BAB IV KESIMPULAN Pada bab analisis dipaparkan bagaimana tokoh utama melakukan penolakan terhadap pandangan moral masyarakat pada abad ke-20. Selain itu, dipaparkan pula alasan mengapa pengarang mengangkat isu moral yang dianggap tabu dan aneh pada saat itu. Wujud dari penolakan terhadap pandangan moral masyarakat dilakukan dengan cara melakukan pelepasan ajaran-ajaran agama, guru, orang tua dan buku yang ditanamkan sejak kecil. Setelah pelepasan tersebut tokoh utama menjadi lebih bebas dalam bertindak dan berpikir. Hal ini yang kemudian membawa perubahan terhadap kehidupan, pandangan moral yang berdampak pada karakter tokoh utama.Analisis ini menggunakan teori moral Franz Magnis-Suseno dari bukunya Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral dan tiga konsep kesadaran manusia dari Freud(1923). Novel L’immoraliste bercerita tentang kisah hidup Michel yang mengalami perubahan karena pengalaman sekaratnya. Semenjak itu dia merasa hidupnya baru saja dimulai, dia ingin melakukan penemuan-penemuan menarik di hidupnya dan menjadi manusia baru (Nouvel Être). Upayanya menjadi manusia baru membuatnya melepas ajaran-ajaran yang dahulu tertanam sejak kecil. Bentuk penolakan terhadap pandangan moral masyarakat pada abad ke-20, digambarkan Gide dengan pelepasan ajaran agama, guru, buku, orang tua yang 81 dilakukan tokoh Michel di dalam novel. Ini menunjukkan bahwa pelepasan ajaranajaran yang diterima sejak kecil merubah tindakan dan pemikiran seseorang. Pada novel ini pelepasan ajaran agama membuat seseorang menjadi tidak lagi percaya akan Tuhan, sehingga menjadikannya sebagai seorang ateis.Selain itu, pelepasan ajaran lainnya kemudian membuat seseorang memiliki pandangan lain akan suatu hal yang terjadi dihadapannya. Di dalam novel selain pemikiran individu yang berubah, tokoh menjadi sadar akanketertarikannya terhadap lelaki. Pelepasan ajaran terdahulu berarti tidak ada lagi aturan dan norma yang tertanam disuperego-nya. Oleh karena itu, superego tidak lagi menjadi sensor bagi id dan egoMichel. Ini berarti tindakan dan pemikiran tidak terpengaruh oleh ajaran-ajaran yang pernah diterimanya. Hal ini juga menyebabkan pandangan baru seseorang terhadap segala hal yang terjadi dihadapannya. Tindakan-tindakan Michel setelah melepas ajaran terdahulu menunjukkan sikap kebebasan eksistensial Michelsebagai manusia. Michel menunjukkan bahwa dia memiliki kebebasan dalam menentukan kehendaknya dan tindakanya tanpa ikatan dari ajaran-ajaran yang pernah tertanam di dalam dirinya. Kebebasan ini pula lah yang kemudian membuat Michel menjadi seorang homoseksual dan tidak lagi percaya kepada Tuhan. Tidak berfungsinya superego sebagai pengingat dalam setiap tindakannya, membuat Michel semakin menunjukan kebebasan dimilikinya dalam bertindak dan berkehendak. 82 Kebebasan Michel sebagai individu memang tidak dibatasi, namun sebagai makhluk sosial terdapat batasan-batasan. Pembatas ini dapat berupa kewajiban, perintah, larangan atau ancaman baik tertulis ataupun lisan. Oleh Magnis-Suseno batasan itu disebut sebagai pembatas kebebasan sosial. Pada awal abad ke-20 mayoritas masyarakat Prancis menganut ajaran Katolik. Gereja juga memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat, maupun sekolah. Norma-norma agama dan aturannya dijadikan sebagai pegangan hidup bagi masyarakatbaik yang beragamaKatolik atau Protestan. Sebagai masyarakat yang mengaku taat akan ajaran agama yang ketat, menganggap bahwa ateis dan homoseksual sebagai penyimpangan baik dari segi agama maupun pandangan moral masyarakat umum. Tindakan sembunyi-sembunyi Michel saat memperhatikan mendekati atau berkencan dengan lelaki yang dia suka, terjadi karena adanya pembatas kebebasan sosial yang disadari olehnya. Larangan masyarakat dan agama, tidak lantas membuat Michel berhenti menyukai, tertarik atau mendekati laki-laki yang dia suka.Begitu pula dengan pandangan Michel yang bertentangan dengan pandangan orang lain akan suatu masalah,dia tidak lantas mengikuti pandangan yang lainnya. Dia memiliki kebebasan untuk bertindak, berpikir dan menilai suatu hal sesuai kehendaknya. Hal ini menunjukkan bahwa batasan kebebasan sosial tidak lantas menghilangkan kebebasan eksistensial seorang individu. Dari tindakan Michel yang menentang aturan di lingkungan masyarakat yang terdapat di dalam novel dapat disimpulkan bahwa, ketika kita melanggar suatu aturan 83 yang telah ada secara terang-terangan maka kita harus bertanggung jawab atas tindakan kita. Konsekuensi yang harus diterima adalah tentangan dari masyarakat sekitar. Hal tersebut merupakan reaksi dari suatu hal yang tidak selaras dengan norma, atau aturan yang berlaku di masyarakat, agama atau negara. Hal tersebut dapat berupa, diskriminasi, kritik atau teguran. Meskipun begitu Manusia tetap tidak kehilangan kebebasan eksistensialnya untuk menentukan tindakannya. Dalam masa perubahannya Michel menunjukkan sikap yang belum terbuka kepada semua orang akan dirinya yang sebenarnya. Seperti, ketertarikannya terhadap lelaki yang dilakukannya secara diam-diam berarti bahwa dia belum berani untuk terbuka akan dirinya yang sebenarnya. Secara perlahan dia juga bersikap berani dan mandiri menunjukkan pandangannya yang berbeda terhadap suatu hal. Pada akhirnya pun Michel menceritakan kisah hidupnya yang mengalami perubahan kepada tiga sahabatnya. Hal ini berarti dia sudah berani terbuka akan dirinya yang sebenarnya kepada orang lain. Meskipun dia mengetahui akan reaksi sahabatnya yang menganggap tindakannya adalah sebuah kejahatan. Novel ini juga mengungkapkan hal yang dianggap tabu dan aneh pada saat itu, seperti homoseksual dan ateis. Kedua hal tersebut diketahui kehadirannya oleh masyarakat namun tidak memiliki ruang publik karena tidak diakui oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh aturan tidak tertulis yang mereka ciptakan sendiri. Mereka sibuk menilai baik buruk seseorang dengan meniru satu sama lain agar nampak sama. 84 Pandangan mereka pun akan suatu hal mengikuti pandangan umum karena ketidakberanian mereka untuk berbeda dengan yang lainnya. Novel ini mengkritisi sikap meniru masyarakat pada saat itu yang menjadikannya sebuah kepura-puraan. Sikap diam-diam Michel untuk menyembunyikan dirinya yang seorang homoseksual erupakan bentuk dari kepura-puraan. Layaknya penyakit menular, kepura-puraan yang dilakukan kaum terpelajar mengharuskan Michel turut bersikap berpura-pura.Kepura-puraan merupakan akibat dariketerbatasan kebebasan sosial, yang membatasi kebebasan individu untuk menjadi diri sendiri di depan masyarakat umum. Selain itu, merupakan wujud dari ketidakmampuan manusia mandiri dan berani dalam menentukan pandangan moral karena sikap ingin sama dan meniru. Kepura-puraan ini lah yang menyiratkan kemunafikan masyarakat dan ketidakberanian menjadi diri sendiri. Sedangkan menurut Gide, perbedaan adalah keunikan yang membuat kita berharga. 85