BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Mathis dan Jackson (2006:3) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Hasibuan (2003:10), adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar afektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.Manajemen sumber daya manusia adalah bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manajemen manusia dalam organisasi perusahaaan. Unsur manajemen sumber daya manusia adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan. Dengan semakin, fokus yang di pelajari manajemen sumber daya manusia ini hanyalah masalah yang barhubungan dengan tenaga kerja manusia saja. Menurut Sunyoto (2012:3) yang mengacu pada pandangan Edwin B. manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Menurut Sunyoto (2012:1) yang mengacu pada pendapat Marihot Tua berpendapat sumber daya manusia dengan keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang etis dan sosial dapat dipertanggung jawabkan. Dari uraian teori diatas, dapat di simpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pengaturan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi yang berguna untuk tercapainya sebuah tujuan perusahaan. 9 10 2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Nawawi (2005) terdapat beberapa fungsi dari manajemen sumber daya manusia. Fungsi - fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Pelayanan MSDM berfungsi untuk memberikan pelayanan bagi para pekerja dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya agar menjadi sumber daya manusia yang kompetitif. 2. Kontrol MSDM berfungsi untuk mengontrol perwujudan kontribusi para pekerja dalam mencapai tujuan bisnis perusahaan. 3. Pengembangan MSDM berfungsi untuk memberikan kesempatan para pekerja untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan profesionalitasnya dalam bekerja melalui berbagai kegiatan. 4. Kompensasi dan Akomodasi MSDM berfungsi untuk mewujudkan dan mengembangkan rasa aman dan kepuasan kerja di lingkungan para pekerja. 5. Advis MSDM berfungsi untuk pemberian informasi, bantuan, saran dan pendapat kepada para manajer dan bahkan manajer tertinggi dalam pengambilan keputusan atau menyelesaikan masalah sumber daya manusia di lingkungan masing – masing. 2.1.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Sunyoto (2012:8) yang mengacu pada pendapat Simamora ada empat tujuan manajemen sumber daya manusia : 1. Tujuan sosial Manajemen sumber daya manusia bertujuan agar bertanggung jawab secara socialdan etis terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat, serta meminimalkan dampak negatif tuntutan itu terhadap organisasi.Manajemen ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas masyarakat dan membantu memecahkan masalah sosial. 11 2. Tujuan organisasional Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah memiliki sasaran formal organisasi yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Melalui tujuan ini, manajemen sumber daya manusia berkewajiban meningkatkan efektifitas organisasional dengan cara meningkatan produktivitas, mendayagunakan tenaga kerja secara efisien dan efektif, mengembangkan dan mempertahankan kualitas kehidupan kerja, mengelola perubahan dan mengkomunikasikan kebijakan. Dan yang paling penting adalah untuk membantu organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Tujuan fungsional Merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan adanya tujuan fungsional ini, departemen sumber daya manusia harus menghadapi peningkatan pengelolaan sumber daya manusia yang kompleks dengan cara memberikan konsultasi yang berimbang dengan kompleksitas tersebut. 4. Tujuan pribadi Manajemen sumber daya manusia berperan serta untuk mencapai tujuan pribadi dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai melalui aktivitasnya di dalam organisasi.Oleh karena itu, aktivitas sumber daya manusia yang dibentuk oleh pihak manajemen haruslah terfokus pada pencapaian keharmonisan antara pengetahuan, kemampuan, kebutuhan dan minat karyawan dengan persyaratan pekerjaan dan imbalan yang di tawarkan oleh manajemen sebuah organisasi. 2.2 Budaya Organisasi 2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut para ahli: 1) Menurut Umar (2010:207), Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dan keyakinan bersama yang diambil dari pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya yang kemudian berinteraksi menjadi norma-norma, dimana norma tersebut dipakai sebagai pedoman cara berpikir dan bertindak dalam upaya mencapai tujuan bersama. 12 2) Menurut Munandar (2006:262), budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi. 3) Menurut Robbins (2003:525), budaya organisasi “A system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organization”. Budaya organisasi merupakan suatu sistem dari makna atau arti bersama yang dianut para anggotanya yang membedakan organisasi dari organisasi lainnya. 4) Menurut Kotler (2005:77), budaya organisasi adalah pengalaman, cerita, keyakinan, dan norma bersama yang menjadi ciri organisasi. Namun, bila memasuki perusahaan apa saja, hal pertama yang anda hadapi adalah budaya cara mereka berpakaian, cara mereka berinteraksi satu sama lain, dan juga cara mereka menyambut pelanggan. 5) Menurut Schein (2009:27), budaya organisasi adalah pola asumsi bersama yang dipelajari oleh suatu kelompok dalam memecahkan masalah melalui adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja cukup baik untuk dipertimbangkan kebenarannya, oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk melihat, berpikir, dan merasakan kaitannya dengan masalah-masalah yang ada. Dengan mendasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan satu unsur terpenting dalam perusahaan yang hakikatnya mengarah pada perilaku-perilaku yang dianggap tepat, mengikat dan memotivasi setiap individu yang ada didalamnya. Menurut Schein (2009:28), hal yang dapat kita sadari bahwa budaya itu bersifat stabil dan sulit untuk berubah karena budaya mencerminkan akumulasi pembelajaran dari sebuah kelompok (cara mereka berpikir, merasakan, dan meyakinkan dunia bahwa budaya dapat menciptakan kesuksesan suatu organisasi). Selanjutnya Schein (2009) mengungkapkan bahwa kita akan mulai menyadari bahwa tidak ada budaya yang benar atau salah, tidak ada budaya yang lebih baik atau lebih buruk, kecuali dalam hubungannya bagaimana cara suatu organisasi bertindak dan lingkungan apa yang mendukung jalannya suatu operasi organisasi. Dengan demikian, setiap individu yang terlibat di dalamnya akan bersama-sama berusaha menciptakan kondisi kerja 13 yang ideal agar tercipta suasana yang mendukung bagi upaya pencapaian tujuan yang diharapkan. 2.2.2 Pembentukan Budaya Organisasi Budaya perusahaan menurut Ghani (2003:138) memiliki unsur-unsur pembentuk yang akan mewarnai budaya yang dicitrakannya, yaitu sebagai berikut : a. Pekerja, pengusaha, dan lingkungan Sebagai subjek yang menjalankan perusahaan, pekerja dan pengusaha merupakan unsur yang paling menentukan profit dan sifat budaya perusahaan. b. Alat produksi / aset Perusahaan yang masih mengandalkan tenaga kerja (padat karya) tentunya berbeda kultur budaya perusahaannya dibandingkan dengan industri manufaktur yang padat energi atau modal. Demikian juga antar bagian administrasi dan produksi. Ada nuansa subkultur berbeda pada lingkungan yang berlainan. c. Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur mengatur tata laksana pengelolaan perusahaan sehari – hari. Untuk menciptakan budaya berorientasi best practice company, sistem dan prosedur harus disesuaikan dengan tantangan, peluang dan sasaran perusahaan. Harus ada sinergi antara budaya perusahaan dengan aturan main pada perusahaan tersebut. d. Wewenang dan otoritas Wewenang, otoritas tugas, jabatan dan gaya pribadi akan mewarnai budaya perusahaan. Struktur usaha yang memiliki pola distribusi wewenang dan otoritas merata dan menciptakan budaya egalitarian, berbeda dengan otoritas terpusat. Demikian juga dengan perilaku individu, khususnya yang memiliki peran sentral (key position) akan mewarnai budaya kerja perusahaan yang bersangkutan. Schein dan Sobirin (2007:220) menjelaskan alur pembentukan budaya organisasi sebagai berikut : 14 a. Para pendiri dan para pemimpin lainnya membawa serta satu asumsi dasar, nilai – nilai, perspektif, dan artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya pada karyawan. b. Budaya organisasi muncul ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama yang lain untuk memecahkan masalah – masalah pokok organisasi yaitu masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal. Secara perorangan, masing – masing anggota organisasi boleh jadi menjadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan – persoalan individu seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan oleh generasi penerus. 2.2.3 Dimensi Budaya Organisasi Dibawah ini akan dijelaskan mengenai karateristik yang merupakan nilai inti dari organisasi yang dapat membantu terciptanya budaya yang kuat. Dimana karateristik tersebutlah yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Menurut Robbins, dalam Umar (2010:208), untuk menilai kualitas budaya suatu organisasi dapat dilihat dari sepuluh faktor utama, yaitu sebagai berikut: 1. Inisiatif individu, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi yang dipunyai individu. 2. Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif dan berani mengambil resiko 3. Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai organisasi. 4. Integrasi, yaitu tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. 5. Dukungan manajemen, yaitu tingkat sejauh mana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka. 6. Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai. 7. Identitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota teridentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian professional. 15 8. Sistem imbalan, yaitu tingkat sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas criteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, pilih kasih, dan sebagainya. 9. Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat sejauh mana para pegawai diberikan kebebasan untuk mengemukakan masalah yang ada dan memberikan kritik secara terbuka. 10. Pola-pola komunikasi, yaitu tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Dalam hal ini penulis hanya menggunakan beberapa karateristik pada dimensi yang disebutkan diatas untuk dijadikan indikator yaitu, toleransi terhadap tindakan yang beresiko, dukungan manajemen, integrasi, toleransi terhadap konflik, dan polapola komunikasi. Dimana indikator ini digunakan karena menyesuaikan dengan keadaan perusahaan yang akan diteliti. 2.3 Motivasi Kerja 2.3.1 Pengertian Motivasi Kerja Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian motivasi kerja menurut para ahli: 1. Menurut Robbins (2003:208), motivasi kerja adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. 2. Menurut George dan Jones (2005:175), motivasi kerja adalah suatu kebutuhan psikologis didalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang didalam organisasi yang menyebabkan pergerakan, arahan, usaha, dan kegigihan dalam menghadapi rintangan untuk mencapai suatu tujuan. 3. Menurut Wagner dan Hollenbeck (2009:81), seseorang yang termotivasi untuk bekerja akan terus ingin belajar mengetahui hal-hal baru untuk meningkatkan performa kerjanya. Dari kumpulan definisi diatas mengenai motivasi, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang, atau menggerakkan seseorang untuk melakukan seuatu kegiatan untuk mencapai tujuan. 16 2.3.2 Jenis-jenis Motivasi Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif dengan penjelasan sebagai berikut: a. Motivasi Kerja Positif Motivasi kerja positif adalah suatu dorongan yang diberikan oleh seorang karyawan untuk bekerja dengan baik, dengan maksud mendapatkan kompensasi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan berpartisipasi penuh terhadap pekerjaan yang ditugaskan oleh perusahaan / organisasinya. Ada beberapa macam bentuk pendekatan motivasi positif dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai, yaitu : 1. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan Seorang pemimpin memberikan pujian atas hasil kerja seorang karyawan jika pekerjaan tersebut memuaskan maka akan menyenangkan karyawan tersebut. 2. Informasi Pemberian informasi yang jelas akan sangat berguna untuk menghindari adanya berita-berita yang tidak benar, kesalahpahaman, atau perbedaan pendapat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. 3. Perhatian Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu para karyawan dapat merasakan apakah suatu perhatian diberkan secara tulus atau tidak, dan hendaknya seorang pimpinan harus berhati-hati dalam memberikan perhatian. 4. Persaingan Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Oleh karena itu pemberian hadiah untuk yang menang merupakan bentuk motivasi positif. 5. Partisipasi Dijalankannya partisipasi akan memberikan manfaat seperti dapat dihasilkannya suatu keputusan yang lebih baik. 6. Kebanggaan Penyelesaian suatu pekerjaan yang dibebankan akan menimbulkan rasa puas dan bangga, terlebih lagi jika pekerjaan yang dilakukan sudah disepakati bersama. 17 b. Motivasi Kerja Negatif Motivasi kerja negatif dilakukan dalam rangka menghindari kesalahankesalahan yang terjadi pada masa kerja. Selain itu, motivasi kerja negatif juga berguna agar karyawan tidak melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan. Bentuk motivasi kerja negatif dapat berupa sangsi, skors, penurunan jabatan atau pembebanan denda. 2.3.3 Teori – Teori Motivasi Kerja 1. Teori Dua Faktor Frederick Herzberg Menurut Herzberg, dalam Munandar (2006:331) mengasumsikan bahwa, sekelompok faktor, motivator, menyebabkan tingkat kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi, akan tetapi, faktor – faktor hygiene dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja. Teori ini meneliti tentang dua kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya, yaitu : a. Kondisi pertama adalah faktor Motivation yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang memiliki faktor intrinsik dari pekerjaan tersebut. Dimana sifat pekerjaan itu tersendiri yang membuat seseorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seseorang yang melakukan hobinya, antara lain: 1. Keberhasilan pekerjaan ( Achievement ) : besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi 2. Pengakuan ( Recognition ) : besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya 3. Pekerjaan itu sendiri ( the work itself ) : berhubungan dengan bagaimana kondisi pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya. 4. Tanggung jawab ( Responsibility ) : besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan. 5. Pengembangan ( Advancement ) : berhubungan dengan keinginan yang ingin dicapai untuk kedepannya. b. Kondisi kedua adalah Hygiene. Faktor – faktor Hygiene yang justru menimbulkan rasa tidak puas kepada para pekerja dimana elemen – elemen di luar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama 18 yang membuat seseorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi, berkaitan dengan konteks pekerjaan, berupa faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yaitu: 1. Kebijakan dan administrasi perusahaan ( Company policy and administration ), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi. 2. Kualitas Supervisi ( Quality supervisor ), derajat kewajaran penyelesaian yang dirasakan dan diterima oleh karyawan. 3. Hubungan antar pribadi (Interpersonal relation) , derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain. 4. Kondisi kerja ( Working condition ), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. 5. Gaji ( Wages or salaries ), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya. Definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa orang bisa saja terdorong oleh motivasi ekstrinsik atau motivasi instrinsik. Tetapi jika seorang karyawan lebih terdorong oleh motivasi ekstrinsik, perusahaan harus bisa membuat hubungan yang jelas antara apa yang perusahaan ingin karyawan lakukan dengan reward atau penghargaan yang ingin didapatkan oleh karyawan. Teori Herzberg memprediksi, bahwa manajer dapat memotivasi individu dengan “memasukkan” motivator – motivatornya ke dalam pekerjaan individu, yaitu proses yang dinamakan perkayaan pekerjaan (job enrichment). 2. Teori Kebutuhan Hierarki (Maslow Theory) Menurut Abraham Maslow, dalam Munandar (2006:326), mengemukakan bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang berkesinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Tingkat kebutuhan tersebut ditunjukkan dalam 5 tingkatan, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus dipenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Dimana teori tersebut ditunjukkan pada gambat berikut : 19 Sumber : Penulis, 2014 Gambar 2.1 Teori Hierarki Maslow Kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tingkatan hierarki piramida, yaitu: 1. Kebutuhan psikologikal, yaitu kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi psikologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan udara segar. 2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan keamanan jiwa, raga, dan harta benda milik. Jika dikaitkan dengan kerja maka kebutuhan akan keamanan sewaktu bekerja, perasaan aman yang menyangkut masa depan karyawan. 3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk memiliki keluarga dan sanak saudara, rasa dihormati, status sosial, harga diri dan kebutuhan pendidikan agama. 4. Kebutuhan harga diri, yaitu keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya. 5. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. 2.3.4 Dimensi Motivasi Kerja Menurut Herzberg, dalam Munandar (2006:331) mengasumsikan bahwa, sekelompok faktor, motivator, menyebabkan tingkat kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi, akan tetapi, faktor – faktor hygiene dapat menimbulkan ketidakpuasan 20 kerja. Teori ini meneliti tentang dua kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya, yaitu : 1. Kondisi pertama adalah faktor Motivation yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang memiliki faktor intrinsik dari pekerjaan tersebut. Dimana sifat pekerjaan itu tersendiri yang membuat seseorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seseorang yang melakukan hobinya, antara lain: 1. Keberhasilan pekerjaan ( Achievement ) : besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi 2. Pengakuan ( Recognition ) : besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya 3. Pekerjaan itu sendiri ( the work itself ) : berhubungan dengan bagaimana kondisi pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya. 4. Tanggung jawab ( Responsibility ) : besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan. 5. Pengembangan ( Advancement ) : berhubungan dengan keinginan yang ingin dicapai untuk kedepannya. 2. Kondisi kedua adalah Hygiene. Faktor – faktor Hygiene yang justru menimbulkan rasa tidak puas kepada para pekerja dimana elemen – elemen di luar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seseorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi, berkaitan dengan konteks pekerjaan, berupa faktor – faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yaitu : 1. Kebijakan dan administrasi perusahaan ( Company policy and administration ), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi. 2. Kualitas Supervisi ( Quality supervisor ), derajat kewajaran penyelesaian yang dirasakan dan diterima oleh karyawan. 3. Hubungan antar pribadi (Interpersonal relation) , derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain. 21 4. Kondisi kerja ( Working condition ), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. 5. Gaji ( Wages or salaries ), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya. Dimensi motivasi kerja menurut Robbins (2007) adalah sebagai berikut : a. Aktualisasi diri : kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa. b. Penghargaan : sesuatu yang diperoleh seseorang karena telah berhasil mendapatkan sesuatu setelah memberikan kontribusi c. Kebutuhan sosial : kebutuhan akan saling berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. d. Kebutuhan rasa aman : jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur,keteraturan, bebas dari rasa takut dan cemas. e. Kebutuhan fisik : kebutuhan akan kekuatan, percaya diri, dan kemandirian. 2.4 Kepuasan Kerja Karyawan 2.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian kepuasan kerja menurut para ahli: a. Menurut Luthans (2006:243), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. b. Menurut Mathis dan Jackson (2006:121), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. c. Menurut Robbins (2003:78), kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. d. Menurut Wager dan Hollenbeck (2009:106), kepuasan kerja ( Job Satisfaction ) memiliki 3 komponen, yaitu : 22 1. Value : Dimana seseorang secara sengaja atau tidak sengaja, menginginkan untuk memperoleh nilai atau manfaat dari pekerjaan itu sendiri. 2. Importance of Value : Manusia dibedakan tidak hanya dari nilai – nilai yang ia yakini, tapi juga dari beban atau usaha yang diberikan untuk memenuhi nilai – nilai tersebut. Perbedaan inilah yang mempengaruhi tingkat dari kepuasan seseorang. 3. Perception : kepuasan mencerminkan persepsi kita terhadap situasi saat ini dan nilai – nilai yang kita yakini. Dari kumpulan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja karyawan merupakan hasil keadaan emosional yang dirasakan seorang karyawan atas apa yang dilakukan terhadap pekerjaan mereka 2.4.2 Teori Kepuasan Kerja Teori kepuasan kerja menurut Wibowo (2012:502), mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Diantara teori kepuasan kerja adalah Two Factor Theory dan Value Theory. Two Factor Theory Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction ( ketidakpuasan ) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivation dan hygiene factors. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan ( seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain) dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivators. Value Theory Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang 23 menerima hasil, semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas. Value theory menfokuskan pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan seseorang. 2.4.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Beberapa faktor penentu kepuasan kerja menurut Luthans (2005:212), adalah sebagai berikut : 1. Pekerjaan itu sendiri : Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang serta pengembangan karir merupakan hal penting untuk setiap karyawan. Menurut Munandar (2006:357), Berdasarkan survey diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja, yaitu: a. Keragaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. b. Jati diri tugas (task identity). Sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas. c. Tugas yang penting (task significance). Rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh karyawan, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. d. Otonomi. Pekerjaan memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. e. Adanya timbal balik (feedback) pada pekerjaaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan kerja. 2. Gaji : Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan – harapan tenaga kerja, bagaimana gaji diberikan. Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima 24 dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan – tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja. 3. Kesempatan promosi : kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena promosi mengambil beberapa bentuk yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari yang menyertai kompensasi. Contohnya, apabila seorang karyawan naik jabatan, gaji karyawan juga naik sesuai dengan jabatannya dan kepuasan kerja karyawan tersebut juga meningkat. Menurut Hasibuan (2005:108), mengemukakan promosi berasaskan keadilan terhadap penilaian kejujuran, kemampuan dan kecakapan karyawan. Penilaian harus jujur dan objektif, tidak pilih kasih. Karyawan yang mempunyai peringkat terbaik hendaknya mendapatkan kesempatan pertama untuk dipromosikan tanpa melihat suku, golongan dan keturunannya. 4. Supervisor (Atasan) : Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan fungsional dan keseluruhan ( entity ). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk memuaskan nilai – nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan, misalnya dengan memberikan pekerjaan yang menantang. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai – nilai yang serupa. 5. Co-Worker ( Rekan Kerja ) : hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan, sehingga mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian kebutuhan sosialnya terpenuhi. Rekan kerja memberikan sumber – sumber semangat, kenyamanan, nasihat, dan bantuan kepada karyawan individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. 6. Kondisi Kerja : keadaan atau suasana di tempat kerja merupakan faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, aktraktif, dan nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu, kebutuhan – kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja. 25 2.5 Kinerja Karyawan 2.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja karyawan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai berikut: Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), mengemukakan bahwa kinerja karyawan adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2008:36), kinerja adalah nilai dari sekelompok perilaku karyawan yang berkontribusi, baik positif atau negatif, terhadap pencapaian tujuan organisasi. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja tidak berdiri sendiri tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan dipengaruhi oleh keterampilan,kemampuan dan sifat – sifat individu. Dengan kata lain kinerja ditentukan oleh kemampuan, keinginan dan lingkungan. Oleh karena itu agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan dan mengetahui pekerjaannya serta dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. 2.5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Kinerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup berorganisasi. Dalam mencapai kinerja yang tinggi, beberapa faktor yang mempengaruhi, menjadi pemicu apakah kinerja pegawai tinggi atau rendah. Menurut Mangkunegara (2006:16) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yang baik faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi yaitu : Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis ( rohani ) dan fisiknya ( Jasmaniah ). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari – hari dalam mencapai tujuan organisasi. Dimana jika diuraikan, faktor individu dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : a. Pengetahuan ( Knowledge ) 26 Yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelegensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas dimiliki karyawan. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media, dan informasi yang diterima. b. Keterampilan ( Skill ) Kemampuan dan penguasaan teknis operasional dibidang tertentu yang dimiliki karyawan. Seperti keterampilan konseptual ( conceptual skill ), keterampilan manusia ( human skill ) , dan keterampilan teknik ( technical skill ). c. Faktor Motivasi ( Motivation ) Motivasi bisa diartikan sebagai suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja dilingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan organsasi yang mempengaruhi prestasi kerja individu yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas , otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, 42 iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai. 2.5.3 Elemen – elemen untuk mengukur Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut : 1. Kuantitas dari hasil Jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kualitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas dari hasil 27 Mutu yang harus dihasilkan ( baik tidaknya ). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan” yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. 3. Ketepatan waktu dari hasil Waktu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan secara optimal. Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai konsekuensi biaya besar dan kerugian. 4. Kehadiran atau absensi Tingkat kehadiran merupakan sesuatu yang menjadi tolak ukur sebuah perusahaan dalam mengetahui tingkat partisipasi karyawan pada perusahaan. 5. Kemampuan bekerja sama Kemampuan bekerja sama dapat menciptakan kekompakan sehingga dapat meningkatkan rasa kerja sama antar karyawan. 2.6 Turnover Intention 2.6.1 Pengertian Turnover Intention Robbins and Judge (2007) menjelaskan bahwa perputaran karyawan (employee turnover) adalah pengunduran diri permanen secara sukarela maupun tidak sukarela dari suatu organisasi, kemudian definisi lain diungkap (Mathis, 2006:125), bahwa perputaraan adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Perputaraan karyawan yang tinggi mengakibatkan bengkaknya biaya perekrutmen, seleksi, dan pelatihan. Sementara itu keinginan berpindah (Turnover Intention) yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Meningkatnya tinggi turnover pada perusahaan karyawan akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah di investasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti di korbankan, maupun biaya rekruitmen dan pelatihan kembali (Agustina, 2008). Dari beberapa pendapat para ahli mengenai Turnover Intention dapat di simpulkan bahwa keinginan niat seseorang (karyawan) untuk berpindah kerja atau meninggalkan pekerjaannya yang sekarang dengan mengharapkan pekerjaan yang lebih baik dan bisa meningkatkan taraf kehidupan mereka. 2.6.2 Jenis-Jenis Perputaran Karyawan 28 Menurut Heneman dan Judge (Andestia, 2012:17), terdapat dua jenis perputaran atau perpindahan karyawan yaitu : 1. Voluntary Turnover, yaitu perpindahan yang diinginkan oleh karyawan sendiri karena alasan tertentu, seperti tidak ada kesempatan untuk promosi, pelatihan, masalah keluarga dan lain-lain. 2. Involuntary Turnover, yaitu perpindahan karyawan karena keputusan perusahaan seperti tidak memperpanjang kontrak karyawan karena kurang disiplin atau kinerja yang kurang baik dan perampingan perusahaan yang harus mengurangi jumlah karyawannya. 2.6.3 Faktor-faktor yang Berperan pada Turnover Intention Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Turnover Intention cukup kompleks dan saling berkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah usia, lama kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja dan kebudayaan perusahaan (Nayaputera, 2011:40). 1. Usia Pekerja dengan usia muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi daripada pekerja-pekerja dengan usia yang lebih tua. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan intensi turnover dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah tingkat intensi turnover-nya. Hal ini mungkin disebabkan karyawan yang usianya lebih tua enggan untuk berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat baru, atau karena energi yang sudah berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu didapat di tempat yang baru walaupun gaji dan fasilitas yang diterima lebih besar. Sedangkan tingkat turnover pada tenaga kerja berusia muda cenderung lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka masih memliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara tersebut. Selain itu tenaga kerja dengan usia muda lebih mungkin memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarga lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah mobilitas pekerjaan. 29 2. Lama Kerja Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukan adanya korelasi negatif antara masa kerja dengan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnover-nya. 3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap dorongan untuk melakukan turnover. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan mereka akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat pendidikannya terbatas. 4. Keikatan Terhadap Perusahaan Keikatan terhadap perusahaan memiliki korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover. Berarti semakin tinggi tingkat keikatan seseorang terhadap perusahaan akan semakin kecil ia mempunyai intensi untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan, dan sebaliknya. Seseorang yang mempunyai rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung ialah menurunnya dorongan untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan. 5. Kepuasan Kerja Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang. Semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk melakukan turnover. Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover memiliki banyak aspek. Diantara aspek-aspek itu adalah ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan, kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji, promosi, dan hubungan interpersonal. 6. Budaya Perusahaan Budaya merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang bekerja di dalam perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi mereka, menentukan dan mengharapkan bagaimana cara individu bekerja sehari-hari dan dapat membuat individu tersebut merasa senang dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan Robbins (1998) menyatakan bahwa budaya perusahaan 30 yang kuat mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu dan secara langsung mengurangi turnover. 2.6.4 Pengukuran Turnover Intention Menurut Abelson (Nayaputera, 2011:39) didefinisikan intensi turnover sebagai suatu keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Beberapa komponen pengukuran intensi turnover sebagai berikut : 1. Adanya pikiran untuk keluar 2. Keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain 3. Mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain 4. Adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi Kemudian Abelson, menyatakan bahwa sebagian besar karyawan yang meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dapat di kategorikan atas perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindarkan (avoidable voluntary turnover) dan perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan (unvoidablevoluntary turnover) . avoidable voluntary turnover dapat disebabkan karena alasan berupa gaji, kondisi kerja, atasan atau ada organisasi lain yang di rasakan lebih baik sedangkan unvoidablevoluntary turnover dapat disebabkan karena perubahan jalur karir, faktor keluarga, dan faktor kebutuhan diri. (Nayaputera, 2011:45). Dan menurut Mathis (2006:126), terdapat juga beberapa alasan karyawan yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh organisasi meliputi : 1. Adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup karyawan. 2. Karyawan pindah ke daerah geografis 3. Karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah karena alasan keluarga 4. Suami atau istri karyawan di pindahkan. 5. Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi. 2.6.5 Indikasi Terjadinya Turnover Intention Menurut Harnoto (Wijaya, 2012:40), Turnover Intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain : absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, 31 keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi ini dapat di gunakan sebagai acuan untuk memprediksikan Turnover Intention karyawan dalam sebuah perusahaan, berikut penjelasan indikasi terjadinya Turnover Intention : 1. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja biasanya ditandai dengan absensi meningkat dengan tingkat tanggung jawab karyawan yang menurun dibandingkan sebelumnya. 2. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang di pandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terrhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja , lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang di tekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang di bebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. 32 2.7 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis, 2014 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran 2.8 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian terdahulu No Nama Penulis Judul Nama Jurnal Keterangan Penelitian ini bertujuan Smrita Sinha, Impact of Work Culture Ajay 1 Kr. on Motivation Singh, Nisha Performance Gupta, Rajul Employees Dutt and Level in Sector Companies of Private untuk meneliti mengenai ACTA dampak kerja budaya OECONOMICA dalam PRAGENSIA tingkatan kinerja 6/2010 karyawan dalam perusahaan sektor motivasi dan pribadi Chirsbel 2 Ncube; Michael Samuel, M. Revisiting Motivation Employee Mediterranean and Penelitian ini bertujuan Job Journal of untuk meneliti mengenai O. Satisfaction within the Science Social apakah motivasi kerja context of an Emerging Vol. 5, May 2014 mempengaruhi Kepuasan 33 Economy Kerja pada karyawan di salah satu kotamadya di bagian distrik ekonomi pada Negara Afrika Selatan International Pirzada Sami Organizational Ullah 3 Ilyas, Culture Journal of untuk meneliti mengenai Sabri, and Its Impact on the Job Business Muhammad Penelitian ini bertujuan Satisfaction of the Social and budaya organisasi dan Science dampaknya Zahra University Teachers of Vol. 2 No. 24 [ kepuasan Amjad Lahore pada kerja Special Issue - Universitas December 2011 ] Analysis of the Problems dari Guru di Lahore of Penelitian ini bertujuan Relationship that Exists MANAGEMENT untuk meneliti mengenai 4 Evans Sokro between Organizational NT in the 21st analisis hubungan antara Culture, Motivation and Century; Volume budaya Performance 3, 2012, 118 organisasi, motivasi dan kinerja Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja, Analisis pengaruh Kepuasan 5 kerja iklim organisasi dan JURNAL STUDI komitmen Iklim Organisasi MANAJEMEN terhadap Keinginan & ORGANISASI cukup Adhi Setyanto, keluar (Intention to Quit) Volume Suharnomo, dengan Komitmen Nomor Sugiono Organisasional sebagai Januari, variabel intervening pada 2013, dan organisasi terhadap niat dan 10, menganalisis untuk untuk variabel 1, yang paling efektif pada Tahun niat untuk berhenti. Hal Halaman ini diperlukan untuk Perusahaan Perkebunan 75 menguji Kelapa yang mempengaruhi niat sawit Prima Group Teladan faktor-faktor untuk berhenti sehingga manajemen akan mampu mendorong tingkat 34 turnover turun. Penelitian ini bertujuan 6 of untuk Employee turnover in the Journal menemukan Business & penyebab Amin, M., small business: tingginya Economics Zaman, A., & Practical insights from turnover pada pekerja Amin, N. urban child care centers. Research, 2(2), atau karyawan disalah 61-70. (2011). satu tempat penitipan anak di kota New York. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efek kepuasan karyawan dengan kinerja dan niat Determinants 7 of Job its Javed, Satisfaction and Magoona; Impact on Employee Balouch, Rifat Performance and Turnover Intentions untuk International Journal of Learning & Development, Vol. 4, No. 2 (2014) keluar. tingkat kepuasan karyawan yang rendah dalam organisasi apapun, karyawan organisasi yang akan sengaja organisasi meninggalkan itu, juga menunjukkan bahwa tingkat kepuasan kerja dan motivasi mempengaruhi produktivitas karyawan Shaghayegh Kiani Mehr, Somayeh 8 Emadi, Hajar Cheraghian, Fatima Roshani, Fatemeh Relationship Job between Satisfaction and Organizational Culture in Staffs and Experts of Physical Education Offices of Mazandaran Province European Journal of Experimental Biology, 2012,2 (4):1029 - 1033 Mengenai bagaimana hubungan antara kepuasan organisasi kerja dan pada karyawan dan ahli dari kantor edukasi fisik di Provinsi Mazandaran 35 Behzadil Sumber: Penulis,2014 2.9 Hipotesis Menurut Sugiyono (2008:93), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relavan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Ho : tidak ada pengaruh antar variabel Ha : ada pengaruh antar variabel Berdasarkan dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka, maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan karyawan ? Ho = Variabel budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan. Ha = Variabel budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan. 2. Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap turnover intention ? Ho = Variabel budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention. Ha = Variabel budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention. 3. Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan ? Ho = Variabel budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan. Ha = Variabel kompensasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan. 4. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan ? Ho = Variabel motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan. 36 Ha = Variabel motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan. 5. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap turnover intention ? Ho = Variabel motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention. Ha = Variabel motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention. 6. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan ? Ho = Variabel motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan. Ha = Variabel motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan. 7. Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap turnover intention melalui kepuasan kerja karyawan ? Ho = Variabel budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kepuasan kerja karyawan. Ha = Variabel budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kepuasan kerja karyawan. 8. Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap turnover intention melalui kinerja karyawan ? Ho = Variabel budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kinerja karyawan. Ha = Variabel budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kinerja karyawan. 9. Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap turnover intention melalui kepuasan kerja karyawan dan kinerja kerja ? Ho = Variabel budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kepuasan kerja karyawan dan variabel kinerja karyawan. 37 Ha = Variabel budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kepuasan kerja karyawan dan variabel kinerja karyawan. 10. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap turnover intention melalui kepuasan kerja karyawan ? Ho = Variabel motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kepuasan kerja karyawan. Ha = Variabel motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kepuasan kerja karyawan. 11. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap turnover intention melalui kinerja karyawan ? Ho = Variabel motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kinerja karyawan. Ha = Variabel motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kinerja karyawan. 12. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap turnover intention melalui kepuasan kerja karyawan dan kinerja karyawan ? Ho = Variabel motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kepuasan kerja karyawan dan variabel kinerja karyawan. Ha = Variabel motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kepuasan kerja karyawan dan variabel kinerja karyawan. 13. Apakah ada pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap kinerja kayawan ? Ho = Variabel kepuasan kerja karyawan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan. Ha = Variabel kepuasan kerja karyawan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan. 38 14. Apakah ada pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap turnover intention ? Ho = Variabel kepuasan kerja karyawan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention. Ha = Variabel kepuasan kerja karyawan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention. 15. Apakah ada pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap turnover intention melalui kinerja karyawan ? Ho = Variabel kepuasan kerja karyawan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kinerja karyawan. Ha = Variabel kepuasan kerja karyawan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention melalui variabel kinerja karyawan. 16. Apakah ada pengaruh kinerja karyawan terhadap turnover intention ? Ho = Variabel kinerja karyawan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention. Ha = Variabel kinerja karyawan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel turnover intention.