Studi kemampuan vaksin IBD blend strain

advertisement
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infectious Bursal Disease
Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan
terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990).
Infectious Bursal Disease
pertama kali ditemukan pada tahun 1962 yang terjadi di Gumboro, Delaware,
USA.
Oleh karena itu, penyakit ini disebut juga dengan penyakit Gumboro
(Murphy et al. 1999).
2.1.1 Etiologi
Penyakit Gumboro disebabkan Virus Infectious Bursal Disease yang
merupakan anggota genus Avibirnaviridae dari famili Birnaviridae. Birnaviridae
termasuk dalam virus dengan asam inti double stranded RNA. Ada dua jenis virus
yang tergolong dalam famili Birnaviridae yaitu Infectious Bursal Disease Virus
pada ayam dan Infectious Pancreatic Necrosis Virus pada ikan (Murphy et al.
1999).
Virus Infectious Bursal Disease tidak memiliki amplop dengan capsid
single shelled icosahedral, heksagonal, dan mempunyai diameter 55-60 nm.
Genom virus tersebut terdiri atas dua segmen yaitu A dan B (double stranded
RNA). Virion dari virus IBD relatif stabil pada suhu panas, resisten terhadap pH
3 sampai dengan pH 9, dan terhadap chloroform. Virus IBD bertahan pada suhu
60 °C selama 60 menit (Murphy et al. 1999).
Desinfektan yang dapat
menghambat virus yaitu iodine kompleks, derivat fenol, dan ammonium kuartener
(Lukert & Saif 2003).
Virus IBD terdiri atas serotipe 1 dan serotipe 2. Serotipe 1 menyerang
ayam, sedangkan serotipe 2 menyerang kalkun (OIE 2008).
Kedua serotipe
tersebut dapat dibedakan dengan uji virus neutralisasi (Lukert & Saif 2003).
Virus IBD serotipe 1 bersifat patogen dan bisa bereplikasi dalam dalam sel B
bursa Fabricius.
Virus IBD serotipe 1 menginfeksi limfosit B sehingga
menyebabkan sitolitik dan memacu secara langsung terjadinya imunosupresif
akibat deplesi gen sIgM yang merupakan prekursor limfosit. Infeksi Virus IBD
menginduksi terjadinya apoptosis pada peripheral limfosit bursa (PBL), embrio
ayam, dan sel vero (Rodriguez et al. 2005).
4
Berdasarkan susunan genetiknya menurut American serotipe, virus IBD
dikelompokkan menjadi dua yaitu, kelompok virus Amerika-Eropa dan Australia.
Kelompok IBD Amerika-Eropa terdiri atas sub kelompok IBD klasik dan sub
kelompok IBD very virulence. Sebagian besar virus IBD yang ada di Indonesia
berada dalam sub kelompok IBD very virulence. Salah satu isolat asal Indonesia
yaitu Indo 13 termasuk dalam sub kelompok IBD klasik, dan sangat dekat dengan
virus IBD klasik Amerika (Mahardika 2008).
2.1.2 Patogenesa penyakit
Virus IBD mempengaruhi jaringan limfoid, terutama merusak sel limfosit B
di bursa Fabricius, limpa, ginjal, dan seka tonsil. Infeksi virus umumnya terjadi
melalui oral tetapi infeksi melalui konjungtiva dan saluran napas juga sering
terjadi . Virus muncul dalam waktu 4-5 jam dalam makrofag dan sel-sel limfatik
duodenum, jejunum, dan sekum. Duodenum, jejunum, dan sekum merupakan
tempat pertama terjadi replikasi virus. Melalui vena portal virus mencapai hati
dalam waktu lima jam setelah infeksi terjadi. Virus IBD bersirkulasi melalui
aliran darah utama menuju organ lainnya termasuk bursa Fabricius. Sel limfosit B
yang belum matang merupakan target utama untuk replikasi virus. Tiga belas jam
setelah terjadinya infeksi sebagian besar folikel bursa positif mengandung virus.
Enam belas jam setelah infeksi terjadi viremia sekunder. Organ limfatik sekunder
lainnya pada tahap ini mengalami infeksi dan terjadi replikasi virus pada organ
tersebut.
Gejala klinis dan kematian terjadi dalam waktu 64-72 jam setelah
terjadinya infeksi (Wit & Baxendale 2003). Virus ditransfer dari usus ke jaringan
lain oleh sel fagosit, sebagian besar adalah makrofag. Meskipun antigen virus
dapat dideteksi di hati dan limpa beberapa jam setelah awal infeksi, tetapi tempat
utama virus bereplikasi pada bursa Fabricius (Sharma et al. 2000).
Infectious Bursal Disease tahap akut, bursa mengalami pembesaran,
hemorraghi, dan edema.
Setelah lima hari ukuran bursa kembali normal,
selanjutnya setelah delapan hari bursa mengalami atropi. Selain itu, juga terjadi
petechiae pada proventriculus dan gizzard. Mukus pada usus meningkat dan
organ parenkima membengkak. Limpa agak membesar dan terdapat spot kecil
berwarna abu-abu pada permukaannya. Diikuti infeksi oral, virus bereplikasi
5
dalam makrofag usus dan sel limfoid. Virus tersebut masuk ke dalam sirkulasi
portal, sehingga menyebabkan viremia primer.
Dalam waktu beberapa jam
setelah infeksi, antigen virus dapat dideteksi dalam sel limfoid bursa, tetapi tidak
pada sel limfoid dari jaringan lainnya. Jumlah virus yang dilepaskan dari bursa
ini dapat menyebabkan sebuah viremia sekunder, sehingga dilokalisasi di jaringan
lain (Herendra & Franco 1996).
2.1.3 Gejala Klinis
Kejadian infeksi virus Infectious Bursal Disease yang pertama kali pada
sebuah peternakan, menyebabkan morbiditas mencapai 100% dengan mortalitas
diatas 90%. Penyakit ini menyerang ayam umur 3-6 minggu. Target organ virus
ini yaitu bursa Fabricius yang sedang mengalami perkembangan maksimal. Anak
ayam umur 1-14 hari kurang sensitif, karena anak ayam tersebut masih dilindung
oleh antibodi asal induk (Murphy et al. 1999).
Infeksi pada anak ayam umur 1-20 hari menyebabkan infeksi yang bersifat
subklinis (tidak menunjukkan gejala klinis). Tahap ini dapat menimbulkan infeksi
sekunder yang bervariasi. Efek lebih lanjut dari infeksi tersebut adalah timbulnya
penyakit klinis pada umur 3-10 minggu atau lebih (Zeleke et al. 2005). Infeksi
yang terjadi pada ayam umur lebih dari tiga minggu menyebabkan infeksi yang
bersifat klinis berupa distres, depresi, muka sayu, anoreksia, diare, gemetar
(tremor), dan dehidrasi. Gejala klinis berlangsung 3-4 hari, setelah itu jika ayam
bertahan akan terjadi proses perbaikan. Kematian dapat mencapai 20-30% dari
populasi (Murphy et al. 1999).
2.1 4 Pencegahan
Penularan virus IBD terjadi melalui kontak langsung dan kontak dengan
peralatan (fomites). Tindakan sanitasi dan pemberantasan vektor mekanis perlu
dilakukan untuk mencegah penyebaran virus IBD. Vektor mekanis penyebaran
virus IBD tersebut adalah burung liar, nyamuk, tikus, dan kutu yang berada pada
lingkungan peternakan tersebut (Jordan et al. 1999). Pencegahan virus IBD dapat
juga dilakukan dengan imunisasi pada ayam. Vaksinasi penting dilakukan pada
6
breeder flock, hal ini bertujuan agar diperoleh anak ayam dengan kualitas antibodi
asal induk yang tinggi (Lukert & Saif 2003).
2.2 Vaksin dan Vaksinasi
Vaksin merupakan bibit penyakit atau mikroorganisme yang telah
dilemahkan. Dikenal beberapa jenis vaksin yaitu live atau attenuated vaccine,
inaktif atau killed vaccine, subunit vaccine, conjugated vaccine, dan DNA
vaccine, dan recombinant vector vaccine. Pemberian vaksin bisa dilakukan secara
subkutan, intramuskular, tetes hidung dan tetes mata. Vaksinasi adalah pemberian
vaksin (bibit penyakit) ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan
terhadap penyakit tersebut (Kindt et al. 2007).
Live vaccine atau attenuated vaccine merupakan vaksin yang mengandung
mikroorganisme yang diatenuasi sehingga mikroorganisme tersebut kehilangan
kemampuan dalam menimbulkan penyakit, tetapi menyimpan kemampuannya
tumbuh sementara pada inang. Vaksin inaktif atau killed vaccine berisi
mikroorganisme patogen yang telah diinaktivasi dengan cara pemanasan atau
kimiawi yang berarti bahwa patogen meningkatkan respon imun tetapi tidak bisa
bereplikasi pada inang. Subunit vaccine berasal dari tiga bentuk vaksin umum
yang komponen atau subunitnya dari target patogen menggunakan exotoxin atau
toxoid, capsular polysaccaharides, recombinant protein antigen.
Conjugated
vaccine adalah salah satu vaksin polisakarida yang mempunyai kemampuan
mengaktifkan sel T.
Deoksiribonucleat Nucleat Acid (DNA) vaccine adalah
sebuah strategi vaksinasi di bawah pemeriksaan angka penyakit menggunakan
kode DNA plasmid protein antigen yang diinjeksi secara langsung ke dalam otot
resipien (Kindt et al. 2007).
Vaksinasi DNA adalah sebuah alternatif yang
digunakan untuk mencegah dan mengontrol penyakit.
Vaksin hidup dapat menstimulasi kekebalan aktif pada anak ayam.
Kekurangan vaksin hidup berupa adanya kemungkinan virus menjadi lebih virulen
selama multiplikasi antigen dalam tubuh hewan yang divaksin. Penyimpanan dan
masa berlaku vaksin yang terbatas oleh karena itu diperlukan stabilisator dalam
penyimpanan.
7
Kelebihan vaksin mati (killed vaccine) adalah tidak menyebabkan penyakit
akibat pembalikan virulensi dan mudah dalam penyimpanan. Kekurangan vaksin
killed adalah dalam pembuatan vaksin tersebut sangat perlu diperhatikan agar
virulensi aktif tidak tersisa di dalam vaksin, kekebalan berlangsung singkat
sehingga harus dilakukan pengulangan vaksinasi yang bisa menimbulkan reaksireaksi hipersensitifitas (Anonim 2007).
Vaksin IBD live diproduksi sepenuhnya atau sebagian dari strain virus yang
dilemahkan yang dikenal sebagai mild, intermediet, intermediet plus (hot).
Vaksin IBD mild biasa menyebabkan lesio yang ringan pada bursa Fabricius,
sedangkan vaksin intermediet atau intermediet plus (hot) menyebabkan deplesinya
sebagai besar folikel limfoid bursa Fabricius (OIE 2008). Biasanya tidak ada tipe
vaksin yang menimbulkan imunosupresi jika digunakan pada ayam umur di atas
14 hari. Vaksin mild diberikan pada umur satu hari jika Maternally Derived
Antibodi (MDA) tidak ada, Jika MDA ada pada umur satu hari vaksinasi harus
dilakukan setelah antibodi asal induk berkurang.
Vaksin intermediet menyebabkan kerusakan pada bursa Fabricius, limpa,
dan timus, tetapi kerusakan tersebut tidak bersifat permanen. Organ tersebut
kembali normal setelah vaksinasi (Syahroni et al. 2005).
Download