BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa dan mereka relatif belum mencapai tahap kematangan mental serta sosial sehingga harus menghadapi tekanan emosi, psikologi, dan sosial yang saling bertentangan. Masa remaja merupakan masa yang rentan, masa yang dimana seseorang memiliki rasa ingin tahu yang besar dalam upaya pencarian jati dirinya sehingga menimbulkan keinginan ingin mencoba berbagai aktivitas. Perilaku remaja sangat bergantung pada keluarga, teman, lingkungan pendidikan dan tempat tinggal. Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan perilaku berisiko pada remaja tersebut memerlukan ketersediaan pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan untuk kesehatan reproduksi (Kemenkes RI, 2015). Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptif yang menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter 1 Universitas Sumatera Utara 2 bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba. Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja. Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual (Pratiwi dan Basuki, 2011). Perilaku seks pranikah ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Masalah yang berkaitan dengan perilaku dan reproduksi remaja seperti bertambahnya kasus penyakit menular seksual terutama HIV/AIDS, kematian ibu muda yang masih sangat tinggi, merebaknya praktik aborsi karena kehamilan yang tidak diinginkan dan kecenderungan remaja masa kini untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Pratiwi dan Basuki, 2011). Survei internasional yang dilakukan Bayer Healthcare Pharmaceutical terhadap 6.000 remaja di 26 negara mengungkapkan, ada peningkatan jumlah remaja yang melakukan seks tidak aman seperti di Perancis angkanya mencapai 111%, 39% di Amerika Serikat, dan 19% di Inggris pada tahun 2011 (World Contraception Day, 2011). Dari hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRR), remaja Indonesia pertama kali pacaran pada usia 12 tahun. Perilaku pacaran remaja juga semakin Universitas Sumatera Utara 3 permisif yakni sebanyak 92% remaja berpegangan tangan saat pacaran, 82% berciuman, 63% rabaan petting. Perilaku-perilaku tersebut kemudian memicu remaja melakukan hubungan seksual (KPAI, 2012). Menurut hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (2007), Perilaku seksual pranikah di kalangan remaja diperkuat dengan data dari Depkes Tahun 2009 di 4 kota besar seperti Medan, Jakarta Pusat, Bandung dan Surabaya, menunjukkan bahwa 35,9% remaja mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah melakukan hubungan seks pranikah, sehingga remaja rentan terhadap risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV/AIDS dari 15.210 penderita HIV/AIDS 54% adalah remaja. Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 15-24 tahun yang menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah masing-masing 1% pada wanita dan 6% pada pria. Masih berdasarkan sumber data yang sama, menunjukkan pengalaman berpacaran remaja di Indonesia cenderung semakin berani dan terbuka : 1). Berpegangan tangan, laki-laki 69% dan perempuan 68,3%; 2).Berciuman, lakilaki 41,2% dan perempuan 29,3% dan 3). Meraba/ merangsang, laki-laki 26,5% dan perempuan 9,1%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah pada remaja di Desa Susukan Kecamatan Sumbang dalam kategori berisiko tinggi. Faktor pengetahuan tidak berhubungan dengan perilaku seks pranikah pada remaja di Desa Susukan Kecamatan Sumbang Tahun 2012 (Minah, 2014). Universitas Sumatera Utara 4 Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh urbanisasi dan industrialisasi yang cepat. Hal ini diikuti pula oleh adanya revolusi media yang terbuka bagi keragaman gaya hidup dan pilihan karir. Berbagai hal tersebut mengakibatkan peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk ancaman yang meningkat terhadap HIV/AIDS (Suryoputro dkk, 2006) Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh makin melemah dan mudah terjangkit penyakit infeksi. Sampai saat ini HIV/AIDS menjadi persoalan serius bagi negara berkembang karena secara langsung sudah menyentuh persoalan politik dan bahkan ekonomi yang berujung kepada persoalan kemiskinan (KPAN, 2007). Status remaja yang tidak selalu mendapatkan pantauan dari orang tua memberikan kesempatan untuk remaja bertindak tanpa pengawasan yang baik, sementara remaja membutuhkan bimbingan orang dewasa agar energinya tersalurkan kepada hal-hal yang positif. Secara sosial dalam perkembangannya remaja sangat Universitas Sumatera Utara 5 rentan terhadap pengaruh lingkungan, lingkungan sosial dan budaya yang negatif merupakan faktor risiko bagi remaja untuk terjebak dalam perilaku yang berisiko seperti HIV/AIDS yang berdampak terhadap kondisi kesehatannya. Infeksi menular seksual memerlukan pengamatan/deteksi dini yang terus menerus karena infeksi menular seksual (IMS) adalah salah satu pintu untuk memudahkan terjadinya penularan HIV/AIDS (Pratiwi dan Basuki, 2011). Penyakit AIDS belum banyak dikenal baik, sehingga hal ini semakin memicu penambahan jumlah penderitanya. HIV/AIDS merupakan virus dan penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status dan tingkat sosial. Namun ada kecenderungan besar penyakit ini menimpa kelompok masyarakat yang energik dan produktif dalam beraktivitas dimana termasuk di dalamnya adalah remaja. Remaja adalah kelompok yang rentan tertular HIV/AIDS karena pola hidupnya yang relatif bebas sehingga memungkinkannya melakukan hubungan seks pranikah dimana cara penularan HIV/AIDS paling sering adalah melalui hubungan seksual yang tidak aman (K4health, 2012). Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan September 2014, HIV-AIDS tersebar di 381 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan adanya kasus HIV-AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011. Sementara secara kumulatif sejak 1 Januari 1987 sampai dengan 30 September 2014 telah terjadi kasus HIV sebanyak 150.296 dan kasus AIDS sebanyak 55.799. Dari bulan Juli sampai dengan September 2014 jumlah infeksi HIV yang baru Universitas Sumatera Utara 6 dilaporkan sebanyak 7.335 kasus. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun sebesar 69,1%, diikuti kelompok umur 20-24 tahun sebesar 17,2%, dan kelompok umur diatas 50 tahun sebesar 5,5%. Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1 berbanding 1. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual sebesar 57%, LSL (Lelaki Seks Lelaki) sebesar 15%, dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (pengguna narkoba suntik) sebesar 4% (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). Permasalahan HIV/AIDS pada remaja berdasarkan survei, bahwa 57,8% kasus AIDS berasal dari kelompok umur 15-29 tahun, mengindikasikan bahwa mereka tertular HIV pada umur yang masih sangat muda, sampai dengan bulan Maret 2010 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka tersebut adalah remaja. Hingga akhir Juni 2011 tercatat 26.483 kasus AIDS di Indonesia. Jumlah yang sesungguhnya diperkirakan terdapat 270.000 kasus HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Lebih dari 60% orang yang terinfeksi HIV berusia kurang dari 30 tahun. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya pencegahan penularan HIV di kalangan remaja (KPAN, 2010). Remaja masih memiliki persepsi rendah mengenai dampak HIV/AIDS, diperlukan upaya besar yang melibatkan media massa untuk memberikan informasi dan mengubah sikap serta perilaku remaja. Pemahaman tentang HIV/AIDS di kalangan remaja Indonesia ternyata masih minim. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, setelah dilakukan survei dari sekitar 65 juta remaja usia 14-24 tahun, hanya 20,6% yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS yang salah satu cara penularannya melalui hubungan seksual, artinya dari jumlah remaja Universitas Sumatera Utara 7 yang begitu banyak hanya 20% yang mengerti secara komprehensif dan masih ada 80% yang harus diberi pendidikan (Kartika, 2012). Nurachmah dan Mustikasari (2009) menyatakan tentang faktor pencegahan HIV/AIDS akibat perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP bahwa faktor intrinsik yang meliputi persepsi tentang pemahaman, sikap dan pencegahan HIV/AIDS mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP, begitu pula dengan faktor ekstrinsik (informasi diperoleh dari luar) yang meliputi informasi orang tua, fasilitas, informasi dengan orang lain dan stigma masyarakat mempunyai hubungan signifikan dengan perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP. Aritonang (2015) menyatakan tentang hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada remaja usia 15-17 tahun di Sekolah Menengah Kejuruan Yadika 13 Tambun, ditemukan pengetahuan remaja kurang serta sikap tentang kesehatan reproduksi relatif kurang baik. Nurhayati (2011) mengatakan, hubungan pola komunikasi dan kekuatan keluarga yang kurang baik akan memiliki risiko perilaku remaja yang tinggi dan begitu juga sebaliknya dengan kekuatan keluarga yang baik maka risiko perilaku remajanya rendah. HIV/AIDS telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang sangat serius. Amfar (2016), menyebutkan bahwa saat ini di dunia hampir 37 orang hidup dengan HIV/AIDS 2,6 juta berada di bawah usia 15 tahun. Pada tahun 2014, diperkirakan 2 juta orang baru terinfeksi HIV sebanyak 220.000 kasus berada di bawah usia 15 tahun. Sedangkan di Asia dan Pasifik, hampir 340.000 orang baru terinfeksi pada Universitas Sumatera Utara 8 tahun 2014, sehingga jumlah orang yang hidup dengan HIV ada 5 juta. AIDS diklaim diperkirakan 240.000 jiwa di wilayah tersebut pada tahun 2014. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus yang cukup tinggi. Jumlah HIV & AIDS yang dilaporkan 1 Januari sampai dengan 30 September 2014 adalah HIV sebanyak 22.869 kasus dan AIDS sebanyak 1,876 kasus. Berdasarkan Provinsi, Sumatera Utara menduduki peringkat ke-6 dari 33 provinsi di Indonesia, dimana terdapat 150.285 kasus HIV dan 55.799 AIDS dan jumlah kumulatif kasus AIDS menurut golongan umur ditemukan usia 20-29 tahun tertinggi sebanyak 18.352, umur 30-39 tahun sebanyak 15.890 kasus di sini menandakan bahwa penderita sebelumnya sudah terkena HIV di usia muda (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). Menurut Lubis (2014), kasus HIV/AIDS di Kecamatan Deli Serdang berada di peringkat kedua setelah Medan pada wilayah Sumatera Utara. Penemuan terbanyak dari Kota Medan dengan 3.091 kasus, diikuti 1.066 kasus dari Kabupaten Deli Serdang dan 341 kasus dari Kabupaten Karo. Deli Serdang berada pada posisi kedua. Tanjung Morawa merupakan Kecamatan yang berada di Kabupaten Deli Serdang yang dekat dengan Kota Medan menjadikan Tanjung Morawa salah satu sentra industri pengusaha Kota Medan. Tanjung Morawa terhubung dengan Medan melalui Tol Belmera. Tanjung Morawa salah satu Kecamatan di Deli Serdang yang banyak terdapat Industri/Pabrik. Banyak juga orang yang menyebut Tanjung Morawa sebagai kota industri. Pada daerah ini, banyak juga terdapat lokasi prostitusi yang berdiri untuk melayani lelaki-lelaki yang ingin melampiaskan nafsunya. Bukan hanya Universitas Sumatera Utara 9 itu, di daerah ini juga banyak hotel-hotel mesum yang menerima pelanggan yang berstatus tidak menikah, harga sewa kamar murah, sehingga dapat memengaruhi masyarakat sekitar termasuk remaja. Sering terjaring razia polisi pasangan mesum usia remaja. Walaupun begitu, pelayanan kesehatan di sini sangat lengkap termasuk Kabupaten Deli Serdang ini mempunyai 11 klinik VCT untuk menghubungkan ODHA agar mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk di Tanjung Morawa yaitu di Puskesmas Tanjung Morawa (Lubis, 2014). Berdasarkan survey awal, ditemukan data laporan di Puskesmas Tanjung Morawa pada tahun 2010 - 2015 bahwa daerah dengan penemuan tertinggi kasus HIV/AIDS di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2015 berdasarkan Desa adalah Butu Bedimbar dengan jumlah HIV/ AIDS sebanyak 21 orang. Jumlah penderita HIV/AIDS berdasarkan umur tertinggi pada usia 25-49 tahun sebanyak 14 orang, usia 20-24 tahun sebanyak 4 orang, 1 orang pada usia < 4 tahun, 1 orang pada usia 5-14 tahun dan 1 orang pada usia > 50 tahun, data tersebut menunjukkan bahwa pada usia muda atau remaja penduduk tersebut 5-10 tahun sebelumnya sudah terinkubasi oleh HIV karena di usia 25-49 tahun adalah usia kategori tertinggi dari usia lainnya. Kampung Banten adalah bagian dari Buntu Bedimbar dimana terdapat lokasi prostitusi yang beroperasi dari jam 22:00 WIB dan dekat pemukiman warga sejauh ± 100 meter yang mempunyai jalan masih tanah dan tidak rata, dimana sebelum sampai di lokasi tersebut harus melewati ladang jagung yang sangat sunyi di siang hari dan ramai pada malam hari. Hasil wawancara dengan petugas Puskesmas Tanjung Universitas Sumatera Utara 10 Morawa ditemukan bahwa saat ini tingginya HIV/AIDS oleh karena heteroseksual. Selain itu, hasil observasi dan wawancara pada tiga orang remaja di Kampung Banten Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang didapatkan pernyataan tiga remaja tersebut bahwa hampir keseluruhan remaja pria di daerah Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tersebut sudah melakukan hubungan seksual pranikah, dan ditemukan 10 remaja laki-laki yang pernah melakukan hubungan sesama jenis yang dilakukan dengan laki-laki pekerja seksual dimana saat itu mereka di bawah pengaruh obat ekstasi. Bukan hanya itu, mereka juga pengguna narkotika shabu. Bukan hanya itu, di daerah ini juga terdapat klinik kesehatan yang melayani pasien yang mempunyai masalah infeksi menular seksual sehingga remaja atau masyarakat sekitar tidak harus susah dan jauh-jauh untuk berobat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian untuk menggali perilaku seksual remaja dalam pencegahan HIV/AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku seksual remaja dalam pencegahan HIV/AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Universitas Sumatera Utara 11 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali secara mendalam perilaku seksual remaja dalam pencegahan HIV/AIDS. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi remaja, sebagai informasi agar remaja dapat mencegah terjadinya HIV/AIDS karena perilaku berisikonya dengan mencari aktifitas ataupun pekerjaan yang positif agar tidak melakukan hal-hal yang yang dapat merusak moral dan kesehatan. 2. Bagi Program Studi, sebagai bahan studi kepustakaan untuk memperkaya penelitian ilmiah di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya Universitas Sumatera Utara