BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kewilayahan Ilmu pembangunan wilayah merupakan ilmu yang relatif masih baru. Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ilmu pembangunan wilayah merupakan wahana lintas disiplin yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan yaitu: geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan wilayah setidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar analisis, yaitu: (1) analisis biogeofisik; (2) analisis ekonomi; (3) analisis sosiobudaya; (4) analisis kelembagaan; (5) analisis lokasi; (6) analisis lingkungan. Rustiadi (2002) menyebutkan bahwa lingkup kajian perencanaan pengembangan wilayah sangat luas, sebagai bidang kajian yang membentang dari lingkup ilmu yang bersifat multidisiplin, mencakup bidang-bidang ilmu mengenai fisik, sosial ekonomi hingga manajemen. Dari sisi proses kajian pembangunan mencakup hal-hal mengenai: (1) aspek pemahaman, yakni aspek yang menekankan pada upaya memahami fenomena fisik alamiah hingga sosial ekonomi di dalam dan antar wilayah, dalam konteks ini pengetahuan mengenai teknik-teknik analisis dan model-model sistem merupakan alat (tools) penting yang perlu dipahami, untuk mengenal dan mendalami permasalahan-permasalahan maupun potensi-potensi pembangunan wilayah, (2) aspek perencanaan, mencakup proses formulasi masalah, Universitas Sumatera Utara teknik-teknik desain dan pemetaan hingga perencanaan, dan (3) aspek kebijakan, mencakup pendekatan-pendekatan evaluasi, perumusan tujuan-tujuan pembangunan serta proses melaksanakannya, mencakup proses-proses politik, administrasi, dan manajerial pembangunan. Secara harfiah, Rustiadi (2002) menyebutkan bahwa regional science dapat dipandang sebagai ilmu yang mempelajari aspek-aspek dan kaidah-kaidah kewilayahan, dan mencari cara-cara yang efektif dalam mempertimbangkan aspekaspek dan kaidah-kaidah tersebut ke dalam proses perencanaan pengembangan kualitas hidup dan kehidupan manusia. Dalam hal ini regional science tidak didefinisikan sebagai ‘ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan pembangunan di suatu wilayah’, karena pengertian demikian tidak memberikan spesifikasi yang jelas terhadap bidang keilmuan regional science. Secara ilustrasi, walaupun kata ‘di suatu wilayah’ itu dihilangkan, kita tetap bisa menangkap suatu pemahaman bahwa setiap pembangunan pasti dilakukan pada suatu wilayah atau areal tertentu. Padahal penambahan kata ‘wilayah’ ini dimaksudkan untuk memberikan kekhasan bahwa regional science adalah bidang ilmu yang berbeda dengan bidang-bidang ilmu perencanaan pembangunan lainnya, yakni dengan adanya penekanan terhadap pentingnya pertimbangan dimensi kewilayahan. Selanjutnya Budiharsono (2001) menyebutkan pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia dan wilayah pesisir pada khususnya, dikarenakan : Universitas Sumatera Utara 1. Indonesia merupakan negara kepulauan, di mana kegiatan-kegiatan pembangunan saat ini dipusatkan di bagian barat. Konsentrasi demikian menimbulkan isu pengembangan wilayah ‘outer island’ yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang berdimensi wilayah. 2. Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada pembangunan daratan dari lautan, sehingga pembangunan pesisir relatif tertinggal. Masyarakat pesisir relatif lebih miskin dari wilayah daratan lainnya. Kondisi ini diperburuk dengan posisi politik nelayan yang relatif lemah dibanding dengan posisi lainnya. 3. Letak geografis Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh faktor geologis dan ekologis yang menyebabkan keragaman lingkungan. 4. Keragaman kultural menyebabkan adanya perbedaan persepsi terhadap pembangunan. 5. Sifat pembangunan politik di Indonesia yang diwarnai oleh kekuatan politik wilayah. 6. Adanya kebijakan otonomi daerah, yang merupakan antisipasi terhadap maraknya tuntutan lepasnya beberapa daerah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Diharapkan pemerintah dapat membangun sesuai kebutuhan dan kemampuannya sendiri. 7. Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral, sehingga hasil yang dicapai tidak optimal. 2.1.1 Teori Perencanaan (Theory Planning) Universitas Sumatera Utara Lawton dan Rose (1995) , menyatakan bahwa perencanaan dapat dilihat sebagai suatu proses di mana tujuan-tujuan, bukti-bukti faktual dan asumsi-asumsi diterjemahkan sebagai suatu proses argumen logis kedalam penerapan kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Kartasasmita (1997: 48); Perkembangan Pemikiran dan Prakteknya di Indonesia menyatakan “Pada dasarnya perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki”. “...and situations as they are and find a way to solve problemes” artinya perencanaan merupakan penerapan intelegensia untuk mengolah fakta-fakta dan situasi apa adanya dan menemukan suatu cara untuk memecahkan masalahmasalah. Miraza (2005), Wilayah adalah kumpulan daerah berhampiran, sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisiensi dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif dan satu sama lain saling bersentuhan, yang semuanya bermuara pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tarigan (2004), definisi perencanaan wilayah adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai factor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah Universitas Sumatera Utara untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan atau sasaran tersebut. Perencanaan Wilayah, menurut Miraza (2004), adalah “suatu perencanaan yang berjangka panjang, bertahap dan tersistematis dengan suatu tujuan yang jelas”. Tujuan yang jelas ini adalah yang menyangkut pada keselarasan kepentingan stakeholders, baik masyarakat dari berbagai lapisan, kelompok pengusaha maupun pemerintah sendiri. Perencanaan wilayah menyangkut pada bagaimana pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun potensi sumber daya buatan yang harus dilaksanakan secara fully dan efficiently agar pemanfaatan potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Disamping itu juga perlu ada pemikiran bagaimana dunia usaha dapat berkiprah secara ekonomis serta pemerintah mendapatkan manfaat dari semua keadaan ini bagi kelangsungan kepemerintahan yang baik. Widodo (2006) perencanaan adalah upaya institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah. Conyers & Hills (dalam Arsyad 1999), bahwa perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihanpilihan berbagai alternative penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan definisi diatas, Arsyad (1999) berpendapat ada empat elemen dasar perencanaan, yaitu : 1. Merencanakan berarti memilih; 2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya; 3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan; 4. Perencanaan berorientasi ke masa depan. Secara garis besar, ada tiga kelompok model perencanaan, yakni konsistensi, optimisasi dan simulasi. Model konsistensi terbentuk oleh sederetan persamaan simultan. Beberapa tujuan pembangunan diupayakan untuk mencapai konsisten dengan karakteristik utama berorientasi kesisi permintaan. Model optimisasi menekankan pencapaian optimum dari suatu tujuan akibat kendala-kendala atau keterbatasan sumber daya. Alat analisis yang populer dalam model optimisasi adalah pemograman linier (linier programming). Model simulasi berorientasi kesuatu percobaan terhadap sistem ekonomi yang dirumuskan melalui model. Pada kenyataannya, tidak satupun model yang menyajikan hasil terbaik. Modifikasi dan penggabungan sering dilakukan disesuaikan dengan kadar dan karakteristik ekonomi. Sumodiningrat (2004), perencanaan pembangunan wilayah merupakan suatu upaya merumuskan dan mengimplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan. Universitas Sumatera Utara Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sector serta antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Anwar, 1999). Berdasarkan defenisi, pendapat dan pandangan para pakar sebagaimana diatas sintesa pendapat penulis terhadap perencanaan wilayah substansinya lebih mengena kepada pandangan atau pendapat Miraza (2004) dimana perencanaan wilayah adalah “suatu perencanaan yang berjangka panjang, bertahap dan tersistematis dengan suatu tujuan yang jelas”. Tujuan yang jelas ini adalah yang menyangkut pada keselarasan kepentingan stakeholders, baik masyarakat dari berbagai lapisan, kelompok pengusaha maupun pemerintah sendiri. Perencanaan wilayah menyangkut pada bagaimana pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun potensi sumber daya buatan yang harus dilaksanakan secara fully dan efficiently agar pemanfaatan potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Berdasarkan substansi ini nantinya penulis lebih focus pada potensi sumber daya manusia dan peranannya sesuai dengan kewenangannya dalam mengelola pembangunan daerah untuk mewujudkan Good Governance. Dan disamping itu untuk memperkaya wawasan dalam penulisan dan pembahasan nantinya masih Universitas Sumatera Utara diperlukan teori-teori yang relepansinya masih berkaitan dalam penelitian nantinya, antaralain adalah sebagai berikut. Inti dari teori perencanaan adalah proses perencanaan. Perencana baik individual maupun kelompok membawa konsep – konsep utama. Teori perencanaan, Moekijat, (1980) terdiri dari 3 (tiga) teori, yaitu : 1. Theory of Planning yaitu menjelaskan prinsip - prinsip, prosedur dan langkah– langkah normatif yang seharusnya/sebaiknya dijalankan dalam proses perencanaan untuk menghasilkan outputs dan outcomes yang efektif. 2. Theory in Planning yaitu merupakan teori substantif dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dengan bidang perencanaan. 3. Theory for planning yaitu menjelaskan prinsip etika, nilai dan moral yang menjadi pertimbangan bagi perencana didalam menjalankan peranannya. Untuk pembagian ketiga teori perencanaan tersebut, dapat dijelaskan berikut ini : 1. Theory of Planning Theory of Planning yaitu menjelaskan prinsip - prinsip, prosedur dan langkah langkah normatif yang seharusnya/sebaiknya dijalankan dalam proses perencanaan untuk menghasilkan outputs dan outcomes yang efektif. Prinsip – prinsip perencanaan : - Memandang ke masa depan yang tidak berkepastian - Mengetahui adanya masalah sosial ekonomi yang akut - Menyadari adanya faktor internal dan eksternal yang harus ditanggapi Universitas Sumatera Utara - Menyadari kebutuhan untuk menyusun langkah dan kebijakan secara kolektif. Prosedur dan langkah – langkah perencanaan : a. Menentukan tujuan dan sasaran perencanaan dalam proses politik yang menyertakan seluruh warga. b. Mengetahui fakta – fakta tentang kondisi yang ada dan latar belakangnya serta memperkirakan apa yang bakal terjadi dalam situasi – situasi tertentu. c. Mengkaji pilihan – pilihan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran dengan mengingatkan potensi dan hambatan yang ada. d. Menentukan pilihan – pilihan yang terbaik berdasarkan pertimbnagan normatif maupun teknis didalam konyeks partisipatif. e. Mengusulkan rangkaian kebijakan dan tindakan yang perlu diambil dalam pelaksanaan pilihan yang diambil. f. Melakukan langkah – langkah implementasi melalui tindakan sosialisasi, penegakan, pemberian insentif dsb serta memantau pelaksanaan secara sistematik dan teratur. 2. Theory in Planning Theory in Planning yaitu merupakan teori substantif dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dengan bidang perencanaan. Oleh karena itu Theory in Planning merupakan bagian dari Planning theory yang diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan bidang perencanaan. Artinya suatu rencana yang diterapkan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan, karena dalam penyusunan suatu rencana dalam implementasi suatu proyek atau kegiatan, penerapan yang dibuat dapat disesuai Universitas Sumatera Utara dengan kebutuhan proyek tersebut. Untuk lebih jelas mengenai Theory in Planning akan di bahas pada sub topic berikutnya, yaitu pada poin C. 3. Theory for Planning Theory for planning yaitu menjelaskan prinsip etika, nilai dan moral yang menjadi pertimbangan bagi perencana didalam menjalankan peranannya. Dalam teori untuk perencanaan (theory for planning) Prinsip Etika Perencanaan dapat dilihat dalam peran perencanaan itu sendiri. Kegiatan perencanaan di negara maju merupakan bagian dari proses untuk merespon permasalahan sosial-ekonomi dan politik, bahkan sudah merupakan budaya masyarakat dan terkait erat dengan sistem manajemen publik. Semakin maju budaya politik dan sistem manajemen publik, semakin besar kontribusi perencanaan dalam memberikan informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input teknikal untuk mendukung proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku berkepentingan baik sektor publik dan sektor privat, maupun individual. Kegiatan perencanaan yang paling nyata adalah sebagai bentuk tindakan alokasi dan inovasi dalam arena publik termasuk sebagai alat pengarahan masyarakat (societal guidance). akan tetapi jika peran pemerintah gagal atau tidak kurang efektif maka proses perubahan sosial akan menguat melalui kekuatan sosial-politik masyarakat. Dalam keadaan normal, tindakan perencanaan tetap memegang prinsip untuk tidak mengurangi ruang gerak masyarakat dan mekanisme pasar. Sedangkan substansi perencanaan dapat dilihat dari tujuan dari perencanaan itu sendiri yaitu untuk menyediakan informasi tindakan kebijaksanaan, inovasi, dan Universitas Sumatera Utara solusi teknis bagi proses alokasi sumberdaya publik, pengarahan masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Substansi perencanaan yang bersifat strategik dan perencanaan teknikal atau operasional pada hakekatnya terkait dengan sistem perencanaan makro (umum) dan mikro (spesifik), maupun terkait pada siklus manajemen publik dan siklus manajemen kegiatan/proyek. Substansi perencanaan pada dasarnya memuat produk gabungan antara rekayasa sosial-ekonomi dan lingkungan fisik, dan juga memuat produk pengaturan yang dihasilkan dari kesepakatan politik, kelayakan ekonomi, dan solusi teknikal untuk memberikan pengarahan bagi masyarakat. Dampak penting yang dihasilkan dari tindakan perencanaan: (1) meningkatnya kemampuan masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku bagi proses perubahan sosial-ekonomi, (2) terciptanya tatanan sosial-politik yang lebih akomodatif terhadap proses perkembangan masyarakat dan pasar, (3) terbangunnya kapasitas kelembagaan pembangunan, (4) tersedianya informasi kebijakan, inovasi, dan teknikal yang dapat digunakan sebagai sarana pengambilan keputusan bagi para pelaku yang berkepentingan (stakeholders). Nilai-nilai kegiatan perencanaan adalah rasionalitas pasar dan rasionalitas sosial-politik, yang mempengaruhi proses dan tindakan perencanaan. Oleh karena itu seorang perencana harus memliki nilai dan moral yang menjadi pertimbangan dalam membuat suatu perencanaan. Dalam perencanaan harus mempunyai nilai seperti transparan, akuntabel, keadilan, dan partisipatif atau demokratis yaitu : Universitas Sumatera Utara a. Perencanaan yang transparan mempunyai ciri yaitu adanya proses perencanaan yang mudah dimengerti, dimana informasi tentang produk dan informasi kebijakan dan input teknikal tersedia dan aksesnya terbuka, dan pelaku berkepentingan dapat mengetahui apa peran yang dimainkan dalam pengambilan keputusan atau terlibat dalam tindakan perencanaan. b. Perencanaan yang akuntabel mempunyai ciri antara lain dapat dipertanggungjawabkan dan sah diterima masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, efisien dalam menggunakan sumberdaya, efektif dalam pemecahan solusi masalah, memberi keleluasaan dan kemudahan, dan melihat kepentingan masyarakat banyak. c. Perencanaan yang berkeadilan mempunyai ciri antara lain dapat melihat keseimbangan antara hak-hak individu dan dan kepentingan masyarakat banyak, atau memberikan pemihakan kepada masayarakat yang lemah akses dan kemampuannya untuk mendapatkan sumberdaya yang diperlukan. d. Perencanaan yang partisipatif atau demokratis dapat dicirikan sebagai perencanaan yang mengadopsi prinsip interaktif, kesetaraan, dan kooperatif dalam proses pengambilan keputusan secara bersama dengan mempertimbangkan aspirasi semua pelaku yang berkepentingan dan bagi kepentingan masyarakat banyak. Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Teori Dalam Perencanaan (Theory In Planning). Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, teori dalam perencanaan tidak dapat dipisahkan dengan teori perencanaan, karena teori dalam perencanaan adalah merupakan subbagian dari teori perencanaan. Theory in Planning yaitu merupakan teori substantif dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dengan bidang perencanaan. Suatu rencana yang telah ditetapkan walaupun itu perencanaan apa saja, apabila terjadi kebuntuan atau kendala dalam pelaksanaannya maka tetap merujuk kembali kepada teori perencanaan. Jadi dapat dikatakan bahwa teori perencanaan adalah merupakan induk dari theory in planning. yang dalam penerapannya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan dapat dikelompokkan berdasarkan kebutuhannnya, untuk dapat melihat penggunaan perencanaan dalam aplikasinya maka perencanaan dapat terlebih dahulu dikenali melalui 3 konsep formal, yaitu upaya mengaitkan keilmuan dan pengetahuan tehnikal bagi : a. Tindakan di dalam domain publik (action in the public domain), yang diangkat dari filosofi politik, berupa suatu tindakan baik pengubahan kondisi perilaku rutin dan inisiasi dari sesuatu mata rantai konsekuensi agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, b. Proses pengarahan masyarakat (societal guidance), yang merupakan keterlibatan peran pemerintah baik dalam bentuk alokasi dan inovasi, Universitas Sumatera Utara c. Proses transformasi sosial (social transformation), yang merupakan suatu proses politik atau gerakan sosial-politik masyarakat karena kekosongan peran pemerintah dan pasar (Friedmann, 1987). Kebutuhan terhadap kegiatan perencanaan akan semakin besar untuk dapat memberikan informasi kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam proses pengambilan keputusan oleh pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat. Dalam era otonomi, pemerintah daerah memiliki tugas dan fungsi yang semakin penting dalam kegiatan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik dimana dalam proses manajemen publik tersebut instrumen perencanaan sangat penting untuk mengantisipasi kondisi masa depan, mengarahkan masyarakat, dan mendorong proses transformasi sosial. Kegiatan perencanaan seharusnya dapat mensinkronkan berbagai kepentingan para pelaku berkepentingan dan bekerja pada berbagai tingkatan pemerintahan, serta terdapat keterkaitan antara kegiatan perencanaan makro dan mikro, serta keterkaitan antara siklus manajemen publik (public management) dan siklus manajemen proyek (project management) yang dilakukan oleh sektor publik dan sektor privat. Teori dalam perencanaan dapat dibagi menjadi beberapa macam/tipe perencanaan, yang dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan perencanaan itu sendiri. Berikut ini macam/tipe perencanaan dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini : Universitas Sumatera Utara Macam – macam perencanaan : 1. Berdasarkan Jangka Waktu, dapat dibagi menjadi 3, yaitu : a) Perencanaan Jangka Panjang (Perspektif), yaitu : perencanaan yang mempunyai rentang waktu antara 10 sampai 25 tahun. b) Perencanaan Jangka Menengah, yaitu : Perencanaan yang mempunyai rentang waktu antara 4 sampai 6 tahun. c) Perencanaan Jangka Pendek, yaitu : Perencanaan yang mempunyai rentang waktu 1 tahun, biasanya perencanaan jangka pendek disebut juga rencana operasional tahunan. 2. Berdasarkan Sifat Perencanaan, dapat dibagi menjadi 2, yaitu: a) Perencanaan dengan Komando (planning by direction), yaitu : Sistem Perencanaan yang terpusat kepada penguasa /pemerintah pusat, dimana pemerintah pusat yang merencanakan, mengatur dan memerintahkan pelaksaaan rencana sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan sebelumnya. Perencanaan seperti ini bersifat menyeluruh dan mencakup keseluruhan perekonomian. b) Perencanaan dengan rangsangan (Planning by inducement), yaitu : Perencanaan yang demokratis, dimana tidak ada paksaan tetapi berupa ajakan namun tetap tunduk pada pengendalian dan pengaturan pemerintah. 3. Berdasarkan alokasi Sumber daya, dapat dibagi menjadi 2, Yaitu: a) Perencanaan keuangan, yaitu : Perencanaan yang dibuat untuk memastikan apakah permintaan dan penawaran bertemu dalam suatu mekanisme, dimana Universitas Sumatera Utara kemampuan fisik dimanfaatkan sepenuh mungkin tanpa mengakibatkan perubahan yang besar dan tak terduga pada struktur harga. b) Perencanaan Fisik, yaitu : Suatu usaha untuk menjabarkan usaha pembangunan melalui pengalokasian faktor produksi dan hasil produksi sehingga memaksimalkan pendapatan dan pekerjaan. 4. Berdasarkan Tingkat Keluwesan, dapat dibagi menjadi 2, yaitu : a) Perencanaan Indikatif, yaitu : Perencanaan yang bersifat menyeluruh, dimana badan perencana sampai menentukan hal – hal yang rinci seperti umlah yang akan diinvestasikan pada masing – masing sektor, penetapan harga produk dan faktor produksi dan jenis serta kualitas produk yang akan diproduksi. b) Perencanaan Imperatif, yaitu: Perencanaa yang semua kegiatan dan sumber daya ekonomi berjalan menurut komando negara, ada pengawasan menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah terhadap faktor produksi. Tipe perencanaan: 1. Perencanaan Fisik versus Perencanaan ekomomi : Perencanaan Fisik, yaitu : Perencanaan untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah misalnya perencanaan tata ruang atau tata guna tanah, perencanaan jalur transportasi/komunikasi, penyediaan fasilitas untuk umum dll. Perencanaan Ekonomi, yaitu Perencanaan yang berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan langkah – langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah. Universitas Sumatera Utara 2. Perencanaan alokatif versus perencanaan inovatif : Perencanaan alokatif, yaitu Perencanaan yang berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada level yang lebih tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama. Contoh : Suatu dinas dikabupaten yang diberi tugas membuat rencana menaikkan produksi pangan sebesar 10%, dinas itu kemudian membuat rencana kerja untuk menyukseskan tercapainya kenaikan produksi sebesar 10%. Kepala dinas menetapkan apa yang harus dilakukan oleh masing – masing bagian pada dinas tersebut tanpa mengubah wewenang dan tanggung jawab masing – masing bagian. 3. Perencanaan inovatif, yaitu Perencanaan yang lebih memiliki kebebasan baik dalam menetapkan target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai target. 4. Perencanaan bertujuan jamak versus perencanaan bertujuan tunggal : Perencanaan bertujuan jamak, yaitu Perencanaan yang memiliki beberapa tujuan sekaligus. Misalnya : rencana pelebaran dan peningkatan kualitas jalan penghubung yang ditujukan untuk memberikan berbagai manfaat sekaligus, agar perhubungan didaerah semakin lancar, dapat menarik berdirinya pemukiman baru dan mendorong bertambahnya aktifitas pasar didaerah tersebut. 5. Perencanaan bertujuan tunggal yaitu perencanaan yang apabila sasaran yang hendak dicapai adalah sesuatu yang dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu dan bersifat tunggal. Misalnya rencana pemerintah untuk membangun 100 unit rumah di suatu lokasi tertentu. Universitas Sumatera Utara Perencanaan ini tidak mengaitkan pembangunan rumah dengan manfaat lain yang mungkin dapat ditimbulkannya karena tidak menjadi fokus perhatian. 6. Perencanaan bertujuan jelas versus perencanaan bertujuan laten : Perencanaan bertujuan jelas, yaitu perencanaan yang dengan tegas menyebutkan tujuan dan sasaran dari perencanaan tersebut dan dapat diukur keberhasilannya. Misalnya tujuan perencanaan adalah menaikkan taraf hidup rakyat, sasarannya adalah menaikkan pendapatan perkapita dari $ 400 menjadi $ 500 per tahun, dalam jangka waktu 3 tahun yang akan datang. 7. Perencanaan bertujuan laten, yaitu perencanaan yang tidak menyebutkan sasaran bahkan tujuannya pun kurang jelas sehingga sulit untuk dijabarkan. Misalnya, tujuan seseorang ingin hidup lebih bahagia, kehidupan dalam masyarakat yang aman, nyaman dan penuh dengan rasa kekeluargaan. 8. Perencanaan Top Down versus Bottom Up : Perencanaan Top Down, yaitu Perencanaan yang kewenangan utama dalam perencanaan tersebut berada pada institusi yang lebih tinggi, dimana institusi perencana pada level yang lebih rendah harus menerima rencana atau arahan dari institusi lebih tinggi. 9. Perencanaan Bottom Up Yaitu Perencanaan yang kewenangan utama dalam perencanaan tersebut berada pada institusi yang lebih rendah, dimana institusi perencana berada pada level lebih tinggi harus menerima usulan – usulan yang diajukan oleh insitusi perencana pada tingkat yang lebih rendah. Universitas Sumatera Utara 10. Perencanaan Vertical versus Horizontal : Perencanaan Vertical, yaitu Perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada sektor yang sama. Perencanaan Horizontal, yaitu Perencanaan yang menekankan keterkaitan antar berbagai sektor dapat berkembang secara sinergi. 11. Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung versus yang tidak melibatkan masyarakat secara langsung : Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung, yaitu perencanaan yang sejak awal masyarakat yelah diberitahu dan diajak ikut serta dalam menyusun rencana tersebut. Perencanaan yang tidak melibatkan masyarakat secara langsung, yaitu perencanaan yang tidak melibatkan sama sekali peran serta masyarakat dan hanya meminta persetujuan DPRD untuk persetujuan akhir. 2.1.3 Konsep Ruang dan Wilayah Ruang atau kawasan sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan karena merupakan wadah yang utama di wilayah pesisir. Ruang adalah wadah kehidupan manusia beserta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya meliputi bumi, air dan ruang angkasa sebagai satu kesatuan. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu: (1) jarak, (2) lokasi, (3) bentuk, dan (4) ukuran. Konsep ruang sangat berkaitan erat dengan waktu, karena pemanfaatan bumi dan segala kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur Universitas Sumatera Utara tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah (Budiharsono, 2001). Selanjutnya Budiharsono (2001) menyebutkan definisi wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal dalam dimensi ruang yang merupakan wadah bagi kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang memiliki keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak sama. Disamping itu, perlu pula diperhatikan bahwa kegiatan sosial ekonomi dalam ruang dapat menimbulkan dampak positif maupun negative terhadap kegiatan lainnya. Rustiadi (2002) membagi konsep wilayah atas enam jenis. Adapun konsep enam jenis wilayah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Konsepkonsep wilayah klasik, yang mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batasbatas spesifik dimana komponen-komponen dari wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional; (2) Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh potensi sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada dan pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masing masing wilayah; (3) Wilayah nodal, menekankan perbedaan Universitas Sumatera Utara dua komponen-komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. konsep wilayah nodal diumpamakan sebagai suatu ”sel hidup” yang mempunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang (hinterland); (4) Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-komponen di suatu wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan; (5) Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah sehingga perlu perencanaan secara integral; (6) Wilayah administratif-politis, berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu. wilayah yang dipilih tergantung dari jenis analisis dan tujuan perencanaannya. Sering pula wilayah administratif ini sebagai wilayah otonomi. Artinya suatu wilayah yang mempunyai suatu otoritas melakukan keputusan dan kebijaksanaan sendiri-sendiri dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya di dalamnya. 2.1.4 Teori Pembangunan Daerah Pembangunan menurut Siagian (1994), adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Universitas Sumatera Utara Sedangkan Kartasasmita (1994), memberikan pengertian pembangunan, adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Bratakusumah (2005), dalam bukunya Perencanaan Pembangunan Daerah mengemukakan bahwa, dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah, karena secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula dan ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan, menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan suatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan. Istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional, yang kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu cukup lama untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas pendapatan nasional bruto atau GNP (gross national product) nya pada tingkat 5 persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih tinggi lagi, jika hal itu memang memungkinkan. Ukuran lain yang mirip dengan GNP, yakni yang dikenal dengan istilah produk domestik bruto atau GDP (gross domestic product) sama seringnya digunakan. Indeks ekonomi lainnya yang juga sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat Universitas Sumatera Utara pendapatan perkapita (income per capita) atau GNP per kapita. Indeks ini pada dasarnya mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat dari pada tingkat pertumbuhan penduduknya (Todaro, 2000), dan ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar tersebut adalah: - Kecukupan (sustenance) yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar; - Jati diri (selfesteem) yaitu menjadi manusia seutuhnya, serta - Kebebasan (freedom) yaitu kemampuan untuk memilih. Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang jaman. Pembangunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Antara lain adalah, menaikkan standar hidup, memperbaiki tingkat pendidikan, kesehatan dan persamaan hak untuk memiliki kesempatan dalam memperoleh semua komponen-komponen penting dari hasil pembangunan ekonomi. Meier (1989) mendefinisikan pembangunan ekonomi, adalah suatu proses di mana pendapatan perkapita penduduk suatu negara secara riil cenderung naik secara terus menerus dalam jangka panjang; dengan syarat utama bahwa jumlah penduduk yang berada dalam ”garis kemiskinan absolut” tidak bertambah dan distribusi Universitas Sumatera Utara pendapatan tidak menjadi lebih timpang. Kecenderungan menaik itu haruslah paling tidak dua atau tiga dasawarsa- waktu sepanjang itu cukup sebagai indikasi untuk melihat apakah suatu negara dalam keadaan berkembang atau tidak. Sejalan dengan Meier, Chenery dan Syrquin (1989), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan pendapatan per kapita yang disertai antara lain, dengan proses transformasi dari suatu perekonomian yang dominan sektor primer atau pertanian dan pertambangan menjadi makin dominan sektor industri, terutama industri manufaktur dan sektor jasa. 2.1.5 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu digandeng dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh World Commission on Environment and Development, adalah “pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya”. Konsep pembangunan yang berkelanjutan telah menjadi kesepakatan hampir seluruh bangsa-bangsa di dunia sejak KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992. Dengan demikian, secara ekologis terdapat empat persyaratan utama yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan: (1) keharmonisan spasial, (2) pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan, (3) membuang limbah sesuai dengan kapasitas asimilasi lingkungan, dan (4) mendesain dan membangun prasarana dan sarana sesuai dengan karakteristik serta dinamika ekosistem pesisir dan lautan (Dahuri, 1996). Universitas Sumatera Utara Ketika kita memanfaatkan wilayah (perairan) pesisir sebagai tempat untuk pembuangan limbah, maka harus ada jaminan bahwa jumlah total dari limbah tersebut tidak boleh melebihi kapasitas asimilasinya (assimilative capacity). Dalam hal ini, yang dimaksud dengan daya asimilasi adalah kemampuan suatu ekosistem pesisir untuk menerima jumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat ditoleransi. 2.1.6 Proses Perencanaan Wilayah Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia menuntut perubahan paradigma dalam perencanaan dan keuangan daerah yang komprehensif dan mengarah kepada perwujudan transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, desentralisasi dan partisipasi masyarakat. (hardware dan software) menyebabkan Keterbatasan sumber daya daerah pemerintah daerah harus mampu mengalokasikannya secara lebih efisien dan efektiv. Dewasa ini, otonomi dan desentralisasi telah didukung oleh beberapa perubahan Peraturan Perundangan, antara lain : 1. UU 17/2003 : Keuangan Negara 2. UU 1/2004 : Perbendaharaan Negara 3. UU 25/2004 : Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 4. UU 33/2004 : Perimbangan Keuangan 5. PP 20/2004 : Rencana Kerja Pemerintah Universitas Sumatera Utara Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU No 25 Tahun 2004) memberikan arahan penyusunan perencanaan di tingkat pemerintah pusat, daerah, dan unit kerja (kementerian/lembaga/dinas), sebagaimana kerangka berikut: PEMBUKAAN UUD 45 • • • • Melindungi Segenap Bangsa Indonesia Memajukan Kesejahteraan Umum Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (20 Tahun) VISI, MISI, PROGRAM PRESIDEN RI (5 Tahun) • Menciptakan Indonesia Yang Aman dan Damai • Menciptakan Indonesia Yang Adil dan Demokratis • Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat VISI, MISI, PROGRAM KEPALA DAERAH (5 Tahun) NASIONAL/Sektor DAERAH/Prov/Kab/Kota Rencana Pembangunan Jangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah RP JM (5 Th) Menengah Satuan Kerja Peringkat Daerah/RP JM-SKPD (5 Th) Rencana Rencana Satuan Kerja Peringkat Kementrian/Lembaga/Rencana-KL Daerah (5 Th) (5 Th) Rencana Pembangunan Tahunan Rencana Pembangunan Tahunan Nasional/Rencana Kerja Pemerintah Daerah/Rencana Kerja Peringkat (RKP) (5 Th) Daerah (RKPD) (5 Th) Rencana Pembangunan Tahunan Rencana Pembangunan Tahunan Kementrian/Lembaga atau Rencana Satuan Kerja Peringkat Daerah atau Kerja Kementrian/Lembaga Rencana Kerja Satuan Kerja Peringkat (Renja-KL) (1 Th) Daerah (Renja-SPKD) (1 Th) KEGIATAN EKONOMI RAKYAT SEJAHTERA • • • Jumlah penduduk naik menjadi 8,2% th 2009 Pengangguran 5,1%Gambar th 2009 1. Perencanaan Pertumbuhan ekonomi 7,6% th 2009 Pembangunan Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Perencanaan Pembangunan Gambar 1 menunjukkan Sistem Perencanaan Pembangunan berdasarkan atas UU No.25 Tahun 2004 untuk tingkat nasional dan daerah. Dalam rangka pelaksanaan UU No.25 Tahun 2004 dan UU No. 17 Tahun 2003, pedoman penyusunan indikator kinerja, pemantauan dan evaluasi anggaran berbasis kinerja sangat diperlukan oleh pelaku aktivitas. 2.2 Hubungan Perencanaan Wilayah Dengan SDM Dan Kualitas Perencanaan Seorang perencana bertugas untuk mengatur proses perencanaan di tingkat daerah. Tugas ini bersifat komprehensif atau menyeluruh, sehingga membutuhkan pengetahuan intersektoral yang luas dan berkemampuan merencanakan pada tiga bidang utama perencanaan pembangunan daerah, yang menurut Poppe (1995 : 45), meliputi : a. Perencanaan Sumber Daya Alam b. Perencanaan Sosial Ekonomi c. Perencanaan Fisik dan Infrastruktur Di samping itu, ia juga mengatakan bahwa seorang perencana harus memiliki kualifikasi yang berorientasi manajemen yang menyangkut empat tahap perencanaan yang utama, yaitu : a. Analisis wilayah b. Prospek pembangunan c. Perencanaan dan pembuatan program Universitas Sumatera Utara d. Pelaksanaan rencana, monitoring dan evaluasi Untuk itu, Manfred Poppe mengemukakan hal-hal yang harus ditangani oleh perencana daerah, terutama yang menyangkut masalah organisasional dan operasional, yaitu : a. Mengenal masalah-masalah pembangunan daerah, sumber daya dan kebutuhan ekonomi sebagaimana dirasakan oleh penduduk. b. Menganalisis kecenderungan dan hambatan pembangunan serta meramalkan pembangunan demografik dan ekonomi. c. Menyusun tujuan dan sasaran pembangunan daerah. d. Mengembangkan strategi dan alternatif kebijaksanaan, serta merancang rencana program pembangunan daerah. e. Menyebarkan dan menghubungkan rencana daerah dengan rencana dan kebijaksanaan daerah dan nasional. f. Menganjurkan pertimbangan kebutuhan lokal dalan kebijaksanaan nasional. g. Menaksir pengaruh rencana dan program secara sosial, ekonomi dan ekologi. h. Mengatur proses pembuatan keputusan dan partisipasi pada tingkat dan masalah yang berbeda. i. Mengenal dan merancang proyek-proyek individu dan menaksir kelayakannya untuk pelaksanaan lokal. j. Mengembangkan dan menggunakan instrumen pelaksanaan, penyelenggaraan dan pengendalian rencana dan program. Universitas Sumatera Utara k. Memonitor dan mengevaluasi proyek, rencana dan program serta merencanakan ulang sesuai dengan perubahan kondisi. Terkait dengan masalah tugas perencana tersebut, LAN (1999) mengemukakan bahwa tugas perencana pembangunan meliputi : a. Mengumpulkan dan menganalisis berbagai indikator kondisi sosial ekonomi. b. Mengumpulkan dan menganalisis data sektor penting perekonomian. c. Mengidentifikasi hubungan antar-sektor dan bidang kegiatan esensial untuk persoalan mendasar. d. Menunjukkan pendekatan/alternatif pembenahan, masalah sektor dan perekonomian. e. Memberi identifikasi penjelasan alternatif (beserta keterkaitan sektoralnya) kepada pengambil keputusan. f. Menyusun tindak lanjut pasca keputusan. g. Memantau indikator kesejahteraan ekonomi. h. Melaksanakan evaluasi. 2.2.1 Sumber Daya Manusia Dalam Konteks Kewilayahan Strategi pembangunan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah pada dasarnya diarahkan untuk (1) mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; (2) meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik; dan Universitas Sumatera Utara (3) meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah, (4) Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana; serta (5) Mendorong pengembangan-pengembangan di tiap wilayah mengacu pada strategi dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan wilayah darat melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasiskan perencanaan wilayah laut melalui Arah Pengembangan Wilayah Laut. Selain itu, strategi pembangunan juga mengacu pada paradigma Pembangunan untuk Semua (Development for All). Paradigma ini bertumpu pada 6 (enam) strategi dan arah kebijakan, yaitu: Pertama, strategi pembangunan inklusif yang mengutamakan keadilan, keseimbangan dan pemerataan. Semua pihak harus dan ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan melalui penciptaan iklim kerja untuk meningkatkan harkat hidup keluar dari kemiskinan. Seluruh kelompok masyarakat harus dapat merasakan dan menikmati hasil-hasil pembangunan terutama masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan, kawasan perdesaan, daerah pedalaman, daerah tertinggal dan daerah pulau terdepan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi harus dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri; serta Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Pulau Terdepan dan daerah pasca konflik dan pasca bencana merupakan program yang diarahkan langsung untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif. Universitas Sumatera Utara Kedua, strategi pembangunan berdimensi kewilayahan. Strategi pembangunan wilayah mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan sumber daya alam, jaringan infrastruktur, kekuatan sosial budaya dan kapasitas sumber daya manusia menyebabkan yang tidak sama untuk setiap wilayah. Strategi pembangunan wilayah juga memperhitungkan basis daratan dan basis kepulauan atau maritim sebagai satu kesatuan ruang yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu, strategi pembangunan berdimensi kewilayahan memperhatikan tata ruang wilayah Pulau Sumatera, Pulau Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Dengan strategi ini, kebijakan pembangunan diarahkan untuk mengoptimalkan potensi dan keunggulan daerah dan membangun keterkaitan antarwilayah yang solid termasuk mempercepat pembangunan pembangkit dan jaringan listrik, penyediaan air bersih, serta pengembangan jaringan transportasi (darat, laut dan udara) dan jaringan komunikasi untuk memperlancar arus barang dan jasa, penduduk, modal dan informasi antarwilayah. Ketiga, strategi pembangunan yang mendorong integrasi sosial dan ekonomi antarwilayah secara baik. Dalam hal ini perhatian terhadap pengembangan pulaupulau besar, kecil dan terdepan harus dilakukan dengan memperhatikan poteni daerah sebagai modal dasar yang dikelola secara terintegrasi dalam kerangka geoekonomi nasional yang solid dan kuat. Dengan kesatuan ekonomi nasional yang kuat untuk lima tahun mendatang, maka posisi tawar Indonesia dalam globalisasi percaturan perekonomian dunia, secara geo-ekonomi berada pada posisi yang lebih kuat, dan lebih berdaya saing. Kebijakan untuk memperkuat integrasi sosial dan ekonomi Universitas Sumatera Utara antarwilayah diarahkan pada pengembangan pusat-pusat produksi dan pusat-pusat perdagangan di seluruh wilayah terutama di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Keempat, strategi pengembangan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting dan mendesak sebagai upaya memperkuat daya saing perekonomian nasional. Para gubernur, bupati dan walikota mempunyai kewenangan yang luas dan peran dominan dalam pengembangan ekonomi lokal. Peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam mendorong pembangunan daerah pada intinya mempunyai arah sebagai berikut: 1. Menciptakan suasana atau iklim usaha yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang; 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar; 3. Mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, dan menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang; (4) memperkuat kerjasama antardaerah; dan 4. Membentuk jaring ekonomi yang berbasis pada kapasitas lokal dengan mengkaitkan peluang pasar yang ada di tingkat lokal, regional dan internasional; 5. mendorong kegiatan ekonomi bertumpu pada kelompok, termasuk pembangunan prasarana berbasis komunitas; dan Universitas Sumatera Utara 6. Memperkuat keterkaitan produksi-pemasaran dan jaringan kerja usaha kecilmenengah dan besar yang mengutamakan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah. Kelima, strategi pembangunan disertai pemerataan (growth with equity) yang bertumpu pada keserasian pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dalam menciptakan kesempatan kerja (pro-jobs) dan mengurangi kemiskinan (pro-poor) yang tetap berdasarkan kelestarian alam (pro-environment). Kebijakan pembangunan diarahkan untuk memperkuat keterkaitan antarwilayah (domestic interconnectivity), membangun dan memperkuat rantai industri hulu hilir produk unggulan berbasis sumber daya lokal, mengembangkan pusat-pusat produksi dan perdagangan baik di Jawa-Bali maupun di luar wilayah Jawa Bali yang didukung dengan penyediaan prasarana dan sarana, peningkatan SDM, pusat-pusat penelitian, pembangkit listrik dan penyediaan air bersih; serta perbaikan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal. Sejalan dengan arah kebijakan ini, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan salah satu dorongan untuk menciptakan dan membangun pusat-pusat pertumbuhan dan perdagangan di seluruh wilayah. Keenam, strategi pengembangan kualitas manusia. Orientasi pembangunan adalah peningkatan kualitas manusia (the quality life of the people) sebagai bagian dari penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat terutama pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih, perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan. Oleh sebab itu, kebijakan pembangunan akan diarahkan pada peningkatan akses dan mutu layanan dasar Universitas Sumatera Utara termasuk pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih, perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan terutama bagi masyarakat yang berada di daerah perdesaan, kawasan perbatasan, pulau-pula terluar dan daerah pasca konflik dan pasca bencana. Dengan meningkatnya kualitas manusia, kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat dan membaik secara merata di seluruh wilayah. Salah satu hasil penelitian yang mengkaitkan tentang kewilayahan, pengembangan wilayah dan peningkatan SDM adalah Penelitian yang dilakukan oleh Jarisding, La Ode (2006) tentang Potensi Dan Masalah Perkembangan Wilayah Di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara memberikan gambaran berbagai permasalahan permasalahan perkembangan wilayah di daerah adalah: (1) Kurang memanfaatkan potensi terkait dengan fenomena perkembangan wilayah masa lalu; (2) Konflik perwilayahan dalam penataan ruang; (3) Lemahnya kekuatan endogen, berupa keterbatasan sarana prasarana, SDA, pariwisata, SDM dan tenaga kerja; (4) Sosialekonomi; (5) Situasi politik lokal; (7) Letak geografis; (8) Globalisasi dan teknologi. Untuk menjawab Research Question dan untuk mengetahui potensi endogen dan eksogen perkembangan wilayah, maka dilakukan langkah-langkah: analisis potensi dan masalah perkembangan wilayah Kabupaten Muna berdasarkan fenomena sejarah; analisis potensi dan masalah perwilayahan; analisis potensi endogen wilayah dan permasalahannya; analisis potensi dan masalah perekonomian; analisis potensi dan masalah politik lokal terhadap perkembangan wilayah Kabupaten Muna. Metode analisis yang digunakan adalah orde kota, Jarak dan waktu tempuh minimum ke pusat Universitas Sumatera Utara pelayanan untuk mengidentifikasi potensi dan masalah perwilayahan; peran sektor, struktur perekonomian dan daya dukung lahan pertanian untuk mengidentifikasi potensi dan masalah perekonomian Kabupaten Muna. Pada keseluruhan analisis juga menggunakan metode pemetaan potensi. Berdasarkan hasil analisis potensi dan masalah perkembangan wilayah di Kabupaten Muna, secara keseluruhan Kabupaten Muna kurang berkembang terutama Pulau Buton Bagian Utara dan faktor utama penyebabnya adalah kondisi politik lokal. Kebijakan-kebijakan politik pembangunan selama ini belum maksimal dalam mendorong perkembangan wilayah. Kondisi politik yang demikian menyebabkan kekuatan endogen dan eksogen wilayah yang harusnya merupakan modal utama pembangunan tidak termanfaatkan dengan baik. Fenomena-fenomena yang terjadi berhubungan dengan kebijakan politik pembangunan yang kurang berorientasi pada kekuatan endogen dan eksogen wilayah di Kabupaten Muna adalah: (1) Potensi integrasi atau penyatuan wilayah pada jaman Kerajaan Muna, cenderung menjadi masalah dengan mengemukanya sifat primordialisme; (2) Penentuan pusat pelayanan dalam Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) tidak tepat, sehingga pelayanan masyarakat tidak optimal; (3) Disparitas pembangunan infrastruktur antara Pulau Buton dan Pulau Muna; (3) Potensi sumberdaya alam dan pariwisata belum dikelola dan dimanfaatkan; (4) Konstribusi komoditas ekspor utama Kabupaten Muna terhadap perkembangan wilayah sangat kurang. Untuk meminimalisir permasalahan perkembangan wilayah di Kabupaten Muna, dilakukan beberapa strategi: (1) Melakukan regionalisasi desentralistik dengan model kerjasama antar kabupaten/kota Universitas Sumatera Utara yang didasari inisiatif dan komitmen bersama untuk membangun wilayah; (2) Hal mendasar perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten Muna terhadap pembangunan wilayah di Buton Utara adalah membangun infrastruktur jalan, membangun prasarana pendidikan terutama gedung SLTP dan SLTA, membangun Puskesmas fasilitas rawat inap serta menambah tenaga dokter, membangun jaringan air bersih, listrik, telekomunikasi dan membangun kantor pelayanan pemerintah satu atap; (3) Merevisi kembali penentuan pusat pelayanan dalam SWP; (4) Untuk meningkatkan Value Added komoditas ekspor utama Kabupaten Muna, maka perlu pembangunan industri pengolahan komoditas jambu mete dan optimalisasi industri pengolahan kayu jati yang didukung dengan kebijakan investasi dipermudah; (5) Hal yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Muna adalah tingkat integritas dan profesionalisme yang tinggi para penentu kebijakan. Beberapa studi tentang berbagai persoalan dalam pemekaran daerah pernah dilakukan antara lain oleh Bappenas (2005), Lembaga Administrasi Negara (2005), dan Departemen Dalam Negeri (2005). Untuk melengkapi studi tersebut, telah dilakukan studi evaluasi oleh Building and Reniventing Decentralised Governance (“BRIDGE”) yang dirancang untuk mencapai tiga tujuan: a. Mengevaluasi perkembangan pemekaran daerah dalam aspek ekonomi, keuangan pemerintah, pelayanan publik dan aparatur pemerintahan, serta dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat; Universitas Sumatera Utara b. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi dalam masa pemekaran daerah, khususnya dalam aspek ekonomi, keuangan pemerintah, pelayanan publik dan aparatur pemerintahan; c. Merumuskan rekomendasi kebijakan berkaitan dengan pemekaran daerahHasil dari studi pemekaran daerah ini menunjukkan temuan yang patut untuk diperhatikan dari masingmasing aspek yang dianalisis. Tim studi menyimpulkan dalam jangka pendek diperlukan perubahan pola belanja aparatur pemerintah daerah, supaya pembangunan mampu menciptakan permintaan baru terhadap peningkatan pelayanan publik. Aparatur pemerintah daerah harus lebih diarahkan pada peningkatan kualitas aparatur sesuai dengan kompetensi aparatur yang diperlukan oleh daerah, mulai dari tahap penerimaan tetapi juga mencakup promosi dan mutasi aparatur. Di samping itu, diperlukan penataan aparatur pada daerah transisi. Hal ini secara nasional perlu dibuat semacam grand design penataan aparatur, khususnya aparatur pada tingkat pemerintah daerah. Dengan kata lain diperlukan dukungan lebih besar dari pemerintah pusat kepada daerah induk yang melakukan persiapan pemekaran berdasarkan PP 129/2000 dan juga daerah pemekaran. Langkah ini tidak dengan sendirinya berarti terjadi desentralisasi, tetapi mengakui peranan pemerintah pusat dalam menjaga tercapainya pembangunan berkualitas daripada asal pembentukan daerah-daerah pemerintahan baru. Hal ini selain merupakan azas pembangunan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan juga mencerminkan prioritas nasional yang berkaitan dengan proses desentralisasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Universitas Sumatera Utara Aparatur pemerintah menjadi hal pokok yang dievaluasi, untuk mengetahui seberapa jauh ketersediaan aparatur dapat memenuhi tuntutan pelayanan kepada masyarakat. Semakin banyak jumlah aparatur yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik, semakin baik pula ketersediaan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Dalam evaluasi pemekaran daerah terdapat tiga indikator utama yang dapat menunjukkan ketersediaaan dan kualitas aparatur pemerintah, yakni salah satunya adalah Tingkat pendidikan merefleksikan tingkat pemahaman dan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan aparatur, semakin besar pula potensi untuk meningkatkan kualitas kerjanya. 2.2.2 Teori Organisasi Studi organisasi adalah telaah tentang pribadi dalam konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk memahami dan menyusun model-model dari faktor-faktor manusia/SDM dan psikologi yang mempengaruhi organisasi gerakan hubungan antar manusia, motivasi, dan aktualisasi tujuan-tujuan individu di dalam organisasi, dan juga perilaku organisasi dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan organisasinya dan keberhasilan kerja. Mooney (1954), organisasi adalah segala bentuk setiap perserikatan orangorang, untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Millet (1994) organisasi adalah sebagai kerangka struktur di mana pekerjaan dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama. Dan menurut Effendi Universitas Sumatera Utara (1997), organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubunganhubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang. Dalam perkembangan organisasi, perilaku organisasi mempunyai peranan penting sebagai pemicu keberhasilan suatu organisasi. Perilaku Organisasi menjadi semakin penting dalam ekonomi global ketika orang dengan berbagai latar belakang dan nilai budaya harus bekerja bersama-sama secara efektif dan efisien. Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi). Pada perilaku organisasi juga mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin lain yang terkait dengan studi organisasi adalah studi tentang sumber daya manusia, psikologi industry, perilaku organisasi dan komitmen organisasi. 2.2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia Paradigma manusia sebagai sumber daya adalah, di satu sisi sumber daya manusia merupakan tujuan dari proses pengembangan organisasi agar menjadi sumber daya yang berkualitas. Dengan kata lain, sumber daya manusia menjadi objek yang harus dibangun atau diproses lebih dahulu. Namun di sisi lain, sumber daya manusia yang berkualitas merupakan subjek atau asset utama dalam proses pengembangan organisasi yang berperan memanajemeni dan memberdayakan sumber daya lain untuk mencapai tujuan dari masing-masing individu sumber daya manusia itu sendiri. Universitas Sumatera Utara Plunkett & Attner (dalam Loka 2004), konsep sumber daya manusia menempatkan karyawan sebagai the most valuable resource yang berperan untuk merencanakan, mengorganisir, mendayagunakan, dan mengendalikan organisasi beserta seluruh sumber ekonominya untuk pencapaian suatu tujuan organisasi. Dalam proses tersebut, individu-individu atau kelompok sumber daya manusia dan organisasi belajar untuk saling berintegrasi. Individu atau kelompok sumber daya manusia belajar untuk meningkatkan kompetensinya dan memahami filosofi, visi, tujuan dan budaya organsiasi. Sementara organisasi belajar untuk memahami manusia, karakteristik sumber daya mengembangkan dan mendayagunakan, memelihara dan melindungi, serta memberikan imbalan dan penghargaan yang pantas kepada individu atau kelompok sumber daya manusia sesuai dengan kinerjanya (Loka, 2004). Flippo (dalam Yuli 2005), menyajikan sebuah kerangka dalam memahami pengertian manajemen sumber daya manusia (personalia). Dalam pandangannya, manajemen personalia dapat dipahami dari dua kategori fungsi, yaitu fungsi manajemen dan fungsi operasional. Dengan membagi fungsi manajemen personalia ke dalam dua kategori, maka dirumuskan sebuat defenisi manajemen personalia, yaitu ; proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan yang mengatur tentang memberikan kompensasi, integrasi, pemeliharaan, cara pengadaan tenaga kerja, melakukan pengembangan, kerja melalui proses-proses manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Ada tiga pengertian sumber daya manusia, (Nawawi,1997) , yang masingmasing adalah sebagai berikut : a. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan). b. Sumber daya manusia adalah potensi manusia sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. c. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal (non material/non financial). Perencanaan Sumber Daya Manusia dengan berorientasi pada hasil analisis pekerjaan, agar pekerja yang diperlukan dapat dipenuhi, baik dari segi kuantitatif (jumlahnya) maupun kualitatif (kualitasnya). Dengan tersedianya sejumlah pekerja yang relevan dengan tuntutan deskripsi dan atau spesifikasi pekerjaan, diharapkan seluruh volume kerja dapat dilaksanakan secara produktif dan berkualitas, tidak saja dalam proses produksi dengan seluruh pekerjaan yang menunjangnya, tetapi juga dalam memasarkannya yang memerlukan kemampuan memberikan pelayanan yang berkualitas. Nawawi (1997) Perencanaan Sumber Daya Manusia adalah proses mengantisipasi dan membuat ketentuan (persyaratan) untuk mengatur arus gerakan Universitas Sumatera Utara tenaga kerja ke dalam dan keluar organisasi. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa tujuannya adalah untuk mempergunakan SDM seefektif mungkin dan agar memiliki sejumlah pekerja yang memenuhi persyaratan/kualifikasi dalam mengisi posisi yang kapan dan yang manapun mengalami kekosongan. .Dalam study organisasi, ada beberapa peran penting yang dilakukan SDM dalam mencapai tujuan suatu organisasi, antara lain perilaku dan membangun komitmen, demi untuk menciptakan kepuasan kerja pada organisasi tempat bekerja. Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Robbins (2001), bahwa keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Dalam organisasi sekolah guru merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan siswa, maka guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik harus mampu menjalankan kebijakan-kebijakan dengan tujuan-tujuan tertentu dan mempunyai komitmen yang kuat terhadap sekolah tempat dia bekerja. L. MATHIS Dan JACKSON (2001), komitmen organisasi adalah tingkat sampai di mana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin dalam ketidak hadiran dan angka perputaran karyawan. Universitas Sumatera Utara GRIFFIN (1994), komitmen organisasi (organizational commitment) adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Seorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi. ROBBINS (1994), komitmen organisasi adalah sebagai : 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi; 2. keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan 3. keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. ALLEN DAN MEYER (1996), ada tiga dimensi komitmen organisasi adalah :Komitmen efektif (effective commitment) : Keterikatan emosional karyawan, dan keterlibatan dalam organisasi. 1. Komitmen berkelanjutan (continuence commitment) : Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit, 2. Komitmen normatif (normative commitment) : Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Universitas Sumatera Utara Dessler(2000), memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan : 1. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi. 2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi; Memperjelas misi dan ideologi; berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan; membentuk tradisi. 3. Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. 4. Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama. 5. Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan. 2.2.4 Manajemen Pemerintahan Manajemen didefenisikan sebagai proses kerja sama dengan dan melalui orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. (Hersey dan Blanchard, 1982) Universitas Sumatera Utara Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari Undang-Undang 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah mendefenisikan pemerintahan adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat (pemerintah). Dari defenisi organisasi dan pemerintahan di atas, maka dapat disimpulkan; yang dimaksud dengan organisasi pemerintah adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain dalam suatu penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah. Kemudian unsur-unsur organisasi menurut Nawawi (2005) adalah sebagai berikut : 1. Manusia yang terdiri dari dua orang atau lebih. 2. Filsafat yang merupakan dasar organisasi dan norma-norma perilaku. 3. Proses merupakan rangkaian kegiatan bersama atau kerja sama. 4. Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai baik material/finansial maupun non material/non finansial. Selanjutnya organisasi pemerintah berbeda dengan organisasi manapun di dunia, karena organisasi pemerintah memiliki tiga hal penting yang merupakan wewenangnya yaitu sebagai berikut : 1. Bila organisasi lain tidak diperkenankan membunuh orang lain bahkan dapat dituntut, maka organisasi pemerintah diperbolehkan biasanya disebut hukum mati. Universitas Sumatera Utara 2. Bila organisasi lain tidak diperkenankan mengurung orang walaupun dalam waktu yang sangat singkat, maka organisasi pemerintah diperbolehkan biasanya disebut juga penjara atau lembaga pemasyarakatan. 3. Bila organisasi lain tidak diperkenankan memungut uang dengan paksa tanpa alasan yang jelas karena pemberian jasa tertentu, maka organisasi pemerintah diperbolehkan biasanya disebut dengan pajak. (Syafiie, 2004) Ketentuan pokok kelembagaan pemerintah, adalah menyangkut mekanisme, bentuk, dan susunan kelembagaan daerah beserta perangkatnya. Ketentuan tersebut terdapat dalam UU No.22/1999 dan PP No.84/2000, dan telah diperbaharui dengan PP No.41 Tahun 2007. Kelembagaan pemerintahan daerah adalah organisasi yang ada di dalam daerah. Sedangkan perangkat daerah adalah organisasi atau lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah dan membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Perangkat daerah terdiri atas sekretariat daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan/desa. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh dilaksanakan oleh kabupaten dan kota. Sedangkan otonomi provinsi merupakan otonomi terbatas. Provinsi tidak membawahi kabupaten dan kota, tetapi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan terdapat hubungan koordinasi, kerja sama, dan/atau kemitraan sesuai kedudukan masing-masing. (Warseno, 2002) Universitas Sumatera Utara Menurut Prajudi manajemen merupakan pengendalian dan pemanfaatan dari pada semua faktor serta sumber daya yang menurut suatu perencanaan, diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja tertentu. Manajemen baru merupakan suatu masalah yang besar setelah faktor dan sumber daya yang paling sukar untuk dikendalikan dan didayakan, masuk ke dalam kancah karya, yaitu manusia. Oleh karena itu, manajemen menekankan pada pengendalian dan pendayagunaan manusia itu sendiri. Manajemen pemerintahan di Indonesia, koordinasi menempati peranan penting karena begitu banyak ditemui tumpang tindih pekerjaan karena tidak adanya koordinasi, kendati keseluruhannya itu dapat disinkronkan, diatur demi tujuan dan kepentingan bersama. (Syafiie, 2004) Organisasi pemerintahan secara menyeluruh dilihat dari segi administrasi pembangunan, harus mampu mendesain rencana dan program-programnya yang diharapkan mendorong proses pembangunan. Sebagai contoh pembangunan ekonomi, ini berarti kemampuan untuk mendesain kebijakan dan rencana pembangunan ekonomi. Hal inii memerlukan mekanisme hubungan tata kerja sedemikian rupa, sehingga hasil kebijaksanaan atau rencana pemerintah tersebut tetap bersifat konsisten. Kemampuan badan-badan pemerintahan tingkat pusat terutama bersifat operasional untuk menyebarkan kegiatan pemerintahan, guna melingkupi seluruh wilayah negara dalam usaha merealisir kebijaksanaan dan rencana tersebut. Sehingga dengan demikian, struktur organisasi badan-badan pemerintah diabadikan bagi Universitas Sumatera Utara kepentingan perumusan kebijaksanaan, untuk usaha pembangunan yang komprehensif dengan kemampuan merealisir dan mengevaluasi program-program yang bersifat pembangunan. (Tjokroamidjojo, 1978) Pembangunan daerah pasti akan melibatkan berbagai unsur/pihak/komponen, baik sebagai objek maupun sebagai subjek. Tingkat keterlibatan berbagai komponen tersebut akan terbagi ke dalam berbagai variasi fungsi dan peran. Variasi fungsi dan peran tersebut menyebabkan perbedaan kepentingan yang beragam pula. Karena perbedaan itulah, diperlukan adanya koordinasi dalam proses pembangunan, sehingga diharapkan proses pembangunan dapat dilaksanakan secara sinergis dan harmonis antar komponen-komponen yang berbeda tersebut. (Riyadi dan Bratakusumah, 2003) Menurut Salam (2004) Manajemen Pemerintahan Daerah di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang memberikan hak otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Hal ini diperkuat oleh Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/I/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang berisikan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. dilaksanakan masyarakat, dengan Di samping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga memperhatikan pemerataan dan prinsip-prinsip keadilan, serta demokrasi, memperhatikan peran-serta potensi dan keanekaragaman daerah. Universitas Sumatera Utara Daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dibentuk dan disusun dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. Daerah-daerah tersebut berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Daerah provinsi sebagai daerah otonom dan wilayah administrasi melaksanakan kewenangan pemerintah pusat yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah provinsi bukanlah pemerintah atasan dari daerah kabupaten dan daerah kota. Kedudukan provinsi sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah administrasi dengan pertimbangan sebagai berikut : Kewenangan daerah mencakup kewengan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam, serta teknologi tinggi yang strategi, konservasi, dan standardisasi nasional. Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup, kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, termasuk kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten dan daerah kota. Kewenangan provinsi Universitas Sumatera Utara sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah (pusat). Dalam mengelola (manajemen) sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya, daerah bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah di wilayah laut meliputi : a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut. b. Pengaturan kepentingan administratif. c. Pengaturan tata ruang. d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah. e. Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan sebagaimana pada daerah provinsi. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industry dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka kedudukan eksekutif dan legislatif dipisahkan secara tegas, meskipun dalam melaksanakan tugasnya mereka selalu saling berhubungan. Universitas Sumatera Utara Bab I Pasal 1 Undang-Undang tersebut mengatakan bahwa pemerintah daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan Legislatif Daerah. Setiap daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah. Kepala Daerah Provinsi disebut Gubernur yang karena jabatannya adalah juga sebagai Wakil Pemerintah (pusat). Sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Provinsi. Sebagai Wakil Pemerintah (pusat) Gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati. Walikota. Kepala Daerah Kota disebut Bupati/Walikota bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten/Kota. Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali masa jabatan. Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk atau nama Presiden. Penyelenggaraan Pemerintahan di daerah dipimpin oleh Kepala Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Laporan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah wajib disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur bagi Kepala Daerah Kabupaten/Kota, atau jika dipandang perlu oleh Kepala Daerah atau apabila diminta oleh Presiden. Penyampaian pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD dilaksanakan pada setiap akhir tahun anggaran. Apabila pertangungjawaban tersebut ditolak oleh DPRD, maka Kepala Daerah harus melengkapi dan/atau Universitas Sumatera Utara menyempurnakannya dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari. Setelah itu baru diajukan kembali. Bila pertanggungjawaban tersebut ditolak kembali maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentiannya kembali. Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan kewajibannya, mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintahan di daerah, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dan ia melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan. Perangkat daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan lembaga teknis daerah lainnya, sesuai dengan kebutuhan daerah. Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah Provinsi karena jabatannya adalah Sekretaris Wilayah Daerah. Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Kewajibannya adalah membantu Kepala Daerah menyusun kebijakan serta membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis, dan unit pelaksana lainnya. Dinas daerah adalah unsur pelaksana pemerintah daerah. Pimpinannya adalah seorang Kepala Dinas yang diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daera melalui Sekretaris Daerah. Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan pelaksanaan lebih lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi. Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan atas kuasa peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, maka Kepala Daerah Universitas Sumatera Utara menetapkan Keputusan Kepala Daerah. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. 2.2.5 Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pemberdayaan (empowerment) merupakan alat penting dan strategis untuk memperbaiki, memperbaharui dan meningkatkan kinerja organisasi, baik organisasi yang bergerak dalam kegiatan pemerintahan maupun organisasi yang bergerak dalam kegiatan dunia usaha/swasta. Mengapa penting dan strategis, karena pemberdayaan dalam suatu organisasi adalah memberikan “daya yang lebih” daripada daya sebelumnya terhadap berbagai hal seperti : unsur-unsur dalam organisasi / manajemen, aspek – aspek / komponen - komponen organisasi / manajemen, kompetensi, wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi/manajemen tersebut. Pemberdayaan dimaksudkan dalam hal ini adalah memberikan “daya” (energy atau power) yang lebih dari pada sebelumnya, artinya dapat ditunjukkan dalam hal: tenaga, daya, kemampuan, kekuatan, keberadaan, peranan, wewenang dan tanggung jawab. Pemberdayaan sebagai suatu kata mempunyai pengertian yang umum yaitu pengertian etimologis. Apa arti empowering? Asal katanya dari “power” yang artinya “control, authority, dominion”. Awalan “emp” artinya “on put on to” atau “to cover with” jelasnya “more power’. Jadi empowering artinya is passing on authority and responsibility”, yaitu lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang Universitas Sumatera Utara dimilikinya. Ini ada hubungannya dengan profesionalisme yang pada awalnya selalu di miliki oleh individual. Oleh karena itu empowerment terjadi manakala : ”when power goes to employees who then experience a sense of ownership and control over”. (Rob Brown, 1994:16) yang maknanya ada peningkatam tanggung jawab karyawan. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pemberdayaan, secara teoritis berikut dikemukakan beberapa definisi pemberdayaan dari para pakar sebagai berikut : 1. Alat/teknik manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan dan tanggung jawab, sehingga akan mendorong keterlibatan (sekaligus rasa memiliki) dari seluruh anggota organisasi, serta membawa rasa kedekatan antara organisasi dengan masyarakat atau pelanggannya. 2. Upaya untuk membangun potensi (sumber daya) organisasi dengan cara mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya. 3. Upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain-lain. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Empowerment Of Human Resources) dengan menekankan kata kunci yang terdiri dari Pemberdayaan dan Sumber Daya Manusia. Secara umum pemberdayaan diartikan adalah “lebih berdaya dari sebelumnya baik dalam hal wewenang, tanggung jawab maupun kemampuan Universitas Sumatera Utara individual yang dimilikinya”, sedangkan Sumber Daya Manusia (Human Resources) dapat diartikan adalah “Daya yang bersumber dari manusia”. Daya yang bersumber dari manusia ini dapat pula disebut tenaga atau kekuatan (energi atau power) yang melekat pada manusia itu sendiri dalam arti memiliki kemampuan (competency) yaitu: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude), di satu sisi sumber daya manusia merupakan tujuan dari proses pengembangan organisasi agar menjadi sumber daya yang berkualitas. Dengan kata lain, sumber daya manusia menjadi objek yang harus dibangun atau diproses lebih dahulu. Namun di sisi lain, sumber daya manusia yang berkualitas merupakan subjek atau aset utama dalam proses pengembangan organisasi yang berperan memanejemeni dan memberdayakan sumber daya lain untuk mencapai tujuan dari masing-masing individu sumber daya manusia itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuan pemberdayaan SDM adalah terwujudnya SDM yang mempunyai / memiliki kemampuan (competency) yang kondusif, adanya wewenang (authority) yang jelas dan dipercayai serta adanya tanggung jawab (responsibility), yang akuntabel dalam rangka pelaksanaan misi organisasi. 2.2.6 Aspek-aspek/komponen Pemberdayaan SDM Dalam organisasi, peranan SDM sangat strategis dan menentukan, sehubungan dengan itu, maka aspek-aspek atau komponen-kompenen yang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka pemberdayaan SDM adalah : Universitas Sumatera Utara a. Kemampuan (compentency) pegawai meliputi: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap atau perilaku (attitude) b. Penempatan pegawai yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan jabatan dalam suatu organisasi, artinya pegawai yang ditempatkan dalam suatu jabatan senantiasa dikaitkan dengan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan (the right men in the right place). c. Kewenangan yang jelas, artinya seseorang pegawai yang ditempatkan atau yang diserahi tugas harus jelas wewenangnya. Karena seorang yang tidak jelas kewenangannya akan menimbulkan keragu-raguan dalam setiap melakukan kegiatan. Apabila demikian halnya, maka pegawai (SDM) tersebut kurang berdaya atau tidak efektif didalam melaksanakan tugas-tugasnya. d. Tanggung jawab pegawai yang jelas, artinya seseorang pegawai melakukan tugas atau wewenangnya, senantiasa diikuti dengan tanggung jawab. Karena dengan demikian sipegawai tersebut senantiasa situntut bertindak menampilkan yang terbaik dalam arti secara efektif dan efesien. e. Kepercayaan terhadap pegawai yang bersangkutan, artinya bahwa seorang pegawai yang ditugasi atau diserahkan wewenang dengan pertimbangan yang matang dari berbagai aspek-aspek yang pada hakekatnya dapat disimpulkan bahwa yang bersangkutan adalah dipercayai atau diberi kepercayaan sepenuhnya untuk mengemban tugas, wewenang yang dimaksud. f. Dukungan terhadap pegawai yang bersangkutan, artinya pegawai tersebut diyakini dan dipercayai untuk mengemban misi organisasi. Dalam hal Universitas Sumatera Utara memerlukan dukungan dari pihak lain senantiasa dapat memberikan dukungan untuk keberhasilan misi dan peningkatan kinerja organisasi. Dukungan dimaksud baik dari pihak pimpinan maupun pihak-pihak lainnya. g. Kepemimpinan (leadership) adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan kepemimpinan sebagaimana dimaksud dan digambarkan : • Kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok • Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. h. Motivasi, merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang memberi daya, memberi arah dan memelihara tingkah laku. Dalam kehidupan sehari-hari, motivasi diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan atau rangsangan kepada para karyawan (pegawai) sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa. Dengan demikian bahwa pemberian motivasi merupakan hal yang sangat penting terhadap sumber daya manusia, agar mereka tetap dan mau melaksanakan pekerjaan (misi) organisasi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki dengan ikhlas dan sepenuh hati. 2.3 Kinerja Aparatur Pemerintah 2.3.1 Pengertian Setiap pengukuran kinerja organisasi mempunyai sasaran tertentu, sebagai suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai. Kinerja Universitas Sumatera Utara sebagai sasaran organisasi, oleh Wibowo (2007:49) dikatakan bahwa suatu kinerja mencakup unsur-unsur: 1. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja. 2. The action atau performance, tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh performer. 3. A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan. 4. An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat dicapai. 5. The place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan. Kirkpatrick (2006) (dalam Wibowo, 2007:61-64) mengatakan bahwa terdapat delapan karakteristik yang membuat suatu standar kinerja efektif dalam organisasi yaitu: 1. Standar didasarkan pada pekerjaan 2. Standar dapat dicapai 3. Standar dapat dipahami 4. Standar disepakati 5. Standar itu spesifik dan sedapat mungkin terukur 6. Standar berorientasi pada waktu 7. Standar harus tertulis 8. Standar dapat berubah Universitas Sumatera Utara 2.3.2 Pengukuran Kinerja. Whittaker (2000) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives). Sedangkan elemen kunci dari sistem pengukuran kinerja terdiri dari : 1. Perencanaan dan penetapan tujuan 2. Pengembangan ukuran yang relevan 3. Pelaporan formal atas hasil 4. Penggunaan informasi Sistem pengukuran kinerja akan membantu pimpinan dalam memantau implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. 2.3.3 Kepuasan Kerja Wexley dan Yukl (1977) : mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan Universitas Sumatera Utara pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Handoko (2001) : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Robins (2001) : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robins tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai. Schermerhorn (1996), mengidentifikasikan lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu : 1. Pekerjaan itu sendiri (Work It Self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. Universitas Sumatera Utara 2. Penyelia (Supervision). Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu dan sekaligus atasannya. 3. Teman sekerja (Workers). Merupakan faktor yang berhubungan dengan sebagai pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 4. Promosi (Promotion). Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. 5. Gaji/Upah (Pay). Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak. Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh Robins (2001) : 1. Kerja yang secara mental menantang. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan. 2. Ganjaran yang pantas. Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris Universitas Sumatera Utara dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. 3. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit). 4. Rekan kerja yang mendukung. Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah Universitas Sumatera Utara mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. 5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehan yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka. 2.4 Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Suatu konsep tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis dan efektif dari suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, dapat juga disebut dengan : Kepemerintahan “Tata kelola pemerintahan”. 2.4.1 Prinsip/Azas Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Istilah “governance” tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, Universitas Sumatera Utara pembinaan, penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terdapat istilah public governance, private governance, corporate governance dan banking governance. Governance sebagai terjemahan dari pemerintahan kemudian berkembang dan menjadi populer dengan istilah kepemerintahan, sedangkan praktek terbaiknya disebut kepemerintahan yang baik (good governance). Menurut teori para pakar, lembaga pemerintah dan peraturan perundangundangan, berdasarkan urutan waktu prinsip/azas good governance/ kepemerintahan yang baik dapat dikemukakan sebagai berikut; I. Prinsip Good Governance Menurut Bhatta, Gambir, Tahun 1996 1. Accountability (Akuntabilitas) 2. Transparency (Transparansi) 3. Openness (Keterbukaan) 4. Rule of Law (Kepastian Hukum) 5. Management of Competency (Manajemen Kompetensi) 6. Human Right (Hak Asasi manusia) II. Prinsip Good Governance Menurut UNDP (United Nation Programme), Tahun 1997 Development 1. Participation (Partisipasi) 2. Rule of Law (Kepastian Hukum) 3. Transparency (Transparansi) 4. Responsiveness (Tanggung Jawab) 5. Consensus Orientation (Berorientasi Pada Kesepakatan) 6. Equity (Keadilan) 7. Effectiveness and Effficiency (Efektivitas dan Efisiensi) 8. Accountability (Akuntabilitas) 9. Strategic Vision (Visi Strategik) Universitas Sumatera Utara III. Prinsip Good Governance Menurut Mustopadidjaja, Tahun 1997 1. Demokrasi dan pemberdayaan 2. Pelayanan 3. Transparansi dan Akuntabilitas 4. Partisipasi 5. Kemitraan 6. Desentralisasi 7. Konssistensi Kebijakan dan Kepastian Hukum IV. Azas Good Governance Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Azas Penjelasan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. - Mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggaraan Negara. Mengutamakan keteraturan, Tertib Penyelenggaraan keserasian, dan keseimbangan Negara dalam pengendalian dan penyelenggaraan negara. - Mendahulukan kesejahteraan Kepentingan Hukum umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. - Membuka diri terhadap hak Keterbukaan masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. - Mengutamakan keseimbangan Proporsionalitas antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara. - Mengutamakan keahlian yang Profesionalitas berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kepastian Hukum Universitas Sumatera Utara 7. V. Akuntabilitas - Setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip Good Governance Menurut (Bintoro, Tahun 2000) 1. Akuntabilitas 2. Transparansi 3. Keterbukaan 4. Kepastian Hukum 5. Jaminan VI. Prinsip Good Governance Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Profesionalitas Akuntabilitas Transparansi Pelayanan Prima Demokrasi Efisiensi Efektivitas Supermasi Hukum Diterima Seluruh Masyarakat VII. Prinsip Good Governance Menurut Musyawarah Konferensi Nasional Kepemerintahan Daerah yang Baik, Disepakati Anggota: Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), dan Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), Tahun 2001 Universitas Sumatera Utara Prinsip No 1. Prinsip Partisipasi - - - 2. Prinsip Hukum Penegakan - - 3. Prinsip Transparansi - - - 4. Prinsip Kesetaraan - 5. Prinsip Daya Tanggap - Indikator Minimal Meningkatanya kepercayaan massyarakat kepada pemerintah, Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, Meningkatnya kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk pembangunan daerah, dan Terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap seriap langkah pembangunan. Berkurangnya praktek KKN dan pelanggaran hukum, Meningkatnya (kecepatan dan kepastian) proses penegakan hukum, Berlakunya nilai/norrma di masyarakat (living law), dan Adanya kepercayaan pada aparat penegak hukum sebagai pembela kebenaran. Bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, dan Berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan. Berkurangnya kasus diskriminasi, Meningkatnya kesetaraan gender, Meningkatnya pengisian jabatan sesuai ketentuan mengenai kesetaraan gender. Meningkatnya kepercayaan Universitas Sumatera Utara masyarakat terhadap pemerintah, - Tumbuhnya kesadaran masyarakat, - Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah dan berkurangnya jumlah pengangguran. 6. Prinsip Wawasan ke - Adanya visi dan strategi yang jelas Depan dan mapan dengan kekuatan hukum yang sesuai, - Adanya dukungan dari pelaku dan pelaksanaan visi dan strategi, dan - Adanya kesesuaian dan konsistensi antara perencanaan dan anggaran. 7. Prinsip Akuntabilitas - Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah, - Tumbuhnya kesadaran masyarakat, - Meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan - Berkurangnya kasus-kasus KKN 8. Prinsip Pengawasan - Meningkatnya masukan dari masyarakat terhadap penyimpangan (kebocoran, pemborosan, penyalahgunaan wewenang dan lain-lain) melalui media massa, dan - Berkurangnya penyimpanganpenyimpangan 9. Prinsip Efisiensi dan - Meningkatnya kesejahteraan dan Efektivitas nilai tambah dari pelayanan masyarakat, - Berkurangnya penyimpangan pembelanjaan, - Berkurangnya biaya operasional pelayanan, - Prospek memperoleh standar ISO pelayanan, - Dilakukannya swastanisasi pelayanan masyarakat 10. Prinsip Profesionalisme - Meningkatnya kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan Universitas Sumatera Utara masyarakat, - Berkurangnya pengaduan masyarakat, - Berkurangnya KKN, - Prospek mendapatkan ISO pelayanan, dan - Dilaksanakannya “fit and proper” test terhadap PNS. VIII. Prinsip Good Governance Menurut Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. 2. 3. 4. 5. Kepastian Hukum Keterbukaan Akuntabilitas Kepentingan Hukum Proporsionalitas IX. Prinsip Good Governance Menurut LAN (Lembaga Administrasi Negara), Tahun 2003 1. Akuntabilitas 2. Transparansi 3. Kesetaraan 4. Supermasi Hukum 5. Keadilan 6. Partisipasi 7. Desentralisasi 8. Kebersamaan 9. Profesionalitas 10. Cepat Tanggap 11. Efektif dan Efisien 12. Berdaya Saing Universitas Sumatera Utara X. Azas Good Governance Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 20 Tentang Azas Penyelenggaraan Pemerintah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kepastian Hukum Tertib Penyelenggaraan Negara Kepentingan Umum Keterbukaan Proporsionalitas Profesionalitas Akuntabilitas Efisiensi Efektivitas XI. Prinsip Good Governance Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 Tentang Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Bab 14 Tentang Penciptaan Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa 1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas; 2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel; 3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat; 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik; 5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan di atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, pada tahun 2002 pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menginstruksikan kepada seluruh pimpinan unit kerja dan PNS di jajaran Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mempedomani sepuluh prinsip good governance. Ke sepuluh prinsip-prinsip good governanace yang menjadi acuan aparatur dan pada umumnya di pajang di kantor-kantor instansi pemerintah provinsi Sumatera Utara itu adalah : Universitas Sumatera Utara 1. AKUNTABILITAS Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat. 2. PENGAWASAN Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swassta dan masyarakat luas. 3. DAYA TANGGAP Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali. 4. PROFESIONALISME Meningkatkan kemampuann dan moral peyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau. 5. EFISIENSI & EFEKTIVITAS Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal & bertanggung jawab. 6. TRANSPARANSI Menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi. 7. KESETARAAN Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. 8. WAWASAN KE DEPAN Membangun daerah berdasarkan Visi & strategi yang jelas & mengikit sertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya. 9. PARTISIPASI Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. 10. PENEGAKAN HUKUM Mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 2.4.2 Penerapan Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Kaitan dengan konsepsi Good Governance (kepemerintahan yang baik) maka secara konseptual pengertian kata “good” dalam istilah kepemerintahan yang baik (Good Governance) mengandung dua pemahaman sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Pertama, nilai yang menjunjungi tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Dari berbagai pengertian Good Governance, dapat disimpulkan bahwa; wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga “kesinergian” interaksi yang konstruktif diantara domain negara, sektor swasta dan masyarakat (LAN, 2000). Peraturan pemerintah nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti Good Governance adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsipprinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisien, efektivitas, supermasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Berikutnya UNDP (1997) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi : 1. Participation (Partisipasi), 2. Rule of Law (Kepastian Hukum), 3. Transparency (Transparansi), 4. Responsiveness (Tanggung Jawab), 5. Consensus Orientation (Berorientasi Pada Kesepakatan), 6. Equity (Keadilan), 7. Effectiveness and Effficiency (Efektivitas dan Efisiensi), 8. Accountability (Akuntabilitas), 9. Strategic Vision (Visi Strategis). Dari telusuran keberagaman wacana Good Governance, terdapat sekumpulan nilai-nilai yang sebenarnya telah diterapkan di Indonesia sebagai nilai-nilai yang sebenarnya telah tertanam hidup di akar budaya masyarakat Indonesia. Empat belas karakteristik yang dapat terhimpun dari telusuran wacana Good Goverrnance, yaitu : 1. Berwawasan kedepan (visi strategis), 2. Terbuka (transparan), 3. Cepat tanggap (responsif), 4. Bertanggung jawab/bertanggung gugat (akuntabel), 5. Profesional dan kompeten, 6. Efisien dan efektif, 7. Desentralistis, 8. Demokratis, 9. Mendorong Universitas Sumatera Utara partisipasi masyarakat, 10. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat, 11. Menjunjung supremasi hukum, 12. Berkomitmen pada pengurangan kesenjangan, 13. Berkomitmen pada tuntutan pasar, 14. Berkomitmen pada lingkungan hidup (Tim Pengembangan Good Public Governance, Bappenas 2000). Dalam Konferensi Nasional Kepermerintahan Daerah Yang Baik, pada bulan Oktober 2011 telah disepakati Sepuluh Prinsip Kepemerintahan Daerah Yang Baik oleh seluruh anggota Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), dan Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), yang mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Prinsip Partisipasi Prinsip Penegak Hukum Prinsip Transparansi Prinsip Kesetaraan Prinsip Daya Tanggap Prinsip Wawasan Ke depan Prinsip Akuntabilitas Prinsip Pengawasan Prinsip Efisiensi dan Efektivitas Prinsip Profesionalisme Prinsip-prinsip good governance dalam praktek penyelenggaraan negara dituangkan dalam 7 (tujuh) asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi : Universitas Sumatera Utara 1. 2. 3. 4. 5. 6. Asas Kepastian Hukum Asas Tertib Penyelenggaraan Negara Asas Keterbukaan Asas Proporsionalitas Asas Profesionalitas Asas Akuntabilitas Keseluruhan prinsip Good Governance tersebut saling memperkuat, terkait, dan tidak dapat berdiri sendiri, yang kemudian dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 unsur/prinsip utama yang dapat memberi gambaran administrasi publik yang berciri kepemerintahan yang baik yaitu : • Akuntabilitas. Adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkan. • Transparansi. Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik di tingkat pusat maupun daerah. • Keterbukaan. Menghendaki terbukanya .kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilai tidak transparan. • Aturan hukum. Adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh. Dengan demikian, untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik pada dasarnya harus melibatkan unsur-unsur dalam kepemerintahan (Governance Stakeholders) yang dikenal dengan 3 pilar yaitu : • Negara/Pemerintah. Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, yang melibatkan sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani. Universitas Sumatera Utara • Sektor Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup perusahaa swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar. • Masyarakat Madani. kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan yang pada dasarnya berada di antara pemerintah dan perorangan, yang mencakup baik perorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi. 2.4.3 Unsur-unsur Good Governance Unsur-unsur good governance dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : a. Negara/Pemerintahan : Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani. b. Sektor Swasta : Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti : industri pengolahan perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal. c. Masyarakat Madani : Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi. 2.5 Pembangunan Daerah Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Secara umum pengertian pembangunan dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pandangan yang berbeda Universitas Sumatera Utara yaitu; pertama, pandangan pembangunan lama atau dikenal dengan pembangunan tradisional. Sedangkan Kartasasmita (1994), memberikan pengertian pembangunan, adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Menurut Bratakusumah (2005), dalam bukunya Perencanaan Pembangunan Daerah mengemukakan bahwa, dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah, karena secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Mengakomodasi arti pembangunan kepada sistem nilai bukanlah hal yang dapat secara mudah diselesaikan. Beberapa ilustrasi, selain yang menyangkut distribusi di atas, untuk menjelaskan berbagi dilema masyarakat, sehubungan dengan sistem nilai yang berkembang, dalam mengartikan pembangunan melalui ukuran pendapatan nasional, adalah sebagai berikut: - Peningkatan pendapatan ( total ataupun per kapita ) selain tidak langsung identik dengan distribusi yang dianggap baik, juga tidak langsung sama artinya dengan peningkatan kemakmuran (economic welfare). Peningkatan pendapatan baru menggambarkan peningkatan total output, belum komposisi barang dan jasa yang dihasilkan. Karena kemakmuran tergantung pada komposisi (termasuk kualitas) barang dan jasa yang disukai oleh masyarakat, sedangkan “kesukaan” ataupun preferensi masyarakat tergantung pada system nilai yang berkembang suatu saat dimasyarakat, maka peningkatan total output belum dapat menentukan peningkatan “kemakmuran” masyarakat tersebut. Universitas Sumatera Utara Ilustrasi ini, menegaskan betapa arti pembangunan yang diukur oleh pendapatan nasional tergantung pada system nilai yang berkembangan. - Peningkatan pendapatan juga belum tentu meningkatkan “kemakmuran” (economic walfare) kalau cara menghasilkan output tersebut menyangkut pengorbanan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dianggap baik oleh masyarakat. Berbagai aspek kehidupan yang dapat dipengaruhi cara produksi itu antara lain adalah keaadaan keselamatan dan kenyamanan kerja. - Kalau tujuan pembangunan juga meliputi terpeliharanya hubungan social yang serasi di masyarakat, maka pembangunan akan semakin tidak sederhana untuk dapat mengakomodasi tujuan social ini. Hal ini karena terlebih dahulu harus disepakati apa yang dimaksud dengan “hubungan social yang serasi”. Dan hal ini menyangkut sistem nilai masyarakat. - Arti pembangunan tergantung pada tujuan pembangunan. - Tujuan pembangunan ditentukan oleh system nilai. - System nilai dimasyarakat sangat beragam dan terus berkembang. - Sehingga arti pembangunan tidak mudah dapat ditentukan kecuali ada kesepakatan (konsensus) dimasyarakat tentang tujuan yang ingin dicapai. 2.5.1 Teori Pembangunan Sosial Menurut para pakar teori pembangunan social antara lain; Garry Jacobs, Harlan Cleveland, dan Robert MacFarlane dari Internasional Center for Peace and Development memberikan pokok pikirannya sebagai berikut: a. proses pembangunan terjadi oleh terciptanya tingkat organisasi yang semakin tinggi dalam masyarakat yang memungkinkan dihasilkannya kegiatan yang lebih besar dengan menggunakan energy social secara lebih efisien; Universitas Sumatera Utara b. masyarakat berkembang dengan mengorganisir segala pengetahuan, energi manusia serta sumber daya materil yang dimiliki masyarakat tersebut untuk mencapai aspirasinya; c. pembangunan memerlukan empat jenis infrastruktur dan sumber daya (resources), yaitu yang fisik, sosial, mental, dan psikologis. Hanya yang fisik ketersediannya terbatas, sedangkan yang lainnya reatif tak terbatas; d. paling penting dalam proses pembangunan ini adalah manusia yang dengan kemampuan berfikirnya yang semakin meningkat dapat menciptakan sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan, Pengetrapan dari inteligensia manusialah yang dapat merubah suatu sumber daya alam (substance) menjadi suatu sumber daya ekonomi (resources). Karenanya kemampuan berfikir manusia merupakan sumber daya yang paling utama. 2.5.2 Indikator Ekonomi Indikator ekonomi atau lazim disebut dengan pembangunan ekonomi adalah suatu cabang ilmu ekonomi yang menganalisis masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang dan mendapatkan cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah tersebut supaya negara-negara berkembang dapat membangun ekonominya dengan lebih cepat lagi. Adapun beberapa indikator pembangunan ekonomi yang lazim dipakai oleh para ahli maupun kalangan umum adalah : a. b. c. Produk Domestik Bruto (PDB) Struktur Ekonomi Laju Pertumbuhan Ekonomi Universitas Sumatera Utara d. e. f. Perdagangan Luar Negeri Tingkat inflasi Nilai Tukar Petani Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara/daerah, yakni : a. Faktor Sumber Daya Manusia, Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan. b. Faktor Sumber Daya Alam, sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. c. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian. d. Faktor Budaya, Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. e. Sumber Daya Modal, Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barangbarang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Universitas Sumatera Utara 2.5.3 Indikator Sosial Indikator dapat didefinisikan sebagai suatu alat ukur untuk menunjukkan atau menggambarkan suatu keadaan dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian. Indikator dapat menyangkut suatu fenomena sosial, ekonomi, penelitian, proses suatu usaha peningkatan kualitas.. Indikator yang akan disampaikan dalam pembahasan yang akan dicantumkan pada bab berikutnya terdiri dari indikator pembangunan sosial kemasyarakatan yang memang umum untuk dibahas sebagai suatu hal yang lumrah dalam melihat pembangunan kemasyarakatan suatu negara/daerah, yakni : a. b. c. d. e. Kemiskinan Ketenagakerjaan Pendidikan Kesehatan Indeks Pembangunan Manusia Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Universitas Sumatera Utara Pendidikan Pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang cukup besar. Wajib Belajar 6 tahun, yang didukung pembangunan infrastruktur sekolah dan diteruskan dengan Wajib Belajar 9 tahun adalah program sektor pendidikan yang diakui cukup sukses. Hal ini terlihat dari meningkatnya partisipasi sekolah dasar dari 41 persen pada tahun 1968 menjadi 94 persen pada tahun 1996, sedangkan partisipasi sekolah tingkat SMP meningkat dari 62 persen tahun 1993 menjadi 80 persen tahun 2002. (Oey-Gardiner, 2003) Dalam evaluasi yang akan dilaksanakan terhadap keberhasilan pembangunan kependidikan di Sumatera Utara akan difokuskan kepada angka rata-rata lama sekolah serta tingkat melek huruf di Provinsi Sumatera Utara. Kesehatan Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Sebagai contoh, angka kematian bayi turun dari 118 kematian per seribu kelahiran di tahun 1970 menjadi 35 di tahun 2003, dan angka harapan hidup meningkat dari 48 tahun menjadi 66 tahun pada periode yang sama. Perkembangan ini meperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan fasilitas kesehatan publik di tahun 1970 dan 1980, serta dampak dari program keluarga berencana. Meski demikian masih terdapat tantangan baru sebagai akibat perubahan sosial dan ekonomi. Universitas Sumatera Utara 2.5.4 Indeks pembangunan manusia Setiap tahun sejak 1990, Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) telah menerbitkan indeks pembangunan manusia (human development index - HDI) yang mengartikan definisi kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar pendapatan domestik bruto (PDB). HDI memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ PPP, penghasilan). 2.5.5 Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) Menurut Siagian (2000) pertanyaan yang harus dihadapi oleh organisasi bukan lagi apakah akan melakukan investasi bagi pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki, melainkan berapa besar investasi yang harus dibuat. Dari pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia mutlak diperlukan bagi organisasi yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat. Menurut Bernadin & Russel (dalam Robbins, 2001), pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan karyawan Universitas Sumatera Utara yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Jadi pelatihan hanya bermanfaat dalam situasi di mana para pegawai kekurangan kecakapan dan pengetahuan. Pelatihan tidak dimaksudkan untuk menggantikan kriteria seleksi yang tidak memadai, ketidak tepatan rancangan pekerjaan, atau imbalan organisasi yang tidak memadai. Dalam pembentukan kualitas aparatur, maka pengembangan melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) sebagai salah satu media yang paling strategis, karena Diklat merupakan sarana yang handal untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan (knowledge), keahlian (skill) dan sikap (attitude) pegawai sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan. Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan Menurut Topo (2008), ada beberapa pengertian pendidikan dan pelatihan antara lain menurut: 1. Edwin B. Flippo: “Pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh, sedang Pelatihan adalah merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu”. 2. Andrew F. Sikula: “Pengembangan mengacu pada masalah staf dan personel adalah suatu proses pendidikan jangka panjang dengan menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi dengan mana manajer belajar Universitas Sumatera Utara pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum, sedang Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, dengan mana karyawan operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu”. Dalam pengertian diatas Pendidikan dan Pelatihan tidak bermaksud untuk diartikan secara terpisah, yakni pendidikan terpisah dengan pelatihan akan tetapi pengertiannya merupakan satu kesatuan dan saling melengkapi yang esensinya adalah mengisi kesenjangan dan atau meningkatkan kemampuan (competency) pegawai dalam suatu jabatan / pekerjaan organisasi, meliputi peningkatan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) sumber daya manusianya. Dalam hubungannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Diklat adalah penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS. Mengenai Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) Tk. III adalah merupakan diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah dalam jabatan struktural eselon III (Keputusan Kepala LAN Nomor 193/XIII/10/6/2001 tgl 30 Maret 2001 tentang Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil). Sebelum diberlakukannya PP 101 Tahun 2000. Diklatpim Tk. III ini disebut dengan Diklat Staf dan Pimpinan Tingkat Universitas Sumatera Utara Pertama (SPAMA) dan sebelumnya lagi disebut Diklat Staf dan Pimpinan Tingkat Madya (SPADYA). Diklatpim Tk. III adalah jenis diklat yang diselenggarakan dalam rangka mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan struktural eselon III dan sebagai persyaratan menjadi peserta pada diklat ini adalah: a. b. c. d. Pangkat/Golongan minimal Penata (III/c) dan telah atau dipersiapkan untuk menduduki jabatan struktural eselon III. Pendidikan serendah-rendahnya Strata Satu (S-1) atau yang sederajat. Sehat jasmani dan rohani (dibuktikan dengan surat keterangan dokter). Lulus seleksi sebagai calon peserta Diklatpim Tk. III dengan materi pengujian sikap, perilaku, dan potensi, meliputi : - Moral yang baik, - Dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan organisasi, - Kemampuan menjaga reputasi diri dan instansinya, - Motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kompetensi, - Penguasaan Bahasa Inggris minimal pasif atau memiliki skor TOEFL minimal 350. Dalam pelaksanaannya, diklat ini diproyeksikan untuk membentuk kompetensi jabatan PNS, yaitu kemampuan dan karakteristik berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai pejabat struktural eselon III dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Lembaga Administrsi Negara / LAN Nomor 540/XIII/10/6/2001 tgl 10 Agustus 2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh PNS pemangku jabatan struktural eselon III adalah kemampuan : a. Menjabarkan visi, misi dan strategi pembangunan nasional ke dalam program instansinya; Universitas Sumatera Utara b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. Memahami dan mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya; Melakukan perencanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi kinerja unit organisasinya serta merancang tindak lanjut yang diperlukan; Merumuskan strategi pelaksanaan pelayanan prima sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya; Menerapkan sistem dan prinsi-prinsip akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan unit organisasinya; Meningkatkan kapasitas organisasi dan staf melalui peningkatan kompetensi pegawai dan pendayagunaan organisasi; Menumbuh kembangkan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya; Menetapkan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam keragaman; Merumuskan dan memberi masukan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang logis dan sistematis; Melaksanakan pola kemitraan, kolaborasi dan pengembangan jaringan kerja; Memanfaatkan teknologi informasi dalam pelaksanaan tugas; Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Kompetensi Pegawai Negeri Sipil pemangku jabatan struktural eselon II memerlukan standar kompetensi jabatan yang meliputi; kompetensi dasar (integritas, kepemimpinan, perencanaan, dan pengorganisasian, kerjasama, fleksibilitas) dan sejumlah kompetensi bidang lainnya, Dengan memperhatikan keragaman bidang tugasnya, maka kompetensi yang dapat dipenuhi melalui penyelenggaraan Diklatpim Tk. II meliputi kompetensi dasar yang dirincikan sebagai kemampuan dalam: 1. 2. 3. 4. 5. Mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan dan pandangan hidup bangsa menjadi sikap dan perilaku dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; Memahami paradigma kepemimpinan dan pembangunan yang relepan dalam upaya mewujudkan good governance dan mencapai tujuan berbangsa dan bernegara; Merumuskan kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan visi, misi, dan strategi yang ditetapkan; Memahami dan menerapkan prinsi-prinsip good governance secara serasi dan terpadu; Memahami dan menjelaskan keragaman sosial budaya lingkungan dalam rangka peningkatan citra dan kinerja organisasi; Universitas Sumatera Utara 6. 9. Mengaktualisasikan kode etik PNS dalam meningkatkan profesionalitas, moralitas dan etos kerja pemimpin; Melaksanakan keseluruhan kegiatan pengelolaan kebijakan dan program termasuk pelaporan pertanggungjawabannya; Menyiapkan dan atau mengambil keputusan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan kebijakan dan atau pelayanan sesuai dengan tanggungjawabnya; Meningkatkan akuntabilitas dan produktivitas aparatur. 2.6 Penelitian Terdahulu 7. 8. Banyak penelitian yang telah meneliti tentang Pemberdayaan SDM Aparatur, Pembangunan Daerah dan Good Governance dengan menggunakan data primer maupun menggunakan data sekunder. Penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder, peneliti akan mencoba penelusuran penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan data primer. Selanjutnya akan ditabulasi dan dipetakan sehingga peneliti dapat melihat ruang baru dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Pemberdayaan SDM terhadap Good Governance dan Pembangunan Daerah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara”, sebagaimana pada table berikut : Tabel 1. Tabulasi Penelitian Terdahulu No. Nama 1 2 1 Yurika Maharani Siregar Judul/ Lokasi/ Tahun 3 Tinjauan Juridis Tentang Penerapan Dewan Komisaris Dalam Penerapan Prinsip Good Coorporate Governance Pada Perseroan Terbatas. (2005) Permasalahan Metode Hasil 4 Apakah prinsip Good Coorporate Governance sudah sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana peranan serta apa akibat hukum penerapan Prinsip Good Coorporate Governance pada Perseroan Terbatas. 6 Deduktif menarik fakta-fakta yang bersifat umum. 7 Penerapan Prinsip Good Coorporate Governance belum sesuai dengan Perseroan Terbatas mengingat sifatnya masih belum komfrehensip karena dalam Undang-Undang No. 1/1995 belum secara utuh sejalan dengan prinsip-prinsip atau pedoman Good Coorporate Governance yang dibuat Komite Nasional Kebijakan Good Coorporate Governance dan peranan Dewan Komisaris dalam penerapan prinsip Good Coorporate Governance masih belum seperti yang Universitas Sumatera Utara 2 diharapkan mengingat ketentuan mengenai tugas, kewajiban dan fungsi wewenangnya belum komfrehensif, serta akibat hukum penerapan Prinsip Good Coorporate Governance pada Perseroan Terbatas menimbulkan konsekwensi logis terhadap pengaturan Good Coorporate Governance dapat ditegakkan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dilanjutkan dengan menganalisa data, maka : 1. terdapat pengaruh yang kuat antara pemberdayaan aparatur pemerintah terhadap prestasi kerja sebesar 0,717. 2. Koefisien korelasi bersifat positif, sehingga terdapat pengaruh yang positif antara pemberdayaan aparatur pemerintah dengan prestasi kerja. 3. Hipotesa yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara pemberdayaan aparatur pemerintah dengan prestasi kerja dapat diterima. Dalam pengelolaan bank umum, penerapan prinsip transparansi harus dapat dilaksanakan demi terlaksananya Good Corporate Governance beuar-benar dapat dilaksanakan dengan konsisten demi tercapainya ketahanan dan daya saing bank serta tercapainya tujuan bank dalam jangka panjang dengan mengatasi faktor-faktor penghambat terlaksananya prinsip transparansi pada bank Pemberdayaan SDM Aparatur dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sudah cukup baik dan kualitas SDM Aparatur di Kec. Tebing Tinggi Kota telah memadai dalam mendukung Otonomi Daerah Kota Tebing Tinggi sehingga menghasilkan organisasi Kec. Tebing Tinggi Kota yang cukup efektif terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Wan Hasri Fauzy Nst Pengaruh Pemberdayaan Aparatur Pemerintah Terhadap Prestasi Kerja (Studi Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Asahan). (2004). Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan aparatur pemerintah terhadap prestasi kerja. Metode deskriptif kuantitatif dengan menggunak an teknik analisa data korelasi antar variabel . 3 Erna Rahmadani Penerapan Prinsip Transparansi dalam system pengelolaan Bank (Study pada PT Bank Rakyat Indonesia). (2005) Bagaimana konsep Good Corporate Governance baik dari segi pengertian, peranannya dalam sistem pengelolaan Bank, Deskriptif/ Survey. 4 Sri Imbang Jaya Putra Analisis Pemberdayaan dan Kualitas Sumber Daya Aparatur serta pengaruhnya terhadap Efektifitas Organisasi di Kec. Tebing Tinggi Kota. (2006) Deskriptif/ Kuantitatif 5 Budi Mulyawan Pengaruh pelaksanaan Good Governance terhadap kinerja organisasi Studi pada Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Palembang. (2007) Pengaruh Pelaksanaan Prinsip-prinsip Good Governance terhadap efektifitas Pegawai Dinas Apakah daerah mampu memberdayakan SDM Aparatur yang berkualitas sehingga implementasi Otonomi Daerah dapat berjalan sesuai dengan tujuan organisasi? Apakah efektifitas organisasi Pemerintah Daerah dapat berjalan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Apakah ada pengaruh pelaksanaan Good Governance terhadap kinerja organisasi? Deskriptif/ Kuantitatif. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan Good Governance terhadap Kinerja Organisasi sebesar 31,6%. Bagaimana pengaruh pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance terhadap efektifitas kinerja Pegawai di Dinas Jalan Jembatan Provinsi Sumatera Utara. Deskriptif/ Korelasi Product Moment Pearson. Pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance di Dinas Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Utara dikategorikan baik, akan tetapi pimpinan organisasi harus terus mengkoordinasikan bawahan dapat dilaksanakan. 6 Ester Juli Asi, H. Universitas Sumatera Utara 7 Sophorn Soeun Ba 8 R. Andi Sularso Mardianto Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Utara. (2006) Kualitas Good Governance dalam implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan (studi kasus Program Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE) di Desa Ambang Ketawang Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. (2005) Pengaruh Penerapan Peran Total Quality Manajemen terhadap Kualitas SDM. (2006) 9 Sahminan Hubungan mengikuti Diklatpim Tingkat III dan Prestasi Kerja dengan Peningkatan Karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu. (2005) 10 Pengaruh Kinerja Aparatur terhadap Pengembangan Wilayah (Suatu Kajian Pada Pemerintah Kota Medan. (2007) Pengaruh praktek manajemen SDM Ramli 11 Pra Ningrum Bagaimana kualitas Good Governance dalam implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan. Regresi dan Survey. Bagaimana pengaruh penerapan TQM terhadap : 1. Kemampuan teoritis karyawan. 2. Kemampuan teknis karyawan. 3. Kemampuan konseptual karyawan. 4. Kemampuan Moral karyawan. 5. Keterampilan teknis karaywan. 1. Bagaimana hubungan mengikuti Diklatpim Tingkat III dengan Peningkatan Karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu. 2. Bagaimana hubungan prestasi kerja dengan Peningkatan Karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu. 3. Bagaimana hubungan mengikuti Diklatpim Tingkat III dengan prestasi kerja secara bersama-sama dengan peningkatan karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu. Apakah kinerja Aparatur pemerintah (kepemimpinan, pendidikan, pelatihan, motivasi kerja, pengalaman kerja dan budaya kerja) berpengaruh terhadap pengembangan wilayah. Regresi Linier. Apakah ada pengaruh praktek manajemen SDM Regresi Liner. Regresi Sederhana Regresi Uji Validitas dan Reliabilitas. 1. Secara formal program PDM-DKE berjalan cukup baik. Namun secara substansial belum dapat dikatakan berhasil karena hanya mampu menjangkau 9,70 %, untuk ke Kecamatan Gamping. 2. Di lapangan terbukti beberapa hal garisgaris kebijakan menimbulkan dilema ketidakpastian dan diperlukan penyesuaian lapangan oleh pihak pelaksana. 3. Peran pemerintah masih dominan dan belum terciptanya kemitraan antara pemerintah, masyarakat sivil dan sektor swata dalam mewujudkan Good Governance dalam pelaksanaan PDMDKE 4. Keinginan untuk mewujudkan good governance melalui pemberian kewenangan kepala daerah dengan melibatkan sewluruh komponen dalam masyarakat masih sebatas tataran wacana. Didapati pengaruh penerapan TQM terhadap : 1. Kemampuan teoritis karyawan sebesar 96,3 %. 2. Kemampuan teknis karyawan sebesar 98,2 %. 3. Kemampuan konseptual karyawan sebesar 94,2 %. 4. Kemampuan Moral karyawan sebesar 89,0 %. 5. Keterampilan teknis karaywan sebesar 80,0 %. 1. Terdapat hubungan yang positif dan berarti antara variabel mengikuti Diklatpim Tingkat III dengan Peningkatan Karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu sebesar 95,4 %. 2. Terdapat hubungan yang positif dan berarti antara variabel prestasi kerja dengan Peningkatan Karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu sebesar 95,0 %. 3. Terdapat hubungan yang positif dan berarti antara variabel mengikuti Diklatpim Tingkat III prestrasi kerja secara bersama-sama dengan Peningkatan Karir Pejabat Eselon IV di Pemprovsu sebesar 95,4 %. 1. Kinerja aparatur memberikan pengaruh positif yang sangat signifikan terhadap pengembangan wilayah. 2. Kepemimpinan, pendidikan, pelatihan, motivasi kerja, pengalaman kerja dan budaya kerja memberikan pengaruh yang positif dan sagat signifikan terhadap kinerja aparatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan karir, penilian prestasi kerja dan Universitas Sumatera Utara terhadap komitmen pimpinan pada kualitas Rumah Sakit di Bengkulu. (2002) 12 Daeng M. Nazier Kesiapan SDM Pemerintah menuju tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan. (2005) 13 Aidinil Zetra Studi Pengembangan Kapasitas SDM Pemerintah Daerah dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. (2009) Sustainable Good Governance and corporations: An Analysis of Asymmetries (2006) 14 Suria Diva 15 Elizabeth Burlesson 16 (perencanaan karir, penilaian prestasi kerja, akses informasi teknis dan dukungan sosial politik terhadap komitmen pimpinan pada kualitas Rumah Sakit. Bagaimana kesiapan SDM Pemerintah menuju tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Bagaimana pengembangan Kapasitas SDM Pemerintah Daerah dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah 1. Mengapa penting melibatkan koorporasi dalam agenda sustainable good governance 2. Mengapa terjadi ketimpangan kebijakan antara tindakan dengan harapan dalam pelaksanaan sustainable good governance 3. Mengapa kebanyakan koorporasi tidak mengadopsi dan melaksanakan kebijakankebijakan sustainable good governance dan tidak menjalankannya dengan konsisten Tribal, State, and Bagaimana kepastian hukum Federal dalam melindungi Cooperation to masyarakat pribumi di Achieve Good Amerika untuk Governance (2004) mempertahankan komunitas mereka Kyle Stevan Strategic Steadham Management Competencies among chief human resources officers in texas public community Bagaimana mengidentifikasi kompetensi strategi manajemen bagi kepala SDM komunitas masyarakat di Texas. dukungan sosial politik berpengaruh positif terhadap komitmen pimpinan pada kualitas dan signikan secara statistik, tetapi akses informasi teknis tidak berpengaruh pada komitmen pimpinan. Klaster dua tingkat (Two StageClusto r Sampling). Survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Kekurangan SDM yang mengelola keuangan negara khususnya yang berlatar belakang akuntansi. 2. Penempatan SDM yang keliru. 3. Tingkat pemahaman dasar staf mengenai administrasi keuangan masih lemah. 4. Reward sistem yang belum tepat. 5. Sarana / Prasarana serta proses pendidikan di Perguruan Tinggi untuk mendukung pengembangan akuntansi sektor publik masih membutuhkan perbaikan mutu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan masih sulit aparatur pemerintah daerah menyampaikan laporan keuangan pemerintah daerah secara transparan dan akuntabel, tepat waktu serta disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Survey 1. Terdapat ketidakseimbangan peranan koorporasi dalam agenda sustainable good governance 2. terdapat ketidakseimbangan kebijakan antara kebijakan koorporasi dengan kebijakan sustainable good governance 3. sustainable good governance hanya sebatas wacana dan lyps service 4. karena alas an ekonomi perusahaan raguragu untuk mengambil tanggung jawab sebagai warga perusahaan yang baik dalam menjalankan sustainable good governance. Survey 1. Terdapat kekerasan pada suku Indian dan suku pribumi Alaskan, dua setengah kali jumlah suku nasional. 2. Dengan mempunyai organisasi yang jelas, hal masyarakat pribumi akan dilindungi. 3. Good Governance merespon kebutuhan social masyarakat masa kini dan masa yang akan datang, secara akuntabel, efektif, tranparan, adil dan inklusif. Dengan mengidentifikasi manajemen kompetensi dapat memperbiki kebijakankebijakan dan praktek yang berkaitan dengan cara penerimaan, sistem kompensasi, pelatihan dan pengembangan, perencanaan strategis dan team work eksekutif dalam community colleges. Survey Universitas Sumatera Utara colleges (2005) Bambang Sutedja 17 Pemberdayaan Aparat Pemerintah Daerah Dalam memasuki Otonomi Daerah: Kasus Aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi(2006) 1.Belum meratanya distribusi SDM aparat pemerintah terutama dalam memobilisasi sumberdaya pembangunan termasuk dalam merangsang peran masyarakat dan dunia usaha untuk ikut serta dalam melaksanakan pembangunan(sesuai UU No 22/1999 2.Kualitas aparat pemerintah daerah sebagian besar masih belum sesuai dengan harapan 3.Fungsi pelayanan umum oleh aparat pemerintah daerah belum sepenuhnya menjamin kemudahan,kelancaran,trans paran,tepat waktu,kenyamanan,dan kepastian hukum. Analisis diskriptifdan analisisis SWOT Revisi Mekanisme dan peningkatan Kualitas Perencanaan Desa Menuju Pembangunan Desa yang Partisipatif dan berkelanjutan diera otonomi daerah(2007) Tinjauan terhadap model Perencanaan pembangunan desa pada masa lalu dan masa sekarang terutama dikaitkan dengan partisipasi masyarakat Deskriptif/ Kualitatif Meningkatkan kompetensi Aparatur Pemerintah Indonesia mewujudkan Good Governance (2006) 1. Sumber daya aparatur pemerintah daerah yang terdiri dari korp pamong praja daerah dalam kenyataannya belum mempunyai kedewasaan sosial politik.. 2. Sumber daya Deskriptif/ Kualitatif 2 18 0.. Agus Purbatin Hadi 19 Enceng, Liestiyodo BI, Purwanindy ah MW Pesatnya pertumbuhan penduduk dan makin berkembangnya pembangunan kabupaten bekasi di berbagai bidang menuntut adanya pelayanan masyarakat yang semakin meningkat melalui pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab,tetapi masih ada kendala antaralain : kekurangan personil,profesionalisme aparat yang masih belum merata disetiap unit kerja, sarana dan anggaran diklat yang terbatas, serta tidak jelasnya pola karir PNS. Ada peluang yang mungkin dapat diraih yaitu meningkatnya system kerjasama antar instansi, makin berkembangnya program-program pemerintah yang langsung ditujukan kepada kelompok masyarakat, serta usia pegawai yang relative masih muda dan masih dapat ditingkatkan kualitasnya. Pemberdayaan aparat pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan birokrasi adalah melaksanakan”modal intelektual” dengan meninggalkan wawasan control,order dan prediction, untuk mengarah kepada orientasi aligment, creativity, dan empowering, hal ini berarti aparat pemerintah daerah tidaklah berada dibawah tekanan kekuasaan/pengaruh political authority, tetapi lebih kepada pembentukan birokrasi yang sadar mengikat mereka adalah political commitment,dan dilihat melalui output dan outcomes, sehingga kinerja aparat menjadi lebih jelas, terukur dan terevaluasi dan juga aparat yang dapat menterjemahkan dan berimprovisasi terhadap fungsi yang menjadi tanggung jawab dan kemandiriannya. Diperlukan revitalisasi dan penguatan lembaga perencanaan desa, dan memberikan bantuan pendampingan dalam proses penyususnan perencanaan ditingkat desa dan kecamatan, serta perlu dilakukan desiminas dokumen Rencana Pembangunan Daerah ( Poldas, Renstra, Repetada ) sampai kepada masyarakat desa untuk memberi arah dalam penusunan perencanaan massyarakat. - Untuk mendukung aparatur birokrasi yang lebih berdaya, perlu dilakukan upaya peningkatan kompetensi aparatur Pemda. Disamping pengetahuan intelektual juga harus dipadukan dengan penmgetahuan teoritik, sehingga aparatur yang profesional adalah yang mampu memadukan teori dengan prakteknya. - Good Governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and Universitas Sumatera Utara 20 Bambang Reward and Nugroho Punishment Tahun 2008 dalam pelaksanaan Good Governance aparatur Pemerintah daerah belum mempunyai pengalaman memadai dan kurang profesional dan jauh dari memuaskan untuk menangani nisu-isu otonomi daerah.. 3. Aparatur pemerintah daerah belum dapat mempossisikan dirinya nonpartisanh dan cenderung dokooptasi oleh kekuatan politik tertentu Sumber daya aparatur saat ini dikonotasikan dengan sumber daya manusia ( SDM ) dengan profesionalisme rendah yang gterlihat dari indikator pelayanan yang tidak optimal, penggunaan waktu tidak produktif, belum optimalnya peran dan inovasi dalam menjalankan tugas. service. - Dalam penyelenggaraan Good governance terdapat tiga domein yang berperan yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat, masing-masing domein mempunyai posisi yang sejajar. - Untuk mewujudkan good governance harus dipenuhi beberapa prinswip-prinsip atau karakteristik goodgovernance antara lain ; partisipasi, transparansi, taat hukum, responsip, efisien efektif, akuntabilitas, visi strategis, kesetaraan, dan berorientasi kesepakatan, Deskriptif Perlu reformasi birokrasi untuk merombak yang selama ini dinilai lemah, ssetidaknya enam langkah strategis perlu ditindaklanjuti secara cermat yaitu; 1. Upaya-upaya meningkatkan low enforcement, dengan membentuk lembaga-lembaga yang bertugas melakukan pemantauan,pengawasan dan evaluasi kinerja yang dilakukan secara bertahap, konsisten dan berkelanjutan. 2. Hubungan kerja yang jelas sebagai alat ukur kinerja lembaga. Untuk itu diperlukan tindakan konkrit untuk mempertegas institusi yang bertanggungjawab dalam menyusun norma standard dan prosedur kerja mengelola informasi, mereview, menganalisa, merumuskan dan menetapkan indikator kinerja, mensosialisasikan SOP itu sendiri dan peningkatan kompetensi SDM dan penerapan reward dan punishmen yang konsisten. 3. Terdapat perbedaan tajam antara penghargaan atas profesionalisme antara yang terjadi di pemerintahan dengan swasta, untuk itu perlu adanya regulasi standar kinerja profesional, memperkuat kelembagaan kepegawaian dalam pembinaan profesionalitas yang sesuai standar hidup layak serta penegakan reward dan punishment. 4. Meningkatkan disiplin SDM aparatur yang masih rendah dengan perubahan perilaku yang mendasar. Hal ini terjadi melalui revitalisasi pembinaan kepegawaian dan proses pembelajaran de3ngan membangun komitmen kuat dalam mengemban tugas sebagai PNS, disertai pengembangan system reward dan punishmen yang tepat dan efektif. Universitas Sumatera Utara 21 Suryo Pratolo Pengaruh audit manajemen, komitmen organisasional manajer, pengendalian intern terhadap penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dan kinewrja badan usaha milik negara di indonesia 22 Taufik Bapeda Lhok suemawe 2011 Analisis kwalitas SDM dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Lokh Sumawe 23 Ginting Analisis kuwalitas SDM dalam meningkatkan kenerja Pemerintah Kota Lhok Seumawe 2008 1. Apakah terdapat hubungan audit manajemen, komitmen manajer pada organisasi dan pengendalian intern. 2. Apakah terdapat pengaruh audit manajemen, komitmen manajer pada organisasi dan pengendalian intern terhadap penerapan prinsip-prinsip good corvorate governance baik secara parsial maupun simultan 3. Apakah terdapat pengaruh audit manajemen, komitmen manajer pada organisasi, pengendalian intern dan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance terhadap kinerja perusahaan BUMN baik secara parsial maupun simultan. Apakah Pendidikan dan Pelatihan berpengaruh terhadap kuwalitas kinerja dikota Lokh Sumawe Apakah Diklat Sarana dan Prasarana kompensasi dan promosi Pegawai berpengaruhi terhadap kuwalitas Kerja Pegawai Bapeda Kota Lhok Suemawe Deskriftif/ Kuantitatif 5. Perubahan dalam membangun pola perilaku aparatur yang berorientasi pada pelayanan, membangun kemitraan antara pemerintah dan masyarakat yang dilayani dalam penyelenggaraan pelayanan serta membangun organisasi pemerintah berdasarkan pada kepercayaan dan pengembangan system yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. 6. Perlunya standar pelayanan yang jelas, meliputi procedure, jangka waktu, dan kalau perlu biaya yang jelas, guna mendorong terciptanya lembaga pelayanan yang standar dan teratur. Dengan membangun system standarisasi pelayanan mulai dari input, proses, output pelayanan yang selanjutnya dituangkan dalam SOP yang transparan. - Terdapat hubungan antara audit manajemen, komitmen manajer pada organisasi dan pengendalian intern dan menunjukkan bahwa ketiga variabel saling mendukung dalam rangka pengaruhnya terhadap variabel penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dan kinerja perusahaan. Statistik - Pendidikan dan kelebihan berpengaruh (Ujit) dengan terhadap kuwalitas kerja SPSS - Sarana dan Prasarana, konpensasi dan promosi berpengaruh terhadap peningkatan kuwalitas kerja. Dari rumusan dan hasil yang di dapat, dapat mempengaruhi dan dapat meningkatkan kinerja Pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.Kota Lhok Seumawe Regresi - X1 X2 X3 X4 berpengaruh signifikat terhadap Berganda kuwalitas kerja pegawai Bepeda dan dapat Program meningkatkan kinerja Pemko Lhok Suemawe SPSS Universitas Sumatera Utara 24 Jurnal MIPI Peran Pemimpin 2005 dalam meningkatkan Kinerja Aparatur (Suatu tunjauan peningkatakan kinerja Dinas Sosial Pemkab Subang) 25 Dumasari Analisis Pengaruh Pemberdayaan SDM terhadap Good Governance dan Pembangunan Daerah pada Pemerintah Privinsi Sumatera Utara Harahap 2012 Bagaimana menciptakan model untuk meningkatkan kinerja aparatur Survey Apakah Pemberdayaan SDM aparatur X1 X2 X3 berpengaruh terhadap Good Governance Apakah X1 X2 X3 dan Y1 berpengaruh terhadap Y2 Regresi Sederhana dan Berganda Model Hal-hal yang dilakukan Dinas Sosial Pemkab Subang terhadap peningkatan kinerja Aparatur adalah memberdayakan Pegawai melalui penataan. 1. Pekerjaan yang baik meningkatkan disiplin dengan program Integrasi 2. Memberikan motivasi kepada Pegawai 3. Kepemimpinan yang PAMONG 4. Kesepakatan atau membangun komitmen 1. Ada pengaruh X1 X2 X3 terhadap Y1 2. Ada Pengaruh X1 X2 X3 dan Y1 terhadap Y2 Universitas Sumatera Utara