BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kewilayahan Ilmu

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kewilayahan
Ilmu pembangunan wilayah merupakan ilmu yang relatif masih baru.
Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ilmu pembangunan wilayah merupakan
wahana lintas disiplin yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan yaitu: geografi,
ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu
lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan wilayah setidaknya
perlu ditopang oleh 6 pilar analisis, yaitu: (1) analisis biogeofisik; (2) analisis
ekonomi; (3) analisis sosiobudaya; (4) analisis kelembagaan; (5) analisis lokasi; (6)
analisis lingkungan.
Rustiadi
(2002)
menyebutkan
bahwa
lingkup
kajian
perencanaan
pengembangan wilayah sangat luas, sebagai bidang kajian yang membentang dari
lingkup ilmu yang bersifat multidisiplin, mencakup bidang-bidang ilmu mengenai
fisik, sosial ekonomi hingga manajemen. Dari sisi proses kajian pembangunan
mencakup hal-hal mengenai: (1) aspek pemahaman, yakni aspek yang menekankan
pada upaya memahami fenomena fisik alamiah hingga sosial ekonomi di dalam dan
antar wilayah, dalam konteks ini pengetahuan mengenai teknik-teknik analisis dan
model-model sistem merupakan alat (tools) penting yang perlu dipahami, untuk
mengenal dan mendalami permasalahan-permasalahan maupun potensi-potensi
pembangunan wilayah, (2) aspek perencanaan, mencakup proses formulasi masalah,
Universitas Sumatera Utara
teknik-teknik desain dan pemetaan hingga perencanaan, dan (3) aspek kebijakan,
mencakup pendekatan-pendekatan evaluasi, perumusan tujuan-tujuan pembangunan
serta proses melaksanakannya, mencakup proses-proses politik, administrasi, dan
manajerial pembangunan.
Secara harfiah, Rustiadi (2002) menyebutkan bahwa regional science dapat
dipandang sebagai ilmu yang mempelajari aspek-aspek dan kaidah-kaidah
kewilayahan, dan mencari cara-cara yang efektif dalam mempertimbangkan aspekaspek dan kaidah-kaidah tersebut ke dalam proses perencanaan pengembangan
kualitas hidup dan kehidupan manusia. Dalam hal ini regional science tidak
didefinisikan
sebagai
‘ilmu
yang
mempelajari
bagaimana
merencanakan
pembangunan di suatu wilayah’, karena pengertian demikian tidak memberikan
spesifikasi yang jelas terhadap bidang keilmuan regional science. Secara ilustrasi,
walaupun kata ‘di suatu wilayah’ itu dihilangkan, kita tetap bisa menangkap suatu
pemahaman bahwa setiap pembangunan pasti dilakukan pada suatu wilayah atau
areal tertentu. Padahal penambahan kata ‘wilayah’ ini dimaksudkan untuk
memberikan kekhasan bahwa regional science adalah bidang ilmu yang berbeda
dengan bidang-bidang ilmu perencanaan pembangunan lainnya, yakni dengan adanya
penekanan terhadap pentingnya pertimbangan dimensi kewilayahan.
Selanjutnya
Budiharsono
(2001)
menyebutkan
pentingnya
ilmu
pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia dan wilayah pesisir
pada khususnya, dikarenakan :
Universitas Sumatera Utara
1.
Indonesia
merupakan
negara
kepulauan,
di
mana
kegiatan-kegiatan
pembangunan saat ini dipusatkan di bagian barat. Konsentrasi demikian
menimbulkan
isu
pengembangan
wilayah
‘outer
island’
yang
dapat
menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang berdimensi wilayah.
2.
Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada pembangunan daratan dari
lautan, sehingga pembangunan pesisir relatif tertinggal. Masyarakat pesisir
relatif lebih miskin dari wilayah daratan lainnya. Kondisi ini diperburuk dengan
posisi politik nelayan yang relatif lemah dibanding dengan posisi lainnya.
3.
Letak geografis Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh faktor geologis dan
ekologis yang menyebabkan keragaman lingkungan.
4.
Keragaman kultural menyebabkan adanya perbedaan persepsi terhadap
pembangunan.
5.
Sifat pembangunan politik di Indonesia yang diwarnai oleh kekuatan politik
wilayah.
6.
Adanya kebijakan otonomi daerah, yang merupakan antisipasi terhadap
maraknya tuntutan lepasnya beberapa daerah dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Diharapkan pemerintah dapat membangun sesuai kebutuhan
dan kemampuannya sendiri.
7.
Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral, sehingga hasil yang dicapai
tidak optimal.
2.1.1 Teori Perencanaan (Theory Planning)
Universitas Sumatera Utara
Lawton dan Rose (1995) , menyatakan bahwa perencanaan dapat dilihat
sebagai suatu proses di mana tujuan-tujuan, bukti-bukti faktual dan asumsi-asumsi
diterjemahkan sebagai suatu proses argumen logis kedalam penerapan kebijaksanaan
yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan.
Kartasasmita (1997: 48); Perkembangan Pemikiran dan Prakteknya di
Indonesia menyatakan “Pada dasarnya perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah
proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki”. “...and situations as they are and find a way to solve problemes”
artinya perencanaan merupakan penerapan intelegensia untuk mengolah fakta-fakta
dan situasi apa adanya dan menemukan suatu cara untuk memecahkan masalahmasalah.
Miraza (2005), Wilayah adalah kumpulan daerah berhampiran, sebagai satu
kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya
alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan
dimanfaatkan secara efisiensi dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif
dan satu sama lain saling bersentuhan, yang semuanya bermuara pada upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tarigan (2004), definisi perencanaan wilayah adalah mengetahui dan
menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai factor
noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan
tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah
Universitas Sumatera Utara
untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang
akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan atau sasaran tersebut.
Perencanaan Wilayah, menurut Miraza (2004), adalah “suatu perencanaan
yang berjangka panjang, bertahap dan tersistematis dengan suatu tujuan yang jelas”.
Tujuan yang jelas ini adalah yang menyangkut pada keselarasan kepentingan
stakeholders, baik masyarakat dari berbagai lapisan, kelompok pengusaha maupun
pemerintah sendiri. Perencanaan wilayah menyangkut pada bagaimana pemanfaatan
potensi wilayah, baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun
potensi sumber daya buatan yang harus dilaksanakan secara fully dan efficiently agar
pemanfaatan
potensi
dimaksud
benar-benar
berdampak
pada
kesejahteraan
masyarakat secara maksimal.
Disamping itu juga perlu ada pemikiran bagaimana dunia usaha dapat
berkiprah secara ekonomis serta pemerintah mendapatkan manfaat dari semua
keadaan ini bagi kelangsungan kepemerintahan yang baik.
Widodo (2006) perencanaan adalah upaya institusi publik untuk membuat
arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara
maupun di daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh
wilayah.
Conyers & Hills (dalam Arsyad 1999), bahwa perencanaan adalah suatu
proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihanpilihan berbagai alternative penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu pada masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definisi diatas, Arsyad (1999) berpendapat ada empat elemen dasar
perencanaan, yaitu :
1. Merencanakan berarti memilih;
2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya;
3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan;
4. Perencanaan berorientasi ke masa depan.
Secara garis besar, ada tiga kelompok model perencanaan, yakni konsistensi,
optimisasi dan simulasi. Model konsistensi terbentuk oleh sederetan persamaan
simultan. Beberapa tujuan pembangunan diupayakan untuk mencapai konsisten
dengan karakteristik utama berorientasi kesisi permintaan. Model optimisasi
menekankan pencapaian optimum dari suatu tujuan akibat kendala-kendala atau
keterbatasan sumber daya. Alat analisis yang populer dalam model optimisasi adalah
pemograman linier (linier programming). Model simulasi berorientasi kesuatu
percobaan terhadap sistem ekonomi yang dirumuskan melalui model. Pada
kenyataannya, tidak satupun model yang menyajikan hasil terbaik. Modifikasi dan
penggabungan sering dilakukan disesuaikan dengan kadar dan karakteristik ekonomi.
Sumodiningrat (2004), perencanaan pembangunan wilayah merupakan suatu
upaya merumuskan dan mengimplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan
ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan aspek
wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya
kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari
semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan
kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah
adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan
penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sector serta antar
pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Anwar,
1999).
Berdasarkan defenisi, pendapat dan pandangan para pakar sebagaimana diatas
sintesa pendapat penulis terhadap perencanaan wilayah substansinya lebih mengena
kepada pandangan atau pendapat Miraza (2004) dimana perencanaan wilayah adalah
“suatu perencanaan yang berjangka panjang, bertahap dan tersistematis dengan suatu
tujuan yang jelas”. Tujuan yang jelas ini adalah yang menyangkut pada keselarasan
kepentingan stakeholders, baik masyarakat dari berbagai lapisan, kelompok
pengusaha maupun pemerintah sendiri. Perencanaan wilayah menyangkut pada
bagaimana pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia maupun potensi sumber daya buatan yang harus dilaksanakan secara
fully dan efficiently agar pemanfaatan potensi dimaksud benar-benar berdampak pada
kesejahteraan masyarakat secara maksimal.
Berdasarkan substansi ini nantinya penulis lebih focus pada potensi sumber
daya manusia dan peranannya sesuai dengan kewenangannya dalam mengelola
pembangunan daerah untuk mewujudkan Good Governance. Dan disamping itu
untuk memperkaya wawasan dalam penulisan dan pembahasan nantinya masih
Universitas Sumatera Utara
diperlukan teori-teori yang relepansinya masih berkaitan dalam penelitian nantinya,
antaralain adalah sebagai berikut.
Inti dari teori perencanaan adalah proses perencanaan. Perencana baik
individual maupun kelompok membawa konsep – konsep utama.
Teori perencanaan, Moekijat, (1980) terdiri dari 3 (tiga) teori, yaitu :
1.
Theory of Planning yaitu menjelaskan prinsip - prinsip, prosedur dan langkah–
langkah
normatif
yang
seharusnya/sebaiknya
dijalankan
dalam
proses
perencanaan untuk menghasilkan outputs dan outcomes yang efektif.
2.
Theory in Planning yaitu merupakan teori substantif dari berbagai disiplin ilmu
yang relevan dengan bidang perencanaan.
3.
Theory for planning yaitu menjelaskan prinsip etika, nilai dan moral yang
menjadi pertimbangan bagi perencana didalam menjalankan peranannya.
Untuk pembagian ketiga teori perencanaan tersebut, dapat dijelaskan berikut
ini :
1. Theory of Planning
Theory of Planning yaitu menjelaskan prinsip - prinsip, prosedur dan langkah
langkah normatif yang seharusnya/sebaiknya dijalankan dalam proses perencanaan
untuk menghasilkan outputs dan outcomes yang efektif.
Prinsip – prinsip perencanaan :
-
Memandang ke masa depan yang tidak berkepastian
-
Mengetahui adanya masalah sosial ekonomi yang akut
-
Menyadari adanya faktor internal dan eksternal yang harus ditanggapi
Universitas Sumatera Utara
-
Menyadari kebutuhan untuk menyusun langkah dan kebijakan secara kolektif.
Prosedur dan langkah – langkah perencanaan :
a.
Menentukan tujuan dan sasaran perencanaan dalam proses politik yang
menyertakan seluruh warga.
b.
Mengetahui fakta – fakta tentang kondisi yang ada dan latar belakangnya serta
memperkirakan apa yang bakal terjadi dalam situasi – situasi tertentu.
c.
Mengkaji pilihan – pilihan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
dan sasaran dengan mengingatkan potensi dan hambatan yang ada.
d.
Menentukan pilihan – pilihan yang terbaik berdasarkan pertimbnagan normatif
maupun teknis didalam konyeks partisipatif.
e.
Mengusulkan rangkaian kebijakan dan tindakan yang perlu diambil dalam
pelaksanaan pilihan yang diambil.
f.
Melakukan langkah – langkah implementasi melalui tindakan sosialisasi,
penegakan, pemberian insentif dsb serta memantau pelaksanaan secara
sistematik dan teratur.
2. Theory in Planning
Theory in Planning yaitu merupakan teori substantif dari berbagai disiplin
ilmu yang relevan dengan bidang perencanaan. Oleh karena itu Theory in Planning
merupakan bagian dari Planning theory yang diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu
yang sesuai dengan bidang perencanaan. Artinya suatu rencana yang diterapkan dapat
berubah sesuai dengan kebutuhan, karena dalam penyusunan suatu rencana dalam
implementasi suatu proyek atau kegiatan, penerapan yang dibuat dapat disesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan kebutuhan proyek tersebut. Untuk lebih jelas mengenai Theory in Planning
akan di bahas pada sub topic berikutnya, yaitu pada poin C.
3. Theory for Planning
Theory for planning yaitu menjelaskan prinsip etika, nilai dan moral yang
menjadi pertimbangan bagi perencana didalam menjalankan peranannya. Dalam teori
untuk perencanaan (theory for planning) Prinsip Etika Perencanaan dapat dilihat
dalam peran perencanaan itu sendiri.
Kegiatan perencanaan di negara maju merupakan bagian dari proses untuk
merespon permasalahan sosial-ekonomi dan politik, bahkan sudah merupakan budaya
masyarakat dan terkait erat dengan sistem manajemen publik. Semakin maju budaya
politik dan sistem manajemen publik, semakin besar kontribusi perencanaan dalam
memberikan informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input teknikal untuk mendukung
proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku berkepentingan baik sektor publik
dan sektor
privat, maupun individual. Kegiatan perencanaan yang paling nyata
adalah sebagai bentuk tindakan alokasi dan inovasi dalam arena publik termasuk
sebagai alat pengarahan masyarakat (societal guidance). akan tetapi jika peran
pemerintah gagal atau tidak kurang efektif maka proses perubahan sosial akan
menguat melalui kekuatan sosial-politik masyarakat. Dalam keadaan normal,
tindakan perencanaan tetap memegang prinsip untuk tidak mengurangi ruang gerak
masyarakat dan mekanisme pasar.
Sedangkan substansi perencanaan dapat dilihat dari tujuan dari perencanaan itu
sendiri yaitu untuk menyediakan informasi tindakan kebijaksanaan, inovasi, dan
Universitas Sumatera Utara
solusi teknis bagi proses alokasi sumberdaya publik, pengarahan masyarakat, serta
optimasi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Substansi perencanaan yang bersifat
strategik dan perencanaan teknikal atau operasional pada hakekatnya terkait dengan
sistem perencanaan makro (umum) dan mikro (spesifik), maupun terkait pada siklus
manajemen publik dan siklus manajemen kegiatan/proyek. Substansi perencanaan
pada dasarnya memuat produk gabungan antara rekayasa sosial-ekonomi dan
lingkungan fisik, dan juga memuat produk pengaturan yang dihasilkan dari
kesepakatan politik, kelayakan ekonomi, dan solusi teknikal untuk memberikan
pengarahan bagi masyarakat.
Dampak penting yang dihasilkan dari tindakan perencanaan: (1) meningkatnya
kemampuan masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku
bagi proses perubahan sosial-ekonomi, (2) terciptanya tatanan sosial-politik yang
lebih akomodatif terhadap proses perkembangan masyarakat dan pasar, (3)
terbangunnya kapasitas kelembagaan pembangunan,
(4) tersedianya informasi
kebijakan, inovasi, dan teknikal yang dapat digunakan sebagai sarana pengambilan
keputusan bagi para pelaku yang berkepentingan (stakeholders).
Nilai-nilai kegiatan perencanaan adalah rasionalitas pasar dan rasionalitas
sosial-politik, yang mempengaruhi proses dan tindakan perencanaan. Oleh karena itu
seorang perencana harus memliki nilai dan moral yang menjadi pertimbangan dalam
membuat suatu perencanaan. Dalam perencanaan harus mempunyai nilai seperti
transparan, akuntabel, keadilan, dan partisipatif atau demokratis yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a.
Perencanaan yang transparan mempunyai ciri yaitu adanya proses
perencanaan yang mudah dimengerti, dimana informasi tentang produk dan
informasi kebijakan dan input teknikal tersedia dan aksesnya terbuka, dan pelaku
berkepentingan dapat mengetahui apa peran yang dimainkan dalam pengambilan
keputusan atau terlibat dalam tindakan perencanaan.
b.
Perencanaan
yang
akuntabel
mempunyai
ciri
antara
lain
dapat
dipertanggungjawabkan dan sah diterima masyarakat, sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan, efisien dalam menggunakan sumberdaya, efektif dalam pemecahan
solusi masalah, memberi keleluasaan dan kemudahan, dan melihat kepentingan
masyarakat banyak.
c.
Perencanaan yang berkeadilan mempunyai ciri antara lain dapat melihat
keseimbangan antara hak-hak individu dan dan kepentingan masyarakat banyak,
atau memberikan pemihakan kepada masayarakat yang lemah akses dan
kemampuannya untuk mendapatkan sumberdaya yang diperlukan.
d.
Perencanaan yang partisipatif atau demokratis dapat dicirikan sebagai
perencanaan yang mengadopsi prinsip interaktif, kesetaraan, dan kooperatif
dalam
proses
pengambilan
keputusan
secara
bersama
dengan
mempertimbangkan aspirasi semua pelaku yang berkepentingan dan bagi
kepentingan masyarakat banyak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Teori Dalam Perencanaan (Theory In Planning).
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, teori dalam perencanaan tidak
dapat dipisahkan dengan teori perencanaan, karena teori dalam perencanaan adalah
merupakan subbagian dari teori perencanaan. Theory in Planning yaitu merupakan
teori substantif dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dengan bidang perencanaan.
Suatu rencana yang telah ditetapkan walaupun itu perencanaan apa saja, apabila
terjadi kebuntuan atau kendala dalam pelaksanaannya maka tetap merujuk kembali
kepada teori perencanaan. Jadi dapat dikatakan bahwa teori perencanaan adalah
merupakan induk dari theory in planning. yang dalam penerapannya dapat berubah
sesuai dengan kebutuhan.
Perencanaan dapat dikelompokkan berdasarkan kebutuhannnya, untuk
dapat melihat penggunaan perencanaan dalam aplikasinya maka perencanaan dapat
terlebih dahulu dikenali melalui 3 konsep formal, yaitu upaya mengaitkan keilmuan
dan pengetahuan tehnikal bagi :
a.
Tindakan di dalam domain publik (action in the public domain), yang diangkat
dari filosofi politik, berupa suatu tindakan baik pengubahan kondisi perilaku
rutin dan inisiasi dari sesuatu mata rantai konsekuensi agar tidak terjadi sesuatu
hal yang tidak diinginkan,
b.
Proses pengarahan masyarakat (societal guidance), yang merupakan keterlibatan
peran pemerintah baik dalam bentuk alokasi dan inovasi,
Universitas Sumatera Utara
c.
Proses transformasi sosial (social transformation), yang merupakan suatu proses
politik atau gerakan sosial-politik masyarakat karena kekosongan peran
pemerintah dan pasar (Friedmann, 1987).
Kebutuhan terhadap kegiatan perencanaan akan semakin besar untuk dapat
memberikan informasi kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam proses
pengambilan keputusan oleh pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat. Dalam era
otonomi, pemerintah daerah memiliki tugas dan fungsi yang semakin penting dalam
kegiatan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik dimana dalam proses
manajemen publik tersebut instrumen
perencanaan sangat penting untuk
mengantisipasi kondisi masa depan, mengarahkan masyarakat, dan mendorong proses
transformasi sosial.
Kegiatan perencanaan seharusnya dapat mensinkronkan berbagai kepentingan
para pelaku berkepentingan dan bekerja pada berbagai tingkatan pemerintahan, serta
terdapat keterkaitan antara kegiatan perencanaan makro dan mikro, serta keterkaitan
antara siklus manajemen publik (public management) dan siklus manajemen proyek
(project management) yang dilakukan oleh sektor publik dan sektor privat.
Teori dalam perencanaan dapat dibagi menjadi beberapa macam/tipe
perencanaan, yang dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan
perencanaan itu sendiri. Berikut ini macam/tipe perencanaan dapat dijelaskan
sebagaimana berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Macam – macam perencanaan :
1. Berdasarkan Jangka Waktu, dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
a)
Perencanaan Jangka Panjang (Perspektif), yaitu : perencanaan yang
mempunyai rentang waktu antara 10 sampai 25 tahun.
b)
Perencanaan Jangka Menengah, yaitu : Perencanaan yang mempunyai
rentang waktu antara 4 sampai 6 tahun.
c)
Perencanaan Jangka Pendek, yaitu : Perencanaan yang mempunyai rentang
waktu 1 tahun, biasanya perencanaan jangka pendek disebut juga rencana
operasional tahunan.
2. Berdasarkan Sifat Perencanaan, dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a)
Perencanaan dengan Komando (planning by direction), yaitu : Sistem
Perencanaan yang terpusat kepada penguasa /pemerintah pusat, dimana
pemerintah pusat yang merencanakan, mengatur dan memerintahkan
pelaksaaan rencana sesuai
dengan prioritas yang telah ditetapkan
sebelumnya. Perencanaan seperti ini bersifat menyeluruh dan mencakup
keseluruhan perekonomian.
b)
Perencanaan dengan rangsangan (Planning by inducement), yaitu :
Perencanaan yang demokratis, dimana tidak ada paksaan tetapi berupa ajakan
namun tetap tunduk pada pengendalian dan pengaturan pemerintah.
3. Berdasarkan alokasi Sumber daya, dapat dibagi menjadi 2, Yaitu:
a) Perencanaan keuangan, yaitu : Perencanaan yang dibuat untuk memastikan
apakah permintaan dan penawaran bertemu dalam suatu mekanisme, dimana
Universitas Sumatera Utara
kemampuan fisik dimanfaatkan sepenuh mungkin tanpa mengakibatkan
perubahan yang besar dan tak terduga pada struktur harga.
b) Perencanaan Fisik, yaitu : Suatu usaha untuk menjabarkan usaha
pembangunan melalui pengalokasian faktor produksi dan hasil produksi
sehingga memaksimalkan pendapatan dan pekerjaan.
4. Berdasarkan Tingkat Keluwesan, dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Perencanaan Indikatif, yaitu : Perencanaan yang bersifat menyeluruh, dimana
badan perencana sampai menentukan hal – hal yang rinci seperti umlah yang
akan diinvestasikan pada masing – masing sektor, penetapan harga produk
dan faktor produksi dan jenis serta kualitas produk yang akan diproduksi.
b) Perencanaan Imperatif, yaitu: Perencanaa yang semua kegiatan dan sumber
daya ekonomi berjalan menurut komando negara, ada pengawasan
menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah terhadap faktor produksi.
Tipe perencanaan:
1.
Perencanaan Fisik versus Perencanaan ekomomi :
Perencanaan Fisik, yaitu : Perencanaan untuk mengubah atau memanfaatkan
struktur fisik suatu wilayah misalnya perencanaan tata ruang atau tata guna
tanah, perencanaan jalur transportasi/komunikasi, penyediaan fasilitas untuk
umum dll.
Perencanaan Ekonomi, yaitu Perencanaan yang berkenaan dengan perubahan
struktur ekonomi suatu wilayah dan langkah – langkah untuk memperbaiki
tingkat kemakmuran suatu wilayah.
Universitas Sumatera Utara
2.
Perencanaan alokatif versus perencanaan inovatif :
Perencanaan alokatif, yaitu Perencanaan yang berkenaan dengan menyukseskan
rencana umum yang telah disusun pada level yang lebih tinggi atau telah menjadi
kesepakatan bersama. Contoh : Suatu dinas dikabupaten yang diberi tugas
membuat rencana menaikkan produksi pangan sebesar
10%, dinas itu
kemudian membuat rencana kerja untuk menyukseskan tercapainya kenaikan
produksi sebesar 10%. Kepala dinas menetapkan apa yang harus dilakukan oleh
masing – masing bagian pada dinas tersebut tanpa mengubah wewenang dan
tanggung jawab masing – masing bagian.
3.
Perencanaan inovatif,
yaitu Perencanaan yang lebih memiliki kebebasan baik dalam menetapkan target
maupun cara yang ditempuh untuk mencapai target.
4.
Perencanaan bertujuan jamak versus perencanaan bertujuan tunggal :
Perencanaan bertujuan jamak, yaitu Perencanaan yang memiliki beberapa tujuan
sekaligus. Misalnya : rencana pelebaran dan peningkatan kualitas jalan
penghubung yang ditujukan untuk memberikan berbagai manfaat sekaligus, agar
perhubungan didaerah semakin lancar, dapat menarik berdirinya pemukiman
baru dan mendorong bertambahnya aktifitas pasar didaerah tersebut.
5.
Perencanaan bertujuan tunggal
yaitu perencanaan yang apabila sasaran yang hendak dicapai adalah sesuatu yang
dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu dan bersifat tunggal. Misalnya
rencana pemerintah untuk membangun 100 unit rumah di suatu lokasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan ini tidak mengaitkan pembangunan rumah dengan manfaat lain
yang mungkin dapat ditimbulkannya karena tidak menjadi fokus perhatian.
6.
Perencanaan bertujuan jelas versus perencanaan bertujuan laten :
Perencanaan bertujuan jelas, yaitu perencanaan yang dengan tegas menyebutkan
tujuan dan sasaran dari perencanaan tersebut dan dapat diukur keberhasilannya.
Misalnya tujuan perencanaan adalah menaikkan taraf hidup rakyat, sasarannya
adalah menaikkan pendapatan perkapita dari $ 400 menjadi $ 500 per tahun,
dalam jangka waktu 3 tahun yang akan datang.
7. Perencanaan bertujuan laten, yaitu perencanaan yang tidak menyebutkan sasaran
bahkan tujuannya pun kurang jelas sehingga sulit untuk dijabarkan. Misalnya,
tujuan seseorang ingin hidup lebih bahagia, kehidupan dalam masyarakat yang
aman, nyaman dan penuh dengan rasa kekeluargaan.
8. Perencanaan Top Down versus Bottom Up :
Perencanaan Top Down, yaitu Perencanaan yang kewenangan utama dalam
perencanaan tersebut berada pada institusi yang lebih tinggi, dimana institusi
perencana pada level yang lebih rendah harus menerima rencana atau arahan dari
institusi lebih tinggi.
9.
Perencanaan Bottom Up
Yaitu Perencanaan yang kewenangan utama dalam perencanaan tersebut berada
pada institusi yang lebih rendah, dimana institusi perencana berada pada level
lebih tinggi harus menerima usulan – usulan yang diajukan oleh insitusi
perencana pada tingkat yang lebih rendah.
Universitas Sumatera Utara
10. Perencanaan Vertical versus Horizontal :
Perencanaan Vertical, yaitu Perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi
antar berbagai jenjang pada sektor yang sama.
Perencanaan Horizontal, yaitu Perencanaan yang menekankan keterkaitan antar
berbagai sektor dapat berkembang secara sinergi.
11.
Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung versus yang tidak
melibatkan masyarakat secara langsung :
Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung, yaitu perencanaan
yang sejak awal masyarakat yelah diberitahu dan diajak ikut serta dalam
menyusun rencana tersebut.
Perencanaan yang tidak melibatkan masyarakat secara langsung, yaitu
perencanaan yang tidak melibatkan sama sekali peran serta masyarakat dan
hanya meminta persetujuan DPRD untuk persetujuan akhir.
2.1.3 Konsep Ruang dan Wilayah
Ruang atau kawasan sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir dan
lautan karena merupakan wadah yang utama di wilayah pesisir. Ruang adalah wadah
kehidupan manusia beserta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya meliputi
bumi, air dan ruang angkasa sebagai satu kesatuan. Konsep ruang mempunyai
beberapa unsur, yaitu: (1) jarak, (2) lokasi, (3) bentuk, dan (4) ukuran. Konsep ruang
sangat berkaitan erat dengan waktu, karena pemanfaatan bumi dan segala
kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur
Universitas Sumatera Utara
tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah
(Budiharsono, 2001).
Selanjutnya Budiharsono (2001) menyebutkan definisi wilayah sebagai suatu
unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung
secara internal dalam dimensi ruang yang merupakan wadah bagi kegiatan-kegiatan
sosial ekonomi yang memiliki keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak
sama. Disamping itu, perlu pula diperhatikan bahwa kegiatan sosial ekonomi dalam
ruang dapat menimbulkan dampak positif maupun negative terhadap kegiatan
lainnya.
Rustiadi (2002) membagi konsep wilayah atas enam jenis. Adapun konsep
enam jenis wilayah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Konsepkonsep
wilayah klasik, yang mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batasbatas spesifik dimana komponen-komponen dari wilayah tersebut satu sama lain
saling berinteraksi secara fungsional; (2) Wilayah homogen, yaitu wilayah yang
dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah
tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa bersifat
heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh potensi
sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam.
Dengan demikian konsep wilayah homogen sangat bermanfaat dalam
penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung
utama yang ada dan pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan
permasalahan masing masing wilayah; (3) Wilayah nodal, menekankan perbedaan
Universitas Sumatera Utara
dua komponen-komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. konsep
wilayah nodal diumpamakan sebagai suatu ”sel hidup” yang mempunyai inti dan
plasma. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/pemukiman, sedangkan plasma adalah
daerah belakang (hinterland); (4) Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran
bahwa
komponen-komponen
di
suatu
wilayah
memiliki
keterkaitan
dan
ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan; (5) Wilayah perencanaan adalah
wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada
wilayah baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah sehingga perlu perencanaan
secara integral; (6) Wilayah administratif-politis, berdasarkan pada suatu kenyataan
bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh
suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu. wilayah
yang dipilih tergantung dari jenis analisis dan tujuan perencanaannya. Sering pula
wilayah administratif ini sebagai wilayah otonomi. Artinya suatu wilayah yang
mempunyai suatu otoritas melakukan keputusan dan kebijaksanaan sendiri-sendiri
dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya di dalamnya.
2.1.4
Teori Pembangunan Daerah
Pembangunan menurut Siagian (1994), adalah suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan
bangsa (nation building).
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Kartasasmita (1994), memberikan pengertian pembangunan, adalah
suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana.
Bratakusumah (2005), dalam bukunya Perencanaan Pembangunan Daerah
mengemukakan bahwa, dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli
manajemen
pembangunan
terus
berupaya
untuk
menggali
konsep-konsep
pembangunan secara ilmiah, karena secara sederhana pembangunan sering diartikan
sebagai suatu upaya untuk melakukan
perubahan menjadi lebih baik. Karena
perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula dan
ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan,
menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan suatu yang mutlak harus terjadi dalam
pembangunan.
Istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai
kapasitas dari sebuah perekonomian nasional, yang kondisi ekonomi awalnya kurang
lebih bersifat statis dalam kurun waktu cukup lama untuk menciptakan dan
mempertahankan kenaikan tahunan atas pendapatan nasional bruto atau GNP (gross
national product) nya pada tingkat 5 persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih tinggi
lagi, jika hal itu memang memungkinkan. Ukuran lain yang mirip dengan GNP, yakni
yang dikenal dengan istilah produk domestik bruto atau GDP (gross domestic
product) sama seringnya digunakan. Indeks ekonomi lainnya yang juga sering
digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat
Universitas Sumatera Utara
pendapatan perkapita (income per capita) atau GNP per kapita. Indeks ini pada
dasarnya mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya
dalam laju yang lebih cepat dari pada tingkat pertumbuhan penduduknya (Todaro,
2000), dan ada tiga
komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis
konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki.
Ketiga komponen dasar tersebut adalah:
-
Kecukupan (sustenance) yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar;
-
Jati diri (selfesteem) yaitu menjadi manusia seutuhnya, serta
-
Kebebasan (freedom) yaitu kemampuan untuk memilih.
Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap
orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung
dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam
berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya
sepanjang jaman.
Pembangunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Antara lain adalah, menaikkan standar hidup, memperbaiki tingkat
pendidikan, kesehatan dan persamaan hak untuk memiliki kesempatan dalam
memperoleh semua komponen-komponen penting dari hasil pembangunan ekonomi.
Meier (1989) mendefinisikan pembangunan ekonomi, adalah suatu proses di
mana pendapatan perkapita penduduk suatu negara secara riil cenderung naik secara
terus menerus dalam jangka panjang; dengan syarat utama bahwa jumlah penduduk
yang berada dalam ”garis kemiskinan absolut” tidak bertambah dan distribusi
Universitas Sumatera Utara
pendapatan tidak menjadi lebih timpang. Kecenderungan menaik itu haruslah paling
tidak dua atau tiga dasawarsa- waktu sepanjang itu cukup sebagai indikasi untuk
melihat apakah suatu negara dalam keadaan berkembang atau tidak. Sejalan dengan
Meier, Chenery dan Syrquin (1989), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai
suatu proses peningkatan pendapatan per kapita yang disertai antara lain, dengan
proses transformasi dari suatu perekonomian yang dominan sektor primer atau
pertanian dan pertambangan menjadi makin dominan sektor industri, terutama
industri manufaktur dan sektor jasa.
2.1.5 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu
digandeng
dengan
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development).
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh World Commission on Environment
and Development, adalah “pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat
ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhannya”. Konsep pembangunan yang berkelanjutan telah menjadi
kesepakatan hampir seluruh bangsa-bangsa di dunia sejak KTT Bumi di Rio de
Janeiro 1992. Dengan demikian, secara ekologis terdapat empat persyaratan utama
yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan sumberdaya wilayah
pesisir dan lautan: (1) keharmonisan spasial, (2) pemanfaatan sumberdaya alam
secara optimal dan berkelanjutan, (3) membuang limbah sesuai dengan kapasitas
asimilasi lingkungan, dan (4) mendesain dan membangun prasarana dan sarana sesuai
dengan karakteristik serta dinamika ekosistem pesisir dan lautan (Dahuri, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Ketika kita memanfaatkan wilayah (perairan) pesisir sebagai tempat untuk
pembuangan limbah, maka harus ada jaminan bahwa jumlah total dari limbah
tersebut tidak boleh melebihi kapasitas asimilasinya (assimilative capacity). Dalam
hal ini, yang dimaksud dengan daya asimilasi adalah kemampuan suatu ekosistem
pesisir untuk menerima jumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya
kerusakan lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat ditoleransi.
2.1.6
Proses Perencanaan Wilayah
Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia menuntut
perubahan paradigma dalam perencanaan dan keuangan daerah yang komprehensif
dan mengarah kepada perwujudan transparansi, akuntabilitas, demokratisasi,
desentralisasi dan partisipasi masyarakat.
(hardware
dan
software)
menyebabkan
Keterbatasan sumber daya daerah
pemerintah
daerah
harus
mampu
mengalokasikannya secara lebih efisien dan efektiv.
Dewasa ini, otonomi dan desentralisasi telah didukung oleh beberapa
perubahan Peraturan Perundangan, antara lain :
1.
UU 17/2003
: Keuangan Negara
2.
UU 1/2004
: Perbendaharaan Negara
3.
UU 25/2004
: Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
4.
UU 33/2004
: Perimbangan Keuangan
5.
PP 20/2004
: Rencana Kerja Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU No 25 Tahun 2004)
memberikan arahan penyusunan perencanaan di tingkat pemerintah pusat, daerah, dan
unit kerja (kementerian/lembaga/dinas), sebagaimana kerangka berikut:
PEMBUKAAN UUD 45
•
•
•
•
Melindungi Segenap Bangsa Indonesia
Memajukan Kesejahteraan Umum
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (20 Tahun)
VISI, MISI, PROGRAM PRESIDEN RI (5 Tahun)
• Menciptakan Indonesia Yang Aman dan Damai
• Menciptakan Indonesia Yang Adil dan Demokratis
• Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
VISI, MISI, PROGRAM
KEPALA DAERAH (5 Tahun)
NASIONAL/Sektor
DAERAH/Prov/Kab/Kota
Rencana Pembangunan Jangka
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah RP JM (5 Th)
Menengah Satuan Kerja Peringkat
Daerah/RP JM-SKPD (5 Th)
Rencana
Rencana Satuan Kerja Peringkat
Kementrian/Lembaga/Rencana-KL
Daerah (5 Th)
(5 Th)
Rencana Pembangunan Tahunan
Rencana Pembangunan Tahunan
Nasional/Rencana Kerja Pemerintah
Daerah/Rencana Kerja Peringkat
(RKP) (5 Th)
Daerah (RKPD) (5 Th)
Rencana Pembangunan Tahunan
Rencana Pembangunan Tahunan
Kementrian/Lembaga atau Rencana
Satuan Kerja Peringkat Daerah atau
Kerja Kementrian/Lembaga
Rencana Kerja Satuan Kerja Peringkat
(Renja-KL) (1 Th)
Daerah (Renja-SPKD) (1 Th)
KEGIATAN EKONOMI RAKYAT SEJAHTERA
•
•
•
Jumlah penduduk naik menjadi 8,2% th 2009
Pengangguran 5,1%Gambar
th 2009 1. Perencanaan
Pertumbuhan ekonomi 7,6% th 2009
Pembangunan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Perencanaan Pembangunan
Gambar 1 menunjukkan Sistem Perencanaan Pembangunan berdasarkan atas
UU No.25 Tahun 2004 untuk tingkat nasional dan daerah.
Dalam rangka
pelaksanaan UU No.25 Tahun 2004 dan UU No. 17 Tahun 2003, pedoman
penyusunan indikator kinerja, pemantauan dan evaluasi anggaran berbasis kinerja
sangat diperlukan oleh pelaku aktivitas.
2.2
Hubungan Perencanaan Wilayah Dengan SDM Dan Kualitas Perencanaan
Seorang perencana bertugas untuk mengatur proses perencanaan di tingkat
daerah. Tugas ini bersifat komprehensif atau menyeluruh, sehingga membutuhkan
pengetahuan intersektoral yang luas dan berkemampuan merencanakan pada tiga
bidang utama perencanaan pembangunan daerah, yang menurut Poppe (1995 : 45),
meliputi :
a.
Perencanaan Sumber Daya Alam
b.
Perencanaan Sosial Ekonomi
c.
Perencanaan Fisik dan Infrastruktur
Di samping itu, ia juga mengatakan bahwa seorang perencana harus memiliki
kualifikasi yang berorientasi manajemen yang menyangkut empat tahap perencanaan
yang utama, yaitu :
a.
Analisis wilayah
b.
Prospek pembangunan
c.
Perencanaan dan pembuatan program
Universitas Sumatera Utara
d.
Pelaksanaan rencana, monitoring dan evaluasi
Untuk itu, Manfred Poppe mengemukakan hal-hal yang harus ditangani oleh
perencana daerah, terutama yang menyangkut masalah organisasional dan
operasional, yaitu :
a.
Mengenal masalah-masalah pembangunan daerah, sumber daya dan kebutuhan
ekonomi sebagaimana dirasakan oleh penduduk.
b.
Menganalisis kecenderungan dan hambatan pembangunan serta meramalkan
pembangunan demografik dan ekonomi.
c.
Menyusun tujuan dan sasaran pembangunan daerah.
d.
Mengembangkan strategi dan alternatif kebijaksanaan, serta merancang rencana
program pembangunan daerah.
e.
Menyebarkan dan menghubungkan rencana daerah dengan rencana dan
kebijaksanaan daerah dan nasional.
f.
Menganjurkan pertimbangan kebutuhan lokal dalan kebijaksanaan nasional.
g.
Menaksir pengaruh rencana dan program secara sosial, ekonomi dan ekologi.
h.
Mengatur proses pembuatan keputusan dan partisipasi pada tingkat dan masalah
yang berbeda.
i.
Mengenal dan merancang proyek-proyek individu dan menaksir kelayakannya
untuk pelaksanaan lokal.
j.
Mengembangkan dan menggunakan instrumen pelaksanaan, penyelenggaraan
dan pengendalian rencana dan program.
Universitas Sumatera Utara
k.
Memonitor dan mengevaluasi proyek, rencana dan program serta merencanakan
ulang sesuai dengan perubahan kondisi.
Terkait
dengan
masalah
tugas
perencana
tersebut,
LAN
(1999)
mengemukakan bahwa tugas perencana pembangunan meliputi :
a.
Mengumpulkan dan menganalisis berbagai indikator kondisi sosial ekonomi.
b.
Mengumpulkan dan menganalisis data sektor penting perekonomian.
c.
Mengidentifikasi hubungan antar-sektor dan bidang kegiatan esensial untuk
persoalan mendasar.
d.
Menunjukkan
pendekatan/alternatif
pembenahan,
masalah
sektor
dan
perekonomian.
e.
Memberi identifikasi penjelasan alternatif (beserta keterkaitan sektoralnya)
kepada pengambil keputusan.
f.
Menyusun tindak lanjut pasca keputusan.
g.
Memantau indikator kesejahteraan ekonomi.
h.
Melaksanakan evaluasi.
2.2.1 Sumber Daya Manusia Dalam Konteks Kewilayahan
Strategi pembangunan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah pada
dasarnya diarahkan untuk (1) mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di
luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di
wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; (2) meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui
peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik; dan
Universitas Sumatera Utara
(3) meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan
di tiap wilayah, (4) Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan
strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar
dan daerah rawan bencana; serta (5) Mendorong pengembangan-pengembangan di
tiap wilayah mengacu pada strategi dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan
wilayah darat melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasiskan
perencanaan wilayah laut melalui Arah Pengembangan Wilayah Laut.
Selain itu, strategi pembangunan juga mengacu pada paradigma Pembangunan
untuk Semua (Development for All). Paradigma ini bertumpu pada 6 (enam) strategi
dan arah kebijakan, yaitu:
Pertama, strategi pembangunan inklusif yang mengutamakan keadilan,
keseimbangan dan pemerataan. Semua pihak harus dan ikut berpartisipasi dalam
proses pembangunan melalui penciptaan iklim kerja untuk meningkatkan harkat
hidup keluar dari kemiskinan. Seluruh kelompok masyarakat harus dapat merasakan
dan menikmati hasil-hasil pembangunan terutama masyarakat yang tinggal di
kawasan perbatasan, kawasan perdesaan, daerah pedalaman, daerah tertinggal dan
daerah pulau terdepan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi harus dapat mengurangi
pengangguran dan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri; serta Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kawasan
Perbatasan, Pulau Terdepan dan daerah pasca konflik dan pasca bencana merupakan
program yang diarahkan langsung untuk mendorong pembangunan yang lebih
inklusif.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, strategi pembangunan berdimensi kewilayahan. Strategi pembangunan
wilayah mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan sumber daya alam,
jaringan infrastruktur, kekuatan sosial budaya dan kapasitas sumber daya manusia
menyebabkan yang tidak sama untuk setiap wilayah. Strategi pembangunan wilayah
juga memperhitungkan basis daratan dan basis kepulauan atau maritim sebagai satu
kesatuan ruang yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu, strategi pembangunan
berdimensi kewilayahan memperhatikan tata ruang wilayah Pulau Sumatera, Pulau
Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan
Maluku dan Pulau Papua. Dengan strategi ini, kebijakan pembangunan diarahkan
untuk mengoptimalkan potensi dan keunggulan daerah dan membangun keterkaitan
antarwilayah yang solid termasuk mempercepat pembangunan pembangkit dan
jaringan listrik, penyediaan air bersih, serta pengembangan jaringan transportasi
(darat, laut dan udara) dan jaringan komunikasi untuk memperlancar arus barang dan
jasa, penduduk, modal dan informasi antarwilayah.
Ketiga, strategi pembangunan yang mendorong integrasi sosial dan ekonomi
antarwilayah secara baik. Dalam hal ini perhatian terhadap pengembangan pulaupulau besar, kecil dan terdepan harus dilakukan dengan memperhatikan poteni daerah
sebagai modal dasar yang dikelola secara terintegrasi dalam kerangka geoekonomi
nasional yang solid dan kuat. Dengan kesatuan ekonomi nasional yang kuat untuk
lima tahun mendatang, maka posisi tawar Indonesia dalam globalisasi percaturan
perekonomian dunia, secara geo-ekonomi berada pada posisi yang lebih kuat, dan
lebih berdaya saing. Kebijakan untuk memperkuat integrasi sosial dan ekonomi
Universitas Sumatera Utara
antarwilayah diarahkan pada pengembangan pusat-pusat produksi dan pusat-pusat
perdagangan di seluruh wilayah terutama di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua.
Keempat, strategi pengembangan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi
lokal menjadi penting dan mendesak sebagai upaya memperkuat daya saing
perekonomian nasional. Para gubernur, bupati dan walikota mempunyai kewenangan
yang luas dan peran dominan dalam pengembangan ekonomi lokal. Peran pemerintah
dan pemerintah daerah dalam mendorong pembangunan daerah pada intinya
mempunyai arah sebagai berikut:
1.
Menciptakan suasana atau iklim usaha yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang;
2.
Meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi
seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar;
3.
Mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, dan menciptakan
kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum
berkembang; (4) memperkuat kerjasama antardaerah; dan
4.
Membentuk jaring ekonomi yang berbasis pada kapasitas lokal dengan
mengkaitkan peluang pasar yang ada di tingkat lokal, regional dan
internasional;
5.
mendorong
kegiatan
ekonomi
bertumpu
pada
kelompok,
termasuk
pembangunan prasarana berbasis komunitas; dan
Universitas Sumatera Utara
6.
Memperkuat keterkaitan produksi-pemasaran dan jaringan kerja usaha kecilmenengah dan besar yang mengutamakan keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif daerah.
Kelima, strategi pembangunan disertai pemerataan (growth with equity) yang
bertumpu pada keserasian pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dalam menciptakan
kesempatan kerja (pro-jobs) dan mengurangi kemiskinan (pro-poor) yang tetap
berdasarkan kelestarian alam (pro-environment). Kebijakan pembangunan diarahkan
untuk
memperkuat
keterkaitan
antarwilayah
(domestic
interconnectivity),
membangun dan memperkuat rantai industri hulu hilir produk unggulan berbasis
sumber daya lokal, mengembangkan pusat-pusat produksi dan perdagangan baik di
Jawa-Bali maupun di luar wilayah Jawa Bali yang didukung dengan penyediaan
prasarana dan sarana, peningkatan SDM, pusat-pusat penelitian, pembangkit listrik
dan penyediaan air bersih; serta perbaikan pelayanan sesuai standar pelayanan
minimal. Sejalan dengan arah kebijakan ini, pengembangan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) merupakan salah satu dorongan untuk menciptakan dan membangun
pusat-pusat pertumbuhan dan perdagangan di seluruh wilayah.
Keenam, strategi pengembangan kualitas manusia. Orientasi pembangunan
adalah peningkatan kualitas manusia (the quality life of the people) sebagai bagian
dari penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat terutama
pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih, perumahan,
sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan. Oleh sebab itu, kebijakan
pembangunan akan diarahkan pada peningkatan akses dan mutu layanan dasar
Universitas Sumatera Utara
termasuk pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih,
perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan terutama bagi
masyarakat yang berada di daerah perdesaan, kawasan perbatasan, pulau-pula terluar
dan daerah pasca konflik dan pasca bencana. Dengan meningkatnya kualitas manusia,
kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat dan membaik secara merata di seluruh
wilayah.
Salah satu hasil penelitian yang mengkaitkan tentang kewilayahan,
pengembangan wilayah dan peningkatan SDM adalah Penelitian yang dilakukan oleh
Jarisding, La Ode (2006) tentang Potensi Dan Masalah Perkembangan Wilayah Di
Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara memberikan gambaran berbagai permasalahan
permasalahan perkembangan wilayah di daerah adalah: (1) Kurang memanfaatkan
potensi terkait dengan fenomena perkembangan wilayah masa lalu; (2) Konflik
perwilayahan dalam penataan ruang; (3) Lemahnya kekuatan endogen, berupa
keterbatasan sarana prasarana, SDA, pariwisata, SDM dan tenaga kerja; (4) Sosialekonomi; (5) Situasi politik lokal; (7) Letak geografis; (8) Globalisasi dan teknologi.
Untuk menjawab Research Question dan untuk mengetahui potensi endogen dan
eksogen perkembangan wilayah, maka dilakukan langkah-langkah: analisis potensi
dan masalah perkembangan wilayah Kabupaten Muna berdasarkan fenomena sejarah;
analisis potensi dan masalah perwilayahan; analisis potensi endogen wilayah dan
permasalahannya; analisis potensi dan masalah perekonomian; analisis potensi dan
masalah politik lokal terhadap perkembangan wilayah Kabupaten Muna. Metode
analisis yang digunakan adalah orde kota, Jarak dan waktu tempuh minimum ke pusat
Universitas Sumatera Utara
pelayanan untuk mengidentifikasi potensi dan masalah perwilayahan; peran sektor,
struktur perekonomian dan daya dukung lahan pertanian untuk mengidentifikasi
potensi dan masalah perekonomian Kabupaten Muna.
Pada keseluruhan analisis juga menggunakan metode pemetaan potensi.
Berdasarkan hasil analisis potensi dan masalah perkembangan wilayah di Kabupaten
Muna, secara keseluruhan Kabupaten Muna kurang berkembang terutama Pulau
Buton Bagian Utara dan faktor utama penyebabnya adalah kondisi politik lokal.
Kebijakan-kebijakan politik pembangunan selama ini belum maksimal dalam
mendorong perkembangan wilayah. Kondisi politik yang demikian menyebabkan
kekuatan endogen dan eksogen wilayah yang harusnya merupakan modal utama
pembangunan tidak termanfaatkan dengan baik. Fenomena-fenomena yang terjadi
berhubungan dengan kebijakan politik pembangunan yang kurang berorientasi pada
kekuatan endogen dan eksogen wilayah di Kabupaten Muna adalah: (1) Potensi
integrasi atau penyatuan wilayah pada jaman Kerajaan Muna, cenderung menjadi
masalah dengan mengemukanya sifat primordialisme; (2) Penentuan pusat pelayanan
dalam Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) tidak tepat, sehingga pelayanan
masyarakat tidak optimal; (3) Disparitas pembangunan infrastruktur antara Pulau
Buton dan Pulau Muna; (3) Potensi sumberdaya alam dan pariwisata belum dikelola
dan dimanfaatkan; (4) Konstribusi komoditas ekspor utama Kabupaten Muna
terhadap perkembangan wilayah sangat kurang. Untuk meminimalisir permasalahan
perkembangan wilayah di Kabupaten Muna, dilakukan beberapa strategi: (1)
Melakukan regionalisasi desentralistik dengan model kerjasama antar kabupaten/kota
Universitas Sumatera Utara
yang didasari inisiatif dan komitmen bersama untuk membangun wilayah; (2) Hal
mendasar perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten Muna terhadap pembangunan
wilayah di Buton Utara adalah membangun infrastruktur jalan, membangun prasarana
pendidikan terutama gedung SLTP dan SLTA, membangun Puskesmas fasilitas rawat
inap serta menambah tenaga dokter, membangun jaringan air bersih, listrik,
telekomunikasi dan membangun kantor pelayanan pemerintah satu atap; (3) Merevisi
kembali penentuan pusat pelayanan dalam SWP; (4) Untuk meningkatkan Value
Added komoditas ekspor utama Kabupaten Muna, maka perlu pembangunan industri
pengolahan komoditas jambu mete dan optimalisasi industri pengolahan kayu jati
yang didukung dengan kebijakan investasi dipermudah; (5) Hal yang sangat
dibutuhkan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Muna adalah tingkat
integritas dan profesionalisme yang tinggi para penentu kebijakan.
Beberapa studi tentang berbagai persoalan dalam pemekaran daerah pernah
dilakukan antara lain oleh Bappenas (2005), Lembaga Administrasi Negara (2005),
dan Departemen Dalam Negeri (2005). Untuk melengkapi studi tersebut, telah
dilakukan studi evaluasi oleh Building and Reniventing Decentralised Governance
(“BRIDGE”) yang dirancang untuk mencapai tiga tujuan:
a.
Mengevaluasi perkembangan pemekaran daerah dalam aspek ekonomi,
keuangan pemerintah, pelayanan publik dan aparatur pemerintahan, serta
dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat;
Universitas Sumatera Utara
b.
Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi dalam masa pemekaran daerah,
khususnya dalam aspek ekonomi, keuangan pemerintah, pelayanan publik dan
aparatur pemerintahan;
c.
Merumuskan rekomendasi kebijakan berkaitan dengan pemekaran daerahHasil
dari studi pemekaran daerah ini menunjukkan temuan yang patut untuk
diperhatikan dari masingmasing aspek yang dianalisis.
Tim studi menyimpulkan dalam jangka pendek diperlukan perubahan pola
belanja aparatur pemerintah daerah, supaya pembangunan mampu menciptakan
permintaan baru terhadap peningkatan pelayanan publik. Aparatur pemerintah daerah
harus lebih diarahkan pada peningkatan kualitas aparatur sesuai dengan kompetensi
aparatur yang diperlukan oleh daerah, mulai dari tahap penerimaan tetapi juga
mencakup promosi dan mutasi aparatur. Di samping itu, diperlukan penataan aparatur
pada daerah transisi. Hal ini secara nasional perlu dibuat semacam grand design
penataan aparatur, khususnya aparatur pada tingkat pemerintah daerah. Dengan kata
lain diperlukan dukungan lebih besar dari pemerintah pusat kepada daerah induk yang
melakukan persiapan pemekaran berdasarkan PP 129/2000 dan juga daerah
pemekaran. Langkah ini tidak dengan sendirinya berarti terjadi desentralisasi, tetapi
mengakui peranan pemerintah pusat dalam menjaga tercapainya pembangunan
berkualitas daripada asal pembentukan daerah-daerah pemerintahan baru. Hal ini
selain merupakan azas pembangunan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan juga
mencerminkan prioritas nasional yang berkaitan dengan proses desentralisasi dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.
Universitas Sumatera Utara
Aparatur pemerintah menjadi hal pokok yang dievaluasi, untuk mengetahui
seberapa jauh ketersediaan aparatur dapat memenuhi tuntutan pelayanan kepada
masyarakat. Semakin banyak jumlah aparatur yang berhubungan langsung dengan
pelayanan publik, semakin baik pula ketersediaan pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah. Dalam evaluasi pemekaran daerah terdapat tiga indikator utama yang
dapat menunjukkan ketersediaaan dan kualitas aparatur pemerintah, yakni salah
satunya adalah Tingkat pendidikan merefleksikan tingkat pemahaman dan
pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan aparatur, semakin besar pula potensi
untuk meningkatkan kualitas kerjanya.
2.2.2
Teori Organisasi
Studi organisasi adalah telaah tentang pribadi dalam konteks organisasi, serta
sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam organisasi, banyak
faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk memahami dan menyusun
model-model dari faktor-faktor manusia/SDM dan psikologi yang mempengaruhi
organisasi gerakan hubungan antar manusia, motivasi, dan aktualisasi tujuan-tujuan
individu di dalam organisasi, dan juga perilaku organisasi dapat memainkan peranan
penting dalam perkembangan organisasinya dan keberhasilan kerja.
Mooney (1954), organisasi adalah segala bentuk setiap perserikatan orangorang, untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Millet (1994) organisasi
adalah sebagai kerangka struktur di mana pekerjaan dari beberapa orang
diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama. Dan menurut Effendi
Universitas Sumatera Utara
(1997), organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubunganhubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang.
Dalam perkembangan organisasi, perilaku organisasi mempunyai peranan
penting sebagai pemicu keberhasilan suatu organisasi. Perilaku Organisasi menjadi
semakin penting dalam ekonomi global ketika orang dengan berbagai latar belakang
dan nilai budaya harus bekerja bersama-sama secara efektif dan efisien.
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana
seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap
kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi). Pada perilaku
organisasi juga mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari
ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin lain yang terkait
dengan studi organisasi
adalah studi tentang sumber daya manusia, psikologi
industry, perilaku organisasi dan komitmen organisasi.
2.2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia
Paradigma manusia sebagai sumber daya adalah, di satu sisi sumber daya
manusia merupakan tujuan dari proses pengembangan organisasi agar menjadi
sumber daya yang berkualitas. Dengan kata lain, sumber daya manusia menjadi
objek yang harus dibangun atau diproses lebih dahulu. Namun di sisi lain, sumber
daya manusia yang berkualitas merupakan subjek atau asset utama dalam proses
pengembangan organisasi yang berperan memanajemeni dan memberdayakan sumber
daya lain untuk mencapai tujuan dari masing-masing individu sumber daya manusia
itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Plunkett & Attner (dalam Loka 2004), konsep sumber daya manusia
menempatkan karyawan sebagai the most valuable resource yang berperan untuk
merencanakan, mengorganisir, mendayagunakan, dan mengendalikan organisasi
beserta seluruh sumber ekonominya untuk pencapaian suatu tujuan organisasi.
Dalam proses tersebut, individu-individu atau kelompok sumber daya
manusia dan organisasi belajar untuk saling berintegrasi. Individu atau kelompok
sumber daya manusia belajar untuk meningkatkan kompetensinya dan memahami
filosofi, visi, tujuan dan budaya organsiasi.
Sementara organisasi belajar untuk
memahami
manusia,
karakteristik
sumber
daya
mengembangkan
dan
mendayagunakan, memelihara dan melindungi, serta memberikan imbalan dan
penghargaan yang pantas kepada individu atau kelompok sumber daya manusia
sesuai dengan kinerjanya (Loka, 2004).
Flippo (dalam Yuli 2005), menyajikan sebuah kerangka dalam memahami
pengertian manajemen sumber daya manusia (personalia). Dalam pandangannya,
manajemen personalia dapat dipahami dari dua kategori fungsi, yaitu fungsi
manajemen dan fungsi operasional. Dengan membagi fungsi manajemen personalia
ke dalam dua kategori, maka dirumuskan sebuat defenisi manajemen personalia, yaitu
; proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas
pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan
pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran
perorangan, organisasi dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan yang mengatur tentang
memberikan kompensasi, integrasi, pemeliharaan, cara pengadaan tenaga kerja,
melakukan pengembangan, kerja melalui proses-proses manajemen dalam rangka
mencapai tujuan organisasi.
Ada tiga pengertian sumber daya manusia, (Nawawi,1997) , yang masingmasing adalah sebagai berikut :
a.
Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu
organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
b.
Sumber daya manusia adalah potensi manusia sebagai penggerak organisasi
dalam mewujudkan eksistensinya.
c.
Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi
sebagai modal (non material/non financial).
Perencanaan Sumber Daya Manusia dengan berorientasi pada hasil analisis
pekerjaan, agar pekerja yang diperlukan dapat dipenuhi, baik dari segi kuantitatif
(jumlahnya) maupun kualitatif (kualitasnya). Dengan tersedianya sejumlah pekerja
yang relevan dengan tuntutan deskripsi dan atau spesifikasi pekerjaan, diharapkan
seluruh volume kerja dapat dilaksanakan secara produktif dan berkualitas, tidak saja
dalam proses produksi dengan seluruh pekerjaan yang menunjangnya, tetapi juga
dalam memasarkannya yang memerlukan kemampuan memberikan pelayanan yang
berkualitas.
Nawawi (1997) Perencanaan Sumber Daya Manusia adalah proses
mengantisipasi dan membuat ketentuan (persyaratan) untuk mengatur arus gerakan
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja ke dalam dan keluar organisasi. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa
tujuannya adalah untuk mempergunakan SDM seefektif mungkin dan agar memiliki
sejumlah pekerja yang memenuhi persyaratan/kualifikasi dalam mengisi posisi yang
kapan dan yang manapun mengalami kekosongan.
.Dalam study organisasi, ada beberapa peran penting yang dilakukan SDM
dalam mencapai tujuan suatu organisasi, antara lain perilaku dan membangun
komitmen, demi untuk menciptakan kepuasan kerja pada organisasi tempat bekerja.
Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan di mana seorang
karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Robbins (2001), bahwa keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak
pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang
tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Dalam organisasi
sekolah guru merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan siswa,
maka guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik harus mampu menjalankan
kebijakan-kebijakan dengan tujuan-tujuan tertentu dan mempunyai komitmen yang
kuat terhadap sekolah tempat dia bekerja.
L. MATHIS Dan JACKSON (2001), komitmen organisasi adalah tingkat
sampai di mana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta
berkeinginan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya
tercermin dalam ketidak hadiran dan angka perputaran karyawan.
Universitas Sumatera Utara
GRIFFIN (1994), komitmen organisasi (organizational commitment) adalah
sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada
organisasinya. Seorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan
melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.
ROBBINS (1994), komitmen organisasi adalah sebagai :
1.
Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi;
2.
keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan
3.
keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. dengan kata
lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi
dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan
perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang
berkelanjutan.
ALLEN DAN MEYER (1996), ada tiga dimensi komitmen organisasi adalah
:Komitmen efektif (effective commitment) : Keterikatan emosional karyawan, dan
keterlibatan dalam organisasi.
1.
Komitmen berkelanjutan (continuence commitment) : Komitmen berdasarkan
kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini
mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit,
2.
Komitmen normatif (normative commitment) : Perasaan wajib untuk tetap berada
dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal
benar yang harus dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Dessler(2000), memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan
sistem
manajemen
yang
mungkin
membantu
memecahkan
masalah
dan
meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan :
1.
Berkomitmen pada nilai manusia:
Membuat aturan tertulis, mempekerjakan
manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.
2.
Memperjelas dan mengkomunikasikan misi; Memperjelas misi dan ideologi;
berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan
orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan; membentuk tradisi.
3.
Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang
komprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.
4.
Menciptakan rasa komunitas:
Membangun homogenitas berdasarkan nilai;
keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul
bersama.
5.
Mendukung perkembangan karyawan:
Melakukan aktualisasi; memberikan
pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukan dan memberdayakan;
mempromosikan
dari
dalam;
menyediakan
aktivitas
perkembangan;
menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.
2.2.4
Manajemen Pemerintahan
Manajemen didefenisikan sebagai proses kerja sama dengan dan melalui
orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. (Hersey dan
Blanchard, 1982)
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari Undang-Undang
22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah mendefenisikan pemerintahan adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat (pemerintah).
Dari defenisi organisasi dan pemerintahan di atas, maka dapat disimpulkan;
yang dimaksud dengan organisasi pemerintah adalah sebagai pola komunikasi yang
lengkap dan hubungan-hubungan lain dalam suatu penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah.
Kemudian unsur-unsur organisasi menurut Nawawi (2005) adalah sebagai
berikut :
1.
Manusia yang terdiri dari dua orang atau lebih.
2.
Filsafat yang merupakan dasar organisasi dan norma-norma perilaku.
3.
Proses merupakan rangkaian kegiatan bersama atau kerja sama.
4.
Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai baik material/finansial maupun
non material/non finansial.
Selanjutnya organisasi pemerintah berbeda dengan organisasi manapun di
dunia, karena organisasi pemerintah memiliki tiga hal penting yang merupakan
wewenangnya yaitu sebagai berikut :
1.
Bila organisasi lain tidak diperkenankan membunuh orang lain bahkan dapat
dituntut, maka organisasi pemerintah diperbolehkan biasanya disebut hukum
mati.
Universitas Sumatera Utara
2.
Bila organisasi lain tidak diperkenankan mengurung orang walaupun dalam
waktu yang sangat singkat, maka organisasi pemerintah diperbolehkan biasanya
disebut juga penjara atau lembaga pemasyarakatan.
3.
Bila organisasi lain tidak diperkenankan memungut uang dengan paksa tanpa
alasan yang jelas karena pemberian jasa tertentu, maka organisasi pemerintah
diperbolehkan biasanya disebut dengan pajak. (Syafiie, 2004)
Ketentuan pokok kelembagaan pemerintah, adalah menyangkut mekanisme,
bentuk, dan susunan kelembagaan daerah beserta perangkatnya. Ketentuan tersebut
terdapat dalam UU No.22/1999 dan PP No.84/2000, dan telah diperbaharui dengan
PP No.41 Tahun 2007.
Kelembagaan pemerintahan daerah adalah organisasi yang ada di dalam
daerah.
Sedangkan perangkat daerah adalah organisasi atau lembaga pada
pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah dan membantu
kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Perangkat daerah terdiri atas
sekretariat daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan/desa.
Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh dilaksanakan oleh kabupaten
dan kota. Sedangkan otonomi provinsi merupakan otonomi terbatas. Provinsi tidak
membawahi kabupaten dan kota, tetapi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan
terdapat hubungan koordinasi, kerja sama, dan/atau kemitraan sesuai kedudukan
masing-masing. (Warseno, 2002)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Prajudi manajemen merupakan pengendalian dan pemanfaatan dari
pada semua faktor serta sumber daya yang menurut suatu perencanaan, diperlukan
untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja tertentu.
Manajemen baru merupakan suatu masalah yang besar setelah faktor dan
sumber daya yang paling sukar untuk dikendalikan dan didayakan, masuk ke dalam
kancah karya, yaitu manusia.
Oleh karena itu, manajemen menekankan pada
pengendalian dan pendayagunaan manusia itu sendiri.
Manajemen pemerintahan di Indonesia, koordinasi menempati peranan
penting karena begitu banyak ditemui tumpang tindih pekerjaan karena tidak adanya
koordinasi, kendati keseluruhannya itu dapat disinkronkan, diatur demi tujuan dan
kepentingan bersama. (Syafiie, 2004)
Organisasi pemerintahan secara menyeluruh dilihat dari segi administrasi
pembangunan, harus mampu mendesain rencana dan program-programnya yang
diharapkan mendorong proses pembangunan.
Sebagai contoh pembangunan
ekonomi, ini berarti kemampuan untuk mendesain kebijakan dan rencana
pembangunan ekonomi. Hal inii memerlukan mekanisme hubungan tata kerja
sedemikian rupa, sehingga hasil kebijaksanaan atau rencana pemerintah tersebut tetap
bersifat konsisten.
Kemampuan badan-badan pemerintahan tingkat pusat terutama bersifat
operasional untuk menyebarkan kegiatan pemerintahan, guna melingkupi seluruh
wilayah negara dalam usaha merealisir kebijaksanaan dan rencana tersebut. Sehingga
dengan demikian, struktur organisasi badan-badan pemerintah diabadikan bagi
Universitas Sumatera Utara
kepentingan
perumusan
kebijaksanaan,
untuk
usaha
pembangunan
yang
komprehensif dengan kemampuan merealisir dan mengevaluasi program-program
yang bersifat pembangunan. (Tjokroamidjojo, 1978)
Pembangunan daerah pasti akan melibatkan berbagai unsur/pihak/komponen,
baik sebagai objek maupun sebagai subjek. Tingkat keterlibatan berbagai komponen
tersebut akan terbagi ke dalam berbagai variasi fungsi dan peran. Variasi fungsi dan
peran tersebut menyebabkan perbedaan kepentingan yang beragam pula. Karena
perbedaan itulah, diperlukan adanya koordinasi dalam proses pembangunan, sehingga
diharapkan proses pembangunan dapat dilaksanakan secara sinergis dan harmonis
antar komponen-komponen yang berbeda tersebut. (Riyadi dan Bratakusumah,
2003)
Menurut Salam (2004) Manajemen Pemerintahan Daerah di Indonesia
dilandasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang memberikan hak otonomi yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab.
Hal ini diperkuat oleh Ketetapan MPR Nomor
XV/MPR/I/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah
yang berisikan
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan,
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
dilaksanakan
masyarakat,
dengan
Di samping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga
memperhatikan
pemerataan
dan
prinsip-prinsip
keadilan,
serta
demokrasi,
memperhatikan
peran-serta
potensi
dan
keanekaragaman daerah.
Universitas Sumatera Utara
Daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsanya
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dibentuk dan disusun dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi. Daerah-daerah tersebut berdiri sendiri dan tidak
mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Daerah provinsi sebagai daerah otonom
dan wilayah administrasi melaksanakan kewenangan pemerintah pusat yang
didelegasikan kepada Gubernur. Daerah provinsi bukanlah pemerintah atasan dari
daerah kabupaten dan daerah kota.
Kedudukan provinsi sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah
administrasi dengan pertimbangan sebagai berikut :
Kewenangan
daerah
mencakup
kewengan
dalam
seluruh
bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional
dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam, serta
teknologi tinggi yang strategi, konservasi, dan standardisasi nasional.
Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup, kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan
dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, termasuk kewenangan yang tidak atau
belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten dan daerah kota. Kewenangan provinsi
Universitas Sumatera Utara
sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan
yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah (pusat).
Dalam mengelola (manajemen) sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya, daerah bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah di wilayah laut meliputi
:
a.
Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
wilayah laut tersebut.
b.
Pengaturan kepentingan administratif.
c.
Pengaturan tata ruang.
d.
Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah.
e.
Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota mencakup semua
kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan sebagaimana pada
daerah provinsi.
Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah
kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, industry dan perdagangan, penanaman modal,
lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, maka kedudukan eksekutif dan legislatif dipisahkan secara
tegas, meskipun dalam melaksanakan tugasnya mereka selalu saling berhubungan.
Universitas Sumatera Utara
Bab I Pasal 1 Undang-Undang tersebut mengatakan bahwa pemerintah daerah adalah
Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif
Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan Legislatif Daerah.
Setiap daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala
Eksekutif yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah. Kepala Daerah Provinsi
disebut Gubernur yang karena jabatannya adalah juga sebagai Wakil Pemerintah
(pusat).
Sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD
Provinsi.
Sebagai Wakil Pemerintah (pusat) Gubernur berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati.
Walikota.
Kepala Daerah Kota disebut
Bupati/Walikota bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten/Kota.
Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali masa
jabatan. Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk atau
nama Presiden.
Penyelenggaraan Pemerintahan di daerah dipimpin oleh Kepala
Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
Laporan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah wajib disampaikan oleh Kepala Daerah kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur bagi
Kepala Daerah Kabupaten/Kota, atau jika dipandang perlu oleh Kepala Daerah atau
apabila diminta oleh Presiden.
Penyampaian
pertanggungjawaban
Kepala
Daerah
kepada
DPRD
dilaksanakan pada setiap akhir tahun anggaran. Apabila pertangungjawaban tersebut
ditolak
oleh
DPRD,
maka
Kepala
Daerah
harus
melengkapi
dan/atau
Universitas Sumatera Utara
menyempurnakannya dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari. Setelah itu
baru diajukan kembali. Bila pertanggungjawaban tersebut ditolak kembali maka
DPRD dapat mengusulkan pemberhentiannya kembali.
Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam
melaksanakan kewajibannya, mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintahan di
daerah, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dan ia melaksanakan
tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan.
Perangkat daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan lembaga
teknis daerah lainnya, sesuai dengan kebutuhan daerah. Sekretariat Daerah dipimpin
oleh Sekretaris Daerah.
Sekretaris Daerah Provinsi karena jabatannya adalah
Sekretaris Wilayah Daerah. Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Kepala
Daerah. Kewajibannya adalah membantu Kepala Daerah menyusun kebijakan serta
membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis, dan unit pelaksana lainnya.
Dinas daerah adalah unsur pelaksana pemerintah daerah.
Pimpinannya
adalah seorang Kepala Dinas yang diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri
Sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala Dinas bertanggung
jawab kepada Kepala Daera melalui Sekretaris Daerah.
Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan pelaksanaan lebih lanjut dari peraturan
perundangan yang lebih tinggi. Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan atas
kuasa peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, maka Kepala Daerah
Universitas Sumatera Utara
menetapkan Keputusan Kepala Daerah. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala
Daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam
Lembaran Daerah.
2.2.5
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Pemberdayaan (empowerment) merupakan alat penting dan strategis untuk
memperbaiki, memperbaharui dan meningkatkan kinerja organisasi, baik organisasi
yang bergerak dalam kegiatan pemerintahan maupun organisasi yang bergerak dalam
kegiatan dunia usaha/swasta. Mengapa penting dan strategis, karena pemberdayaan
dalam suatu organisasi adalah memberikan “daya yang lebih” daripada daya
sebelumnya terhadap berbagai hal seperti : unsur-unsur dalam organisasi /
manajemen, aspek – aspek / komponen - komponen organisasi / manajemen,
kompetensi, wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi/manajemen tersebut.
Pemberdayaan dimaksudkan dalam hal ini adalah memberikan “daya” (energy atau
power) yang lebih dari pada sebelumnya, artinya dapat ditunjukkan dalam hal:
tenaga, daya, kemampuan, kekuatan, keberadaan, peranan, wewenang dan tanggung
jawab.
Pemberdayaan sebagai suatu kata mempunyai pengertian yang umum yaitu
pengertian
etimologis.
Apa arti empowering? Asal katanya dari “power” yang
artinya “control, authority, dominion”. Awalan “emp” artinya “on put on to” atau
“to cover with” jelasnya “more power’.
Jadi empowering artinya is passing on
authority and responsibility”, yaitu lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti
wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang
Universitas Sumatera Utara
dimilikinya. Ini ada hubungannya dengan profesionalisme yang pada awalnya selalu
di miliki oleh individual. Oleh karena itu empowerment terjadi manakala : ”when
power goes to employees who then experience a sense of ownership and control
over”. (Rob Brown, 1994:16) yang maknanya ada peningkatam tanggung jawab
karyawan.
Untuk
memberikan
pemahaman
yang
lebih
mendalam
tentang
pemberdayaan, secara teoritis berikut dikemukakan beberapa definisi pemberdayaan
dari para pakar sebagai berikut :
1. Alat/teknik manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran
pembuatan keputusan dan tanggung jawab, sehingga akan mendorong keterlibatan
(sekaligus rasa memiliki) dari seluruh anggota organisasi, serta membawa rasa
kedekatan antara organisasi dengan masyarakat atau pelanggannya.
2. Upaya untuk membangun potensi (sumber daya) organisasi dengan cara
mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya.
3. Upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin
efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara,
regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain-lain.
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Empowerment Of Human Resources)
dengan menekankan kata kunci yang terdiri dari Pemberdayaan dan Sumber Daya
Manusia. Secara umum pemberdayaan diartikan
adalah “lebih berdaya dari
sebelumnya baik dalam hal wewenang, tanggung jawab maupun kemampuan
Universitas Sumatera Utara
individual yang dimilikinya”, sedangkan Sumber Daya Manusia (Human Resources)
dapat diartikan adalah “Daya yang bersumber dari manusia”. Daya yang bersumber
dari manusia ini dapat pula disebut tenaga atau kekuatan (energi atau power) yang
melekat pada manusia itu sendiri dalam arti memiliki kemampuan (competency)
yaitu: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude), di satu sisi
sumber daya manusia merupakan tujuan dari proses pengembangan organisasi agar
menjadi sumber daya yang berkualitas. Dengan kata lain, sumber daya manusia
menjadi objek yang harus dibangun atau diproses lebih dahulu. Namun di sisi lain,
sumber daya manusia yang berkualitas merupakan subjek atau aset utama dalam
proses pengembangan organisasi yang berperan memanejemeni dan memberdayakan
sumber daya lain untuk mencapai tujuan dari masing-masing individu sumber daya
manusia itu sendiri.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuan pemberdayaan SDM adalah
terwujudnya SDM yang mempunyai / memiliki kemampuan (competency) yang
kondusif, adanya wewenang (authority) yang jelas dan dipercayai serta adanya
tanggung jawab (responsibility), yang akuntabel dalam rangka pelaksanaan misi
organisasi.
2.2.6 Aspek-aspek/komponen Pemberdayaan SDM
Dalam organisasi, peranan SDM sangat strategis dan menentukan,
sehubungan dengan itu, maka aspek-aspek atau komponen-kompenen yang perlu
mendapatkan perhatian dalam rangka pemberdayaan SDM adalah :
Universitas Sumatera Utara
a.
Kemampuan (compentency) pegawai meliputi: pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill) dan sikap atau perilaku (attitude)
b.
Penempatan pegawai yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan jabatan dalam
suatu organisasi, artinya pegawai yang ditempatkan dalam suatu jabatan
senantiasa dikaitkan dengan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai yang
bersangkutan (the right men in the right place).
c.
Kewenangan yang jelas, artinya seseorang pegawai yang ditempatkan atau yang
diserahi tugas harus jelas wewenangnya.
Karena seorang yang tidak jelas
kewenangannya akan menimbulkan keragu-raguan dalam setiap melakukan
kegiatan.
Apabila demikian halnya, maka pegawai (SDM) tersebut kurang
berdaya atau tidak efektif didalam melaksanakan tugas-tugasnya.
d.
Tanggung jawab pegawai yang jelas, artinya seseorang pegawai melakukan
tugas atau wewenangnya, senantiasa diikuti dengan tanggung jawab. Karena
dengan demikian sipegawai tersebut senantiasa situntut bertindak menampilkan
yang terbaik dalam arti secara efektif dan efesien.
e.
Kepercayaan terhadap pegawai yang bersangkutan, artinya bahwa seorang
pegawai yang ditugasi atau diserahkan wewenang dengan pertimbangan yang
matang dari berbagai aspek-aspek yang pada hakekatnya dapat disimpulkan
bahwa yang bersangkutan adalah dipercayai atau diberi kepercayaan sepenuhnya
untuk mengemban tugas, wewenang yang dimaksud.
f.
Dukungan terhadap pegawai yang bersangkutan, artinya pegawai tersebut
diyakini dan dipercayai untuk mengemban misi organisasi.
Dalam hal
Universitas Sumatera Utara
memerlukan dukungan dari pihak lain senantiasa dapat memberikan dukungan
untuk keberhasilan misi dan peningkatan kinerja organisasi.
Dukungan
dimaksud baik dari pihak pimpinan maupun pihak-pihak lainnya.
g.
Kepemimpinan (leadership) adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar
mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan
kepemimpinan sebagaimana dimaksud dan digambarkan :
• Kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok
• Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
h.
Motivasi, merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang
memberi daya, memberi arah dan memelihara tingkah laku. Dalam kehidupan
sehari-hari, motivasi diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan
atau rangsangan kepada para karyawan (pegawai) sehingga mereka bersedia
bekerja dengan rela tanpa dipaksa. Dengan demikian bahwa pemberian motivasi
merupakan hal yang sangat penting terhadap sumber daya manusia, agar mereka
tetap dan mau melaksanakan pekerjaan (misi) organisasi sesuai dengan
kemampuan yang mereka miliki dengan ikhlas dan sepenuh hati.
2.3
Kinerja Aparatur Pemerintah
2.3.1 Pengertian
Setiap pengukuran kinerja organisasi mempunyai sasaran tertentu, sebagai
suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai. Kinerja
Universitas Sumatera Utara
sebagai sasaran organisasi, oleh Wibowo (2007:49) dikatakan bahwa suatu kinerja
mencakup unsur-unsur:
1.
The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja.
2.
The action atau performance, tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh
performer.
3.
A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan.
4.
An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat
dicapai.
5.
The place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan.
Kirkpatrick (2006) (dalam Wibowo, 2007:61-64) mengatakan bahwa
terdapat delapan karakteristik yang membuat suatu standar kinerja efektif dalam
organisasi yaitu:
1.
Standar didasarkan pada pekerjaan
2.
Standar dapat dicapai
3.
Standar dapat dipahami
4.
Standar disepakati
5.
Standar itu spesifik dan sedapat mungkin terukur
6.
Standar berorientasi pada waktu
7.
Standar harus tertulis
8.
Standar dapat berubah
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Pengukuran Kinerja.
Whittaker (2000) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu
alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian
tujuan dan sasaran (goals and objectives). Sedangkan elemen kunci dari sistem
pengukuran kinerja terdiri dari :
1.
Perencanaan dan penetapan tujuan
2.
Pengembangan ukuran yang relevan
3.
Pelaporan formal atas hasil
4.
Penggunaan informasi
Sistem pengukuran kinerja akan membantu pimpinan dalam memantau
implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan
sasaran dan tujuan strategis. Pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk
menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
2.3.3
Kepuasan Kerja
Wexley dan Yukl (1977) : mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an
employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara
pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. Dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai
yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya.
Perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan
Universitas Sumatera Utara
pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur
organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain
berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.
Handoko (2001) : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana
para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Robins (2001) : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu
sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan
dengan pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai yang erat
kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah
melakukan sebuah pengorbanan.
Apabila dilihat dari pendapat Robins tersebut
terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik
beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan
sikap umum yang dimiliki oleh pegawai.
Schermerhorn (1996), mengidentifikasikan lima aspek yang terdapat
dalam kepuasan kerja, yaitu :
1.
Pekerjaan itu sendiri (Work It Self).
Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang
bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.
Penyelia (Supervision). Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu
dan sekaligus atasannya.
3.
Teman sekerja (Workers). Merupakan faktor yang berhubungan dengan sebagai
pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun
yang berbeda jenis pekerjaannya.
4.
Promosi (Promotion).
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada
tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5.
Gaji/Upah (Pay). Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh
Robins (2001) :
1.
Kerja yang secara mental menantang.
Karyawan cenderung menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan
umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini
membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang
menantang
menciptakan
kebosanan,
tetapi
terlalu
banyak
menantang
menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang,
kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan.
2.
Ganjaran yang pantas. Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan
promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris
Universitas Sumatera Utara
dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada
tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan
komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak
semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang
lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam
pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang
manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan;
yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial
yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan
bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just)
kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3.
Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik
untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas.
Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar
fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya,
kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak
atau sedikit).
4.
Rekan kerja yang mendukung. Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar
uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan,
kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah
Universitas Sumatera Utara
mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung
menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga
merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan
bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah
dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik,
mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada
mereka.
5.
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Pada hakikatnya orang yang tipe
kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka
pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan
yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian
akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan
karena sukses ini, mempunyai kebolehan yang lebih besar untuk mencapai
kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.
2.4
Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik)
Suatu konsep tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis
dan efektif dari suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara
pemerintah,
dunia
usaha dan
masyarakat,
dapat
juga
disebut
dengan
:
Kepemerintahan “Tata kelola pemerintahan”.
2.4.1 Prinsip/Azas Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik)
Istilah “governance” tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu
kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan,
Universitas Sumatera Utara
pembinaan, penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu
tidak mengherankan apabila terdapat istilah public governance, private governance,
corporate governance dan banking governance. Governance sebagai terjemahan
dari pemerintahan kemudian berkembang dan menjadi populer dengan istilah
kepemerintahan, sedangkan praktek terbaiknya disebut kepemerintahan yang baik
(good governance).
Menurut teori para pakar, lembaga pemerintah dan peraturan perundangundangan, berdasarkan urutan waktu prinsip/azas good governance/ kepemerintahan
yang baik dapat dikemukakan sebagai berikut;
I.
Prinsip Good Governance Menurut Bhatta, Gambir, Tahun 1996
1. Accountability (Akuntabilitas)
2. Transparency (Transparansi)
3. Openness (Keterbukaan)
4. Rule of Law (Kepastian Hukum)
5. Management of Competency (Manajemen Kompetensi)
6. Human Right (Hak Asasi manusia)
II.
Prinsip Good Governance Menurut UNDP (United Nation
Programme), Tahun 1997
Development
1. Participation (Partisipasi)
2. Rule of Law (Kepastian Hukum)
3. Transparency (Transparansi)
4. Responsiveness (Tanggung Jawab)
5. Consensus Orientation (Berorientasi Pada Kesepakatan)
6. Equity (Keadilan)
7. Effectiveness and Effficiency (Efektivitas dan Efisiensi)
8. Accountability (Akuntabilitas)
9. Strategic Vision (Visi Strategik)
Universitas Sumatera Utara
III. Prinsip Good Governance Menurut Mustopadidjaja, Tahun 1997
1. Demokrasi dan pemberdayaan
2. Pelayanan
3. Transparansi dan Akuntabilitas
4. Partisipasi
5. Kemitraan
6. Desentralisasi
7. Konssistensi Kebijakan dan Kepastian Hukum
IV.
Azas Good Governance Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme
Azas
Penjelasan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
- Mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan,
kepatutan,
dan
keadilan
dalam
setiap
kebijakan
Penyelenggaraan
Negara.
Mengutamakan
keteraturan,
Tertib Penyelenggaraan
keserasian, dan keseimbangan
Negara
dalam
pengendalian
dan
penyelenggaraan negara.
- Mendahulukan
kesejahteraan
Kepentingan Hukum
umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif, dan selektif.
- Membuka diri terhadap hak
Keterbukaan
masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan
tidak
diskriminatif
tentang
penyelenggaraan negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan
atas hak asasi pribadi, golongan,
dan rahasia negara.
- Mengutamakan
keseimbangan
Proporsionalitas
antara
hak
dan
kewajiban
penyelenggaraan negara.
- Mengutamakan keahlian yang
Profesionalitas
berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Kepastian Hukum
Universitas Sumatera Utara
7.
V.
Akuntabilitas
- Setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan penyelenggaraan negara
harus
dapat
dipertanggungjawabkan
kepada
masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.
Prinsip Good Governance Menurut (Bintoro, Tahun 2000)
1. Akuntabilitas
2. Transparansi
3. Keterbukaan
4. Kepastian Hukum
5. Jaminan
VI. Prinsip Good Governance Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun
2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Profesionalitas
Akuntabilitas
Transparansi
Pelayanan Prima
Demokrasi
Efisiensi
Efektivitas
Supermasi Hukum
Diterima Seluruh Masyarakat
VII. Prinsip Good Governance Menurut Musyawarah Konferensi Nasional
Kepemerintahan Daerah yang Baik, Disepakati Anggota: Asosiasi
Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah
Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh
Indonesia (ADKASI), dan Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia
(ADEKSI), Tahun 2001
Universitas Sumatera Utara
Prinsip
No
1. Prinsip Partisipasi
-
-
-
2.
Prinsip
Hukum
Penegakan -
-
3.
Prinsip Transparansi
-
-
-
4.
Prinsip Kesetaraan
-
5.
Prinsip Daya Tanggap
-
Indikator Minimal
Meningkatanya
kepercayaan
massyarakat kepada pemerintah,
Meningkatnya jumlah masyarakat
yang
berpartisipasi
dalam
pembangunan daerah,
Meningkatnya kuantitas masukan
(kritik
dan
saran)
untuk
pembangunan daerah, dan
Terjadinya
perubahan
sikap
masyarakat menjadi lebih peduli
terhadap
seriap
langkah
pembangunan.
Berkurangnya praktek KKN dan
pelanggaran hukum,
Meningkatnya (kecepatan dan
kepastian)
proses
penegakan
hukum,
Berlakunya
nilai/norrma
di
masyarakat (living law), dan
Adanya kepercayaan pada aparat
penegak hukum sebagai pembela
kebenaran.
Bertambahnya
wawasan
dan
pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah,
Meningkatnya
kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan,
Meningkatnya jumlah masyarakat
yang
berpartisipasi
dalam
pembangunan daerah, dan
Berkurangnya
pelanggaran
terhadap peraturan perundangundangan.
Berkurangnya kasus diskriminasi,
Meningkatnya kesetaraan gender,
Meningkatnya pengisian jabatan
sesuai
ketentuan
mengenai
kesetaraan gender.
Meningkatnya
kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat terhadap pemerintah,
- Tumbuhnya kesadaran masyarakat,
- Meningkatnya jumlah masyarakat
yang
berpartisipasi
dalam
pembangunan
daerah
dan
berkurangnya
jumlah
pengangguran.
6. Prinsip Wawasan ke - Adanya visi dan strategi yang jelas
Depan
dan mapan dengan kekuatan hukum
yang sesuai,
- Adanya dukungan dari pelaku dan
pelaksanaan visi dan strategi, dan
- Adanya kesesuaian dan konsistensi
antara perencanaan dan anggaran.
7. Prinsip Akuntabilitas
- Meningkatnya
kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah
daerah,
- Tumbuhnya kesadaran masyarakat,
- Meningkatnya
keterwakilan
berdasarkan
pilihan
dan
kepentingan masyarakat, dan
- Berkurangnya kasus-kasus KKN
8. Prinsip Pengawasan
- Meningkatnya
masukan
dari
masyarakat terhadap penyimpangan
(kebocoran,
pemborosan,
penyalahgunaan wewenang dan
lain-lain) melalui media massa, dan
- Berkurangnya
penyimpanganpenyimpangan
9. Prinsip Efisiensi dan - Meningkatnya kesejahteraan dan
Efektivitas
nilai tambah dari pelayanan
masyarakat,
- Berkurangnya
penyimpangan
pembelanjaan,
- Berkurangnya biaya operasional
pelayanan,
- Prospek memperoleh standar ISO
pelayanan,
- Dilakukannya
swastanisasi
pelayanan masyarakat
10. Prinsip Profesionalisme
- Meningkatnya kesejahteraan dan
nilai tambah dari pelayanan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat,
- Berkurangnya
pengaduan
masyarakat,
- Berkurangnya KKN,
- Prospek
mendapatkan
ISO
pelayanan, dan
- Dilaksanakannya “fit and proper”
test terhadap PNS.
VIII. Prinsip Good Governance Menurut Undang-Undang No.30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
1.
2.
3.
4.
5.
Kepastian Hukum
Keterbukaan
Akuntabilitas
Kepentingan Hukum
Proporsionalitas
IX. Prinsip Good Governance Menurut LAN (Lembaga Administrasi
Negara), Tahun 2003
1. Akuntabilitas
2. Transparansi
3. Kesetaraan
4. Supermasi Hukum
5. Keadilan
6. Partisipasi
7. Desentralisasi
8. Kebersamaan
9. Profesionalitas
10. Cepat Tanggap
11. Efektif dan Efisien
12. Berdaya Saing
Universitas Sumatera Utara
X.
Azas Good Governance Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 20 Tentang Azas Penyelenggaraan
Pemerintah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kepastian Hukum
Tertib Penyelenggaraan Negara
Kepentingan Umum
Keterbukaan
Proporsionalitas
Profesionalitas
Akuntabilitas
Efisiensi
Efektivitas
XI. Prinsip Good Governance Menurut Peraturan Presiden Republik
Indonesia No. 7 Tahun 2005 Tentang Perencanaan Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Bab 14 Tentang Penciptaan
Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa
1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari
tataran (jajaran) pejabat yang paling atas;
2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah yang
bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel;
3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek bersifat diskriminatif terhadap
warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat;
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik;
5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak
bertentangan dengan peraturan dan perundangan di atasnya.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, pada tahun 2002 pemerintah Provinsi
Sumatera Utara telah menginstruksikan kepada seluruh pimpinan unit kerja dan PNS
di jajaran Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mempedomani sepuluh prinsip
good governance. Ke sepuluh prinsip-prinsip good governanace yang menjadi acuan
aparatur dan pada umumnya di pajang di kantor-kantor instansi pemerintah provinsi
Sumatera Utara itu adalah :
Universitas Sumatera Utara
1.
AKUNTABILITAS
Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang
menyangkut kepentingan masyarakat.
2. PENGAWASAN
Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swassta dan masyarakat luas.
3. DAYA TANGGAP
Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi
masyarakat tanpa kecuali.
4. PROFESIONALISME
Meningkatkan kemampuann dan moral peyelenggara pemerintahan agar mampu
memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau.
5. EFISIENSI & EFEKTIVITAS
Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan
sumber daya yang tersedia secara optimal & bertanggung jawab.
6. TRANSPARANSI
Menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat
melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh
informasi.
7. KESETARAAN
Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraannya.
8. WAWASAN KE DEPAN
Membangun daerah berdasarkan Visi & strategi yang jelas & mengikit sertakan
warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan
ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.
9. PARTISIPASI
Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan
pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
10. PENEGAKAN HUKUM
Mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali,
menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
2.4.2 Penerapan Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik)
Kaitan dengan konsepsi Good Governance (kepemerintahan yang baik) maka
secara konseptual pengertian kata “good” dalam istilah kepemerintahan yang baik
(Good Governance) mengandung dua pemahaman sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Pertama, nilai yang menjunjungi tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan
nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
(nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Dari berbagai pengertian Good Governance, dapat disimpulkan bahwa; wujud
good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan
bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga “kesinergian” interaksi
yang konstruktif diantara domain negara, sektor swasta dan masyarakat (LAN, 2000).
Peraturan pemerintah nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti Good
Governance adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsipprinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi,
efisien, efektivitas, supermasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Berikutnya UNDP (1997) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang
harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik, meliputi : 1. Participation (Partisipasi), 2. Rule of Law (Kepastian
Hukum), 3. Transparency (Transparansi), 4. Responsiveness (Tanggung Jawab), 5.
Consensus Orientation (Berorientasi Pada Kesepakatan), 6. Equity (Keadilan), 7.
Effectiveness and Effficiency (Efektivitas dan Efisiensi), 8. Accountability
(Akuntabilitas), 9. Strategic Vision (Visi Strategis).
Dari telusuran keberagaman wacana Good Governance, terdapat sekumpulan
nilai-nilai yang sebenarnya telah diterapkan di Indonesia sebagai nilai-nilai yang
sebenarnya telah tertanam hidup di akar budaya masyarakat Indonesia. Empat belas
karakteristik yang dapat terhimpun dari telusuran wacana Good Goverrnance, yaitu :
1. Berwawasan kedepan (visi strategis), 2. Terbuka (transparan), 3. Cepat tanggap
(responsif), 4. Bertanggung jawab/bertanggung gugat (akuntabel), 5. Profesional dan
kompeten, 6. Efisien dan efektif, 7. Desentralistis, 8. Demokratis, 9. Mendorong
Universitas Sumatera Utara
partisipasi masyarakat, 10. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat, 11.
Menjunjung supremasi hukum, 12. Berkomitmen pada pengurangan kesenjangan, 13.
Berkomitmen pada tuntutan pasar, 14. Berkomitmen pada lingkungan hidup (Tim
Pengembangan Good Public Governance, Bappenas 2000).
Dalam Konferensi Nasional Kepermerintahan Daerah Yang Baik, pada bulan
Oktober 2011 telah disepakati Sepuluh Prinsip Kepemerintahan Daerah Yang Baik
oleh seluruh anggota Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia
(APKASI), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD
Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), dan Asosiasi DPRD Kota Seluruh
Indonesia (ADEKSI), yang mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Prinsip Partisipasi
Prinsip Penegak Hukum
Prinsip Transparansi
Prinsip Kesetaraan
Prinsip Daya Tanggap
Prinsip Wawasan Ke depan
Prinsip Akuntabilitas
Prinsip Pengawasan
Prinsip Efisiensi dan Efektivitas
Prinsip Profesionalisme
Prinsip-prinsip good governance dalam praktek penyelenggaraan negara
dituangkan dalam 7 (tujuh) asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana
dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Asas-asas umum penyelenggaraan
negara meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Asas Kepastian Hukum
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Asas Keterbukaan
Asas Proporsionalitas
Asas Profesionalitas
Asas Akuntabilitas
Keseluruhan prinsip Good Governance tersebut saling memperkuat, terkait, dan
tidak dapat berdiri sendiri, yang kemudian dapat disimpulkan bahwa terdapat 4
unsur/prinsip utama yang dapat memberi gambaran administrasi publik yang berciri
kepemerintahan yang baik yaitu :
•
Akuntabilitas. Adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak
selaku penanggung jawab dan penanggung gugat segala tindakan dan kebijakan
yang ditetapkan.
•
Transparansi. Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap
rakyatnya, baik di tingkat pusat maupun daerah.
•
Keterbukaan. Menghendaki terbukanya .kesempatan bagi rakyat untuk
mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilai tidak
transparan.
•
Aturan hukum. Adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat
terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
Dengan demikian, untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik pada dasarnya
harus melibatkan unsur-unsur dalam kepemerintahan (Governance Stakeholders)
yang dikenal dengan 3 pilar yaitu :
•
Negara/Pemerintah. Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan
kenegaraan, yang melibatkan sektor swasta dan kelembagaan masyarakat
madani.
Universitas Sumatera Utara
•
Sektor Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup perusahaa swasta yang aktif
dalam interaksi sistem pasar.
•
Masyarakat Madani. kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan yang
pada dasarnya berada di antara pemerintah dan perorangan, yang mencakup baik
perorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik
dan ekonomi.
2.4.3 Unsur-unsur Good Governance
Unsur-unsur good governance dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu :
a.
Negara/Pemerintahan :
Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah
kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan
kelembagaan masyarakat madani.
b.
Sektor Swasta : Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif
dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti : industri pengolahan perdagangan,
perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
c.
Masyarakat Madani : Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada
dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan
perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat
yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
2.5
Pembangunan Daerah
Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari
sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Secara umum pengertian
pembangunan dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pandangan yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
yaitu; pertama, pandangan pembangunan lama atau dikenal dengan pembangunan
tradisional.
Sedangkan Kartasasmita (1994), memberikan pengertian pembangunan,
adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan
secara terencana.
Menurut Bratakusumah (2005), dalam bukunya Perencanaan Pembangunan
Daerah mengemukakan bahwa, dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli
manajemen
pembangunan
terus
berupaya
untuk
menggali
konsep-konsep
pembangunan secara ilmiah, karena secara sederhana pembangunan sering diartikan
sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik.
Mengakomodasi arti pembangunan kepada sistem nilai bukanlah hal yang
dapat secara mudah diselesaikan.
Beberapa ilustrasi, selain yang menyangkut
distribusi di atas, untuk menjelaskan berbagi dilema masyarakat, sehubungan dengan
sistem nilai yang berkembang, dalam mengartikan pembangunan melalui ukuran
pendapatan nasional, adalah sebagai berikut:
-
Peningkatan
pendapatan ( total ataupun per kapita ) selain tidak langsung
identik dengan distribusi yang dianggap baik, juga tidak langsung sama artinya
dengan peningkatan kemakmuran
(economic welfare).
Peningkatan
pendapatan baru menggambarkan peningkatan total output, belum komposisi
barang dan jasa yang dihasilkan.
Karena kemakmuran tergantung pada
komposisi (termasuk kualitas) barang dan jasa yang disukai oleh masyarakat,
sedangkan “kesukaan” ataupun preferensi masyarakat tergantung pada system
nilai yang berkembang suatu saat dimasyarakat, maka peningkatan total output
belum dapat menentukan peningkatan “kemakmuran” masyarakat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Ilustrasi ini, menegaskan betapa arti pembangunan yang diukur oleh pendapatan
nasional tergantung pada system nilai yang berkembangan.
-
Peningkatan
pendapatan
juga belum tentu meningkatkan “kemakmuran”
(economic walfare) kalau cara menghasilkan output tersebut
menyangkut
pengorbanan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dianggap baik
oleh masyarakat.
Berbagai aspek kehidupan yang dapat dipengaruhi cara
produksi itu antara lain adalah keaadaan keselamatan dan kenyamanan kerja.
-
Kalau tujuan pembangunan juga meliputi terpeliharanya hubungan social yang
serasi di masyarakat, maka pembangunan akan semakin tidak sederhana untuk
dapat mengakomodasi tujuan social ini. Hal ini karena terlebih dahulu harus
disepakati apa yang dimaksud dengan “hubungan social yang serasi”. Dan hal
ini menyangkut sistem nilai masyarakat.
-
Arti pembangunan tergantung pada tujuan pembangunan.
-
Tujuan pembangunan ditentukan oleh system nilai.
-
System nilai dimasyarakat sangat beragam dan terus berkembang.
-
Sehingga arti pembangunan tidak mudah dapat ditentukan kecuali ada
kesepakatan (konsensus) dimasyarakat tentang tujuan yang ingin dicapai.
2.5.1 Teori Pembangunan Sosial
Menurut para pakar teori pembangunan social antara lain; Garry Jacobs,
Harlan Cleveland, dan Robert MacFarlane dari Internasional Center for Peace and
Development memberikan pokok pikirannya sebagai berikut:
a.
proses pembangunan terjadi oleh terciptanya tingkat organisasi yang semakin
tinggi dalam masyarakat yang memungkinkan dihasilkannya kegiatan yang
lebih besar dengan menggunakan energy social secara lebih efisien;
Universitas Sumatera Utara
b.
masyarakat berkembang dengan mengorganisir segala pengetahuan, energi
manusia serta sumber daya materil yang dimiliki masyarakat tersebut untuk
mencapai aspirasinya;
c.
pembangunan memerlukan empat jenis infrastruktur dan sumber daya
(resources), yaitu yang fisik, sosial, mental, dan psikologis. Hanya yang fisik
ketersediannya terbatas, sedangkan yang lainnya reatif tak terbatas;
d.
paling penting dalam proses pembangunan ini adalah manusia yang dengan
kemampuan berfikirnya yang semakin meningkat dapat menciptakan sumber
daya yang dibutuhkan untuk pembangunan, Pengetrapan dari inteligensia
manusialah yang dapat merubah suatu sumber daya alam (substance) menjadi
suatu sumber daya ekonomi (resources). Karenanya kemampuan berfikir
manusia merupakan sumber daya yang paling utama.
2.5.2 Indikator Ekonomi
Indikator ekonomi atau lazim disebut dengan pembangunan ekonomi adalah
suatu cabang ilmu ekonomi yang menganalisis masalah-masalah yang dihadapi oleh
negara-negara sedang berkembang dan mendapatkan cara-cara untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut supaya negara-negara berkembang dapat membangun
ekonominya dengan lebih cepat lagi.
Adapun beberapa indikator pembangunan ekonomi yang lazim dipakai oleh
para ahli maupun kalangan umum adalah :
a.
b.
c.
Produk Domestik Bruto (PDB)
Struktur Ekonomi
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
d.
e.
f.
Perdagangan Luar Negeri
Tingkat inflasi
Nilai Tukar Petani
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu
negara/daerah, yakni :
a.
Faktor Sumber Daya Manusia, Sama halnya dengan proses pembangunan,
pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM.
Sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya
proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya
selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk
melaksanakan proses pembangunan.
b.
Faktor Sumber Daya Alam, sebagian besar negara berkembang bertumpu
kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya.
c.
Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses
pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia
digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi,
kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang
dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan
perekonomian.
d.
Faktor Budaya, Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap
pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai
pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi
penghambat pembangunan.
e.
Sumber Daya Modal, Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah
SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barangbarang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan
ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Indikator Sosial
Indikator dapat didefinisikan sebagai suatu alat ukur untuk menunjukkan atau
menggambarkan suatu keadaan dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian.
Indikator dapat menyangkut suatu fenomena sosial, ekonomi, penelitian, proses suatu
usaha peningkatan kualitas..
Indikator yang akan disampaikan dalam pembahasan yang akan dicantumkan
pada bab berikutnya terdiri dari indikator pembangunan sosial kemasyarakatan yang
memang umum untuk dibahas sebagai suatu hal yang lumrah dalam melihat
pembangunan kemasyarakatan suatu negara/daerah, yakni :
a.
b.
c.
d.
e.
Kemiskinan
Ketenagakerjaan
Pendidikan
Kesehatan
Indeks Pembangunan Manusia
Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa
untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal
ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak
adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Kemiskinan merupakan masalah global.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan
Pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang
cukup besar. Wajib Belajar 6 tahun, yang didukung pembangunan infrastruktur
sekolah dan diteruskan dengan Wajib Belajar 9 tahun adalah program sektor
pendidikan yang diakui cukup sukses. Hal ini terlihat dari meningkatnya partisipasi
sekolah dasar dari 41 persen pada tahun 1968 menjadi 94 persen pada tahun 1996,
sedangkan partisipasi sekolah tingkat SMP meningkat dari 62 persen tahun 1993
menjadi 80 persen tahun 2002. (Oey-Gardiner, 2003)
Dalam evaluasi yang akan dilaksanakan terhadap keberhasilan pembangunan
kependidikan di Sumatera Utara akan difokuskan kepada angka rata-rata lama
sekolah serta tingkat melek huruf di Provinsi Sumatera Utara.
Kesehatan
Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti
dalam beberapa dekade terakhir. Sebagai contoh, angka kematian bayi turun dari 118
kematian per seribu kelahiran di tahun 1970 menjadi 35 di tahun 2003, dan angka
harapan hidup meningkat dari 48 tahun menjadi 66 tahun pada periode yang sama.
Perkembangan ini meperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan fasilitas
kesehatan publik di tahun 1970 dan 1980, serta dampak dari program keluarga
berencana. Meski demikian masih terdapat tantangan baru sebagai akibat perubahan
sosial dan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Indeks pembangunan manusia
Setiap tahun sejak 1990, Laporan Pembangunan Manusia (Human
Development Report) telah menerbitkan indeks pembangunan manusia (human
development index - HDI) yang mengartikan definisi kesejahteraan secara lebih luas
dari sekedar pendapatan domestik bruto (PDB). HDI memberikan suatu ukuran
gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani
hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat
kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar,
lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya
beli/ PPP, penghasilan).
2.5.5 Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim)
Menurut Siagian (2000) pertanyaan yang harus dihadapi oleh organisasi
bukan lagi apakah akan melakukan investasi bagi pengembangan sumber daya
manusia yang dimiliki, melainkan berapa besar investasi yang harus dibuat. Dari
pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia
mutlak diperlukan bagi organisasi yang terus berkembang sejalan dengan
perkembangan dalam masyarakat.
Menurut Bernadin & Russel (dalam Robbins, 2001), pelatihan adalah setiap
usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada pekerjaan tertentu yang sedang
menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan
pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan karyawan
Universitas Sumatera Utara
yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih
menekankan pada keterampilan (skill).
Jadi pelatihan hanya bermanfaat dalam situasi di mana para pegawai
kekurangan kecakapan dan pengetahuan. Pelatihan tidak dimaksudkan untuk
menggantikan kriteria seleksi yang tidak memadai, ketidak tepatan rancangan
pekerjaan, atau imbalan organisasi yang tidak memadai.
Dalam pembentukan kualitas aparatur, maka pengembangan melalui
pendidikan dan pelatihan (Diklat) sebagai salah satu media yang paling strategis,
karena Diklat merupakan sarana yang handal untuk meningkatkan kemampuan
pengetahuan (knowledge), keahlian (skill) dan sikap (attitude) pegawai sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan/jabatan.
Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan
Menurut Topo (2008), ada beberapa pengertian pendidikan dan pelatihan
antara lain menurut:
1.
Edwin B. Flippo: “Pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan
pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh,
sedang Pelatihan adalah merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan
keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu”.
2.
Andrew F. Sikula: “Pengembangan mengacu pada masalah staf dan personel
adalah suatu proses pendidikan jangka panjang dengan menggunakan suatu
prosedur yang sistematis dan terorganisasi dengan mana manajer belajar
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum, sedang Pelatihan
adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur
yang sistematis dan terorganisir, dengan mana karyawan operasional belajar
pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu”.
Dalam pengertian diatas Pendidikan dan Pelatihan tidak bermaksud untuk
diartikan secara terpisah, yakni pendidikan terpisah dengan pelatihan akan tetapi
pengertiannya merupakan satu kesatuan dan saling melengkapi yang esensinya adalah
mengisi kesenjangan dan atau meningkatkan kemampuan (competency) pegawai
dalam suatu jabatan / pekerjaan organisasi, meliputi peningkatan pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) sumber daya manusianya.
Dalam hubungannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun
2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil yang selanjutnya disebut Diklat adalah penyelenggaraan belajar mengajar dalam
rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut
PNS.
Mengenai Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) Tk. III
adalah merupakan diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan
aparatur pemerintah dalam jabatan struktural eselon III (Keputusan Kepala LAN
Nomor 193/XIII/10/6/2001 tgl 30 Maret 2001 tentang Pedoman Umum Pendidikan
dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil). Sebelum diberlakukannya PP 101
Tahun 2000. Diklatpim Tk. III ini disebut dengan Diklat Staf dan Pimpinan Tingkat
Universitas Sumatera Utara
Pertama (SPAMA) dan sebelumnya lagi disebut Diklat Staf dan Pimpinan Tingkat
Madya (SPADYA).
Diklatpim Tk. III adalah jenis diklat yang diselenggarakan dalam rangka
mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan
struktural eselon III dan sebagai persyaratan menjadi peserta pada diklat ini adalah:
a.
b.
c.
d.
Pangkat/Golongan minimal Penata (III/c) dan telah atau dipersiapkan untuk
menduduki jabatan struktural eselon III.
Pendidikan serendah-rendahnya Strata Satu (S-1) atau yang sederajat.
Sehat jasmani dan rohani (dibuktikan dengan surat keterangan dokter).
Lulus seleksi sebagai calon peserta Diklatpim Tk. III dengan materi pengujian
sikap, perilaku, dan potensi, meliputi :
- Moral yang baik,
- Dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan organisasi,
- Kemampuan menjaga reputasi diri dan instansinya,
- Motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kompetensi,
- Penguasaan Bahasa Inggris minimal pasif atau memiliki skor TOEFL minimal
350.
Dalam pelaksanaannya, diklat ini diproyeksikan untuk membentuk
kompetensi jabatan PNS, yaitu kemampuan dan karakteristik berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas,
wewenang dan tanggung jawab sebagai pejabat struktural eselon III dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sesuai dengan Keputusan Kepala
Lembaga Administrsi Negara / LAN Nomor 540/XIII/10/6/2001
tgl 10
Agustus 2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
Kepemimpinan Tingkat III, standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh PNS
pemangku jabatan struktural eselon III adalah kemampuan :
a.
Menjabarkan visi, misi dan strategi pembangunan nasional ke dalam program
instansinya;
Universitas Sumatera Utara
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Memahami dan mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good
governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya;
Melakukan perencanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi kinerja unit
organisasinya serta merancang tindak lanjut yang diperlukan;
Merumuskan strategi pelaksanaan pelayanan prima sesuai dengan tugas dan
tanggung jawab unit organisasinya;
Menerapkan sistem dan prinsi-prinsip akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan
unit organisasinya;
Meningkatkan kapasitas organisasi dan staf melalui peningkatan kompetensi
pegawai dan pendayagunaan organisasi;
Menumbuh kembangkan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit
organisasinya;
Menetapkan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam keragaman;
Merumuskan dan memberi masukan untuk pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan yang logis dan sistematis;
Melaksanakan pola kemitraan, kolaborasi dan pengembangan jaringan kerja;
Memanfaatkan teknologi informasi dalam pelaksanaan tugas;
Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Kompetensi Pegawai Negeri Sipil pemangku jabatan struktural eselon II
memerlukan standar kompetensi jabatan yang meliputi; kompetensi dasar (integritas,
kepemimpinan, perencanaan, dan pengorganisasian, kerjasama, fleksibilitas) dan
sejumlah kompetensi bidang lainnya, Dengan memperhatikan keragaman bidang
tugasnya, maka kompetensi yang dapat dipenuhi melalui penyelenggaraan Diklatpim
Tk. II meliputi kompetensi dasar yang dirincikan sebagai kemampuan dalam:
1.
2.
3.
4.
5.
Mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan dan pandangan hidup bangsa menjadi
sikap dan perilaku dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan;
Memahami paradigma kepemimpinan dan pembangunan yang relepan dalam
upaya mewujudkan good governance dan mencapai tujuan berbangsa dan
bernegara;
Merumuskan kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan visi, misi, dan
strategi yang ditetapkan;
Memahami dan menerapkan prinsi-prinsip good governance secara serasi dan
terpadu;
Memahami dan menjelaskan keragaman sosial budaya lingkungan dalam rangka
peningkatan citra dan kinerja organisasi;
Universitas Sumatera Utara
6.
9.
Mengaktualisasikan kode etik PNS dalam meningkatkan profesionalitas,
moralitas dan etos kerja pemimpin;
Melaksanakan keseluruhan kegiatan pengelolaan kebijakan dan program
termasuk pelaporan pertanggungjawabannya;
Menyiapkan dan atau mengambil keputusan dalam rangka pelaksanaan
pengelolaan kebijakan dan atau pelayanan sesuai dengan tanggungjawabnya;
Meningkatkan akuntabilitas dan produktivitas aparatur.
2.6
Penelitian Terdahulu
7.
8.
Banyak penelitian yang telah meneliti tentang Pemberdayaan SDM Aparatur,
Pembangunan Daerah dan Good Governance dengan menggunakan data primer
maupun menggunakan data sekunder.
Penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder, peneliti
akan mencoba penelusuran penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan data
primer. Selanjutnya akan ditabulasi dan dipetakan sehingga peneliti dapat melihat
ruang baru dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Pemberdayaan SDM
terhadap Good Governance dan Pembangunan Daerah pada Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara”, sebagaimana pada table berikut :
Tabel 1. Tabulasi Penelitian Terdahulu
No.
Nama
1
2
1 Yurika
Maharani
Siregar
Judul/ Lokasi/
Tahun
3
Tinjauan Juridis
Tentang
Penerapan
Dewan Komisaris
Dalam Penerapan
Prinsip Good
Coorporate
Governance Pada
Perseroan
Terbatas. (2005)
Permasalahan
Metode
Hasil
4
Apakah prinsip Good
Coorporate Governance
sudah sesuai dengan
Undang-Undang Perseroan
Terbatas dan bagaimana
peranan serta apa akibat
hukum penerapan Prinsip
Good Coorporate
Governance pada Perseroan
Terbatas.
6
Deduktif
menarik
fakta-fakta
yang
bersifat
umum.
7
Penerapan Prinsip Good Coorporate
Governance belum sesuai dengan Perseroan
Terbatas mengingat sifatnya masih belum
komfrehensip karena dalam Undang-Undang
No. 1/1995 belum secara utuh sejalan
dengan prinsip-prinsip atau pedoman Good
Coorporate Governance yang dibuat Komite
Nasional Kebijakan Good Coorporate
Governance dan peranan Dewan Komisaris
dalam penerapan prinsip Good Coorporate
Governance masih belum seperti yang
Universitas Sumatera Utara
2
diharapkan mengingat ketentuan mengenai
tugas, kewajiban dan fungsi wewenangnya
belum komfrehensif, serta akibat hukum
penerapan Prinsip Good Coorporate
Governance pada Perseroan Terbatas
menimbulkan konsekwensi logis terhadap
pengaturan Good Coorporate Governance
dapat ditegakkan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
dan dilanjutkan dengan menganalisa data,
maka :
1. terdapat pengaruh yang kuat antara
pemberdayaan aparatur pemerintah
terhadap prestasi kerja sebesar 0,717.
2. Koefisien korelasi bersifat positif,
sehingga terdapat pengaruh yang positif
antara pemberdayaan aparatur pemerintah
dengan prestasi kerja.
3. Hipotesa yang menyatakan bahwa ada
pengaruh antara pemberdayaan aparatur
pemerintah dengan prestasi kerja dapat
diterima.
Dalam pengelolaan bank umum, penerapan
prinsip transparansi harus dapat dilaksanakan
demi terlaksananya Good Corporate
Governance beuar-benar dapat dilaksanakan
dengan konsisten demi tercapainya
ketahanan dan daya saing bank serta
tercapainya tujuan bank dalam jangka
panjang dengan mengatasi faktor-faktor
penghambat terlaksananya prinsip
transparansi pada bank
Pemberdayaan SDM Aparatur dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan sudah
cukup baik dan kualitas SDM Aparatur di
Kec. Tebing Tinggi Kota telah memadai
dalam mendukung Otonomi Daerah Kota
Tebing Tinggi sehingga menghasilkan
organisasi Kec. Tebing Tinggi Kota yang
cukup efektif terutama dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Wan
Hasri
Fauzy Nst
Pengaruh
Pemberdayaan
Aparatur
Pemerintah
Terhadap Prestasi
Kerja (Studi Pada
Badan
Kepegawaian
Daerah
Kabupaten
Asahan). (2004).
Apakah ada pengaruh yang
signifikan antara
pemberdayaan aparatur
pemerintah terhadap prestasi
kerja.
Metode
deskriptif
kuantitatif
dengan
menggunak
an teknik
analisa data
korelasi
antar
variabel .
3 Erna
Rahmadani
Penerapan
Prinsip
Transparansi
dalam system
pengelolaan Bank
(Study pada PT
Bank Rakyat
Indonesia).
(2005)
Bagaimana konsep Good
Corporate Governance baik
dari segi pengertian,
peranannya dalam sistem
pengelolaan Bank,
Deskriptif/
Survey.
4 Sri Imbang
Jaya Putra
Analisis
Pemberdayaan
dan Kualitas
Sumber Daya
Aparatur serta
pengaruhnya
terhadap
Efektifitas
Organisasi di
Kec. Tebing
Tinggi Kota.
(2006)
Deskriptif/
Kuantitatif
5 Budi
Mulyawan
Pengaruh
pelaksanaan
Good
Governance
terhadap kinerja
organisasi Studi
pada Dinas
Kesejahteraan
Sosial Kota
Palembang.
(2007)
Pengaruh
Pelaksanaan
Prinsip-prinsip
Good
Governance
terhadap
efektifitas
Pegawai Dinas
Apakah daerah mampu
memberdayakan SDM
Aparatur yang berkualitas
sehingga implementasi
Otonomi Daerah dapat
berjalan sesuai dengan
tujuan organisasi?
Apakah efektifitas
organisasi Pemerintah
Daerah dapat berjalan
terutama dalam memberikan
pelayanan kepada
masyarakat.
Apakah ada pengaruh
pelaksanaan Good
Governance terhadap kinerja
organisasi?
Deskriptif/
Kuantitatif.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
pelaksanaan Good Governance terhadap
Kinerja Organisasi sebesar 31,6%.
Bagaimana pengaruh
pelaksanaan prinsip-prinsip
Good Governance terhadap
efektifitas kinerja Pegawai
di Dinas Jalan Jembatan
Provinsi Sumatera Utara.
Deskriptif/
Korelasi
Product
Moment
Pearson.
Pelaksanaan prinsip-prinsip Good
Governance di Dinas Jalan dan Jembatan
Provinsi Sumatera Utara dikategorikan baik,
akan tetapi pimpinan organisasi harus terus
mengkoordinasikan bawahan dapat
dilaksanakan.
6 Ester Juli
Asi, H.
Universitas Sumatera Utara
7 Sophorn
Soeun Ba
8 R. Andi
Sularso
Mardianto
Jalan dan
Jembatan
Provinsi
Sumatera Utara.
(2006)
Kualitas Good
Governance
dalam
implementasi
Kebijakan
Pengentasan
Kemiskinan
(studi kasus
Program
Pemberdayaan
Daerah Dalam
Mengatasi
Dampak Krisis
Ekonomi (PDMDKE) di Desa
Ambang
Ketawang
Kecamatan
Gamping
Kabupaten
Sleman. (2005)
Pengaruh
Penerapan Peran
Total Quality
Manajemen
terhadap Kualitas
SDM. (2006)
9 Sahminan
Hubungan
mengikuti
Diklatpim
Tingkat III dan
Prestasi Kerja
dengan
Peningkatan
Karir Pejabat
Eselon IV di
Pemprovsu.
(2005)
10
Pengaruh Kinerja
Aparatur
terhadap
Pengembangan
Wilayah (Suatu
Kajian Pada
Pemerintah Kota
Medan. (2007)
Pengaruh praktek
manajemen SDM
Ramli
11 Pra
Ningrum
Bagaimana kualitas Good
Governance dalam
implementasi kebijakan
pengentasan kemiskinan.
Regresi dan
Survey.
Bagaimana pengaruh
penerapan TQM terhadap :
1. Kemampuan teoritis
karyawan.
2. Kemampuan teknis
karyawan.
3. Kemampuan konseptual
karyawan.
4. Kemampuan Moral
karyawan.
5. Keterampilan teknis
karaywan.
1. Bagaimana hubungan
mengikuti Diklatpim
Tingkat III dengan
Peningkatan Karir Pejabat
Eselon IV di Pemprovsu.
2. Bagaimana hubungan
prestasi kerja dengan
Peningkatan Karir Pejabat
Eselon IV di Pemprovsu.
3. Bagaimana hubungan
mengikuti Diklatpim
Tingkat III dengan
prestasi kerja secara
bersama-sama dengan
peningkatan karir Pejabat
Eselon IV di Pemprovsu.
Apakah kinerja Aparatur
pemerintah (kepemimpinan,
pendidikan, pelatihan,
motivasi kerja, pengalaman
kerja dan budaya kerja)
berpengaruh terhadap
pengembangan wilayah.
Regresi
Linier.
Apakah ada pengaruh
praktek manajemen SDM
Regresi
Liner.
Regresi
Sederhana
Regresi Uji
Validitas
dan
Reliabilitas.
1. Secara formal program PDM-DKE
berjalan cukup baik. Namun secara
substansial belum dapat dikatakan berhasil
karena hanya mampu menjangkau 9,70 %,
untuk ke Kecamatan Gamping.
2. Di lapangan terbukti beberapa hal garisgaris kebijakan menimbulkan dilema
ketidakpastian dan diperlukan
penyesuaian lapangan oleh pihak
pelaksana.
3. Peran pemerintah masih dominan dan
belum terciptanya kemitraan antara
pemerintah, masyarakat sivil dan sektor
swata dalam mewujudkan Good
Governance dalam pelaksanaan PDMDKE
4. Keinginan untuk mewujudkan good
governance melalui pemberian
kewenangan kepala daerah dengan
melibatkan sewluruh komponen dalam
masyarakat masih sebatas tataran wacana.
Didapati pengaruh penerapan TQM terhadap
:
1. Kemampuan teoritis karyawan sebesar
96,3 %.
2. Kemampuan teknis karyawan sebesar 98,2
%.
3. Kemampuan konseptual karyawan sebesar
94,2 %.
4. Kemampuan Moral karyawan sebesar 89,0
%.
5. Keterampilan teknis karaywan sebesar
80,0 %.
1. Terdapat hubungan yang positif dan
berarti antara variabel mengikuti
Diklatpim Tingkat III dengan Peningkatan
Karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu
sebesar 95,4 %.
2. Terdapat hubungan yang positif dan
berarti antara variabel prestasi kerja
dengan Peningkatan Karir Pejabat Eselon
IV di Pemprovsu sebesar 95,0 %.
3. Terdapat hubungan yang positif dan
berarti antara variabel mengikuti
Diklatpim Tingkat III prestrasi kerja
secara bersama-sama dengan Peningkatan
Karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu
sebesar 95,4 %.
1. Kinerja aparatur memberikan pengaruh
positif yang sangat signifikan terhadap
pengembangan wilayah.
2. Kepemimpinan, pendidikan, pelatihan,
motivasi kerja, pengalaman kerja dan
budaya kerja memberikan pengaruh yang
positif dan sagat signifikan terhadap
kinerja aparatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perencanaan karir, penilian prestasi kerja dan
Universitas Sumatera Utara
terhadap
komitmen
pimpinan pada
kualitas Rumah
Sakit di
Bengkulu. (2002)
12 Daeng M.
Nazier
Kesiapan SDM
Pemerintah
menuju tata
kelola keuangan
negara yang
akuntabel dan
transparan.
(2005)
13 Aidinil
Zetra
Studi
Pengembangan
Kapasitas SDM
Pemerintah
Daerah dalam
mewujudkan
transparansi dan
akuntabilitas
pengelolaan
keuangan daerah.
(2009)
Sustainable Good
Governance and
corporations: An
Analysis of
Asymmetries
(2006)
14
Suria Diva
15
Elizabeth
Burlesson
16
(perencanaan karir,
penilaian prestasi kerja,
akses informasi teknis dan
dukungan sosial politik
terhadap komitmen
pimpinan pada kualitas
Rumah Sakit.
Bagaimana kesiapan SDM
Pemerintah menuju tata
kelola keuangan negara
yang akuntabel dan
transparan.
Bagaimana pengembangan
Kapasitas SDM Pemerintah
Daerah dalam mewujudkan
transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah
1. Mengapa penting
melibatkan koorporasi
dalam agenda sustainable
good governance
2. Mengapa terjadi
ketimpangan kebijakan
antara tindakan dengan
harapan dalam pelaksanaan
sustainable good governance
3. Mengapa kebanyakan
koorporasi tidak
mengadopsi dan
melaksanakan kebijakankebijakan sustainable good
governance dan tidak
menjalankannya dengan
konsisten
Tribal, State, and
Bagaimana kepastian hukum
Federal
dalam melindungi
Cooperation to
masyarakat pribumi di
Achieve Good
Amerika untuk
Governance (2004) mempertahankan komunitas
mereka
Kyle Stevan Strategic
Steadham
Management
Competencies
among chief
human resources
officers in texas
public community
Bagaimana mengidentifikasi
kompetensi strategi
manajemen bagi kepala
SDM komunitas masyarakat
di Texas.
dukungan sosial politik berpengaruh positif
terhadap komitmen pimpinan pada kualitas
dan signikan secara statistik, tetapi akses
informasi teknis tidak berpengaruh pada
komitmen pimpinan.
Klaster dua
tingkat
(Two
StageClusto
r
Sampling).
Survey.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Kekurangan SDM yang mengelola
keuangan negara khususnya yang berlatar
belakang akuntansi.
2. Penempatan SDM yang keliru.
3. Tingkat pemahaman dasar staf mengenai
administrasi keuangan masih lemah.
4. Reward sistem yang belum tepat.
5. Sarana / Prasarana serta proses pendidikan
di Perguruan Tinggi untuk mendukung
pengembangan akuntansi sektor publik
masih membutuhkan perbaikan mutu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ditemukan masih sulit aparatur pemerintah
daerah menyampaikan laporan keuangan
pemerintah daerah secara transparan dan
akuntabel, tepat waktu serta disusun
mengikuti standar akuntansi pemerintahan.
Survey
1. Terdapat ketidakseimbangan peranan
koorporasi dalam agenda sustainable
good governance
2. terdapat ketidakseimbangan kebijakan
antara kebijakan koorporasi dengan
kebijakan sustainable good governance
3. sustainable good governance hanya
sebatas wacana dan lyps service
4. karena alas an ekonomi perusahaan raguragu untuk mengambil tanggung jawab
sebagai warga perusahaan yang baik
dalam menjalankan sustainable good
governance.
Survey
1. Terdapat kekerasan pada suku Indian dan
suku pribumi Alaskan, dua setengah kali
jumlah suku nasional.
2. Dengan mempunyai organisasi yang jelas,
hal masyarakat pribumi akan dilindungi.
3. Good Governance merespon kebutuhan
social masyarakat masa kini dan masa yang
akan datang, secara akuntabel, efektif,
tranparan, adil dan inklusif.
Dengan mengidentifikasi manajemen
kompetensi dapat memperbiki kebijakankebijakan dan praktek yang berkaitan dengan
cara penerimaan, sistem kompensasi, pelatihan
dan pengembangan, perencanaan strategis dan
team work eksekutif dalam community
colleges.
Survey
Universitas Sumatera Utara
colleges
(2005)
Bambang
Sutedja
17
Pemberdayaan
Aparat
Pemerintah
Daerah Dalam
memasuki
Otonomi Daerah:
Kasus Aparat
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Bekasi(2006)
1.Belum meratanya
distribusi SDM aparat
pemerintah terutama dalam
memobilisasi sumberdaya
pembangunan termasuk
dalam merangsang peran
masyarakat dan dunia usaha
untuk ikut serta dalam
melaksanakan
pembangunan(sesuai UU No
22/1999
2.Kualitas aparat pemerintah
daerah sebagian besar masih
belum sesuai dengan
harapan
3.Fungsi pelayanan umum
oleh aparat pemerintah
daerah belum sepenuhnya
menjamin
kemudahan,kelancaran,trans
paran,tepat
waktu,kenyamanan,dan
kepastian hukum.
Analisis
diskriptifdan
analisisis
SWOT
Revisi
Mekanisme dan
peningkatan
Kualitas
Perencanaan Desa
Menuju
Pembangunan
Desa yang
Partisipatif dan
berkelanjutan
diera otonomi
daerah(2007)
Tinjauan terhadap model
Perencanaan pembangunan
desa pada masa lalu dan
masa sekarang terutama
dikaitkan dengan partisipasi
masyarakat
Deskriptif/
Kualitatif
Meningkatkan
kompetensi
Aparatur
Pemerintah
Indonesia
mewujudkan
Good Governance
(2006)
1. Sumber daya
aparatur pemerintah
daerah yang terdiri
dari korp pamong
praja daerah dalam
kenyataannya belum
mempunyai
kedewasaan sosial
politik..
2. Sumber daya
Deskriptif/
Kualitatif
2
18
0..
Agus
Purbatin
Hadi
19 Enceng,
Liestiyodo
BI,
Purwanindy
ah MW
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan makin
berkembangnya pembangunan kabupaten
bekasi di berbagai bidang menuntut adanya
pelayanan masyarakat yang semakin
meningkat melalui pelaksanaan otonomi
daerah yang nyata dan bertanggung
jawab,tetapi masih ada kendala antaralain :
kekurangan personil,profesionalisme aparat
yang masih belum merata disetiap unit kerja,
sarana dan anggaran diklat yang terbatas, serta
tidak jelasnya pola karir PNS. Ada peluang
yang mungkin dapat diraih yaitu meningkatnya
system kerjasama antar instansi, makin
berkembangnya program-program pemerintah
yang langsung ditujukan kepada kelompok
masyarakat, serta usia pegawai yang relative
masih muda dan masih dapat ditingkatkan
kualitasnya.
Pemberdayaan aparat pemerintah daerah dalam
rangka pelaksanaan birokrasi adalah
melaksanakan”modal intelektual” dengan
meninggalkan wawasan control,order dan
prediction, untuk mengarah kepada orientasi
aligment, creativity, dan empowering, hal ini
berarti aparat pemerintah daerah tidaklah
berada dibawah tekanan kekuasaan/pengaruh
political authority, tetapi lebih kepada
pembentukan birokrasi yang sadar mengikat
mereka adalah political commitment,dan
dilihat melalui output dan outcomes, sehingga
kinerja aparat menjadi lebih jelas, terukur dan
terevaluasi dan juga aparat yang dapat
menterjemahkan dan berimprovisasi terhadap
fungsi yang menjadi tanggung jawab dan
kemandiriannya.
Diperlukan revitalisasi dan penguatan lembaga
perencanaan desa, dan memberikan bantuan
pendampingan dalam proses penyususnan
perencanaan ditingkat desa dan kecamatan,
serta perlu dilakukan desiminas dokumen
Rencana Pembangunan Daerah ( Poldas,
Renstra, Repetada ) sampai kepada masyarakat
desa untuk memberi arah dalam penusunan
perencanaan massyarakat.
- Untuk mendukung aparatur birokrasi yang
lebih berdaya, perlu dilakukan upaya
peningkatan kompetensi aparatur Pemda.
Disamping pengetahuan intelektual juga
harus dipadukan dengan penmgetahuan
teoritik, sehingga aparatur yang profesional
adalah yang mampu memadukan teori
dengan prakteknya.
- Good Governance merupakan proses
penyelenggaraan kekuasaan negara dalam
melaksanakan penyediaan public good and
Universitas Sumatera Utara
20 Bambang
Reward and
Nugroho
Punishment
Tahun 2008 dalam
pelaksanaan
Good Governance
aparatur Pemerintah
daerah belum
mempunyai
pengalaman
memadai dan kurang
profesional dan jauh
dari memuaskan
untuk menangani
nisu-isu otonomi
daerah..
3. Aparatur
pemerintah daerah
belum dapat
mempossisikan
dirinya nonpartisanh dan
cenderung
dokooptasi oleh
kekuatan politik
tertentu
Sumber daya aparatur saat
ini dikonotasikan dengan
sumber daya manusia (
SDM ) dengan
profesionalisme rendah yang
gterlihat dari indikator
pelayanan yang tidak
optimal, penggunaan waktu
tidak produktif, belum
optimalnya peran dan
inovasi dalam menjalankan
tugas.
service.
- Dalam penyelenggaraan Good governance
terdapat tiga domein yang berperan yaitu
pemerintah, sektor swasta dan masyarakat,
masing-masing domein mempunyai posisi
yang sejajar.
- Untuk mewujudkan good governance harus
dipenuhi beberapa prinswip-prinsip atau
karakteristik goodgovernance antara lain ;
partisipasi, transparansi, taat hukum,
responsip, efisien efektif, akuntabilitas, visi
strategis, kesetaraan, dan berorientasi
kesepakatan,
Deskriptif
Perlu reformasi birokrasi untuk merombak
yang selama ini dinilai lemah, ssetidaknya
enam langkah strategis perlu ditindaklanjuti
secara cermat yaitu;
1. Upaya-upaya meningkatkan low
enforcement, dengan membentuk
lembaga-lembaga yang bertugas melakukan
pemantauan,pengawasan dan evaluasi
kinerja yang dilakukan secara bertahap,
konsisten dan berkelanjutan.
2. Hubungan kerja yang jelas sebagai alat ukur
kinerja lembaga. Untuk itu diperlukan
tindakan konkrit untuk mempertegas
institusi yang bertanggungjawab dalam
menyusun norma standard dan prosedur
kerja mengelola informasi, mereview,
menganalisa, merumuskan dan
menetapkan indikator kinerja,
mensosialisasikan SOP itu sendiri dan
peningkatan kompetensi SDM dan
penerapan reward dan punishmen yang
konsisten.
3. Terdapat perbedaan tajam antara
penghargaan atas profesionalisme antara
yang terjadi di pemerintahan dengan
swasta, untuk itu perlu adanya regulasi
standar kinerja profesional, memperkuat
kelembagaan kepegawaian dalam
pembinaan profesionalitas yang sesuai
standar hidup layak serta penegakan
reward dan punishment.
4. Meningkatkan disiplin SDM aparatur yang
masih rendah dengan perubahan perilaku
yang mendasar. Hal ini terjadi melalui
revitalisasi pembinaan kepegawaian dan
proses pembelajaran de3ngan membangun
komitmen kuat dalam mengemban tugas
sebagai PNS, disertai pengembangan
system reward dan punishmen yang tepat
dan efektif.
Universitas Sumatera Utara
21 Suryo
Pratolo
Pengaruh audit
manajemen,
komitmen
organisasional
manajer,
pengendalian
intern terhadap
penerapan
prinsip-prinsip
good corporate
governance dan
kinewrja badan
usaha milik
negara di
indonesia
22 Taufik
Bapeda Lhok
suemawe 2011
Analisis kwalitas
SDM dalam
meningkatkan
kinerja
Pemerintah Kota
Lokh Sumawe
23 Ginting
Analisis
kuwalitas SDM
dalam
meningkatkan
kenerja
Pemerintah Kota
Lhok Seumawe
2008
1. Apakah terdapat
hubungan audit
manajemen, komitmen
manajer pada organisasi
dan pengendalian intern.
2. Apakah terdapat
pengaruh audit
manajemen, komitmen
manajer pada organisasi
dan pengendalian intern
terhadap penerapan
prinsip-prinsip good
corvorate governance
baik secara parsial
maupun simultan
3. Apakah terdapat
pengaruh audit
manajemen, komitmen
manajer pada organisasi,
pengendalian intern dan
penerapan prinsip-prinsip
good corporate
governance terhadap
kinerja perusahaan BUMN
baik secara parsial
maupun simultan.
Apakah Pendidikan dan
Pelatihan berpengaruh
terhadap kuwalitas kinerja
dikota Lokh Sumawe
Apakah Diklat Sarana dan
Prasarana kompensasi dan
promosi Pegawai
berpengaruhi terhadap
kuwalitas Kerja Pegawai
Bapeda Kota Lhok Suemawe
Deskriftif/
Kuantitatif
5. Perubahan dalam membangun pola
perilaku aparatur yang berorientasi pada
pelayanan, membangun kemitraan antara
pemerintah dan masyarakat yang dilayani
dalam penyelenggaraan pelayanan serta
membangun organisasi pemerintah
berdasarkan pada kepercayaan dan
pengembangan system yang berorientasi
pada kepuasan pelanggan.
6. Perlunya standar pelayanan yang jelas,
meliputi procedure, jangka waktu, dan
kalau perlu biaya yang jelas, guna
mendorong terciptanya lembaga pelayanan
yang standar dan teratur. Dengan
membangun system standarisasi pelayanan
mulai dari input, proses, output pelayanan
yang selanjutnya dituangkan dalam SOP
yang transparan.
- Terdapat hubungan antara audit manajemen,
komitmen manajer pada organisasi dan
pengendalian intern dan menunjukkan bahwa
ketiga variabel saling mendukung dalam
rangka pengaruhnya terhadap variabel
penerapan prinsip-prinsip good corporate
governance dan kinerja perusahaan.
Statistik
- Pendidikan dan kelebihan berpengaruh
(Ujit) dengan terhadap kuwalitas kerja
SPSS
- Sarana dan Prasarana, konpensasi dan
promosi berpengaruh terhadap peningkatan
kuwalitas kerja. Dari rumusan dan hasil yang
di dapat, dapat mempengaruhi dan dapat
meningkatkan kinerja Pegawai Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah.Kota
Lhok Seumawe
Regresi
- X1 X2 X3 X4 berpengaruh signifikat terhadap
Berganda
kuwalitas kerja pegawai Bepeda dan dapat
Program
meningkatkan kinerja Pemko Lhok Suemawe
SPSS
Universitas Sumatera Utara
24 Jurnal MIPI Peran Pemimpin
2005
dalam
meningkatkan
Kinerja Aparatur
(Suatu tunjauan
peningkatakan
kinerja Dinas
Sosial Pemkab
Subang)
25 Dumasari
Analisis Pengaruh
Pemberdayaan
SDM terhadap
Good
Governance dan
Pembangunan
Daerah pada
Pemerintah
Privinsi Sumatera
Utara
Harahap
2012
Bagaimana menciptakan
model untuk meningkatkan
kinerja aparatur
Survey
Apakah Pemberdayaan SDM
aparatur X1 X2 X3
berpengaruh terhadap Good
Governance
Apakah X1 X2 X3 dan Y1
berpengaruh terhadap Y2
Regresi
Sederhana
dan Berganda
Model
Hal-hal yang dilakukan Dinas Sosial Pemkab
Subang terhadap peningkatan kinerja
Aparatur adalah memberdayakan Pegawai
melalui penataan.
1. Pekerjaan yang baik meningkatkan
disiplin dengan program Integrasi
2. Memberikan motivasi kepada Pegawai
3. Kepemimpinan yang PAMONG
4. Kesepakatan atau membangun
komitmen
1. Ada pengaruh X1 X2 X3 terhadap Y1
2. Ada Pengaruh X1 X2 X3 dan Y1
terhadap Y2
Universitas Sumatera Utara
Download