klasifikasi tutupan lahan menggunakan landsat 8 dan spot 5

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang
Sekilas Tentang DAS Besitang
Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03o 45’ – 04o 22’ 44” LU
dan 97o 51’ – 99o 17’ 56” BT. Kawasan DAS Besitang melintasi wilayah
administrasi Kab. Langkat dan sebagian kecil masuk di wilayah Kab. Aceh Timur.
Kawasan DAS Besitang memiliki luas 96.494,11 Ha, dengan Sub DAS bagian
Hulu 30.153,42 ha, bagian Tengah 15.418,92 ha dan bagian Hilir 50.921,77 ha
(perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).
Sebagian wilayah DAS Besitang masuk ke dalam wilayah Taman
Nasional Gunung Leuser yaitu resort Sei Betung, Sei Lepan, Cinta Raja, Sekoci,
dan Trenggulun. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts II/1997,
tentang penunjukan TNGL, total luas hutan TNGL adalah 1.094.692 ha dan
80,5% (881.207 ha) berada di wilayah Nangroe Aceh Darussalam, sisanya 19,5%
(213.485 ha) berada di Kabupaten Langkat dan seluas 125.000 ha diantaranya
berada di Kecamatan Besitang.
Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang
dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi,
yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS,
kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan (Effendi, 2008).
Bagian hulu mengatur aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk di bagian hilir.
Erosi yang terjadi di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir.
4
Universitas Sumatera Utara
Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan
air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial
dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada
prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. DAS bagian
hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan
melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah
hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air
limbah (Effendi, 2008).
Daerah aliran sungai tengah merupakan transisi antara DAS hulu dan DAS
Hilir. Daerah Aliran Sungai bagian hilir memiliki karakteristik sebagai daerah
pemanfaatan, kerapatan drainase rendah, kemiringan lahan kecil (Valiant, 2014).
Tutupan / Penggunaan Lahan
Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan
dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data
penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk pengambil keputusan
yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan
sumberdaya lahan, maka data ini sangat bersifat ekonomi (Lo, 1995).
Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia yang berkaitan dengan
lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan
telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu
definisi
yang
benar-benar
tepat
(Purbowaseso,
1995).
Penggunaan
lahanberhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan
5
Universitas Sumatera Utara
penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi
lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut.
Satuan - satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami
belum ada campur tangan manusia (Lillesand dan Kiefer, 1994 ).
Klasifikasi penggunaan/penutupan lahan adalah upaya pengelompokan
berbagai jenis penggunaan/penutupan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai
dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh
untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem
klasifikasi
penutup/penggunaan
lahan
yang
telah
dikembangkan,
yang
dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, dkk,
2006).
Klasifikasi penutup/penggunaan lahan dapat dilakukan dengan metode
klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan
dengan
arahan
analisis
(supervised)
menggunakan
monogram.
Kriteria
pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (kelas signature) yang
diperoleh analisis melalui pembuatan “training area”. Masing-masing atau
sekelompok training area mewakili satu kelas tutupan lahan, misalnya hutan,
sawah, badan air dan atau tanah kosong (Jaya, 2010).
Klasifikasi terbimbing dilakukan dengan prosedur pengenalan pola
spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan
dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili
setiap kelompok, kemudian dilakukan perhitungan statistik terhadap contohcontoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi (James, 2000).
6
Universitas Sumatera Utara
Parameter penutupan lahan menggambarkan kondisi penutupan lahan
berdasarkan persentase tutupan tajuk pohon. Data yang bisa menggambarkan
tutupan lahan secara menyeluruh (sinoptik) adalah data hasil perekaman
penginderaan jauh. Dengan demikian untuk menilai persentase tutupan tajuk suatu
lahan dibutuhkan foto udara atau citra satelit. Data penginderaan jauh ini
kemudian diinterpretasi mengenai kondisi penutupan lahannya. Satuan pemetaan
dari parameter penutupan lahan ini adalah satuan penutupan lahan/penggunaan
lahan yang homogen. Parameter vegetasi permanen pada dasarnya juga sama
dengan parameter penutupan lahan yaitu dinilai berdasarkan persentasi
tutupan tajuk pohon. Dengan demikian satuan pemetaan dari parameter vegetasi
permanen ini adalah satuan penutupan/penggunaan lahan. Perbedaan keduanya
adalah pada saat proses skoring dan pengkelasan prosentase tutupan tajuk.
Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena
penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta
statusnya (Bakosurtanal, 2007). Adanya aktivitas manusia dalam menjalankan
kehidupan ekonomi, social dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan
penutup/penggunaan lahan. Di perkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola
yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban
Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi di bidang
pertanian atau perkebunan. Dalam kondisi ini akan terjadi perubahan lahan
hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan dan atau
pertanian yang dirasa lebih menguntungkan (Sitorus, dkk, 2006).
7
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan Vegetasi
Kerapatan vegetasi dapat didekati dengan pengenalan manual atau dengan
cara digital. Pengenalan manual dapat menghasilkan kerapatan secara kualitatif
atau kuantitatif dengan tingkat ketelitian yang rendah. Kerapatan tajukdapat
diketahui dengan cara digital. Dasar pengenalan kerapatan tajuk dengan cara
digital adalah nilai pantulan spektral hijau daun. Berdasarkan tinggi rendahnya
intensitas pantulan hijau daun dapat dikelaskan sebagai indikasi tingkat kerapatan
tajuk (BPDAS, 2006).
Klasifikasi kerapatan tajuk ini dilakukan dengan menggunakan program
pengolah data citra (image processing), dimana di dalamnya tersedia modul untuk
menghitung nilai intensitas pantulan spektral hijau daun. Sesuai dengan
karakteristiknya, saluran merah dan infra merah sangat sesuai dengan kepekaan
terhadap pantulan hijau dari kandungan klorofil daun. Oleh sebab itu,
keduasaluran tersebut digunakan untuk mengidentifikasi pantulan hijau daun
dengan menggunakan formula NDVI (Normalized Defference Vegetation
Index) (BPDAS, 2006).
Rentang nilai NDVI adalah antara -1,0 hingga +1,0. Nilai yang lebih besar
dari 0,1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari
vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0,1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan
dan lahan kosong, dan nilai yang kurang dari 0 kemungkinan mengindikasikan
awan es, awan air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0,1
untuk lahan savanna (padang rumput) hingga 0,8 untuk daerah hutan hujan tropis
(Tinambunan, 2006).
8
Universitas Sumatera Utara
NDVI (Normalized Defference Vegetation Index) adalah salah satu cara
yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi di suatu
wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam
menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispectral penginderaan
jauh. Secara definisi matematis, dengan menggunakan NDVI, maka suatu wilayah
dengan kondisi vegetasi yang rapat akan memiliki nilai NDVI yang positif.
Sedangkan nilai NDVI perairan bebas akan cenderung bernilai negatif.
Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis (GIS)
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra
satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka
bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan
dengan data-data lain yang mendukung ke dalam sistem informasi geografis
(Sulistiyono, 2008).
Data penginderaan jarak jauh (PJJ) amat lazim digunakan dalam kegiatankegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini
dikarenakan data PJJ memuat kondisi fisik dari permukaan bumi yang dapat
dianalisa sehingga menghasilkan informasi faktual tentang sumberdaya yang ada
dalam skala luas dan dilakukan berulang kali untuk keperluan pemantauan
(Ekadinata et al., 2008).
Pemetaan hutan menggunakan teknologi inderaja multitemporal mampu
memberikan data mengenai luasan hutan, kerapatan hutan, dan perubahannya.
Sedangkan SIG dapat menganalisis secara keruangan aspek-aspek yang
berpengaruh terhadap dinamika perubahan hutan diasosiasikan dengan beberapa
feature atau kenampakan lain di permukaan bumi (Yuwono dan Suprajaka, 2003).
9
Universitas Sumatera Utara
Download