Surat Kabar Harian “KEDAULATAN RAKYAT”, terbit di Yogyakarta, Edisi 21 Desember 1988 UNSUR KRIMINAL DALAM PERKELAHIAN PELAJAR Oleh : Ki Supriyoko Saat ini banyak orang tua dan anggota masyarakat yang mulai cemas karena masalah kenakalan remaja sekolah atau pelajar menjadi hangat lagi. Kenakalan remaja sekolah yang beberapa tahun lalu pernah membikin "pusing" para guru dan orangtua nampaknya saat ini "kambuh" lagi, bahkan dalam bentuk yang lebih serius: perkelahian! Khususnya di daerah Ibukota Jakarta, masalah perkelahian pelajar telah menciptakan suasana "panik"; baik untuk orang tua, guru, para pelajar itu sendiri, maupun para birokrat sekolah. Apabila mereka yang terlibat dalam kasus perkelahian pelajar tersebut dikumpulkan maka dapat dipastikan bahwa jumlahnya tidak hanya puluhan, akan tetapi sudah mencapai ratusan, bahkan kemungkinan sudah mencapai angka ribuan. Tidak hanya pelajar SMTA, sekolah menengah tingkat atas, saja yang terlibat dalam kasus perkelahian tersebut; akan tetapi para pelajar SMTP, sekolah menengah tingkat pertama, juga ada yang terlibat didalamnya. Masalah tersebut di samping "memusingkan" tetapi sekaligus menggemaskan, karena cukup banyak para pelakunya yang meng-anggap hal tersebut sebagai hal yang biasa. "Biasa anak muda", katanya. Bahkan, yang lebih menggemas kan lagi, ada yang menganggap perkelahian pelajar tersebut menjadi semacam "refreshing" alias "penyegaran". Keadaan yang sedang "mewabah" di Jakarta tersebut dikhawatirkan dapat menjalar ke berbagai daerah atau di kota-kota lainnya kalau tidak segera mendapat penanganan yang serius; mengingat keadaan tersebut dapat menjadi semacam "mode" di kalangan para pelajar. Hasil Penelitian Perihal kenakalan remaja sekolah tersebut penulis bersama-sama teman peneliti 2 yang lain mempunyai pengalaman empirik ketika mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi menggejalanya kenakalan siswa SMTA di Kotamadya Yogyakarta (Supriyoko, dkk, "Pengaruh Lingkungan sekolah, lingkungan luar sekolah serta Media Massa terhadap Kenakalan Siswa SMTA se Kotamadya Yogyakarta", 1986/87). Dari penelitian tersebut ditemukan bukti empirik bahwa faktor media massa mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap kenakalan remaja sekolah atau pelajar; artinya kenakalan remaja sekolah salah satu penyebab utamanya adalah faktor media massa. Kurang selektifnya para pelajar di dalam memilih buku-buku bacaan, majalah, film-film bioskop atau program-program video telah mengakibatkan timbulnya kenakalan pada sekelompok pelajar. Secara psikologis para pelajar yang usianya berada pada masa remaja mempunyai sifat "imitatif"; artinya ingin meniru apa yang dilakukan oleh idolanya. Mereka i- ngin melakukan apa-apa yang dilakukan oleh idolanya yang diperoleh ketika membaca buku-buku, majalah, film, dan sebagainya. Apabila dalam memilih buku-buku, majalah dan film kurang selektif maka idola yang "diperoleh" pun kurang selektif pula; dalam artian perilaku sang idola bersifat kurang konstruktif bagi perkembangan remaja itu sendiri. Apalagi pada usianya yang remaja para siswa ada kecenderungan meniru perilaku sang idola secara "demonstratif". Pada sisi yang lain lingkungan sekolah ternyata juga mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kenakalan siswa. Pergaulan siswa dengan teman sekolahnya, dengan gurunya, dan dengan civitas sekolah lainnya yang bersifat tidak konstruktif ternyata memberi andil yang tidak sedikit terhadap timbulnya kenakalan siswa. Ambil contoh siswa yang frustasi pada salah seorang gurunya, ikut kegiatan "hura-hura" temannya, dsb, menimbulkan kompensasi kenakalan. Secara matematis perbandingan pengaruh faktor media massa, faktor lingkungan sekolah dan faktor lingkung an luar sekolah terhadap kenakalan siswa atau pelajar adalah 61 : 35 : 4. Angka-angka tersebut mengisyaratkan adanya "tantangan" bagi para pengelola media massa serta pengelola sekolah. Bagi para pengelola media massa ditantang untuk menyajikan "sajian" yang lebih konstruktif-komunikatif, sedangkan para pengelola sekolah ditantang untuk menciptakan lingkungan yang lebih konstruktifedukatif. Semua ini akan sangat berguna untuk "mengendalikan" kenakalan remaja sekolah. Mencegah Kenakalan Apakah ada resep yang sangat majur untuk mencegah kenakalan remaja sekolah, terutama yang sampai pada taraf perkelahian pelajar? Ternyata jawaban atas pertanyaan ini pun mengundang diskusi yang cukup menarik. 3 Sekretaris Jendral Persatuan Guru Republik Indone sia, Drs. WDF Rindorindo, menyampaikan alternatif preven tifnya; yaitu para pelajar sebaiknya dilarang membawa mobil pribadi ke sekolah supaya tidak menimbulkan kecemburuan sosial yang dapat mengakibatkan perkelahian antar pelajar antar sekolah. Sementara itu Menteri Pemuda dan Olah Raga, Ir. Akbar Tanjung, yang menganggap kasus-kasus kenakalan remaja sekolah sudah kelewat batas setuju kalau biang keladinya dikenakan tindakan yang tegas. Biang keladinya perlu dikenakan hukuman disiplin militer, digunduli selama tiga bulan sehingga mereka akan menjadi berdisiplin dan berwatak positif. Beberapa sekolah memang sudah ada yang mengambil tindakan tegas dengan jalan mengeluarkan siswa-siswinya yang menjadi biang keladi kenakalan, atau menganjurkannya untuk segera pindah sekolah. Di Jakarta ada sekolah yang terpaksa mengeluarkan belasan siswanya (termasuk siswi) dan memberi peringatan keras pada puluhan lainnya karena mereka terbukti terlibat dalam berbagai kasus kenakalan remaja sekolah. Namun ada pula sekolahsekolah yang tidak "seberani" itu, meskipun dengan dalih kasihan terhadap siswasiswinya. Dari ilustrasi tersebut di atas ternyata masing-masing lembaga dan "kepala" mempunyai pendapat yang berbeda tentang sangsi yang diberikan kepada remaja sekolah yang terlibat dalam berbagai kasus kenakalan atau perkelahian pelajar. Lalu bagaimana yang sebaiknya? Kenakalan atau Kejahatan Bahwa kepada mereka yang terlibat dalam kasus kenakalan atau perkelahian pelajar harus dikenakan sangsi itu hal yang wajar dan bahkan "wajib"; akan tetapi harus tepat pula. Untuk menentukan sangsi yang tepat kiranya perlu dipelajari dari kasus per kasus; apakah yang dilakukan oleh remaja sekolah masih dalam batas-batas 'kenakalan' (delinquency), atau sudah menjurus pada tindakan 'kejahatan' (criminal). Secara terminologis dua istilah tersebut mempunyai pengertian berbeda; sedang dari kacamata sosial juga mempunyai "side effect" berbeda pula. Pada dasarnya kenakalan merupakan tindakan anti sosial yang masih berada di dalam batas toleransi; semen tara itu kejahat-an merupakan tindakan anti sosial yang merugikan pihak lain, dan sudah di luar batas toleransi. Kenakalan biasanya dilakukan oleh anak-anak dan remaja, sedangkan kejahatan biasanya dilakukan oleh remaja dan orang dewasa. Itulah sebabnya maka ada sementara sosiolog yang berpendapat bahwa perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak-anak disebut 'kenakalan', sedangkan kalau hal itu dilakukan oleh orang dewasa maka sudah dapat disebut sebagai 'kejahatan' (baca : Reckless Walter, "The Crime Problem", 1961). 4 Di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) maka anak yang nakal tidak akan dikenakan sangsi hukum, akan tetapi orang dewasa yang "nakal" (alias jahat) akan dikenakan sangsi hukum. Berbagai kasus perkelahian pelajar yang timbul akhir-akhir ini nampaknya bukan sekedar kenakalan lagi, akan tetapi sudah menjurus pada tindakan kejahatan sebab di dalamnya sudah terkandung unsur-unsur kriminal, yaitu merugikan orang lain. Sebagai misal pelajar yang tidak tahu menahu persoalannya tiba-tiba mendapat ancaman atau dipaksa melibatkan diri dalam perkelahian. Menteri Pemuda dan Olah Raga juga mengakui bahwa kenakalan remaja sekolah sudah kelewat batas; hal ini menyiratkan pengertian bahwa kenakalan sebagian remaja sekolah tersebut tidak hanya kenakalan dalam pengertian "delinquency", akan tetapi sudah merupakan "criminal". Kalau sudah demikian, biang keladi perkelahian pelajar tersebut ada baiknya dikenakan sangsi hukum atau tindakan pidana. Tidak cukup hanya dengan himbauan atau sebangsanya !!!***** ________________________________________________________ BIODATA SINGKAT; nama: Drs. Ki Supriyoko, M.Pd pek.: Ketua Litbang Pendidikan Majelis Luhur Tamansiswa, dan Ketua Lembaga Penelitian Sarjanawiyata Tamansiswa (LPST) Yogyakarta prof: Pengamat dan peneliti masalah-masalah pendidikan