bab ii penerapan prinsip kehati-hatian sesuai dengan penanganan

advertisement
24
BAB II
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN SESUAI DENGAN
PENANGANAN BISNIS KARTU KREDIT DALAM ATURAN INTERNAL
PT.BANK NEGARA INDONESIA
A. Prinsip Kehati-hatian Dalam Perbankan.
1. Pengertian dan Pengaturan Prinsip Kehati-hatian Dalam Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
Black Law Dictionary memberikan rumusan tentang “prinsip” sebagai berikut:
Principle. A fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or
doctrine which furnishes a basis or origin for others; a settled rule of action,
procedure, or legal determination. A truth or proposition so clear that it cannot
be proved or contradicted unless by a proposition which is still clearer. That
which constitutes the essence of a body or its constituent parts.34
Terjemahan:
Prinsip merupakan sebuah kebenaran mendasar atau doktrin, sebagai hukum,
aturan yang komprehensif atau doktrin yang melengkapi dasar atau asal bagi
orang lain; yang menetap aturan tindakan, prosedur, atau penentuan hukum.
Sebuah kebenaran atau proposisi sehingga jelas bahwa hal itu tidak bisa
terbukti atau bertentangan kecuali dengan proposisi yang masih jelas. Itulah
yang merupakan esensi dari tubuh atau bagian-bagian penyusunnya.
Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas atau prinsip
yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang
dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1998
34
Henry Campbell Black, Op.Cit, hal.1357
Universitas Sumatera Utara
25
bahwa “perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. 35
Ada satu Pasal dalam UU Perbankan yang secara eksplisit mengandung
subtansi prinsip kehati-hatian, yakni Pasal 29 ayat (2), (3) dan (4) UU Nomor 10
Tahun 1998.
Pasal 29 ayat (2) menentukan sebagai berikut:
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.
Pasal 29 ayat (3) menentukan sebagai berikut:
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya
kepada bank”.
Pasal 29 ayat (4) menentukan sebagai berikut:
“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah
yang dilakukan melalui bank”. Jika memperhatikan judul Bab V UU Perbankan
(terdiri dari Pasal 29 s/d Pasal 37B), maka Pasal 29 merupakan pasal yang
termasuk dalam ruang lingkup pembinaan dan pengawasan. Artinya, ketentuan
35
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal.18
Universitas Sumatera Utara
26
prudent banking sendiri merupakan bagian dari pembinaan dan pengawasan
bank. Lebihkhusus lagi menururt Anwar Nasution, ketentuan prudent banking
termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti sempit. 36 Sebenarnya
pengaturan prinsip kehati-hatian ini ternyata termaktub juga pada bagian pasal
sebelumnya, yaitu Pasal 8, 10, dan 11 UU Perbankan.
Pasal 8 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menentukan sebagai berikut:
Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan
yang dijanjikan.
Pasal 10 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menentukan sebagai berikut:
“Bank Umum dilarang
a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b dan huruf c
b. melakukan usaha perasuransian
c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dan Pasal 7”.
Pasal 11 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
Pasal 11 ayat (1) menentukan sebagai berikut:
“Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan,
penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait,
termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan
bank yang bersangkutan”.
36
Anwar Nasution, Pokok-pokok pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan
dalam rangka Pemantapan Kepercayaan kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah
disampaikan pada Seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank terhadap Nasabah”, Departemen
Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 24-25 Juni 1997, hal.2.
Universitas Sumatera Utara
27
Pasal 11 ayat (2) menentukan sebagai berikut:
“Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi
30 % (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia”.
Pasal 11 ayat (3) menentukan sebagai berikut
“Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan,
penempatan investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada :
a. Pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh per seratus) atau lebih
dari modal disetor bank
b. Anggota dewan komisaris
c. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c
d. Pejabat bank lainnya, dan
e. Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari
pihakpihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e”.
Pasal ayat (4) menentukan sebagai berikut:
“Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi
10 % (sepuluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh BI”.
Apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian, oleh UU Perbankan sama
sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian ketentuan maupun dalam penjelasannya. UU
Perbankan hanya menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (2), (3), dan (4). Dalam bagian akhir ayat (2) misalnya
disebutkan bahwasanya “bank wajib melaksanakan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian”. Dalam pengertian, bank wajib untuk tetap senatiasa memelihara
Universitas Sumatera Utara
28
tingkat kesehatan bank, kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Apa saja
yang dimaksud dengan aspek lain itu tidak dijelaskan. Dalam pada itu, dalam rangka
mendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam
pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehatian-hatian, bank wajib memiliki
dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam bentuk self regulations. Anwar
menyebutkan bahwa:
“Ruang aturan prudent banking (pembinaan dalam arti sempit) meliputi
persyaratan modal awal maupun rasio modal terhadap kemungkinan risiko yang
dihadapinya, BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), rasio pinjaman
terhadap deposito (LDR) maupun posisi luar negeri (NOP), rasio cadangan
minimum, cadangan penghapusan aktiva produktif (kredit macet), transparansi
pembukuan berdasarkan standarisasi akuntansi serta audit”. 37
Hal menarik dalam ketentuan prinsip kehati-hatian bank adalah adanya
kewajiban bagi bank menyediakan informasi sehubungan dengan transaksi nasabah,
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan Nomor 10 Tahun
1998. Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian
nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh infomasi perihal kegiatan usaha
dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi
dalam dunia perbankan. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak
sebagai perantara dana dari nasabah atau pembelian/penjualan surat berharga untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya. 38 Walaupun ketentuan ini terkesan
berlebihan, tetapi ketentuan ini menunjukkan bank benar-benar memiliki tanggung
37
38
Anwar Nasution, Loc.Cit
Penjelasan Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan
Universitas Sumatera Utara
29
jawab terhadap pada nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka menjaga
hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab, jika sekali nasabah
dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada bank
bersangkutan.Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dan
nasabahnya yang bukan hanya sekedar hubungan debitur – kreditur semata,
melainkan lebih dari itu sebagai hubungan kepercayaan (fiduaciary relationship). 39
Dalam sejarah perbankan Indonesia, ketentuan prudent banking pernah diatur
secara khusus dalam beberapa paket deregulasi, misalnya paket deregulasi 25 Maret
1989 dan paket deregulasi Februari 1991. Salah satu tujuan atau tugas yang diemban
Paket Februari 1991 adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan
persyaratan permodalan minimum 8% (delapan persen) dari kekayaan. Paket tersebut
diharapkan mampu meningkatkan kualitas perbankan Indonesia. 40 Pengaturan
prudent banking saat ini sudah cukup banyak, bahkan sudah seringkali dilakukan
revisi atau pergantian, baik setelah lahirnya UU Nomor 7 Tahun 1992 maupun ketika
pemerintah mengundangkan UU Nomor 10 Tahun 1998. Regulasi tersebut sebagian
besar diwujudkan dalam bentuk Surat Edaran dan Surat Keputusan Direksi BI.
39
St. Remi Sjahdeini, BI Sebagai Penggerak Utama Reformasi Peraturan Perundangundangan, Pidato Ilmiah dalam Rangka Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum UNAIR Surabaya, tanggal 16 Desember 1996
40
Deregulasi
Perbankan
:
Sejumlah
Aturan
http://www.tempo.co.id/ang/01/52/utama3.htm. diakses 20 April 2012
Tambal
Sulam,
dalam
Universitas Sumatera Utara
30
2. Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian
Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur
keharusan penggunaan prinsip kehati-hatian oleh perbankan Indonesia dalam
menjalankan usahanya. Ketentuan dalam Pasal 2 tersebut tidak diubah oleh undangundang perbankan yang baru, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Kemudian
prinsip kehati-hatian itu diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 pada perubahan Pasal 29 ayat (1) yang berbunyi:
“ Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia” Ketentuan
Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi: “bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, dan rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan
dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehatihatian.” Di dalam ayat (5) disebutkan “ Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh
bank sebagaimana dimaksud dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Berdasarkan penjelasan tersebut memberikan pengertian BI diberi kewenangan
untuk menetapkan pengaturan mengenai pelaksanaan kewajiban bank untuk
melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Selain itu, BI juga diberi
kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik
yang bersifat preventif maupun represif. Semua itu diberikan oleh undang-undang
dalam rangka memastikan dilaksanakannya prinsip kehati-hatian oleh bank dalam
menjalankan usahanya.
Surat edaran ini merupakan peraturan pelaksana dari PBI No. 14/2/PBI/2012
tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang
Universitas Sumatera Utara
31
Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Surat edaran BI ini diperlukan untuk
meningkatkan penerapan aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen, dan
aspek peningkatan standar keamanan teknologi APMK. Surat Edaran bernomor
14/17/DASP tentang perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
11/10/DASP
perihal
Penyelenggaraan
Kegiatan
Alat
Pembayaran
dengan
Menggunakan Kartu dimana resmi berlaku mulai 7 Juni 2012.
Kepala Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran BI Boedi Armanto
dalam surat edaran tersebut menjelaskan materi dalam perubahan SE ini menyangkut
perlindungan nasabah, prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, standar keamanan
kartu, kerjasama penyelenggara APMK dengan pihal lain, serta penyampaian laporan.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 17 /DASP perihal Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu 7 Juni 2012, ringkasannya yaitu:
a. Materi yang dimuat dalam perubahan Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain
mencakup:
1) prinsip perlindungan nasabah
2) prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam pemberian kartu kredit
3) standar keamanan APMK
4) kerjasama antara penyelenggara APMK dengan pihak lain
5) penyampaian laporan.
b. Dalam rangka penerapan prinsip perlindungan nasabah, Penerbit APMK
diwajibkan:
Universitas Sumatera Utara
32
1) menyampaikan informasi tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan
Pemegang Kartu atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib
menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis
dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh calon Pemegang Kartu dan
Pemegang Kartu, dan
2) menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat secara mudah digunakan
dan/atau dihubungi oleh calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu dalam
rangka melakukan verifikasi kebenaran segala fasilitas yang ditawarkan
dan/atau informasi yang disampaikan oleh Penerbit.
c. Untuk Kartu Kredit, informasi tertulis sebagaimana yang dimaksud pada butir 2.a
yang wajib disampaikan oleh Penerbit Kartu Kredit kepada calon Pemegang Kartu
dan Pemegang Kartu Kredit, termasuk pula informasi tentang:
1) Bunga Kartu Kredit yang paling kurang meliputi:
a) Besarnya suku bunga Kartu Kredit, baik suku bunga bulanan maupun suku
bunga tahunan
b) Pola, tata cara dan komponen penghitungan bunga Kartu Kredit dan
c) Tata cara serta persyaratan permohonan penghapusan bunga jika terdapat
kesalahan dalam pembebanan bunga kartu kredit; Informasi tata cara dan
dasar penghitungan bunga kartu kredit harus dilengkapi dengan contoh atau
ilustrasi yang mudah dipahami oleh pemegang kartu kredit. Besarnya suku
bunga kartu kredit tidak boleh melampaui suku bunga maksimum yang
diditetapkan oleh Bank Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
33
2) Tata cara dan persyaratan bagi pemegang kartu kredit untuk mengakhiri
dan/atau menutup fasilitas kartu redit, yang paling kurang memuat informasi:
a) Persyaratan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit
b) Mekanisme pengajuan permohonan pengakhiran dan/atau penutupan
fasilitas Kartu Kredit
c) Jangka waktu penanganan oleh Penerbit Kartu Kredit terhadap
permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas kartu kredit dan
d) Informasi penting lainnya yang perlu diketahui oleh pemegang kartu
kredit.
3) Ringkasan transaksi pemegang kartu kredit yang mencakup informasi
transaksi pemegang kartu kredit selama satu tahun berjalan dihitung sejak
bulan mulai berlakunya kartu kredit, yang paling kurang memuat informasi:
a) total transaksi pembelanjaan selama satu tahun
b) total transaksi tarik tunai selama satu tahun
c) total bunga selama satu tahun
d) total biaya selama satu tahun
e) total denda selama satu tahun
f) performa pembayaran pemegang kartu kredit atas tagihan kartu kredit
selama satu tahun; dan
g) kualitas kredit pemegang kartu kredit posisi terakhir.
d. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kartu kredit
penerbit kartu kredit diwajibkan menerapkan manajemen risiko kredit yaitu:
Universitas Sumatera Utara
34
1) Batas minimum usia calon pemegang kartu kredit
a) Kartu Kredit utama adalah 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin
b) Kartu Kredit tambahan adalah 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin
2) Batas minimum pendapatan calon pemegang kartu kredit adalah Rp
3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) tiap bulan
3) Batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan kepada Pemegang Kartu
Kredit secara kumulatif kepada 1 (satu) Pemegang Kartu Kredit adalah sebesar
3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan
4) Batas maksimum jumlah penerbit kartu kredit yang dapat memberikan fasilitas
kartu kredit untuk 1 (satu) Pemegang Kartu Kredit adalah 2 (dua) Penerbit
Kartu Kredit
5) Persentase minimum pembayaran oleh pemegang kartu kredit paling kurang
sebesar 10% (sepuluh persen) dari total tagihan. Pembatasan pada huruf b dan
huruf c tidak berlaku bagi calon pemegang kartu kredit dan pemegang kartu
kredit yang memiliki pendapatan di atas Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
Rupiah) tiap bulan.
e. Dalam rangka memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4,
Penerbit Kartu Kredit diwajibkan untuk melakukan:
1) Pengkinian data pemegang kartu kredit
2) Penyesuaian plafon kredit dan jumlah penerbit kartu kredit yang dapat
memberikan kartu kredit terhadap pemegang kartu kredit yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
35
pendapatan tiap bulan Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) sampai dengan
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) dan
3) Pengakhiran dan/atau penutupan kartu kredit bagi pemegang kartu Kredit
yang memiliki pendapatan di bawah Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah).
Untuk pelaksanaan dan penyelesaian ketentuan ini, penerbit kartu kredit
diberikan tenggat waktu selama 2 (dua) tahun terhitung sejak 1 Januari
2013.
f. Pembayaran pemegang kartu kredit sebesar 10% (sepuluh persen) dari total
tagihan atau lebih tetapi tidak penuh, harus dialokasikan oleh penerbit kartu kredit
untuk pembayaran biaya dan denda apabila ada, dan sisanya paling kurang sebesar
60% (enam puluh persen) untuk pemenuhan kewajiban pokok transaksi.
g. Sebagai upaya peningkatan keamanan transaksi pemegang kartu kredit, penerbit
kartu kredit diwajibkan mengimplementasikan:
1) PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagai sarana verifikasi dan autentikasi;
dan
2) Transaction alert kepada pemegang kartu kredit dengan menggunakan
teknologi layanan pesan singkat (short message service/sms) atau sarana
lainnya berdasarkan pilihan Pemegang Kartu Kredit, apabila terdapat transaksi
Kartu Kredit yang memenuhi kriteria:
a) Transaksi terjadi di pedagang (merchant) yang menurut penerbit kartu
kredit memiliki risiko tinggi (high risk merchant);
Universitas Sumatera Utara
36
b) transaksi terjadi dalam jumlah dan/atau nilai yang besar atau menyimpang
dari profil transaksi Pemegang Kartu Kredit;
c) transaksi terjadi berkali-kali di Pedagang (Merchant) yang berbeda lokasi
dalam waktu yang relatif singkat;
d) transaksi terjadi berkali-kali di Pedagang (Merchant) yang sama untuk
pembayaran pembelanjaan barang dan/atau jasa yang sama; atau
e) transaksi pertama atas Kartu Kredit baru.
h. Dalam melakukan penagihan Kartu Kredit baik menggunakan tenaga penagihan
sendiri atau tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan, Penerbit
Kartu Kredit wajib memastikan bahwa:
1) tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan
tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku;
2) identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan baik oleh Penerbit
Kartu Kredit;
3) tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokok-pokok etika
penagihan sebagai berikut:
a) menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit,
yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan;
b) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman,
kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Pemegang Kartu
Kredit;
Universitas Sumatera Utara
37
c) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik
maupun verbal;
d) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain Pemegang Kartu Kredit;
e) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus
menerus yang bersifat mengganggu;
f) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili
Pemegang Kartu Kredit;
g) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul
20.00 wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit; dan
h) penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada huruf
f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau
perjanjian dengan Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu. Penerbit Kartu
Kredit juga harus memastikan bahwa pihak lain yang menyediakan jasa
penagihan yang bekerjasama dengan Penerbit Kartu Kredit juga mematuhi
etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara APMK.
i) Dalam rangka mendukung kajian Bank Indonesia untuk penetapan suku
bunga maksimum Kartu Kredit, Penerbit diwajibkan menyampaikan
Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit. Laporan ini wajib
disampaikan Penerbit Kartu Kredit kepada Bank indoensia secara berkala,
yaitu triwulanan.
j) Pemberlakuan secara efektif ketentuan dalam SEBI APMK ini diatur sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
38
1) ketentuan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian seperti minimum
usia calon Pemegang Kartu Kredit, minimum pendapatan calon
Pemegang Kartu Kredit, batas maksimum plafon kredit, batas maksimum
perolehan Kartu Kredit, maksimum suku bunga Kartu Kredit, dan
penyampaian transaction alert, diberlakukan secara efektif per 1 Januari
2013
2) ketentuan mengenai migrasi teknologi tanda-tangan menjadi PIN paling
kurang 6 (enam) digit untuk transakasi Kartu Kredit wajib diselesaikan
paling lambat 31 Desember 2014. Dengan demikian per 1 Januari 2015
penggunaan PIN paling kurang 6 (enam) digit untuk transaksi Kartu
Kredit sudah wajib diimplementasikan secara penuh, dan
3) ketentuan-ketentuan lainnya diberlakukan sejak tanggal perubahan SEBI
APMK ini diterbitkan. 41
B. Kartu Kredit
1. Pengertian Dan Pengaturan Kartu Kredit Dalam Undang-undang
Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
Dalam perkembangan abad modern ini, masyarakat akan lebih mengharapkan
adanya kemudahan dalam melakukan segala macam transaksi. Bank sebagai salah
satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa, juga harus
41
www.bi.go.id (diakses 10 September 2012)
Universitas Sumatera Utara
39
meningkatkan produk pelayanan jasanya. Salah satu produk yang biasanya ada pada
setiap bank adalah kartu kredit. 42
Kartu kredit merupakan salah satu alat bayar dalam transaksi perdagangan
yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Istilah kartu kredit dalam bahasa
Inggris disebut dengan credit card yang didalamnya mencantumkan identitas
pemegang kartu kredit dan penerbit yaitu bank/perusahaan pembiayaan. Selain
menunjukkan identitas pemegang dan penerbit, istilah kartu kredit juga menunjukkan
cara pembayarannya yang dilakukan dengan tidak menggunakan uang tunai,
meskipun transaksinya dilakukan secara tunai. Kartu kredit ini umumnya dibuat dari
bahan plastik dan berukuran kecil, sehingga istilah kartu kredit sering juga disebut
kartu plastik. Dengan bentuk ukurannya yang kecil, menjadikan kartu plastik/kartu
kredit sebagai alat bayar yang aman, praktis, mudah, dan sekaligus meningkatkan
prestise bagi pemegangnya. 43
Berbeda dengan kartu debit, dimana pemilik kartu (nasabah) wajib
mempunyai dana yang cukup pada rekening nasabah pada bank yang bersangkutan,
maka dalam kartu kredit nasabah benar-benar diberikan kredit. Dalam layanan kartu
kredit nasabah tidak diwajibkan mempunyai rekening di bank yang bersangkutan.
Jadi, kartu kredit ini hakikatnya merupakan alat pembayaran transaksi yang
memberikan fasilitas kredit kepada pemiliknya, dimana pada saat jatuh tempo,
42
43
Ismail, Managemen Perbankan , (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2010), hal. 169
Sunaryo, Op.Cit, hal. 115
Universitas Sumatera Utara
40
tagihan atas transaksi tersebut dapat dibayarkan penuh atau sebagian yang telah
ditentukan minimalnya dan sisanya menjadi fasilitas kredit.
44
Unsur-unsur dari pengertian kartu kredit adalah sebagai berikut. 45
Pertama subjek kartu kredit, subjek kartu kredit adalah pihak-pihak yang terlibat
dalam transaksi penggunaan kartu kredit. Pihak-pihak tersebut terdiri atas pemegang
kartu kredit (card holder) sebagai pembeli, pengusaha dagang (merchant) sebagai
penjual, dan bank/perusahaan pembiayaan sebagai penerbit (issuer).
Kedua objek kartu kredit, Objek karu kredit adalah barang/jasa yang diperdagangkan
(merchandise) oleh pengusaha dagang sebagai penjual, harga yang dibayar oleh
pemegang kartu kredit sebagai pembeli, dan dokumen jual beli (sales document) yang
terbit dari transaksi jual beli.
Ketiga peristiwa kartu kredit, peristiwa kartu kredit adalah perbuatan hukum (legal
act) yang menciptakan perjanjian penerbitan kartu kredit antara pemegang kartu
kredit dan penerbit. Di samping itu, perbuatan hukum yang menciptakan penggunaan
kartu kredit antara pemegang kartu kartu kredit sebagai pembeli, pengusaha dagang
sebagai penjual, dan bank/perusahaan pembiayaan sebagai penerbit.
Keempat hubungan kartu kredit, dalam perjanjian penerbitan kartu kredit timbul
hubungan hak dan kewajiban. Pemegang kartu kredit wajib menyetorkan dana kepada
penerbit, dan penerbit wajib menerbitkan dan menyerahkan kartu kredit kepada
pemegang kartu kredit. Dalam perjanjian penggunaan kartu kredit, pemegang kartu
44
45
Try Widiono, Op. Cit. hal.204
Sunaryo, Op. Cit, hal. 117
Universitas Sumatera Utara
41
kredit wajib membayar barang/jasa kepada penjual dengan cara menunjukkan kartu
kredit dan menandatangani tanda lunas pembayaran, penjual wajib menyerahkan
barang/jasa kepada pemegang kartu kredit sebagai pembeli, dan penerbit wajib
membayar kepada penjual yang menyodorkan tanda lunas pembayaran yang
ditandatangani oleh pemegang kartu kredit.
Kelima jaminan kartu kredit, jaminan (security) bagi penerbit didasarkan pada
perjanjian penerbitan kartu kredit. Pemegang kartu kredit adalah orang yang dapat
dipercaya oleh penerbit dan wajib mematuhi ketentuan dan persyaratan perjanjian
yang telah ditetapkan oleh penerbit. Sesuai dengan perjanjian, secara berkala
pemegang kartu kredit membayar tagihan yang disampaikan oleh penerbit.
Kepercayaan dan pembayaran tagihan adalah jaminan bagi penerbit untuk membayar
harga barang/jasa yang ditagih oleh penjual.
a. Dasar Hukum Atas Legalisasi Pelaksanaan Kartu Kredit Di Indonesia.
1) Perjanjian antara para pihak sebagai dasar hukum sebagaimana diketahui sistem
hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat 1
KUHPerdata). Pasal 1338 ayat 1 tersebut menyatakan bahwa setiap perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang
membuatnya. Dengan berlandaskan kepada pasal 1338 ayat 1 ini maka asal
tidak bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku, maka setiap
perjanjian (lisan maupun tertulis) yang dibuat oleh para pihak yang terlibat
dalam kegiatan kartu kredit, akan berlaku sebagai undang-undang bagi para
pihak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
42
2) Perundang-undangan sebagai dasar hukum. Ada berbagai perundang-undangan
lain dengan tegas menyebutkan dan memberi landasan hukum terhadap
penerbitan dan pengoperasian kartu kredit ini yaitu sebagai berikut:
a) Keppres No.6 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan No.61 Tahun 1998
tentang . Pranata hukum kartu kredit di Indonesia dimulai pada tahun 1988,
yaitu dengan dikeluarkannya Keppres tentang Lembaga Pembiayaan, dan
Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan tersebut
menjadi titik awal sejarah perkembangan pengaturan kartu kredit sebagai
lembaga bisnis pembiayaan di Indonesia. 46 Pasal 2 ayat 1 dari Keppres
No.61 ini antara lain menyebutkan bahwa salah satu kegiatan dari lembaga
pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit. Sementara dalam Pasal 1
ayat 7 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perusahaan kartu kredit
adalah badan usaha yang kegiatan usaha nya pengelolaan kartu kredit”.
Menurut Pasal 3 dari Keppres No.61 ini yang dapat melakukan kegiatan
lembaga pembiayaan tersebut termasuk kegiatan kartu kredit adalah : 1.
Bank. 2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (sekarang sudah tidak ada lagi
dalam sistem keuangan kita). 3. Perusahaan Pembiayaan.
b) Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana berkali-kali
diubah,
46
terakhir
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan
RI
Ibid
Universitas Sumatera Utara
43
No.448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 2 dari
Keputusan Menkeu No.1251 ini kembali menegaskan bahwa salah satu dari
kegiatan Lembaga Pembiayaan adalah usaha kartu kredit. Selanjutnya dalam
pasal 7 ditentukan bahwa pelaksanaan kegiatan kartu kredit dilakukan
dengan cara penerbitan kartu kredit yang dapat dipergunakan oleh
pemegangnya untuk pembayaran pengadaan barang dan jasa. 47
c) Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan seperti yang telah
diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Sehubungan dengan
perbankan, kartu kredit legitimasinya dalam Undang-Undang No.7 Tahun
1992 seperti yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998
Pasal 6 huruf I nya dengan tegas menyatakan bahwasanya salah satu
kegiatan bank adalah melakukan usaha kartu kredit.
d) Berbagai peraturan perbankan lainnya yang mengatur yang mengatur lebih
lanjut atau menyinggung kartu kredit ini yang dikeluarkan dari waktu ke
waktu.
b. Pengaturan Kartu Kredit
Segi hukum perdata ada dua sumber hukum perdata untuk kegiatan
pembiayaan kartu kredit, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan
dibidang hukum perdata.
1) Asas kebebasan berkontrak
47
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 15
Universitas Sumatera Utara
44
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan pembiayaan kartu kredit selalu
dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar
kepastian hukum (legal certainty). Dalam hubungan hukum kartu kredit terdapat
perjanjian, yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit. Perjanjian penerbitan kartu kredit
adalah persetujuan antara bank/perusahaan pembiayaan sebagai penerbit dan
pemegang kartu kredit sebagai peminjam uang. Kemudian penggunaan kartu kredit
adalah persetujuan yang melibatkan 3(tiga) pihak, yaitu bank/perusahaan pembiayaan
sebagai penerbit dan pembayar, pemegang kartu kredit sebagai pembeli dan
perusahaan dagang sebagai penjual. Perjanjian tersebut dibuat berdasarkan asas
kebebasan berkontrak para pihak yang memuat rumusan kehendak berkontrak para
pihak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari masingmasing para pihak. 48Perjanjian penerbitan kartu kredit dan perjanjian penggunaan
kartu kredit merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat
secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Akibat hukum yang dibuat perjanjian secara sah maka akan berlaku
sebagai undang-undang dari pihak-pihak, yaitu bank/ perusahaan pembiayaan,
pemegang kartu kredit, dan perusahaan dagang (Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata).
Konsekuensi Yuridis selanjutnya, perjanjian tersebut haruis dilaksanakan dengan
itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral
invoidable). Perjanjian penerbit kartu kredit tersebut berfungsi sebagai dokumen
48
Sunaryo, Op.Cit, hal.118
Universitas Sumatera Utara
45
bukti yang sah bagi bank/perusahaan pembiayaan, pemegang kartu kredit, dan
perusahaan dagang.
2) Undang-undang di Bidang Hukum Perdata
Perjanjian kartu kredit merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang
tunduk pada ketentuan Buku III KUHPerdata. Sumber hukum utama kartu kredit
adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli
bersyarat yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Kedua sumber hukum utama
dibahas dalam konteksnya kartu kredit.
a) Perjanjian pinjam pakai habis
Perjanjian kartu kredit yang terjadi antara bank/perusahaan pembiayaan dan
pemegang kartu kredit digolongkan kedalam perjanjian pinjam habis pakai yang
diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan
bahwa pinjaman pakai habis adalah perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman
menyerahkan sejumlah barang habis pakai kepada peminjam dengan syarat bahwa
peminjam akan mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam
jumlah dan keadaan yang sama. Dalam pengertian “barang habis pakai” termasuk
juga sejumlah uang yang dipinjamkan oleh pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman
adalah penerbit, yaitu bank/perusahaan pembiayaan yang berkedudukan sebagai
kreditor, sedangkan peminjam adalah pemegang kartu kredit yang berkedudukan
sebagai debitur. Karena barang habis pakai yang dipinjam itu adalah sejumlah
uang, menurut ketentuan pasal 1765 KUH Perdata pihak-pihak (bank/perusahaan
pembiayaan dan pemegang kartu kredit) boleh memperjanjikan pengembalian
Universitas Sumatera Utara
46
uang pokok ditambah dengan bunga. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa perjanjian penerbitan kartu kredit tergolong perjanjian khusus
yang objeknya adalah barang habis pakai yang di atur dalam Pasal 1754-1773
KUH Perdata. Dengan demikian, ketentuan pasal-pasal tersebut berlaku terhadap
dan sejauh relevan dengan perjanjian penerbitan kartu kredit, kecuali apabila
dalam perjanjian diatur secara khusus menyimpang.
b) Perjanjian jual beli bersyarat
Perjanjian penggunaan kartu kredit adalah perjanjian yang terjadi antara pemegang
kartu kredit sebagai pembeli, perusahaan dagang sebagai penjual dan
bank/perusahaan pembiayaan sebagai penerbit dan pembayar. Perjanjian ini
merupakan perjanjian (accessoir) dari perjanjian penerbit kartu kredit sebagai
perjanjian pokok. Perjanjian ini digolongkan ke dalam perjanjian jual beli yang
diatur dalam Pasal 1457-1518 KUH Perdata, tetapi pelaksanaan pembayaran
digantungkan pada syarat yang disepakati dalam perjanjian pokok yaitu perjanjian
penerbitan kartu kredit. Menurut Pasal 1513 KUH Perdata bahwa pembeli wajib
membayar harga pembelian pada waktu dan tempat yang ditetapkan menurut
perjanjian. Syarat waktu dan tempat pembayaran ditetapkan dalam perjanjian
pokok, yaitu pembayaran dengan menggunakan kartu kredit yang saat dan tempat
pembayaran
ketika
penjual
(perusahan
dagang)
menyerahkan
kepada
bank/perusahaan pembiayan surat tanda pembelian yang ditandatangani oleh
pemegang kartu kredit. Dalam perjanjian penggunaan kartu kredit, penjual
(perusahaan dagang) setuju menjual barang/jasa kepada pembeli (pemegang kartu
Universitas Sumatera Utara
47
kredit) dengan menggunakan kartu kredit. Penjual setuju bahwa harga akan
dibayar penerbit (bank/perusahaan pembiayaan) ketika surat tanda pembelian yang
ditandatangani oleh pembeli diserahkan kepada penerbit. Syarat perjanjian tersebut
mengikat penjual dan pembeli sama mengikatnya dengan perjanjian jual beli
tersebut. Penerbit juga terikat karena ketika kartu kredit diterbitkan, penerbit akan
membayar harga pembelian barang/jasa kepada siapa pun kartu kredit itu
digunakan. 49
c. Karakteristik Yuridis Dari Kartu Kredit.
Ditinjau dari segi Yuridis ternyata kartu kredit ini mempunyai karakteristik
yuridis tertentu yang berbeda dengan alat pembayaran lainnya seperti cek, wesel atau
uang tunai.
1) Perjanjian-perjanjian tentang kartu kredit yaitu perjanjian-perjanjian yang terjadi
antara para pihak yang terlibat dalam pengeluaran dan pemakaian kartu kredit
agak unik apabila ditinjau dari segi hukum. Perjanjian dibagi menjadi dua
kategori:
a) Antara Penerbit dengan Pemegang
Antara pihak penerbit dengan pemegang kartu kredit terjadi suatu hubungan
hukum dalam bentuk perjanjian, biasanya didahului oleh proses di mana pihak
pemegang mempelajari terlebih dahulu syarat-syarat dan kondisi yang berlaku
terhadap kartu kredit yang bersangkutan. Perjanjian antara pihak penerbit dengan
pihak pemegang kartu kredit ini mirip dengan perjanjian kredit bank, dimana hutang
49
Ibid, hal 120
Universitas Sumatera Utara
48
akan dibayar kembali secara mencicil pada kartu kredit (dalam arti sempit) dan akan
dibayar kembali sekaligus pada waktu penagihan dalam kasus kartu pembayaran
tunai (charge card). Karakteristik lainnya adalah pembeli pinjaman tidak dapat
meminta kembali barang yang dipinjamkan (in casu pembayaran hutang) sebelum
lewat waktu yang telah ditentukan di dalam perjanjian. Lihat Pasal 1759 KUHPerdata
kecuali jika ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi yang menurut perjanjian tersebut,
pihak peminjam diharuskan membayar hutang sebelum jatuh tempo.
b) Antara Pemegang dengan Penjual Barang/jasa
Antara pihak pemengang kartu kredit dengan pihak penjual barang dan jasa
terdapat hubungan hukum berupa perjanjian, bahkan seringkali secara tidak tertulis.
Yang paling lazim tentunya perjanjian jual beli. Yang terjadi adalah perjanjian tiga
pihak antara pihak penjual, pembeli dan pemegang kartu. Perjanjian tiga ini
merupakan assessoir terhadap perjanjian pokoknya yaitu perjanjian penerbitan kartu
kredit antara pihak penerbit dengan pembeli
2) Apakah kartu kredit termasuk surat berharga. Dapat diketahui bahwa dalam KUH
Dagang disebutkan beberapa jenis surat berharga seperti cek, wesel, Aksep dan
sebagainya. Sebenarnya surat berharga mempunyai tiga fungsi utama sebagai
berikut:
a) Sebagai alat bayar (alat tukar pengganti uang)
b) Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (dapat diperjualbelikan)
c) Sebagai surat bukti hak tagih (legitimasi). Sungguhpun kartu kredit telah
mirip dengan surat berharga tetapi dalam pengertian hukum belumlah dapat
Universitas Sumatera Utara
49
dipandang suatu surat berharga. Sebab jika dilihat dari ke tiga fungsi surat
berharga tersebut hanya fungsi yang pertama yang dipenuhi oleh kartu kredit.
Yaitu fungsi sebagai alat pembayaran (pengganti uang kontan). Sedangkan
fungsi kedua tidak terpenuhi sama sekali. Sementara fungsi ketiga juga
terpenuhi walaupun secara tidak langsung hak tagih tersebut dapat dipenuhi
tetapi bukan oleh kartu kredit, melainkan oleh slip pembayaran yang telah
ditandatangani oleh pemegang kartu kredit. 50
2. Prinsip Kehati-hatian Dalam Bisnis Kartu Kredit
Prinsip kehati-hatian atau dikenal dengan prudential banking seakan-akan
menjadi momok yang sangat menakutkan bagi lembaga perbankan, khususnya bagi
pengurus dan karyawan perbankan karena seseorang kini dengan mudah dijadikan
objek penyelidikan, penyidikan, dan dakwaan, dan sekaligus menjadi tersangka
dalam suatu tindak pidana yang digelar oleh para penegak hukum, yang menganggap
yang bersangkutan telah melakukan tindakan melanggar prinsip kehati-hatian tanpa
adanya dukungan fakta dan data yang memadai, sesuai prinsip dasar tuntutan dalam
ilmu hukum. Akibat lebih jauh dari sikap pegawai pegawai perbakan demikian sedikit
banyak berpengaruh pada momentum laju pertumbuhan pemberian fasilitas kredit. 51
Jika melihat permasalahan demikian dengan hati yang bening dan jujur,
bahasan mengenai prinsip kehati-hatian melahirkan berbagai macam ragam tafsir,
50
http://www.scribd.com/doc/22370900/Paper-Tentang-Kartu-Kredit, diakses 1 September
2012
51
Tri Widiono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Jakarta, Ghalia indonesia,
2009) hal 97
Universitas Sumatera Utara
50
bias, dan artifisial. Prinsip kehati-hatian merupakan bentuk cita-cita yang paling ideal
berada dalam dunia idealisme tertinggi tanpa cacat.
Sebenarnya prinsip kehati-hatian adalah suatu nasihat bahwa setiap mahluk
harus bersikap hati-hati. Tegasnya nasihat untuk bersikap hati-hati adalah nasihat
antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Dengan demikian tidaklah tepat
jika seseorang yang melanggar “nasihat” harus dianggap pelanggaran terhadap
normatif hukum karena suatu nasihat bukanlah norma hukum, tetapi merupakan
tingkatan tertinggi dari suatu nilai idealisme. Sekalipun dalam perkembangannya
pelanggaran hukum juga dapat diartikan sebagai juga bukan hanya hukum positif
yang berlaku, tetapi juga ketentuan-ketentuan internal, termasuk di dalamnya standart
operasional procedure, manual, job description, dan demikian dalam setiap sangkaan
atau dakwaan haruslah mendasarkan pada prinsip umum dalam melakukan lain-lain.
Namun sangkaan atau dakwaan yang terlebih dahulu harus terbukti adanya delik dan
baru pada unsur pertanggungjawaban.
52
Prinsip kehati-hatian juga tidak berlaku untuk suatu kebijakan yang
didasarkan pada prinsip judgment rule karena doktrin judgmen rule merupakan suatu
doktrin yang didasarkan pada hakikat manusia dengan segala kodratnya, dimana
dalam membuat persepsi ke depan, sering mengalami suatu keadaan di mana
prediksinya menjadi tidak tepat. Doktrin ini mendudukkan manusia pada proporsi
yang sebenarnya, dengan segala kekuranganya mengalami kekeliruan dan/atau
kegagalan suatu pencapaian dari harapan yang didasarkan pada prediksi sejak awal.
52
Ibid, hal. 100
Universitas Sumatera Utara
51
Doktrin business judgment rule memberikan perlindungan kepada seseorang dari
kemungkinan adanya kekeliruan yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang wajar dan
manusiawi, dengan kata lain tidak semua wrong dianggap sebagai kesalahan
(guility). 53
Kenyataan bertahun-tahun membuktikan bahwa bank merupakan simbol
kepercayaan masyarakat terhadap kondisi moneter suatu negara. begitu besarnya
kepercayaan masayarakat terhadap Bank , sehingga sebuah bank menderita "sakit"
sedikit saja, pengaruhnya cukup terasa bagi sendi-sendi ekonomi negara. peran
otorias moneter, seperti Bank Indonesia mutlak diperlukan guna mengawasi tingkat
kesehatan suatu bank.
Selain itu, menyadari masih banyaknya laporan kejahatan kartu kredit di
masyarakat, Bank Indonesia menerbitkan aturan yang mewajibkan bank-bank
meningkatkan fitur keamanan pada kartu kredit yang diedarkan. Salah satu fitur yang
disarankan bank sentral adalah memakai teknologi chip. Diharapkan dengan
pemakaian chip, keamanan pemakai kartu kredit dapat semakin terjaga. hal ini
disebabkan karena teknologi chip memuat sejumlah aplikasi dan pengamanan yang
berlapis berbasis kriptogram.
Bank Indonesia juga memandang penting program komunikasi dan sosialisasi
dalam upaya mencegah praktik kejahatan kartu kredit dengan mengikutsertakan
AKKI (Asosiasi Kartu Kredit Indonesia), YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia) dan aparat penegak hukum. adapun wujud program ini telah dilaksanakan
53
Ibid
Universitas Sumatera Utara
52
seperti gelar kasus AKKI dan aparat penegak hukum. Bulan pengaduan nasabah
pemagang kartu (ATM, debet dan kartu kredit) bersama YLKI atau berbasis program
edukasi publikmelalui media massa. dan yang tidak kalah penting adalah program
apresiasi kepada aparat penegak hukum yang berhasil menangani tindak kejahatan
kartu (ATM, debet dan kartu kredit) bersama YLKI atau berbagai program edukasi
publik melalui media massa. dan yang tidak kalah penting adalah program apresiasi
kepada aparat penegak hukum yang berhasil menangani tindak kejahatan kartu
(ATM, debet dan kartu kredit).
C. Gambaran Umum Bank Negara Indonesia
PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk lebih dikenal dengan Bank BNI
merupakan satu dari beberapa bank tertua dan terbesar yang pernah dan sampai saat
ini ada di Indonesia. Sejarah berdirinya PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk,
erat hubungannya dengan sejarah perjuangan kemerdekaan Bangsa dan Negara
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945. Berdirinya PT. Bank
Negara Indonesia (persero) Tbk, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada sidang Dewan Menteri
Republik Indonesia tanggal 19 September 1945, diputuskan untuk mendirikan sebuah
bank milik negara yang berfungsi sebagai bank sirkulasi. Walaupun menghadapi
berbagai hambatan dan kesulitan, pada tanggal 5 Juli 1946 dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1946, berhasil didirikan bank
Universitas Sumatera Utara
53
sirkulasi atau Bank Sentral Milik Negara Republik Indonesia dengan nama Bank
Negara Indonesia. 54
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, bangsa dan Bank
Negara Republik Indonesia, selama 66 tahun usia BNI sejak didirikan pertama kali
pada tanggal 5 Juli 1946, BNI terus tumbuh dan berkembang bersama Negeri,
mengawal pembangunan di berbagai sektor industri, sesuai dengan tagline BNI
Melayani Negeri, Kebanggaan Bangsa, berdiri sejak 1946, BNI yang dahulu dikenal
sebagai Bank Negara Indonesia, merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki
oleh Pemerintah Indonesia. Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan alat
pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia, yakni ORI atau
Oeang Republik Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946, hanya
beberapa bulan sejak pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati
sebagai Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada
tanggal 5 Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional. 55
Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari
Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah membatasi
peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank sentral. Bank
Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan kemudian
54
Sumber dari Modul BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System).
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx (diakses 1 september 20012)
55
Universitas Sumatera Utara
54
diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses langsung untuk
transaksi ke luar negeri. 56
Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank Negara
Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini melandasi
pelayanan
yang
lebih
baik
dan
tuas
bagi
sektor
usaha
nasional.
Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari identitas
perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai akhir tahun
1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal sebagai 'BNI
46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat 'Bank BNI' ditetapkan
bersamaan
dengan
perubahaan
identitas
perusahaan
tahun
1988. 57
Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara
Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik
diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996.
Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan lingkungan,
sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan identitas
perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga menegaskan dedikasi
dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja secara terus-menerus.
Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan
untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan
mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi 'BNI',
56
57
Ibid
Ibid
Universitas Sumatera Utara
55
sedangkan tahun pendirian '46' digunakan dalam logo perusahaan untuk meneguhkan
kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pada akhir tahun 2011, Pemerintah Republik Indonesia memegang 60%
saham BNI, sementara 40% saham selebihnya dimiliki oleh pemegang saham publik
baik individu maupun institusi, domestik dan asing. Saat ini, BNI adalah bank
terbesar ke-4 di Indonesia berdasarkan total aset, total kredit maupun total dana pihak
ketiga. Kapabilitas BNI untuk menyediakan layanan jasa keuangan secara
menyeluruh didukung oleh perusahaan anak di bidang perbankan syariah (Bank BNI
Syariah), pembiayaan (BNI Multi Finance), pasar modal (BNI Securities), dan
asuransi (BNI Life Insurance).Dengan total aset senilai Rp 299,1 triliun dan lebih dari
23.639 karyawan pada akhir tahun 2011, BNI mengoperasikan jaringan pelayanan
yang luas mencakup 1.364 outlet domestik dan 5 cabang luar negeri di New York,
London, Tokyo, Hong Kong dan Singapura, 6.227 unit ATM milik sendiri, serta
fasilitas Internet banking dan SMS banking yang memberikan kemudahan akses bagi
nasabah.Berangkat dari semangat perjuangan yang berakar pada sejarahnya, BNI
bertekad untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi negeri, serta senantiasa
menjadi kebanggaan negara. 58
Pada tahun-tahun selanjutnya telah dilakukan berbagai upaya oleh pemerintah
untuk memantapkan kedudukan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi.
Namun usahanya,sehingga dapat dikatakan bahwa kredit sangat memegang peran
58
Ibid
Universitas Sumatera Utara
56
yang sangat penting bagi sukses pembangunan, yang pada saat ini salah satu kantor
cabangnya adalah PT. Bank Indonesia Negara (BNI) . Adanya berbagai peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan kredit perbankan sehingga merupakan
rambu–rambu yang harus dipatuhi dan mengingat pemberian kredit mengandung
risiko (kegagalan atau kemacetan pelunasan), maka kegiatan usaha pemberian kredit
perlu dikelola secara baik dan sehat. Bank sebagai usaha yang melakukan kegiatan
usaha pemberian kredit harus mengelolanya dengan baik. Kegiatan pemberian kredit
itu harus dikelola secara baik dan berhati-hati agar dapat mencapai tujuan yang
diinginkan bank. Sehubungan dengan itu, kegiatan usaha pemberian kredit perbankan
harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Bank harus membuat perencanaan
kredit yang baik sesuai dengan kondisi bank dengan memperhatikan berbagai hal
yang dikaitkan dengan materi perencanaan tersebut. Terdapat banyak hal yang dapat
dipertimbangkan dalam menyusun rencana perkreditan suatu bak, baik dari segi
intern bak maupun dari segi ekstern bank. Suatu rencana perkreditan bank antara lain
meliputi target kredit yang akan diberikan, Langkah-langkah untuk mencapai target,
dan upaya penanganan kredit bemasalah. Mengenai perincian dan rencana
perkreditan tersebut akan dapat ditetapkan sesuai jenis rencana kerja bank, yaitu
apakah berupa rencana kerja jangka pendek (tahunan) atau menengah (3 tahunan)
yang oleh ketentuan Bank Indonesia disebut Rencana Bisnis, atau jangka panjang (5
tahunan atau lebih). Suatu rencana perkreditan untuk jangka pendek (tahunan) harus
lebih rinci, misalnya mencantumkan tentang jenis kredit yang akan diberikan (kredit
mikro, kredit kecil, kredit menengah, dan kredit korporasi), target nasabah dan jumlah
Universitas Sumatera Utara
57
maksimal masing-masing jenis kredit, sektor ekonomi yang akan dibiayai, dan
sebagainya. Oleh karena itu dalam pemberian kredit maka bank harus berhati-hati
dalam proses penilaian dan keputusan kredit termasuk pengikatan agunan atau
jaminan dalam pemberian kredit kepada calon debitur, demikian juga halnya yang
harus dilakukan PT. Bank Negara Indonesia (BNI) dalam pemberian kredit kepada
nasabah. 59
D. Bisnis Kartu Kredit BNI
1. Sejarah Kartu Kredit
Ide penggunaan kartu kredit diawali pada tahun 1950 an secara kebetulan.
Peristiwanya terjadi di kota New York, Amerika Serikat pada sebuah restoran.
Seorang pengusaha bernama Frank McNamara mengadakan perjamuan makan bagi
rekan usahanya di restoran tersebut. Pada saat akan membayar, ia kebingungan dan
malu karena ternyata lupa membawa uang tunai sama sekali. Satu-satu tindakan yang
dapat dilakukan hanyalah meninggalkan kartu identitas dengan maksud akan
membayar kepada restoran tersebut setelah ia pulang untuk mengambil uang tunai
dalam jumlah yang cukup. Kartu identitas tersebut berlaku sebagai semacam jaminan
bahwa si pengusaha pasti akan melunasi kewajibannya. 60
59
Katarina Melati Siagian, “Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit”,
(Tesis, USU Respository, Medan, 2006), hal 20
60
Sigit Triandaru dan Totok Budisanto, (Jakarta: Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
Edisi 2, 2006), hal. 256
Universitas Sumatera Utara
58
Kejadian yang sangat berkesan bagi Frank McNamara sangat mengilhaminya
untuk terus memikirkan suatu sistem tanpa menggunakan uang tunai secara langsung.
Sistem pembayaran yang menggunakan kartu yang dikenal dengan Dinners Club.
Sistem baru relatif lebih aman
dan praktis. Penggunaan kartu sebagai alat
pembayaran kemudian berkembang semakin luas dan diikuti oleh penerbit kartu yang
lain seperti Visa Card dan Master Card. Di negara-negara yang telah maju dan telah
lama menggunakan kartu plastik dalam perekonomian, kegiatan perusahaan kartu
diatur secara khusus dalam Undang-Undang. 61
Perkembangan kartu untuk transaksi keuangan mulai berkembang di Indonesia
pada tahun 1980 an. Sejalan dengan adanya perkembangan luar biasa dari dunia
perbankan sebagai akibat adanya derelugasi dalam dunia perbankan mulai awal tahun
1980 an, kartu plastik semakin luas digunakan sebagai alat untuk melakukan transaksi
keuangan. 62
Perkenalan dan perkembangan kartu plastik di Indonesia tidak bisa terlepas dari
dunia perbankan karena penerbit dan terutama pengelola kartu plastik di Indonesia
adalah bank. Sebelum adanya iklim deregulasi dalam dunia perbankan, suasana
persaingan antar bank tidak muncul di Indonesia. 63
Kartu plastik mulai diperkenalkan kepada masyarakat dan masyarakat sedikit
demi sedikit mulai terbiasa menggunakan kartu kredit. Citibank dan Duta bank adalah
bank-bank yang menjadi pelopor penggunaan kartu plastik di Indonesia melalui
61
Ibid
Ibid
63
Ibid
62
Universitas Sumatera Utara
59
kerjasamanya
dengan
Visa
International
dan
Master
Card
International.
Perkembangan kartu plastik semakin pesat dengan dibangunnya jaringan perbankan
di seluruh Indonesia, dan nama-nama kartu lainnya mulai diperkenalkan seperti
Amex card, BCA card, dan lain-lain sesuai dengan fungsi dan keunggulan masingmasing. 64
2. PT. BNI Mengeluarkan Produk Jasa Kartu Kredit
PT. BNI pertama kali meluncurkan produk kartu kredit 17 Oktober 1997 di
Jakarta oleh Divisi PBK (Pengelola Bisnis Kartu) atau sekarang lebih dikenal dengan
SBK (Sentra Binis Kartu). Pada waktu itu kartu kredit yang pertama kali di luncurkan
adalah kartu BNI Master. Seiring dengan pertumbuhan bisnis nya pada tahun 2001
diluncurkan produk kartu kredit Visa dan pada saat ini sudah ada berbagai pilihan
kartu kredit BNI yaitu BNI Visa Platinum, BNI Style Titanium, BNI Visa Biru, BNI
Visa Gold, BNI Mastercard Gold dan BNI Mastercard Biru.
Mengingat fungsi bank dalam kartu kredit adalah sebagai jaringan pemasaran
(marketing chanel), oleh karena itu semua keluhan nasabah atau pemegang kartu
kredit dapat diberitahukan langsung kepada card center penerbit kartu. 65 Maka untuk
meningkatkan pelayanan terhadap nasabah maka di setiap kota-kota besar di
Indonesia PT. BNI membuka kantor cabang pengelolaan kartu kredit (card center).
64
Ibid hal. 257
Try Widiono,,Op.Cit, hal.207
65
Universitas Sumatera Utara
60
3. Jalinan Kerjasama PT. BNI Dengan Perusahaan Outsorching Untuk
Pemasaran Kartu Kredit
Outsorching adalah istilah masyarakat untuk menyebut jenis hubungan kerja
yang dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 diistilahkan dengan penyerahan
sebagian pelaksanaan kerja pada perusahaan lain, yaitu hubungan kerja yang bersifat
waktu tertentu dan hanya untuk jenis dan pekerjaan yang bersifat penunjang produksi
(non core activities). 66Saat ini banyak perusahaan mulai melakukan outcourcing
bisnis pada pihak kedua baik dalam bidang IT, gudang (warehouse), keamanan
(security), distribusi produk, proyek konstruksi, sumber daya manusia, transportasi,
dan beberapa proyek lain. Fokus kedalam bisnis inti merupakan kata ampuh untuk
mendongkrak perusahaan menjadi lebih efisien dan profitable (keuntungan).
Begitu juga PT.BNI untuk meningkatkan penjualan/pemasaran kartu kredit nya,
BNI menjalin kerjasama dengan perusahaan outsorching untuk merekrut marketing
kartu kredit yang bertugas untuk pemasaran kartu kredit BNI. Beberapa bank
melakukan personal selling dengan sengaja merekrut tenaga untuk mendidik personal
selling. BNI melakukan dengan cara menyewa perusahaan penyedia tenaga kerja
secara outsorching untuk melakukan personal selling. Agar efektif, personal selling
yang dilakukan tenaga outsorching harus didampingi pejabat atau karyawan bank.
Hal ini dilakukan untuk mendapat momen yang sangat berharga yaitu saat
menangkap ekspresi dan respon pelanggan.
66
Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta,
Ghalia Indonesia, 2010) , hal. 43
Universitas Sumatera Utara
61
Beberapa keuntungan dan manfaat dari diselenggarakannya personal selling
antara lain yaitu dapat langsung bertatap muka dengan pelanggan sehingga dapat
langsung menjelaskan dan menangkap respon lainnya tentang produk, dapat
memperoleh informasi langsung dari pelanggan, dapat langsung mempengaruhi dan
melakukan persuasi (membujuk) pelanggan dengan beberapa argumentasi yang hanya
dikuasai oleh pejabat bank, dapat mendidik atau mengedukasi pelanggan tentang
bagaimana cara menggunakan dengan baik produk, tentang apa yang harus dihindari
dan apa yang harus diikuti petunjuknya, dapat menjalin hubungan akrab untuk
membangun basis hubungan jangka panjang yang berkelanjutan, menciptakan kesan
baik dan bersahabat saat pejabat bank melayani langsung pelanggan hal ini akan
menghapus kesan eksklusif pejabat dan karyawan bank, memungkinkan pejabat dan
karyawan bank memperoleh perhatian penuh dari pelanggan, berbeda dengan jenis
promosi lain yang mungkin ditanggapi dengan sambil lalu, dalam personal selling
pejabat dan karyawan bank dapat mengambil perhatian penuh pelanggan dengan
berbagai kegiatan dan penjelasan yang menarik dan berguna. 67
67
Sentot Imam Wahjono, Managemen Pemasaran Bank, (Jakarta: Graha Ilmu , 2009),
hal.142
Universitas Sumatera Utara
Download