Pemodelan pengaruh jarak jangkau ruang terbuka

advertisement
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suhu permukaan merupakan salah satu
unsur
iklim
mikro
yang
dapat
mempengaruhi karakteristik unsur iklim
mikro lainnya seperti suhu udara, arah angin
dan sebagainya. Pada daerah perkotaan,
unsur-unsur
fisis
atmosfer
sangat
dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan
aktivitas penggunaan lahan. Aktivitas
tersebut membentuk karakteristik iklim
mikro yang khas di perkotaan. Salah satu
karakteristik iklim mikro yang tampak
adalah dengan terbentuknya pulau panas
(urban heat island) di mana terdapat
perbedaan yang nyata antara suhu rata-rata
daerah urban dengan daerah sub-urban.
Pada dasarnya, penggunaan lahan
dapat berpengaruh terhadap penerimaan
radiasi matahari dan kemampuan bahan
penutup lahan tersebut dalam melepaskan
panas yang diterima dari radiasi matahari.
Menurut Wardhani (2006), penutupan lahan
berupa
penutupan
vegetasi,
dapat
menurunkan
suhu
di
pusat
kota
dibandingkan dengan daerah pinggiran kota.
Dengan pertimbangan tersebut, maka
diperlukan eksistesi ruang terbuka hijau di
wilayah perkotaan. Namun demikian,
Perencanaan wilayah perkotaan seringkali
kurang
memperhatikan
aspek
fisis
perkotaan. Umumnya, pembangunan ruang
terbuka hijau hanya dilakukan pada lahanlahan yang kosong dan kurang mencukupi
sebagai peredam panas perkotaan. Oleh
Karena itu, diperlukan perumusan dalam
penentuan jarak antar-ruang terbuka hijau di
daerah perkotaan agar ruang terbuka hijau
tersebut dapat secara efektif menciptakan
iklim mikro diperkotaan yang nyaman.
Pendugaan jarak ruang terbuka hijau
yang efektif dapat ditempuh dengan
observasi pengaruh ruang terbuka hijau
terhadap iklim mikro khususnya suhu udara
di perkotaan. Akan tetapi, untuk dapat
diperoleh data yang menggambarkan
pengaruh ruang terbuka hijau terhadap suhu
permukaan dengan tepat, maka diperlukan
kondisi cuaca yang menghampiri kondisi
normal di mana tidak terjadi fenomena
ENSO pada tahun tersebut. Oleh sebab itu,
pendugaan sebaran suhu permukaan pada
area yang luas, dilakukan dengan
menggunakan teknik teknik penginderaan
jauh.
Teknik pengindraan jauh selain dapat
menghemat biaya dan waktu, dapat pula
menyediakan data yang relatif cepat, mudah
dan berkelanjutan serta meliputi area kajian
yang luas. Dengan demikian, perumusan
jarak antar-ruang terbuka hijau di daerah
perkotaan dapat diperoleh melalui ekstraksi
komponen neraca energi, suhu permukaan
dan jarak antar-ruang terbuka hijau sehingga
dapat memudahkan penentu kebijakan
dalam perencanaan pembangunan tata kota
dan wilayah perencanaan tata ruang di
perkotaan.
1.2. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
membangun model hubungan antara jarak
RTH terhadap iklim mikro khususnya suhu
permukaan di perkotaan. Berdasarkan model
tersebut, didapatkan jarak RTH yang efektif,
sehingga
dapat
digunakan
sebagai
pertimbangan perencanaan tata ruang
perkotaan.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ruang Terbuka Hijau
Dalam Undang-Undang no 26 tahun
2007 Tentang Penataan Ruang pasal 1 ayat
31 disebutkan bahwa
yang dimaksud
dengan Ruang terbuka hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. Pada pasal 29 ayat 2 UU No. 26
tahun 2007 disebutkan bahwa proporsi ruang
terbuka hijau pada wilayah kota paling
sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
wilayah kota. Selanjutnya, pada pasal 29
ayat 3 UU No. 26 tahun 2007 disebutkan
bahwa Proporsi ruang terbuka hijau publik
pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua
puluh) persen dari luas wilayah kota.
Menurut Instruksi Mendagri No. 14
Tahun 1998 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau di wilayah perkotaan,
terdapat tujuh bentuk RTH berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu :




RTH yang berlokasi dikarenakan
adanya tujuan konservasi,
RTH untuk tujuan keindahan kota,
RTH karena adanya tuntutan fungsi
kegiatan tertentu, misalnya RTH
rekreasi dan RTH pusat kegiatan
olahraga,
RTH untuk tujuan pengaturan lalu lintas
kota,
1



RTH sebagai sarana olahraga bagi
kepentingan perumahan,
RTH untuk kepentingan flora dan fauna
seperti kebun binatang ,
RTH untuk halaman maupun bangunan
rumah dan bangunan
Menurut Wardhani (2006), ruang terbuka
hijau sangat efektif dalam mengurangi
climatological heat effect pada lokasi
pemusatan bangunan tinggi yang berakibat
pada timbulnya anomali pergerakan zat
pencemar udara yang berdampak destruktif
baik terhadap fisik bangunan maupun
makhluk hidup.
2.2. Citra Satelit Landsat
Menurut Kieffer & Lillesand (1997),
Penginderaan jauh (inderaja) secara umum
didefinisikan sebagai suatu cara untuk
memperoleh informasi dari objek tanpa
mengadakan kontak fisik dengan objek
tersebut, sedangkan secara khusus adalah
usaha untuk mendeteksi gelombang
elektromagnetik baik yang dipancarkan atau
dipantulkan oleh objek.
Menurut fungsinya satelit inderaja
dibedakan menjadi satelit sumber daya alam
dan satelit lingkungan-cuaca. Satelit yang
termasuk sumber alam diantaranya adalah
SPOT dan LANDSAT, sedangkan satelit
lingkungan dan cuaca diantaranya METEOR
dan COSMOS (USSER), TIROS-N dan
NOAA-N (USA).
The United States Geological Survey
USGS
(2002),
menyebutkan
bahwa
pemantauan sumber daya yang ada di bumi
dapat dilakukan dengan menggunakan
Satelit Landsat 5 yang diluncurkan pada
tanggal 1 maret 1984. Satelit ini mengorbit
pada ketinggian orbit pada 705 km, sun
synchronous, dan memetakan bumi dengan
siklus pengulangan 16 hari sekali pada pukul
10.00 waktu setempat.
Tabel 1 Fungsi dan panjang gelombang tiap kanal dalam satelit Landsat ETM+ ( Lillesan dan
Kiefer, 1997)
1
Panjang
Gelombang(µm)
0.45 - 0.52
2
0.52 - 0.60
Hijau
3
0.63 - 0.69
Merah
4
0.76 - 0.90
Infra merah
dekat
5
1.55 - 1.75
Infra merah
sedang
6
10.4 - 12.5
7
2.08 - 2.35
Infra Merah
Termal
Infra merah
sedang
Kanal
Warna
Spektral Kegunaan
Biru
Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk pemetaan air,
pantai, pemetaan tanah, pemetaan tumbuhan, pemetaan
kehutanan dan mengidentifikasi budidaya manusia.
Untuk pengukuran nilai pantul hijau pucuk tumbuhan
dan penafsiran aktifitasnya, juga untuk pengamatan
kenampakan budidaya manusia.
Dibuat untuk melihat daerah yang menyerap klorofil,
yang dapat digunakan untuk membantu dalam
pemisahan spesies tanaman juga untuk pengamatan
budidaya manusia.
Untuk membedakan jenis tumbuhan aktifitas dan
kandungan biomassa untuk membatasi tubuh air dan
pemisahan kelembaban tanah
Menunjukkan kandungan kelembaban tumbuhan dan
kelembaban tanah, juga untuk membedakan salju dan
awan.
Untuk menganalisis tegakan tumbuhan, pemisahan
kelembaban tanah dan pemetaan panas.
Berguna untuk pengenalan terhadap mineral dan jenis
batuan, juga sensitif terhadap kelembaban tumbuhan.
Sistem Landsat-5 dirancang untuk
bekerja 7 kanal atau kanal energi pantulan
(kanal 1, 2, 3, 4, 5, 7) dan satu kanal energi
emisi (kanal 6). Sensor ETM+ bekerja pada
tiga resolusi, yaitu :
•
•
.
Kanal spektral yaitu kanal 1 hingga
kanal 5 dan kanal 7 untuk resolusi 30
meter
Kanal 6 bekerja dengan resolusi 120
meter.
2
Dalam menganalisis suhu permukaan,
maka kanal yang digunakan adalah kanal 6
yang merupakan satu- satunya kanal yang
memilki sensor terhadap thermal IR pada
sistem
penginderaan
jauh.
Panjang
gelombang yang ditangkap oleh kanal
tersebut adalah 10.4-12.5 µm, di mana
secara umum memiliki fungsi
untuk
mencari lokasi kegiatan geothermal,
mengukur
tingkat
stress
tanaman,
kebakaran, dan kelembaban tanah.
2.3. Pengertian dan komponen neraca
energi
 Radiasi netto (Rn)
Permukaan matahari dengan suhu
sekitar 6000 Kelvin akan memancarkan
radiasi sebesar 73,5 juta Wm-2 . Radiasi
yang sampai di puncak atmosfer rata-rata
1360 Wm-2, hanya sekita 50% yang diserap
oleh permukaan bumi, 20% diserap oleh air
dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan
30% dipantulkan oleh permukaan bumi,
awan dan atmosfer.
Matahari dapat memancarkan radiasi
gelombang pendek, sedangkan benda di
alam yang mempunyai suhu permukaan
lebih besar dari 0 Kelvin (atau -273 oC)
dapat memancarkan radiasi gelombang
panjang yang nilainya berbanding lurus
dengan pangkat empat suhu permukaan
benda tersebut (Hukum Stefan-Bolzman).
Sebagian dari radiasi matahari akan diserap
dan dipancarkan
lagi dalam bentuk
gelombang panjang.
Selisih antara gelombang pendek netto
dan gelombang panjang yang datang ke
permukaan dengan gelombang pendek dan
gelombang panjang yang hilang disebut
radiasi netto yang dirumuskan sebagai
berikut:
Rn = Rs↓+Rs↑+Rl↑+Rl↓ ……(1)
dengan Rs↓ adalah radiasi gelombang
pendek yang datang, Rs↑ adalah radiasi
gelombang pendek yang dipantulkan, Rl↑
radiasi gelombang penjang yang dipantulkan
dan Rl↓ adalah radiasi gelombang penjang
yang datang. Sebagian dari radiasi
gelombang pendek dipantulkan dan diserap
atau diteruskan. Seberapa besar energi
pantulannya tergantung pada albedo (α)
permukaanya.
Gambar 1 Ilustrasi komponen-komponen
neraca energy. Sumber :
Langensiepen (2003).
Berdasarkan pemanfaatan radiasi netto
sebagaimana Gambar 1, radiasi netto dapat
pula dirumuskan sebagai
Rn = H+G+λE+S……(2)
dimana H adalah sensible heat flux, G
adalah soil heat flux, λE adalah latent heat
flux, S adalah storage.
Samson dan Lemeur (2001) dalam
tulisannya menyebutkan bahwa radiasi netto
yang diterima oleh obyek di muka bumi
akan digunakan untuk proses-proses fisis
dan biologis yang dirumuskan ke dalam
persamaan berikut :
Rn = Sa+Sg+Sw+Sv+Sp……….(3)
di mana Rn merupakan radiasi netto, Sa
adalah sensible heat flux yang seringkali
dilambangkan dengan H, Sg adalah soil heat
flux yang sering dilambangkan dengan G, Sw
adalah latent heat flux yang sering
dilambangkan dengan λE, Sv adalah bimass
heat storage dan Sp adalah photosynthesis
heat storage. Keseluruhan pemanfaatan
radiasi netto tersebut dinyatakan dalam
satuan Wm-2.
Berbeda dengan Samson dan Lemeur
(2001), Mayers dan Hollinger (2003) dalam
tulisannya menjelaskan bahwa G berbeda
dengan Sg. Menurut Mayers dan Hollinger
(2003), Sg merupakan ground heat storage
di atas soil heat flux plate (G).
Mayers dan Hollinger (2003) juga
menyebutkan bahwa terdapat komponen
pemanfaatan radiasi netto untuk pemanasan
kandungan air (Sc). Dengan demikian,
persamaan radiasi netto menurut Mayers dan
Hollinger (2003) adalah :
Rn = H+G+λE+Sv+Sp+Sc……….(4)
Proses-proses pemanfaatan radiasi
netto ke dalam berbagai komponenkomponen di atas akab berinteraksi dengan
berbagai obyek di permukaan, termasuk
interaksinya terhadap tumbuhan. Pengaruh
interaksi radiasi terhadap tumbuhan dibagi
menjadi tiga bagian (Ross, 1975 dalam
Impron 1999) :
3

Pengaruh thermal radiasi hampir 70%
diserap oleh tanaman dan diubah
sebagai lengas dan energi untuk
respirasi, serta untuk pertukaran panas
dengan lingkungannya.
 Pengaruh fotosintesis karena hampir
28% dari energi yang ada diserap untuk
fotosintesis dan disimpan dalam bentuk
energi kimia
 Pengaruh
fotomorfogenetik
yaitu
sebagai regulator dan pengendali proses
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman.
 Sensible Heat Flux (H)
Sensible Heat Flux (H) atau yang
dikenal dengan lengas terasa atau fluks
pemanasan udara merupakan energi yang
digunakan untuk memindahkan panas dari
permukaan ke udara (Maharani, 2005).
Fluks lengas terasa pada umumnya
berlangsung secara konveksi di mana panas
dipindahkan bersama-sama dengan fluida
yang bergerak. Proses tersebut dirumuskan
kedalam persamaan berikut :
……..(5)
di mana H adalah fluks pemanasan udara
(Wm-2), ρ adalah kerapatan udara kering
(Kgm-3), Cp adalah panas jenis udara pada
tekanan tetap (JKg-1K-1), Ts adalah suhu
permukaan (oC), Ta adalah suhu udara (oC)
dan Γa adalah tahanan aerodinamik.
Berdasarkan persamaan 5 diatas, diketahui
bahwa semakin besar perbedaan antara suhu
permukaan dengan suhu udara diatasnya
dengan tahanan aerodinamik yang kecil,
maka jumlah energi akan menjadi besar.
Proses pemanasan udara melalui konveksi
lebih efektif dibandingkan dengan konduksi
atau radiasi. Oleh karena itu, proses
pemanasan udara dalam neraca energi hanya
diwakili oleh proses konveksi, sehingga nilai
H ~ Rn.
 Latent Heat Flux (LE)
Latent heat flux (LE) merupakan
limpahan energi yang digunakan untuk
menguapkan air ke atmosfer. Menurut
Monteith dan Unsworth (1990), fluks panas
laten adalah jumlah energi yang diperlukan
untuk mengubah satu unit massa air menjadi
uap pada suhu yang sama. Bila terjadi
evaporasi, maka sistem yang berevaporasi
mengalami pengurangan energi , sedangkan
aliran energi akan bersifat positif (Michael,
2006). Pada proses ini terjadi konversi panas
laten menjadi lengas terasa yang kemudian
meningkatkan suhu udara dan menurunkan
suhu permukaaan.
 Soil Heat Flux (G)
Soil Heat Flux (G) merupakan
sejumlah energi matahari yang sampai pada
permukaan tanah dan digunakan untuk
berbagai proses fisik dan biologi tanah.
Bentuk aliran energi pada fluks panas udara
berupa konduksi di mana sebagian energi
kinetik molekul benda/medium yang
bersuhu lebih tinggi dipindahkan ke molekul
benda yang lebih rendah melalui tumbukan
molekul-molekul
tersebut.
Hal
ini
ditunjukkan melalui persamaan berikut :
……..(6)
di mana G adalah fluks pemanasan tanah
(Wm-2), k adalah koefisien konduktifitas
tanah (Wm-2 K-1) dan adalah gradient suhu
(Km-1). Menurut Pusmahasib (2002),
limpahan lengas tanah yang sampai di
permukaan tanah akan berkurang seiring
dengan meningkatnya indeks luas daun
suatu vegetasi.
 Storage (S)
Sebagaimana persamaan 2, diketahui
bahwa pemanfaatan radiasai netto selain
digunakan untuk sensible heat flux, soil heat
flux dan latent heat flux, radiasi netto yang
diserap akan digunakan sebagai komponen
storage. Menurut Mayers dan Hollinger
(2003), komponen storage terdiri dari
penggunaan radiasi netto untuk adveksi,
pengubahan energi menjadi biomasa (Sv),
energy untuk fotosintesis (Sp) dan
memanaskan sejumlah air yang terkandung
di dalam suatu obyek terutama pada vegetasi
(Sc).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Jing et. al. (2006), adveksi merupakan
pemanfaatan radiasi netto untuk proses
pemanasan secara horizontal. Adveksi
dipengaruhi oleh
energi yg tersedia,
kandungan air, kecepatan angin dan gradien
vertical dari suhu udara.dalam penelitian
tersebut, didapatkan pula adanya ragam
spasial pada proses adveksi.
Samson
dan
Lemeur
(2001)
menyebutkan bahwa penggunaan komponen
storage pada radiasi nettto tidak sebesar
pemanfaatan radiasi netto untuk G, LE dan
H. Terkadang, komponen S hanya
dipertimbangkan sebagai fraksi yang tetap
pada pemanfaatan Rn oleh suatu obyek
karena sulitnya menentukan heat storage
terutama Sp ( (Aston (1985) dalam Samson
dan Lemeur (2001)).
Penelitian yang dilakukan oleh Samson
dan Lemeur (2001) di Belgia (50o58’ LU
4
dan 3o49’ BT) menyatakan bahwa
peningkatan dan penurunan penggunaan
radiasi netto mengubah energi menjadi
biomasa (Sv) sebanding dengan sensible heat
flux. Selain itu, Samson dan Lemeur (2001)
juga menyebutkan bahwa pemanfaatan
radiasi netto untuk proses fotosintesis (Sp)
pada tumbuhan pinus hanya sebesar 3% dari
keseluruhan radiasi netto yang diterima
vegetasi tersebut.
2.4.
NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index)
Departemen
Kehutanan
2001
mendefinisikan NDVI ( Normalized
Difference Vegetation Index ) sebagai suatu
nilai hasil pengolahan indeks vegetasi dari
citra satelit kanal infra merah dan kanal
merah dekat yang menunjukkan tingkat
konsentrasi klorofil daun yang berkorelasi
dengan kerapatan vegetasi berdasarkan nilai
spektral pada setiap piksel. Sementara
Panuju (2009) mendefinisikan NDVI
(Normalized Difference Vegetation Index)
sebagai nilai indeks tanpa satuan yang
menggambarkan
kondisi vegetasi pada
suatu hamparan yang dirumuskan sebagai
…(7)
di mana NIR adalah gelombang infra merah
dekat (0.76 - 0.90 µm) dan IR adalah
gelombang infra merah (0.63 - 0.69 µm).
Menurut Knipling (1970), vegetasi memiliki
reflektansi yang rendah terhadap gelombang
cahaya tampak dan IR karena sebagian besar
gellombang cahaya tampak tersebut diserap
oleh klorofil dan sebagian besar IR pada
panjang gelombang di atas 1.3 µm akan
diserap oleh air. Sebaliknya, vegetasi akan
merefleksikan sebagian besar gelombang
infra merah dekat yang diterimanya.
Perhitungan
NDVI
merupakan
perbandingan antara reflektansi gelombang
infra merah dekat dengan gelombang cahaya
tampak. Nilai NDVI berkisar dari -1 hingga
+1. Nilai tersebut mengindikasikan tingkat
kesuburan dan kerapatan vegetasi dari suatu
penutupan lahan. Semakin rapat dan subur
suatu vegetasi, maka nilai NDVI akan
menunjukkan nilai yang tinggi, sedangkan
pada area yang telah terjadi pembukaan
lahan akan menunjukkan nilai NDVI yang
rendah. Nilai NDVI positif (+) terjadi
apabila suatu obyek lebih banyak
memantulkan gelombang inframerah dekat
dibandingkan dengan infra merah. Nilai
NDVI nol (0) terjadi apabila pemantulan
gelombang inframerah sama dengan
pemantulan gelombang infra merah. Nilai
NDVI negatif (-) terjadi apabila suatu awan,
salju dan badan air memantulkan gelombang
infra merah yang lebih banyak dibandingkan
dengan gelombang inframerah dekat.
Menurut Allen et. al (2001) terdapat
hubungan antara nilai NDVI, soil heat flux
(G), radiasi netto, albedo dan suhu
permukaan :
G = f (Rn, Ts, α, NDVI ) …….(8)
dirumuskan sebagai berikut :
(1-0.98
NDVI4)………………..(9)
di mana :
G
= soil heat flux (Wm-2)
Ts
= suhu permukaan (K)
NDVI = indeks vegetasi
Rn
= radiasi netto (Wm-2)
α
= albedo.
Panuju (2009) menyatakan bahwa
pendugaan
indeks
vegetasi
dengan
menggunakan NDVI memiliki berbagai
keuntungan. Pertama, NDVI potensial untuk
mempelajari tanaman. Kedua, NDVI dapat
digunakan
untuk
memisahkan
tipe
permukaan bervegetasi. Ketiga, NDVI
merupakan indeks vegetasi yang relatif
tidak sensitif terhadap topografi.
Menurut
Darmawan
(2005),
berdasarkan beberapa studi menunjukkan
bahwa
indeks
vegetasi
(NDVI)
menunjukkan bahwa NDVI
sebagai
parameter terbaik dalam
membedakan
berbagai kelas vegetasi. Minimum NDVI
adalah nilai NDVI minimal dan umumnya
merupakan titik terendah dari kegiatan
fotosintesis, sementara maksimum NDVI
adalah nilai maksimum yang merupakan
titik tertinggi aktivitas fotosintesis.
2.5. Suhu Permukaan
Menurut Rosenberg (1974), suhu
permukaan dapat diartikan sebagai suhu
terluar suatu objek. Untuk suatu tanah
terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada
lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan
untuk vegetasi dapat dipandang sebagai suhu
permukaan kanopi tumbuhan, dan pada
tubuh air merupakan suhu dari permukaan
air tersebut. Ketika radiasi melewati
permukaan suatu objek, fluks energi tersebut
akan meningkatkan suhu permukaan objek.
5
Hal ini akan meningkatkan fluks energi yang
keluar dari permukaan benda tersebut.
Energi panas tersebut akan dipindahkan dari
permukaan yang lebih panas ke udara
diatasnya yang lebih dingin. Sebaliknya, jika
udara lebih panas dan permukaan lebih
dingin, panas akan dipindahkan dari udara
ke permukaan dibawahnya.
Perubahan suhu permukaan obyek
tidaklah sama. Hal ini tergantung pada
karakteristik objek tersebut. Karakteristik
yang menyebabkan perbedaan tersebut
diantaranya emisivitas, kapasitas panas jenis
dan konduktivitas thermal. Suhu permukaan
objek akan meningkat bila memiliki
emisivitas dan kapasitas panas yang rendah
dan
konduktivitas
termalnya
tinggi
(Adiningsih, 2001).
Emisivitas, konduktivitas dan kapasitas
panas sangat berpengaruh terhadap suhu
permukaan. Emisivitas adalah rasio total
energi radian yang diemisikan suatu benda
per unit waktu per unit luas pada suatu
permukaan dengan panjang gelombang
tertentu pada temperatur benda hitam pada
kondisi yang sama. Konduktivitas termal
dapat didefinisikan sebagai kemampuan
fisik suatu benda untuk menghantarkan
panas dengan pergerakan molekul. Kapasitas
panas merupakan jumlah panas yang
dikandung oleh suatu benda (Handayani
2007 ).
2.6. Neraca Energi Tiap Penutupan
Lahan bervegetasi
Menurut Waspadadi (2007), ruang
terbuka hijau dengan luasan 30x30 meter
mampu menurunkan suhu udara di lahan
terbangun sebesar 0,0631oC. Berdasarkan
penelitian tersebut, maka dapat diidentifikasi
bahwa bila RTH mampu menurunkan suhu
udara. Oleh karena itu, RTH juga mampu
menurunkan
suhu
permukaan
pada
penutupan lahan non-vegetasi. Dengan
demikian, dapat dipertimbangkan bahwa
luasan RTH mempengaruhi kondisi suhu
permukaan
disekitaanya
dan
dapat
digunakan sebagai peubah penjelas dari
peubah respon berupa suhu permukaan.
Pada penelitian yang dilakukan Waspadadi
(2007) juga diketahui bahwa dengan
penambahan 213,75 m lahan bervegetasi
pada 3 poligon (14.850 m2) mampu
menggeser rentang suhu permukaan yaitu
dari selang 21-33 oC menjadi 23-32 oC.
 Persawahan
Pusmahasib
(2002)
menjelaskan
bahwa pada lahan bervegetasi tanaman padi
sawah, radiasi netto yang mencapai
permukaan tanah akan berkurang. Hal ini
terjadi karena sebagian dari radiasi netto
akan mengenai tanaman sebelum mencapai
permukaan tanah. Selanjutnya, dijelaskan
pula bahwa untuk penutupan lahan berupa
persawahan, nilai fluks pemanasan udara
(H)
berfluktuasi
sesuai
dengan
perkembangan umur tanaman padi. Fluks
pemanasan udara relatif besar terjadi pada
awal umur tanaman padi dan akan menurun
ketika tajuk tanaman mulai rapat. Kondisi
ini dikarenakan pada saat tersebut tanaman
masih muda dengan rumpun yang masih
renggang, sehingga radiasi global yang
datang langsung mengenai air pada lahan
sawah. Akibatnya suhu air akan tinggi dan
akan terjadi peningkatan limpahan lengas
terasa.
Ketika tanaman mulai tumbuh dan
tajuk tanaman mulai rapat, radiasi yang
sampai ke permukaan tanah akan menurun
karena tajuk tanaman padi yang rapat
menghalangi penerimaan langsung radiasi
ke tanah. Nilai H pada persawahan akan
meningkat saat menjelang panen karena
terjadi perontokan tanaman padi dan
pembukaan lahan akibat proses pemanenan.
Pada rujukan yang sama, diketahui
bahwa untuk daerah persawahan, LE (latent
heat) yang terjadi cukup tinggi dan
berbanding lurus terhadap penerimaan
radiasi netto yang mengenai kawasan
persawahan tersebut. Nilai LE akan
menurun seiring dengan umur tanaman dan
akan meningkat pada saat menjelang panen.
Hal ini dikarenakan pada saat umur tanaman
masih muda, lahan sawah masih terairi
sehingga kelembaban udara di sekitar
tanaman akan meningkat dan defisit tekanan
uap air akan menurun, akibatnya nilai LE
akan berkurang. Sebaliknya, pada saat akhir
tanam, pengairan pada lahan mulai
dikurangi, maka kelembaban udara akan
turun sehingga terjadi peningkatan defisit
tekanan dan mengakibatkan LE juga akan
meningkat. Sementara itu, untuk nilai fluks
panas tanah (G) pada persawahan, nilainya
akan berkurang seiring dengan pertambahan
umur tanaman padi sawah dan akan
meningkat kembali pada saat tanaman padi
sawah menggugurkan daunnya ketika
menjelang panen.
 Vegetasi tinggi
Dalam Impron (1999), kanopi tanaman
memiliki
tiga
sifat
optikal,
yaitu
refleksivitas,
transmisivitas
dan
absorbsivitas.
Refleksivitas merupakan
proporsi kerapatan fluks radiasi matahari
6
yang direfleksikan oleh unit indeks luas
daun atau kanopi, sedangkan transmisivitas
adalah proporsi kerapatan fluks radiasi yang
ditransmisikan oleh unit indeks luas daun.
Absorbsivitas dapat didefinisikan sebagai
proporsi kerapatan fluks radiasi yang
diabsorbsi oleh unit indeks luas daun.
Dalam June (1993), radiasi surya yang
sampai di permukaan kanopi tanaman ± 85%
akan diserap dan kurang dari 10% akan
dipantulkan. Sedangkan bagian yang tidak
diintersepsi
akan
diteruskan
atau
ditransmisikan ke bagian bawah kanopi
sebesar 5%. Proses penyerapan, pemantulan
dan penerusan radiasi pada area tanaman
akan menyebabkan terjadinya perubahan
spektrum dari radiasi surya di puncak,
tengah dan dasar kanopi. Keadaan ini
mempunyai
implikasi penting untuk
tanaman yang tumbuh di bawah kanopi yang
tebal. Faktor yang mempengaruhi penetrasi
radiasi surya ke dalam tajuk meliputi sudut
berdirinya daun, sifat permukaan daun,
ketebalan daun (transmisi radiasi), ukuran
daun, elevasi matahari serta proporsi dari
radiasi langsung dan baur tajuk tanaman.
Dalam suatu vegetasi, bila indeks
pantulan yang terjadi adalah (ρ), indeks
transmisi (η), dan indeks absorbsi (α), maka
keseimbangan radiasi yang terjadi adalah
sebagai berikut (Impron, 1999) :
ρ + η + α = 100%......................(10)
Koefisien pemadaman (extinction
coefficient) tajuk tanaman menggambarkan
besarnya
kemampuan
tajuk
dalam
mengintersepsi radiasi yang melewati tajuk
tanaman, mulai dari puncak tajuk menuju
permukaan tanah (June, 1993). Distribusi
cahaya dalam kanopi tanaman merupakan
faktor penting dalam pertumbuhan tanaman
dan efisiensi konversi penerimaan radiasi
menjadi bahan kering (June, 1993).
Koefisien pemadaman dapat menjelaskan
bagaimana hubungan karakteristik kanopi
tanaman dan intersepsi radiasi.
Nilai koefisien pemadaman (k)
bergantung pada spesies, tipe tegakan, dan
distribusi daun. Nilai k kurang dari 1
terdapat pada kondisi dedaunan yang tidak
horizontal atau distribusi daun tidak merata
(merumpun). Sementara nilai k lebih dari 1
terdapat pada distribusi daun yang tersebar
merata (June, 1993).
Yoshida (2009) menyatakan bahwa
pada penutupan lahan berupa hutan dengan
vegetasi
tinggi
yang
rapat,
akan
memancarkan 70% fluks panas laten dan
30% lengas terasa dari radiasi netto yang
diterimanya. Untuk daerah urban, radiasi
netto yang diserap oleh vegetasi menjadi
lebih besar dibandingkan dengan wilayah
hutan. Selanjutnya disebutkan dalam Rauf
(2009) bahwa kandungan air pada tajuk
vegetasi tinggi lebih besar dibandingkan
dengan rumput, sehingga kebutuhan panas
laten untuk mengevaporasikan air pada
permukaan tajuk vegetasi tinggi lebih besar
dibandingkan dengan rumput.
 Rumput/semak
Menurut Newton & Blackman (1970),
rumput memiliki tekstur daun yang kasar
dan
berujung runcing,
tekstur ini
menyebabkan radiasi yang diterimanya akan
dipancarkan lebih besar dibandingkan
dengan daun yang bertekstur halus. Hal ini
menyebabkan rumput akan memancarkan
suhu permukaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu permukaan pada
daun bertekstur halus.
Tabel 2 Neraca energi pada vegetasi tinggi
dan rumput
Hutan/
Variabel
Vegetasi
Rumput
neraca
tinggi
(MJm-2 hari-1)
energi
(MJm-2 hari-1)
Rn
11.28±2.74
10.21±2.5
LE
8.41± 6.50
4.21±2.4
H
2.85±6.16
6.00 2.7
G
0.02±0.59
Sumber : Rauf (2009)
0.01±0.2
Pada penelitian yang dilakukan Rauf
(2009) diketahui bahwa radiasi global yang
diterima rumput akan lebih besar nilainya
dibandingkan dengan radiasi global yang
diterima oleh vegetasi tinggi. Di kawasan
Babahaleka Taman Nasional Lore Lindu,
padang rumput menerima radiasi global
19.19 MJm-2hari-1, sedangkan vegetasi tinggi
akan menerima radiasi global sebesar 18.55
MJm-2hari-1 pada hari tidak hujan. Selain itu,
terdapat pula perbedaan radiasi netto pada
rumput dan vegetasi tinggi yang disebabkan
oleh perbedaan albedo kedua penutupan
lahan tersebut. Monteith (1975) melaporkan
hasil penelitian Marriam (1961) dan Leyton
(1967) bahwa kapasitas tajuk rumput adalah
0.5-0.9 mm.
7
Tabel 3 Aliran energi dan massa
Variabel
neraca
energi
III METODOLOGI
Vegetasi
tinggi
(MJm-2hari-1)
Rumput
(MJm-2 hari-1)
Rn
11.28±2.74
10.21±2.53
LE
8.41± 6.50
4.21±2.48
74.56
41.23
2.85±6.16
6.00 2.69
LE/Rn
H
H/Rn
25.27
58.77
Aliran
massa
3.43
1.72
Sumber : Rauf (2009)
 Ladang
Pada penelitian yang dilakukan oleh
Jose dan Berrade (1983) di Calobozo
Biological Station, USA, dihasilkan bahwa
dengan penghitungan Radiasi netto, sensible
heat flux, latent heat flux dan soil heat flux
melalui pendekatan neraca energi selama
musim basah dihasilkan radiasi netto yang
diserap oleh tanaman ladang ladang seperti
singkong dengan radiasi yang cukup rendah
pada siang hari, pada umumnya radiasi netto
yang diru bah menjadi panas laten sebesar
76 hingga 86 persen. Proses tersebut
bergantung pada fase-fase pertumbuhan
tanaman pada ladang dan tutupan kanopi
tanaman tersebut. Selanjutnya, disebutkan
bahwa sensile heat flux pada ladang akan
mencapai maksimum terjadi pada tengah
hari.
Tabel 4
Neraca energi (MJm-2) pada
ladang singkong di sabana pada
musim basah
Periode observasi
komponen
50
84
115
153
Hari setelah pemupukan
Rl
18.4
21.5
9.6
18.5
Rn
14.1
12.7
5.0
11.4
G
0.3
0.5
0.2
0.7
-1.8
-7.5
LE
12.2
-8.1
Sumber : Lean, 1996.
-0.9
-5.5
-3.9
-5.3
H
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari bulan Oktober
2010 sampai dengan bulan April 2011 di
Laboratorium Agrometeorologi Departemen
Geofisika dan Meteorologi IPB dan
Laboratorium Analisis Lingkungan dan
Pemodelan Spasial Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam analisis dan
pengolahan data diantaranya:
 Perangkat lunak
Erdas 9.1 untuk
mengklasifikasikan penutupan lahan
pada wilayah kajian serta menentukan
berbagai komponen-komponen NDVI,
neraca energi, suhu permukaan dan
albedo.
 Perangkat lunak ArcGIS 9.3 digunakan
untuk menentukan jarak dengan prinsip
Euclidean distance, menentukan titik
amatan dan memperoleh berbagai
komponen-komponen sebagai peubah
penjelas dan peubah respon berdasarkan
titik amatan.
 Perangkat lunak Ms. Office 2010 untuk
mengolah data yang diperoleh dan
melaporkan hasil penelitian.
 Perangkat lunak Minitab 15.0 sebagai
perangkat lunak yang digunakan untuk
menganalisis data yang diperoleh
menggunakan alasisa statistik
 Perangkat lunak R 2.13.0 untuk
mentransformasi matrik yang diperoleh
pada Erdas 9.1.
8
Download