UNIVERSITAS INDONESIA TATA LAKSANA NUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN RIWAYAT DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI SERIAL KASUS MONICA JOICE VIONA PARASVITA 1206326655 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS -1 PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK JAKARTA DESEMBER 2014 i Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Serial Kasus ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun rujukan telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Monica Joice Viona Parasvita NPM : 1206326655 Tanda tangan : Tanggal : 29 Desember 2014 ii Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 LEMBAR PENGESAHAN Serial Kasus ini diajukan oleh : Nama : Monica Joice Viona Parasvita NPM : 1206326655 Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi Klinik Judul Tesis : Tata laksana nutrisi pada pasien penyakit ginjal kronik dengan riwayat diabetes mellitus dan hipertensi Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Gizi Klinik pada Program Pendidikan Dokter Spesialis-1, Program Studi Ilmu Gizi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Dr. dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK (……………….) Penguji I : Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK (……………….) Penguji II : dr. Ida Gunawan, MS, SpGK (……………….) Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 29 Desember 2014 iii Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan perkenan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan Dokter Spesialis-1, Program Studi Ilmu Gizi Klinik dan serial kasus ini. Terimakasih saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, yang telah mendidik dan membesarkan saya, membimbing dengan penuh kasih sayang, disertai doa, dorongan dan harapan. Dalam menempuh pendidikan, melakukan penelitian dan menyusun disertasi ini, mustahil dapat terlaksana, tanpa asupan, arahan, dukungan, dorongan, koreksi, dan nasihat dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih: Kepada Dr. dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK yang telah berkenan menjadi pembimbing saya. Beliaulah yang dengan sabar telah mendukung, mendampingi, membimbing, mengarahkan, memberikan suri tauladan, juga kebaikan hati, dan kecepatan beliau berespon terhadap semua masalah yang timbul dalam pendidikan ini. Kepada Penguji, Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK, dan dr. Ida Gunawan,MS, SpGK, saya sampaikan ucapan terimakasih yang tulus, penuh rasa hormat atas semua saran, masukan, dan kritik yang diberikan, serta kesediaannya untuk menguji dan menilai serial kasus saya. Kepada Ketua Departemen Ilmu Gizi FKUI/RSCM, Dr. dr. Fiastuti Witjaksono MSc, MS, SpGK saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan saya, atas dukungan, dorongan dan semua fasilitas yang saya dapatkan dari Departemen Ilmu Gizi FKUI/RSCM. Kepada Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Gizi Klinik, dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK, saya mengucapkan banyak terimakasih, hormat dan penghargaan saya atas semua bimbingan, perhatian , kebaikan hati dan dorongan penyemangat, yang telah saya terima selama ini. Kepada para guru Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Gizi Klinik yang sangat saya hormati, dr. Widjaja Lukito, PhD, SpGK, dr. Victor iv Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 Tambunan, MS, SpGK, Dr.dr Inge Permadhi, MS, SpGK, dr. Dyah Eka, M.Gizi, Sp.GK, dr. Lukman Halim, MS, SpGK, Dr.dr Meilani, MS, SpGK, dr. Murdjiah, MS, SpGK, dr. Diana Sunardi, Mgizi, SpGK, dr. Lady Dhita, M.Gizi, SpGK, dr. Tjandra, M.Gizi, SpGK, dr.Marya, Mgizi, Sp.GK, saya mengucapkan banyak terima kasih atas semua bimbingan, perhatian, kebaikan hati dan dorongan penyemangat, yang telah saya terima selama ini. Kepada dr. Dian, M.Gizi dan dr. Tiara,M.Gizi, sebagai teman seangkatan dalam mengikuti pendidikan dokter spesialis, yang selalu siap mendukung, mendorong dan dan menyemangati saya. Kepada dr. Syahda Suwita, M.Gizi, sebagai teman bersama dalam menjalani masa pendidikan semester akhir dan atas kerjasamanya dalam berbagi tugas sebagai chief residen. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh rekan-rekan PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas kerjasamanya dalam menjalani kegiatan selama pendidikan. Kepada teman-teman di Sekretariat Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi Klinik, saya ucapkan penghargaan dan terimakasih saya atas bantuannya dan kerjasamanya yang menyenangkan selama saya menempuh pendidikan. Akhirnya kepada suami yang sangat saya cintai, Marcelino Giovanni Sulistyawan Jeharus yang dengan penuh kasih telah mendampingi saya, mengingatkan, memberikan semangat, dan membantu dalam segala hal selama saya menjalani pendidikan. Kepada kakak dan adik yang saya kasihi, Agnes dan Andi yang dengan kasih menyemangati dan membantu dalam pekerjaan sehari-hari selama saya menjalani pendidikan. Masih banyak lagi yang membantu saya, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atau mungkin terlewatkan namanya, untuk itu saya mohon maaf dan terimakasih atas segala bantuan baik tenaga maupun doa. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan hati dan bantuan yang telah diberikan. Jakarta, 29 Desember 2014 Monica Joice Viona Parasvita v Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Monica Joice Viona Parasvita NPM : 1206326655 Program Studi : Ilmu Gizi Fakultas : Kedokteran Jenis Karya : Serial Kasus demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exlusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : TATA LAKSANA NUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN RIWAYAT DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Jakarta Pada tanggal 29 Desember 2014 Yang menyatakan (Monica Joice Viona Parasvita) vi Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 ABSTRAK Nama : Monica Joice Viona Parasvita Program studi : Ilmu Gizi Klinik, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Judul : Tata laksana nutrisi pada pasien penyakit ginjal kronik dengan riwayat diabetes mellitus dan hipertensi Pembimbing : Dr. dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK Pendahuluan: Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kondisi hilangnya fungsi ginjal progresif dan ireversibel yang sangat mungkin mengancam jiwa pasien. Penyebab terbanyak PGK adalah diabetes mellitus (DM) dan hipertensi (HT) yang juga memiliki efek terhadap organ lain terutama jantung. Hal ini mengakibatkan disfungsi ginjal berat pada pasien seringkali ditemukan bersama dengan disfungsi jantung. Tata laksana nutrisi optimal diperlukan untuk mendapatkan hasil klinis yang baik. Presentasi kasus: Empat pasien perempuan, usia 49-67 tahun dengan riwayat DM dan HT, datang ke RS dengan keluhan sesak nafas, penurunan kesadaran, dan edema. Pasien didiagnosis dengan congestif heart failure (CHF), PGK (G5, G4, G4, dan G3), HT, DM tipe 2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien berisiko malnutrisi, anemia, hiperuricemia, dan dislipidemia. Selama perawatan, pasien mendapatkan nutrisi secara bertahap sampai mencapai kebutuhan energi total, protein 0,8 g/kg BB, minyak ikan 2 g/hari, multivitamin, dan kalsium, disertai pembatasan asupan garam. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa keempat pasien mengalami perbaikan klinis, namun tetap mengalami peningkatan kreatinin. Kesimpulan: Tata laksana nutrisi pasien PGK membutuhkan strategi pemberian nutrisi yang lebih komprehensif, tidak hanya dengan melakukan pembatasan asupan protein. Kata kunci : Penyakit ginjal kronik, CHF, DM, HT, diet DM. vii Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 ABSTRACT Name : Monica Joice Viona Parasvita Study Program : Clinical Nutrition, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Title : Nutrition management in CKD patient with DM and HT history Mentor : Dr. dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK Introduction: Chronic kidney disease (CKD) is life threathening condition caused by lost of kidney function progressively and irreversibly. Diabetes Mellitus (DM) and hypertension (HT) are the most common etiology of CKD, which also have impact to other organs such as heart. It make clinical manifestation in CKD patients often found with heart dysfunction, named as cardiorenal syndrome. Optimal nutrition therapy is needed to achieve good clinical outcomes. Case presentation: Four female patients, ages 49-67 years old with history of DM and HT, came to hospital with chief complain dyspneu, decreased conciousness, and oedema anasarca. Patients had diagnose with CHF, PGK, anemia, DM, and HT. Data from anamnesis, physical, and laboratorium examination showed that all pasien have malnutrition risk, anemia, dyslipidemia, and hiperuricemia. During hospitalization, nutrition had given gradually to reach total energy needs, protein 0,8 g/kg BW, fish oil 2 g/day, multivitamin, calcium and salt restriction to recommended daily intake value. Monitoring result show that all patients have clinically improvement, but not creatinin level which act as marker of kidney damage. Conclusion: Nutrition management in CKD patients need comprehensif strategy, not only with restriction protein intake. Keywords : Chronic kidney disease, CHF, DM, HT, DM diet. viii Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR ...................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... ABSTRAK ....................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar belakang .................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................. 1.3 Manfaat ............................................................................................... ii iii iv vi vii ix x xii xiv xviii 1 1 2 3 2. 4 4 9 13 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Penyakit ginjal kronik ........................................................................ 2.2 Patofisiologi penyakit ginjal kronik .................................................... 2.3 Sindrom kardiorenal ............................................................................ 2.4 Komplikasi penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan nutrisi .................................................................................................. 2.5 Tata laksana nutrisi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik ........ 21 34 3. KASUS ........................................................................................................ 3.1 Kasus 1 ................................................................................................. 3.2 Kasus 2 ................................................................................................ 3.3 Kasus 3 ................................................................................................ 3.4 Kasus 4 ................................................................................................. 42 42 46 50 54 4. PEMBAHASAN ....................................................................................... 4.1 Persamaan dan perbedaan klinis kasus ................................................ 4.2 Kerangka teori patofisiologi penyakit pada pasien serial kasus ........ 4.3 Tata laksana nutrisi .............................................................................. 58 58 68 69 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 91 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 91 5.2 Saran .................................................................................................... 92 DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 93 ix Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kriteria PGK .................................................................................... 5 Tabel 2.2 Kategori GFR pada PGK ................................................................. 5 Tabel 2.3 Rumus untuk memperkirakan GFR ................................................ 6 Tabel 2.4 Rumus CKD-EPI kreatinin 2009 ...................................................... 6 Tabel 2.5 Rumus CKD-EPI cistatin C 2012 .................. .................................. 6 Tabel 2.6 Rumus CKD-EPI kreatinin-cistatin C 2012 ...................................... 7 Tabel 2.7 Kategori albuminuria ........................................................................ 7 Tabel 2.8 Beberapa mekanisme yang dianggap berperan terhadap terjadinya injuri glomerulus ............................................................................. 12 Tabel 2.9 Definisi dan klasifikasi sindrom kardiorenal .................................... 14 Tabel 2.10 Etiologi PEW pada pasien PGK ..................................................... 23 Tabel 2.11 Kriteria untuk diagnosis klinis PEW pada AKI atau PGK ............. 24 Tabel 2.12 Alat potensial untuk assessment PEW pada pasien PGK atau AKI ................................................................................................ 25 Tabel 2.13 Perubahan lipid, lipoprotein, dan apo A-IV pada PGK .................. 32 Tabel 2.14 Rekomendasi asupan makronutrien ............................................... 39 Tabel 2.15 Rekomendasi vitamin D, mineral , dan cairan pada PGK ............. 41 Tabel 4.1 Perbedaan klinis keempat kasus ...................................................... 58 Tabel 4.2 Tujuan tata laksana nutrisi pasien selama perawatan di RS ............. 70 Tabel 4.3 Tujuan dan edukasi untuk tata laksana nutrisi di rumah ................... 71 Tabel 4.4 Perbandingan beberapa jenis perhitungan BB dengan BB aktual saat pulang dari RS .................................................................................. 72 Tabel 4.5 Rekomendasi komposisi nutrisi sebagai pertimbangan pemberian nutrisi ............................................................................................. 73 Tabel 4.6 Komposisi nutrisi selama perawatan ................................................. 75 x Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 Tabel 4.7 Rekomendasi AHA mengenai konsumsi omega-3 ............................ 82 Tabel 4.8 Risiko efek samping konsumsi omega-3 .......................................... 83 Tabel 4.9 Perbandingan komposisi Elkana sirup dengan AKG 2013 .............. 85 Tabel 4.10 Jenis obat yang diberikan DPJP .................................................... 88 xi Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Konsep penyakit ginjal kronik ................................................... 4 Gambar 2.2 Prognosis PGK berdasarkan kategori GFR dan albuminuria ...... 8 Gambar 2.3 Skema patofisiologi PGK ............................................................ 9 Gambar 2.4 Skema patofisiologi nefropati diabetik ......................................... 11 Gambar 2.5 Skema patogenesis nefropati hipertensif .. ................................. 13 Gambar 2.6 Faktor predisposisi sindrom kardiorenal ...................................... 15 . Gambar 2.7 Patogenesis sindrom kardiorenal tipe 1 ......................................... 17 Gambar 2.8 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 1 ....................................... 18 Gambar 2.9 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 2 ....................................... 19 Gambar 2.10 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 3 ..................................... 19 Gambar 2.11 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 4 .................................... 20 Gambar 2.12 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 5 .................................... 21 Gambar 2.13 Konsep etiologi PEW pada PGK dan implikasi klinis ............... 22 Gambar 2.14 Skema mekanisme anemia pada PGK ......................................... 26 Gambar 2.15 Patogenesis progresi PGK yang berhubungan dengan asidosis metabolik .................................................................................... 28 Gambar 2.16 Patofisiologi penyakit mineral dan tulang pada PGK ................. 31 Gambar 2.17 Skema pemberian suplementasi vitamin D pada PGK ............... 40 Gambar 3.1 Analisis asupan pasien kasus 1 sebelum assessment gizi ............ 43 Gambar 3.2 Kondisi klinis pasien kasus 1 selama perawatan ........................... 45 Gambar 3.3 Hasil analisis asupan pasien kasus 1 selama pemantauan ............ 46 Gambar 3.4 Gambar analisis asupan pasien kasus 2 sebelum assessment ........ 47 Gambar 3.5 Kurva gula darah harian pasien kasus 2 ........................................ 49 xii Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 Gambar 3.6 Kondisi klinis pasien kasus 2 selama perawatan .......................... 49 Gambar 3.7 Analisis asupan pasien kasus 2 selama perawatan ........................ 50 Gambar 3.8 Analisis asupan pasien kasus 3 sebelum assessment gizi .............. 51 Gambar 3.9 Kurva gula darah harian pasien kasus 3 ........................................ 53 Gambar 3.10 Kondisi klinis pasien kasus 3 selama perawatan ......................... 54 Gambar 3.11 Analisis asupan pasien kasus 4 sebelum assessment gizi ............ 55 Gambar 3.12 Kurva gula darah harian pasien kasus 4 ..................................... 57 Gambar 3.13 Kondisi klinis pasien kasus 4 selama perawatan ........................ 57 Gambar 4.1 Kerangka teori patofisiologi penyakit pasien serial kasus ........... xiii Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 69 DAFTAR SINGKATAN aBWef : edema-free body weight ACCF : American College of Cardiology Foundation ACEIs : angiotensin-converting enzyme inhibitors ACR : albumin to creatinine ratio ACS : acute coronary syndrome ADHF : acute decompensated heart failure ADQI : Acute Dialysis Quality Initiative AER : albumin excretion rate AGEs : advanced glycosylation end-products AHA : American Heart Association AKG : angka kecukupan gizi AKI : acute kidney injury ANP : arterial natriuretic peptide ARBs : angiotensin receptor blockers ATN : acute tubular necrosis BDA : British Dietetic Association BIA : bioelectrical impedance analysis BNP : brain natriuretic peptide BUN : blood urea nitrogen CAD : coronary artery disease CANUSA : Canada–USA study-based modification of the SGA CaO2 : arterial CARI : Caring for Australians with Renal Impairment CFU-Es : erythroid colony-forming units CHF : congestif heart failure CKD : chronic kidney disease CKD-EPI : CKD-Epidemiology Collaboration CKD-MD : CKD- mineral and bone disorder CO : cardiac output CRP : C-reactive protein content in oxygen xiv Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 CT : computed tomography CVD : cerebrovascular disease CVP : central venous pressure DEXA : dualenergy X-ray absorptiometry DHA : docosahexaenoic acid DM : diabetes mellitus DMS : dialysis malnutrition score DO2 : arterial DPL : darah perifer lengkap ECM : extra celluler matrix EPA : eicosapentaenoic acid EPO : eritropoietin ESA : erythropoesis stimulating agents ET : endotelin FGF-23 : fibroblast growth factor-23 GBM : glomerulus basement membrane GFR : glomerulus filtration rate GRV : gastric residual volume ECM : extra celluler matrix ESRD : end stage renal disease ESPEN : European Society of Clinical Nutrition and Metabolism FGF 21 : fibroblast growth factor 21 HBV : high biological value HD : hemodialisis HD-PNI : hemodialysis prognostic nutritional index HFCS : high-fructose corn syrup HHD : hipertensi heart disease HMG-CoA : hidroksimetilglutaril koenzim-A HT : hipertensi IGF-1 : insulin-like growth factor-1 IL : interleukin IMT : Indeks Massa Tubuh oxygen delivery xv Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 ISDN : isosorbid dinitrat ISRNM : the International Society of Renal Nutrition and Metabolism KDIGO : Kidney Disease Improving Global Outcomes KDOQI : Kidney Disease Outcomes Quality Initiative KEB : kebutuhan energi basal KET : kebutuhan energi total KGDH : kurva gula darah harian LCAT : lecithin cholesterol acyltransferase LLA : lingkar lengan atas LPD : low protein diet LPL : lipoprotein lipase LVH : left ventrikel hipertrofi MCRS : makanan cair RS mTOR : mammalian target of rapamycin MIS : malnutrition–inflammation score MDRD : The Modification of Diet in Renal Disease Study MRI : magnetic resonance imaging MUFA : monounsaturated fatty acid NAE : net acid excretion NCEP ATP :National Cholesterol Education Program adult Treatment Panel NGT : nasogastric tube NIR : near infrared interactance NHANES : National Health and Nutrition Examination Survey NO : nitric oxide NSAID : non steroid anti inflammation drugs NYHA : New York Heart Association ONS : oral nutrition suplement PAF : platelet activating factor PB : panjang badan PD : peritoneal dialisis PEW : protein-energy wasting PGK : penyakit ginjal kronik xvi Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 PPI : proton pump inhibitors PRALs : potential renal acid loads PTH : parathyroid hormone PUFA : polyunsaturated fatty acid RAAS : renin-angiotensin-aldosterone system RAGE : receptor AGE RAS : renin angiotensin system RBF : renal blood flow ROS : reactive oxygen spesies SAA : serum amyloid A SDM : sel darah merah SAFA : saturated fatty acid SGA : subjective global assessment of nutritional status SNH : stroke non hemoragik SUN : serum urea nitrogen TNF-a : tumor necrosis factor- USG : ultrasonography VEGF : vascular endothelial growth factor VLPD : very low protein diet xvii Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pemantauan kasus 1 ....................................................................... 102 Lampiran 2 Pemantauan kasus 2 ....................................................................... 109 Lampiran 3 Pemantauan kasus 3 ....................................................................... 115 Lampiran 4 Pemantauan kasus 4 ....................................................................... 124 Lampiran 5 Analisis asupan kasus 1 ................................................................. 129 Lampiran 6 Analisis asupan kasus 2 ................................................................ 132 Lampiran 7 Analisis asupan kasus 3 ................................................................. 134 Lampiran 8 Analisis asupan kasus 4 ................................................................. 137 Lampiran 9 Contoh menu .................................................................................. 140 Lampiran 10 Pemilihan bahan makanan yang dianjurkan pada pasien dengan PGK dengan dislipidemia ............................................................ 142 Lampiran 11 Formula makanan cair untuk pasien kedua ................................. 143 Lampiran 12 Potential renal acid loads dari beberapa bahan makanan .......... 144 Lampiran 13 Kebijakan pelayanan gizi Rumah Sakit Umum Tangerang ........ 146 xviii Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kondisi hilangnya fungsi ginjal progresif dan ireversibel yang sangat mungkin mengancam jiwa pasien. Diperkirakan sebanyak 10% orang dewasa di negara berkembang menderita PGK dengan derajat yang bervariasi.1 Berdasarkan studi berbasis populasi, didapatkan bahwa median prevalensi PGK adalah 7,2% pada usia ≥30 tahun, sedangkan pada usia ≥64 tahun adalah 23,4%35,8%. Prevalensi PGK sangat tergantung pada penentuan diagnosis berdasarkan rumus estimasi glomerulus filtration rate (GFR) yang digunakan.2 Data profil RSU Kabupaten Tangerang 2013, PGK menempati urutan keempat dari sepuluh penyakit terbanyak pada SMF penyakit dalam yang menjadi diagnosis alasan pasien rawat inap dengan jumlah 273 pasien. Urutan keempat ini meningkat jika dibandingkan data pada tahun 2012 (urutan ke-9) dengan jumlah 35 pasien.3 Etiologi PGK sangat bervariasi, dengan penyebab terbanyak adalah diabetes mellitus (DM) dan hipertensi (HT).1 Penyakit DM dan HT diketahui juga memiliki efek terhadap organ lain selain ginjal. Disfungsi ginjal berat yang ditemukan pada pasien seringkali disertai dengan kondisi disfungsi organ lain. Disfungsi organ yang paling sering ditemukan bersama dengan disfungsi ginjal adalah disfungsi organ jantung. Kedua organ ini saling berinteraksi dalam memelihara volume darah dan stabilitas hemodinamik.4 Interaksi antara kedua organ ini mengakibatkan terjadinya sindrom yang dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, kompleksitas, dan biaya perawatan.5 Sindrom tersebut dikenal sebagai sindrom kardiorenal yang didefinisikan secara umum sebagai gangguan jantung dan ginjal di mana disfungsi akut atau kronik salah satu organ dapat menginduksi disfungsi akut atau kronik organ lainnya. Terdapat lima tipe sindrom kardiorenal yang menunjukkan hubungan antara kedua organ tersebut.5 Kelima tipe sindrom ini berbeda dari segi patofisiologi yang terjadi. Berdasarkan patofisiologi, gangguan yang terjadi pada sindrom kardiorenal tipe 1 dan 2 didahului oleh gangguan jantung yang mengakibatkan 1 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 2 disfungsi pada ginjal. Pada sindrom kardiorenal tipe 3 dan 4, gangguan ginjal mengakibatkan disfungsi pada jantung, sedangkan pada sindrom kardiorenal tipe 5 gangguan jantung dan ginjal didasari oleh penyakit sistemik. Hal ini dapat menjadi dasar perbedaan tata laksana farmokologi dan nutrisi pada pasien, sehingga timbul pertanyaan bagaimana tata laksana nutrisi pada pasien dengan PGK yang memiliki gangguan pada fungsi jantung dan penyakit sistemik lain secara bersamaan. Apakah patofisiologi yang mendasari gangguan fungsi ginjal tersebut juga akan mempengaruhi tata laksana nutrisi pada pasien tersebut. Berdasarkan pertanyaan tersebut, maka makalah serial kasus ini disusun untuk menjelaskan pengaruh patofisiologi pada empat kasus dengan diagnosis PGK derajat 4 dan 5, disertai dengan penyakit kardiovaskular dan DM pada tata laksana nutrisi pasien. Pada laporan ini juga akan diuraikan mengenai rekomendasi tata laksana nutrisi yang dibandingkan dengan pelaksanaan yang dapat dilakukan selama pasien di rawat inap, serta kendala yang dihadapi dalam melaksanakan tata laksana nutrisi bagi pasien. 1.2 TUJUAN 1.2.1 Tujuan Umum Mengetahui tata laksana nutrisi yang baik pada pasien PGK dengan gangguan jantung (sindrom kardiorenal) yang memiliki riwayat penyakit DM. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui patofisiologi penyakit keempat pasien. 2. Mengetahui tata laksana nutrisi yang baik untuk keempat pasien. 3. Mengetahui tata laksana nutrisi yang dapat diberikan pada keempat pasien yang dirawat di RSUT. 4. Mengetahui kendala dalam pemberian tata laksana nutrisi pada keempat pasien ini. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 3 1.3 MANFAAT SERIAL KASUS 1.3.1 Manfaat bagi pasien dan keluarga Pasien dan keluarga dapat mengetahui kondisi penyakit dan tata laksana nutrisi yang baik untuk mencegah progresifitas penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien. 1.3.2 Manfaat bagi instistusi Hasil laporan serial kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam tata laksana nutrisi pasien PGK dengan riwayat DM dan HT. 1.3.3 Manfaat bagi penulis Penulis dapat mengetahui tata laksana nutrisi yang baik pada pasien PGK dengan riwayat DM dan HT. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENYAKIT GINJAL KRONIK 2.1.1 Konsep PGK Penyakit ginjal kronik adalah istilah umum untuk gangguan heterogen yang mengenai struktur dan fungsi ginjal dengan manifestasi klinik bervariasi yang berhubungan dengan etiologi, derajat beratnya gangguan, dan laju progresi penyakit. Konsep PGK berkembang setelah diketahui bahwa gangguan struktur dan fungsi ginjal dapat mempengaruhi kesehatan berdasarkan derajat beratnya gangguan yang terjadi. Mengenali gejala PGK secara dini, dapat mencegah progresifitas penyakit ke arah gagal ginjal.6 Konsep perkembangan, progresifitas, dan komplikasi PGK dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Konsep PGK Sumber: daftar referensi no.6. Panah horisontal antara lingkaran menunjukkan perkembangan, progresi, dan remisi PGK. Arah panah ke kiri menunjukkan bahwa remisi terjadi lebih sedikit dibandingkan progresi. Panah vertikal menunjukkan terjadinya komplikasi PGK seperti toksisitas obat, komplikasi 4 endokrin dan metabolik, penyakit Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 5 kardiovaskular, infeksi, dan gangguan kognitif. Komplikasi dapat pula terjadi akibat efek yang tidak diinginkan dari terapi yang diberikan.6 2.1.2 Definisi dan klasifikasi Berdasarkan Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) Chronic Kidney Disease (CKD) Working Group 2012, penyakit ginjal kronik (PGK) adalah abnormalitas struktur ginjal atau fungsi selama > 3 bulan yang berdampak pada kesehatan.6 Kriteria PGK berupa marker kerusakan ginjal dan penurunan fungsi dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kriteria PGK Marker kerusakan ginjal Penurunan GFR Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam, ACR ≥30 mg/g (≥3 mg/mmol) Abnormalitas sedimen urin Abnormalitas elektrolit dan lainnya yang berhubungan dengan gangguan tubular Abnormalitas histologi Abnormalitas struktural dari hasil pencitraan Riwayat transplantasi ginjal GFR <60 mL/menit/1,73 m2 (kategori GFR G3a-G5) AER: albumin excretion rate; ACR: albumin to creatinine ratio; GFR: glomerulus filtration rate Sumber: daftar referensi no.6. Klasifikasi PGK dibuat berdasarkan penyebab, kategori GFR, dan kategori albuminuria. Penyebab PGK ditentukan berdasarkan ada tidaknya penyakit sistemik dan observasi lokasi gangguan pada ginjal atau temuan patologi anatomik. Kategori GFR dibagi menjadi lima kategori (G1-G5).6 Tabel 2.2 Kategori GFR pada PGK Kategori GFR G1 G2 G3a G3b G4 G5 GFR ( mL/menit/1,73 m2) ≥90 60-89 45-59 30-44 15-29 <15 Keterangan Normal atau tinggi Penurunan ringan Penurunan ringan-sedang Penurunan sedang-berat Penurunan berat Gagal ginjal Sumber: daftar referensi no.6. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 6 Nilai GFR dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berdasarkan kadar kreatinin serum dan variabel lain seperti usia, jenis kelamin, ras, dan ukuran tubuh. Terdapat variasi rumus yang dapat digunakan untuk memperkirakan GFR, (Tabel 2.3).1 Tabel 2.3 Rumus untuk memperkirakan GFR MDRD eGFR (IDMS aligned) Cockcroft and Gault CKD-Epidemiology Collaboration (CKD-EPI) 175 x [Kreatinin plasma (μmol/L) x 0.0011312] -1.154 x [usia (tahun)] -0.203 x [0.742 jika perempuan] x [1.212 jika ras kulit hitam] {[(140usia)xBB]/[72xSCr(mg/dl)]}x(0.85jika perempuan) Perempuan dengan kreatinin < 62 μmol/L; eGFR = 144 x (Cr/61.6)-0.329 x (0.993)usia Perempuan dengan kreatinin > 62 μmol/L; eGFR = 144 x (Cr/61.6)-1.209 x (0.993)usia Laki-laki dengan kreatinin < 80 μmol/L; eGFR = 141 x (Cr/79.2)-0.411 x (0.993)usia Laki-laki dengan kreatinin > 80 μmol/L; eGFR = 141 x (Cr/79.2)-1.209 x (0.993)usia MDRD: The Modification of Diet in Renal Disease Study Sumber: daftar referensi no.8,9 Berdasarkan analisis dari data yang telah dipublikasikan, maka KDIGO 2012 merekomendasikan rumus CKD-EPI sebagai rumus yang memiliki bias paling sedikit dalam menghitung estimasi GFR (Tabel 2.4, 2.5, 2.6).6 Tabel 2.4 Rumus CKD-EPI kreatinin 2009 Jenis kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Kreatinin serum Rumus estimasi GFR 144x(SCr/0,7)-0,329x0,993Usia[x1,159 jika kulit hitam] <0,7 mg/dL (<62µmol/L) 144x(SCr/0,7)-1,209x0,993Usia[x1,159 jika kulit hitam] >0,7 mg/dL (>62µmol/L) 141x(SCr/0,9)-0,411x0,993Usia[x1,159 jika kulit hitam] <0,9 mg/dL (<80µmol/L) 141x(SCr/0,9)-1,209x0,993Usia[x1,159 jika kulit hitam] >0,9 mg/dL (>80µmol/L) Sumber: daftar referensi no.6. Tabel 2.5 Rumus CKD-EPI cistatin C 2012 Cistatin C serum Rumus estimasi GFR 0,8 mg/L 133 x (Scis/0,8)-0,499 x 0,996Usia[ x 0,932 jika perempuan] >0,8 mg/L 133 x (Scis/0,8)-1,328 x 0,996Usia[ x 0,932 jika perempuan] Sumber: daftar referensi no.6. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 7 Tabel 2.6 Rumus CKD-EPI kreatinin-cistatin C 2012 Jenis kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Kreatinin serum 0,7 mg/dL (<62µmol/L) Cistatin serum Rumus estimasi GFR 130x(SCr/0,7)-0,248x (ScisC/0,8)-0,375 x 0,995Usia [x1,08 0,8 mg/L jika kulit hitam] 130x(SCr/0,7)-0,248x (ScisC/0,8)-0,711 x 0,995Usia [x1,08 >0,8 mg/L jika kulit hitam] >0,7 mg/dL 0,8 mg/L 130x(SCr/0,7)-0,601x (ScisC/0,8)-0,375 x 0,995Usia [x1,08 jika kulit hitam] (>62µmol/L) 130x(SCr/0,7)-0,601x (ScisC/0,8)-0,711 x 0,995Usia [x1,08 >0,8 mg/L jika kulit hitam] 135x(SCr/0,9)-0,207x (ScisC/0,8)-0,375 x 0,995Usia [x1,08 0,9 mg/dL 0,8 mg/L jika kulit hitam] (<80µmol/L) 135x(SCr/0,9)-0,207x (ScisC/0,8)-0,711 x 0,995Usia [x1,08 >0,8 mg/L jika kulit hitam] >0,9 mg/dL 0,8 mg/L 135x(SCr/0,9)-0,601x (ScisC/0,8)-0,375 x 0,995Usia [x1,08 jika kulit hitam] (>80µmol/L) 135x(SCr/0,9)-0,601x (ScisC/0,8)-0,711 x 0,995Usia [x1,08 >0,8 mg/L jika kulit hitam] Sumber: daftar referensi no.6. Proteinuria adalah peningkatan ekskresi albumin urin, protein spesifik lain atau total protein yang dikeluarkan melalui urin. Untuk mendeteksi proteinuria, dapat menggunakan pemeriksaan urin dipstik standar dan disptik spesifik albumin. Pasien dengan tes dipstik positif harus dikonfirmasi dengan pengukuran kuantitatif yaitu ACR. Kategori albuminuria dibuat berdasarkan albumin excretion rate (AER) dan ACR yang dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Kategori albuminuria Kategori A1 A2 A3 AER (mg/24 jam) <30 30-300 >300 ACR mg/mmol mg/g <3 <30 3-30 30-300 >30 >300 Keterangan Normal atau peningkatan ringan Peningkatan sedang* Peningkatan berat** AER: albumin excretion rate; ACR: albumin to creatinine ratio * Relatif terhadap kadar pada dewasa muda ** Termasuk sindrom nefrotik (ekskresi albumin >2200 mg/24 jam (ACR > 2220 mg/g; >220 mg/mmol)) Sumber: daftar referensi no.6. 2.1.3 Prognosis dan evaluasi penyakit ginjal kronik Estimasi risiko terjadinya komplikasi dan outcome dibutuhkan untuk menentukan pemeriksaan dan manajemen komplikasi PGK. Estimasi tersebut digunakan untuk menentukan prognosis pasien dengan PGK (Gambar 2.2). Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 8 Persisten kategori albuminuria Diskripsi dan rentang A1 A2 A3 Normalpeningkatan ringan <30 mg/g <3 mg/mmol Kategori GFR G1 G2 G3a G3b G4 G5 Normal atau tinggi Penurunan ringan Penurunan ringan sedang Penurunan sedangberat Penurunan berat Gagal ginjal Peningkatan Peningkatan sedang berat 30-300 mg/g 3-30 mg/mmol >300 mg/g >30 mg/mmol ≥90 60-89 45-59 30-44 15-29 <15 Warna hijau: risiko rendah (jika tidak terdapat marker penyakit ginjal: bukan PGK); kuning: risiko meningkat sedang; oranye: risiko tinggi; merah: risiko sangat tinggi Gambar 2.2 Prognosis PGK berdasarkan kategori GFR dan albuminuria Sumber: daftar referensi no.6. Evaluasi yang perlu dilakukan pada pasien PGK meliputi evaluasi kronisitas, penyebab, dan GFR. Pada pasien dengan kategori GFR G3a-G5 atau adanya marker kerusakan ginjal, maka perlu dilakukan review mengenai riwayat penyakit untuk menentukan durasi penyakit ginjal. Apabila durasi lebih dari 3 bulan, maka diagnosis PGK dapat ditegakkan. Apabila durasi <3 bulan atau tidak dapat ditentukan, maka diagnosis PGK tidak dapat ditegakkan dan pasien dapat dianggap penyakit ginjal akut ataupun kronik sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan.6 Evaluasi penyebab dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap apapun yang berhubungan dengan kondisi klinis pasien seperti riwayat keluarga, lingkungan sosial, pengobatan, pemeriksaan fisik, laboratorium, pencitraan, dan pemeriksaan patologi. Evaluasi GFR direkomendasikan dengan mengukur Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 9 kreatinin serum dan menghitung GFR estimasi menggunakan rumus yang digunakan pada awal pemeriksaan. 6 2.2 PATOFISIOLOGI PENYAKIT GINJAL KRONIK Patofisiologi PGK tergantung dari penyakit yang mendasari proses kerusakan dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun demikian, kerusakan jaringan, inflamasi dan scaring ensues yang terjadi adalah sama. Gangguan kimia ataupun fisik yang mengganggu sel ginjal secara persisten akan mengaktifkan respon inflamasi dan fibrosis yang selanjutnya menghambat proses perbaikan sel. Kerusakan sel akan mengaktivasi respon yang merusak struktur nefron. Semakin progresif penyakit maka struktur nefron semakin banyak hilang dan digantikan oleh jaringan sikatrik. Kerusakan sel juga menyebabkan ketidakseimbangan inflamasi dan sitokin yang mengakibatkan kontraksi mesangial dan vaskuler sehingga terjadi penurunan GFR, degenerasi tubulus, dan scarring (Gambar 2.3).1 Gambar 2.3 Skema patofisiologi PGK RBF: renal blood flow Sumber: daftar referensi no.1 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 10 2.2.1 Hubungan diabetes dengan penyakit ginjal kronik Hiperglikemia dianggap sebagai inisiator terjadinya nefropati diabetik. Tanpa adanya hiperglikemia, nefropati tidak akan terjadi. Pada pasien diabetes, sekitar 35-40% pasien terjadi nefropati diabetik. Hal ini menunjukkan adanya peran genetik yang mengakibatkan pasien diabetes rentan mengalami nefropati pada kondisi hiperglikemia. Proses nefropati diabetik diawali dengan gejala hiperfiltrasi (peningkatan nilai GFR) dan mikroalbuminuria yang dapat berlangsung selama 5 tahun. Selama 20 tahun berikutnya, mikroalbuminuria berkembang secara progresif menjadi proteinuria, sedangkan GFR mulai menurun. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya insufisiensi ginjal dengan proteinuria berat sehingga pada akhirnya terjadinya end stage renal disease (ESDR).1 Hiperglikemia menginisiasi jalur sinyal sel pada sel ginjal termasuk hiperaktivasi protein kinase C dan stres oksidatif melalui produksi berlebihan reactive oxygen spesies (ROS). Aktivasi ini mengakibatkan ekspresi berlebihan dari growth factors, sitokin inflamasi, elemen extra celluler matrix (ECM), deposisi matriks, reorganisasi sitoskeleton. Selain hiperglikemia, advanced glycosylation end-products (AGEs) yang berasal dari glikasi non enzimatik protein dan lipid juga mengakibatkan kerusakan pada nefron (Gambar 2.4).1 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 11 Gambar 2.4 Skema patofisiologi nefropati diabetik. RBF: renal blood flow, RAS: renin angiotensin system; PAF: platelet activating factor Sumber: daftar referensi no.1. Secara umum, mekanisme injuri dapat disebabkan melalui beberapa mekanisme langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan injuri glomerulus (Tabel 2.8) atau mekanisme lain yang tidak melibatkan injuri glomerulus terlebih dahulu yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.1 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 12 Tabel 2.8 Beberapa mekanisme yang dianggap berperan terhadap terjadinya injuri glomerulus. Mekanisme Diskripsi mekanisme Hiperglikemia Hiperglikemia menyebabkan peningkatan ekspresi NO sintase endotelial (eNOS) pada arteri aferen dan kapiler glomerulus yang mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan GFR sehingga glomerulus mengalami distensi. Proteinuria akibat perubahan GBM akan mengaktivasi sel tubulus memproduksi mediator dan sitokin proinflamatori Growth factors yang berasal dari sel glomerulus menstimulasi ambilan protein yang akan memperkuat terjadinya proteinuria sehingga mengaktivasi kematian sel dan program profibrobik dalam sel tubulus. Mikroangiopati menyebabkan berkurangnya aliran darah post glomerulus ke kapiler peritubular Proteinuria Growth factors Mikroangiopati GBM: glomerulus basement membrane Sumber: daftar referensi no.1. Pada jangka waktu tertentu, distensi glomerulus akibat hiperglikemia akan menyebabkan disfungsi endotelial, perubahan hemodinamik, hilangnya electric charge dari GBM, penebalan GBM, penurunan jumlah podosit dan ekspansi mesangeal yang menunjukkan injuri pada glomerulus. 2.2.2 Hubungan hipertensi dengan penyakit ginjal kronik Hipertensi menyebabkan glomerulopati nefrosklerotik yang ditandai dengan adanya vaskulopati renal, penyakit mikrovaskular dari kapiler glomerulus, sklerosis glomerulus difus, fokal dan segmental sklerosis glomerulus, dan fibrosis interstitial. Vaskulopati renal, obstruksi vaskular, dan penurunan densitas vaskular menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Penurunan aliran darah ini akan menginduksi autoregulasi ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler glomerulus dan kerusakan pada barier filtrasi akan meningkatkan permeabilitas sehingga pada tahap awal GFR masih dapat dipertahankan relatif konstan. Pada saat kerusakan semakin berat yaitu semakin banyak area permukaan yang hilang, terjadi hipertrofi mesangeal serta fibrosis glomerulus dan peritubular, GFR akan menurun sehingga fungsi eksresi ginjal menjadi terganggu (Gambar 2.5). Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 13 Gambar 2.5 Skema patogenesis nefropati hipertensif RBF: renal blood flow, RAS: renin angiotensin system; PAF: platelet activating factor Sumber: daftar referensi no.1. 2.3 SINDROM KARDIORENAL 2.3.1 Definisi Penyakit jantung dan ginjal sering ditemukan saling berhubungan satu sama lain. Adanya gangguan pada jantung dan ginjal secara bersamaan meningkatkan morbiditas, mortalitas dan kompleksitas perawatan pasien. Terdapat sindrom yang menjelaskan mengenai hubungan antara jantung dan ginjal sehingga diperlukan adanya suatu konsensus untuk mendefinisikan sindrom tersebut. Acute Dialysis Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 14 Quality Initiative (ADQI) tahun 2008 mengadakan suatu konsensus yang melibatkan para ahli di bidang nefrologi, penyakit kritis, kardiologi, bedah kardio, dan epidemiologi untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan sindrom kardiorenal. Hasil konsensus tersebut adalah definisi sindrom kardiorenal dan klasifikasi sindrom menjadi lima tipe (Tabel 2.9).5 Tabel 2.9 Definisi dan klasifikasi sindrom kardiorenal Definisi umum sindrom kardiorenal: Gangguan jantung dan ginjal di mana disfungsi akut atau kronik salah satu organ dapat menginduksi disfungsi akut atau kronik organ lainnya. Tipe 1. Sindrom kardiorenal akut Fungsi jantung yang memburuk secara akut mengakibatkan disfungsi ginjal. Tipe 2. Sindrom kardiorenal kronik Abnormalitas fungsi jantung kronik mengakibatkan disfungsi renal. Tipe 3. Sindrom renokardiak akut Fungsi renal yang memburuk secara akut mengakibatkan disfungsi jantung. Tipe 4. Sindrom renokardiak kronik Abnormalitas fungsi renal kronik mengakibatkan penyakit jantung. Tipe 5. Sindrom kardiorenal sekunder Kondisi sitemik menyebabkan disfungsi simultan pada jantung dan ginjal. Sumber daftar referensi no. 5 konsensus. 2.3.2 Faktor predisposisi Terdapat beberapa faktor presdiposisi yang menjadi dasar patogenesis sindrom kardiorenal antara lain obesitas, kakeksia, HT dan DM (Gambar 2.6). Obesitas berhubungan dengan berbagai penyakit kronik akibat adiposit yang berlebihan. Jumlah dan ukuran adiposit manusia dapat meningkat sampai 10 kali jumlah dan ukuran yang normal. Adiposit mensekresi sitokin (IL-6, TNF-) yang dapat menyebabkan injuri pada jantung dan ginjal. Obesitas juga dapat menyebabkan hiperfiltrasi ginjal dan mengakibatkan terjadinya glomerulopati meskipun tanpa disertai dengan riwayat DM.7 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 15 Gambar 2.6 Faktor predisposisi sindrom kardiorenal (telah dimodifikasi). EPO: eritropoietin Sumber: daftar referensi no.7. Kondisi kakeksia ataupun sarkopenia berhubungan dengan gangguan jantung dan ginjal melalui mekanisme sitokin TNF- dan proinflamatori lainnya. Defisiensi nutrien yang terjadi pada kakeksia berkontribusi terhadap kerusakan dan fibrosis jantung dan ginjal. Hipertensi yang tidak terkontrol berhubungan dengan percepatan hilangnya nefron dan penurunan GFR sedangkan diabetes berhubungan dengan disfungsi glomerulus dan kerusakan unit fungsional filtrasi. Injuri endotelial, mesangial, podosit akibat hipertensi dan DM menyebabkan kuantitas albumin di ruang Bowman berlebihan sehingga beban reabsorpsi di sel tubulus meningkat.7 Hal ini menginduksi percepatan apoptosis sel tubulus, hilangnya nefron, dan progresi proteinuria. Adanya albuminuria dan proteinuria berhubungan dengan risiko injuri ginjal akut. Uremia menyebabkan disfungsi miosit dengan cara mengganggu pergerakan kalsium di sitosol sehingga menghambat kontraksi elemen miosit. Uremia juga berhubungan dengan percepatan fibrosis dan remodelling kardiak pasca infark miokardial. Patogenesis anemia pada gagal jantung berhubungan dengan banyak faktor. Anemia dapat Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 16 terjadi karena hemodilusi akibat retensi cairan, blokade transport besi, defisiensi eritropoetin yang diinduksi inflamasi, resistensi insulin, malnutrisi, kakeksia, defisiensi vitamin. Kondisi tersebut meningkat beberapa kali apabila didapatkan kondisi PGK. Kejadian injuri ginjal akut berulang yang sebelumnya tidak terdeteksi karena kemampuan ginjal untuk mengkompensasi aliran darah dan filtrasi, dapat mengakibatkan injuri berulang pada nefron. Sebagian nefron mengalami pemulihan, dan sebagian lagi mengalami kerusakan permanen yang mengarah pada terjadinya PGK.7 2.3.3 Patofisiologi sindrom kardiorenal Sindrom kardiorenal diklasifikasikan menjadi 5 tipe yang memiliki patofisiologi yang berbeda, namun memiliki persamaan berupa hubungan dua arah antara jantung dan ginjal melalui mekanisme kematian sel dan percepatan apoptosis sel yang diperantarai stres oksidatif. Sindrom kardiorenal tipe 1 Sindrom kardiorenal tipe satu memiliki karakteristik berupa gangguan jantung akut mengakibatkan terjadinya injuri ginjal akut (acute kidney injury/AKI) yang terjadi pada sekitar 25% pasien dengan acute decompensated heart failure (ADHF). Patogenesis sindrom kardiorenal tipe 1 dapat dilihat pada Gambar 2.7.7 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 17 Gambar 2.7 Patogenesis sindrom kardiorenal tipe 1 (telah dimodifikasi). RAAS: renin-angiotensin-aldosterone system. Sumber: daftar referensi no.7. Kondisi ADHF dapat menyebabkan injuri akut pada ginjal melalui mekanisme arterial underfilling dan kongesti vena yang mengakibatkan perubahan sistem neurohormonal dan hemodinamik.6 Selain ADHF, kondisi akut lainnya seperti acute coronary syndrome (ACS), syok kardiogenik, operasi kardiak juga dapat menyebabkan injuri ginjal akut. Perubahan hemodinamik yang terjadi adalah peningkatan tekanan vena sentral dan penurunan cardiac output (CO) sedangkan perubahan neurohormonal terjadi melalui aktivasi RAAS dan sistem simpatis, brain natriuretic peptide (BNP) yang berdampak pada terjadinya hipoperfusi ginjal, delivery O2 dan GFR menurun serta resistensi dari arterial natriuretic peptide (ANP) dan BNP (Gambar 2.8).8 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 18 Gambar 2.8 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 1 (telah dimodifikasi) ACS: acute coronary syndrome, ADHF: acute decompencated heart failure, ANP: atrial natriuretic peptide, BNP: brain natriuretic peptide, CO: cardiac output, CVP: central venous pressure, ROS: reactive oxygen species, GFR: glomerulus filtration rate, RAAS: reninangiotensin-aldosterone system Sumber: daftar referensi no.8. Sindrom kardiorenal tipe 2 Abnormalitas kronik pada fungsi miokardium menyebabkan PGK. Faktor risiko aterosklerosis seperti diabetes, hipertensi, dan merokok secara independen berhubungan dengan terjadinya PGK. Abnormalitas kronik miokardial menyebabkan perubahan aktivasi neurohormonal, hemodinamik ginjal dan variasi proses seluler yang tidak diinginkan sehingga terjadi apoptosis dan fibrosis ginjal yang mengarah pada PGK. Kondisi PGK dan gangguan metabolik yang terjadi menyebabkan aterosklerosis kalsifikasi melalui mekanisme gangguan mineral dan tulang yang ditandai dengan adanya retensi fosfat, availabilitas kalsium dan vitamin D, serta hiperparatiroidisme sekunder. Retensi fosfat menstimulasi konversi sel otot polos vaskular menjadi osteoblastic-like cells yang kemudian terstimulasi menghasilkan kalsium hidroksiapatit ekstraseluler dalam lapisan otot polos arteri. Hal ini mengakibatkan kondisi menurunnya compliance vaskular, peningkatan tekanan darah, dan shear stress sehingga terjadi injuri organ kronik.8 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 19 Gambar 2.9 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 2 (telah dimodifikasi) PJK: penyakit jantung koroner, CHF: congestif heart failure, HT: hipertensi, CVP: central venous pressure, CO: cardiac output. Sumber: daftar referensi no. 8 Sindrom kardiorenal tipe 3 Pada sindrom kardiorenal tipe 3, perburukan fungsi ginjal akut menyebabkan gangguan pada jantung. Gangguan ginjal akut dapat terjadi akibat overload cairan, retensi natrium, aktivasi neurohormonal yang menyebabkan kongesti pulmonal dan edem perifer sehingga terjadi gangguan jantung akut (Gambar 2.10). Meskipun demikian, secara klinis, sindrom kardiorenal tipe ini sulit ditemukan karena kondisi akut lebih banyak terjadi pada pasien yang telah memiliki kondisi kronik sebelumnya (acute on chronic).8 Gambar 2.10 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 3 (telah dimodifikasi) ATN: acute tubular necrosis, ACS: acute coronary syndrome, ADHF: acute decompencated heart failure Sumber: daftar referensi no. 8. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 20 Sindrom kardiorenal tipe 4 Pada sindrom kardiorenal tipe 4, penyakit ginjal kronik menyebabkan progresi penyakit kardiovaskular (Gambar 2.11). Kontribusi PGK terhadap progresifitas penyakit kardiovaskular melalui permasalahan yang berhubungan dengan tata laksana farmakologi atau intervensional. Sebagai contoh, kondisi azotemia dan hiperkalemia membatasi penggunaan obat-obatan antagonis sistem renin – angiotensin, sehingga tidak mendapatkan keuntungan dari penggunaan obat angiotensin converting enzyme inhibitor, angiotensin II receptor antagonis, dan aldosterone receptor blockers. Kondisi PGK juga memperburuk tampilan, derajat penyakit, respon terhadap terapi, dan outcome pada pasien hipertensi. Terdapat penelitian lain yang menemukan bahwa silent brain injury berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal yang cepat. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa penyakit serebrovaskular dapat berkontribusi terhadap percepatan progresi PGK. Gambar 2.11 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 4 (telah dimodifikasi) CKD: chronic kidney disease, EPO: eritropoietin, CHF: congestif heart failure, LVH: left ventricle hypertrophy Sumber: daftar referensi no.8. Sindrom kardiorenal tipe 5 Pada sindrom kardiorenal tipe 5, penyakit sistemik mengakibatkan kegagalan jantung dan ginjal secara simultan (Gambar 2.12). Kondisi ini lebih banyak terjadi pada penyakit kritis seperti sepsis, trauma multipel, atau luka bakar. Overload Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 21 cairan sebagai akibat dari pemberian cairan resusitasi yang agresif nampak sebagai faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya sindrom kardiorenal tipe 5. Overload cairan menyebabkan kongesti vena pasif yang secara bersamaan meningkatkan tekanan dinding ventrikel kiri. Hal ini mengakibatkan terjadinya injuri akut pada ginjal dan dekompensasi kardiak pada pasien yang memiliki predisposisi terjadinya gagal jantung sistolik dan diastolik. Gambar 2.12 Patofisiologi sindrom kardiorenal tipe 5 (telah dimodifikasi) CVD: cerebrovacular disease, CKD: chronic kidney disease, LPS: lipolisakarida, AKI: acute kidney injury. Sumber: daftar referensi no. 8. 2.4 KOMPLIKASI PENYAKIT BERHUBUNGAN DENGAN NUTRISI GINJAL KRONIK YANG 2.4.1 Protein Energy Wasting Pasien PGK mengalami kehilangan jaringan otot dan lemak, malnutrisi, dan terjadi proses inflamasi. Para ahli menyebut kondisi ini dengan berbagai istilah yaitu malnutrisi uremik, uremic (renal) cachexia, protein-energy malnutrition, malnutrition-inflamation atherosclerosis syndrome atau malnutrition- inflammation complex syndrome. Sebagai upaya untuk menyeragamkan terminologi mengenai kondisi tersebut, maka the International Society of Renal Nutrition and Metabolism (ISRNM) pada tahun 2008 merekomendasikan penggunaan istilah “protein-energy wasting (PEW)”.9 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 22 Pasien PGK mengalami perubahan pada metabolisme nutrisi dan komposisi tubuh melalui mekanisme yang kompleks (Gambar 2.13). Meskipun asupan nutrisi inadekuat akibat nafsu makan yang menurun dan restriksi diet berkontribusi terhadap terjadinya PEW, terdapat gambaran sindrom yang tidak dapat dijelaskan melalui mekanisme kekurangan nutrisi saja. Banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya PEW pada PGK (Tabel 2.10). Gambar 2.13 Konsep etiologi PEW pada PGK dan implikasi klinis Sumber: daftar referensi no. 10. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 23 Tabel 2.10 Etiologi PEW pada pasien PGK 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Penurunan asupan protein dan energi a. Anoreksi i. Disregulasi mediator nafsu makan sirkulasi ii. Hipothalamic amino acid sensing iii. Nitrogen-based uremic toxins b. Restriksi diet c. Perubahan organ yang terlibat pada asupan nutrisi d. Depresi e. Ketidakmampuan menyediakan makanan Hipermetabolisme a. Peningkatan energy expenditure i. Inflamasi ii. Peningkatan sitokin proinflamatori sirkulasi iii. Resistensi insulin sekunder terhadap obesitas iv. Perubahan adiponektin dan metabolisme resistin b. Gangguan hormonal i. Insulin resisten ii. Peningkatan aktivitas glukokortikoid Asidosis metabolik Aktivitas fisik menurun Penurunan anabolisme a. Penurunan asupan nutrisi b. Resistensi terhadap GH/IGF-1 c. Defisiensi testosteron d. Kadar hormon tiroid rendah Komorbiditas dan pola hidup (DM, CHF, HT, depresi, coronary artery disease (CAD), peripheral arterial disease) Dialisis a. Kehilangan nutrisi melalui dialisat b. Inflamasi berhubungan dengan dialisat c. Hipermetabolisme berhubungan dengan dialisat d. Hilangnya fungsi residual ginjal Sumber: daftar referensi no. 10. Kondisi PEW dapat didiagnosis menggunakan kriteria yang diajukan oleh ISRNM, yaitu menggunakan parameter klinis, nutrisi, dan biokimia. Empat kategori yang menjadi dasar diagnosis PEW adalah kriteria biokimia, BB rendah, lemak total tubuh yang berkurang (atau penurunan BB), penurunan massa otot, dan asupan rendah protein dan KH (Tabel 2.11). Selain empat kategori tersebut, para ahli menambahkan beberapa parameter inflamasi dan nutrisi yang dapat menjadi petunjuk dalam menegakkan diagnosis PEW (Tabel 2.12). 11 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 24 Tabel 2.11 Kriteria untuk diagnosis klinis PEW pada AKI atau PGK Kriteria Kimia serum Albumin serum <3,8 g/100 mL (*) Prealbumin serum (transtiretin) < 30 mg per 100 mL (untuk pasien dialisis; derajat kelainan bervariasi tergantung pada derajat GFR untuk pasien PGK derajat 2-5 (*) Kolesterol serum <100 mg per 100 mL (*) Massa tubuh IMT <23 kg/m2 (**) Penurunan BB 5% dalam 3 bulan atau 10% dalam 6 bulan Persentase lemak total tubuh <10% Massa otot Muscle wasting: penurunan massa otot 5% dalam 3 bulan atau 10% dalam 6 bulan Berkurangnya ligkar lengan atas (***): berkurang > 10% dari persentil 50% referensi populasi Kreatinin (****) Asupan harian Asupan rendah protein <0,8 g/kg BB/hari selama minimal 2 bulan pada pasien dialisis atau <0,6 g/kg Bb/hari pada pasien PGK derajat 2-5 Asupan energi rendah <25 kkal/kg BB/hari selama minimal 2 bulan * Tidak valid jika kadar berhubungan dengan kehilangan protein urin atau dar gastrointestinal sangat besar, penyakit hati, penggunaan obat-obat kolesterol. ** IMT dapat lebih rendah untuk populasi Asia, BB harus bebas edema *** Pengukuran harus dilakukan oleh ahli. ****Kreatinin dipengaruhi oleh massa otot dan asupan daging. Sumber: daftar referensi no.11. Alat potensial yang dapat digunakan untuk assessment PEW pada pasien PGK derajat 3-5 atau AKI dapat dilihat pada Tabel 2.12 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 25 Tabel 2.12 Alat potensial untuk assessment PEW pada pasien PGK atau AKI Nafsu makan, asupan makanan, energy expenditure Kuesioner assessment nafsu makan Food frequency questionnaires Pengukuran energy expenditure menggunakan kalorimetrik indirek dan direk Massa dan komposisi tubuh BB, TB Nitrogen total tubuh Kalium total tubuh Energy –beam-based methods: DEXA, NIR, BIA Bioimpedance Analysis Underwater weighing dan air displacement weighing 14 kDa fragment actomyosin Microarrays Ukuran serat otot Pemeriksaan massa otot menggunakan CT atau MRI Marker laboratorium Biokimia serum : transferin, urea, trigliserida, bikarbonat Hormon: leptin, ghrelin, growth hormone Marker inflamatori: CRP, IL-6, TNF-, IL-1, SAA Hitung sel darah perifer: hitung leukosit atau persentase leukosit Sistem skoring nutrisi SGA dan modifikasinya, termasuk DMS dan CANUSA, MIS BIA, bioelectrical impedance analysis; CANUSA, Canada–USA study-based modification of the SGA; CRP, C-reactive protein; CT, computed tomography; DEXA, dualenergy X-ray absorptiometry; DMS, dialysis malnutrition score; HD-PNI, hemodialysis prognostic nutritional index; IGF-1, insulin-like growth factor-1; IL, interleukin (e.g., IL-1 and IL-6); MIS, malnutrition–inflammation score; MRI, magnetic resonance imaging; NIR, near infrared interactance; SAA, serum amyloid A; SGA, subjective global assessment of nutritional status; SUN, serum urea nitrogen; TNF-α, tumor necrosis factor-α Sumber: daftar referensi no.11. 2.4.2 Anemia Anemia adalah manisfestasi klinis dari penurunan massa sel darah merah sirkulasi yang dideteksi dengan kadar hemoglobin (Hb) rendah. Etiologi, terapi dan prognosis anemia sangat bervariasi. Etiologi dapat dibedakan secara klinis dengan menilai respon sumsum tulang terhadap anemia. Respon kompensatori terhadap kondisi anemia adalah peningkatan laju eritropoesis. Pemahaman terhadap proses eritropoiesis berpengaruh terhadap tata laksana dan evaluasi anemia pada pasien PGK.12 Massa sel darah merah sirkulasi dikontrol secara efektif oleh sel intersisial khusus pada korteks ginjal yang sangat sensitif terhadap perubahan oksigenasi Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 26 jaringan. Apabila terjadi penurunan oksigenasi jaringan, sel ini akan memproduksi eritropoetin. Pada erithroid islands, reseptor permukaan progenitor sel darah merah dan erythroid colony-forming units (CFU-Es), berikatan dengan erythropoietin. Ikatan eritropoietin dengan erythropoietin receptors salvages CFU-Es dan produksi eritroblas dari preprogrammed cell death (apoptosis) kemudian akan menyebabkan sel dapat bertahan dan mengalami ekspansi eritropoiesis. Jika hal ini terjadi, maka produksi retikulosit meningkat sehingga memperbaiki massa sel darah merah dalam sirkulasi dan memperbaiki hipoksia jaringan.12 Penelitian saat ini menunjukkan bahwa kelebihan hepsidin merupakan kontributor utama gangguan hemostasis zat besi dan anemia pada PGK dengan cara mengganggu absorpsi zat besi dan mobilisasi zat besi dari cadangan tubuh (Gambar 2.14).13 Gambar 2.14 Skema mekanisme anemia pada PGK EPO: eritropoietin; ESA: erythropoesis stimulating agents;SDM: sel darah merah. Panah warna hitam dan abu-abu menunjukkan fisiologi normal; merah menunjukkan efek inhibisi, dan biru menunjukkan efek aktivasi. Sumber: daftar referensi no. 13. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 27 Availabilitas zat besi dikontrol oleh hepsidin yang diproduksi hepar. Hepsidin meregulasi absorpsi zat besi dari makanan dan daur ulang zat besi makrofag dari sel darah merah. Terdapat beberapa jalur umpan balik yang mengontrol kadar hepsidin antara lain kadar zat besi dan EPO. Pada pasien PGK, kadar hepsidin diketahui sangat tinggi yang diduga berhubungan dengan penurunan clearance ginjal dan induksi oleh inflamasi. Hal ini mengakibatkan iron-restricted erythropoiesis. Kondisi PGK juga menghambat produksi EPO, menyebabkan hambatan eritropoiesis akibat uremia sirkulasi, memperpendek waktu hidup SDM, dan meningkatkan hilangnya darah.13 2.4.3 Gangguan keseimbangan asam basa Asidosis metabolik kronik pada PGK menyebabkan perubahan metabolisme skeletal, resistensi insulin, PEW, dan percepatan progresi penyakit. Pada kondisi normal, kadar H+ ekstraseluler diregulasi secara ketat untuk menjaga kadar normal 40 nmol/L. Regulasi keseimbangan asam basa terdiri atas tiga proses dasar, yaitu buffer kimia oleh ekstraseluler dan buffer intraseluler, perubahan ventilasi alveolar, dan perubahan ekskresi H+ ginjal. Ginjal meregulasi ekskresi H+ dengan cara mereabsorpsi HCO3- dan membentuk HCO3- baru sebagai respon terhadap berbagai stimulus. Ion H+ yang disekresikan akan dikombinasikan bersama dengan buffer urin seperti HPO42- dan amonia. Pada PGK berkurangnya nefron yang berfungsi baik menyebabkan defek pada ekskresi asam (terutama amonia) oleh ginjal.13 Efek asidosis metabolik pada progresi PGK dapat melalui mekanisme aktivasi komplemen yang diinduksi amonia dan peningkatan produksi endotelin (ET) dan aldosteron (Gambar 2.15). Meskipun ekskresi total amonia menurun seiring dengan progresifitas PGK, produksi amonia per nefron sebenarnya meningkat. Respon adaptif ini dapat berefek negatif terhadap sisa nefron yang masih baik. Asidosis meningkatkan injuri tubulointersisial yang diperantarai ET. Senyawa ET adalah peptida yang berasal dari sel endotelial dengan 3 isoform (ET-1, ET-2, ET-3). Ginjal memproduksi ET-1 dalam jumlah yang cukup banyak dan mengandung reseptor ET di vaskular dan medula. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa ET-1 mempromosikan sintesis fibronektin dan kolagen. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 28 Sedangkan penelitian in vivo mendapatkan adanya hubungan antara ekspresi gen ET-1 dan ekskresi urin dengan derajat proteinuria, kerusakan tubulointersisial serta glomerulus. Senyawa ET-1 juga menjadi mediator peningkatan ekskresi asam ginjal sebagai respon terhadap asam sistemik. Penelitian pada hewan (tikus) menunjukkan bahwa pemberian diet tinggi (NH4)2SO4 meningkatkan ET-1. Diet tinggi protein menyebabkan injuri tubulointersisial dan penurunan GFR yang diperantarai ET-1. Aldosteron yang berlebihan juga memediasi penurunan GFR yang disebabkan oleh asidosis melalui efeknya pada hemodinamik dan kerja pro-fibriotik. Aldosteron memediasi peningkatan asidifikasi nefron distal yang mengakibatkan asidosis metabolik. Pemberian senyawa yang bersifat alkali berhubungan dengan berkurangnya produksi aldosteron di korteks ginjal sehingga diharapkan dapat mengurangi asidosis. Gambar 2.15 Patogenesis progresi PGK yang berhubungan dengan asidosis metabolik. Sumber: daftar referensi no.14. 2.4.4 Gangguan elektrolit 2.4.4.1 Hiperkalemia Hiperkalemia pada insufisiensi ginjal seringkali dianggap sebagai gangguan homeostasis kalium akibat efek toksik pada aktivitas pompa Na+ K+ ATP ase membran sel atau hiporeninnemik hipoaldosteronisme. Namun, terdapat hipotesis Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 29 yang mengajukan bahwa hiperkalemia merupakan proses adaptasi fisiologis karena terdapat bukti bahwa hiperkalemia berhubungan dengan peningkatan jumlah kalium bukan sebagai maldistribusi simpanan K+ tubuh.15 Peningkatan jumlah K+ tubuh ini akan menyebabkan ekskresi K+ dengan cara menstimulasi secara langsung sekresi K+ oleh sel prinsipal di duktus kolektikus ginjal. Peningkatan jumlah K+ ekstraseluler dibutuhkan untuk menstimulasi sekresi K+ pada duktus kolektikus sehingga ekskresi K+ ginjal akan sesuai dengan asupan K+. Pada saat kondisi seimbang terpenuhi, K+ ekstraseluler akan stabil kecuali jika asupan K+ meningkat atau GFR menurun. Manajemen hiperkalemia harus ditujukan untuk mencegah adanya gangguan pada stabilitas kalium dengan memberikan terapi obat yang sesuai dan konseling diet.15 2.4.4.2 Hiponatremia dan hipernatremia Pasien PGK mengalami gangguan dalam meregulasi homeostasis cairan sehingga risiko hiponatremia ataupun hipernatremia meningkat seiring dengan progresifitas penyakit. Kemampuan ginjal untuk beradaptasi terhadap perubahan asupan cairan menurun, yang ditandai dengan berkurangnya secara bertahap kemampuan pengenceran (dilusi) dan pemekatan maksimal urin selama proses PGK. Kemampuan ginjal untuk mengencerkan urin (kemampuan dilusi) biasanya dipertahankan lebih lama dibandingkan kemampuan pemekatan urin sehingga pada kondisi gagal ginjal (end stage), osmolalitas urin dapat dipertahankan tetap 300 mOsm/L (isothenuria) meskipun tidak sesuai dengan asupan cairan aktual. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang menentukan jumlah ekskresi cairan dan berkontribusi terhadap terjadinya hiponatremia atau hipernatremia. Faktor tersebut antara lain jumlah cairan yang dialirkan dari tubulus proksimal dan jumlah solute yang diekskresikan.16 2.4.5 Gangguan mineral dan tulang Perubahan pada metabolisme mineral dan tulang merupakan konsekuensi yang terjadi pada PGK. Perubahan ini dimulai sejak awal PGK meskipun gejala fraktur belum tentu terjadi. Kadar hormon paratiroid adalah indikator penyakit tulang pada PGK yang mulai meningkat saat GFR turun < 70 mL/menit/1,73 m2. Pada Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 30 kondisi ini, pasien sering belum merasakan adanya gejala sehingga belum datang untuk memeriksakan diri. Sebenarnya pada saat tersebut, proses gangguan mineral dan tulang sudah terjadi yang justru berakhir dengan terjadinya vaskular kalsifikasi. Berdasarkan hal tersebut, istilah osteodistrofi ginjal tidak digunakan lagi untuk menunjukkan gangguan mineral dan tulang pada PGK. Istilah yang diajukan oleh NKF tahun 2006 untuk menunjukkan sindrom gangguan mineral dan tulang pada PGK adalah CKD-mineral and bone disorder (CKD-MD). Istilah ini mencakup gangguan mineral, tulang, dan abnormalitas kalsifikasi vaskular pada PGK.17 Pada saat fungsi ginjal menurun, terjadi perubahan pada homeostasis mineral dan tulang, perubahan kadar PTH, 25-hidroksivitamin D, 1,25dihidroksivitamin D, dan fibroblast growth factor-23 (FGF-23). Patofisiologi penyakit mineral dan tulang pada PGK dapat dibagi menjadi dua jalur yaitu low turnover adynamic disease dan high-turnover osteitis fibrosa (Gambar 2.16). Pada jalur high-turnover osteitis fibrosa, massa ginjal dan GFR menurun yang menyebabkan retensi fosfat. Hal ini dapat terjadi mulai dari PGK derajat II yang menyebabkan peningkatan adaptif sekresi PTH sehingga meningkatkan ekskresi fosfat. Peningkatan ekskresi fosfat ini menyebabkan kadar fosfat dalam serum tidak meningkat sampai saat GFR menurun menjadi 20 mL/menit/1,73 m2. Retensi fosfat ini memicu hiperparatiroidisme sekunder dan peningkatan ikatan dengan kalsium bebas dalam serum sehingga kalsium bebas serum menurun. Hiperparatiroidisme sekunder pada kondisi retensi fosfat terjadi melalui mekanisme peningkatan ekspresi gen PTH. Selain retensi fosfat, peningkatan PTH juga berhubungan dengan perubahan metabolisme 1,25-dihidroksivitamin D yang menyebabkan peningkatan sekresi PTH yang berpengaruh terhadap absorpsi kalsium intestinal. Peningkatan PTH juga mengakibatkan downregulation pada reseptor PTH di tulang sehingga meningkatkan resistensi tulang terhadap PTH, meningkatkan resorpsi tulang dan turnover sehingga menyebabkan kalsifikasi ekstra tulang (arteri, sendi, dan viseral).17 Asidosis metabolik pada PGK juga memperberat penyakit tulang dengan cara meningkatkan aktivitas osteoklas dan disolusi tulang. Berkurangnya massa ginjal juga menyebabkan pembentukan 1,25-dihidroksivitamin D dan konversi 25Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 31 hidrokasivitamin D menjadi 1,25-dihidrokasivitamin D menurun. Penurunan sintesis 1,2-dihidroksivitamin D dan peningkatan fosfat menginduksi osteosit untuk memproduksi hormon fosfaturik (FGF-23).17 Hormon FGF-23 ini adalah regulator fosfat dan kalsitriol serum serta merupakan biomarker sensitif abnormal renal phosphate handling.18 Gambar 2.16 Patofisiologi penyakit mineral dan tulang pada PGK (telah diolah kembali) Sumber: daftar referensi no. 17. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 32 2.4.6 Dislipidemia Dislipidemia pada pasien PGK berbeda dengan dislipidemia yang terjadi pada populasi secara umum. Dislipidemia pada pasien PGK terjadi pada semua jenis lipoprotein (Tabel 2.13).19 Tabel 2.13 Perubahan lipid, lipoprotein, dan apo A-IV pada PGK Parameter Kolesterol total LDL HDL Non HDL TG Lp(a) Apo A-I Apo-A IV Apo B PGK derajat 1-5 Non HDL: LDL, VLDL, IDL, kilomikron. Penjelasan arti tanda panah: normal; tinggi; sangat tinggi; uremik; meningkat, Hemodialisis Peritoneal dialisis rendah jika dibandingkan dengan subyek non menurun sesuai dengan penurunan GFR Sumber: daftar referensi no. 19. 2.4.6.1 Hipertrigliseridemia Trigliserida (TG) plasma mulai meningkat pada PGK stadium awal. Akumulasi TG terjadi akibat laju produksi yang tinggi dan laju katabolisme rendah. Peningkatan produksi TG ini disebabkan karena toleransi karbohidrat terganggu, sedangkan laju katabolisme yang rendah terjadi akibat menurunnya aktivitas endothelium-associated lipase (lipoprotein lipase/LPL dan hepatic triglyceride lipase).19,20 Penurunan aktivitas lipase pada kondisi uremia diduga terjadi akibat menurunnya cadangan enzim yang diinduksi oleh heparinisasi pada hemodialisis, peningkatan rasio apo C III/apoC-II, dan adanya inhibitor lipase pada plasma. Apo C-II adalah aktivator LPL, sedangkan apoC-III adalah inhibitor LPL. Gangguan pada aktivitas LPL dapat terjadi akibat sintesis LPL yang menurun yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme sekunder atau kadar insulin yang rendah.19 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 33 Laju katabolisme yang rendah menyebabkan akumulasi partikel remnant (kilomikron remnant dan IDL) yang berkontribusi terhadap heterogenitas simpanan triglyceride-rich lipoprotein plasma, komposisi, dan tingkat aterogenisitas. Hal ini mengakibatkan dinding arteri terpajan oleh plasma yang mengandung lipoprotein remnant yang tinggi dalam durasi panjang sehingga meningkatkan risiko terjadinya aterogenesis.19, 20 2.4.6.2 High density lipoprotein Pasien PGK biasanya memiliki kadar HDL yang rendah. Pada kondisi uremia, kadar apo-AI yang rendah dan menurunnya aktivitas lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT) mengakibatkan esterifikasi kolesterol bebas dan konversi HDL3 menjadi HDL2 terganggu. Menurunnya kemampuan HDL untuk membawa partikel kolesterol menyebabkan gangguan transpor kolesterol dari sel perifer ke hepar, sehingga terjadi penumpukan pada kolesterol pada pembuluh darah sehingga meningkatkan risiko aterosklerosis.19 Kadar HDL yang rendah juga memberikan efek terhadap meningkatnya kerentanan LDL dan HDL terhadap oksidasi. Hal ini disebabkan karena HDL memiliki komponen yang penting untuk menghambat proses oksidasi yang disebut dengan paraoxonase. Adanya inflamasi akibat infeksi atau uremia juga dapat mengkonversi HDL dari yang dapat berfungsi sebagai partikel antioksidan menjadi prooksidan.19 2.4.6.3 Apolipoprotein A-IV Apo A-IV adalah glikoprotein 46-kDa yang terutama disintesis pada usus halus. Penelitian invitro menunjukkan bahwa apo A-IV dapat mencegah proses aterosklerosis dengan cara mempromosikan beberapa tahap dalam jalur transpor kolesterol reverse yang membawa kolesterol dari sel perifer ke hepar dan organ steroidogenik untuk metabolisme. Apo A-IV mengaktifkan LCAT dan memodulasi aktivasi LPL, dan memediasi transfer protein dari HDL ke LDL. Apo A-IV ini ditemukan terdapat pada sel tubulus ginjal, sehingga didapat kesimpulan bahwa ginjal juga berperan terhadap metabolisme Apo A-IV ini.19 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 34 2.4.6.4 Low density lipoprotein Pada PGK, proporsi LDL dan IDL meningkat. Kedua lipoprotein ini memiliki afinitas tinggi pada makrofag sehingga memudahkan penetrasi ke dalam dinding vaskular dan berperan pada proses pembentukan sel busa (foam cell) dan plak aterosklerosis.19 Pada kondisi uremia, katabolisme IDL dan LDL menurun sehingga meningkatkan lama waktu edar dalam plasma. Hal ini menyebabkan apoB yang terdapat dalam kedua lipoprotein tersebut rentan mengalami modifikasi oleh oksidasi, karbamilasi, dan glikasi. Modifikasi ini selanjutnya akan menyebabkan partikel LDL dan IDL tidak dapat dikenali oleh reseptor LDL di hepar, sehingga clearance lipoprotein dari plasma menurun.19, 20 2.4.6.5 Lipoprotein (a) Lipoprotein (a) adalah lipoprotein menyerupai LDL yang mengandung apo(a). Apo(a) ini menunjukkan sifat homolog dengan plasminogen dan berkompetisi dengan protein tersebut untuk berikatan pada reseptor plasminogen, fibrinogen, dan fibrin.19 Hal ini menyebabkan adanya hipotesis bahwa Lp(a) berperan terhadap proses trombogenesis dengan cara menghambat fibrinolisis.20 Pada penyakit ginjal, kadar Lp(a) plasma dipengaruhi oleh GFR, sehingga kadarnya mulai meningkat sesuai dengan penurunan laju GFR.19 2.5 TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK Diagnosis dini dan intervensi pada PGK bertujuan untuk memperlambat progresi penyakit, mempertahankan kualitas hidup, dan memperbaiki outcome. Tata laksana nutrisi yang tepat adalah salah satu intervensi yang dapat diberikan pada pasien PGK untuk mencapai tujuan tersebut. Terdapat beberapa guideline, textbook, dan penelitian yang dapat dijadikan rujukan mengenai pemberian nutrisi pada pasien PGK. Pada tinjauan pustaka ini hanya ditampilkan beberapa zat nutrisi yang telah direkomendasikan oleh beberapa guideline. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 35 2.5.1 Menentukan kebutuhan makronutrien 2.5.1.1 Kebutuhan energi Perhitungan kebutuhan energi dan protein harus menggunakan adjusted edema-free body weight (aBWef). Pada pasien hemodialisis, BB ini harus didapat pasca dialisis dan pada pasien peritoneal dialisis, BB harus diperiksa pasca drainase dialisat. Penggunaan aBWef harus diterapkan pada assessement pasien dialisis dengan BB bebas edema <95% atau >115% dari median standar BB sesuai dengan data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) II. Pada pasien dengan BB bebas edema antara 95115% dari median standar BB, dapat menggunakan BB bebas edema aktual.21 Rekomendasi asupan energi adalah 35 kkal/kg BB untuk pasien usia <60 tahun dan 30-35 kkal/kg BB untuk pasien ≥60 tahun.21, 22, 23, 24 Rekomendasi kalori ini digunakan pada pasien PGK stabil yang memiliki BB dalam rentang ± 10% dari BB ideal. Pasien dengan status nutrisi overweight atau undernutrisi membutuhkan penyesuaian kebutuhan energi.22,24 2.5.1.2 Kebutuhan protein Restriksi protein dilakukan dengan tujuan memperlambat progresifitas PGK dengan cara memberikan diet protein rendah (low protein diet/LPD) atau protein sangat rendah (very low protein diet/VLPD). Diet rendah protein menyebabkan asupan sulfat, fosfat, kalium, natrium menjadi terbatas, hal ini mengakibatkan pasien PGK memiliki profil metabolik yang lebih mendekati harapan. Efek positif restriksi protein yang telah terbukti antara lain menurunnya toxin load, progresi PGK lebih lambat, kontrol TD, fosfor, H+ yang lebih baik, perbaikan sensitivitas insulin, dan perbaikan proteinuria pada pasien sindrom nefritik. Namun, restriksi protein terutama VLPD dapat menyebabkan pasien menjadi rentan terhadap penurunan status nutrisi yang dapat mengakibatkan outcome klinis buruk terutama pada pasien dialisis. Hal ini menjadi perhatian para ahli sehingga sampai saat ini telah banyak penelitian dilakukan untuk menunjukkan bahwa diet yang diatur dengan baik dapat mencegah efek negatif terhadap status nutrisi.25 Pada tahun 1989, National Authorities of USA bersama dengan para ahli nefrologi membuat studi prospektif multisenter yang dikenal dengan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) study untuk menguji hipotesis bahwa restriksi Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 36 asupan protein dan penurunan tekanan darah (TD) dapat memperlambat progresi penyakit ginjal. Penelitian ini terdiri atas dua randomized clinical trial (RCT) yang melibatkan 840 pasien non diabetik dengan berbagai derajat PGK selama 18-45 bulan (rerata 2,2 tahun) pada periode 1989-1993. Subyek pada penelitian pertama adalah 585 pasien dengan GFR 22-55 mL/menit/1,73 m2 yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama diberikan asupan protein 1,3 g/kg BB dan kelompok kedua 0,58 g/kg BB. Penelitian pertama ini mendapatkan bahwa pada empat bulan pertama, penurunan GFR kelompok kedua lebih cepat daripada kelompok pertama, namun selanjutnya penurunan GFR terjadi lebih lambat. Pada tahun ketiga pemantauan, rerata penurunan nilai GFR antara kedua kelompok tidak berbeda signifikan. 26 Pemantauan jangka panjang dilakukan selama periode 1993-2000. Hasil pemantauan menemukan bahwa tidak ada efek menguntungkan yang signifikan dari LPD selama 2-4 tahun dalam memperlambat gagal ginjal atau kematian. Terdapat efek menguntungkan yang lebih besar pada 6 tahun pertama pemantauan dan pada laki-laki dibandingkan perempuan.27 Penelitian kedua dilakukan pada 255 pasien dengan GFR 13-24 mL/ menit/1,73 yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan protein sebesar 0,58 g/kg BB/hari sedangkan kelompok kedua diberikan 0,28 g/kg BB/hari ditambah suplementasi asam keto. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pada kelompok kedua terjadi penurunan GFR lebih lambat dibanding kelompok pertama, namun tidak ada perbedaan dalam saat terjadinya ESRD dan kematian. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pada pasien dengan insufisiensi PGK sedang, restriksi protein memberikan sedikit efek positif yang terjadi setelah bulan keempat pemberian restriksi protein. Sedangkan pada pasien dengan insufisiensi ginjal berat, pemberian VLPD dan LPD tidak mempunyai efek yang berbeda terhadap perlambatan progresi PGK.26 Pemantauan jangka panjang (1993-2000) dari penelitian ini dilakukan dengan menilai outcome berupa gagal ginjal (inisiasi terapi dialisis atau transplantasi), mortalitas, dan kombinasi gagal ginjal dengan kematian. Penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2009 ini mendapatkan bahwa VLDP (0,28 g/kg BB) dengan atau tanpa penambahan asam keto, tidak menunjukkan adanya efek menguntungkan dibandingkan dengan LPD (0,6 g/kg Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 37 BB).28 Compliance asupan protein subyek dalam studi MDRD ini adalah 0,730,77 g/kg BB/hari pada LPD dan 0,48 g/kg BB/hari pada VLPD.29 Fouque dkk.30 melakukan review terhadap lebih dari 40 penelitian untuk mengetahui efikasi LPD dalam memperlambat kebutuhan untuk dialisis pada pasien PGK non diabetik. Kriteria penelitian yang dipilih dalam review ini adalah penelitian yang melakukan intervensi LPD atau VLPD selama ± 12 bulan. Review ini mendapatkan bahwa restriksi protein baik dengan LPD maupun VLPD memiliki efek yang lebih sedikit terhadap terjadinya kematian dibandingkan asupan protein tinggi. Pan dkk.31 melakukan meta analisis terhadap delapan penelitian yang memberikan preskripsi LPD sebesar 0,6-0,8 g/kg BB/hari pada pasien DM dengan GFR baseline 43,9 131 mL/menit/1,73 m2. Asupan protein aktual subyek adalah 0,71 1,1 g/kg BB/hari. Hasil analisis mendapatkan bahwa LPD berhubungan signifikan dengan penurunan weighted mean differences (WMD) HbA1C, namun tidak berhubungan dengan penurunan WMD GFR. Didapatkan pula efek menguntungkan LPD terhadap proteinuria yang signifikan, namun terdapat heterogenisitas yang besar. Pada analisis subgroup didapatkan pula bahwa LPD menyebabkan kadar albumin serum lebih rendah. Nezu dkk.32 tahun 2013 mempublikasikan meta analisis terhadap 13 penelitian yang melakukan intervensi berupa preskripsi LPD sebesar 0,6-0,8 g/kg BB/hari pada pasien DM dengan GFR 38 126 mL/menit/1,73 m2. Penelitian ini mendapatkan bahwa LPD dapat memperbaiki GFR hanya jika compliance asupan cukup. Compliance asupan protein ditentukan dengan menghitung actual protein intake ratio (APIR) antara kelompok LPD dengan kontrol. Nilai cut off APIR adalah 0,9. Compliance asupan protein cukup jika APIR <0,9. Berdasarkan penelitian-penelitian yang ada tersebut, maka besarnya restriksi protein yang harus diberikan pada pasien PGK masih kontroversial sehingga para ahli menyusun guideline untuk membantu klinisi dalam melakukan manajemen nutrisi pada pasien PGK. Terdapat beberapa guideline yang dapat dijadikan rujukan pemberian protein pada pasien PGK. Pasien PGK stadium awal dianjurkan untuk tetap mengkonsumsi protein 0,75-1 g/kg BB/hari dengan asupan energi adekuat.23, 33 Berdasarkan rekomendasi ESPEN 2006, pasien dengan GFR Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 38 2570 mL/menit dianjurkan untuk mengkonsumsi protein 0,550,60 g/kg BB/hari.22 Namun, rekomendasi terbaru dari CARI 2013 tidak menganjurkan pemberian diet 0,6 g/kg BB/hari untuk memperlambat progresifitas PGK karena dianggap akan meningkatkan risiko malnutrisi.23 Pasien dengan GFR 5 mL/menit dapat diberikan protein 0,550,60 g/kg BB/ hari atau 0,28 g/kg BB/hari ditambah dengan asam amino esensial atau asam amino esensial dan ketoanalog.22 Diet protein sangat rendah 0,30,5 g/kg BB/hari harus ditambah dengan analog asam keto, mineral, dan vitamin.23 Pada pasien dengan insufisiensi ginjal ringan yang mengkonsumsi diet tinggi protein, harus diminta untuk mengurangi asupan protein sampai ke angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan karena asupan protein tinggi dapat mempercepat progresifitas penyakit.23 Asupan protein untuk pasien yang menjalani hemodialisis rutin 1,21,4 g/kg BB/hari dengan >50% jenis high biological value (HBV). Pasien yang menjalani peritoneal dialisis dianjurkan untuk mengkonsumsi protein lebih tinggi sampai 1,5 g/ kg BB/hari.22 2.5.1.3 Kebutuhan lemak Tidak terdapat rekomendasi mengenai jumlah lemak yang dianjurkan, namun karena terdapat restriksi asupan protein, jumlah kalori harus dipenuhi dari KH dan lemak. Menurut the National Academy of Sciences, Institute of Medicine, kalori non protein (90%) harus terbagi menjadi lemak sebanyak 30% dan KH 60%.34 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 39 Tabel 2.14 Rekomendasi asupan makronutrien berdasarkan beberapa guideline Nutrisi Energi Protein Predialisis Dialisis Rekomendasi Referensi Untuk pasien HD rutin dan PD: 35 kkal/kg BB/ hari (<60 tahun) 3035 kkal/kg BB/hari (≥ 60 tahun) 35 kkal/kg BB KDOQI 200021 GFR < 30 mL/menit dianjurkan: 0,8 g/kg BB/hari dengan edukasi adekuat Tidak menganjurkan asupan >1,3 g/kgBB/hari pada PGK dengan progresi PGK stadium awal: 0,75 1 g/kg BBI/hari Tidak merekomendasikan asupan protein < 0,6 g/ kgBBI/hari GFR 2570 mL/menit: 0,55-0,60 g/kg BB/hari GFR <25 mL/menit: 0,550,60 g/kg BB/hari atau 0,28 + asam amino esensial atau asam amino esensial + asam keto HD: 1,1 g/kg BB/hari PD: 11,2 g/kg BB/hari HD rutin: 1,21,4 g/kg BB /hari CAPD: 1,2-1,5 g/kg BB/hari Dengan >50% HBV HD rutin: 1,2 g/kg BB/hari PD: 1,21,3 g/kg BB/hari KDIGO 20126 Lemak Non protein 30% dari non protein kalori kalori 90% ESPEN 200622 CARI 201333 ESPEN 200622 ESPEN 200622 BDA 201323 ESPEN 200622 KDOQI 200021 KDOQI 200734 Sumber: daftar referensni no.6, 21, 22, 23, 33, 34 2.5.2 Kebutuhan vitamin, mineral, cairan, dan serat Rekomendasi asupan vitamin yang terdapat dalam guideline adalah mengenai pemberian vitamin D. Vitamin D aktif (kalsitriol, alfakalsidiol, doxerkalsiferol) diberikan jika kadar 25-hidroksi vitamin D >30 ng/mL (75 nmoL/L) dengan dosis yang disesuaikan dengan derajat PGK dan kadar PTH (Tabel 2.11).35 Pemberian vitamin D mengikuti pendekatan tata laksana berjenjang seperti skema pada Gambar 2.17.36 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 40 Gambar 2.17 Skema pemberian suplementasi vitamin D pada PGK (telah diolah kembali). Sumber: daftar referensi no.36. Pada PGK derajat 2 dan 3, jika didapatkan peningkatan PTH maka status vitamin D perlu dievaluasi dengan melakukan pengukuran 25-hidroksivitamin D. Jika kadar <30 ng/mL maka perlu diberikan ergokalsiferol untuk meningkatkan kadar 25 hidroksi vitamin D menjadi >30 ng/mL.36 Asupan natrium yang direkomendasikan adalah <90 mmol (<2 g) per hari atau setara dengan 5 g NaCl.6 Mengatur asupan natrium ini terutama ditujukan untuk tata laksana pasien PGK dengan hipertensi tanpa tergantung pada derajat PGK. 23 Asupan kalium yang direkomendasikan untuk pasien PGK stabil adalah 1500-2000 mg/hari, sedangkan pada pasien hemodialisis (HD) atau peritoneal dialisis (PD) adalah 2000-2500 mg/hari.21 Pasien dengan PGK derajat awal dianjurkan untuk mengkonsumsi cairan sebanyak 2-2,5 L/hari baik dari minuman maupun makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan harian pasien.23 Asupan cairan pada pasien HD atau PD yang dianjurkan mengikuti besarnya volume urin/hari ditambah dengan 1000 mL.22 Pemberian suplemen serat dan diet tinggi serat pada pasien yang menjalani PD dengan konstipasi sebanyak 6-12 g/hari dalam bentuk guar gum terhidrolisa, terbukti efektif sebagai laksatif. 23 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 41 Tabel 2.15 Rekomendasi vitamin D, mineral, dan cairan pada PGK Nutrisi Vitamin D Rekomendasi Referensi PGK derajat 5 dan hiperparatiroidisme: KDOQI 2009 Kalsitriol atau vitamin D analog, atau Kalsimimetik, atau kombinasi kalsimimetik dan kalsitriol atau vitamin D PGK derajat 3 dan 4: KDOQI 2002 Kalsitriol 0,25 µg/hari Alfakalsidiol 0,25 µg/hari Doxerkalsiferol 2,5 µg 3x/minggu Pasien PD: KDOQI 2002 Kalsitriol 0,5-1 µg atau doxerkalsiferol 2,5-5 µg, 2-3 kali per minggu Atau kalsitriol 0,25 µg/hari Natrium Predialisis Dialisis Fosfat Kalium Cairan Asupan <90 mmol/hari (<2 g/hari) 5 g NaCl Asupan 1,8-2,5 g/hari Asupan <100 mmol/hari Asupan <2,4 g/hari KDOQI 2012 PGK derajat 13: tidak perlu membatasi asupan fosfat PGK derajat 35: harus menjaga kadar fosfat dalam batas normal, direkomendasikan penggunaan phosphat binder pada kondisi hiperfosfatemia 6001000 mg/hari Restriksi asupan kalium pada pasien dengan hiperkalemia 1500-2000 mg/hari CARI 2013 2-2,5 mL termasuk cairan dari makanan (disesuaikan dengan kebutuhan pasien) Pasien HD dan PD: 1000 + volume urin CARI 2013 ESPEN 2006 CARI 2013 KDOQI 2000 KDIGO 2009 ESPEN 2006 CARI 2013 ESPEN 2006 ESPEN 2006 Sumber: daftar referensi no.21, 22, 23, 24, 33, 34, 35. 2.5.3 Indikasi nutritional support Nutritional support diberikan pada pasien HD rutin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein melalui asupan makanan harian untuk periode tertentu (beberapa hari sampai dua minggu) tergantung pada derajat beratnya kondisi klinis pasien dan derajat malnutrisi. Nutritional support dapat diberikan dalam bentuk suplemen nutrisi oral (oral nutrition support) atau melalui tube feeding, nutrisi parenteral intradialitik, dan asam amino intraperitoneal. Pemberian nutritional support ini harus diikuti dengan pemantauan kondisi uremia pasien.2 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 42 BAB 3 KASUS 3.1 KASUS 1 Pasien pertama adalah Ny D, usia 51 tahun datang ke RSUT tanggal 21 Agustus 2014 (jam 18:58) dengan keluhan sesak nafas. Sesak mulai dirasakan hilang timbul sejak dua bulan SMRS dan sering diawali dengan batuk. Sejak satu minggu SMRS sesak bertambah berat terutama jika pasien berjalan. Selama sesak, pasien tidak dapat tidur dengan posisi mendatar. Pasien juga merasakan mual namun tidak muntah, dan bengkak pada kedua tungkai yang semakin membesar. Bengkak pada tungkai dimulai sejak satu tahun terakhir yang masih dapat kembali normal jika pasien berjalan atau mengubah posisi duduk. Dua bulan SMRS, bengkak pada tungkai semakin memberat dan tidak dapat hilang meskipun sudah mengubah posisi duduk, selain itu pasien masih dapat buang air kecil (BAK) dua sampai tiga kali per hari sebanyak ± ½ gelas air mineral setiap kali BAK. Satu minggu terakhir, BAK semakin kurang. Pasien memiliki riwayat DM sejak 15 tahun yang lalu dan rutin minum glibenklamid 5 mg dan pada satu tahun terakhir obat ditambah dengan glurenom 30 mg 1x per hari. Pasien juga menderita tekanan darah tinggi sejak 4 tahun SMRS dan minum amlodipin 1 x 5 mg. Sejak 6 bulan terakhir, pasien hanya BAB 1 kali per minggu. Satu tahun terakhir pasien mulai merasakan sesak, asupan makanan hanya 12 kali per hari. Sejak dua bulan terakhir, asupan makanan pasien berkurang menjadi satu kali per hari (1 x 1 porsi), lauk 1 potong kadang ayam atau tahu dan tempe, sayuran 3-4 porsi per hari, dan tidak mengkonsumsi makanan ringan. Lauk kadang digoreng kadang dimasak bersama sayuran. Satu minggu terakhir porsi makan berkurang menjadi setengah porsi dan 24 jam terakhir mengkonsumsi bubur sumsum satu kali setengah porsi dan minum air putih sebanyak dua gelas (Gambar 3.1 dan Lampiran 5). 42 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 43 Gambar 3.1 Analisis asupan pasien kasus 1 sebelum assessment gizi. Saat pemeriksaan awal (22/8/14) didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, dengan kesadaran kompos mentis. Tanda vital TD 180/90 mmHg, nadi 100x/menit, laju pernafasan 36x/menit dengan suhu afebris. Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa konjungtiva anemis, hidung terpasang kanul O2 2 liter /menit, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher. Pada pemeriksaan toraks didapatkan iga gambang, dengan suara jantung I dan II normal, tanpa adanya murmur dan gallop. Pada pemeriksaan paru didapatkan suara nafas vesikuler tanpa adanya ronki dan wheezing. Pemeriksaan abdomen dalam batas normal dan didapatkan edema pada kedua tungkai. Hasil pemeriksaan antropometri panjang badan (PB) 156 cm, dengan lingkar lengan atas (LLA) 20 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 44 cm sehingga didapatkan BB estimasi 43,5 kg dan indeks massa tubuh (IMT) 17,8 kg/m2. Hasil pemeriksaan laboratorium adalah Hb 8,4 (12-16) g/dL, leukosit 10,2 (5-10) ribu/µL, Ht 26 (3747) %, trombosit 338000 ribu/µL, CKMB 18 (<25) U/L, GDS 173 (<180) mg/dL, ureum 123 (10-50) mg/dL, kreatinin 6,4 (<1,4) mg/dL, Na 146 (137150) mmol/L, 5,32 (3,55,5) mmo/L, Cl 110 (99111) mmol/L. Estimasi GFR (eGFR) menggunakan rumus Cockcroft-Gault didapatkan 7,5 ml/menit/1,73 m2. Analisis asupan 24 jam terakhir 104,7 kkal, protein 0,9 g, lemak 2,7 g, KH 20 g. Analisis cairan input oral 500 mL, output urin 900 mL, balans negatif 1050 mL. Pasien didiagnosis oleh DPJP dengan cardiorenal anemia syndrome, hipertensi heart disease (HHD) dengan HT derajat II, PGK G5, dan DM tipe 2. Pasien diberikan terapi furosemid drip 5 mg/jam (dosis titrasi sampai dengan 10 mg/jam), isosorbid dinitrat (ISDN) 3 x 10 mg, valsatran 2 x 40 mg, amlodipin 1 x 5 mg, serta dikonsultasikan ke teman sejawat penyakit dalam. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka assessement gizi adalah malnutrisi, hipermetabolisme sedang pada pasien cardiorenal anemia syndrome, HHD dengan HT stage II, PGK G5, dan DM tipe 2. Menggunakan rumus Harris Benedict didapatkan kebutuhan energi basal (KEB) pasien 1098,1 dengan faktor stres 1,4 maka kebutuhan energi total (KET) menjadi 1500 kkal. Target pemberian protein adalah 0,8 g/kg BB/hari (35 g; 9,5 %), lemak 25% (42 g), KH 245,5 g (65,5%). Nutrisi diberikan secara bertahap dan dimulai dari 80% KEB yaitu 800 kkal, protein 35 g (0,8 g/kgBB, 17,5%, N:NPC= 1:117), lemak 25% (22 g), KH 115 g (57,5 %). Dalam bentuk kombinasi makanan cair melalui jalur per oral. Preskripsi nutrisi berupa bubur sumsum 300 kkal (1 kali) dan MCRS 4 x 125 kkal, dan satu buah putih telur. Pasien diberikan mikronutrien berupa multivitamin sirup 1 x 10 mL, kalsium laktat 1 x 500 mg, asam folat 1 x 1 mg, serta minyak ikan 2 x 1 g. Pemantauan dilakukan selama delapan hari. Pasien mengalami perbaikan kondisi klinis berupa berkurangnya keluhan sesak nafas, penurunan tekanan darah, dapat tidur dengan posisi tubuh mendatar, namun didapatkan ureum dan kreatinin darah yang meningkat (Gambar 3.2 dan Lampiran 1). Pada hari pemantauan ke-5 didapatkan hasil pemeriksaan ultrasonography (USG) abdomen berupa gambaran penyakit ginjal kronik bilateral (echo korteks meninggi). Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 45 Asupan makan pasien meningkat dari 538 kkal (49% KEB) pada hari pemantauan pertama menjadi 1368 kkal (90% KET) disertai dengan perubahan bentuk makanan dari dominan makanan cair menjadi dominan makanan lunak. Pasien disarankan untuk hemodialisis, namun menolak dan meminta untuk rawat jalan. Hasil analisis asupan selama pemantauan dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar 3.2 Kondisi klinis pasien kasus 1 selama perawatan. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 46 Gambar 3.3 Hasil analisis asupan pasien kasus 1 selama pemantauan 3.2 KASUS 2 Pasien Ny S, usia 49 tahun datang ke RSUT tanggal 21 Agustus 2014 karena dirujuk dari RS SA dengan penurunan kesadaran. Satu bulan SMRS SA, pasien mengeluh bengkak pada kedua kaki, disertai dengan sesak nafas saat beraktivitas. Kaki yang bengkak kemudian melepuh dan keluar cairan 3 hari sebelum MRS. Selama sakit di rumah, pasien tidak mengeluh demam, mual, muntah, ataupun sakit kepala. Pasien kemudian dirawat di RS SA untuk perawatan luka dan pemeriksaan lebih lanjut untuk keluhan sesak nafas. Pada hari perawatan ke-7 pasien mengalami penurunan kesadaran. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di RS SA berupa rongent toraks dan CT scan non kontras menunjukkan kardiomegali (left ventrikel hipertrofi/LVH) dan infark serebri sinistra. Pasien pernah mengalami stroke tiga tahun SMRS dengan kondisi kelemahan pada sisi kanan. Bersamaan dengan kejadian stroke, pasien dikatakan Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 47 menderita DM, hipertensi, dan kadar kolesterol yang tinggi. Sejak saat itu pasien berobat dan minum obat teratur. Sebelum sakit sampai saat sakit tiga hari sebelum masuk RS SA, pasien makan nasi 7 porsi per hari, ayam 4 porsi/hari, tahu/tempe 3 porsi/hari, sayur 3 porsi/hari, buah 2 porsi/hari, dan sering mengkonsumsi makanan selingan berupa goreng-gorengan 3 potong per hari. Selama sakit di rumah 3 hari SMRS RS SA pasien mengkonsumsi havermouth 5 sendok makan, tiga kali per hari. Saat perawatan di RS SA, pasien diberikan nutrisi melalui selang NGT sebanyak 6 kali. Dalam 24 jam terakhir pasien masih dipuasakan (Gambar 3.4). 3.4 Gambar analisis asupan pasien kasus 2 sebelum assessment Saat pemeriksaan didapatkan kesadaran menurun (somnolen) dengan GCS 10 (E4M4V2), TD 210/120 mmHg, nadi 100x/menit, laju pernafasan 29x/menit, suhu afebris. Konjungtiva palpebra pucat, terpasang NGT tanpa gastric residual volume (GRV), dan kanul O2 2 L/menit. Pemeriksaan toraks dan abdomen dalam Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 48 batas normal, sedangkan pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema kedua tungkai disertai luka pada daerah medial cruris distal dekstra dan sinistra. Hasil pemeriksaan sampel darah didapatkan Hb 9,1 (1216) g/dL, leukosit 14,8 (510) ribu/µL. Ht 27 (3747)%, trombosit 338000 (150450) ribu/µL, ureum 111 (1050) mg/dL, kreatinin 3,5 (<1,4) mg/dL, eGFR 29 mL/menit/1,73 m2. Na 145 (137150) mmol/L, K 4,3 (3,55,5) mmol/L, Cl 104 (99111) mmol/L. Pemeriksaan antropometri didapatkan PB 155 cm, LLA 42 cm, BBI 55 kg, BB estimasi 90 kg, IMT 37,5 kg/m 2, BB adjusted 63,75 kg. Diagnosis klinis DPJP adalah stroke non hemoragik (SNH), DM, dan anemia. Pasien mendapatkan terapi cairan intravena ringer laktat 20 tetes/menit, sitikolin 3 x 500 mg iv, piracetam 3 x 3 g iv, asetil salisilat 2 x 1 tablet, omeprazole 2 x 1 ampul, dan plasmin 1 x 1 tab. Assesment gizi adalah obes 2, hipermetabolisme sedang, anemia, leukositosis, PGK G4 pada pasien SNH dan DM. Perhitungan KEB dengan menggunakan BB adjusted didapatkan 1316 kkal, dengan FS 1,4 didapatkan KET 1842 kkal. Target protein 0,8 g/kg BBI/hari (44 g, 9,3%), lemak 25% (52 g) dan KH 65,7% (302 g). Nutrisi diberikan sebesar 1800 kkal, protein 44 g (10%), lemak 25% (50 g), KH 65% (293 g), dalam bentuk makanan cair melalui NGT. Nutrisi yang diberikan adalah Nefrisol 5 x 300 mL dan Peptisol 1 x 300 mL, asam folat 1 x 1 mg, multivitamin sirup 1 x 10 mL, kalsium laktat 1 x 500 mg. Pasien dirawat selama 32 hari. Selama perawatan pasien mengalami perbaikan berupa adanya respon gerakan mata terhadap stimulus suara pada H4, menggenggam bola karet pada H8, kontak gerakan terhadap rangsang taktil, adanya gerakan pada tangan kanan pada H25. Secara laboratoris, didapatkan hasil proteinuri positif (H6), penurunan ureum sebanyak 52 point (46 % dari baseline) dan peningkatan kreatinin (0,2 point dari baseline) dalam waktu 14 hari. Didapatkan kurva gula darah harian (KGDH) yang fluktuatif dari H4-H6, sehingga dosis insulin (Novorapid) ditingkatkan dan jenis nutrisi diubah dari Nefrisol (6 x 300 kkal) menjadi kombinasi Nutren Diabetik dan Nefrisol. Namun setelah pemberian Nutren Diabetik, pasien mengalami diare selama ± 3 hari sehingga jenis makanan diubah menjadi kombinasi Nefrisol dan TPS. Pasien mendapatkan suplementasi minyak ikan sebanyak 2 x 1 gram selama 20 hari. Asupan makan pasien selama perawatan dapat dilihat pada Gambar 3.7. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 49 Gambar 3.5 Kurva gula darah harian pasien kasus 2 Gambar 3.6 Kondisi klinis pasien kasus 2 selama perawatan Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 50 Gambar 3.7 Analisis asupan pasien kasus 2 selama perawatan 3.3 KASUS 3 Pasien Ny R, usia 67 tahun datang ke RS tanggal 1 Sept 2014 dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengalami bengkak pada tungkai sejak satu bulan SMRS yang makin memberat menjadi bengkak seluruh tubuh pada tiga hari SMRS. Pasien sudah pernah dirawat di RSUT kurang lebih 9 kali dengan keluhan yang sama selama periode Januari-Agustus 2014 dan telah dianjurkan untuk hemodialisis saat 5 bulan SMRS, namun pasien menolak. Selama periode 8 bulan tersebut, pasien hanya minum obat-obatan untuk mengurangi bengkak, namun bengkak selalu muncul kembali. Terdapat keluhan batuk berdahak sejak dua hari SMRS tanpa disertai darah. Pasien memiliki riwayat DM dan HT sejak tahun 2013 dan tidak minum obat secara teratur. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 51 Riwayat penyakit keluarga berupa DM, HT, bengkak seluruh tubuh, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal. Riwayat asupan makan sebelum sakit (sebelum Oktober 2013) adalah makan tiga kali sehari berupa nasi 2 porsi dengan lauk ikan atau ayam di goreng 2 porsi, sayur 1 porsi, gorengan 2 potong, singkong rebus 0,5 kg/.hari (malam hari), minum teh manis satu kali per hari dengan gula pasir 2 sendok makan. Setelah mengetahui menderita penyakit DM dan HT, pasien mengurangi porsi nasi menjadi 1 porsi setiap kali makan, sedangkan kebiasaan lainnya tetap. Selama sakit dalam periode Januari-September 2014 pasien makan bubur atau nasi 3 x 1/2 porsi biasa, dengan ikan 1/2 potong, sayur 1 mangkuk, ditambah dengan biskuit ½ bungkus dan minum air mineral 2 gelas/hari. Asupan 24 jam terakhir sebelum assessment gizi dilakukan adalah nasi ¾ porsi makanan RS dengan lauk, sayuran, makanan selingan dan buah dapat dihabiskan (Gambar 3.8). Gambar 3.8 Analisis asupan pasien kasus 3 sebelum assessment gizi. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 52 Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, TD 150/90 mmHg, nadi 88x/mnt, laju pernafasan 20x/mnt, suhu 36,5 C, konjungtiva tidak anemis, terpasang kanul O2 3 L/menit. Pemeriksaan toraks didapatkan adanya ronki basah di basal paru, bunyi jantung I dan II normal, tanpa murmur, gallop S3. Pada abdomen nampak buncit tegang, dengan bising usus normal. Ekstremitas superior dan inferior didapatkan edema dengan terdapat luka kecil di beberapa lokasi pada ekstremitas inferior yang mengeluarkan cairan (Gambar 3.10). Pemeriksaan antropometri mendapatkan PB 147 cm, BBI 47 kg, LLA dengan edema 30,5 cm, BB estimasi 55,7, IMT estimasi 5,7 kg/m2. Kapasitas fungsional bedridden dan fungsi saluran cerna baik. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 13,6 (1216) g/dL, leukosit 8,6 (510) ribu/µL. Ht 39 (3747)%, trombosit 164.000 (150450) ribu/µL, ureum 129 (1050) mg/dL, kreatinin 2,9 (<1,4) mg/dL, eGFR 23,7 mL/menit/1,73 m2. Analisis asupan 24 jam terakhir adalah 1100 kkal, protein 35 g, lemak 12 g, KH 213 g. Analisis cairan asupan per oral 500 mL, output urin 850 /14 jam (dalam terapi furosemid drip 6 ampul/24 jam). Diagnosis DPJP adalah edema anasarka, CHF FC III, PGK G4, HT, DM tipe 2. Pasien mendapatkan terapi berupa O2 3 L/menit, furosemid 5 mg/jam, kaptopril 3 x 25 mg, adalat oros 1 x 30 mg, simvastatin 1x10 mg, dan balans cairan negatif 6002000 mL/hari. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, assessment gizi adalah gizi baik berdasarkan subjective global assessement (SGA), hipermetabolisme sedang, edema anasarka, CHF NYHA III, PGK G4, HT, DM tipe 2. Perhitungan KEB pasien adalah 1041 kkal, dengan FS 1,4 didapatkan KET 1500 kkal. Target pemberian protein adalah 0,8 g/kg BBI (38 g, 10%), lemak 25% (42 g), KH 65 % (244 g). Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal, protein 38 g, lemak 42g , KH 244 g, dalam bentuk makanan per oral. Makanan yang diberikan adalah nasi tim DM (NTDM) 1500 kkal rendah protein 30 g, putih telur 1 butir, dan ekstra serat. Pasien juga diberikan nutrien spesifik berupa minyak ikan 2 x 1 g, multivitamin sirup 1 x 10 mL, asam folat 1 x 1 mg, dan kalsium laktat 1 x 500 mg. Pasien dirawat selama 22 hari. Pada hari perawatan ke-4, dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan didapatkan hasil adanya penyakit ginjal kronis bilateral dengan asites dan efusi pleura bilateral. Selama perawatan terjadi Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 53 perubahan klinis berupa berkurangnya sesak nafas dan edema. Ukuran LP berkurang menjadi 97 cm (berkurang 16 cm), LLA menjadi 22 cm (berkurang 8,5 cm). Pemeriksaan hematologi pada pasien dilakukan beberapa kali dengan hasil berupa penurunan Hb sebanyak 3,7 point (dari 13,6 menjadi 9,9 g/dL) dalam 20 hari, peningkatan ureum 73 point (dari 129 menjadi 202 mg/dL) dan kreatinin 2,3 point (2,9 menjadi 5,2 mg/dL) dalam 19 hari, terjadi peningkatan kalium meskipun masih dalam batas nilai normal, penurunan kadar natrium darah (142 menjadi 134 mmol/L) sedangkan elektrolit lain masih dalam rentang nilai normal. Selama perawatan, pasien dapat menghabiskan makanan RS yang diberikan ditambah dengan makanan yang dibawa keluarga berupa buah apel dua kali per hari, biskuit tiga keping. Suplemen minyak ikan diberikan selama 11 hari. Analisis asupan selama perawatan 15381838 kkal, protein 3540 g (0,7400,85 g/kgBB, 9%), lemak 37 g (18%), KH 69-73%. Selama perawatan pasien merasakan lapar meskipun setelah menghabiskan 1 porsi makanan RS. Gambar 3.9 Kurva gula darah harian pasien kasus 3 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 54 Gambar 3.10 Kondisi kinis pasien kasus 3 selama perawatan. 3.4 KASUS 4 Pasien Ny E, usia 59 tahun, masuk RSUT tanggal 2 September 2014 dengan keluhan kaki bengkak sejak 3 bulan SMRS. Bengkak pada kaki mulai dirasa sejak satu tahun SMRS, namun masih dapat pulih kembali. Bengkak terjadi beberapa kali dalam 1 tahun terakhir ini. Pada tiga bulan SMRS bengkak dirasa semakin memberat sehingga pasien dirawat di RS SA selama 5 hari. Karena bengkak berkurang, maka pasien diijinkan pulang dan berobat jalan. Dua bulan SMRS bengkak timbul kembali dan makin memberat pada satu minggu terakhir yaitu disertai dengan perut yang semakin membengkak. Selama terjadi bengkak, BAK pasien sedikit hanya 1-2 kali per hari. Setiap kali BAK kira-kira setengah gelas aqua. Tidak terdapat keluhan lain seperti sesak nafas yang pernah dialami pasien. Pasien kontrol teratur ke klinik jantung di RS SA. Tanggal 2 September 2014, pasien kemudian datang ke klinik jantung RSUT, dan disarankan untuk rawat inap. Pasien memiliki riwayat DM dan HT sejak tujuh tahun yang lalu. Sebelum diketahui menderita DM dan HT, pasien mengkonsumsi makanan 3 kali per hari dengan menu berupa nasi 1 porsi dengan lauk Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 55 daging/ayam berganti-ganti 2 potong, tahu atau tempe 1 potong, sayur 1 porsi per hari, buah pepaya ¼ buah. Minum teh manis (2 sendok makan gula pasir) satu kali per hari, kopi sachet satu kali per hari, minuman kemasan lain 2 kali per hari. Pasien juga mengkonsumsi krupuk 1 kaleng ukuran 1 liter/hari. Setelah mengetahui menderita DM dan HT, pasien mengurangi jumlah nasi menjadi ½ porsi biasa, namun makanan lainnya tetap sama. Selama dua bulan terakhir SMRS, nafsu makan pasien berkurang sehingga pasien hanya mengkonsumsi nasi 2-3 sendok makan, lauk ikan 1 potong ditambah tahu atau tempe, sayur dan buah 3 porsi per hari, serta mengurangi makanan kecil yang asin. Asupan makanan 24 jam terakhir, pasien makan makanan RS berupa nasi tiga sendok makan (tiga kali makan) dengan lauk, sayur, dan makanan selingan dapat dihabiskan (Gambar 3.11). Pasien memiliki riwayat keluarga paman menderita DM dan ayah HT. Gambar 3.11 Analisis asupan pasien kasus 4 sebelum assessment gizi Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 4 September 2014. Dari pemeriksaan didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, TD 110/70, nadi 95x/menit, suhu Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 56 36,7, laju pernafasan 22x/menit. Terdapat konjungtiva palpebra pucat, terpasang kanul O2 2 L/menit, dengan pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pada abdomen didapatkan kondisi buncit, asites, bising usus positif. Pada pemeriksaan ekstremitas inferior didapatkan edema bilateral. Antropometri pasien adalah PB 146 m, BB saat di rumah 68 kg sebelum edema (anamnesis), LP 115,5 cm, BB aktual 77 kg, BB adjusted 51,5 kg, BBI 46 kg, LLA 28 cm, IMT dengan BB saat di rumah 31,9 kg/m2. Kapasitas fungsional non ambulatory. Analisis asupan 24 jam terakhir adalah energi 1237,5 kkal, protein 55 g, lemak 35 g, dan karbohidrat 175 g. Analisis cairan 24 jam terakhir didapatkan balans negatif 2630 mL, dengan diuresis 1,5 ml/kg/jam. Hasil laboratoris didapatkan Hb 8,5 (1216) g/dL, leukosit 8,5 (510) ribu/µL. Ht 27 (3747)%, trombosit 385.000 (150450) ribu/µL, ureum 66 (1050) mg/dL, kreatinin 2,5 (<1,4) mg/dL, eGFR 32,5 mL/menit/1,73 m2. Pasien mendapatkan terapi dari DPJP utama berupa furosemid 5 mg/jam, amlodipin 1 x 10 mg, valsatran 1 x 80 mg, ascardia 1 x 80 mg, omz 1 x 20 mg, insulin sliding scale kelipatan 3 U. Assessment gizi adalah gizi baik (berdasarkan SGA) hipermetabolisme sedang, anemia, pada CHF III, PGK G3, DM tipe 2, HT. Perhitungan KEB pasien adalah 1114,3 kkal dengan FS 1,3 didapatkan KET 1487,5 kkal. Target protein 0,8 g/kg BBI/hari (37 g, 10 %), lemak 25 % (42 g), KH 244 g ( 65 %). Pasien diberikan nutrisi sebesar 1500 kkal, protein 35 g dalam bentuk nasi tim DM 1500 kkal rendah protein 30 g, satu butir putih telur, ekstra serat, minyak ikan 2 x 1 g, asam folat 1 x 1 mg, multivitamin sirup 1 x 10 mL, kalsium laktat 1 x 500 mg Pasien dirawat selama 12 hari dan didapatkan perbaikan klinis berupa berkurangnya edema tungkai dan abdomen yang ditandai dengan berkurangnya ukuran LP sebanyak 9 cm (dari 115,5 cm menjadi 106 cm) dan perbaikan kadar gula darah. Penimbangan BB dilakukan pada saat pasien akan pulang dan didapatkan BB 60 kg. Hasil laboratoris didapatkan penurunan nilai ureum, peningkatan kreatinin, penurunan natrium dan klorida, serta peningkatan kalium. Selama perawatan, tidak didapatkan adanya keluhan yang berhubungan dengan asupan makanan. Pasien dapat menghabiskan makanan yang diberikan dari RS dengan adanya tambahan buah yang dikonsumsi malam hari sebanyak ½-1 buah apel ukuran sedang. Suplementasi omega 3 dapat diberikan selama 7 hari. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 57 Analisis asupan selama dirawat adalah 1618 kkal, protein 35 g (9%), lemak 39 g (22%), karbohidrat 69%. Selama perawatan, pasien tidak mengeluh adanya rasa lapar, mual, ataupun muntah. Pasien dipulangkan pada H 12 dengan diberikan edukasi nutrisi. Gambar 3.12 Kurva gula darah harian pasien kasus 4 1 11 1 11 Gambar 3.13 Kondisi klinis pasien kasus 4 selama perawatan Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 58 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KLINIS KASUS Keempat kasus memiliki persamaan dan perbedaan secara klinis yang dapat mempengaruhi tata laksana nutrisi pada setiap pasien. Keempat pasien adalah perempuan, memiliki diagnosis PGK dengan gangguan kardiovaskular, anemia, riwayat DM dan hipertensi. Sedangkan perbedaan klinis adalah usia, derajat PGK, riwayat lama menderita DM dan HT, dan status nutrisi (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Perbedaan klinis keempat kasus Usia Derajat PGK Penyakit kardiovaskular Status nutrisi berdasarkan IMT estimasi Dislipidemia Hiperuricemia Kasus 1 51 tahun G5 CHF Kasus 2 49 tahun G4 Stroke, LVH Kasus 3 66 tahun G4 CHF Kasus 4 57 tahun G3 CHF Malnutrisi (17,8 kg/m2) Tidak diperiksa Obes 2 (37,5 kg/m2) Gizi baik (SGA) Gizi baik (SGA) KGDH Tidak diperiksa <200 HbA1c 6,9 Penunjang USG: gambaran penyakit ginjal kronik Hipertrigliseridemia Hiperkolesterolemia Tidak (Kolesterol total diperiksa dan LDL ) Hiperuricemia Hiperuricemia Tidak diperiksa Hiperglikemia saat <200 <200 perawatan, menggunakan insulin Tidak diperiksa 6,4 Tidak diperiksa Urinalisis: Tidak dilakukan Tidak Proteinuria, kristal gambaran penyakit dilakukan asam urat (+). ginjal kronik Rongent torak: Kardiomegali (LVH) 4.1.1 Usia Pasien serial kasus ini dipilih pasien dengan jenis kelamin perempuan dan rentang usia dewasa. Usia mempengaruhi nilai GFR. GFR meningkat selama periode infan dan menurun pada proses penuaan. Oleh karena itu penurunan ringan dari nilai GFR pada usia ekstrim dan tanpa adanya kerusakan ginjal dapat berarti fungsi ginjal masih “normal” sehingga tidak dapat dianggap sebagai penyakit 58 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 59 ginjal kronik. Rencana terapi klinis berdasarkan nilai GFR harus memiliki pengetahuan mengenai nilai normal GFR sesuai usia. Nilai normal GFR pada perempuan 8% lebih rendah dibandingkan laki-laki. Rerata nilai GFR pada dewasa muda usia 20-30 tahun adalah 120-130 mL/menit/1,73 m2. Nilai rerata GFR menurun sesuai pertambahan usia, dengan rerata penurunan 1 mL/menit/1,73 m2 per tahun. 37 Pasien serial kasus ini dipilih pasien dengan jenis kelamin perempuan dan rentang usia dewasa sehingga dapat dianggap bahwa perbedaan penurunan nilai GFR yang terjadi pada pasien serial kasus tidak dipengarui oleh perbedaan usia dan jenis kelamin. 4.1.2 Diagnosis PGK dan penyakit kardiovaskular dengan riwayat DM dan HT Ginjal berperan dalam berbagai fungsi fisiologis tubuh yaitu memelihara keseimbangan H2O dalam tubuh dan osmolaritas cairan tubuh yang optimal, meregulasi kuantitas dan kadar ion cairan ekstraselular, memelihara volume plasma yang optimal, membantu memelihara keseimbangan asam basa, ekskresi hasil akhir metabolisme dan senyawa lain, memproduksi eritropoetin dan renin, serta mengkonversi vitamin D menjadi bentuk aktif.38 Pasien PGK dapat mengalami gangguan fungsi tersebut sesuai dengan derajat kerusakan struktur dan gangguan fungsi yang terjadi. Keempat kasus yang telah disampaikan sebelumnya, memiliki diagnosis PGK dengan derajat berbeda yang ditegakkan berdasarkan kategori GFR untuk menunjukkan derajat gangguan fungsi ginjal.6, 37 Kategori GFR keempat pasien dihitung berdasarkan formula Cockcroft-Gault karena paling mudah digunakan untuk perhitungan secara manual dan cepat meskipun formula yang saat ini direkomendasikan adalah formula CKD-EPI.6 Jika dibandingkan dengan cara penegakkan diagnosis menurut KDOQI 2012, maka keempat pasien ini memerlukan pemantauan berkala untuk mengetahui dengan pasti besarnya kerusakan struktur ginjal yang terjadi dan etiologi sebagai dasar tata laksana medikal dan nutrisi pada pasien.6 Pemantauan nilai GFR perlu dilakukan karena terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai GFR, antara lain asupan Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 60 tinggi atau rendah protein dan obat anti hipertensi (efek terhadap nilai GFR bervariasi tergantung jenis obat antihipertensi).37 Asupan daging yang dimasak memiliki efek signifikan terhadap kadar kreatinin serum dan GFR. Kapasitas ginjal untuk meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR setelah mengkonsumsi protein disebut dengan renal functional reserve. Peningkatan GFR setelah diet tinggi protein berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan peningkatan GFR postprandial. Protein hewani memiliki efek terhadap GFR yang berbeda dibandingkan protein nabati. Konsumsi protein hewani lebih menyebabkan peningkatan GFR dibandingkan dengan protein nabati. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa pasca diet tinggi protein hewani, kadar valin, lisin, dan IGF-1 dalam plasma lebih tinggi daripada setelah diet tinggi protein nabati, sedangkan hormon pertumbuhan dan glukagon tidak berbeda signifikan. Vegetarian sehat secara statistik memiliki GFR baseline lebih rendah, namun kemampuan meningkatkan GFR setelah diet tinggi protein tetap ada. Hal ini berbeda pada pasien dengan jumlah nefron fungsional menurun yang tidak memiliki renal functional reserve.39,40 Kerusakan struktur ginjal dapat diketahui dengan beberapa jenis pemeriksaan penunjang. Pasien kasus pertama telah menjalani pemeriksaan USG dengan hasil adanya peningkatan ekogenisitas kortek ginjal. Peningkatan ekogenisitas korteks ginjal dapat menunjukkan adanya penyakit kistik ginjal.37 Pasien kasus kedua dilakukan pemeriksaan urinalisis lengkap dan didapatkan adanya proteinuria. Pemeriksaan urinalisis lengkap telah disarankan untuk dilakukan kepada keempat pasien, namun ternyata tidak semua pasien dilakukan pemeriksaan tersebut. Proteinuria tidak hanya sebagai tanda kerusakan ginjal, namun juga berpartisipasi sebagai faktor independen terhadap progresifitas penyakit ginjal. Secara klinis, glomerular proteinuria adalah tanda yang paling sering diobservasi dan berhubungan dengan anomali struktur dan fungsi glomerular filtration barier (sel endotelial kapiler pada lapisan dalam, membran basal seluler, dan sel epitel viseral pada lapisan luar). Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa defek pada DNA mitokondria, beberapa faktor dalam sirkulasi seperti angiotensin II, vascular endothelial growth factor (VEGF), fibroblast growth factor 21 (FGF 21), jalur sinyal mammalian target of rapamycin Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 61 (mTOR), dan sinyal kalsium, juga berperan dalam patogenesis proteinuria.41 Keempat pasien dalam laporan kasus ini, memiliki riwayat DM. Perubahan histopatologi pada nefropati DM adalah penebalan membran basal glomerulus, ekspansi mesangial, podocyte foor processes effacement, serta hialinosis arteriolar aferen dan eferen. Perubahan histopatologi tersebut berpengaruh terhadap pola tradisional progresi penyakit ginjal pada pasien DM yang diawali dari hiperfiltrasi glomerular, mengakibatkan mikroalbuminuria proteinuria dan akhirnya terjadi penurunan GFR. selanjutnya diikuti dengan 42 Pasien pada kasus pertama memiliki riwayat hipertensi 11 tahun pasca diagnosis DM, sedangkan ketiga pasien lainnya terdiagnosis DM dan HT secara bersamaan pada saat keluhan kardiovaskular berupa stroke dan edema seluruh tubuh terjadi pertama kali. Mekanisme hipertensi pada diabetes sangat kompleks, melibatkan interaksi antara predisposisi genetik dengan faktor lingkungan dan biologi seperti diet tidak sehat, kebiasaan sedentari, retensi natrium, obesitas, penebalan arterial prematur, dan disfungsi endotel.43 Penebalan dan disfungsi endotel dapat disebabkan oleh AGEs yang merupakan modifikasi protein dan lipid mengalami glikasi dan oksidasi non enzimatik setelah terpajan gula aldose.44 Senyawa AGEs menyebabkan penebalan vaskular dengan membentuk cross-link melalui molekul kolagen atau interaksi dengan reseptor transduksional seluler (receptor AGE/RAGE). Reseptor ini juga berhubungan dengan komplikasi makrovaskular diabetes lainnya melalui regulasi aterogenesis, respon angiogenesis, injuri vaskular, dan respon inflamatori.45 Senyawa AGEs dapat berasal dari produksi endogen maupun eksogen.46 Produksi endogen AGEs dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain turnover protein untuk glikosidasi, derajat hiperglikemia, dan stres oksidatif.44 Sumber eksogen AGEs adalah asap rokok dan makanan. Pengolahan makanan terutama pemanasan lama meningkatkan pembentukan produk glikooksidasi dan lipooksidasi dalam makanan sehingga meningkatkan AGEs yang diabsorpsi tubuh.46 Makanan tinggi protein, lemak seperti daging, keju, kuning telur adalah sumber AGEs sedangkan makanan tinggi karbohidrat memiliki jumlah AGEs yang rendah. Diet tinggi AGEs akan menyebabkan peningkatan kadar AGEs serum dan AGEs crosslinking pada pasien diabetes.44 Diet restriksi AGEs akan menurunkan sebanyak Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 62 30-40% kadar AGEs serum. Pasien diabetes dan insufisiensi ginjal yang melakukan diet restriksi asupan AGEs mengalami penurunan injuri jaringan yang berhubungan dengan AGEs.44 Pasien kasus pertama dan ketiga didiagnosis sebagai cardiorenal anemia syndrome, sedangkan pasien kedua dan keempat tidak terdapat diagnosis sindrom kardiorenal oleh DPJP. Jika mengacu pada definisi mengenai sindrom kardiorenal, keempat pasien dapat dimasukkan ke dalam sindrom kardiorenal karena adanya gangguan kardiovaskular bersamaan dengan gangguan ginjal meskipun tipe sindrom belum dapat ditentukan.4,5 Secara garis besar hubungan antara gangguan jantung dan ginjal yang terjadi pada sindrom kardiorenal adalah melalui mekanisme renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS), keseimbangan antara nitric oxide (NO) dan reactive oxygen species (ROS), inflamasi, dan sistem saraf simpatis.47 Sehingga, nutrisi yang memiliki efek sebagai antioksidan, prekursor NO, dan antiinflamasi dapat berpengaruh terhadap gangguan jantung dan ginjal pada keempat pasien ini. 4.1.3 Antropometri dan status nutrisi Hasil estimasi BB menggunakan LLA pada pasien pertama dapat mendekati nilai aktual, sedangkan pasien ketiga dan keempat, perkiraan BB sebenarnya sulit dilakukan karena terdapat edema pada kedua lengan. Saat didapatkan kondisi sesak dan edema pada pasien, pengukuran antropometri sulit dilakukan. Pengukuran BB pada pasien bedridden atau non ambulatory dapat menggunakan bed scales atau movable wheelchair balance beam scale, namun alat ini tidak tersedia di RSUT.48 Estimasi BB juga dapat dilakukan menggunakan rumus perhitungan menggunakan nilai lingkar betis, knee height, LLA, dan subscapular skinfold sebagai berikut: Laki-laki: BB= (0,98 x lingkar betis) + (1,16 x knee height) + (1,73 x LLA) + (0,37 x subscapular) - 81,69 Perempuan: BB= (1,27 x lingkar betis) + (0,87 x knee height) + (0,98 x LLA) + (0,40 x subscapular) - 62,35 Rumus tersebut didapat dari hasil penelitian pada populasi usia lanjut di Amerika sehingga aplikasi penggunaannya pada populasi lain tidak dianjurkan.48 Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai ukuran Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 63 antropometri pada populasi perempuan usia lanjut di Indonesia, untuk mendapatkan nilai rujukan estimasi BB yang lebih sesuai. Penggunaan aBWef juga tidak dapat dilakukan karena pasien tidak mengetahui BB tanpa edema. Pasien keempat mengetahui BB sebelum edema yaitu 68 kg, namun sampai saat ini belum terdapat kesepakatan mengenai penggunaan standar NHANES II di Indonesia. Alternatif perhitungan estimasi BB pada pasien edema anasarka yang selama ini dilakukan adalah menggunakan rumus adjusted yang biasa digunakan pada pasien obes, yaitu mengganti BB tanpa edema pada rumus aBWef dengan BB ideal (BBI). Perhitungan BBI yang biasa digunakan adalah dengan rumus Brocca. aBWef = BWef + (SBW – BWef) x 0,25 BWef: free edema body weight SBW: standar body weight (NHANES) Rumus BB ajusted pada obes:49 BBa = BBI + (BBA-BBI) x 0,25 BBa: berat badan adjusted, BBA: berat badan aktual, BBI: berat badan ideal 4.1.4 Hiperuricemia Hiperuricemia ditemukan pada pasien kasus kedua dan ketiga. Hiperuricemia tidak hanya merupakan marker disfungsi ginjal, namun juga berperan dalam progresifitas penyakit ginjal.50,51 Hiperuricemia didefinisikan sebagai akumulasi asam urat serum melebihi batas kelarutan dalam air yang terjadi akibat produksi asam urat berlebihan, under secretion, atau keduanya. Pada kondisi normal, dua pertiga asam urat yang diproduksi dieliminasi melalui urin dan sepertiga sisanya melalui sistem bilier. Urat difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorpsi di sel tubulus proksimal ginjal.52 Peningkatan kadar asam urat pada pasien PGK tidak hanya disebabkan akibat insufisiensi fungsi ginjal namun juga disebabkan oleh faktor lain seperti obesitas, sindrom metabolik, dan hipertensi.53 Diet tinggi daging, gula (fruktosa), dan bir merupakan faktor risiko hiperuricemia. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 64 Hiperuricemia berkontribusi terhadap patogenesis dan progresi PGK melalui beberapa mekanisme antara lain disfungsi endotel, arteriolopati renal, fibrosis tubulointerstitial, menginduksi inflamasi melalui produksi sitokin.52 Brymora dkk.54 melakukan penelitian untuk mengetahui efek diet rendah fruktosa terhadap kadar asam urat serum, tekanan darah, fungsi ginjal, inflamasi, dan resistensi insulin pada pasien PGK non diabetik derajat 2 dan 3. Hasil menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar asam urat serum meskipun hasil tersebut tidak signifikan, dan penurunan kadar hsCRP. Meskipun keempat pasien dalam laporan kasus ini tidak sesuai dengan kriteria subyek penelitian, hasil penelitian dapat menjadi pertimbangan dalam pemberian edukasi mengenai konsumsi fruktosa pada pasien kasus kedua dan ketiga yang mengalami hiperuricemia. 4.1.5 Anemia Sirkulasi darah bertujuan untuk memberikan oksigen ke jaringan dan organ. Determinan suplai oksigen ke jaringan atau organ (arterial oxygen delivery/DO2) adalah cardiac output (CO) dan arterial content in oxygen (CaO2). Komponen CaO2 terdiri atas jumlah oksigen yang terikat pada hemoglobin (Hb) dan dissolved oksigen yang tergantung pada tekanan parsial oksigen arterial (PaO2). Jumlah oksigen yang terikat pada Hb tergantung pada konsentrasi Hb, afinitas Hb terhadap O2, dan saturasi O2 (SaO2). Berdasarkan hal tersebut, jumlah oksigen yang dibawa ke jaringan dapat dihitung menggunakan rumus:55 CaO2 = (Hb x 1,34 x SaO2) + (0,003 x PaO2) DO2 = CO x CaO2 Keempat pasien dalam laporan kasus ini mengalami anemia dengan disertai diagnosis gagal jantung (pada tiga pasien) dan pembesaran jantung pada satu pasien. Anemia berpengaruh terhadap jumlah oksigen yang terikat pada Hb, sedangkan gangguan jantung akan berpengaruh terhadap CO. Berdasarkan fisiologi sirkulasi tersebut, maka keempat pasien memiliki suplai oksigen ke jaringan dan organ yang tidak adekuat. Suplai oksigen ke jaringan berkurang akan berpengaruh terhadap metabolisme makronutrien dalam sel yang tergantung pada O2. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 65 Pasien PGK dengan anemia dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hitung retikulosit absolut, kadar feritin serum, saturasi transferin serum, dan kadar asam folat dan vitamin B12 serum. Anemia pada CKD adalah hipoproliferatif, normokromik, dan normositik yang berbeda dengan anemia penyakit kronis. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk membedakan anemia pada PGK dengan anemia akibat defisiensi zat besi, vitamin B 12, dan asam folat yang mudah untuk dikoreksi. Defisiensi vitamin B12 akan menyebabkan anemia makrositosis, sedangkan defisiensi zat besi akan menyebabkan anemia mikrositosis. Aktivitas eritropoietik yang rendah adalah karakteristik anemia pada PGK, namun pemeriksaan eritropoietin tidak rutin dilakukan. Aktivitas proliferatif eritropoietik dapat dinilai dengan pemeriksaan hitung retikulosit absolut. Feritin serum digunakan untuk menilai simpanan zat besi, sedangkan saturasi transferin (TSAT) digunakan untuk menilai availabilitas zat besi untuk eritropoiesis. Feritin serum dapat dipengaruhi oleh inflamasi dan acute phase reactant sehingga interpretasi pada pasien PGK harus lebih kritis.56 Suplementasi zat besi pada pasien anemia yang berhubungan dengan PGK, bertujuan untuk memastikan simpanan zat besi adekuat untuk eritropoiesis, mengkoreksi defisiensi zat besi, dan pada pasien yang menerima ESAs untuk mencegah terjadinya defisiensi zat besi. Suplementasi zat besi diberikan pada pasien tanpa terapi ESA jika tanpa atau dengan terapi ESA. Terapi ESA diberikan pada pasien dengan Hb antara 910 g/dL untuk mencegah penurunan Hb menjadi <9 g/dL. Suplementasi zat besi diberikan jika terdapat kemungkinan terjadi peningkatan Hb, perbaikan gejala klinis, tanpa kondisi infeksi aktif, serta TSAT 30% dan feritin serum 500 ng/mL. Zat besi oral yang diberikan adalah 200 mg / hari besi elemental (contoh ferrous sulfat 3 x 325 mg, setiap kapsul mengandung 65 mg besi elemental). Jika tujuan suplementasi tidak tercapai setelah pemberian zat besi oral selama 1-3 bulan, maka bentuk suplementasi dapat diganti menjadi bentuk intravena.56 Zat besi dapat diperoleh dari makanan. Asupan zat besi harian yang direkomendasikan berdasarkan AKG 2013 untuk perempuan usia >50 tahun adalah 12 mg. Zat besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk yaitu heme dan non heme. Bioavailabilitas heme lebih baik dibandingkan non heme. Sumber zat Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 66 besi heme terdapat pada produk hewani terutama daging sapi, ikan, unggas, organ dalam seperti hati, dan makanan yang telah difortifikasi.57 Pasien pada serial kasus ini, pembatasan asupan protein mengakibatkan bahan makanan sumber zat besi heme dari daging tidak dapat digunakan secara berlebihan. Hal ini mengakibatkan perlunya pemilihan bahan makanan sumber zat besi heme lain, seperti makanan yang telah difortifikasi (susu atau sereal). 4.1.6 Dislipidemia Gangguan profil lipid ditemukan pada pasien kasus kedua dan ketiga, dengan jenis yang berbeda. Pada kasus kedua, gangguan profil lipid yang didapat adalah hipertrigliseridemia. Hipertrigliseridemia terjadi akibat peningkatan produksi TG, berkurangnya katabolisme TG, atau keduanya. Bentuk TG yang paling sering adalah hipertrigliseridemia yang terjadi akibat penambahan usia dan BB, pola hidup sedentari, dan resistensi insulin. Hal ini menyebabkan hipertrigliseridemia paling sering ditemukan pada pasien dengan sindroma metabolik dan DM tipe 2.58 Peran hipertrigliseridemia sebagai faktor risiko independen stroke masih dipertanyakan, meskipun didapatkan hubungan antara peningkatan trigliseridemia dengan stroke iskemik berulang. Hipertrigliseridemia adalah salah satu gambaran sindroma metabolik yang merupakan faktor risiko aterosklerosis dan kondisi protrombotik yang berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.59 Hipertrigliseridemia yang terjadi pada pasien PGK dapat terjadi karena penurunan clearence lipoprotein rich tryglyiceride akibat dari berkurangnya aktivitas LPL dan lipase hepatik.58 Pasien ketiga mengalami hiperkolesterolemia. Telah diketahui bahwa kadar kolesterol total meningkat saat menopause dengan distribusi partikel LDL bergeser ke arah densitas partikel yang lebih rendah dan kolesterol LDL cenderung meningkat. Kolesterol non HDL merupakan parameter yang baik sebagai faktor risiko penyakit jantung kronik pada perempuan. Produksi TG dan VLDL berhubungan dengan asupan karbohidrat terutama glukosa, fuktosa, dan sukrosa. Glukosa makanan mengalami metabolisme menjadi glycerol-3-phosphate di dalam hati yang akan bereaksi dengan fatty acyl CoA di dalam jalur pembentukan TG. Ambilan fruktosa dari makanan terutama dilakukan Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 67 oleh hepar yang kemudian akan mengalami fosforilasi menjadi fructose-1phosphate oleh enzim fruktokinase selanjutnya dikonversi menjadi glycerol-3phosphate. Jalur pembentukan glycerol-3-phosphate dari fruktosa lebih pendek dibandingkan jalur glikolisis sehingga asupan tinggi fruktosa akan meningkatkan sintesis TG. Peningkatan kadar TG puasa yang berhubungan dengan asupan sukrosa diketahui terjadi melalui mekanisme akumulasi atherogenic triacylglycerol-rich remnant. Sukrosa meningkatkan produksi TG dan VLDL, serta penurunan katabolisme triacylglicerol-rich lipoprotein. Namun, laju sintesis TG dan VLDL tersebut meningkat jika juga disertai dengan peningkatan suplai asam lemak yang masuk ke hati.60,61 Adanya peranan gangguan metabolisme lemak pada PGK dan asupan nutrisi pada patofisiologi dislipidemia, maka perlu dilakukan pengaturan manajemen kondisi dislipidemia pada pasien PGK. Guideline KDOQI 2003 menyatakan bahwa rekomendasi National Cholesterol Education Program adult Treatment Panel (NCEP ATP) III dapat diaplikasikan pada pasien PGK dengan beberapa modifikasi berupa penggunaan obat anti dislipidemia pada pasien PGK derajat 5. Tata laksana nutrisi pada pasien PGK yang memberikan penekanan mengenai asupan protein yang rendah, diketahui memberikan efek terhadap penurunan kadar kolesterol LDL. Komposisi lemak yang dianjurkan berupa asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA) <7%, asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid/PUFA) sampai 10%, asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA) sampai 20%. Karbohidrat 5060% dari energi total, serat 20-30 g/hari, kolesterol <200 mg. Modifikasi diet sebaiknya dilakukan selama 2-3 bulan sebelum terapi obat diberikan.62 Pada pasien modifikasi diet dilakukan bersamaan dengan terapi obat. Pemberian terapi obat mungkin langsung diberikan karena kondisi dislipidemia pasien kedua dan ketiga diketahui pada saat rawat inap. 4.1.7 Hiperglikemia, stroke, dan PGK Hiperglikemia terjadi pada pasien kasus kedua. Pasien kasus kedua memiliki gangguan kardiovaskular berupa stroke, pembesaran jantung kanan, dan penurunan GFR (PGK G4). Pasien diabetes lebih sering mengalami stroke Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 68 iskemik dengan prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien non diabetik. Risko terjadi stroke lebih tinggi pada perempuan diabetes dibandingkan lakilaki.63 Mekanisme efek glukosa terhadap sistem kardiovaskular dapat secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, hiperglikemia memperburuk kondisi dislipidemia terutama yang bersifat aterogenik dan disfungsi sistem saraf simpatis. Secara langsung, hiperglikemia dapat menyebabkan disfungsi endotel yang selanjutnya mengakibatkan vasokonstriksi serta berperan sebagai proinflamatori dan protrombotik dalam proses pembentukan plak. Meskipun demikian, patofisiologi penyakit kardivaskular pada DM belum dapat disimpulkan dengan lebih jelas karena masih terdapat penelitian yang tidak menemukan adanya hubungan antara DM dengan stroke iskemik.64 Kondisi PGK juga diketahui berhubungan dengan kejadian stroke. Shimizu dkk.65 melakukan penelitian kohort prospektif untuk mengetahui hubungan antara PGK dengan risiko stroke pada subyek laki-laki dan perempuan usia 40-69 tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara PGK dengan peningkatan risiko stroke hemoragik pada laki-laki dan stroke iskemik pada perempuan. Jika berdasarkan referensi ini, maka hal ini sesuai dengan yang terjadi pada pasien kedua yang mengalami SNH. 4.2 KERANGKA TEORI PASIEN SERIAL KASUS PATOFISIOLOGI PENYAKIT PADA Berdasarkan tinjauan pustaka, hasil anamnesis, dan pemeriksaan fisik yang ditemukan pada keempat pasien, maka penulis mengajukan kerangka teori patofisiologi penyakit pasien (Gambar 4.1). Kerangka teori ini dibuat untuk membantu penulis dalam memahami patofisiologi penyakit pasien dalam serial kasus ini sehingga diharapkan dapat membantu dalam menyusun terapi nutrisi. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa semua pasien memiliki riwayat DM. Riwayat yang jelas didapatkan pada pasien pertama yaitu bahwa DM sudah diderita selama 15 tahun. Ketiga pasien lainnya penyakit DM dan HT diketahui secara bersamaan, namun untuk memudahkan pola berpikir penulis maka kerangka teori disusun dengan proses perjalanan penyakit yang didahului oleh DM (hiperglikemia). Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 69 Gambar 4.1 Kerangka teori patofisiologi penyakit pasien serial kasus Kerangka teori tersebut membantu penulis menentukan bahwa pada pasien kedua, ketiga, dan keempat (PGK G3 dan G4) sangat diperlukan upaya untuk mengontrol kadar glukosa darah untuk mencegah progresifitas PGK. Pada pasien pertama, kerangka teori membantu penulis untuk mengupayakan agar pemberian nutrisi dapat mencegah terjadinya komplikasi PGK berupa PEW, mencegah percepatan perburukan kondisi PGK (peningkatan ureum dan kretinin yang cepat) karena pasien menolak untuk menjalani HD. 4.3 TATA LAKSANA NUTRISI Keempat pasien dalam serial kasus ini memiliki gangguan dalam fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan nilai eGFR, namun dengan kondisi klinis, dan laboratorium yang berbeda. Tata laksana nutrisi pada pasien harus disesuaikan dengan kondisi klinis, hasil pemeriksaan fisik, dan laboratorium serta terapi yang diberikan DPJP. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 70 4.3.1 Tujuan tata laksana nutrisi Secara umum, tujuan tata laksana nutrisi adalah untuk pengendalian komorbiditas serta mencegah progresifitas dan komplikasi penyakit. Pasien pada serial kasus ini memiliki komobiditas berupa riwayat DM, hipertensi, dan obes. Stroke dan CHF dapat merupakan kormobiditas ataupun komplikasi dari PGK. Komplikasi lain adalah malnutrisi, dislipidemia, hiperuricemia, dan anemia. Selama dalam perawatan, pasien diberikan makanan RS sesuai dengan jenis paket makanan yang tersedia di RS. Terdapat keterbatasan RS dalam penyediaan makanan untuk pasien ini, sehingga keluarga pasien diberikan edukasi untuk menyediakan makanan tambahan berupa sayur atau buah-buahan Tabel 4.2 Tujuan dan tata laksana nutrisi pasien selama perawatan di RS Tujuan umum Mengendalikan komorbiditas Upaya selama perawatan di RS Membatasi asupan KH sederhana Membatasi asupan natrium Perhitungan kalori dengan BB adjusted untuk obes Mencegah progresivitas Asupan protein sebesar 0,8 g/kg BB Pemberian serat Membatasi asupan makanan tinggi AGEs Mencegah komplikasi Pemberian nutrisi sesuai KET dan AKG (pasien pertama secara bertahap) Mencegah asupan cairan berlebihan Suplementasi omega 3 Vitamin untuk penyembuhan luka dan neuroprotektif (pasien kedua) Membatasi asupan minuman kemasan mengandung fruktosa Tujuan edukasi saat pasien pulang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Pasien pertama, ketiga, dan keempat diberikan contoh menu dan cara pemilihan bahan makanan, sedangkan pasien kedua diberikan contoh formula makanan cair (Lampiran 9 dan 10). Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 71 Tabel 4.3 Tujuan dan edukasi untuk tata laksana nutrisi di rumah Tujuan umum Mengendalikan komorbiditas Edukasi Membatasi asupan KH sederhana Pemilihan bahan makanan sumber KH Membatasi asupan natrium Mencegah progresifitas Mencegah komplikasi Jumlah kebutuhan kalori Asupan cairan sesuai kebutuhan Suplementasi omega 3/bahan makanan sumber omega 3 Bahan makanan sumber vitamin Membatasi asupan minuman kemasan mengandung fruktosa Cara mengurangi asupan kalium Mengurangi makanan mengandung senyawa nefrotoksik 4.3.2 Asupan protein sebesar 0,8 g/kg BB Pemilihan bahan sumber protein Pemilihan sumber serat Pemilihan makanan rendah AGEs Pemberian nutrisi selama perawatan RS 4.3.2.1 Perhitungan kebutuhan energi Pemberian nutrisi diawali dengan perhitungan KEB dan KET. Perhitungan KEB pasien dilakukan dengan menggunakan jenis BB yang berbeda. Pasien pertama menggunakan BB estimasi yang didapat dari rumus perhitungan menggunakan LLA. Pasien kedua menggunakan BB adjusted karena didapatkan kondisi obes 2 (>125% dari BBI). Pasien ketiga menggunakan BBI karena didapatkan dari anamnesis bahwa kondisi pasien sebelum terjadi edema tidak obes. Pasien keempat menggunakan BB adjusted berdasarkan data dari anamnesis bahwa BB pasien sebelum terjadi edema adalah >125% dari BBI. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan BB yang akan digunakan membutuhkan penilaian klinis untuk membantu menetapkan jenis BB yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan. Penentuan kebutuhan energi pada pasien obes 2 dan edema dapat tidak tepat. Namun, hal ini dapat diatasi dengan melakukan pemantauan, evaluasi, serta melakukan perhitungan kembali saat pasien sudah dapat ditimbang. Perbandingan beberapa jenis perhitungan BB dengan BB aktual saat pasien pulang dapat dilihat pada Tabel 4.4. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 72 Tabel 4.4 Perbandingan beberapa jenis perhitungan BB dengan BB aktual saat pulang dari RS Kasus 1 PB (cm) LLA (cm) BB sebelum edema (kg) Bbe (kg): (LLA/25,7) x (TB-100) BBI (Brocca): TB-100 BBI (Perkeni) BB adjusted: Kasus 2 Kasus 3 MRS (edema) Pulang (tanpa edema) Kasus 4 MRS Pulang 156 20 155 42 147 30,5 (edema) 22 146 28 28 43,5 90 55,7 40 68 50 (160%BBI) (118% BBI) 50 56 55 47 46 50,4 49,5 47 46 1. BBI + [(Bbe BBI)x0,25] 63,75 45 (saat pulang) BB untuk perhitungan 43,5 63,75 KEB pasien 51,5 BB aktual 45 60 47 51,5 Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa keputusan penggunaan jenis BB yang dilakukan pada awal assessement tidak berbeda jauh dengan kondisi BB aktual saat pulang dari RS pada pasien pertama dan ketiga. Sedangkan pada pasien keempat didapatkan bahwa BBA saat pulang dari RS >125% BBI, sehingga keputusan menggunakan BB adjusted pada awal assessment sesuai dengan rekomendasi. BB adjusted pada pasien keempat ini tidak berbeda jauh dengan BBI pasien. 4.3.2.2 Komposisi nutrisi Komposisi nutrisi yang diberikan pada keempat pasien ini berpedoman pada beberapa rekomendasi yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pasien, sedangkan besarnya energi diberikan berdasarkan perhitungan KEB dan KET (Tabel 4.5). Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 73 Tabel 4.5 Rekomendasi komposisi nutrisi sebagai pertimbangan pemberian nutrisi Diet TLC66 AHA67 DASH68 Energi (kkal/kg BB 35 (<60 tahun) 30-35 (> 60 tahun) Karbohidrat (%)* Lemak (%)* 5060 5060 55% 2535 2535 27 Protein 15% 15% 18% SFA (%)* MUFA (%)* <7 Sampai 20 Sampai 10 <7 6% PUFA (%)* Lemak trans (%)* Kolesterol (mg) Serat (g) Plant Stanol/sterol Natrium (mg) Kalium Kalsium Magnesium Fosfor (g/hari) Vitamin D PGK6,21,22,33,36 30 (dari NPC) 0,8 g/kg BB Pasien PGK 62 + dislipidemia 35 (<60 tahun) 30-35 (> 60 tahun) Pasien serial kasus 5060 PGK dengan DM69,70 35 (<60 tahun) 30-35 (> 60 tahun) 50-60 2535 <30 25 Derajat 1-2: 1,4-1,8 g/kgBB Derajat 3-4: 0,6-1 g/kgBB Derajat 1-2: 0,81 g/kgBB Derajat 3-4: 0,6-1 g/kgBB <10 0,8 g/kgBB <7 Sampai 20 Sampai 10 7 10 <1 <200 <300 150 <200 2030 25 30 2030 (5-10 g serat larut) 2 g/hari <2400 50-60 8 <1 <2400 Berdasarkan perhitungan KEB/KET <2300 ** 4700 mg <200 150 20 g 2 <2 < 2,3 < 2,3 1500 1500-2000 Derajat 1-2: >4000 Derajat 3-4: 2400 Derajat 1-2: >4000 Derajat 3-4: 2400 2400 1250 mg 500 mg Derajat 1-2: 1,7 Derajat 3-4: 0,8-1 Derajat 1-2: 1,7 Derajat 3-4: 0,81 Kalsitriol 0,25 µg/hari Sumber: daftar referenssi no. 6, 21, 22, 33, 36, 62, 66, 67, 68, 69, 70 AKG (1000) AKG (320) AKG (0,7) Vit D 800 IU Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 74 Pasien mendapatkan jenis diet RS yang sama yaitu diet DM, jantung (DJ), rendah protein (RP), dan rendah garam (RG). Paket diet ini ditulis dalam preskripsi untuk memudahkan pengelola instalansi gizi dalam menyediakan makanan pasien. Pada diet DM, jumlah dan bentuk makanan sama dengan diet biasa, namun ditambah dengan 1 porsi serat (1 porsi sayur). Terdapat dua jenis diet RP yaitu protein 30 g dan 40 g. Apabila pasien memerlukan diet yang berbeda dengan dengan paket diet RP yang ada, maka kebutuhan tersebut dapat disampaikan pada ahli gizi yang mengatur menu. Pada diet RG, DJ, DH, DL, cara memasak lauk hewani dan nabati adalah dengan perebusan. Minyak hanya digunakan untuk menumis bumbu saja sekitar 3 sendok makan untuk masakan sebanyak ± 300 porsi. Pada diet RG, satu jenis sayuran tidak diberikan garam. Pasien pertama juga diberikan nutritional support dalam bentuk makanan cair (ONS), sedangkan pasien ketiga dan keempat tidak diberikan ONS. Pasien kedua karena mengalami masalah penurunan kesadaran, maka pemberian nutrisi diberikan secara enteral melalui nasogastric tube (NGT). Perbandingan komposisi nutrisi yang diberikan selama perawatan dengan rencana yang disusun berdasarkan guideline dapat dilihat pada Tabel 4.6. Hasil analisis asupan menunjukkan bahwa pasien kasus pertama dengan status nutrisi malnutrisi (berdasarkan IMT), KET yang dihitung dengan menggunakan rumus Harris-Benedict dan faktor stres sama dengan perhitungan sesuai guideline jika menggunakan BBe dibandingkan menggunakan BBI. Sedangkan pada ketiga pasien lainnya yang memiliki status nutrisi obes atau dalam kondisi edema, KET yang dihitung dengan menggunakan rumus Harris-Benedict dan faktor stres sesuai dengan rekomendasi jika menggunakan BBI. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka pada pasien serial kasus ini perhitungan cepat kebutuhan kalori pada pasien dengan tampilan klinis malnutrisi dapat menggunakan BBe, sedangkan pada pasien dengan klinis edema anasarka dapat menggunakan BBI. Komposisi makronutrien juga tidak sesuai dengan rencana. Jumlah lemak lebih rendah sedangkan KH lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tidak terdapat preparat MUFA yang dapat ditambahkan ke dalam diet pasien. Preparat yang tersedia adalah lemak jenis SAFA (minyak kelapa sawit dan lemak hewani). Terdapat sediaan PUFA dalam bentuk kapsul minyak ikan, namun adanya Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 75 keterbatasan dalam kuantitas sediaan menyebabkan pemberian maksimal yang dapat dilakukan adalah 2 g per hari selama beberapa hari perawatan. Tabel 4.6 Komposisi nutrisi selama perawatan Komposisi diet Rencana Rencana Energi (kkal/kg BB) Guideline:30-35 kkal/kgBB Energi selama pemantauan Karbohidrat (%)* Lemak (%)* Protein (g/kg BB) SFA (%)* MUFA (%)* PUFA (%)* Lemak trans (%)* Kolesterol (mg) Serat (g) Plant Stanol/sterol Natrium (mg) 50-60 25 0,8 g/kgBB 7 10 8 <1 150 20 g 2 Kalium (mg) Kalsium (mg) Magnesium (mg) Fosfor (g/hari) Minyak ikan (g) EPA (g) 2400 1000 320 1500 Pelaksanaan selama perawatan RS* Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 KET 1500 1842 33 1500 kkal kkal/kgBBI 32 34,5 kkal kkal/kgBBI Bbe atau atau 27 27 kkal/kgBB kkal/kgBBe I 11-31 6-22 33/kgBBe /kgBBadj atau 9-32 39/kgBBI /kgBBI 65-74,5 62-70 69 11-22,5 22-28 21 0,48-0,8 0,18-1 0,74-0,85 (10%) TIDAK DIKETAHUI 25 25 TIDAK DIBERIKAN Kasus 4 1500 33 kkal/kgBBI 25 /kgBBadj atau 34/kgBBI 69 21 0,76 (10%) 25 3000 tidak 3000 diketahui TIDAK DIKETAHUI 3000 2 (0,360) 2 (0,360) 2 (0,360) 0,7 2 2 (0,360) * Rerata persentase komposisi selama perawatan Pemberian protein pada pasien ini direncanakan sesuai rekomendasi sebesar 0,8 g/kg BB/ hari. Pada pelaksanaannya asupan protein aktual sangat bervariasi. Sebagian besar penelitian mengenai pemberian LPD pada pasien DM yang ada dilakukan pada pasien DM dengan GFR > 38 mL/menit/1,73 m 2 dengan waktu intervensi setidaknya 12 bulan.31,32 Pasien pada serial kasus ini memiliki Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 76 GFR 32,5 mL/menit/1,73 m2 dengan intervensi nutrisi selama 8 32 hari, sehingga efek tidak dapat dibandingkan dengan penelitian yang ada. Berbagai penelitian yang ada mengenai LPD dan VLPD pada pasien PGK masih memberikan hasil yang berbeda-beda. Terdapat beberapa alasan mengenai kesenjangan hasil penelitian ini yaitu jumlah protein yang diberikan sangat bervariasi, subyek penelitian diambil dari rentang usia yang sangat lebar dengan derajat PGK yang bervariasi, parameter penilaian outcome dan durasi pemantauan juga bervariasi, dan besarnya compliance asupan protein yang tidak optimal.71 Penelitian intervensi LPD pada pasien diabetes dengan PGK tidak menunjukkan efek memperlambat perburukan GFR, namun tidak menjawab pertanyaan mengenai efek terhadap toksisitas uremik yang dapat memperlambat kebutuhan akan renal replacement therapy. Berdasarkan hal ini, pasien diabetes dengan PGK dapat dianjurkan pemberian LPD sebesar 0,6 0,8 g/kg BB/hari yang disesuaikan dengan kondisi proteinuria serta harus dilakukan secara ketat pemantauan status nutrisi dan terjadinya komplikasi terkait nutrisi lain.72 Pemberian LPD pada pasien PGK dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain modifikasi diet “tradisional” yang mengkombinasikan protein hewani dan nabati, diet vegan dengan atau tanpa suplementasi asam keto, LPD dengan pemilihan bahan makan bebas protein (seperti pasta dan roti).73 Keempat pasien ini tidak ada yang mempunyai kebiasaan makan sebagai vegetarian, sehingga diet yang diberikan tetap merupakan diet modifikasi dari kebiasaan makanan seharihari (diet tradisional). Membatasi asupan KH sederhana Pada pasien kasus kedua, nutrisi enteral yang diberikan adalah formula komersial. Pada awal perawatan, pasien diberikan formula dengan komposisi rendah protein. Saat diketahui bahwa kadar glukosa darah kurang terkontrol, maka diberikan kombinasi dengan formula khusus untuk DM. Saat pemberian nutrisi dilakukan, sediaan yang terdapat di RSUT adalah Nutren Diabetes. Pada pemantauan didapatkan bahwa pasien mengalami diare setelah mengkonsumsi Nutren Diabetes. Didapatkan bahwa pada brosur produk Nutren Diabetes tercantum jenis KH bebas laktosa, namun informasi gizi pada kemasan kaleng Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 77 terdapat laktosa dengan jumlah kecil (90 mg/100 kkal). Meskipun jumlah laktosa yang terdapat dalam Nutren Diabetes sangat kecil, perbaikan diare terjadi setelah menggantinya dengan makanan cair RS tanpa susu. Makanan cair tanpa susu diberikan agar dapat mengurangi diare, mempertahankan asupan protein rendah, dan memberikan asupan serat pada pasien. Pada ketiga pasien lainnya, nutrisi diberikan dalam bentuk makanan biasa untuk pasien DM (nasi biasa DM/NBDM). Meskipun sudah diberikan tambahan 1 porsi sayuran, pasien ketiga dan keempat masih merasakan rasa lapar. Rasa lapar pasien keempat dapat diatasi dengan penambahan 1 porsi buah pada malam hari yang disediakan oleh keluarga. Pasien ketiga, rasa lapar dirasakan setiap saat bahkan setelah makan porsi besar RS. Penambahan porsi buah sudah dilakukan oleh keluarga, namun pasien tetap merasakan rasa lapar. Pemberian suplementasi serat komersial dapat menjadi alternatif untuk mengatasi rasa lapar berlebihan pada pasien kasus ketiga ini. Berdasarkan guideline WHO tahun 2002, asupan karbohidrat dalam bentuk gula yang dianjurkan adalah ≤10% dari kebutuhan total energi. Formulasi draft guideline WHO tahun 2014 mengajukan pengurangan asupan gula di bawah 5% untuk kesehatan.74 Asupan gula sebanyak 5% pada pasien serial kasus setara dengan 19 g (± 5 sendok teh/hari) pada pasien pertama, ketiga, dan keempat, sedangkan pasien kedua 22,5 g (sekitar 6 sendok teh gula/hari). Jumlah ini harus disampaikan kepada pasien pada saat pasien pulang. Aplikasi pembatasan asupan gula ini adalah dengan menjelaskan bahwa asupan gula sebesar 5-6 sendok teh hanya digunakan sebagai bumbu dalam memasak makanan, sehingga asupan gula dari makanan lain seperti kue dan minuman kemasan harus dihindari. Membatasi asupan natrium Pada pasien dengan gagal jantung terjadi perubahan homeostasis natrium. Restriksi natrium pada kondisi gagal jantung tergantung pada kondisi ejection fraction pasien. Berdasarkan guideline American College of Cardiology Foundation (ACCF)/American Heart Association (AHA) 2013, gagal jantung dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang masih baik (preserved ejection fraction/pEF) dan dengan fraksi ejeksi yang menurun Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 78 (reduced ejection fraction/rEF). Terdapat tiga randomized clinical trial (RCT) yang mendapatkan hasil bahwa restriksi natrium justru memberikan outcome yang buruk pada pasien dengan gagal jantung rEF. Hal ini mengakibatkan sulitnya memberikan rekomendasi mengenai batasan asupan natrium harian dan apakah asupan natrium dapat berbeda tergantung pada jenis gagal jantung (gagal jantung pEF vs rEF), derajat beratnya gagal jantung (klasifikasi NYHA), ada tidaknya komorbiditas gagal jantung seperti penyakit ginjal, atau karakteristik lainnya.75 Adanya hubungan antara hipertensi, hipertrofi vetrikel kiri, dan penyakit kardiovaskular dengan asupan natrium, rekomendasi AHA untuk memberikan restriksi natrium sampai 1500 mg/hari dapat dilakukan pada pasien gagal jantung stadium A dan B. Sedangkan untuk pasien stadium C dan D, masih belum terdapat data yang cukup untuk mengambil kesimpulan mengenai restriksi garam. Karena asupan natrium biasanya tinggi (>4 g/hari), maka klinisi harus mempertimbangkan asupan natrium <3g/hari pada pasien gagal jantung stadium C dan D.75 Penentuan klasifikasi CHF pada keempat pasien ini adalah menggunakan klasifikasi fungsional menurut New York Heart Association (NYHA). Jika dibandingkan dengan klasifikasi ACCF/AHA 2013, maka stadium II-IV NYHA masuk ke dalam stadium C. Berdasarkan hal ini, pada pasien pertama, ketiga dan keempat dapat diberikan natrium <3 g/hari. Sedangkan pasien kasus kedua (stadium B) dapat diberikan natrium 1500 mg/hari. Pelaksanaan pembatasan asupan natrium pada pasien pertama, ketiga, dan keempat hanya dilakukan dengan memberikan paket makanan RG. Pengurangan jumlah garam dilakukan dengan cara memberikan 1 porsi sayur tanpa garam. Asupan protein dan serat Tujuan terapi pada pasien PGK adalah untuk mencegah progresifitas penyakit. Terapi tersebut terdiri atas terapi medikal menggunakan angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEIs) dan angiotensin receptor blockers (ARBs) untuk mengontrol HT dan terapi nutrisi berupa restriksi protein. Restriksi protein dilakukan berdasarkan atas efek protein dan produk metabolisme terhadap hemodinamik glomerulus dan fungsi ginjal. Namun, hasil dari Modification of Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 79 Diet in Renal Disease Study menunjukkan bahwa restriksi protein yang terlalu rendah justru memberikan dampak negatif. 76 Pemberian protein sebesar 0,8 g/kgBB ditentukan berdasarkan rekomendasi KDOQI 2012. Pada asupan protein rendah, terjadi perubahan metabolisme tubuh berupa berkurangnya oksidasi asam amino, penurunan degradasi dan sintesis protein. Pasien PGK yang memiliki gangguan kemampuan mengaktivasi mekanisme tersebut dapat mengakibatkan gangguan konservasi N saat diberikan asupan rendah protein. Pasien pertama dan ketiga mengalami peningkatan ureum kreatinin yang signifikan meskipun analisis asupan pasien pertama mendapatkan bahwa selama perawatan, target protein sebesar 0,8 g/kgBBA hanya terpenuhi pada 2 hari terakhir perawatan. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien pertama progresi PGK tidak dapat diperlambat dengan asupan protein yang rendah. Pasien ketiga didapatkan peningkatan ureum dan kreatinin dalam 19 hari perawatan dengan asupan protein sebesar 0,98 g/kgBB. Pasien kedua dan keempat mengalami penurunan ureum dan peningkatan kreatinin. Pasien kedua mengalami peningkatan kreatinin sebesar 0,2 point dalam 14 hari perawatan dengan asupan protein dalam 8 hari terakhir sebanyak 0,8 g /kgBBI. Pasien keempat mengalami peningkatan kreatinin 0,3 point dalam 8 hari perawatan dengan asupan protein sebesar 0,87 g/kgBBI. Hal yang terjadi pada keempat pasien mungkin menunjukkan bahwa efek asupan protein sangat tergantung pada derajat PGK dan derajat penyakit komorbid yang ada. Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian asupan protein rendah harus disertai dengan strategi terapi lain antara lain penambahan asam amino esensial atau asam keto pada diet protein rendah, pemilihan bahan makanan yang dapat menambah rasa makanan (palatable), strategi menghambat absorpsi komponen makanan yang bersifat nefrotoksik, dan intervensi untuk mengkoreksi kondisi defisiensi seperti hipokalemia atau asidosis metabolik. Beberapa komponen dalam makanan dapat bersifat nefrotoksik pada PGK antara lain fosfor, indol, cresol, phenol, dan AGEs yang merupakan produk dari katabolisme protein di intestinal. Produk ini berhubungan dengan peningkatan stres oksidatif, inflamasi, dan toksisitas vaskular. 76 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 80 Salmean dkk.77 melakukan penelitian untuk mengetahui efek makanan tinggi serat yang ditambahkan ke dalam diet harian pada pasien PGK dengan eGFR 50 mL/menit/1,73 m2. Pasien diminta mengkonsumsi seral, snack bar (1,6 g serat/hari) selama 2 minggu, kemudian selama 4 minggu berikutnya diminta mengkonsumsi makanan yang sama namun mengandung serat 23 g serat/hari. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar kreatinin dan perbaikan eGFR. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian serat dapat bermanfaat pada pasien PGK. Terdapat kendala dalam pemenuhan kebutuhan serat pada semua pasien karena menu makanan telah disusun dalam siklus tertentu. Penambahan serat telah ditentukan dengan cara memberikan tambahan 1 porsi sayuran. Jenis serat yang diberikan kepada pasien juga tergantung dari jenis sayuran dalam putaran siklus menu tersebut. Meijers dkk.78 melakukan penelitian dengan memberikan oligofructose-enriched inulin selama 4 minggu pada pasien yang menjalani HD rutin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian oligofructose-enriched inulin secara signifikan dapat menurunkan laju pembentukan p-cresyl sulfate. Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis serat yang mungkin berpengaruh terhadap progresifitas PGK adalah yang termasuk dalam prebiotik. Berdasarkan penelitian ini, pasien yang tidak respon pada asupan protein rendah seperti pada kasus pertama dan ketiga mungkin dapat dipertimbangkan pemberian prebiotik. Mencegah asupan cairan berlebihan Restriksi cairan 1,5 -2 L/hari dapat diberikan pada pasien gagal jantung stadium D, terutama apabila didapatkan hiponatremia untuk mengurangi gejala kongestif. Pembatasan asupan sampai dengan 2 L/hari biasanya dapat dianggap adekuat pada pasien yang dirawat di RS yang tidak resisten dengan terapi diuretik atau tanpa hiponatremia signifikan.75 Restriksi cairan ketat dapat diberikan pada pasien yang resistan terhadap diuretik atau dengan kondisi hiponatremia. Karena hiponatremia terutama terjadi akibat kegagalan ekskresi cairan. Aktivasi norepinefrin dan angiotensin II menyebabkan menurunnya hantaran natrium ke tubulus distal, sedangkan vasopresin arginin meningkatkan absorpsi cairan dari tubulus distal. Angiotensin II juga menginduksi rasa haus. Berdasarkan hal Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 81 tersebut, restriksi cairan dianggap dapat memperbaiki kadar natrium serum. Pada kondisi udara yang panas atau kelembapan yang rendah, restriksi cairan harus dipantau karena restriksi yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya heat stroke pada pasien gagal jantung.75 Pasien pertama, ketiga, dan keempat terdiagnosis CHF dengan manifestasi klinis edema. Terapi DPJP berupa pemberian diuretik dan restriksi cairan untuk mengurangi gejala edema. Tidak disebutkan besarnya restriksi cairan yang diharapkan pada ketiga pasien tersebut, namun DPJP memiliki target balans negatif per hari. Hal ini menyebabkan penetapan kebutuhan cairan pasien pada pasien tidak dapat menggunakan rumus perhitungan kebutuhan biasa. Pemberian cairan harus mempertimbangkan dosis furosemid, respon diuresis yang terjadi, dan kadar elektrolit pasien. Pada pasien dengan target balans negatif, pemantauan kondisi klinis dan balans cairan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Suplementasi omega 3 Kondisi PGK dikatakan sebagai kondisi mikroinflamasi karena didapatkan peningkatan marker inflamasi pada pasien PGK. Kondisi inflamasi ini dianggap memegang peran penting terhadap risiko penyakit kardiovaskular pada pasien PGK. Peningkatan inflamasi berkaitan dengan stres oksidatif dan akumulasi produk AGE.79 Asam lemak diperlukan untuk sintesis membran sel serta modifikasi protein dan KH. Komposisi asam lemak tersebut berbeda pada setiap kondisi klinis. Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa suplementasi omega-3 berpengaruh terhadap komposisi asam lemak membran sel eritrosit pada pasien penyakit kardiovaskular dan PGK.79 Omega-3 juga diketahui memiliki efek terhadap metabolisme lipid, meningkatkan kadar vitamin D, dan mencegah kalsifikasi vaskuler pada pasien PGK, meskipun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan mekanismenya yang lebih jelas.79 Zhu dkk.80 melakukan metaanalisis mengenai efek suplementasi minyak ikan pada profil lipid pasien yang menjalani HD. Hasil penelitian mendapatkan bahwa suplementasi minyak ikan dapat menurunkan kadar TG dan kolesterol total, serta meningkatkan HDL tanpa berpengaruh terhadap kadar LDL. Pemberian minyak Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 82 ikan dianggap bermanfaat terutama pada pasien dengan risko penyakit kardiovaskular. Peneliti ini menganjurkan pemberian minyak ikan >1 g pada pasien yang menjalani HD, namun tetap tidak menganjurkan pemberian dosis tinggi. Belum terdapat rekomendasi khusus mengenai pemberian suplementasi omega 3 pada pasien PGK. Namun, akibat restriksi asupan protein, dibutuhkan peningkatan asupan KH atau lemak untuk pemenuhan kalori. Pada pasien PGK dengan diabetes dan dislipidemia, penambahan jumlah lemak yang dianjurkan adalah omega 3 dan MUFA.26 Pemberian suplementasi omega-3 telah direkomendasikan pada pasien gagal jantung NYHA II-III, pEF, dan rEF kecuali jika terdapat kontraindikasi (level of evidence B). Suplementasi omega-3 dapat menurunkan risiko fatal dan non fatal sistem kardiovaskular sebanyak 10-20%. Dosis suplementasi omega-3 pada pasien gagal jantung masih bervariasi dan belum terdapat dosis yang direkomendasikan. Namun, penelitian yang ada memberikan suplementasi pada dosis omega-3 1 g/hari (eicosapentaenoic acid/EPA 850-882 mg, dengan rasio terhadap docosahexaenoic acid/DHA 1:1,2).75 Rekomendasi AHA mengenai asupan minyak ikan dan risiko efek samping dapat menjadi pertimbangan dalam memberikan jumlah dosis omega-3. (Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 ) Tabel 4.7 Rekomendasi AHA mengenai konsumsi omega-3 Populasi pasien Tanpa ada penyakit arteri koroner Terdapat penyakit arteri koroner Trigliseridemia Rekomendasi Dua sajian ikan berlemak per minggu EPA dan DHA 1 g, lebih disarankan berasal dari ikan berlemak (alternatif: suplemen minyak ikan) 2-4 g EPA dan DHA/hari dalam bentuk kapsul Sumber: daftar referensi no. 81. Keempat pasien diberikan minyak ikan sebanyak 2 g (EPA 360 mg, DHA 180 mg). Dosis ini lebih kecil dari yang direkomendasikan AHA. Hal ini disebabkan ketersediaan preparat minyak ikan yang tersedia di instalasi gizi RSUT. Untuk hal tersebut, penulis telah memberikan saran kepada pengelola instalansi gizi RSUT untuk memilih sediaan minyak ikan dengan kandungan EPA yang lebih tinggi pada waktu proses penyediaan barang. Selama minum kapsul minyak ikan, tidak didapatkan adanya keluhan pada keempat pasien. Efek Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 83 terhadap nilai laboratoris seperti kadar TG tidak dapat dinilai karena belum dilakukannya pemeriksaan kembali profil lipid. Tabel 4.8 Risiko efek samping konsumsi omega-3 Dosis Rasa amis < 1 g/hari Rendah 1-3 g/hari Sedang Gangguan GI Sangat rendah Sedang >3 g/hari Tinggi Sedang Perdarahan klinis Sangat rendah Sangat rendah Rendah Kontrol glikemik* Sangat rendah Rendah Peningkatan LDL ** Sangat rendah Sedang Sedang Tinggi *pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa dan diabetes ** pada pasien dengan hipertrigliseridemia Sumber: daftar referensi no.81. Membatasi asupan fruktosa Fruktosa adalah monosakarida yang banyak terdapat secara natural pada buah dan madu. Namun, asupan terbesar fruktosa berasal dari sukrosa (gula meja) dan highfructose corn syrup (HFCS) yang digunakan dalam soft drink. Asupan fruktosa yang tinggi diketahui berhubungan dengan fatty liver, obesitas, gangguan vaskular (HT), dan penyakit ginjal. Hubungan tersebut didapat jika konsumsi fruktosa tidak berasal dari buah. Kandungan antioksidan, askorbat, polifenol, kalium, dan serat dalam buah dapat menghambat efek fruktosa.82 Asupan fruktosa pada pasien DM tidak memiliki efek terhadap kadar TG apabila asupan tidak lebih dari 12% kebutuhan energi.83 Selama di RS, pasien telah diedukasi untuk mengkonsumsi makanan RS, tidak mengkonsumsi minuman kemasan dari luar RS, namun diijinkan mengkonsumsi buah. Mengurangi asupan AGEs Bahan makanan mengandung protein, KH, dan lemak adalah sumber AGEs. Proses pemasakan dengan menggunakan suhu tinggi dan kelembapan rendah dapat meningkatkan pembentukan AGEs dalam makanan. Waktu pemanasan singkat, suhu rendah, kelembapan tinggi dan pajanan asam adalah strategi pemasakan yang dapat mengurangi pembentukan AGEs dalam makanan. Asupan AGEs dapat dikurangi dengan meningkatkan asupan ikan, legume, produk susu rendah lemak, sayuran, buah, biji-bijian serta mengurangi asupan lemak padat, lemak daging, produk susu tinggi lemak, dan highly processed foods. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 84 Hal ini sesuai dengan berbagai rekomendasi yang ada, termasuk rekomendasi TLC, AHA, DASH, dan lain-lain. Makanan yang dimasak dengan cara seperti mengkukus dan merebus mengakibatkan kandungan AGEs dalam daging dapat berkurang sebanyak ± 50%.84,85 Meskipun demikian belum terdapat kesimpulan yang jelas, mengenai besarnya restriksi asupan AGEs yang direkomendasikan terutama pada pasien dengan gagal ginjal. Review beberapa penelitian oleh Kellow dan Savige mengenai efek restriksi asupan AGEs terhadap resistensi insulin, stres oksidatif, dan disfungsi endotel menyimpulkan bahwa efek restriksi AGEs jangka panjang masih perlu penelitian lebih lanjut. Meskipun masih banyak terdapat kesenjangan pada penelitian mengenai efek restriksi AGEs, saran untuk mengurangi asupan makanan yang dipanaskan dengan suhu tinggi perlu dianjurkan pada pasien PGK.86 Keempat pasien telah mendapatkan preskripsi berupa diet rendah protein sehingga asupan bahan makanan sumber AGEs dari hewani telah berkurang. Cara pemasakan makanan RS untuk diet pasien jantung dan DM adalah dengan perebusan. Namun, tidak diketahui derajat suhu selama pemasakan. Pemberian vitamin Pasien PGK sering mengalami penurunan asupan makan pada awal terjadinya PGK. Menurunnya asupan makan dapat berpengaruh terhadap terjadinya defisiensi nutrisi pada pasien PGK. Keempat pasien mendapatkan suplementasi multivitamin berupa Elkana syrup yang mengandung vitamin D (Tabel 4.9 ) sebanyak satu kali 10 mL. Tidak terdapat rekomendasi mengenai pemberian vitamin dan mineral pada pasien PGK, namun terdapat referensi yang menganjurkan pemberian vitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan harian.24,87 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 85 Tabel 4.9 Perbandingan komposisi Elkana sirup dengan AKG 2013 (usia 50-64 tahun) Nutrisi Pasien Vitamin A (IU) Elkana (5 mL) 2400 Vitamin B1(mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B6 (mg) Vitamin B12 (mcg) Vitamin C (mg) Vitamin D (IU) 4 1,2 1,2 4 60 400 8 2,4 2,4 8 120 800 Nikotinamid (mg) Ca pantothenate (mg) Ca hypophosphite (mg) Ca gluconate (mg) 16 6 mg 20 mg 32 12 40 300 mg 600 56 mg kalsium elemental 24 400 40 Inositol (mg) 12 mg L-Lysine HC (mg)l 200 mg Na hypophosphite 20 mg (mg) Asam folat Kalsium laktat AKG 2013 Modern Nutrition24 ada 500 mcg 1666 Tidak penambahan IU 1 1,5 mg 1,1 1,8 1,5 5 mg 2,4 3 75 70 mg 20 mcg 800 IU 10 20 (Niacin) - 4800 - - 1 mg 500 mg 65 mg kalsium elemental Kalsium (mg) 1 mg 1000 mg 800 mg Pemberian vitamin D pada pasien PGK yang direkomendasikan adalah sesuai dengan derajat PGK dan kadar PTH. Pemberian vitamin D pada pasien ini memang tidak sesuai dengan rekomendasi yang ada, namun adanya diagnosis DM, penyakit kardiovaskular (CHF dan stroke), dan PGK menjadi dasar pertimbangan pemberian multivitamin. Defisiensi vitamin D diketahui berhubungan dengan patogenesis DM dan penurunan performa fisik pasien CHF, meskipun belum terdapat kesimpulan jelas mengenai efek suplementasi vitamin D pada pasien DM dan CHF.88,89 Han dkk.90 melakukan penelitian untuk mengetahui efek piridoksin (vitamin B6) terhadap disfungsi nitric oxide synthase yang diinduksi oleh AGEs secara in vitro. Hasil penelitian mendapatkan bahwa piridoksin dapat memperbaiki disfungsi sinyal NO platelet melalui perbaikan aktivitas PI3K. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 86 Makanan bersifat alkali atau asam Pada PGK, berkurangnya fungsi nefron mengakibatkan defek pada ekskresi asam sehingga dapat terjadi asidosis. Asidosis adalah suatu proses atau kecenderungan terjadinya asidemia. Asidemia adalah kadar pH darah kurang dari 7,35. Asidosis dapat menjadi asidemia hanya jika terjadi kegagalan kompensasi tubuh. Pasien pertama dan ketiga didapatkan kondisi asidosis metabolik. Asupan makanan ternyata berperan dalam proses pembentukan asam dalam tubuh. Diet net acid load dapat diestimasi dari pengukuran ekskresi amonia urin, titrable acids dan bikarbonat (disebut dengan net acid excretion/NAE). Secara umum, kontribusi makanan terhadap asam basa tubuh adalah melalui senyawa pembentuk asam seperti sulfuric acid yang dihasilkan dari katabolisme metionin dan sistin dari protein serta senyawa pembentuk basa seperti metabolisme garam kalsium dari makanan nabati.91 Makanan dapat dikategorikan berdasarkan potential renal acid loads (PRALs). Buah, sayuran, jus buah, kentang, minuman rendah fosfor dan tinggi alkali (red dan white wine, air mineral bersoda) memiliki load asam negatif (negative acid load). Sedangkan produk grain, daging, dairy products, ikan, minuman rendah fosfor (pale beers, cocoa) memiliki load asam yang tinggi (Lampiran 11).92 Pengetahuan mengenai jenis makanan yang memiliki load asam tinggi dapat menjadi dasar edukasi mengenai pemilihan bahan makanan yang baik untuk pasien PGK terutama pada pasien yang telah mengalami asidosis. Probiotik Pada kondisi uremia, terjadi peningkatan kadar urea, kreatinin, dan metabolit nitrogen lain yang mencapai intestinal dan menjadi subyek metabolisme mikroba. Pasien uremia menunjukkan adanya peningkatan jumlah bakteri aerob dan anaerob dalam duodenum dan yeyunum. Bakteria intestinal sangat berpengaruh terhadap pembentukan toksin uremik seperti indoxyl sulphate dan p-cresol. Pada pasien dengan kondisi uremia dapat terjadi gangguan barier intestinal. Konstipasi yang sering ditemukan pada pasien uremia juga dapat menginduksi pertumbuhan bakteri berlebihan yang selanjutnya dapat meningkatkan permeabilitas barier intestinal sehingga terjadi translokasi bakteri. Strategi untuk menurunkan permeabilitas intestinal dan mencegah translokasi bakteri pada pasien uremia Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 87 adalah dengan memberikan nutrisi yang dapat melindungi GI. Glutamin, arginin, zinc, vitamin A, probiotik, dan prebiotik adalah beberapa jenis nutrisi yang dianggap dapat melindungi GI. 93 Pemberian probiotik pada hewan coba (tikus) yang mengalami nefrektomi menunjukkan adanya perbaikan kondisi azotemia.94 Penelitian pendahuluan pemberian probiotik pada 13 pasien PGK derajat 3 dan 4 dengan desain penelitian crossover, placebo-controlled selama 6 bulan (3 bulan menerima placebo, 3 bulan menerima probiotik) bulan, mendapatkan hasil adanya perbedaan bermakna pada perubahan kadar blood urea nitrogen (BUN) tanpa adanya komplikasi gangguan GI dan infeksi.95 Penelitian kemudian dilakukan kembali pada 46 pasien PGK derajat 3 dan 4 di empat negara (Amerika, Kanada, Nigeria, dan Argentina) dengan metode penelitian yang sama. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan BUN, perbaikan kualitas hidup tanpa adanya kejadian yang tidak diinginkan.96 Probiotik diberikan dalam bentuk kapsul sebanyak 3 x 2 kapsul (1,5 x 1010/kapsul, 9 x 1010/hari). Jenis probiotik dalam kapsul adalah L. acidophillus, B. longum, S. thermophilus.96 Produk makanan yang mengandung strain probiotik terutama berasal dari susu (dairy based) seperti susu fermentasi, keju, es krim, buttermilk, susu bubuk, dan yogurt.97 Produk susu secara umum dianggap sebagai bahan makanan sumber protein kualitas tinggi, kalsium, kalium, fosfor, magnesium, zinc, dan vitamin B.98 Pada pasien PGK asupan protein dan fosfor harus dibatasi. Rasio fosfor terhadap protein (mg fosfor/g protein) digunakan untuk mengevaluasi kandungan fosfor dalam makanan.Semakin rendah nilai rasio, semakin dapat dimasukkan ke dalam rencana diet pasien PGK.99 Berdasarkan hal ini pemilihan probiotik dari produk yang berasal dari susu, harus mempertimbangkan rasio fosfor terhadap protein. 4.3.3 Interaksi nutrisi dan obat Obat yang diberikan DPJP kepada pasien dapat dilihat pada Tabel 4.10. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 88 Tabel 4.10 Jenis obat yang diberikan DPJP Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Furosemid 5 Sitikolin 3x 500 mg/jam mg ISDN 3x 10 mg Piracetam 3x3 g Valsatran 2x40mg Asetil salisilat 2x80 mg Amlodipin 1x5 mg OMZ 2x1 amp Plasmin 1x1 tab Kasus 4 Furosemid 5 Furosemid 5 mg/jam mg/jam Kaptopril 3 x 25 mg Amlodipin 1x10 mg Nifedipin 1x30 mg Valsatran 1x80 mg Simvastatin 1x10 Asetil salisilat 1x80 mg mg Balans cairan OMZ 1x20 mg negatif 600-2000 mL Furosemid Furosemid adalah salah satu jenis loop diuretic yang memiliki bekerja dengan cara menghambat kotranspor Na-K-Cl pada lengkung Henle asenden. Furosemide berpengaruh terhadap status nurisi akibat efeknya terhadap ekskresi elektrolit sehingga meningkatkan kebutuhan kalium, magnesium, dan kalsium. Loop diuretic juga dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol (LDL dan TG) serta gangguan toleransi glukosa.100 Mekanisme dislipidemia dan gangguan toleransi glukosa belum sepenuhnya jelas, namun berhubungan dengan berkurangnya sensitivitas insulin dan atau aktivasi reflek RAAS dan sistem saraf simpatis sebagai respon terhadap menurunnya volume cairan.101 Absorpsi furosemide per oral dipengaruhi oleh makanan, bioavailibilitas turun 16-45% jika dikonsumsi bersama dengan makanan.100 Pada pasien serial kasus ini, furosemid diberikan secara parenteral, sehingga tidak mempengaruhi jadwal pemberian makan. Ketiga pasien yang mendapatkan obat ini memiliki kadar elektrolit serum dalam batas normal, meskipun terdapat kecenderungan penurunan kadar natrium serum selama perawatan. Isosorbid dinitrat (ISDN) Isosorbid dinitrat mengandung nitrat organik yang memiliki efek berupa dilatasi pembuluh darah koroner. Otot polos organ lain seperti esofagus dan traktus gastrointestinal juga terpengaruh oleh nitrat.100 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 89 Kaptopril dan valsatran Kaptopril merupakan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor yang menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi. Efek samping ACE inhibitor adalah gangguan keseimbangan elektrolit (paling sering terjadi hiperkalemia). Efek samping ini dapat terjadi dengan gejala ringan pada pasien yang memiliki fungsi ginjal normal, namun pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan obat ini harus disertai dengan adjusment asupan kalium dari makanan. Efek samping lain yang sering disebabkan oleh kaptopril adalah gangguan pengecapan (disgeusia). Valsatran adalah antagonis reseptor angiotensin II yang memiliki efek serupa dengan ACE inhibitor namun dengan efek samping yang lebih sedikit. Efek valsatran terhadap nutrisi dianggap serupa dengan ACE inhibitor. 100 Pasien kasus ketiga tidak terdapat keluhan disgeusia. Pasien kasus pertama dan keempat memiliki kecenderungan terjadi peningkatan kadar kalium sehingga dilakukan penghentian valsatran oleh DPJP. Nifedipin dan amlodipin Nifedipin dan amlodipin termasuk dalam kelompok calcium chanel blocker yang menghambat peningkatan kalsium dalam otot polos vaskular sehingga terjadi relaksasi arteriolar dan penurunan resitensi vaskular. Kelompok obat ini dapat menyebabkan nausea, konstipasi, dan peningkatan ringan tes fungsi hati. Biovailabilitas nifedipin per oral meningkat jika diminum bersama dengan jus grapefruit.100 Asetil salisilat Efek asetil salisilat pada GI yaitu distres epigastrik, nausea, dan vomitus. Hambatan terhadap prostaglandin dapat menginduksi perdarahan gaster. Pemberian vitamin C dapat merupakan terapi tambahan terhadap pasien dengan terapi aspirin jangka panjang. Konsumsi jangka panjang dapat mengakibatkan injuri hepatik dengan gejala seperti nyeri kuadran kanan atas dan peningkatan enzim hati. Efek terhadap ginjal dapat berupa retensi garam dan cairan serta penurunan fungsi ginjal. Asupan garam dan cairan harus disesuaikan terutama Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 90 pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis besar asetil salisilat dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat, menginduksi hiperglikemia dan glikosuria, serta menekan cadangan glikogen otot dan hati. Salisilat juga menurunkan lipogenesis dengan cara mengganggu penggabungan asetat dengan asam lemak, menghambat liposis sehingga meningkatkan uptake dan utilisasi asal lemak bebas oleh otot dan hati.100 Simvastatin Simvastatin merupakan obat golongan inhibitor hidroksimetilglutaril koenzim-A (HMG-CoA) reductase. Reaksi reduktase HMG-KoA pada jalur sintesis kolesterol merupakan reaksi mengawali jalur sintesis koenzim Q10 sehingga inhibisi terhadap enzim ini dapat menghambat pembentukan koenzim Q10. Metabolisme simvastatin mengalami perubahan apabila diminum bersama dengan jus grapefruit. Jus Grapefruit menghambat enzim sitokrom P450 (CYP) 3A4 di mukosa GI dan hati sehingga meningkatkan absorpsi simvastatin.100 Omeprazole Omeprazole adalah obat golongan proton pump inhibitors (PPI) untuk terapi gastritis, refluks gastroesofageal, dan mencegah ulkus yang diinduksi non steroid anti inflammation drugs (NSAID). Omeprazole tablet diformulasikan dalam bentuk enteric-coated granules dan dianjurkan untuk diminum bersama dengan cairan asam seperti jus aple atau orange. Omeprazole juga termasuk obat yang dapat menyebabkan disgeusia.100,102 Pasien kasus kedua dan keempat diberikan terapi omeprazole dengan tujuan untuk mencegah terjadinya ulkus yang dapat diinduksi oleh pemberian asetil salisilat. Omeprazole diberikan secara intravena sehingga tidak terdapat interaksi dengan nutrisi di gastrointestinal. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 91 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan tinjauan pustaka, pemaparan empat kasus PGK dan tata laksana nutrisi yang diberikan serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Disfungsi ginjal berat pada pasien serial kasus ini ditemukan bersama dengan penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan riwayat penyakit DM dan HT sehingga dapat mengakibatkan sindrom kardiorenal. Hal ini dapat menjadi petunjuk patofisiologi penyakit pada keempat pasien serial kasus sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun preskripsi diet sesuai kebutuhan pasien. 2. Preskripsi nutrisi pada pasien serial kasus ini dilakukan berdasarkan beberapa guidelines dan referensi untuk PGK, CHF, DM, dan HT. 3. Tata laksana nutrisi yang dapat diberikan selama perawatan di RSUT adalah berupa diet DM, diet jantung, diet rendah garam, dan rendah protein. 4. Tata laksana nutrisi yang baik pada pasien serial kasus ini harus mempertimbangkan patofisiologi penyakit, kondisi klinis, status nutrisi, dan terapi yang diberikan DPJP. 5. Terdapat kendala dalam pemberian tata laksana nutrisi pada keempat pasien ini berupa tidak tersedia bahan makanan sumber MUFA, tidak dapat melakukan modifikasi snack untuk pasien DM di luar paket menu yang telah ditentukan, dan tidak diketahui jumlah garam yang terdapat dalam paket makanan RG. 91 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 92 5.2 SARAN 5.2.1 Saran bagi mahasiswa program pendidikan dokter spesialis klinik gizi 1. Pasien serial kasus sebaiknya memiliki derajat PGK yang sama untuk melihat ada tidaknya perbedaan respon terhadap tata laksana nutrisi. 2. Perlu adanya kerjasama dengan DPJP agar pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk melakukan evaluasi respon tata laksana nutrisi dapat dilakukan. 5.2.2 Untuk RS penyelenggara pelayanan gizi Evaluasi ketersediaan bahan makanan sumber yang dapat ditambahkan ke dalam paket menu makanan RS perlu dilakukan agar pemberian nutrisi dapat sesuai dengan kebutuhan setiap pasien. 5.2.3 Untuk Institusi Perlu adanya kerjasama dengan DPJP secara formal dan penekanan topik pembahasan serial kasus yang diharapkan agar pembahasan serial kasus dapat lebih mendalam. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 93 DAFTAR REFERENSI 1. Lopez-Novoa JM, Martinez-Salgado C, Rodriguez-Pena AB, Hernandez FJL. Common pathophysiological mechanism of chronic kidney disease: Therapeutic perspectives. Pharmacol Ther 2010; 128 : 61-81. 2. Zhang QL, Rothenbacher D. Prevalence of chronic kidney disease in population-based studies: systematic review. BMC Public Health 2008, 8:117. 3. Profil Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang tahun 2013. 4. Bock JS, Gottlieb SS. Cardiorenal Syndrome. New Perspectives. Circulation 2010;121:2592-2600. 5. House AA, Anand I, Bellomo R, Cruz D, Bobek I, Anker SD, Aspromonte N, et al. Definition and classification of cardio-renal syndromes: workgroup statements from the 7th ADQI Consensus Conference. Nephrol Dial Transplant 2010;25: 1416-20. 6. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney inter. Suppl. 2013; 3: 1–150. 7. Ronco C, Cicoira M, McCullough PA. Cardiorenal syndrome type 1. Pathophysiological crosstalk leading to combined heart and kidney dysfunction in the setting of acutely decompensated heart failure. J Am Coll Cardiol 2012; 60: 1031-42. 8. McCullough PA, Ahmad A. Cardiorenal syndromes. World J Cardiol 2011; 3(1): 1- 9 9. Jadeja YP, Kher V. Protein energy wasting in chronic kidney disease: An update with focus on nutritional interventions to improve outcomes. Indian J Endocr Metab 2012;16:246-51. 10. Carrero JJ, Stenvinkel P, Cuppari L, Ikizler TA, Zadeh KK, Kaysen G, Mitch WE, et al. Etiology of the Protein-Energy Wasting Syndrome in Chronic Kidney Disease: A Consensus Statement From the International Society of Renal Nutrition and Metabolism (ISRNM). J Renal Nutr 2013; 23: 77-90. 11. Fouque D, Zadeh KK, Kopple J, Nano N, Chauveau P, Cuppar L, Franch H, et al. A proposed nomenclature and diagnostic criteria for protein–energy wasting in acute and chronic kidney disease. Kidney Int 2008; 73: 391–398. 12. KDOQI Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice Recommendations for Anemia in Chronic Kidney Disease. Am J Kidney Dis 2006; 47: S4-S6. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 94 13. Babitt JL, Lin HY. Mechanism of Anemia in CKD. J Am Soc Nephrol 2012;23: 1631-34. 14. Chen W, Abramowitz MK. Metabolic acidosis and the progression of chronic kidney disease. BMC Nephrol 2014; 15: 55. 15. Gennari FJ, Segal AS. Hyperkalemia: an adaptive response in chronic renal insufficiency. Kidney Int 2002;62: 1-9. 16. Kovesdy CP. Significance of hypo- and hypernatremia in chronic kidney disease. Nephrol Dial Transplant 2012; 27: 891–898 17. Chauhan V, Kelepouris E, Chauhan N, Vaid M. Current concepts and management strategies in chronic kidney disease-mineral and bone disorder. South Med J 2012; 105: 479-85. 18. Juppner H. Phosphate and FGF-23. Kidney Int 2011; 79: S24–S27. 19. Kwan BCH, Kronenberg F, Beddhu S, Cheung AK. Lipoprotein metabolisme and lipid management in chronic kidney disease. J Am Soc Nephrol 2007;18: 1246-61. 20. Tsimihodimos V, Mitrogianni Z, Elisaf M. Dyslipidemia associated with chronic kidney disease. The Open Cardiovascular Medicine Journal 2011; 5: 41-8. 21. National Kidney Foundation. Clinical practice guidelines for nutrition in chronic renal failure. Am J Kidney Dis 2000; 35: S1-S140. 22. Cano N, Fiaccadori E, Tesinsky P, Toigo G, Druml W, Kuhlmann M, Mann H, et al. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Adult Renal Failure. Clin Nutr 2006; 25: 295-310. 23. Ash S, Campbell KL, Bogard J, Millichamp A. Nutrition prescription to achieve positif outcomes in chronic kidney disease: a systematic review. Nutrients 2014; 6: 416-51. 24. Kopple JD. Nutrition, diet, and the kidney. Dalam: Ross CA, Caballero B, Cousins RJ, Tucker KL, Ziegler TR, editor. Modern nutritrion in health and disease. Edisi ke-11. Lippincott Williams & Wilkins, 2014. Hal. 1330-71. 25. Ikizler TA. Dietary protein restriction in CKD: the debate continues. Am J Kidney Dis 2009; 53: 189-91. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 95 26. Klahr S, Levey AS, Beck GJ, Caggiula AW, Hunsicker L, Kusek JW, Striker G. The effects of dietary protein restriction and blood-pressure control on the progression of chronic renal disease. N Eng J Med 1994; 330: 877-84. 27. Levey AS, Greene T, Sarnak MJ, et al. Effect of dietary protein restriction on the progression of kidney disease: long term follow-up of the Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) study. Am J Kidney Dis 2006; 48: 879-88. 32. 28. Menon V, Kopple JD, Wang X, Beck GJ, Collins AJ, Kusek JW, Greene T, et al. Effect of a very low-protein diet on outcomes: long term follow up of the modification of diet in renal disease (MDRD) study. Am J Kidney Dis 2009; 53: 208-17. 29. Koulouridis E, Koulouridis I. Is the dietary protein restriction achievable in chronic kidney disease? Hipokratia 2011; 15: 3-7. 30. Fouque D, Laville M. Low protein diets for chronic kidney disease in non diabetic adults. Cohcrane Database of Systematic Reviews 2009: Issue 3. Art. No.: CD001892. DOI: 10.1002/14651858. CD001892.pub3. 31. Pan Y, Guo LL, Jin HM. Low protein diet for diabetic nephropathy: meta analysis of randomized controlled trials. Am J Clin Nutr 2008; 88: 660-666. 32. Nezu U, Kamiyama H, Kondo Y, Sakuma M, Morimoto T, Ueda S. Effect of low-protein diet on kidney function in diabetic nephropathy: meta-analysis of randomised controlled trials. BMJ Open 2013; 3: e002934. 33. Pollock C, Voss D, Hodson E, Crompton C. The CARI Guidelines. Nutrition and growth in kidney disease. Nephrology 2005; 10: S177–S230. 34. National Kidney Foundation. Clinical practice guidelines and clinical practice recommendations for diabetes and chronic kidney disease. Am J Kidney Dis 2007;49:S1-183. 35. National Kidney Foundation. Clinical practice guidelines for bone metabolism and disease in chronic kidney disease. Am J Kidney Dis 2003; 42: S1-170. 36. Al-Badr W, Martin KJ. Vitamin D and Kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol 2008; 3: 1555-60. 37. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. Am J Kidney Dis 2002; 39:S1-S266. 38. Sheerwood L. Human physiology from cells to system. Edisi ke-7. Brooks/Cole 2010. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 96 39. Martin W, Armstrong LE, Rodriguez NR. Dietary protein intake and renal function. Nutrition & Metabolism 2005; 2: 25. 40. Lohsiriwat S. Protein diet and estimated glomerular filtration rate. Open Journal of Nephrology 2013;3:97-100. 41. Zhang A, Huang S. Progress in pathogenesis of proteinuria. International Journal of Nephrology 2012; Article ID 314251. 42. Iqbal S, Alam A. Renal disease in diabetes mellitus: recent studies and potential therapies. J Diabetes Metab 2013; S9: 006. 43. Campbell NRM, Gilbert RE, Leiter LA, Larochelle P, Tobe S, Chockalingam A, Ward R, Morris D, et al. Hypertension in people with type 2 diabetes. Update on pharmacologic management. Can Fam Physician 2011;57:9971002. 44. Goldin A, Beckman JA, Schmidt AM, Creager MA. Advanced glycation end products: sparking the development of diabetic vascular injury. Circulation 2006;114: 597-605. 45. Ghanayem NM, Aziz WFA, El-ghobashi YAE, El-Shazly RMA, Wahb AMSE. Endogenous secretory receptor of advanced glycated end products of type II diabetis and hypertensive patients. Menoufia Medical Journal 2014; 27: 395-400. 46. Goh SY, Cooper ME. The role of advanced glycation end products in progression and complication of diabetes. J Clin Endocrinol Metab 2008; 93: 1143-1152. 47. Shah BN, Greaves K. The cardiorenal syndrome: a review. International Journal of Nephrology 2011, article ID 920195. 48. Gibson RS. Principles of Nutritional Assessment. Edisi ke-2. Oxford 2005. 49. Rao Z, Wu X, Liang B, Wang M, Hu W. Comparison of five equations for estimating resting energy expenditure in chinese young, normal weight healthy adults. European of Medical Research 2012; 17: 26. 50. Kang DH, Nakagawa T, Feng L, Watanabe S, Han L, Mazzali M, Truong L, et al. A role for uric acid in the progression of renal disease. J Am Soc Nephrol 2002; 13: 2888-97. 51. Li L, Yang C, Zhao Y, Zeng X, Liu F, Fu P. Is hyperuricemia an independent risk factor for new-onset chronic kidney disease?: a systematic review and Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 97 meta-analysis based on observational cohort studies. BMC Nephrology 2014;15: 122. 52. Jalal DI, Chonchol M, Chen W, Targher G. Uric acid as target of therapy in CKD. Am J Kidney Dis 2013; 61: 134-46. 53. Johnson RJ, Nakagawa T, Jalal D, Sánchez-Lozada LG, Kang DH, Ritz E. Uric acid and chronic kidney disease: which is chasing which? Nephrol Dial Transplant 2013; 28: 2221-8. 54. Brymora A, Flisinski M, Johnson Rj, Goszka G, Stefanska A, Manitius J. Low-fructose diet lowers blood pressure and inflammation in patients with chronic kidney disease. Nephrol Dial Transplant 2012; 27: 608-12. 55. Nebout S, Pirracchio R. Should we monitor ScVO2 in critically ill patients? Cardiology Research and Practice 2012, Article ID 370697. 56. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Anemia Work Group. KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease. Kidney inter. Suppl 2012; 2: 279–335. 57. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Edisi ke-5. Wadsworth 2009. 58. The Endocrine Society. Evaluation and Treatment of Hypertriglyceridemia: an Endocrine Society Clinical Practice Guideline. J Clin Endocrinol Metab 2012; 97: 2969-89. 59. Lisak M, Demarin V, Trkanjec Z, Basic-Kes V. Hypertriglyceridemia as a posible independent risk factor stroke. Acta Clin Croat 2013; 52: 458-63. 60. Smith C, Marks AD, Lieberman M. Marks’ Basic Medical Biochemistry. A Clinical Approach. Edisi ke-2. Lippincott Williams & Wilkins. 61. Fried SK, Rao SP. Sugars, hypertriglyceridemia, and cardiovascular disease. Am J Clin Nutr 2003; 78: 873S-80S. 62. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Managing Dyslipidemia in Chronic Kidney Disease. Am J Kidney Dis 2003; 41:S1-S93. 63. Sander D, Sander K, Poppert H. Stroke in type 2 diabetes. Br J Diabetes Vasc Dis 2008; 8: 222-9. 64. Hewitt J, Guerra LC, Moreno MCF, Sierra C. Diabetes and stroke prevention: a review. Stroke Research and Treatment 2012, Article ID 673187. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 98 65. Shimizu Y, Maeda k, Imano H, Ohira T, Kitamura A, Kiyama M, et al. Chronic kidney disease and drinking status in relation to risk of stroke and its subtypes. The Circulatory Risk in Communities Study (CIRCS). Stroke 2011;42: 2531-2537. 66. National Cholesterol Education Program National Heart, Lung, and Blood Institute National Institutes of Health. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III)NCEP ATP III, 2001 67. Ronald M. Krauss, Robert H. Eckel, Barbara Howard, Lawrence J. Appel, Stephen R. Daniels, Richard J. Deckelbaum, John W. Erdman, Jr,et al. AHA Dietary Guidelines: Revision 2000: A Statement for Healthcare Professionals From the Nutrition Committee of the American Heart Association. Circulation. 2000;102:2284-2299. 68. National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI). What is the DASH eating plan? http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/dash/ 69. National Kidney Foundation. KDOQI Clinical Practice Guideline for Diabetes and CKD: 2012 update. Am J Kidney Dis 2012;60(5):850-886. 70. National Kidney Foundation. KDOQI Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice Recommendations for Diabetes and Chronic Kidney Disease. Am J Kidney Dis 2007; 49:S1-S180. 71. Thilly N. Low protein diet in chronic kidney disease: from questions of effectiveness to those feasibility. Nephrol Dial Transplant 2013;0:1-3. 72. Kopple JD. Do low-protein diets retard the loss of kidney function in patients with diabetic nephropathy? Am J Clin Nutr 2008; 88: 593-94. 73. Piccoli GB, Vigotti FN, Leone F, Capizzi I, Daidola G, Cabiddu G, Cabiddu G et al. Low protein diets in CKD: how can we achieve them? A narrative, pragmatic review. Clin Kidney J 2014; 0: 1-10. 74. WHO opens public consultation on draft sugars guideline. Diunduh dari: www.who.int/mediacentre/news/notes/2014/...sugar-guideline/en/ 75. Yancy C W, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow GC et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure: A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation. 2013;128:e240-e327. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 99 76. Kovesdy CP. Traditional and Noverl Dietary Interventions for Preventing Progression of Chronic Kidney Disease. J Renal Nutr 2013; 23: 241-45. 77. Salmean YA, Segal MS, Langkamp-Henken B, Canales MT, Ello GA, Dahl WJ. Foods with added fiber lower serum creatinine levels in patients with chronic kidney disease. J Renal Nutr 2013; 23: e29-32. 78. Meijers BKL, Preter VD, Verbeke K, Vanrenterghem Y, Evenepoel P. PCresyl sulfate serum concentraton in haemodialysis patients are reduced by the prebiotic oligofructose-enriched inulin. Nephrol Dial Transplant 2010; 25: 219-24. 79. Lee ML, An WS. Cardioprotective effects of -3 PUFAs in chronic kidney disease. BioMed Research International Volume 2013, Article ID 712949. 80. Zhu W, Dong C, Du H, Zhang He, Chen J, Hu X, Hu F. Effects of fish oil on serum lipid profile in dialysis patients: a systematic review and meta-analysis of randomized contrroled trials. Health and Disease 2014; 13:127 81. Gazi I, Liberopoulos EN, Saougos VG, Elisaf M. Beneficial effects of omega-3 fatty acids: the current evidence. Hellenic J Cardiol 2006;47:223-31 82. Kretowicz M, Johnson RJ, Ishimoto T, Nakagawa T, Manitius J. The Impact of fructose on renal function and blood pressure. International Journal of Nephrology Volume 2011, Article ID 315879. 83. Evert AB, Boucher JL, Cypress M, Dunbar SA, Franz MJ, Mayer-Davis EJ, Neumiller JJ, et al. Nutrition therapy recommendations for the management of adults with diabetes. Diabetes Care 2013; 36: 3821-3842. 84. Uribarri J, Tuttle KR. Advanced glycation end products and nephrotoxicity of high-protein diets. Clin J Am Soc Nephrol 2006; 1: 1293-99. 85. Uribarri J, Woodruff S, Goodman S, Cai W, Chen X, Pyzik R, Yong A et al. Advanced glycation end products in foods and a practical guide to their reduction in the diet. J Am Diet Assoc 2010; 110: 911-16. 86. Kellow NJ, Savige GS. Dietary advanced glycation end product restriction for the attenuation of insulin resistance, oxidative stress, and endothelial dysfunction: a systemic review. Eur J Clin Nutr 2013; 67: 239-48. 87. Steiber AL, Kopple JD. Vitamin status and needs for people with stages 3-5 chronic kidney disease. J Ren Nutr 2011; 21: 355-68. 88. Griz LHM, Bandeira F, Gabbay MAL, Dib SA, Freese de Carvalho E. Vitamin D and diabetes mellitus: an update 2013. Arq Bras Endocrinol Metab 2014; 5B: 1-8. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 100 89. Boxer RS, Kenny AM, Schmotzer BJ, Vest M, Fiutem JJ, Pina IL. A randomized controlled trial of high-dose vitamin D3 in patients with heart failure. J Am Coll Cardiol HF 2013; 1: 84-90. 90. Han Y, Liu Y, Mi Q, Xie L, Huang Y, Jiang Q, Chen Q et all. Pyridoxine improves platelet nitic oxide synthase dysfunction induced by advanced glycation end products in vitro. Int J Vitam Nutr Res 2010; 80: 168-77 Abstract. 91. Pizzorno J, Frassetto LA, Katzinger J. Diet-induced acidosis: is it real and clinically relevant? Br J Nutr 2009: 1-10. 92. Schwalfenberg GK. The alkaline diet: is there evidence that an alkaline pH diet benefits health? Journal of Environmental and Public Health 2012, Article ID 727630. 93. Kotanko P, Carter M, Levin NW. Intestinal bakterial mikroflora-a potential source of chronic inflammation in patients with chronic kidney disease. Nephrol Dial Transplant 2006; 21: 2057-60. 94. Ranganathan N, Patel BG, Ranganathan P, Marczely J, Dheer R, Pechenyak B, Dunn SR, et al. In vitro and in vivo assessment of intraintestinal bacteriotherapy in chronic kidney disease. Asaio J 2006; 52: 70-79. 95. Ranganathan N, Friedman EA, Tam P, Rao V, Ranganathan P, Dheer R. Probiotic dietary supplementation in patients with stage 3 and 4 chronic kidney disease: a 6-month pilot scale trial in canada. Current Medical Research and Opinions 2009; 25: 1919-30. 96. Ranganathan N, Ranganathan P, Friedman EA, Joseph A, Delano B, Goldfarb DS, Tam P, et al. Pilot study of probiotic dietary supplementation for promoting healthy kidney in patients with chronic kidney disease. Adv Ther 2010; 27: 634-47. 97. Kechagia M, Basoulis D, Konstantopoulou S, Dimitriadi D, Gyftopoulou K, Skarmoutsou N, Fakiri EM. Health benefits of probiotics: a review. Hindawi Publishing Corporation. ISRN Nutrition. Volume 2013, Article ID 481651. 98. Adolfsson O, Meydani SN, Russell R. Yogurt and gut function. Am J Clin Nutr 2004; 80: 245-56. 99. Stall S. Considering Greek yogurt for chronic kidney disease. J Ren Nutr 2012; 22: e57-e62 100. Poblete HM. Talucci RC. Cardiac drugs and nutritional status. Dalam: Boullata JI, Armenti VT, editor. Handbook of Drug-Nutrient Interactions. Humana Press 2004. Hal. 257- 270. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 101 101.Sica DA. Diuretic-related side effects: development and treatment. Diunduh dari: http://www.medscape.com/viewarticle/489521_9. 102. Gervasio JM. Drug-induced changes to nutritinal status. Dalam: Boullata JI, Armenti VT, editor. Handbook of Drug-Nutrient Interactions. Humana Press 2004. Hal. 243-256. Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 102 LAMPIRAN 1 PEMANTAUAN KASUS 1 Ny D Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke3 SUBYEKTIF Sesak nafas OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik Ekstremitas Sesak nafas berkurang Sesak nafas berkurang, sudah dapat tidur dengan posisi agak mendatar TD 190/90 mmHg, HR 96x/mnt, RR 34x/mnt, TD 180/100 mmHg, HR 90 x/mnt, RR 24 TD 160/80 mmHg, HR 83x/mnt, RR 25x/mnt, Suhu 36,4 C x/menit, suhu 36,5C Suhu 36,7 C Konjungtiva pucat, terpasang kanul O2 2 L/mnt, terdapat iga gambang, SJ I,II normal, tidak ada ronkhi, abdomen datar, BU + N Edema ekstremitas inferior + minimal, akral Edema hangat Analisis asupan MCRS 1x200 Bubur 1 p Putih telur 1 buah Minyak ikan Total E (kkal) 200 300 20 P (g) 10 6 5 L (g) 4,8 - KH (g) 30 69 - 18 - 2 - 538 (12,4 kkal/k g Bbe) 21 0,48 g/kgB Be (15%) 6,8 11% 99 74 % BB MC 4x125 Minyak ikan Total E (kkal) 300 500 P (g) 6 25 L (g) 12 KH (g) 69 75 18 - 2 - 818 18,8 kkal/kg BBe 31 g 0,7 g/kgBBe /hr 15 % 14 15 % 144 70% Nefrisol 2x200 Bubur 1x MCRS Minyak ikan Total E (kkal) 400 P (g) 8 L (g) 9,6 KH (g) 75 300 6 200 18 10 - 4,8 2 30 - 918 21 kkal/k gBBe 24 0,5 g/kgBBe (10%) 16,4 16% 174 (74%) 69 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 103 Balans cairan 24 jam terakhir Terapi DPJP Hari ke-1 Hari ke-2 Input: 500 mL Input: oral 1000 mL+obat 200-1200 Output: urin 500 mL +IWL 650=1150 Output:urin 800 mL+ IWL 650=1450 Balans /24 jam: - 650 ml/24 jam Balans /24 jam: -250ml/24 jam Diuresis: 0,47 mL/kg BB/jam Diuresis: 0,76 mL/kg BB/jam ISDN 3x10 mg, Amlodipine 1x10 mg, Valsatran 2x40 mg, lasix drip 5mg/jam, konsul IPD Hasil konsul CHF NYHA III, Acute on CKD, DM terkontrol diet, HT belum terkontrol, terapi sesuai TS SpJP Hari ke3 26/8/14 Input: oral 1000mL+ obat 200=1200 Output: urin 800 mL+IWL 650 = 1450 Balans /24 jam:-250 ml/24 jam Diuresis: 0,76 mL/kg BB/jam ISDN 3x20 mg, lasix 2x2 amp, amlodipin 2x10 mg, valsatran stop Glikudon 2x30 mg, KGDH Selasa-Jumat, saran valsatran stop karena kalium cenderung meningkat ASSESSMENT Malnutrisi, hipermetabolisme sedang, anemia pada cardiorenal anemia syndrome, HHD, CKD st V PLANNING E kkal MCRS 4x125 BB sumsum Putih telur 1 Minyak ikan Total 500 P (g) 25 L (g) 12 KH (g) 75 300 6 - 69 20 5 - - 18 - 2 - 838 19,2 kkal/k gBBe 36 0,82 g/kgB Be 17% 14 (15%) 144 (68%) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Nefrisol 2x200 MCRS 2x200 BB sumsum Minyak ikan Total E (kkal) 400 P (g) 8 L (g) 9,6 KH (g) 75 400 20 9,6 60 300 6 - 69 18 - 2 - 1118 25,7 kkal/kg BBe 34 0,78 g/kgB B (12%) 21,2 (17%) 204 (71%) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Nefrisol 2x200 MCRS 2x200 BB sumsum Minyak ikan Total E (kkal) 400 P (g) 8 L (g) 9,6 KH (g) 75 400 20 9,6 60 300 6 - 69 18 - 2 - 1118 25,7 kkal/kg BBe 34 0,78 g/kgB B (12%) 21,2 (17%) 204 (71%) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 104 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 SUBYEKTIF Sesak berkurang Sesak kembali Sesak berkurang OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik - Paru - Ekstremitas Analisis asupan TD 120/70 mmHg, HR 70 x/mnt, RR 16 x/menit, suhu 36,6C TD 140/80 mmHg, 24x/mnt, Suhu 36,6 C Ronkhi Edema + minimal, akral hangat Ronkhi ++ Edema - Nefrisol 2x200 MCRS 2x200 BB sumsum ½p Minyak ikan Total E (kkal) 400 P (g) 8 L (g) 9,6 KH (g) 75 400 20 9,6 60 150 3 - 34 18 - 2 - 968 22 kkal/kg BBe 31 0,7 g/kgB B (13%) 21,2 (20 %) 169 (67%) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Nefrisol 3x250 MCRS 1x250 Putih telur 1 buah Omega 3 Total HR 88x/mnt, RR TD 120/80 mmHg, HR 90 x/mnt, RR 20 x/menit, suhu 35,9C. Ronkhi + E (kkal) 750 P (g) 15 L (g) 18 KH (g) 141 250 12,5 6 40 20 5 - - 18 - 2 - 1038 23,8 kkal/k gBB 32,5 0,75 g/kgBB (12,5%) 26 (22,5%) 181 (65% ) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Nefrisol 4x250 BB sumsum Putih telur 1 buah Omega 3 Total E (kkal) 1000 P (g) 20 L (g) 24 KH (g) 188 300 6 - 69 20 5 - - 18 - 2 - 1338 30,7 kkal/kg BB) 31 g 0,7 g/kg/ hr 9% 26 17% 257 74 % Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 105 Balans cairan 24 jam terakhir Terapi DPJP Hasil konsul Hari ke-4 (lanjutan) Input: 1000 mL Output:urin 800 mL+IWL 650=1450 mL Balans /24 jam: - 450ml/24 jam Diuresis: 0,76 mL/kg BB/jam ISDN 3x10 mg, Amlodipine 1x10 mg, , lasix drip 5mg/jam, valsatran stop, konsul IPD Belum ada kebutuhan HD cito, tapi ada kebutuhan HD, nilai ulang setelah proses akut selesai, Glikuidon tetap Hari ke-5 (lanjutan) Input: 1400 mL Output:urin 800 mL+IWL 650=1450 mL Balans /24 jam: - 50ml/24 jam Diuresis: 0,76 mL/kg BB/jam Terapi lanjut Hari ke-6 (lanjutan) Input: 1400mL Output:urin 700 mL, IWL 650= 1350 Balans /24 jam: + 50 ml/24 jam Diuresis: 0,67 mL/kg BB/jam Amlodipin 1x10, micardis 1x160, bicnat 3x500, ascardia 1x80, simvastatin 1x20 Hasil USG abdomen: gambaran penyakit ginjal kronik bilateral (echo korteks meninggai) ASSESSMENT Malnutrisi, hipermetabolisme sedang, anemia pada cardiorenal anemia sindrom, HHD, CKD st V PLANNING Nefrisol 3x250 MCRS 1x250 Putih telur 2 Minyak ikan Total E (kkal) 750 P (g) 15 L (g) 18 KH (g) 141 250 12,5 6 40 40 10 - - 18 - 2 - 1058 24,3 kkal/k gBB 37,5 0,86 g/kg Bbe 14% 26 (22%) 181 (64%) Nefrisol 4x250 BBr 1x, Putel 2 Minyak ikan Total E (kkal) 1000 P (g) 20 L (g) 24 KH (g) 188 300 40 18 6 10 - 2 69 - 1358 31,2 kkal/k gBB 36 0,82 g/kgBB 10% 26 17% 257 (73%) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Nefrisol 1x250 BB Rp 30 Omega 3 Total E (kkal) 250 P (g) 5 L (g) 6 KH (g) 47 1100 30 25 188 18 - 2 - 1368 31,4 kkal/kg BB 35 0,8 g/kg/hr 10% 33 21 % 235 (69%) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 106 Hari ke-7 Hari ke-8 SUBYEKTIF Sesak (-) Sesak (-), rencana pulang siang ini OBYEKTIF Tanda vital TD 140/100 mmHg, HR 84 x/mnt, RR24 x/mnt, Suhu 36,5 C Pemeriksaan fisik - Paru - Ekstremitas Analisis asupan TD 140/80 mmHg, 20x/mnt, Suhu 35,8 C HR 90 x/mnt, RR Ronkhi Edema - Nefrisol 1x250 BB Rp 30 Omega 3 Total E (kkal) 250 P (g) 5 L (g) 6 KH (g) 47 1100 30 25 188 18 - 2 - 1368 31,4 kkal/kg BB 35 0,8 g/kg/hr 10% 33 21 % 235 (69%) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Nefrisol 1x250 BB Rp 30 Omega 3 Total E (kkal) 250 P (g) 5 L (g) 6 KH (g) 47 1100 30 25 188 18 - 2 - 1368 31,4 kkal/kg BB 35 0,8 g/kg/hr 10% 33 21 % 235 (69%) Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 107 Balans cairan 24 jam terakhir Terapi DPJP Hasil konsul ASSESSMENT Hari ke-7 Input: 800 mL Output:urin 750 + IWL 650=1400 mL Balans /24 jam: - 600ml/24 jam Diuresis: 0,71 mL/kg BB/jam Rencana echo (slight St depresi V5-V6) Hari ke-8 Input: 800 mL Output:urin 750 + IWL 650=1400 mL Balans /24 jam: - 600 ml/24 jam Diuresis: 0,71 mL/kg BB/jam Tetap, HD inisiasi pasien menolak HD pasien menolak rawat jalan Malnutrisi, hipermetabolisme sedang, anemia pada cardiorenal anemia sindrom, HHD, CKD st V PLANNING Nefrisol 1x250 BB Rp 30 Omega 3 Total E (kkal) 250 P (g) 5 L (g) 6 KH (g) 47 1100 30 25 188 18 - 2 - 1368 31,4 kkal/kg BB 35 0,8 g/kg/hr 10% 33 21 % 235 (69%) Edukasi Asam folat 1x1 mg Kalsium laktat 1x 500 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 108 HASIL LABORATORIUM Hb Leukosit Ht Trombosit CKMB GDS HbA1C 21/8/14 23/8/14 8,4 10,2 26 338000 18 173 31/8/14 6,8 9,7 20 327000 1/9/14 6,9 Ureum Kreatinin Na 123 6,4 146 K Cl 5,32 110 pH pCO2 pO2 HCO3 act HvtCO3 std tCO2 BE vt BE st Sat O2 HbsAg Anti HCV 25/8/14 27/8/14 145 7 174 7,6 147 175 8,9 192 8 5,46 108 7,301 38,8 45,2 18,7 18,4 19,9 -7,1 -7,7 79,9% Negatif Negatif Nilai normal 12-16 g/dL 5-10 ribu/uL 37-47 % 150-450 ribu/uL <25 U/L <180 mg/dL Baik 4-6 Sedang 6-8 Buruk>8 10-50 mg/dL <1,4 mg/dL 137-150 mmol/L 3,5-5,5 mmol/L 99-111 mmol/L 7,35-7,45 35-45 mmHg 80-100mmHg 22-26 Mmol/L Mmol/L Mmol/L -2,5 - +2,5 Mmol/L 96-97% Negatif Negatif Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 109 LAMPIRAN 2 PEMANTAUAN KASUS 2 Ny S Hari ke-1 23/8/14 Hari ke-2-4 Hari ke-5-6 Kontak tidak adekuat, MC baru masuk 2 kali karena NGT terpasang sore Terdapat kontak gerakan mata terhadap stimulus suara (H4) SUBYEKTIF OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik - Ekstremitas Analisis asupan TD 110/80 mmHg, HR 100 x/mnt, RR TD 140/100 mmHg, HR 80 x/mnt, RR 20x/mnt, Suhu 37,4 C 20x/mnt, Suhu 37,6 C Konjungtiva pucat, terpasang kanul O2 3 lt/mnt, NGT, (GRV -) Luka tertutup verban elastis Nefrisol 2x 250 Minyak ikan Total E (kkal) 520 P (g) 10 L (g) 12 KH (g) 94 18 - 2 - 538 6,6 kkal/k gBBad j/ (9,7 kkal/k gBBI) 10 0,18 g/kg BBI (7%) 14 (23%) 94 (70%) 6x250 Nefrisol Minyak ikan Total E (kkal) 1560 P (g) 30 L (g) 36 KH (g) 282 18 - 2 - 1578 19,4 kkal/kg BBadj (28,7 kkal/kg BBI) 30 0,54 g/kg BBI (8%) 38 (22%) 282 70% Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Balans cairan 24 jam terakhir Input: NGT 500 mL + obat + IV 1000= 1500 Input: NGT 2000 mL + IV 1000= 3000 Output:urin 2000 + IWL 810=2810 mL BAB (-) selama 2 hari TD 110/80 mmHg, HR 100 x/mnt, RR 20x/mnt, Suhu 36,8 C Plan H4 Nefrisol 5x300 Peptisol 1x300 Minyak ikan Total E (kkal) 1560 P (g) 30 L (g) 36 KH (g) 282 300 16,8 3,6 50,4 18 - 2 - 1878 (23 kkal/kg BBadj, 34 kkal/kg BBI) 46,8 (0,85 g/kgB BI) 10% 41,6 (20% ) 332,4 (70%) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Input: 3000 mL Output:urin 1700 + IWL 810=2510 mL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 110 Output:urin 1500 + IWL 1200=2700 mL Balans /24 jam: -1200 ml/24 jam Diuresis:0,76 mL/kg BB/jam Balans /24 jam: + 190ml/24 jam Diuresis: 1 mL/kg BB/jam Balans /24 jam: ml/24 jam Diuresis: 0,87 mL/kg BB/jam IPD Lanjut sliding scale insulin ASSESSMENT Obes 2, hipermetabolisme sedang, CKD, pada stroke non hemoragik, DM tipe 2, hipertensi, hiperkolesterolemia PLANNING Hari ke-1 Nefrisol 5x300 Peptisol 1x300 Minyak ikan Total Hari ke-4 E (kkal) 1560 P (g) 30 L (g) 36 KH (g) 282 300 16,8 3,6 50,4 18 - 2 - 1878 (23 kkal/kg BBadj, 34 kkal/kg BBI) 46,8 (0,85 g/kgB BI) 10% 41,6 (20% ) 332,4 (70%) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Plan H4 Nefrisol 5x300 Peptisol 1x300 Minyak ikan Total Hari ke-6 E (kkal) 1560 P (g) 30 L (g) 36 KH (g) 282 300 16,8 3,6 50,4 18 - 2 - 1878 (23 kkal/kg BBadj, 34 kkal/kg BBI) 46,8 (0,85 g/kgB BI) 10% 41,6 (20% ) 332,4 (70%) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Plan H4 Nefrisol 5x300 Peptisol 1x300 Minyak ikan Total E (kkal) 1560 P (g) 30 L (g) 36 KH (g) 282 300 16,8 3,6 50,4 18 - 2 - 1878 (23 kkal/kg BBadj, 34 kkal/kg BBI) 46,8 (0,85 g/kgB BI) 10% 41,6 (20% ) 332,4 (70%) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 111 Hari ke-7-10 Hari ke-11-20 Hari ke-21-32 SUBYEKTIF Kontak gerakan mata dan tangan kanan dapat menggenggam bola (H7). OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik - Ekstremitas Analisis asupan Tangan kanan dapat bergeser, diare 3 hari Tidak mendapat minyak ikan sejak H 21 (sediaan habis), kontak mata main adekuat, senyum, gerakan tangan kanan H25, H 32 pasien pulang TD 110/80 mmHg, HR 100 x/mnt, RR TD 140/100 mmHg, HR 80 x/mnt, RR x/mnt, Suhu 38,4 C 20x/mnt, Suhu 37,6 C Konjungtiva pucat, terpasang kanul O2 3 lt/mnt, NGT, (GRV -) Luka tertutup verban elastis TD 110/80 mmHg, HR 100 x/mnt, RR x/mnt, Suhu 38,4 C Plan H4 Nefrisol 5x300 Peptisol 1x300 Minyak ikan Total E (kkal) 1560 300 P (g) 30 16,8 L (g) 36 3,6 KH (g) 282 50,4 18 - 2 - 1878 (23 kkal/kg BBadj, 34 kkal/kg BBI) 46,8 (0,85 g/kgB BI) 10% 41,6 (20% ) 332,4 (70%) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Hari ke-7-10 Analisis asuan H10 Nefrisol 4x300 Nutren diabetik 2x300 Minyak ikan Total E kkal P G L G KH G 1248 24 28,8 230 600 23 26,6 67,4 18 - 2 - 1866 23 kkal/k gBBad j 34 kkal/k gBBI 47 (0,85 g/kgB BI) 10% 57,4 (27% ) 297, 4 (63% ) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Hari ke-11-20 Nefrisol 4x300 TPS (tanpa telur) 2x300 Minyak ikan E (kkal) 1200 P (g) 24 L (g) 28,8 KH (g) 230 566 31 18 69 18 - 2 - 1784 22 kkal/kg BBadj 32 kkal/kg BBI 55 1 g/kgB B (12%) 46,8 (24% ) 299 (64% ) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Hari ke-21-32 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 112 Balans cairan 24 jam terakhir Input: NGT 500 mL + obat + IV 1000= 1500 Output:urin 1500 + IWL 1200=2700 mL Balans /24 jam: -1200 ml/24 jam Diuresis: 0,76mL/kg BB/jam Input: NGT 2000 mL + IV 1000= 3000 Output:urin 2000 + IWL 810=2810 mL Balans /24 jam: + 190ml/24 jam Diuresis: 1 mL/kg BB/jam Input: 3000 mL Output:urin 1500 + IWL 810=2310 mL Balans /24 jam: ml/24 jam Diuresis: 0,76 mL/kg BB/jam ASSESSMENT Obes 2, hipermetabolisme sedang, CKD, pada stroke non hemoragik, DM tipe 2, hipertensi, hiperkolesterolemia PLANNING E kkal Nefrisol 4x300 Nutren diabetik 2x300 Minyak ikan Total 1248 P G 24 L g 28,8 KH G 230 600 23 26,6 67,4 18 - 2 - 1866 23 kkal/k gBBad j 34 kkal/k gBBI 47 (0,85 g/kgB BI) 10% 57,4 (27% ) 297, 4 (63% ) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Plan H11 Nefrisol 4x300 TPS (tanpa telur) 2x300 Minyak ikan E (kkal) 1200 P (g) 24 L (g) 28,8 KH (g) 230 566 31 18 69 18 - 2 - 1784 22 kkal/kg BBadj 32 kkal/kg BBI 55 1 g/kgB B (12%) 46,8 (24% ) 299 (64% ) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Nefrisol 4x300 TPS (tanpa telur) 2x300 Minyak ikan E (kkal) 1200 P (g) 24 L (g) 28,8 KH (g) 230 566 31 18 69 18 - 2 - 1784 22 kkal/kg BBadj 32 kkal/kg BBI 55 1 g/kgB B (12%) 46,8 (24% ) 299 (64% ) Asam folat 1x1 mg Elkana syrup 1 x 10 mL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 113 HASIL LABORATORIUM Ny S Hb Leukosit Ht Trombosit TG Kol total HDL koletserol LDL kolesterol Asam urat Ureum Kreatinin Na K Cl Urinalisis 21/8/14 9,1 14,8 27 338000 25/8/14 27/8/14 8 8,8 26 314000 4/9/14 8,6 4,3 25 63000 249 195 22 Nilai normal 12-16 g/dL 5-10 ribu/uL 37-47 % 150-450 ribu/uL 35-160 mgdL <200 mg/dL >35 mg/dL 123 < 140 mg/dL 10,9 111 3,5 145 4,3 104 59 3,7 140 4,11 103 10/9/14 8,6 11,1 27 409000 2,4-5,7 mg/dL 10-50 mg/dL <1,4 mg/dL 137-150 mmol/L 3,5-5,5 mmol/L 99-111 mmol/L Protein +, eritrosit 6-8, kristal asam urat +, darah samar +, lekosit + Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 114 Hasil KGDH: Tanggal 25/8/14 (pemantauan H3) 26/8/14 (pemantauan H4) 27/8/14 (H5) 28/8/14 (H6) 1/9/14 (H10) 8/9/14 (H17) 11/9/14 (H20) 15/9/14 (H24) Jam 11.30 17.30 05.00 11.30 16.00 05.00 12.00 17.00 05.00 06.00 11.00 17.00 5.00 11.00 17.00 05 11 17 06 11 17 Hasil 312 265 176 253 241 189 269 283 118 230 219 291 189 332 388 179 377 147 91 261 Insulin 15 10 10 5 5 5 5 10 10 10 4 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 115 LAMPIRAN 3 KASUS KE-3 Ny R Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 SUBYEKTIF Sesak berkurang, seluruh badan masih bengkak OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik Lingkar pinggang Sesak berkurang, seluruh badan masih bengkak (berkurang), posisi tidur dapat mulai mendatar TD 150/90 mmHg, HR 88x/mnt, RR TD 200/120 mmHg, HR 92 x/mnt, RR 28 20x/mnt, Suhu 36,7 C x/menit, suhu 37C Ronkhi basah halus di basal paru, abdomen buncit, asites, edema keempat ekstremitas Sesak (-), seluruh badan masih bengkak (berkurang), posisi tidur dapat mulai mendatar, lapar TD 160/90 mmHg, 24x/mnt, Suhu 37 C HR 92x/mnt, RR 108 cm Analisis asupan NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Biskuit Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 300 18 5 - 2 70 - 1838 (39 kkal/kg BBI) 40 (0,85 g/kg BB), 9% 37 18% 336 (73%) Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 116 Balans cairan 24 jam terakhir Pemeriksaan penunjang Terapi DPJP Hari ke-1 Input: AP+obat= 850 mL Output: urin 2100 mL +IWL 705=2805 Balans /24 jam: - 1955 ml/24 jam Diuresis:1,86 mL/kg BB/jam Hari ke-2 Input: oral 750 mL+obat100 =850 Output:urin 1500 mL+ IWL 705=2205 Balans /24 jam: -1355 ml/24 jam Diuresis: 1,3 mL/kg BB/jam Adalat oros 1x30 mg, lasix drip 5mg/jam, micardis 1x16 mg, simvastatin 1x10 mg. KGDH Senin-Jumat, USG abdomen, konsul jantung Adalat oros naik menjadi 1x60 mg, (lainlain tetap), lonsul jantung echo, USG abdomen Hasil konsul SpJP Hari ke-3 Input: oral 750 mL+obat100 =850 Output:urin 1100 mL+ IWL 705=1805 Balans /24 jam:-955 ml/24 jam Diuresis: 0,97 mL/kg BB/jam USG: chronic renal disease bilateral dengan asites, efusi pleura bilateral Adalat oros turun menjadi 1x30 mg, (lainlain tetap) Cardiorenal anemia syndrome, edema anasarka, hipoalbuminemia. Saran: Lasix ditingkatkan sampai 20 mg/jam HCT 1x50 mg (pagi), koreksi albumin sampai >3, cek elektrolit ASSESSMENT Hipermetabolisme sedang, anemia, hipoalbumin pada CHF, CKD st IV, DM tipe 2 PLANNING Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg (lanjut) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 117 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 SUBYEKTIF Sesak (-), seluruh badan masih bengkak (berkurang), nafsu makan baik OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik Analisis asupan Sesak (-), seluruh badan masih bengkak (berkurang) Sesak (-), terus merasa lapar TD 140/70 mmHg, HR 80x/mnt, RR TD 150/80 mmHg, HR 80 x/mnt, RR 16 TD 140/70 mmHg, 20x/mnt, Suhu 36,7 C x/menit, suhu 37C 20x/mnt, Suhu 37 C Ronkhi basah halus di basal paru, abdomen buncit, asites, edema keempat ekstremitas (berkurang) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Biskuit Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 300 18 5 - 2 70 - 1838 (39 kkal/kg BBI) 40 (0,85 g/kg BB), 9% 37 18% 336 (73%) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Biskuit Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 300 18 5 - 2 70 - 1838 (39 kkal/kg BBI) 40 (0,85 g/kg BB), 9% 37 18% 336 (73%) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Biskuit Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 20 5 300 18 1838 (39 kkal/kg BBI) HR 80x/mnt, RR L (g) 35 KH (g) 266 5 - 2 70 - 40 (0,85 g/kg BB), 9% 37 18% 336 (73%) Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg mg, kalsium laktat 1x500 mg mg, kalsium laktat 1x500 mg Balans cairan 24 jam terakhir Input: AP+obat= 850 mL Output: urin 2100 mL +IWL 705=2805 Balans /24 jam: - 1955 ml/24 jam Diuresis: 1,86 mL/kg BB/jam Input: oral 1300 Output:urin 2400 mL+ IWL 705=3105 Balans /24 jam:1805 ml/24 jam Diuresis: 2,1 mL/kg BB/jam Input: oral 600 mL+obat100 =750 Output:urin 2400 mL+ IWL 705=3105 Balans /24 jam: -2355 ml/24 jam Diuresis: 2,1 mL/kg BB/jam Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 118 Terapi DPJP ASSESSMENT Hari ke-6 Hari ke-5 Hari ke-6 ISDN 3x5 mg, lain-lain tetap, restriksi cairan 600 mL, target balans negatif 600-1000 mL/hari Hipermetabolisme sedang, anemia, hipoalbumin pada CHF, CKD st IV (sindrom kardiorenal), DM tipe 2 PLANNING NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg mg, kalsium laktat 1x500 mg mg, kalsium laktat 1x500 mg, edukasi Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 119 Hari ke-7 Hari ke-821 Hari ke-22 SUBYEKTIF OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik Analisis asupan Sesak (-), seluruh badan masih bengkak (berkurang), nafsu makan baik Sesak hilang timbul, bengkak perlahan berkurang, dimulai dari ekstremitas superior, kemudian inferior, dan abdomen, nafsu makan baik, pasien selalu merasa lapar, makanan RS habis ditambah buah atau biskuit dari keluarga Sesak (-), bengkak minimal TD 140/70 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt, Suhu 36,7 C Edema berkurang 150-150/80-90 mmHg, HR 70-90x/menit, RR 16-24x/menit Edema berkurang TD 200/120 mmHg, HR 92 x/mnt, RR 28 x/menit, suhu 37C LP 97, LLA 22 cm, BB 45 kg NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Biskuit Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 300 18 5 - 2 70 - 1838 (39 kkal/kg BBI) 40 (0,85 g/kg BB), 9% 37 18% 336 (73%) Analisis asupan: 1700-1800 kkal, P: 40-45 g. Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Biskuit Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 300 18 5 - 2 70 - 1838 (39 kkal/kg BBI) 40 (0,85 g/kg BB), 9% 37 18% 336 (73%) Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg ASSESSMENT Hipermetabolisme sedang, anemia, hipoalbumin pada CHF, CKD st IV (sindrom kardiorenal), DM tipe 2 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 120 PLANNING NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 266 20 5 18 - 2 - 1538 (32,7 kkal/k gBBI) 35 (0,74) g/kgB BI) 9% 37 (22% ) 266 (69% ) Edukasi Elkana syrup 1x 10 mL, asam folat 1x1 mg, kalsium laktat 1x500 mg Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 121 HASIL LABORATORIUM Ny R Hb Leukosit Ht Trombosit PT 1/9/14 13,6 8,6 39 164000 2/9/14 5/9/14 6/9/14 9/9/14 11,1 7,9 34 190000 INR APTT Fibrinogen D-dimer CKMB GDS HbA1C Protein Albumin Globulin TG Kol total HDL koletserol LDL kolesterol 10/9/14 11/9/14 14/9/14 10,1 11,1 30 265000 15,7 Kontrol 14,1 1,04 42,2 Kontrol 36,4 561 1398 16/9/14 19/9/14 9,3 9,4 29 294000 20/9/14 23/9/14 9,9 12,2 30 349000 12,7 13,4 0,85 27-43 dtk 29,4-42,3 6,4 4,3 2,2 2,1 109 227 43 4,9 3 1,9 2,7 4,4 2,4 2 5,3 3,1 2,2 162 Nilai normal 12-16 g/dL 5-10 ribu/uL 37-47 % 150-450 ribu/uL 12-18 detik 12,3-17,7 5,2 3,2 2 150-450 mgdL <500 mg/dL <25 U/L <180 mg/dL Baik 4-6 Sedang 6-8 Buruk>8 6,6-8,7 g/dL 3,2-5,2 g/dL 1,5-3 g/dL 35-160 mgdL <200 mg/dL >35 mg/dL < 140 mg/dL Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 122 1/9/14 Asam urat HbsAg Anti HCV Ureum 129 Kreatinin 2,9 Na K Cl Kalsium Fosfor anorganik Magnesium 2/9/14 9,5 Negatif Negatif 5/9/14 142 4,7 107 6/9/14 147 4,3 108 9/9/14 10/9/14 11/9/14 14/9/14 164 4,4 137 3,7 99 143 4 104 171 4,8 136 3,73 97 9,4 9,6 4,7 1,8 1,9 16/9/14 19/9/14 20/9/14 23/9/14 202 5,2 2,3 134 4,02 99 Nilai normal 2,4-5,7 mg/dL Negatif Negatif 10-50 mg/dL <1,4 mg/dL 137-150 mmol/L 3,5-5,5 mmol/L 99-111 mmol/L 8,1-10,4 mg/dL 2,5-4,8 mg/dL 1,9-2,5 mg/dL Hasil KGDH: Tanggal 1/9/14 Sebelum ass 4/9/14 (Pemantauan H2) 5/9/14 (H3) 9/9/14 (H7) 10/9/14 (H8) 11/9/14 (H9) 12/9/14 (H10) 15/9/14 (H13) 17/9/14 H(15) Jam 11.00 17.00 06.00 Hasil 87 139 121 18.00 05.00 11.00 17.00 05.00 17.00 05.00 17.00 06.00 05.00 170 100 150 284 109 179 138 253 138 137 Insulin 4U Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 123 Tanggal 17/9/14 19/9/14 (H17) 22/9/14 Jam 11 17 05 11 17 06 11 17 Hasil 136 155 118 142 168 138 184 175 Insulin 4 Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 124 LAMPIRAN 4 KASUS KE-4 Ny E Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 SUBYEKTIF Tidak ada keluhan, makanan RS habis Tidak ada keluhan, makanan RS habis Tidak ada keluhan, makanan RS habis TD 150/90 mmHg, HR 90x/mnt, RR 19x/mnt, Suhu 36,7 C TD 140/90 mmHg, HR 92 x/mnt, RR 20 x/menit, suhu C TD 140/80 mmHg, HR 84 x/mnt, RR 20 x/menit, suhu C OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik - Abdomen - Ekstremitas Analisis asupan buncit, supel, BU+N, asites Edema + + tungkai, akral hangat NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Buah Minyak ikan Total Balans cairan 24 jam terakhir E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 37 KH (g) 240 20 5 - - 80 18 - 2 20 - 1618 35 kkal.kg BBI 35 (0,76g/ kgBBI) 9% 39 (22% ) 260 (69% ) Input: 850 mL Output: urin 2100 mL +IWL 930=3030 Balans /24 jam: - 2180 ml/24 jam Diuresis: 1,4 mL/kg BB/jam NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Buah Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 37 KH (g) 240 20 5 - - 80 18 - 2 20 - 1618 35 kkal.kg BBI 35 (0,76g/ kgBBI) 9% 39 (22% ) 260 (69% ) Input: oral 750 mL+obat 250 =1000 Output:urin 2100 mL+ IWL 930=3030 Balans /24 jam: -2030ml/24 jam Diuresis: 1,4 mL/kg BB/jam NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Buah Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 37 KH (g) 240 20 5 - - 80 18 - 2 20 - 1618 35 kkal.kg BBI 35 (0,76g/ kgBBI) 9% 39 (22% ) 260 (69% ) Input: oral 750 mL+obat200 =950 Output:urin 3200 mL+ IWL 930=3930 Balans /24 jam: - 2980 ml/24 jam Diuresis: 2,1 mL/kg BB/jam Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 125 Terapi DPJP Amlodipine 1x10 mg, Valsatran 1x80 mg, lasix 2x2 amp, ascardia 1x80 mg, OMZ 1x20 mg, sliding scale 3 U, KSR 2x600 mg, konsul jantung Hasil konsul Amlodipine 1x10 mg, Valsatran 1x80 mg, lasix drip 5mg/jam, ascardia 1x80 mg, OMZ 1x20 mg, sliding scale 3 U, KSR 2x600 mg, KGDH Senin-Jumat, USG abdomen, konsul jantung Amlodipine 1x10 mg, Valsatran 1x80 mg, lasix drip 5mg/jam, ascardia 1x80 mg, OMZ 1x20 mg, Aldactone 1x100 mg Dx CHF ec HHD, CKD. Saran: Lasix drip 5 mg/jam, stop KSR, transfusi PRC sd Hb> 10 g/dL ASSESSMENT Hipermetabolisme sedang, anemia pada CHF, CKD st 3, DM tipe 2 Hipermetabolisme sedang, anemia pada CHF, CKD st 3, DM tipe 2 Hipermetabolisme sedang, anemia pada CHF, CKD st 3, DM tipe 2 PLANNING NT DM 1500 Rp 30 Putel Minyak ikan Ekstra 1x sayur/.b uah Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 256 20 18 5 - 2 - 50 - - 12,5 1588 34,5 kkal/k gBBI 35 0,76g/k gBBI 9% 37 21% 268, 5 (70% ) NT DM 1500 Rp 30 Putel Minyak ikan Ekstra 1x sayur/.b uah Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 256 20 18 5 - 2 - 50 - - 12,5 1588 34,5 kkal/k gBBI 35 0,76g/k gBBI 9% 37 21% 268, 5 (70% ) NT DM 1500 Rp 30 Putel Minyak ikan Ekstra 1x sayur/.b uah Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 256 20 18 5 - 2 - 50 - - 12,5 1588 34,5 kkal/k gBBI 35 0,76g/k gBBI 9% 37 21% 268, 5 (70% ) Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 126 Hari ke-4 Hari ke-5-11 Hari ke-12 SUBYEKTIF Tidak ada keluhan, makanan RS habis Tidak ada keluhan, makanan RS habis Pasien diijinkan rawat jalan TD 150/90 mmHg, HR 90x/mnt, RR 19x/mnt, Suhu 36,7 C TD 150/90 mmHg, HR 92 x/mnt, RR 20 x/menit, suhu 37 C H5: LP 113; BB 77 kg H9: LP 108; Asites berkurang Edema nampak berkurang mulai hari ke 5 TD 140/90 mmHg, HR 80 x/mnt, RR 20 x/menit, suhu 37C H12: LP 106; BB: 60 kg OBYEKTIF Tanda vital Pemeriksaan fisik - Abdomen - Ekstremitas Analisis asupan buncit, supel, BU+N, asites Edema + tungkai, akral hangat NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Buah Minyak ikan Total Balans cairan 24 jam terakhir E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 37 KH (g) 240 20 5 - - 80 18 - 2 20 - 1618 35 kkal.kg BBI 35 (0,76g/ kgBBI) 9% 39 (22% ) 260 (69% ) Input: 500+250= 750 mL Output: urin 3000 mL +IWL 930=3930 Balans /24 jam: - 2180 ml/24 jam Diuresis: 2mL/kg BB/jam NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Buah Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 37 KH (g) 240 20 5 - - 80 18 - 2 20 - 1618 35 kkal.kg BBI 35 (0,76g/ kgBBI) 9% 39 (22% ) 260 (69% ) Input: oral 500 mL+obat200 =700 Output:urin ± 2200 mL+ IWL 930=3130 Balans /24 jam: -2430 ml/24 jam Diuresis: 1,47 mL/kg BB/jam Asites minimal Edema tungkai minimal NT DM 1500 Rp 30 Putih telur Buah Minyak ikan Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 37 KH (g) 240 20 5 - - 80 18 - 2 20 - 1618 35 kkal.kg BBI 35 (0,76g/ kgBBI) 9% 39 (22% ) 260 (69% ) Input: oral 500 mL+obat200 =700 Output:urin ± 2200 mL+ IWL 930=3130 Balans /24 jam: -2430 ml/24 jam Diuresis: 1,47 mL/kg BB/jam Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 127 Terapi DPJP Hari ke-4 Amlodipine 1x10 mg, Valsatran 1x80 mg, lasix drip 5mg/jam, ascardia 1x80 mg, OMZ 1x20 mg, Hari ke-5-11 Amlodipine 1x10 mg, Valsatran 1x80 mg, lasix 3x40 mg, ascardia 1x80 mg, OMZ 1x20 mg, Hari ke-12 Amlodipine 1x10 mg, Valsatran 1x80 mg, ascardia 1x80 mg, OMZ 1x20 mg, Obes berisiko malnutrisi, hipermetabolisme sedang, anemia pada CHF, CKD st V, DM tipe 2 Obes berisiko malnutrisi, hipermetabolisme sedang, anemia pada CHF, CKD st V, DM tipe 2 Obes berisiko malnutrisi, hipermetabolisme sedang, anemia pada CHF, CKD st V, DM tipe 2 ASSESSMENT PLANNING NT DM 1500 Rp 30 Putel Minyak ikan Ekstra 1x sayur/.b uah Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 256 20 18 5 - 2 - 50 - - 12,5 1588 34,5 kkal/k gBBI 35 0,76g/k gBBI 9% 37 21% 268, 5 (70% ) NT DM 1500 Rp 30 Putel Minyak ikan Ekstra 1x sayur/.b uah Total E (kkal) 1500 P (g) 30 L (g) 35 KH (g) 256 20 18 5 - 2 - 50 - - 12,5 1588 34,5 kkal/k gBBI 35 0,76g/k gBBI 9% 37 21% 268, 5 (70% ) EDUKASI Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 128 HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM Ny E Hb Leukosit Ht Trombosit CKMB SGOT SGPT GDS Ureum Kreatinin Na K Cl Albumin 2/9/14 8,5 8,5 27 385000 4/9/14 8/9/14 9/9/14 8,2 11,1 25 234000 11/9/14 9,8 6,6 30 242000 Nilai normal 12-16 g/dL 5-10 ribu/uL 37-47 % 150-450 ribu/uL <25 U/L 30 21 66 2,5 57 2,8 142 3,5 99 2,4 143 3,3 106 3,4 135 4,32 96 <180 mg/dL 10-50 mg/dL <1,4 mg/dL 137-150 mmol/L 3,5-5,5 mmol/L 99-111 mmol/L 3,2-5,2g/dL Hasil KGDH: Tanggal 3/9/14 (H0) 4/9/14 (H1) 10/9/14 (H7) 12/9/14 (H9) Jam 11 17 05.30 11.00 17.00 06.00 17.00 06.00 Hasil 233 151 115 163 131 172 153 151 Insulin 5U Universitas Indonesia Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 129 LAMPIRAN 5 ANALISIS ASUPAN KASUS 1 1. Analisis asupan 1 bulan SMRS ========================================================= Makanan Jumlah Energi KH _________________________________________________________________ nasi putih 100 g 180.7 kkal 39.8 g Ayam goreng 75 g 203.3 kkal 7.4 g tahu goreng 50 g 57.7 kkal 1.3 g sayur bayam jagung 50 g 18.5 kkal 4.2 g Analisis: energi 460.2 kkal (100 %), KH 52.6 g (100 %) ========================================================= HASIL ========================================================= Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan _________________________________________________________________ 460.2 kkal 2036.3 kkal 23 % energ air 98.9 g 2250.0 g 4% protein 32.9 g (29%) 60.1 g (12 %) 55 % lemak 13.2 g (25%) 69.1 g (< 30 %) 19 % 52.6 g (46%) 290.7 g (> 55 %) 18 % KH Serat pangan 0.9 g 30.0 g 3% alkohol 0.0 g PUFA 1.5 g 10.0 g 16 % kolesterol 0.0 mg 84.0 µg 800.0 µg 11 % Vit. A karoten 0.0 mg Vit. E (eq.) 0.0 mg 12.0 mg 0% Vit. B1 0.2 mg 1.0 mg 23 % Vit. B2 0.1 mg 1.2 mg 7% Vit. B6 0.1 mg 1.2 mg 9% As folat total 30.5 µg 400.0 µg 8% Vit. C 2.0 mg 100.0 mg 2% natrium 748.5 mg 2000.0 mg 37 % kalium 176.5 mg 3500.0 mg 5% kalsium 250.3 mg 1000.0 mg 25 % magnesium 73.0 mg 300.0 mg 24 % fosfor 383.5 mg 700.0 mg 55 % zat besi 6.6 mg 10.0 mg 66 % zinc 0.9 mg 7.0 mg 13 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 130 2. Analisis asupan 1 minggu SMRS ========================================================== Makanan Jumlah energi KH __________________________________________________________________ nasi putih 50 g 90.3 kkal 19.9 g Ayam goreng 40 g 108.4 kkal 4.0 g tahu goreng 30 g 34.6 kkal 0.8 g sayur bayam jagung 50 g 18.5 kkal 4.2 g Analisis asupan: energi 251.9 kkal (100 %), KH 28.8 g (100 %) ========================================================== HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan _________________________________________________________________ 251.9 kkal 2036.3 kkal 12 % energi air 53.5 g 2250.0 g 2% 18.1 g(29%) 60.1 g(12 %) 30 % protein lemak 7.4 g(26%) 69.1 g(< 30 %) 11 % KH 28.8 g(46%) 290.7 g(> 55 %) 10 % Serat pangan 0.8 g 30.0 g 3% alkohol 0.0 g 1.0 g 10.0 g 10 % PUFA kolesterol 0.0 mg Vit. A 84.0 µg 800.0 µg 11 % karoten 0.0 mg Vit. E (eq.) 0.0 mg 12.0 mg 0% 0.1 mg 1.0 mg 14 % Vit. B1 Vit. B2 0.1 mg 1.2 mg 5% Vit. B6 0.1 mg 1.2 mg 6% As folat total 26.7 µg 400.0 µg 7% Vit. C 2.0 mg 100.0 mg 2% natrium 403.8 mg 2000.0 mg 20 % kalium 135.7 mg 3500.0 mg 4% kalsium 146.8 mg 1000.0 mg 15 % magnesium 47.9 mg 300.0 mg 16 % fosfor 220.1 mg 700.0 mg 31 % zat besi 3.8 mg 10.0 mg 38 % zinc 0.6 mg 7.0 mg 8% Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 131 3. Analisis asupan 24 jam terakhir ========================================================== Makanan Jumlah Energi KH _________________________________________________________________ bubur sumsum 300 g 104.7 kkal 20.1 g Analisis: energi 104.7 kkal (100 %), KH 20.1 g (100 %) ========================================================= HASIL ========================================================= Nutrient analysed recommended percentage value value/day fulfillment content _________________________________________________________________ energi 104.7 kcal 2036.3 kcal 5% air 0.0 g 2250.0 g 0% 0.9 g (3%) 60.1 g (12 %) 1% protein lemak 2.7 g (22%) 69.1 g (< 30 %) 4% 20.1 g (75%) 290.7 g (> 55 %) 7% KH Serat pangan 0.9 g 30.0 g 3% alkohol 0.0 g PUFA 0.0 g 10.0 g 0% kolesterol 0.0 mg 0.0 µg 800.0 µg 0% Vit. A karoten 0.0 mg Vit. E (eq.) 0.0 mg 12.0 mg 0% Vit. B1 0.0 mg 1.0 mg 0% Vit. B2 0.0 mg 1.2 mg 0% 0.0 mg 1.2 mg 2% Vit. B6 As folat total 3.0 µg 400.0 µg 1% Vit. C 0.0 mg 100.0 mg 0% natrium 3.0 mg 2000.0 mg 0% kalium 36.0 mg 3500.0 mg 1% kalsium 3.0 mg 1000.0 mg 0% magnesium 6.0 mg 300.0 mg 2% fosfor 18.0 mg 700.0 mg 3% zat besi 0.3 mg 10.0 mg 3% zinc 0.3 mg 7.0 mg 4% Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 132 LAMPIRAN 6 ANALISIS ASUPAN PASIEN KASUS KEDUA 1. Analisis asupan sebelum sakit ========================================================== Makanan Jumlah Energi KH __________________________________________________________________ nasi putih 700 g 1264.8 kkal 278.6 g ayam 400 g 1139.6 kkal 0.0 g tahu goreng 150 g 173.2 kkal 3.8 g tempe goreng 150 g 531.0 kkal 23.0 g pisang goreng 100 g 158.0 kkal 17.5 g risoles 100 g 246.9 kkal 33.3 g 74.1 kkal 16.6 g sayur bayam jagung 200 g Melon 200 g 76.5 kkal 16.6 g Analisis: energi 3664.0 kkal (100 %), KH 389.3 g (100 %) ========================================================== HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan __________________________________________________________________ 3664.0 kcal 2036.3 kcal 180 % energi air 693.2 g 2600.0 g 27 % protein 184.4 g(20%) 60.1 g(12 %) 307 % lemak 150.2 g(36%) 69.1 g(< 30 %) 217 % KH 389.3 g(43%) 290.7 g(> 55 %) 134 % 9.7 g 30.0 g 32 % serat pangan alkohol 0.0 g PUFA 43.2 g 10.0 g 432 % kolesterol 376.0 mg Vit. A 584.5 µg 800.0 µg 73 % karoten 0.4 mg Vit. E (eq.) 4.2 mg 12.0 mg 35 % Vit. B1 1.1 mg 1.0 mg 110 % Vit. B2 1.7 mg 1.2 mg 145 % Vit. B6 2.7 mg 1.2 mg 225 % As folat 250.5 µg 400.0 µg 63 % Vit. C 30.0 mg 100.0 mg 30 % natrium 381.5 mg 2000.0 mg 19 % kalium 2816.5 mg 3500.0 mg 80 % kalsium 791.5 mg 1000.0 mg 79 % magnesium 507.0 mg 300.0 mg 169 % fosfor 1716.5 mg 700.0 mg 245 % zat besi 21.5 mg 15.0 mg 143 % zinc 15.6 mg 7.0 mg 224 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 133 2. Analisis asupan saat sakit di rumah ========================================================== Makanan Jumlah Energi KH __________________________________________________________________ bubur havermuth 300 g 185,7 kkal 32,4 g Analisis: energi 185,7 kkal (100 %), KH 32,4 g (100 %) ========================================================== HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan __________________________________________________________________ energi 185,7 kkal 2036,3 kkal 9% air 0,0 g 2700,0 g 0% 7,8 g(17%) 60,1 g(12 %) 13 % protein lemak 3,0 g(14%) 69,1 g(< 30 %) 4% 32,4 g(69%) 290,7 g(> 55 %) 11 % KH serat pangan 5,1 g 30,0 g 17 % alkohol 0,0 g PUFA 1,2 g 10,0 g 12 % kolesterol 0,0 mg 6,0 µg 800,0 µg 1% Vit. A karoten 0,0 mg Vit. E (eq.) 0,0 mg 12,0 mg 0% Vit. B1 0,3 mg 1,0 mg 33 % Vit. B2 0,1 mg 1,2 mg 5% 0,1 mg 1,2 mg 5% Vit. B6 as folat 12,0 µg 400,0 µg 3% Vit. C 0,0 mg 100,0 mg 0% natrium 3,0 mg 2000,0 mg 0% kalium 168,0 mg 3500,0 mg 5% kalsium 24,0 mg 1000,0 mg 2% magnesium 72,0 mg 310,0 mg 23 % fosfor 228,0 mg 700,0 mg 33 % zat besi 2,1 mg 15,0 mg 14 % zinc 1,5 mg 7,0 mg 21 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 134 LAMPIRAN 7 ANALISIS ASUPAN PASIEN KASUS KETIGA 1. Analisis asupan sebelum sakit ========================================================== Makanan Jumlah Energi KH _________________________________________________________________ nasi putih 600 g 1084.1 kkal 238.8 g ikan mas goreng 300 g 605.9 kkal 0.0 g tempe goreng 100 g 354.0 kkal 15.3 g singkong kukus 500 g 768.4 kkal 182.0 g gula pasir 50 g 197.8 kkal 47.0 g 12.0 kkal 1.9 g sayur bayam 100 g Analisis: energi 3022.1 kkal (100 %), KH 485.0 g (100 %) ========================================================== HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan __________________________________________________________________ energ 3022.1 kkal 2036.3 kkal 148 % 342.9 g 2250.0 g 15 % air protein 90.6 g(12%) 60.1 g(12 %) 151 % lemak 75.4 g(22%) 69.1 g(< 30 %) 109 % KH 485.0 g(66%) 290.7 g(> 55 %) 167 % Serat pangan 3.7 g 30.0 g 12 % 0.0 g alkohol PUFA 31.8 g 10.0 g 318 % kolesterol 177.0 mg Vit. A 429.0 µg 800.0 µg 54 % karoten 0.0 mg Vit. E (eq.) 9.0 mg 11.0 mg 82 % Vit. B1 1.2 mg 1.0 mg 116 % Vit. B2 0.5 mg 1.2 mg 42 % Vit. B6 1.1 mg 1.2 mg 95 % Asam folat 147.0 µg 400.0 µg 37 % Vit. C 8.0 mg 100.0 mg 8% natrium 178.5 mg 2000.0 mg 9% kalium 1689.0 mg 3500.0 mg 48 % kalsium 412.5 mg 1000.0 mg 41 % magnesium 266.0 mg 300.0 mg 89 % fosfor 1491.5 mg 700.0 mg 213 % zat besi 9.6 mg 10.0 mg 97 % zinc 8.3 mg 7.0 mg 119 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 135 2. Analisis asupan SMRS (Oktober 2013- Januari 2014) ========================================================== Makanan Jumlah Energi KH __________________________________________________________________ nasi putih 300 g 542.1 kkal 119.4 g ikan mas goreng 300 g 605.9 kkal 0.0 g tempe goreng 100 g 354.0 kkal 15.3 g singkong kukus 500 g 768.4 kkal 182.0 g gula pasir 50 g 197.8 kkal 47.0 g sayur bayam 100 g 12.0 kkal 1.9 g Analisis: energi 2480.0 kkal (100 %), KH 365.6 g (100 %) ========================================================== HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan _________________________________________________________________ 2480.0 kkal 2036.3 kkal 122 % energi air 172.8 g 2250.0 g 8% protein 81.6 g(13%) 60.1 g(12 %) 136 % lemak 74.5 g(27%) 69.1 g(< 30 %) 108 % KH 365.6 g(60%) 290.7 g(> 55 %) 126 % 3.1 g 30.0 g 10 % serat pangan alkohol 0.0 g PUFA 31.5 g 10.0 g 315 % kolesterol 177.0 mg Vit. A 429.0 µg 800.0 µg 54 % 0.0 mg karoten Vit. E (eq.) 9.0 mg 11.0 mg 82 % Vit. B1 1.1 mg 1.0 mg 110 % Vit. B2 0.4 mg 1.2 mg 37 % Vit. B6 1.0 mg 1.2 mg 82 % As folat 141.0 µg 400.0 µg 35 % Vit. C 8.0 mg 100.0 mg 8% natrium 175.5 mg 2000.0 mg 9% kalium 1575.0 mg 3500.0 mg 45 % kalsium 337.5 mg 1000.0 mg 34 % magnesium 227.0 mg 300.0 mg 76 % fosfor 1410.5 mg 700.0 mg 202 % zat besi 8.4 mg 10.0 mg 85 % zinc 7.1 mg 7.0 mg 101 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 136 3. Analisis asupan SMRS (Januari-September 2014) ========================================================== Makanan Amount energi KH __________________________________________________________________ nasi putih 150 g 271.0 kkal 59.7 g ikan goreng 200 g 319.8 kkal 0.0 g sayur caisin 200 g 22.0 kkal 4.6 g semangka 100 g 28.2 kkal 6.9 g pepaya 100 g 39.0 kkal 9.8 g apel 100 g 58.3 kkal 14.9 g Marie susu roma 200 g 839.4 kkal 150.0 g Analisis: energi 1577.7 kkal (100 %), KH 245.9 g (100 %) ========================================================== HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan __________________________________________________________________ 1577.7 kkal 2036.3 kkal 77 % energi air 261.3 g 2250.0 g 12 % protein 50.9 g(13%) 60.1 g(12 %) 85 % lemak 49.6 g(27%) 69.1 g(< 30 %) 72 % 245.9 g(61%) 290.7 g(> 55 %) 85 % KH serat pangan 8.1 g 30.0 g 27 % alkohol 0.0 g PUFA 1.6 g 10.0 g 16 % kolesterol 100.0 mg 298.0 µg 800.0 µg 37 % Vit. A karoten 0.0 mg Vit. E (eq.) 6.0 mg 11.0 mg 55 % Vit. B1 0.9 mg 1.0 mg 86 % Vit. B2 0.8 mg 1.2 mg 68 % Vit. B6 0.6 mg 1.2 mg 47 % As folat 320.0 µg 400.0 µg 80 % Vit. C 99.0 mg 100.0 mg 99 % natrium 896.5 mg 2000.0 mg 45 % kalium 1244.0 mg 3500.0 mg 36 % kalsium 123.5 mg 1000.0 mg 12 % magnesium 93.5 mg 300.0 mg 31 % fosfor 506.5 mg 700.0 mg 72 % zat besi 3.6 mg 10.0 mg 36 % zinc 1.8 mg 7.0 mg 26 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 137 LAMPIRAN 8 ANALISIS ASUPAN PASIEN KASUS KEEMPAT 1. Analisis asupan sebelum sakit ========================================================== Makanan Jumlah Energi KH __________________________________________________________________ 542.1 kkal 119.4 g nasi putih 300 g Ayam goreng 300 g 813.1 kkal 29.7 g tahu goreng 150 g 173.2 kkal 3.8 g sayur sop 300 g 311.9 kkal 31.5 g pepaya 200 g 77.9 kkal 19.6 g gula pasir 50 g 197.8 kkal 47.0 g 129.5 kkal 35.0 g kopi instant 100 g teh kotak 400 g 199.8 kkal 40.0 g kerupuk udang 50 g 274.5 kkal 33.3 g Analisis: energi 2719.8 kkal (100 %), KH 359.3 g (100 %) ========================================================== HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan _______________________________________________________________ energi 2719.8 kkal 2036.3 kkal 134 % air 305.8 g 2250.0 g 14 % 130.3 g(19%) 60.1 g(12 %) 217 % protein lemak 82.6 g(27%) 69.1 g(< 30 %) 120 % KH 359.3 g(54%) 290.7 g(> 55 %) 124 % serat pangan 14.6 g 30.0 g 49 % alkohol 0.0 g PUFA 5.3 g 10.0 g 53 % kolesterol 29.5 mg Vit. A 1698.5 µg 800.0 µg 212 % karoten 0.0 mg Vit. E (eq.) 5.5 mg 12.0 mg 46 % Vit. B1 1.0 mg 1.0 mg 98 % Vit. B2 0.4 mg 1.2 mg 30 % Vit. B6 0.6 mg 1.2 mg 49 % As folat 199.5 µg 400.0 µg 50 % 133.5 mg 100.0 mg 134 % Vit. C natrium 3751.5 mg 2000.0 mg 188 % 8716.0 mg 3500.0 mg 249 % kalium kalsium 1510.5 mg 1000.0 mg 151 % magnesium 676.5 mg 300.0 mg 226 % fosfor 2106.5 mg 700.0 mg 301 % zat besi 31.9 mg 10.0 mg 319 % zinc 4.3 mg 7.0 mg 61 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 138 2. Analisis asupan setelah pasien mengetahui DM ========================================================== Makanan Jumlah Energi KH __________________________________________________________________ nasi putih 150 g 271.0 kkal 59.7 g Ayam goreng 300 g 813.1 kkal 29.7 g tahu goreng 150 g 173.2 kkal 3.8 g sayur sop 300 g 311.9 kkal 31.5 g pepaya 200 g 77.9 kkal 19.6 g gula pasir 50 g 197.8 kkal 47.0 g kopi instant 100 g 129.5 kkal 35.0 g teh kotak 400 g 199.8 kkal 40.0 g kerupuk udang 50 g 274.5 kkal 33.3 g Analisis: energi 2448.7 kkal (100 %), KH 299.5 g (100 %) ========================================================== HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan __________________________________________________________________ 2448.7 kkal 2036.3 kkal 120 % energi air 220.7 g 2250.0 g 10 % 125.8 g(21%) 60.1 g(12 %) 209 % protein lemak 82.2 g(30%) 69.1 g(< 30 %) 119 % KH 299.5 g(50%) 290.7 g(> 55 %) 103 % serat pangan 14.3 g 30.0 g 48 % alkohol 0.0 g 5.1 g 10.0 g 51 % PUFA kolesterol 29.5 mg Vit. A 1698.5 µg 800.0 µg 212 % karoten 0.0 mg Vit. E (eq.) 5.5 mg 12.0 mg 46 % Vit. B1 0.9 mg 1.0 mg 95 % Vit. B2 0.3 mg 1.2 mg 27 % Vit. B6 0.5 mg 1.2 mg 42 % As folat 196.5 µg 400.0 µg 49 % Vit. C 133.5 mg 100.0 mg 134 % natrium 3750.0 mg 2000.0 mg 188 % kalium 8659.0 mg 3500.0 mg 247 % kalsium 1473.0 mg 1000.0 mg 147 % magnesium 657.0 mg 300.0 mg 219 % fosfor 2066.0 mg 700.0 mg 295 % zat besi 31.3 mg 10.0 mg 313 % zinc 3.6 mg 7.0 mg 52 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 139 3. Analisis asupan 2 bulan terakhir SMRS ========================================================== Makanan Jumlah Energi KH. __________________________________________________________________ nasi putih 150 g 271.0 kkal 59.7 g ikan bawal 300 g 251.7 kkal 0.0 g tahu goreng 150 g 173.2 kkal 3.8 g sayur bayam 300 g 311.9 kkal 31.5 g pepaya 200 g 77.9 kkal 19.6 g apel 100 g 58.3 kkal 14.9 g jambu biji 150 g 76.4 kkal 17.8 g Analisis: energi 1220.4 kkal (100 %), KH 147.3 g (100 %) ========================================================= HASIL ========================================================== Komposisi Hasil Rekomendasi/ Persentase nutrisi analisis hari pemenuhan __________________________________________________________________ 1220.4 kkal 2036.3 kkal 60 % energi air 285.1 g 2250.0 g 13 % protein 81.8 g(26%) 60.1 g(12 %) 136 % lemak 37.8 g(26%) 69.1 g(< 30 %) 55 % 147.3 g(47%) 290.7 g(> 55 %) 51 % KH serat pangan 24.8 g 30.0 g 83 % alkohol 0.0 g PUFA 5.9 g 10.0 g 60 % kolesterol 132.0 mg 1930.5 µg 800.0 µg 241 % Vit. A karoten 0.0 mg Vit. E (eq.) 10.5 mg 12.0 mg 88 % Vit. B1 0.6 mg 1.0 mg 64 % Vit. B2 0.6 mg 1.2 mg 48 % Vit. B6 1.4 mg 1.2 mg 117 % As folat 250.0 µg 400.0 µg 63 % Vit. C 417.0 mg 100.0 mg 417 % natrium 293.0 mg 2000.0 mg 15 % kalium 2514.5 mg 3500.0 mg 72 % kalsium 567.0 mg 1000.0 mg 57 % magnesium 373.0 mg 300.0 mg 124 % fosfor 893.0 mg 700.0 mg 128 % zat besi 12.2 mg 10.0 mg 122 % zinc 5.1 mg 7.0 mg 74 % Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 140 LAMPIRAN 9 CONTOH MENU 1. Pasien pertama Waktu Jenis makanan 07.00 Nefrisol Putih telur 09.00 11.00 13.00 16.00 18.00 21.00 URT 2 sdt 1 btr kecil Minyak ikan Nasi Ayam 100 g 25 Sayur 100 Minyak olive Buah 5 100 Nasi Ayam/ikan 100 g 25 Bakwan sayuran Sayur 50 Minyak goreng Buah/agaragar Nasi Ayam/ikan 5 Bakwan sayuran Sayur 50 Minyak goreng Minyak ikan Nefrisol 5 TOTAL 100 100 100 g 25 100 2 sdt ¾ gelas 1 ptg kecil 1 mangkuk kecil ½ sdm 1 ptg kecil ¾ gelas 1 ptg kecil 1 ptg sedang 1 mangkuk kecil ½ sdm 1 ptg kecil ¾ gelas 1 ptg kecil 1 ptg sedang 1 mangkuk kecil ½ sdm E 135 20 P 2,5 5 L 3 - KH 24 - 9 175 47,5 4 5 1 3 40 - 50 - - 12,5 45 40 - 5 - 10 175 47,5 4 5 3 40 - 80 - - 20 50 - - 12,5 45 - 5 - 40 - - 10 175 47,5 4 5 3 40 - 80 - - 20 50 - - 12,5 45 - 5 - 9 135 2,5 1 3 24 1500 (33 kkal/kgBBA) 37 (0,82 g/kgBBA Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 32 g 265,5 g 141 2. Pasien ketiga dan keempat Waktu Jenis makanan 07.00 Teh manis/gula Minyak ikan 09.00 11.00 13.00 URT 1 sdm 1 kapsul Nasi Ayam 100 g 25 Sayur 100 Minyak olive Buah 10 100 Nasi Ayam/ikan 150 g 25 Bakwan 50 sayuran/perkedel Sayur 100 16.00 18.00 21.00 Minyak kelapa Buah/agar-agar 10 100 Nasi Ayam/ikan 150 g 25 Bakwan sayuran 50 Sayur 100 Minyak goreng Minyak ikan Buah 10 TOTAL 200 10 g ¾ gelas 1 ptg kecil 1 mangkuk kecil 1 sdm 1 ptg kecil 1 gelas 1 ptg kecil 1 ptg sedang 1 mangkuk kecil 1 sdm 1 ptg kecil 1 gelas 1 ptg kecil 1 ptg sedang 1 mangkuk kecil 1 sdm 1 ptg besar E 40 9 P - L 1 KH 10 - 175 47,5 4 5 3 40 - 50 - - 12,5 90 40 - 10 - 10 262 47,5 6 5 3 60 - 80 - - 20 50 - - 12,5 90 40 - 10 - 10 262 47,5 6 5 3 60 - 80 - - 20 50 - - 12,5 90 9 80 - 10 1 - - 1639 (35 kkal/kgBBI) 31 (0,7 g/kgBBA) - Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 41 g 20 287,5 g 142 LAMPIRAN 10 Pemilihan bahan makanan yang dianjurkan pada pasien dengan PGK dengan dislipidemia Jenis makanan Telur (kolesterol < 200 mg/hari) Daging, unggas Ikan, kerang Pilihan Batasi asupan telur menjadi 2 butir/minggu, atau gunakan 2 putih telur sebagai pengganti 1 telur atau menggunakan pengganti telur bebas kolesterol Lean meat, unggas tanpa kulit, ikat, tahu, tempe, produk kedelai Dibakar, dipanggang, rebus tanpa tambahan lemak Lemak dan minyak Minyak tidak jenuh: safflower, sunflower, jagung, kedelai, cottonseed, canola, olive, peanut Margarin yang terbuat dari lemak dia atas terutama bentuk liquid atau lunak Salad dressing yang terbuat dari lemak di atas Roti dan grains Roti tanpa keju Sereal, oat, gandum, jagung Pasta, beras Crackers Roti homemade dengan minyak yang dianjurkan di atas Buah dan sayur Buah segar atau buah kaleng rendah natrium Makanan manis Gula, sirup, madu, selai, permen (direstriksi pada tanpa lemak diabetik & Sorbet, es buah rendah lemak atau hipertrigliseridemia) tanpa lemak Kue, pie dengan putih telur Asupan dikurangi Kuning telur dan telur utuh yang sering terdapat pada kue/snack Daging berlemak (sosis, bacon, ham, organ dalam: hati, otak) Konsumsi tulang ikan (sarden, presto) berhubungan dengan kandungan fosfat) Lemak terhidrogenasi dan terhidrogenasi sebagian Minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kelapa dan produk kelapa Butter, margarin batangan Dressing yang terbuat dari susu, keju, kuning telur, sour cream. Roti tinggi lemak (contoh: croissant) Crackers tinggi lemak (>3 g per sajian) Pastri dan biskuit komersial Buah atau sayuran yang disajikan dengan cream Permen terbuat dari coklat, krim, butter Es krim Biskuit, cake, cream, pie komersial Donat komersial Whipped cream Sumber: daftar referensi no. 54. Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 143 LAMPIRAN 11 CONTOH MAKANAN CAIR UNTUK PASIEN KEDUA Formula makanan cair tanpa susu (MCTPS) tanpa telur RSUT (per saji 250 cc) Bahan makanan Kacang hijau Gula Maizena Jeruk Jumlah URT (g) 50 25 5 55 Energi (kkal) 187,5 Protein (g) Lemak (g) KH (g) 12,5 7,5 17,5 6,5 17,5 25 236,5 0 0,4 0 12,9 0 0 0 7,5 1,5 4 6 29 Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 144 LAMPIRAN 12 Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 145 Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 146 LAMPIRAN 13 Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 147 Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 148 Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 149 Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 150 Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 151 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Monica Joice Viona Parasvita Status : Menikah Tempat tgl lahir : Jakarta, 11 Januari 1978 Jenis kelamin : Perempuan Agama : Katolik Alamat : Kavling Polri Ampera Raya, Jl. A7 No. 37. Jakarta Selatan 12550 Riwayat pendidikan : Magister Ilmu Gizi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2010-2012) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang (1996 2002) SMA Kolese Gonzaga, Jakarta (1993-1996) Riwayat pekerjaan : Dokter UGD RS Sahid Sahirman Memorial Hospital (2008-2012) Dokter UGD RSU St. Antonius, Pontianak, Kalimantan Barat (2006-2008) Dokter PTT Puskesmas Perawatan Kubu, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat (20042006) Research and Scientific Officer PT Indocare Citra Pacific (2003-2004) Dokter jaga beberapa klinik di Jakarta 2003) Tata laksana..., Monica Joice Viona Parasvita, FK UI, 2014 (2002-