengujian ekspresi dan pengaruh promoter
gen EgAG2 dan EgAGL2 terhadap
perkembangan organ reproduktif tanaman.
Pengujian
ini
umumnya
dilakukan
menggunakan tanaman model Arabidopsis.
Namun menumbuhkan tanaman Arabidopsis
di daerah atau lingkungan tropis sangat sulit,
sebagai alternatif dalam pengujian tersebut
maka digunakan eksplan tanaman tembakau in
vitro.
Tembakau digunakan sebagai tanaman
model karena memenuhi syarat sebagai
tanaman model. Persyaratan tanaman model
adalah cepat mudah regenerasi, cepat
Tembakau
memiliki
dtransformasinya.
regenerasi yang mudah dan cepat, sehingga
ekspresi dari gen lebih cepat bisa diketahui.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan
tanaman tembakau transgenik yang membawa
promoter gen AGAMOUS (EgAG2) dan
AGAMOUS-LIKE (EgAGL2) kelapa sawit.
Hipotesis penelitian ini adalah tembakau
transgenik promoter gen AGAMOUS (EgAG2)
dan AGAMOUS-LIKE (EgAGL2) kelapa sawit
dapat diperoleh dengan metransformasikan
kedua promoter tersebut ke dalam eksplan
tembakau melalui perantara Agrobacterium
tumefaciens. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
sifat-sifat promoter gen EgAG2 (Elaeis
guineensis AGAMOUS) dan EgAGL2 (Elaeis
guineensis AGAMOUS-LIKE2).
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
belum diketahui secara pasti dari mana
asalnya. Ada dua anggapan kuat mengenai
asal dari tanaman ini kedua tempat tersebut,
yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guinea).
Spesies Elaeis melanococca atau Elaeis
oleivera diduga berasal dari Amerika Selatan,
sedangkan spesies Elaeis guineensis berasal
dari Afrika (Guinea) (Sastrosayono 2003).
Tanaman ini dikenal Indonesia sejak 1848.
Namun, baru dibudidayakan secara komersial
pada tahun 1911. Elaeis adalah bahasa Yunani
(Elaion) yang artinya minyak. Kata guineensis
berasal dari kata Guinea yaitu nama pantai
barat Afrika, dan Jacq merupakan nama
penemu kelapa sawit yaitu Jacquis (Lilis
2009). Kelapa sawit termasuk divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledonae, ordo Palmales,
family Palmaceae, genus Elaeis, spesies
Elaeis guineensis (Sastrosayono 2003).
Kelapa sawit merupakan komoditas
perkebunan yang cukup penting di Indonesia.
Prospek perkembangannya cukup cerah untuk
waktu ke depan. Komoditas kelapa sawit, baik
berupa bahan mentah ataupun hasil
olahannya, menduduki peringkat ketiga
penyumbang devisa nonmigas terbesar setelah
karet dan kopi (Sastrosayono 2003).
Kelapa sawit termasuk dalam tanaman
berumah satu yang berarti bunga jantan dan
betina tidak dalam satu bunga tetapi masih
dihasilkan dalam satu pohon. Rasio bunga
jantan terhadap bunga betina dapat
dipengaruhi oleh keadaan iklim. Tanaman
yang mengalami kekeringan maka bunga
jantan yang mendominasi. Sementara itu pada
musim hujan bunga betina yang mendominasi.
Waktu pematangan bunga jantan dan betina
terjadi pada waktu yang berbeda. Semua
ketiak daun kelapa sawit pada dasarnya
menghasilkan bakal karang bunga, tetapi
sebagian mengalami aborsi pada stadium dini
sehingga
tidak
semua
ketiak
daun
menghasilkan bunga. Waktu yang dibutuhkan
semenjak terbentuk bakal karangan bunga
sampai terlihat karangan bunga adalah 20
bulan. Selanjutnya waktu yang dibutuhkan
sampai pematangan bunga sekitar 33-34 bulan
(Mangoensoekarjo dan Semangun 2005).
Tanaman kelapa sawit bisa dilihat pada
Gambar 1.
Prokduktivitas kebun kelapa sawit di
Indonesia tergolong rendah, rata-rata nasional
hanya
mencapai
sekitar
20.25
ton
TBS/ha/tahun.
Walaupun
Indonesia
merupakan penghasil kelapa sawit terbesar,
ternyata produktivitasnya masih rendah
dibandingkan dengan Malaysia. Produksi
nasional Indonesia hanya sekitar 15 ton
TBS/ha/tahun
sedangkan
produktivitas
Malaysia mencapai 25 ton TBS/ha/tahun pada
tahun 2007 (Santoso et al. 2009). Indonesia
menjadi penghasil kelapa sawit terbesar
karena luas perkebunan kelapa sawitnya.
Parameter utama yang dipakai dalam
menentukan produktivitas tanaman termasuk
kelapa sawit adalah jumlah buah atau berat
TBS. Rendahnya produktivitas kelapa sawit
Indonesia salah satunya disebabkan karena
adanya cekaman kekeringan. Cekaman
kekeringan dapat menurunkan produktivitas
kelapa sawit sebanyak 10-40%.
Gambar 1 Tanaman kelapa sawit.
Promoter
Gen memiliki promoter khusus yang akan
menentukan dimana gen akan melakukan
fungsinya. Skema promoter dapat dilihat pada
Gambar 2. Promoter terletak di depan sebuah
gen sebelum kodon (tiga pasang basa) pemula
ATG yang mengkode asam amino metionin.
Promoter gen adalah urutan DNA spesifik
yang berperan mengendalikan transkripsi gen
struktural dan terletak di sebelah hulu
(upsteam) dari bagian struktural suatu gen.
Bagian promoter menjadi tempat awal
pelekatan enzim RNA polymerase yang
melakukan transkripsi bagian struktural
(Yuwono 2005). Promoter terdiri atas daerah
kecil yang memiliki urutan basa-N dengan
nama TATA-box. TATA-box adalah bagian
DNA yang mengandung banyak basa timin
dan adenin dan berada pada bagian upstream
dan dilokasikan pada -10 dan -35 bp upstream
(Murray et al. 2003).
Promoter menjadi awal melekatnya enzim
RNA polymerase. Enzim RNA polimerase
yang
menempel
pada
promoter
mengakibatkan terjadi transkipsi. Hal tersebut
akan mengaktifkan gen yang terletak di
3
belakang promoter sehingga akan terekspresi
pada organ tertentu. Peristiwa itu dikarenakan
promoter mempunyai aktivitas spesifik pada
jaringan atau organ spesifik. Salah satu
aktivitasnya adalah dalam hal pengkontrolan
ekspresi toksin pada jaringan atau organ
spesifik. Kakao gen homolog dari Arabidopsis
berpengaruh baik pada koregulasi inisiasi
pembungaan dan berpengaruh juga pada
determinasi identitas dari sepal dan petal
(Chaidamsari et al. 2006).
Fungsi
promoter
mengalami
perkembangan yang sangat pesat di bidang
bioteknologi. Peneliti tinggal memilih
promoter yang bekerja di bagian mana yang
akan digunakan sebagai alur penelitian untuk
mempelajari fungsi suatu gen melalui teknik
over-ekspresi atau antisense. Promoter yang
bekerja secara konstitutif dapat digunakan
untuk penelitian yang bertujuan mengetahui
efek penampakan pada seluruh bagian organ
tanaman karena dapat terekspresi dimana pun.
Namun, bila ingin melihat efek penampakan
pada suatu organ tertentu sebaiknya memilih
promoter spesifik yang hanya bekerja pada
jaringan atau organ tertentu.
upsteam
Gambar 2 Skema promoter (Edward 2011).
Gen AGAMOUS dan AGAMOUS-LIKE
Pembungaan merupakan hal yang vital
dalam produktivitas tanaman. Pembungaan
dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor
eksogen. Faktor endogen terdiri atas umur
tanaman, kandungan, hormon, dan sukrosa.
Faktor eksogen (lingkungan) yang dapat
mempengaruhi pembungaan adalah itensitas
cahaya, temperatur, dan cekaman. Salah satu
cekaman
yang
mempengaruhi
proses
pembungaan adalah cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan dapat menurunkan
produktivitas dari kelapa sawit. Pengaruh
cekaman kekeringan secara fisiologis adalah
menurunnya sex-rasio, jumlah bunga betina
per total bunga menurun sehingga akhirnya
dapat menurunkan produksi TBS tanaman.
Peningkatan
produksi
kelapa
sawit
dimungkinkan dapat dilakukan dengan
peningkatan ekspresi gen homeotik yang
terkait dengan diferensiasi seksual bunga
sawit (Santoso et al. 2009).
Karakteristik awal dari gen kakao dan
kelapa sawit yang mengkode faktor transkripsi
dari
kelas
MADSBOX
diperkirakan
mempengaruhi regulasi waktu pembungaan
dan pembentukan bunga. APETALA1 (TcAP1)
kakao gen homolog dari Arabidopsis
berpengaruh positif terhadap koregulasi pada
inisiasi pembungaan dan determinasi identitas
dua kelopak bagian luar dari organ
pembungaan misalnya saja sepal dan petal.
Homolog kakao dari AGAMOUS Arabidopsis
(TcAG) mempengaruhi pembentukan kelopak
bagian dalam organ pembungaan yaitu tangkai
sari dan ovarium (Chaidamsari et al. 2006).
Gen AGAMOUS termasuk dalam keluarga
gen MADS-Box yang diperlukan dalam
pembentukan identitas bunga (Bao et al.
2004).
Arabidopsis
AGAMOUS
(AG)
diperlukan untuk perkembangan bunga
terutama pada bagian stamen dan karpel
(Bowman et al. 1989; Yanofsky 1990).
Karpel merupakan bagian penting dari bunga
terutama untuk reproduksi seksual tanaman
karena menjadi wadah dari ovul yang
kemudian berkembang menjadi buah yang
berfungsi untuk melindungi dan memberi
nutrisi pada biji. Gen yang berperan dalam
mengontrol pembentukan stamen dan karpel
ini, ekspresinya dapat ditekan oleh gen lain
yaitu gen BELLRINGER (BELL) sehingga
pengaruh dari gen AG dalam pembentukan
meristem bunga dan inflorensia menjadi
terhambat (Bao et al. 2004). Selain itu over
ekspresi gen LEAFY juga dapat menekan
ekspresi dari gen AGAMOUS. Chaidamsari et
al. (2006) melaporkan bahwa kloning dari
cDNA encoding TcAG (homolog AG pada
kokoa) telah diekspresikan pada stamen dan
ovari, yang dibandingkan dengan AG pada
Arabidopsis. TcAG selalu diekspresikan pada
dinding buah (sebagian kecil) selama
perkembangan. Hal itu sesuai dengan model
ABC gen.
Model ABC memiliki tiga aktifitas (fungsi
homeotik) yaitu A, B, dan C. Gen-gen
tersebut akan terekspresi pada organ bunga.
Ekspresi fungsi A sendiri spesifik pada
formasi sepal. Kombinasi dari fungsi A dan B
terekspresi spesifik pada perkembangan petal,
dan kombinasi fungsi B dan C menghasilkan
formasi stamen. Ekspresi fungsi C sendiri
adalah perkembangan karpel. Perkembangan
selanjutnya disimpulkan fungsi D spesifik
pada indentitas ovul dalam karpel. Terjadi
penambahan dalam grup organ pembungaan
lagi adalah fungsi E. Fungsi E akan spesifik
pada petal, stamen, dan karpel (Adam et al.
2007). Gen yang termasuk dalam fungsi ABC
misalnya APETALA2, AG, AGL, LFY dan
lainnya yang termasuk dalam MADS box.
Gen yang termasuk fungsi E misalnya AGL2.
4
Gen AG2 dan AGL2 terindikasi
diekspresikan secara spesifik pada ovul dari
bunga betina dan tidak pada bunga jantan.
Kedua gen memerankan fungsi C, D, dan E.
kelapa sawit memiliki lima kelompok gen.
Adam et al (2007) menyatakan bahwa gen
yang terlibat dalam organ pembungaan
individu kelapa sawit terdiri atas lima gen.
Gen yang terindikasi terekpresi pada bunga
betina adalah Elaeis guineensis AGAMOUS 2
(EgAG2) dan Elaeis guineensis AGAMOUSLIKE 2 (EgAGL2). Gen EgAG2 termasuk
fungsi C dan atau D. Gen EgAGL2 sendiri
termasuk fungsi E. Gen EgAG2 terekspresi
pada semua whorls muda pada bunga jantan,
dan ekspresi bunga betina pada ovul atau
primordial karpel. Ekspresi gen EgAGL2 pada
petal dan stamen untuk bunga jantan,
sedangkan pada bunga betina ekspresinya
pada petal dan primordial ovul. Pola ekspresi
dari kedua gen tersebut dapat dilihat pada
Tabel 1. Ekspresi kedua gen tersebut dapat
dipengaruhi oleh cekaman kekeringan.
Peluasan kebun kelapa sawit dilakukan
pada daerah yang memiliki curah hujan
rendah. Selain itu, sekarang ini juga terjadi
pemanasan
global
sehingga
cekaman
kekeringan
sering
terjadi.
Cekaman
kekeringan mampu menurunkan produktivitas
kelapa sawit karena dapat menurunkan sexrasio, yaitu menurunnya jumlah bunga betina.
Penurunan jumlah bunga betina akan
mengakibatkan produksi TBS menurun. Hal
tersebut dapat diatasi dengan menyisipkan
promoter gen yang termasuk dalam
MADSBOX. Gen tersebut adalah EgAG2 dan
EgAGL2. Keberadaan promoter diharapkan
dapat mengaktifkan kedua gen tersebut
sehingga dapat tereskpresi dengan baik.
Pengaruh cekaman kekeringan terhadap
pembungaan kelapa sawit dapat dilihat pada
Gambar 3. Cekaman kekeringan dapat
mempengaruhi fotosintesis sehingga hasilnya
berupa sukrosa juga terpengaruh. Sukrosa
dapat berpengaruh pada pembungaan yaitu
mempengaruhi dari gen yang terdapat pada
MADSBOX yaitu EgAG2 dan EgAGL2.
Kedua gen ini dapat mempengaruhi
diferensiasi seksual tanaman kelapa sawit dan
keduanya dapat diaktifkan oleh promoter.
Tabel 1 Pola ekspresi lima gen MADSBOX kelapa sawit dan fenotipe dari ekspresi ektopiknya
Sumber : Santoso et al. 2009.
(Sukrosa fosfat)
Pertumbuhan vegetatif
Buah
Pertumbuhan reproduksi
Jantan
Bunga
Betina
Transkripsi
Gambar 3 Alur pengaruh cekaman kekeringan (H2O) terhadap diferensiasi seksual tanaman kelapa
sawit (derivasi dari Blazquez 2000).
5
Tembakau
Tembakau
(Nicotiana
tabacum)
merupakan tanaman perkebunan atau industri
berupa semak semusim yang berasal dari
Amerika Tengah dan Amerika Selatan, yang
selanjutnya tersebar ke Eropa dan Virginia
(Amerika Utara). Tembakau tumbuh pada
daerah dengan ketinggian 200-3000 dpl yang
bercurah hujan 2000 mm/tahun (untuk daratan
rendah) dan 1500-3500 mm/tahun (untuk
daratan tinggi). Tanaman tembakau memiliki
tinggi 1-3 m dengan batang tak bercabang.
Daun dan batangnya berwarna hijau dan
ditutupi oleh rambut bersel banyak,
berkelenjar, dan rekat. Daun tersusun spiral
dan berjumlah 20-35 daun per tanaman.
Bunga berbentuk malai dan muncul di ujung
batang. Satu buah tembakau mengandung
2000-2500 biji yang berukuran sangat kecil
dan berwarna cerah sampai coklat gelap.
Syarat tembakau dapat tumbuh, diantaranya
suhu optimum pertumbuhan 21-27oC,
penanamannya memerlukan tanah liat ringan
sampai sedang dengan kapasitas penahanan
air yang baik dan sedikit asam (pH 5.6)
(Vossen dan Wessel 2000).
Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman terdiri atas
sejumlah teknik untuk menumbuhkan organ,
jaringan, dan sel tanaman. Jaringan dapat
dikultur pada media agar padat atau dalam
medium hara cair. Jika ditanam dalam agar,
jaringan akan membentuk kalus, yaitu massa
atau sel-sel yang tidak tertata. Kultur agar
juga merupakan teknik untuk meristem dan
juga mempelajari organogenesis. Teknik
kultur jaringan berkembang pada tahun 1900an yang dimulai dengan kultur akar oleh Kotte
dan Robbins. Kultur jaringan atau in vitro
dapat menyediakan banyak tanaman dalam
waktu singkat serta bebas cendawan dan
bakteri. Tahun 2000-an penggunaan kultur
jaringan tidak sebatas untuk memperbanyak
tanaman tetapi lebih luas lagi yaitu digunakan
untuk memfasilitasi kegiatan transformasi
gen, hibridisasi somatik, metabolik sekunder,
tanaman haploid, dan lain-lain.
Teknik kultur jaringan didasari oleh
konsep totipotensi. Sel tumbuhan memiliki
sifat totipotensi, yaitu tidak hanya dari sel
perkembangbiakan, tetapi dapat juga dari sel
akar, daun, batang, dan sel tumbuhan lainnya.
Semua sel tersebut dapat ditumbuhkan
menjadi individu tanaman yang lengkap dan
memiliki sifat fenotipe yang sama dengan
tetuanya. Berdasarkan sifat ini berkembang
teknik kultur in vitro yang ditujukan untuk
perbanyakan klonal tanaman secara massal
dalam waktu yang cepat (Nasir 2002).
Sel tanaman dapat dibiakkan atau dikultur
secara aseptik pada atau dalam medium hara.
Kutur umumnya dimulai dengan menanam
satu iris jaringan steril pada medium hara
yang dipadatkan oleh agar. Kalus akan
terbentuk dalam kurun waktu 2-3 minggu.
Kalus dapat disubkultur dengan cara
memindahkan potongan kecil pada medium
agar segar (Wetter dan Constabel 1991).
Kultur jaringan tanaman terbagi atas 4
tahap, yaitu tahap inisiasi, proliferasi tunas,
perakaran, dan aklimasi. Tahap inisiasi
mencakup persiapan eksplan, sterilisasi
eksplan sampai mendapatkan eksplan yang
bebas dari kontaminan. Tahap proliferasi
tunas merupakan tahap pertumbuhan dan
perkembangan tunas sehingga dihasilkan
tunas yang sehat, steril, dan siap untuk
dipindahkan ke media perakaran. Eksplan
yang bertunas ditanam dalam media dengan
zat pengatur tumbuh untuk menghasilkan akar
pada tahap perakaran. Tanaman setelah
berakar dipindahkan ke lingkungan eksternal
yang sebelumnya diadaptasikan pada tahap
aklimasi (Trigiano dan Gray 2000).
Eksplan adalah jaringan tanaman yang
masih muda karena selnya masih aktif
membelah sehingga daya regenerasinya
tinggi. Jaringan yang telah tua lebih sulit
beregenerasi karena sebagian besar selnya
sudah tidak aktif membelah. Bagian tanaman
yang digunakan sebagai eksplan adalah biji
atau bagian tanaman lain misalnya kotiledon,
tunas pucuk, potongan batang, potongan akar,
potongan daun, dan bagian bunga (Chairunisa
2008). Eksplan yang digunakan pada
penelitian ini adalah potongan daun tembakau.
Pertumbuhan eksplan dalam media kultur
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
umur eksplan, sumber eksplan, ukuran
eksplan, dan kepadatan inokulum. Ukuran
yang terlalu kecil mempengaruhi kualitas
hidup pada media kultur, sedangkan bila
terlalu besar akan menyulitkan sterilisasi dan
proses manipulasi genetik. Jumlah yang
terlalu banyak juga menyebabkan penurunan
dalam berdiferensiasi karena persaingan
dalam memperoleh nutrisi (Pambudi 2009).
Keuntungan perbanyakan tanaman secara
kultur jaringan adalah berpeluang besar
menghasilkan jumlah bibit tanaman yang
banyak dalam waktu relatif singkat, tidak
membutuhkan tempat yang luas, dapat
dilakukan sepanjang tahun tanpa tergantung
musim, bibit yang dihasilkan lebih sehat dan
bebas dari kontaminan, serta memungkinkan
6
dilakukan manipulasi genetik. Kelemahan dari
teknik ini adalah dibutuhkan dana untuk
pengadaan laboratorium dan bahan kimia,
dibutuhkan keahlian khusus, tanaman yang
dihasilkan berukuran kecil, steril, dan perlu
aklimatisasi ke lingkungan eksternal (Yusnita
2004).
Transformasi genetik melalui A.
tumefaciens
Transformasi genetik merupakan salah
satu metode yang dimanfaatkan untuk
mempelajari regulasi gen, identifikasi fungsi
gen, menguji metabolisme, mempelajari
fisiologi serta perkembangan tanaman.
Teknologi transformasi genetik pada tanaman
telah
banyak
berkembang
dengan
memanfaatkan beberapa metode transformasi.
Transformasi genetik dapat dilakukan dengan
berbagai metode di antaranya elektroporasi,
polyethylene glycol, penggunakan serat silicon
carbide, penembakan partikel DNA, dan
melalui perantara Agrobacterium tumefaciens
(Belarmino dan Mii 2000).
Metode transfer gen pada tanaman yang
banyak digunakan adalah dengan vektor
Agrobacterium. Metode ini dianggap lebih
murah dan efektif, karena prinsipnya gen
interest disisipkan ke plasmid T-DNA
Agrobacterium kemudian diinokulasi ke
jaringan target yang telah dilukai. Oleh sebab
itu, bila melakukan transformasi dengan
perantara Agrobacterium maka tanaman
eksplan yang digunakan harus dilukai
misalnya dengan cara dipotong. Transformasi
tersebut dapat menimbulkan gejala tumor
yang dikenal dengan crown gall tumor yang
merupakan penyakit penting pada tanaman
dikotil. Gejala itu merupakan efek dari
masuknya bagian tertentu dari bakteri. Bagian
tersebut adalah T-DNA (transfer DNA) yang
ditransfer dari plasmid-Ti sel bakteri ke
genom sel tanaman yang selanjutnya
berinteraksi dan diekspresikan menjadi tumor
crown gall.
A. tumefaciens merupakan bakteri gram
negatif yang terdapat di tanah. Agrobacterium
mempunyai dua spesies yang bersifat patogen,
yaitu A. tumefaciens
sebagai penyebab
penyakit tumor (crown gall) dan A.
rhizogenes yang menyebabkan penyakit
rambut akar (harry root) pada berbagai
tanaman dikotil. A. tumefaciens secara alami
melakukan tranformasi ke dalam sel-sel
tanaman. Koloni A. tumefaciens pada
tembakau dapat dilihat pada Gambar 4.
Gen asing dapat disisipkan ke dalam
plasmid Ti dengan menggunakan teknik DNA
rekombinan.
Plasmid
rekombinan
ditransformasikan ke A. tumefaciens yang
dapat digunakan untuk menginfeksi sel
tumbuhan.
Plasmid
rekombinan akan
menyelipkan dirinya ke dalam kromosom
tumbuhan.
Hal
ini
memungkinkan
menghasilkan tumbuhan yang mengandung
dan mengekspresikan gen asing yang dapat
diwariskan ke keturunannya. Plasmid Ti
ditemukan pada semua galur A. tumefaciens
virulen, berukuran sekitar 200-250 kb, dan
stabil pada temparatur di bawah 30oC.
Agrobacterium memiliki tiga komponen
genetik yang dapat menginfeksi tanaman.
Komponen pertama adalah T-DNA yaitu
fragmen yang ditransfer ke sel tanaman yang
terletak pada plasmid Ti dari Agrobacterium.
Komponen yang kedua adalah virulence (vir)
region, vir akan berekspresi jika terdapat
inducer yang berupa senyawa monosiklik
fenolik
seperti
acetosyringone
serta
monosakarida seperti glukosa dan galaktosa.
Oleh karena itu, media kokultivasi selalu
ditambahkan
acetosyringone
untuk
meningkatkan daya infeksi bakteri pada selsel eksplan. Oleh karena itu, saat melakukan
transformasi
perlu
ditambahkan
acetosyringone. Komponen ketiga yaitu
chromosomal virulence yang terdapat pada
kromosom Agrobacterium. Chromosomal
virulence berfungsi dalam pelekatan bakteri
pada sel tanaman dengan membentuk senyawa
protein β-1,2 glukan (Sheng dan Citovcky
1996).
Ketiga komponen tersebut membuat
Agrobacterium mampu masuk ke nukleus
serta berinteraksi dalam kromosom tanaman.
Hal tersebut yang dimanfaatkan para peneliti
untuk melakukan transformasi dengan
Agrobacterium. Selain itu, transformasi
dengan Agrobacterium memiliki jumlah
salinan gen yang relatif sedikit dalam
kromosom sehingga dapat mengurangi
kemungkinan terganggunya fungsi gen lain.
Keuntungan
lainnya
adalah
mampu
mentransfer segmen DNA yang relatif besar
dan menghasilkan tanaman transgenik yang
memiliki fertilitas tinggi (Maftuchah 2007).
Kemampuan T-DNA untuk mentransfer
DNA ke organisme eukariotik dan gen yang
berada pada T-DNA dapat digantikan dengan
gen apa saja, menjadikan A. tumefaciens
sebagai vektor yang ideal untuk transfer gen
ke suatu organisme eukariotik, seperti
tanaman untuk menghasilkan suatu tanaman
transgenik dan fungi (Tzfira dan Citovsky
2003). Hal itu membuat A. tumefaciens
digunakan dalam tranformasi genetik.
7
Gambar 4 Koloni A. tumefaciens pada daun
tembakau (bar = 1 µm).
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah
teknik penggandaan molekul DNA secara in
vitro melibatkan penggunaan bagian kecil dari
pasangan komplementer DNA yang akan
disintesis (primer) dan DNA polimerase.
Reaksi PCR sangat sensitif, dengan
menggunakan DNA cetakan dalam jumlah
kecil dapat menggandakan sampai lebih dari
sejuta kali sehingga menghasilkan DNA
dalam jumlah yang sangat besar (Jonas 2003).
Metode ini pertama kali dikembangkan pada
tahun 1985 oleh Kary B. Mullis dan sekarang
telah banyak digunakan untuk berbagai
macam manipulasi dan analisis genetik
(Yuwono 2006). Kary Mullis merupakan
peraih nobel di bidang biokimia pada tahun
1984 yang berdasarkan pada penemuannya
mendapatkan adanya aktivitas biologi dari
DNA polimerase pada suhu tinggi dalam
thermophiles (bakteri yang hidup pada sumber
air panas).
Beberapa komponen pereaksi dalam
proses PCR memiliki fungsi khusus, yaitu Taq
DNA
polimerase,
cetakan
DNA,
oligonukleotida primer,
deoxynucleotide
triphosphate (dNTP), dan larutan bufer. Taq
DNA polimerase merupakan enzim yang
tahan panas dan diisolasi dari bakteri
termofilik Thermus aquaticus. Fungsi dari
enzim ini adalah mengkatalisis proses PCR.
Primer merupakan oligonukleotida yang
menempel pada daerah spesifik yang
diinginkan. Oligonukleotida yang digunakan
sebagai primer paling sedikit merupakan
gabungan dari 16 pasang basa, disarankan
menggunakan 20-24 pasang basa. Primer yang
terlalu pendek tidak menempel secara spesifik
sehingga akan terjadi penggandaan pada
daerah yang tidak spesifik. Namun, bila
primer yang terlalu panjang akan sulit untuk
menempel pada cetakan DNA sehingga
amplifikasi tidak terjadi. Keberadaan dNTP
dan konsentrasi larutan bufer dalam reaksi
PCR,
dapat
mempengaruhi
spesifitas
amplikon. Reaksi PCR membutuhkan suatu
bufer yang mengandung MgCl2 karena
aktivitas enzim polimerase dipengaruhi oleh
konsentrasi ion Mg2+. Ion Mg2+ akan
menyetimulasi aktivitas enzim secara
maksimal pada konsentrasi 2 mM jika
konsentrasinya lebih tinggi, maka dapat
bersifat inhibitor (Sambrook dan Russell
2001).
Proses PCR berlangsung dalam beberapa
siklus. Kisaran siklus optimum dalam proses
PCR adalah 30-35 siklus, bergantung pada
enzim polimerase, jumlah cetakan, dan
sebagainnya. Enzim polimerase tidak aktif
pada suhu tinggi, maka pada tiap siklus reaksi
harus ditambahkan enzim polimerase. Selain
itu, banyaknya siklus amplifikasi tergantung
juga pada konsentrasi DNA target di dalam
campuran reaksi. Sedikitnya diperlukan 25
siklus untuk melipatgandakan satu kopi
sekuen DNA target di dalam genom mamalia
agar hasilnya dapat dilihat secara langsung,
misalnya dengan elektroforesis gel agarosa
(Sambrook et al. 1989).
Teknik PCR dapat digunakan untuk
analisis maupun untuk sintesis nukleotida.
Salah satu kegunaan PCR adalah untuk
identifikasi suatu gen atau DNA yang
spesifik. Identifikasi keberadaan suatu gen
dapat dilakukan dengan mudah bila daerah
pengapit (flanking region) telah diketahui.
Daerah pengapit yang spesifik ini digunakan
sebagai primer. Penggunaan PCR untuk
identifikasi adanya suatu pathogen penyebab
suatu penyakit telah banyak dilakukan, seperti
hepatitis B, TBC, AIDS, atau kelainan
lainnya. Perbanyakan gen untuk berbagai
keperluan, pengurutan DNA, ataupun kajian
keragaman molekuler dapat pula dilakukan
dengan PCR (Suharsono 2000).
Tahapan reaksi PCR dapat dilihat pada
Gambar 5. Reaksi bermula saat sampel DNA
dipanaskan untuk mendenaturasi DNA
menjadi dua untai (no 1), primer akan
berikatan dengan DNA pada tempat yang
komplemen (no 2). DNA cetakan tersebut
akan membentuk DNA utas ganda yang
dibantu DNA polimerase (no 3). Kedua untai
DNA tersebut masing-masing berfungsi
sebagai cetakan untuk sintesis DNA yang baru
dari 2 primer. Siklus denaturasi dengan panas
yang berulang, penyatuan primer menjadi
8
rangkaian komplementernya dan pemanjangan
primer yang sudah menyatu itu dengan DNA
polimerase, akan menghasilkan amplifikasi
eksponensial segmen DNA dengan panjang
tertentu (no 4) (Murray et al. 2003).
Denaturasi DNA dilakukan dengan
menggunakan panas (95ºC) selama 1 – 2
menit, kemudian suhu diturunkan menjadi
55ºC sehingga primer akan menempel
(annealing) pada cetakan yang telah terpisah
menjadi rantai tunggal. Primer akan
membentuk ikatan hidrogen dengan cetakan
pada daerah sekuen yang komplementer
dengan sekuen primer. Proses annealing
biasanya dilakukan selama 1 – 2 menit.
Pemanjangan DNA (extension) dilakukan
pada kisaran suhu 70-75oC. Suhu ini optimum
dari enzim Taq polimerase. Penggunaan suhu
yang cukup tinggi ini juga dimaksudkan agar
tahap denaturasi DNA untuk siklus berikutnya
lebih mudah. Enzim Taq polimerase pada
tahap ini akan menambahkan dNTP pada
ujung 3’OH primer yang komplemen dengan
utas DNA cetakan (template) sehingga arah
pertumbuhan utas DNA baru adalah dari
ujung 5’P ke ujung 3’OH. Tahap-tahap
tersebut akan berulang sampai 30-35 siklus.
Denaturasi
Penempelan primer
Pemanjangan DNA
komplemen primer
pEgAG dan pEgAGL2, garam-garam makro
dan mikro yang terkandung dalam media MS
(Murashige & Skoog), gula pasir 3%, vitamin
B5, agar 0,8%, BAP (benzil amino purin)
yang merupakan hormon pertumbuhan 0,5
ppm, acetosyringone, kanamisin, cefotaxime,
media LB (Tripton 10 mg/L, Yeast extract 5
g/L, NaCl 5 g/L),dan akuades. Bahan-bahan
yang digunakan untuk isolasi DNA yaitu
planlet tembakau in vitro putative transgenik
yang mengandung promoter EgAG dan
EgAGL2, nitrogen cair, β-merkaptoetanol,
CTAB (Cetyl trimethylammonium bromide)
10%, buffer Tris-HCl 1 M pH 8.0, EDTA
(ethylene diamine tetraacetate) 0.5 M pH 8.0,
isopropanol,
etanol
absolut,
larutan
kloroform:isoamilalkohol (24:1), Sodium
asetat 3 M pH 5.2, NaCl 5 M, etanol 70%, dan
Molecular Water (MW). Bahan-bahan untuk
PCR terdiri dari complete buffer, dNTPs,
primer nptII forward dan reverse, dan taq
polymerase. Bahan-bahan untuk elektroforesis
yaitu agarose, loading buffer, Ethidium
bromide 1% (w/v), bufer TBE (Tris Borate
EDTA) 0.5×, dan marker 1 kb DNA ladder
plus.
Alat-alat yang digunakan dalam proses
transformasi adalah Laminar Air Flow
Cabinet, pH meter, neraca analitik digital,
shaker incubator, autoklaf, cawan petri, botol
kultur, kertas saring, Sentrifus Beckmann
Allegra 64R, skalpel, pinset, dan peralatan
gelas. Peralatan yang digunakan untuk isolasi
DNA adalah mortar, lumpang, microtubes,
waterbath, neraca analitik digital, ruang asam,
microcentrifuge Eppendorf 5417R, DNA
speed vacum 110 savant, dan pipet mikro.
Sedangkan alat yang digunakan untuk
elektroforesis
dan
amplifikasi
adalah
perangkat elektroforesis, cetakan gel agarose,
sisir, transluminator ultraviolet (UV) T2201
(Sigma), gel doc, mesin PCR (ESCO Swift
max), dan pipet mikro.
Metode Penelitian
Gambar 5 Tahapan proses PCR.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan
yang
digunakan
untuk
transformasi
genetik
adalah
eksplan
tembakau, bakteri Agrobacterium tumefaciens
Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi alat dan bahan merupakan salah
satu tahapan yang penting dalam proses kultur
jaringan dan transformasi genetik. Sterilisasi
dilakukan dengan cara autoklaf selama 15
menit pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm.
Peralatan gelas yang diautoklaf dalam
penelitian ini antara lain botol kultur, pinset,
skalpel, cawan petri, dan Erlenmeyer. Bahanbahan penunjang lain yang juga diautoklaf
antara lain kertas saring, tissue, aquades,
media MS, dan media LB. Sterilisasi Laminar
9
Air Flow Cabinet dilakukan dengan cara
menyalakan lampu UV minimal selama 15
menit kemudian disemprot dengan alkohol
teknis dan dilap dengan tisu.
Peremajaan
A.
tumefaciens
yang
mengandung Promoter EgAG2 dan
EgAGL2
Bakteri A. tumefaciens pEgAG2 dan
pEgAGL2 diambil dari stok gliserol. Bakteri
selanjutnya digoreskan pada media LA (Luria
Agar) yang mengandung antibiotik kanamisin
50 ppm dan rifampisin 50 ppm. Kultur
kemudian diinkubasi pada inkubator selama 12 hari pada suhu 28oC dalam kondisi gelap
hingga tumbuh koloni bakteri. Koloni yang
telah tumbuh disimpan pada suhu 4oC.
Transformasi
Genetik
melalui
A.
tumefaciens
A. tumefaciens pEgAG2 dan pEgAGL2
dikulturkan ke dalam 10 mL LB yang telah
ditambahkan kanamisin dan rimpafisin
masing-masing 50 ppm. Campuran dikocok
pada shaker incubator selama 1- 2 hari pada
suhu 28oC dalam kondisi gelap. Sebanyak 1
mL kultur diencerkan dengan 24 mL media
LB (Lurian Broth) tanpa antibiotik.
Selanjutnya dikocok kembali selama 60 menit
pada kondisi yang sama hingga Optical
Density pada panjang gelombang 600 nm
(OD600) mencapai 0.2-0.3. Suspensi bakteri
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
3.000 rpm selama 10 menit. Pelet
diresuspensikan dengan 20 mL MS cair yang
mengandung acetosyringone 200
M.
Eksplan tembakau ukuran 0.5 cm2
dimasukkan ke dalam suspensi bakteri dan
diinokulasi selama 15 menit pada 75 rpm,
suhu 28oC dalam kondisi gelap. Suspensi
dibuang dan dicuci dengan MS yang telah
ditambahkan cefotaxime 250 ppm. Eksplan
kemudian ditiriskan pada cawan petri berisi
tisu steril. Selanjutnya eksplan dipindahkan ke
media induksi tunas yang mengandung
acetosyringone yang telah dilapisi kertas
saring, kemudian eksplan diinkubasi semalam
dalam ruang kultur suhu 23-25oC dalam
kondisi gelap. Eksplan kemudian dipindahkan
ke media induksi tunas yang mengandung
cefotaxime dan diinkubasi selama 5 hari
dalam ruang kultur suhu 23-25oC ,kondisi
terang (menggunakan penyinaran lampu)
dengan waktu penerangan 16 jam terang.
Setelah 5 hari eksplan dipindahkan ke media
induksi tunas yang mengandung kanamisin 50
ppm dan cefotaxime 250 ppm (media seleksi).
Seminggu sekali medianya diganti.
Regenerasi Tanaman Transgenik
Eksplan tembakau yang telah bertunas
disubkultur dan dipertahankan di dalam media
seleksi (media MS yang mengandung
kanamisin) tanpa hormon tumbuh untuk
selanjutnya diregenerasikan menjadi planlet
dan siap untuk diaklimatisasi.
Isolasi DNA dengan Metode Castillo
Planlet tembakau in vitro kemudian
dipilih untuk diisolasi DNA. Sebanyak 100200 mg sampel planlet tembakau digerus
dalam nitrogen cair (N2 cair). Kemudian
dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse berisi
buffer ekstraksi bufer ekstraksi (1 M TrisHCl, 0.5 M EDTA, 5 M NaCl, 10% CTAB,
dan akuades steril) hangat (60-65oC) sebanyak
1 mL dan 10 µL β-merkaptoetanol 1% lalu
divortex. Buffer TE harus dalam keadaan
hangat karena proses pemecahan sel dengan
CTAB akan aktif pada suhu 60ºC sehingga
bufer ekstraksi harus dipanaskan dahulu pada
suhu 60ºC. Sampel diinkubasi selama 30
menit pada 65oC. Selanjutnya didiamkan
pada suhu ruang dan ditambahkan larutan
campuran kloroform:isoamilalkohol (24:1),
lalu divortex. Sampel disentrifugasi dengan
kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit.
Lapisan atas diambil kemudian ditambahkan
kembali dengan kloroform isoamilalkohol lalu
disentrifugasi kembali dalam kondisi yang
sama. Supernatan ditambahkan isopropanol
dingin sebanyak 1 volume dan diinkubasi
pada 4oC selama 30 menit. Kemudian
disentrifugasi selama 10 menit dengan
kecepatan 11.000 rpm. Pelet dikeringkan dan
dilarutkan dengan 500 µL buffer TE,
kemudian ditambahkan Natrium asetat
sebanyak 1/10 volume, dan etanol absolut
sebanyak 2 volume. Campuran diinkubasi
pada -20oC selama 30 menit atau overnight
(selama 16 jam). Selanjutnya campuran
disentrifugasi selama 10 menit pada 12.000
rpm. Pelet/DNA dicuci dengan etanol 70 %
dan dikering anginkan. Pelet dilarutkan dalam
buffer TE (Tris-EDTA) atau MW. Pelet
dilarutkan pada buffer TE jika DNA yang
diperoleh ingin disimpan, sedangkan bila
DNA ingin segera digunakan dilarutkan
dengan MW. DNA yang diperoleh kemudian
dianalisis
secara
kualitatif
dengan
elektroforesis pada gel agarosa 1%.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
DNA yang telah diuji secara kualitatif
kemudian diamplifikasi menggunakan mesin
PCR ESCO Swift max. Program termal untuk
amplifikasi PCR adalah sebagai berikut:
10
denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik,
annealing pada suhu 45oC selama 30 detik,
pemanjangan pada suhu 72 oC selama 2 menit
dengan ulangan sebanyak 35 siklus. Untuk
campuran reaksi PCR sebanyak 1µL DNA
(template) dimasukkan ke dalam microtube
0.2 mL, kemudian ditambahkan 2.5 µL buffer
complete (buffer yang telah mengandung
MgCl2), masing-masing sebanyak 1µL primer
nptII forward dan reverse, 1 µL dNTPs, 0.5
µL Taq polymerase dan 18 µl MW hingga
volume total reaksi 25 µL. Campuran
kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR.
Produk PCR dielektroforesis pada gel agarose
1% dan didokumentasikan menggunakan gel
doc.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tembakau Awal Transformasi
Promoter gen EgAG2 dan EgAGL2
sebelumnya
telah
berhasil
diisolasi,
dikarekterisasi, dan diklon. Promoter gen
EgAGL2 diujikan ke tanaman model untuk
mengamati regenerasi dari tanaman yang telah
diklon promoter gen EgAG2 dan EgAGL2,
dalam hal ini tanaman yang dipakai adalah
tembakau. Tanaman tembakau dipakai sebagai
tanaman model karena beberapa alasan yaitu
daur hidupnya relatif singkat, kultur
jaringannya telah banyak diketahui, dan telah
banyak digunakan untuk penelitian molekuler.
Hal itu telah memenuhi syarat dari tanaman
model, yaitu cepat dan mudah regenerasinya,
serta cepat untuk dilakukan transformasi.
Tanaman tembakau yang digunakan sebagai
eksplan dapat dilihat pada Gambar 6. Daun
yang digunakan sebagai eksplan untuk
transformasi adalah daun yang masih muda,
yaitu daun kedua dan ketiga.
Gambar
6 Tanaman tembakau yang
digunakan sebagai eksplan untuk
ditransformasi dengan promoter
gen EgAG2 dan EgAGL2.
Planlet Pembawa Promoter Gen EgAG2
dan EgAGL2
Bagian yang memiliki peranan penting
dalam perakitan tanaman transgenik adalah
DNA rekombinan yang membawa konstruk
gen. DNA rekombinan ini selain memiliki gen
pembawa sifat unggul, bagian ini harus
dilengkapi beberapa perangkat, diantaranya
gen pembawa sifat ketahanan terhadap
antibiotik tertentu sebagai agen penyeleksi.
Antibiotik yang umum dipakai sebagai agen
penyeleksi pada proses transformasi tanaman
diantaranya kanamisin dan higromisin (dalam
penelitian ini digunakan kanamisin). Tanaman
transforman (yang membawa gen ketahanan
terhadap antibiotik) dapat tumbuh dan
berkembang pada media yang mengandung
antibiotik tersebut. Namun, tanaman non
transforman tidak dapat tumbuh pada media
yang
mengandung
antibiotik
tersebut
(Minarsih et al. 1999). Tembakau yang
ditransformasi dengan promoter gen EgAG2
dan EgAGL2 dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik pada media kultur jaringan yang
mengandung antibiotik kanamisin. Hal itu
ditunjukkan pada eksplan transforman
promoter EgAGL2 yang dapat bertunas pada
media yang mengandung kanamisin 50 ppm.
Namun, eksplan tembakau non transforman
tidak dapat bertunas dan menguning. Eksplan
non transforman dan transforman promoter
EgAGL2 dapat dilihat pada Gambar 7.
Eksplan hasil transformasi adalah eksplan
yang diinokulasi A. tumefaciens pEgAG2 atau
pEgAGL2. Eksplan ini ditumbuhkan pada
media yang mengandung kanamisin. Media
yang diberi kanamisin berfungsi sebagai salah
satu cara seleksi eksplan hasil transformasi
karena salah satu sifat tanaman transgenik
adalah resisten terhadap antibiotik kanamisin
sehingga tanaman mengandung promoter gen
EgAG2 dan EgAGL2 dapat tumbuh. Namun,
tanaman yang tidak tersisipi promoter tersebut
tidak dapat tumbuh bahkan mati.
Tidak hanya eksplan hasil transformasi,
tetapi setiap transformasi disertai dengan
eksplan non transforman yang ditanam pada
media baik yang mengandung antibiotik
(kontrol negatif) dan tidak mengandung
antibiotik ketahanan (kontrol positif),
keduanya sebagai pembanding. Eksplan
tembakau kontrol positif ditumbuhkan pada
media non kanamisin dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Namun, kontrol
negatif
tidak dapat tumbuh. Hal ini
disebabkan gen eksplan non transforman tidak
terintegrasi sehingga eksplan tidak dapat
bertahan pada media seleksi tersebut.
11
Eksplan-eksplan kontrol negatif tidak dapat
menginisiasi tunas dan lama-kelamaan
menguning. Hal itu menunjukkan bahwa
konsentrasi antibiotik kanamisin 50 ppm
sudah cukup efektif untuk menghambat
pertumbuhan eksplan tembakau. Eksplan
kontrol positif dan kontrol negatif dapat
dilihat pada Gambar 8. Oleh karena itu,
kontrol negatif digunakan sebagai dosis letal
antibiotik yang digunakan.
Gambar
7 Eksplan tembakau non
transforman
(kiri)
dan
transforman promoter EgAGL2
(kanan).
proses lisis misalnya seperti Sodium Dodecil
Sulfat (SDS) dan sarkosil, (Subandiyah 2006).
Penambahan
merkaptoetanol
berfungsi
menghambat enzim polifenol oksidase yang
dapat mendegradasi rantai DNA dan
menyebabkan teroksidasinya senyawa fenol.
Merkaptoetanol mereduksi ikatan sulfida dari
enzim tersebut. Penghilangan polifenol,
polisakarida, dan komponen sel menggunakan
pelarut organik seperti fenol dan kloroform.
Larutan fenol atau campuran fenol-kloroform
dapat mendenaturasi protein (Walker dan
Wilson 2000). DNA yang telah diisolasi perlu
dipekatkan biasanya dengan presipitasi etanol.
Hasil uji kualitas DNA pada gel agarose
terdapat pada Gambar 9. Keseluruhan sampel
terlihat sebagai DNA pada satu garis dan tidak
terlihat terjadinya degradasi. Hal itu dapat
dilihat dari terdapatnya satu pita. DNA juga
tidak terkontaminasi protein karena pita tidak
smear ke bawah. DNA terlihat tidak
terkontaminasi dengan RNA. Berdasarkan
gambar tersebut, pita DNA menunjukkan
intensitas yang cukup tinggi, sehingga DNA
dapat digunakan untuk tahapan selanjutnya.
A
B
C
D
Gambar 8 Tanaman tembakau kontrol negatif
(kiri) dan kontrol positif (kanan).
Hasil Isolasi DNA Daun Tembakau
Isolasi DNA adalah langkah pertama
manipulasi DNA secara in vitro. Isolasi DNA
dari eksplan planlet tembakau in vitro
dilakukan berdasarkan metode Castillo
(1994). Prinsip isolasi DNA berdasarkan
metode ini yaitu perusakan dinding sel (lisis)
yang bertujuan membebaskan sitoplasma dan
DNA dalam sel, pemisahan DNA dari bahan
padat seperti selulosa dan protein, serta
pemurnian DNA. Pemecahan sel dilakukan
secara mekanis dengan teknik penggerusan.
Larutan CTAB 10% yang terdapat di
dalam bufer ekstraksi juga berperan dalam
pemecahan sel. Proses pemecahan sel dengan
CTAB akan aktif pada suhu 60ºC sehingga
bufer ekstraksi harus dipanaskan dahulu pada
suhu 60ºC (Azizah 2009). Selain CTAB,
detergen lain yang dapat digunakan untuk
Gambar 9 Elektroforegram DNA tembakau
(A), kontrol positif, (B), kontrol
negatif, (C), promoter EgAG2,
dan (D), promoter EgAGL2.
Amplikon Gen NPTII
Keberhasilan
transformasi
ditandai
dengan rangkaian gen yang diinduksikan ke
tanaman mampu disisipkan ke genom
tanaman, diekspresikan, dan tetap terpelihara
dalam seluruh proses pembelahan sel
berikutnya.
Sel atau
jaringan yang
ditransformasikan harus dapat diregenerasikan
menjadi tanaman (Herman 1996). Metode
PCR memungkinkan analisis sampel dalam
jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu
12
singkat untuk mengetahui keberadaan gen
yang telah diinduksi (Cassas et al. 1993)
Amplifikasi dilakukan dengan proses
PCR menggunakan sepasang primer spesifik.
Primer yang dipakai dalam proses PCR harus
memenuhi beberapa syarat, diantaranya tidak
komplemen satu sama lain sehingga
memungkinkan terjadinya hibridisasi dan
primer dimer, yang akan mengurangi produk
PCR (Maier et al. 2009).
Primer spesifik perlu dioptimasi sebelum
digunakan untuk mengamplifikasi fragmen
gen NPTII. Parameter yang perlu dicoba
adalah suhu annealing. Penentuan suhu
annealing dapat diperkirakan berdasarkan
nilai Tm, yaitu 5ºC di bawah nilai Tm teoretis
(Rybicki 2001), namun nilai Tm yang tepat
biasanya diperoleh secara empiris (Darmawan
2004).
Primer yang digunakan adalah spesifik
NPTII. Hal itu dikarenakan T-DNA dari A.
tumefaciens
mengandung
neomycin
phosphotransferase (NPTII). Gen NPTII
merupakan marker seleksi yang mengkontrol
Pnos (nopaline synthase promoter). NPTII ini
terletak setelah T-Border (left) atau LB.
konstruk yang mengandung NPTII dapat
dilihat pada Gambar 10. Bila NPTII telah
teramplifikasi berarti promoter gen EgAG2
dan EgAGL2 telah berhasil disisipkan.
Dengan kata lain transformasi telah berhasil
dilakukan. Primer yang digunakan adalah
NPTII forward dan NPTII reverse. Primer
tersebut memiliki urutan basa sebagai berikut
‘forward’: 5’CTG AAT GAA CTG CAG
GAC GAG G 3’ dan reverse: 5’GCC AAC
GCT ATG TCC TGA TAG C 3’ (Pandey et
al. 2010).
Optimasi dilakukan dengan PCR gradien
dengan suhu annealing sebesar 45, 50, 55, dan
60ºC. DNA yang digunakan sebagai cetakan
yaitu DNA dari tanaman transgenik. Hasil
visualisasi
elektroforesis
DNA
memperlihatkan bahwa PCR dengan primer
NPTII forward dan NPTII reverse pada suhu
annealing 50, 55, dan 65ºC tidak
menghasilkan pita DNA. Optimasi pada suhu
45oC menghasilkan satu pita. Suhu annealing
optimum dipilih berdasarkan intensitas pita
DNA yang paling tinggi, yaitu 45ºC. Suhu
optimum
ini
digunakan
untuk
mengamplifikasi fragmen NPTII. Fragmen
gen NPTII dari hasil amplifikasi pada suhu
annealing optimum (45ºC) dikonfirmasi
dengan elektoforesis menggunakan gel
agarosa 1% (Gambar 11). Hasil PCR
menunjukkan adanya pita pada ukuran 250 pb.
Gen ketahanan terhadap antibiotik kanamisin
juga telah berhasil teramplifikasi dengan
primer NPTII. Gambar tersebut menunjukkan
bahwa primer memang spesifik karena
menghasilkan satu pita. Hal itu karena pada
tembakau transforman ini DNA inti selnya
telah terinsersi oleh gen NPTII dan terekspresi
dengan baik, sehingga tunas tembakau
transforman mensistesis enzim neomysin
fosfotransferasi dan menjadikannya resisten
terhadap antibiotik kanamisin.
Gambar
10 Kontruksi T-DNA yang
mengandung NPTII (Pandey et al.
2010).
M
AG2
AGL2
300 pb
250 pb
200 pb
Gambar
11
Elektroforegram hasil PCR
dengan primer NPTII; M
(Marker), AG (transforman
AGAMOUS), AGL (tansforman
AGAMOUS-LIKE).
Morfologi Tanaman Tembakau
Promoter
EgAG2
dan
EgAGL2
terakumulasi masuk ke dalam genom
tembakau, selanjutnya dilakukan pemeriksaan
untuk menguji apakah promoter tersebut dapat
mengaktifkan gen EgAG2 dan EgAGL2
sehingga kedua gen tersebut akan terekspresi
pada sistem inang yang baru. Pengujian dapat
dilakukan di tingkat molekuler, morfologi,
atau kombinasi dari keduanya. Ekspresi dari
gen EgAG2 dalam sel tanaman tembakau
diharapkan bisa menghasilkan protein faktor
transkripsi yang aktif sehingga mampu
memberikan pengaruh
positif terhadap
perkembangan morfologi dari planlet yang
mengekspresikannya.
Hasil
pengamatan
tembakau transgenik, hasil transformasi
13
promoter gen EgAG2 disajikan pada Gambar
12.
Berdasarkan
gambar
tersebut
menunjukkan bahwa tembakau tersebut
memiliki beberapa variasi daun. Hal itu
ditunjukkan dengan jumlah daun pada
tanaman transforman promoter gen EgAG2
lebih sedikit dibandingkan kontrol. Selain itu,
bentuk daunnya juga ada yang melipat
sehingga terlihat seperti cacat dan ada yang
berbentuk oval. Hal itu terjadi karena ekspresi
AGAMOUS yang berlebih dapat membunuh
gen APETALLA (AP) sehingga gen LEAFY
(LFY) tidak dapat dihidupkan. LFY
merupakan gen pusat pembungaan karena
LFY mati maka bunga menjadi cacat.
Penelitian ini digunakan adalah promoter,
diharapkan mempengaruh bunga tetapi
tenyata daunnya juga menunjukkan cacat.
Hasil morfologi tanaman transgenik
promoter gen EgAGL2 menunjukkan bahwa
gen EgAGL2 dapat menghijaukan daun. Hal
itu dapat dilihat sejak kuncup daun muda.
Morfologi dari tanaman trangenik, hasil
transformasi promoter EgAGL2 dapat dilihat
pada Gambar 13. Daun dari tanaman
transgenik tersebut memiliki daun yang lebih
hijau dibandingkan tanaman kontrol maupun
tanaman transgenik hasil transformasi
promoter gen EgAG2. Gen AGAMOUS-LIKE
umumnya terdapat pada kulit buah dan
memberi warna hijau pada kulit tersebut
sehingga gen AGAMOUS-LIKE diindikasikan
akan mempengaruhi klorofil. Hasil penelitian
menunjukkan warna daun lebih hijau. Ini
berarti promoter gen EgAGL2 berpengaruh
pada klorofil.
Penampakan fenotipe yang terjadi pada
tanaman transforman promoter gen EgAGL2
adalah bervariasi. Hal itu ditunjukkan dengan
planlet tembakau yang memiliki daun yang
sebagian hijau dan sebagian kuning. Hal itu
kemungkinan karena ekspresi gen EgAGL2
pada level rendah atau tanaman bersifat
kimera. Kimera terjadi jika gen yang ingin
ditransformasi hanya masuk sebagian ke
dalam genom tanaman. Tanaman yang
bersifat kimera dapat dilihat pada Gambar 14.
Namun, tanaman tersebut juga menunjukkan
daun yang lebih hijau. Hal itu karena
promoter gen EgAGL2 masuk sebagian
sehingga ekspresinya juga hanya sebagian
daun yang berdaun hijau dan yang lainnya
berwarna kuning.
Perbedaan gen pembunggaan pada
tanaman dikotil dan monokotil terletak pada
namanya. Namun, fungsi dari gen tersebut
memiliki persamaan. Contoh gen tersebut
misalnya gen AGAMOUS-LIKE. Gen
AGAMOUS-LIKE (AGL) pada tanaman kelapa
sawit memiliki homologi dengan Gen
SEPALLATA (SEP) pada A. thaliana (Adam
et al. 2006). Indikasi SEP berperan penting
pada petal, stamen, dan menjadi indentitas
carpel dari tanaman petunia dan tomat. Pada
Petunia transgenik yang mengandung SEP3
yang memiliki ortholog dengan FLORAL
BINDING
PROTEIN2
(FBP5)
yang
menghasilkan identitas organ bunga pada
whorls 2, 3, dan 4. SEP/FBP2 termasuk
anggota subfamili FBP5 juga merupakan
regulasi menurun. Berdasarkan fakta gen SEP
merupakan postulat berlebih dari fungsi
spesifik petal, stamen, dan carpel. SEP
termasuk dalam kelas E. Dalam model ABCE,
sepal spesifik dengan aktivitas A, petal
dengan A+B+E, stamen oleh B+C+E, dan
carpel C+E (Jack 2004).
melipat
Gambar 12 Morfologi tanaman tembakau
hasil transformasi promoter
EgAG2 (kiri) dan kontrol
(kanan).
Lebih hijau
Gambar 13 Morfologi tanaman tembakau
hasil
transformasi
promoter
EgAGL2 (kiri) dan kontrol
(kanan).
14
Badan Pusat Stastika [BPS]. 2009. Produksi
Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman
Indonesia. Jakarta: BPS.
Bao X. Franks RG. Levin JZ. Liu Z. 2004.
Repression of Agamous by Bellringer in
floral and inflorescence meristems. The
Plant Cell. 16: 1478-1489.
Belarmino MM. Mii M. 2000. Agrobacterium
mediated genetic transformation of a
phalaenopsis orchid. Plant Cell Report.
19: 435-442.
Gambar 14 Tanaman tembakau trangenik
promoter EgAGL2 yang memiliki
ekspresi rendah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Promoter gen EgAG2 dan EgAGL2 telah
berhasil disisipkan ke dalam genom tanaman
tembakau dengan perantara A. tumefaciens.
Ekspresi dari gen EgAG2 menunjukkan
tanaman tembakau memiliki daun yang cacat
atau melipat. Ekspresi gen EgAGL2 pada
tanaman model tembakau adalah tanaman
tersebut memiliki daun yang lebih hijau.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
untuk menguji tingkat ekspresi promoter gen
EgAG2 dan EgAGL2 dengan RT-PCR
(Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction). Selain itu, perlu dilakukan
perlakuan dengan variasi media untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap promoter
kedua gen.
DAFTAR PUSTAKA
Adam H. Juannic S. Morcillo F. Verdell JL.
Duval
Y.
Treager
JW.
2007.
Determination of flower structure in Elaeis
guineensis: Do palm use the same
homeotic genes as other species? Ann. Bot.
100: 1-12.
Azizah A. 2009. Perbandingan pola pita
amplifikasi DNA daun, bunga, dan buah
kelapa sawit normal dan abnormal
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Blazquez MA.2000. Flower development
pathway. Cell science at a Glance. 113.
Bowman JL. Smyth DR and Meyerowitz ME.
(1989).
Genes
directing
flower
development in Arabidopsis. Plant Cell ,1,
37-52.
Cassas AM. Kononowiz AK. Zehr UB.
Tomes DT. Axtell JD. Butier LG. Bressan
RA, Hasegawa PM. 1993. Transgenic
sorghum
plant
via
microprijectile
bombardment. Proc. Natl. Acad. Sci.
90:11212 – 11216.
Castillo OC. Chalmers KJ. Waugh R. Powell
W. 1994. Detection of genetic diversity
and selective gene in coffee using RAPD
markers. Theor. Appl. Genet., 87, 332339.
Chaidamsari T.Samanhudi, Sugiarti H.
Santoso D. Angenent GC. Ruud AM.
2006. Isolation and characterization of an
AGAMOUS homologue from cacao. Plant
Sci 170: 968-975.
Chairunisa.
2008.
Kultur
jaringan:
perbanyakan tunas eksplan Stevia pada
variasi
konsentrasi sukrosa
media
Murashige-Skoog
[skripsi].
Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Darmawan N. 2004. Isolasi, kloning, dan
sekuensing gen putative enzim PQQ
glukosa dehidrogenase dari Agrobacterium
tumefaciens [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Dean C. Simpson GG. 2002. Recent advances
in flowering time control research in
Arabidopsis. Science 296: 285-289.
Edward KW. 2011. Herpes simplex virus
Research How Do HSV-1 Promoters
Mediate the Kinetics of Transcription
15
Observed?http://www.dbc.uci.edu/faculty/
wagner/hsv6f.html [27 Desember 2011].
(L.) Dunal: an important medicinal plant.
Plant Cell Rep 29:133–141
Herman M. 1996. Rekayasa genetika untuk
perbaikan tanaman. Buletin Agrobio
1:24–34.
Rybicki E. 2001. PCR primer design and
reaction optimization. Coyne VE et al.,
editor. Molecular Techniques Manual 3rd
Ed. Cape Town: University of Cape
Town.
Jack
T. 2004. Molecular and genetic
mechanisms of floral control. The Plant
Cell. 16: S1-S17
Jonas NL. 2003. PCR: Principles, procedures,
and parameters. Di dalam: Theophilus
BDM, Ralpley R, editor. Methods in
Molecular Biology: PCR Mutation
Detection Protocols. New Jersey: Humana
Pr. hlm 37-46.
Lilis E. 2009. Konstruksi DNA rekombinan
pCAMBIA 1303-stilbena sintase pencegah
busuk akar kelapa sawit [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Maftuchah. 2007. Transformasi Anggrek
Dendrobium dengan Gen gus-A melalui
Perantaraan Agrobacterium tumefaciens
[skripsi]. Malang: Fakultas Pertanian.
Maier RM, Pepper IL, Gerba CP. 2009.
Environmental Microbiology. London:
Elsevier, Inc.
Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2005.
Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.
Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Pr.
Minarsih H. 1999. Transformasi melalui
Agrobacterium pada tanaman monokotil
dan prospeknya pada tanaman tebu.
Buletin P3GI. Pasuruan.
Murray RK, Graner DK, Mayes PA, Rodwell
VW. 2003. Biokimia Harper. Andry H,
penerjemah; Anna PB, Tiara MN, editor.
Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Harper’s
Biochemistry.
Nasir M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik
Rekayasa Genetika Tanaman. Bandung:
Citra Aditya Bhakti.
Pambudi A. 2009. Teknik transformasi
genetik beberapa tanaman menggunakan
Agrobacterium tumefaciens [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Pandey V, Misra P, Chaturvedi P, Manoj KM,
Prabodh
KT,
Tuli
R.
2010.
Agrobacterium
tumefaciens-mediated
transformation of Withania somnifera
Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989.
Molecular Cloning a Laboratory Manual,
Ed ke-1. New York: Cold Spring Harbor
Laboratory.
Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular
Cloning a Laboratory Manual. Ed ke-3.
New York: Cold Spring Harbor
Laboratory.
Santoso D, Samanhudin, Chaidamsari T.
2009.
Kemungkinan
peningkatan
produktivitas kelapa sawit melalui induksi
perkembangan reproduktif: homologi
molekuler
dari
kakao.
Menara
perkebunan.77: 125-137.
Sastrosayono S. 2003. Budidaya Kelapa
Sawit. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Sheng J, Citovsky V. 1996. Agrobacterium –
plant cell DNA transport: have virulence
protein will travel. The Plant Cell. 8: 301309.
Sinaga R. 2007. Analisis model ketahanan
rumput gajah dan rumput raja akibat
cekaman kekeringan berdasarkan respon
dan anatomi akar dan daun. Jurnal Biologi
Sumatera 2: 17-20.
Subandiyah, S. 2006. Polymerase Chain
Reaction untuk Deteksi atau Identifikasi
Patogen Tumbuhan. Beberapa Metode
Ekstraksi DNA. Pelatihan dan Workshop
Identifikasi DNA dengan Aplikasi PCR.
Malang. hlm 43-50.
Suharsono S. 2000. Prinsip Amplifikasi DNA
dengan PCR. Bogor: Pusat Antar
Universitas Bioteknologi IPB.
Trigiano RN. Gray DJ. 2000. Plant Tissue
Culture Concepts and Laboratory
Exercises. Ed ke-2. London: CRC Pr.
Tzfira T. Citovsky V. 2003. The
Agrobacterium plant cell interaction
taking biology lessons from a bug. Plant
Physiology 133: 943-947.
Van der Vossen HAM. and M. Wessel (eds.).
2000. Plant resources of South-east Asia
No.16. Stimulant. Backhuys Publishers,
Leiden, The Netherlands. 201 p.
16
Walker JM, Wilson K. 2000. Principles and
Techniques of Practical Biochemistry.
UK: Cambridge University Pr.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara
memperbanyak tanaman secara efisien.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Wetter LR, Constabel F. 1991. Metode Kultur
Jaringan Tanaman. Ed ke-2. Bandung:
Penerbit ITB.
Yuwono T. 2005. Biologi Molekular. Amalia
S, editor. Jakarta: Erlangga.
Yanofsky MF. 1990. The protein encoded by
the Arabidopsis hemoetic gene agamous
resembles transcription factors. Nature.
346: 35-39.
Yuwono T. 2006.
Polymerase
Yogyakarta:
Teori dan Aplikasi
Chain
Reaction.
Andi.
17
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Sterilisasi alat dan bahan
Kultur A. tumefaciens pembawa promoter EgAG2 dan EgAGL2
Pemilihan dan pemotongan eksplan tembakau
Transformasi genetik
Ko-kultivasi
Media adaptasi
Media seleksi
Regenerasi
Isolasi DNA
PCR
Verifikasi pada gel agarosa
19
Lampiran 2 komposisi media yang digunakan dalam penelitian
Media LB
o Tripton 10 gr/L
o Yeast exstract 5 gr/L
o NaCl 5 gr/L
o Bacto agar 15 gr/L (untuk LA)
Media ko-kultivasi
o MS makro dan mikro
o Gula pasir 4%
o Vitamin B5
o Agar 0.8%
o BAP 0,5 ppm
o pH 5.8
o acetosyringone 200 uM
Media adaptasi
o MS makro dan mikro
o Gula pasir 4%
o Vitamin B5
o Agar 0.8%
o BAP 0,5 ppm
o pH 5.8
o Cefotaxime 250 ppm
Media seleksi
o MS makro dan mikro
o Gula pasir 4%
o Vitamin B5
o Agar 0.8%
o BAP 0,5 ppm
o pH 5.8
20
o Cefotaxime 250 ppm
o Kanamisin 50 ppm
Media untuk kontrol positif
o MS makro dan mikro
o Gula pasir 4%
o Vitamin B5
o Agar 0.8%
o BAP 0,5 ppm
o pH 5.8
Media untuk kontrol negatif
o MS makro dan mikro
o Gula pasir 4%
o Vitamin B5
o Agar 0.8%
o BAP 0,5 ppm
o pH 5.8
o Kanamisin 50 ppm
21
Lampiran 3 Komposisi larutan yang digunakan dalam penelitian
Bufer ekstraksi
Stok
Tris HCl 1 M pH 8.0
EDTA 0.5 M pH 8.0
NaCl 5 M
CTAB 10%
Aquades Steril
Diperlukan
Dipipet
100 mM
20 mM
1.26 M
2%
−
5 mL
2 mL
12.6 mL
10 mL
20.4 mL
25 mL
Larutan TBE 10× 1 Liter
Bahan
Tris base
Boric acid
EDTA 0.5 M
Akuades
Jumlah
108 g
55 g
40 mL
sampai 1 L
22
Lampiran 4 Pembuatan gel agarosa 1%
Gel agarose 1%
Gel agarosa ditimbang sebanyak 0.3 g
Ditambah larutan TBE 0.5× sebanyak 30 mL
Dipanaskan sampai larut
Ditambah 1.5 µL EtBr
Larutan dituangkan ke dalam cetakan
Download