persilangan alami kopi natural cross-pollination in cofffe

advertisement
Enny Randriani dan Dani
PERSILANGAN ALAMI KOPI
NATURAL CROSS-POLLINATION IN COFFFE
Enny Randriani dan Dani
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Jalan Raya Pakuwon km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357
[email protected]
ABSTRAK
Program pemuliaan tanaman kopi memerlukan keragaman genetik yang luas. Keragaman genetik tanaman kopi
yang dibudidayakan di Indonesia relatif sempit karena hanya terdiri dari 3 spesies, yaitu Coffea arabica, C.
canephora, dan C. liberica. Meskipun demikian, terdapat peluang munculnya keragaman genetik baru yang berasal
dari persilangan alami antar ketiga spesies kopi tersebut. Dua hingga tiga spesies kopi yang berbeda seringkali
dibiarkan tumbuh berdampingan di lahan petani sehingga tidak ada isolasi spasial yang menghalangi aliran gen
antar spesies. Berdasarkan karakteristik buah di dataran tinggi Lampung Barat ditemukan genotipe baru yang
diduga mendapatkan hasil persilangan alami antara jenis Liberika dengan Robusta. Indentifikasi dan karakterisasi
lebih lanjut diperlukan untuk memanfaatkan sumberdaya genetik baru tersebut dalam program pemuliaan
tanaman.
Kata kunci: Kopi, persilangan alami, hibrida interspesifik
ABSTRACT
Coffee breeding program requires vast genetic variability. Owing to relatively narrow genetic variability of cultivated
coffee in Indonesia there is only 3 species developed, namely Coffea arabica, C. canephora, and C. liberica.
Fortunately, the habit of local subsistence coffee farmers which let two or three coffee species sympatrically grow and
develop it may increase the chance of inter-specific gene flow of coffee grown in West Lampung highland. Based on
leaf and fruit charactersistics, there are novel coffee genotypes considered as natural inter-specific hybrids between
Robusta and Liberica. Further identification and characterization are needed to take the advantage of new genetic
resources in plant breeding programs.
Keywords: Coffee, natural cross-pollination, interspecific hybrids
PENDAHULUAN
Kopi merupakan tanaman tahunan
yang bukan berasal dari Indonesia. Sebaran
alami tanaman tersebut dapat ditemukan di
beberapa wilayah di benua Afrika (Fuff dan
Chamchumroon, 2003). Terdapat 100 spesies
yang tergolong ke dalam genus Coffea (Davies
et al., 2006). Meskipun demikian, hanya tiga
spesies di antaranya, yaitu C. arabica, C.
canephora, dan C. liberica, memiliki nilai
penting secara ekonomi. Proporsi jenis C.
liberica relatif sangat kecil dibandingkan dua
jenis lainnya dan pengembangannya terbatas
di beberapa wilayah tertentu (Geletu, 2006).
Ukuran buah kopi Liberika lebih besar
dibandingkan Arabika dan Robusta (Ismail et
al., 2011).
Bunga Rampai Inovasi Teknologi Tanaman Kopi untuk Perkebunan Rakyat
Kopi jenis Arabika (C. arabica)
diintroduksikan ke Indonesia, tepatnya Jawa
oleh kolonial Belanda pada abad ke-17. Tetapi
serangan penyakit karat daun yang berawal
pada akhir tahun 1880 menimbulkan
kehancuran kopi jenis tersebut di Indonesia.
Pemerintah kolonial Belanda kemudian
menggantinya dengan jenis Liberika (C.
liberica) dan Robusta (C. canephora) pada abad
ke-19. Jenis terakhir ini yang kemudian
berkembang luas dan saat ini mendominasi
pertanaman kopi di Indonesia.
Kopi
Robusta
pertama
kali
didatangkan ke Indonesia pada tahun 1900-an,
untuk menggantikan dua jenis kopi yang sudah
ada sebelumnya, yaitu Arabika dan Liberika.
Kopi Robusta dinilai memiliki ketahanan yang
lebih baik terhadap serangan karat daun
31
Persilangan Alami Kopi
dibandingkan
jenis
Arabika,
sekaligus
rendemen yang lebih tinggi dibandingkan jenis
Liberika. Meskipun demikian, kopi Robusta
memiliki kandungan kafein lebih tinggi dan
kualitas seduhan (cup quality) lebih rendah
dibandingkan kopi Arabika.
Perakitan varietas kopi ke depan
diarahkan untuk menghasilkan varietas unggul
baru dengan karakteristik produktivitas tinggi,
tahan terhadap serangan hama dan penyakit,
daya adaptasi yang baik pada lahan-lahan
marginal serta memiliki mutu seduhan yang
baik. Untuk itu, diperlukan sumberdaya
genetik plasma nutfah dengan tingkat
keragaman yang luas sebagai bahan dasar
seleksi sifat-sifat unggul yang diinginkan.
Keberadaan populasi pertanaman
kopi tua dan dibudidayakan secara tradisional
di lahan petani merupakan salah satu sumber
keragaman genetik yang berharga (Engelmann
et
al.,
2007).
Berdasarkan
sejarah
pengembangan tanaman kopi diketahui bahwa
basis genetik tanaman kopi yang ada di
Indonesia relatif sempit. Meskipun demikian,
masih terdapat peluang munculnya keragaman
genetik baru melalui proses mutasi maupun
persilangan dalam dan antar spesies secara
alami.
KARAKTERISTIK GENETIK TANAMAN KOPI
Secara genetik, kopi jenis Arabika
merupakan tipe allotetraploid (2n=4x=44). Ini
berbeda dengan jenis lainnya dalam genus
Coffea yang seluruhnya merupakan tipe
diploid (2n=2x=22) (Pinto-Maglio, 2006)
meskipun terdapat keragaman ukuran genom
antar spesies (Noirot et al., 2003). Kopi jenis
Arabika cenderung menyerbuk sendiri (self
fertile), sedangkan kerabat seperti jenis
Robusta (C. canephora) dan Liberika,
cenderung menyerbuk silang (cross-sterile)
(Klein et al., 2003; Ghawas, 2006).
Kopi jenis Robusta memiliki ciri
populasi yang sangat polimorfis dan individuindividu yang heterosigositasnya tinggi
(Lashermes et al., 1994). Sifat self-incompatible
pada C. canephora dikendalikan oleh gen
tunggal S dengan multi alel (De Castro dan
Marraccini, 2006). Segregasi sifat-sifat
tanaman akan terus berlangsung pada
generasi-generasi
selanjutnya
sehingga
menghasilkan populasi keturunan yang
heterogen (Waller et al., 2007). Dengan
demikian, pengembangan jenis tersebut lebih
cocok dilakukan secara klonal.
32
PERSILANGAN ALAMI ANTAR SPESIES KOPI
Konversi tanaman kopi dari jenis
Arabika dan Liberika menjadi jenis Robusta
ternyata tidak menyebabkan dua jenis kopi
pertama tersebut hilang dari lahan petani.
Sebagian petani masih membiarkan ketiga
jenis kopi tetap tumbuh berdampingan.
Keberadaan beberapa spesies kopi lain pada
lokasi yang berdekatan atau bahkan
bercampur dalam satu lahan yang sama
menimbulkan peluang terjadinya persilangan
antar spesies secara alamiah. Dengan demikian
akan terjadi aliran gen (gene flow) antar
spesies (Gomez et al., 2009).
Isolasi temporal akibat perbedaan
fenologi pembungaan dapat menjadi pembatas
pra-zigotik yang kuat (Gomez et al., 2009).
Meskipun demikian, pada kondisi agroklimat
yang berbeda isolasi temporal ternyata dapat
dipatahkan. Sebagai contoh, di dataran rendah
pembungaan tanaman kopi jenis Liberika
berlangsung lebih lambat dibandingkan jenis
Arabika dan Robusta, tetapi di daerah dataran
tinggi diketahui dapat berlangsung secara
bersamaan.
Persilangan langsung antara C. arabica
dengan C. canephora biasanya menghasilkan
tipe triploid dan steril. Meskipun demikian, di
kepulauan Timor telah ditemukan Hibrido de
Timor (HdT) yang bersifat fertil dan diyakini
merupakan hibrida alami antara kedua spesies
tersebut (Vinod dan Suryakumar, 2004). Tipe
HdT kemudian dijadikan sebagai salah satu
tetua persilangan di Brazil hingga diperoleh
hibrida Catimor (Waller et al., 2007).
Hibrida alami antara C. arabica
dengan C. liberica telah muncul di pulau Jawa
yang menunjukkan ketahanan terhadap
penyakit karat. Penampilan fenotipik hibrida
tersebut merupakan perpaduan antara kedua
tetuanya (Cramer, 1957). Di India, hasil seleksi
hibrida alami antar kedua spesies tersebut
dikenal dengan nomor S.288 (Prakash et al.,
2002) yang kemudian disilangkan dengan
Arabika tipe Kent sehingga menghasilkan
famili S-795 yang menunjukkan ketahanan
terhadap beberapa ras penyakit karat (Waller
et al., 2007).
Berdasarkan hasil observasi di daerah
dataran tinggi di wilayah Lampung Barat
ditemukan genotipe-genotipe baru yang
diduga merupakan hasil persilangan alami
antara jenis Liberika dengan jenis Robusta.
Bentuk, ukuran, dan gelombang pada helai
daun serta tipe percabangan merupakan
perpaduan antara jenis Robusta dan Liberika
(Gambar 1). Bentuk buah beragam dari bulat
hingga agak lonjong. Diskus pada ujung buah
Bunga Rampai Inovasi Teknologi Tanaman Kopi untuk Perkebunan Rakyat
Enny Randriani dan Dani
lebar menyerupai tipe Liberika. Ukuran buah
beragam tetapi seluruhnya tergolong besar.
Salah satu klon di antaranya, yaitu HWT-1,
bahkan memiliki buah berukuran hampir dua
kali lipat lebih besar dibandingkan klon BP
534 (tipe Robusta) (data tidak dipublikasikan).
Berdasarkan penampang irisan melintang
pada buah terlihat bahwa genotipe-genotipe
yang diduga hibrida alami Robusta-Liberika
memiliki kulit buah yang relatif tebal
menyerupai tipe Liberika (Gambar 2).
Gambar 1. Perbandingan morfologi tiga genotipe kopi: jenis Robusta (kiri atas), jenis Liberika (kanan atas), dan
tipe baru yang diduga merupakan hasil persilangan alami antara jenis Liberika dan Robusta (bawah).
a
Gambar 2.
b
c
d
e
Penampang melintang buah kopi dari beberapa genotipe: (a) jenis Robusta, (b) jenis Liberika, (c-e)
tipe-tipe baru yang diduga merupakan hasil persilangan alami antara jenis Liberika dan Robusta.
Garis = 2 cm.
Bunga Rampai Inovasi Teknologi Tanaman Kopi untuk Perkebunan Rakyat
33
Persilangan Alami Kopi
Spesies C. liberica saat ini mulai banyak
dimanfaatkan dalam program perbaikan sifat
jenis C. canephora karena memiliki sifat
kemasakan buah serempak dalam satu
dompol, bobot buah tinggi, dan kandungan
kafein rendah (N’Diaye et al., 2005). Dengan
adanya hibrida alami antara kedua spesies
kopi tersebut akan meringankan tugas pemulia
tanaman dalam menyediakan materi genetik
untuk program perakitan varietas unggul baru.
Identifikasi secara fenotipik (phenotyping) dan
genotipik (genotyping) perlu dilakukan untuk
mengetahui pola pewarisan dari sifat-sifat
yang diinginkan.
Untuk mengidentifikasi keragaman
genetik sekaligus mendeteksi adanya sisipan
gen dari spesies lain dapat memanfaatkan
penanda DNA seperti AFLP, RAPD, RFLP, dan
SSR. Genotipe-genotipe yang mendapatkan
sisipan gen baru akan memunculkan pola pita
DNA tambahan atau justru kehilangan
sebagian pola pita tertentu yang diduga terkait
dengan proses stabilisasi fragmen DNA sisipan
dari generasi ke generasi (Anthony et al.,
2001). Penanda molekuler terkini seperti
sequence related amplified polymorphism
(SRAP)
juga
telah
terbukti
mampu
membedakan genom tetua dalam suatu hibrida
(Mishra dan Slater, 2012).
PENUTUP
Peningkatan keragaman genetik kopi
yang berasal dari persilangan alami antar
spesies merupakan potensi yang sangat
berharga sebagai sumber sifat unggul. Kebun
kopi milik petani dapat sekaligus berfungsi
sebagai laboratorium alam yang menyediakan
keragaman genetik tersebut. Pemulia tanaman
tentu sangat berkepentingan terhadap
keragaman genetik dalam rangka perakitan
varietas kopi unggul baru. Untuk dapat
memanfaatkan potensi tersebut dalam
program pemuliaan tanaman perlu dilakukan
identifikasi dan karakterisasi baik melalui
pendekatan konvensional maupun molekuler.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, F., M. C. Combes, J. C. Herrera, N. S. Prakash, B.
Bertrand, and P. Lashermes. 2001. Genetic diversity
and introgression analyses in coffee (Coffea arabica
L.) using molecular markers. In: 19éme Colloque
Scientifique International sur le Café, Trieste, Italy,
14-18 Mai 2001.
Cramer, P. J. S. 1957. Review of Literature of Coffee
Research In Indonesia. Miscellaneous publications
no. 15. Interamerican Institute of Agricultural
Science, Turrialba.
34
Davies, A. P, R. Govaerts, D. M. Bridson, and P. Stoffelen.
2006. An annotated taxonomic conspectus of genus
Coffea (Rubiaceae). Bot. J. Linn. Soc. 152: 465-512.
De Castro, R. D. and P. Marraccini. 2006. Cytology,
biochemistry and molecular changes during coffee
fruit development. Braz. J. Plant Physiol. 18 (1): 175199.
Engelmann, F., M. E. Dulloo, C. Astorga, S. Dussert, and F.
Anthony, editors. 2007. Complementary strategies
for ex situ conservation of coffee (Coffea arabica L.)
genetic resources. A case study in CATIE, Costa Rica.
Topical reviews in Agricultural Biodiversity.
Bioversity International, Rome, Italy. x+63pp.
Fuff, C. and V. Chamchumroon. 2003. Non-Indogenous
Rubiaceae grown in Thailand. Thai For. Bull. (Bot.)
31: 75-94.
Geletu, K. T. 2006. Genetic Diversity of Wild Coffea arabica
Populations in Ethiopia as a Contributation to
Conservation and Use Planning. Issue 44 of Ecology
and Development Series. Cuvillier Verlag.
Ghawas, M. M. 2006. Yield performance and selection of
potential Liberica coffee clones. J. Trop. Agric. and
Fd. Sc. 34 (1): 1– 6
Gomez, C., A. Batti, S. Hamon, A. de Kochko, P. Hamon, F.
Huynh, M. Despinoy, and V. Poncet. 2009. Coffee
species natural hybridization in New-Caledonia:
Genetic and environmental characterization and
spatial distribution.
http://webistem.com/psi2009/output_directory/cd1/Dat
a/articles/000255.pdf.
Ismail, I., M. S. Anuar, and R. Shamsudin. 2011. Physical
Properties of Liberica Coffee Berries. UMTAS
2011.http://www.umt.edu.my/dokumen/UMTAS20
11/LIFE%20SC/Poster_LIFE_SC/LSP15%20%20I.%20Ismail.pdf.
Klein, A. M., I. S. Dewenter, and T. Tscharntke. 2003. Bee
pollination and fruit set od Coffea arabica and C.
canephora (Rubiaceae). American Journal of Botany,
90: 153-157.
Lashermes, P., E. Couturon, and A. Charrier. 1994.
Combining ability of double haploids in Coffea
canephora P. Plant Breeding 112: 330-337.
Mishra, M. K. and A. Slater. 2012. Recent advances in the
genetic transformation of coffee. Biotechnology
Research International doi:10.1155/2012/580857.
N’Diaye, A., V. Poncet, J. Louarn, S. Hamon, and M. Noirot.
2005. Genetic differentiation between Coffea liberica
var. liberica and C. liberica var. Dewevrei and
comparison with C. canephora. Pl. Syst. Evol. 253:
95–104
Noirot, M., V. Poncet, P. Barre, P. Hamon, S. Hamon, and D.
Kochko. 2003. Genome size variations in diploid
African Coffea species. Ann Bot (2003) 92 (5): 709714. doi: 10.1093/aob/mcg183.
Pinto-Maglio, C. A. F. 2006. Cytogenetics of coffee.
Minireview. Braz. J. Plant Physiol. 18 (1): 37-44.
Prakash, N. S., M. C. Combes, N. Somanna, and P.
Lashermes. 2002. AFLP analysis of introgression in
coffee cultivars (Coffea arabica L.) derived from a
natural interspecific hybrid. Euphytica 124 (3): 265271.
Waller, J. M., M. Bigger, and R. J. Hillocks. 2007. Coffee Pest,
Diseases & Their Management. http://www.cabi.org.
Bunga Rampai Inovasi Teknologi Tanaman Kopi untuk Perkebunan Rakyat
Download