BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank 2.1.1. Definisi Bank

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Bank
2.1.1. Definisi Bank
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perbankan, bank dapat didefinisikan
sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Undang-undang No. 10 tahun 1998 juga membagi bank kedalam dua jenis, yaitu
bank umum dan bank pengkreditan rakyat (BPR). Selanjutnya bank umum dan bank
pengkreditan rakyat (BPR) dapat memilih untuk menjalankan usaha perbankan
berdasarkan prinsip bank konvensional atau berdasarkan prinsip bank syariah
(Budisantoso & Triandaru, 2006: 6).
Menurut Miskhin (2004: 8), definisi dari bank dipersingkat menjadi sebuah
lembaga perantara keuangan yang menerima simpanan dan memberikan pinjaman
kepada masyarakat. Kuncoro dan Suhardjono (2002: 68) mendefinisikan bank
umum sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana
dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta
memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
10
2.1.2. Fungsi Bank Umum
Menurut Latumaerissa (2011: 135-136), bank umum memiliki fungsi pokok
sebagai lembaga perantara keuangan yang bertugas menghimpun simpanan dan
memberikan pinjaman kepada masyarat. Selain fungsi pokok tersebut, bank juga
memiliki fungsi yang lain sebagai:
a. Agent of Trust
Sebagai agent of trust, bank menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
asas kepercayaan. Aktivitas pengumpulan dana oleh bank harus didasari rasa
percaya dari masyarakat terhadap kredibilitas dan eksistensi dari masing-masing
bank. Kepercayaan menjadi sangat penting karena tanpa rasa percaya, masyarakat
tidak akan menitipkan uangnya di bank.
b. Agent of Development
Sebagai agent of development, bank berfungsi sebagai lembaga yang
menjembatani semua kegiatan ekonomi, baik kegiatan produksi barang dan jasa,
distribusi dan konsumsi, dari pelaku ekonomi dan menunjang kelancaran transaksi
ekonomi yang dilakukan.
c. Agent of Service
Sebagai agent of service, bank berfungsi sebagai penyedia layanan
keuangan selain penghimpunan dana dan pemberian pinjaman. Layanan-layanan
keuangan tersebut antara lain jasa transfer, jasa kotak pengaman (safe deposit
box), dan jasa penagihan (city clearing).
11
2.2.
Bank Size (SIZE)
Perusahaan perbankan umumnya mengelompokan aset yang dimiliki ke
dalam dua kelompok besar, yaitu aset lancar dan aset tetap. Bila kedua aset
tersebut digabungkan, maka akan menghasilkan total assets. Total assets yang
dimiliki suatu bank dapat mencerminkan harta yang dimiliki oleh suatu perusahaan
dan besarnya ukuran bank.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) mengatur sebuah perusahaan
dapat dikategorikan sebagai perusahaan besar atau perusahaan kecil. Berdasarkan
Pasal 1 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-11/PM/1997,
definisi dari perusahaan menengah atau kecil adalah sebuah badan hukum yang
memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari seratus miliyar rupiah.
Sebuah bank yang tergolong besar, memiliki total assets yang besar pula.
Selain memiliki cakupan total assets yg besar, bank-bank besar memiliki
ketersediaan dana yang besar, memiliki sumber daya yang cukup untuk mengelola
risiko kredit, dan memiliki sistem evaluasi keuangan yang baik (Constant & Ngomsi,
2012).
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bank size
adalah salah satu indikator besar atau kecilnya sebuah bank berdasarkan total
assets yang dimiliki oleh bank. sebuah bank yang besar tidak hanya memiliki total
assets yang kuat, namun juga memiliki ketersediaan dana, pengelolaan risiko kredit
dan sistem evaluasi yang baik.
12
2.3.
Capital (CAP)
Pengelolaan akan kecukupan modal merupakan hal yang sangat penting
untuk menjaga kelangsungan usaha bank. Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002,
544) yang termasuk dalam pos modal adalah modal yang disetorkan oleh pemilik
atau pemegang saham.
Menurut Rose (1999: 471-472), modal berperan sebagai penyedia
perlindungan dari risiko kegagalan dengan menyerap kerugian finansial dan operasi,
hingga manajemen dapat mengungkapkan masalah yang dihadapi bank dan
memulihkan profitabilitas bank. Modal juga berperan dalam meyakinkan para
kreditur bahwa bank tetap akan membayarkan hutang mereka walaupun ekonomi
sedang tidak baik.
Mishkin (2013: 277), menyebutkan perlunya sebuah bank mengelola
modalnya, yaitu pertama, modal bank mampu menanggulangi terjadinya risiko
kegagalan bank. Kedua, imbal hasil untuk para pemegang saham dipengaruhi oleh
jumlah modal bank yang tersedia. Ketiga, bank harus menyediakan modal minimum
sebagai bentuk ketaatan pada peraturan dari otoritas pengatur. Dalam mengatur
modal minimum yang harus disediakan, Bank Indonesia melalui Pasal 2 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Mnimum Bank Umum, menjelaskan bahwa penyediaan modal minimum dapat
dihitung dengan membandingkan antara modal bank dan Aset Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR). Penyediaan modal minimum paling rendah ditetapkan sebagai
berikut: 8% dari ATMR untuk bank dengan profil risiko peringkat 1, 9% hingga
kurang dari 10% dari ATMR untuk bank dengan profil risiko peringkat 2, 10% dari
13
ATMR untuk bank dengan profil risiko peringkat 3, dan 11% hingga 14% untuk bank
dengan profil risiko peringkat 4 dan 5.
Mangani (2009: 21) dalam bukunya menyebutkan pentingnya bank dalam
mengelola modal, antara lain menghindarkan bank dari kemungkinan kegagalan
bank, jumlah modal yang dimiliki bank dapat mempengaruhi pendapatan pemilik dan
pemegang saham, dan memenuhi batas minimum modal bank yang ditentukan oleh
Bank Indonesia.
Constant dan Ngomsi (2012), berpendapat bahwa bank dengan modal yang
besar akan menarik debitur untuk meminjam dan meningkatkan penyaluran kredit.
Modal yang dapat mempengaruhi penyaluran kredit, dihitung dengan membagi nilai
dari buku ekuitas atau shareholder equity dengan total assets yang dimiliki bank.
Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan modal
dapat menjadi cadangan bank dalam menghadapi risiko bank dan krisis ekonomi.
Bank dengan modal yang besar dapat menarik debitur untuk meminjam dan
mempengaruhi pendapatan dari pemilik dan pemegang saham.
2.4.
Long-term Liabilities (LT Liab)
Dalam mendanai kegiatan usahanya, bank memerlukan sumber pendaan
bank. Sumber pendanaan bank terdiri dari dua jenis, yaitu instrument utang (debt
instrument) dan komponen modal (equity component) (Kuncoro dan Suhardjono,
2002: 543). Instrumen hutang adalah segala kewajiban bank kepada pihak ketiga
yang meminjamkan dana untuk bank. Instrumen hutang juga memiliki karakteristik
14
yang berbeda-beda menurut bunga yang harus dibayarkan, penjaminan oleh bank
sentral, dan dengan jatuh tempo pembayaran yang panjang atau pendek,
Selain mencari sumber dana yang berasal dari funding dan deposit, bank
perlu untuk melakukan kontrak pada hutang jangka panjang. Hutang jangka panjang
dapat membantu melengkapi modal perbankan. Selain itu, hutang jangka panjang
memiliki jatuh tempo antara tujuh hingga dua belas tahun. Hutang jangka panjang
yang dapat diambil oleh bank seperti hipotek (mortgages), capital notes, dan obligasi
(Rose, 2002: 461).
Chernykh dan Theodossiou (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui
potensi ketidakcocokan antara hutang jangka panjang dan waktu jatuh tempo
pinjaman yang dapat mempengaruhi bank dalam memberikan pinjaman jangka
panjang. Penelitian tersebut mengukur tingkat kepercayaan bank pada pendanaan
jangka panjang menggunakan rasio hutang jangka panjang dengan waktu jatuh
tempo lebih dari tiga tahun pada total liabilitas. Bank yang memiliki hutang jangka
panjang dapat lebih mampu menyalurkan pinjaman kepada masyarakat.
2.5.
Provision for Loan Losses (PLL)
Provision for loan losses (PLL) adalah jumlah yang dibebankan terhadap
aktiva produktif untuk menyiapkan cadangan yang digunakan bank sebagai
penyerap kerugian pinjaman yang telah diperkirakan (Hempel & Simonson, 1999:
41). Chernykh dan Theodossiou (2011) mendefinisikan Provision for loan losses
(PLL) atau cadangan kerugian pinjaman usaha sebagai nilai dari sejumlah uang
yang disisihkan untuk memulihkan kerugian akibat kredit macet dan pinjaman
15
dengan probabilitas kegagalan tinggi. PLL dapat digunakan untuk mengukur kualitas
portfolio bank pada pinjaman usaha. Secara umum, semakin tinggi risiko pinjaman
yang dilakukan oleh sebuah bank, maka semakin tinggi pula nilai PLL bank tersebut.
2.6.
Bank Ownership (State-owned Bank and Foreign-owned Bank)
Kepemilikan bank dapat ditinjau dari siapakah yang memegang kendali dan
turut andil dalam kepemilikan bank. Kepemilikan sebuah bank dapat dilihat dari akte
pendirian bank dan penguasaan saham yang dimilikinya. Berger et al. (2008)
mengklasifikasikan jenis bank berdasarkan kepemilikan saham, yaitu: foreign-owned
bank, state-owned bank, dan private domestic bank.
Chernykh dan Theodossiou (2011), dalam penelitiannya mendefinisikan
state-owned bank dan foreign-owned bank sebagai berikut:
State-owned bank merupakan bank yang kepemilikan saham perusahaanya
mayoritas dimiliki oleh negara. Bank yang dimiliki dan dikendalikan oleh negara
dapat mengalokasikan kredit jangka panjang untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional.
Foreign-owned
bank
merupakan
bank
yang
kepemilikan
saham
perusahaanya mayoritas dimiliki oleh asing. Bank-bank asing juga berperan dalam
penyaluran kredit jangka panjang karena bank asing memiliki keunggulan komparatif
yaitu manajemen risiko yang lebih baik dan pemilihan calon peminjam yang lebih
ketat.
16
2.7.
Kredit
Penghimpunan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat yang memerlukan adalah fungsi pokok dari bank. Karena itu, penyaluran
kredit dalam kegiatan usaha bank berperan sangat besar. Terlebih sebagian besar
bank di Indonesia masih mengandalkan sumber pendapatan utama dari pemberian
kredit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan margin dan profit yang maksimal
diperlukan pengelolaan kredit yang efektif dan efisien.
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 pasal 1, kredit dapat
didefinisikan sebagai “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Selain itu berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia No 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit Bank Umum menjelaskan bahwa Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
yang diperkenankan terhadap modal bank adalah sebagai berikut: 10% dari modal
bank untuk penyediaan dana kepada pihak terkait, dan 20% dari modal bank untuk
penyediaan dana kepada pihak tidak terkait.
Rivai et al. (2007: 439) menjelaskan dua tujuan utama dari kredit adalah
sebagai berikut:
a. Profitability
Tujuan dari pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan yang
didapat dari bunga yang harus dibayar oleh debitur. Oleh karena itu, banyak bank
17
yang hanya memberikan kredit kepada usaha yang diyakini mampu dan dapat
mengembalikan kredit yang telah diterimanya.
b. Safety
Tujuan lain dari pemberian kredit adalah terjaminnya keamanan dari prestasi
atau fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh bank – baik dalam bentuk uang, barang
atau jasa – sehingga tujuan profitability yang diharapkan dapat benar-benar
terpenuhi.
Selain tujuan, penyaluran kredit kepada masyarakat juga memiliki fungsi.
Fungsi-fungsi kredit tersebut disebutkan oleh Abdullah (2003: 84), yaitu:
a. Meningkatkan daya guna (utility) dari modal/uang
b. Meningkatkan daya guna (utility) dari suatu barang
c. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
d. Menimbulkan gairah wirausaha masyarakat
e. Sebagai alat stabilisasi ekonomi
f.
Sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional
g. Sebagai alat meningkatan hubungan ekonomi internasional
Bank memberikan kredit dengan berbagai jenis kredit sesuai dengan tujuan
peminjam. Budisantoso dan Triandaru (2006: 117) menjelaskan pengelompokan
pemberian kredit berdasarkan tujuannya, yaitu:
a. Kredit Modal Kerja (KMK)
Kredit Modal Kerja (KMK) adalah kredit yang digunakan untuk membiayai
kebutuhan modal kerja dari nasabah. KMK memiliki jangka waktu pengembalian
yang pendek dan disesuaikan dengan jangka waktu perputaran modal kerja
18
nasabah. Sebagai contoh, KMK dapat digunakan nasabah yang membuka usaha
toko beras untuk pembelian beras, honor supir truk beras, membayar tagihan
operasional usaha, dan lain-lain.
b. Kredit Investasi (KI)
Kredit Investasi (KI) adalah kredit yang dapat digunakan nasabah untuk
pengadaan barang modal jangka panjang sehingga menunjang kegiatan usaha
nasabah. KI memiliki jangka waktu menengah hingga panjang karena nilainya yang
relatif besar dan cara pelunasan melalui angsuran. Sebagai contoh, KI dapat
digunakan nasabah untuk pembelian ruko untuk usaha sembako, pembelian truk
dan kendaraan operasional, dan lain-lain.
c. Kredit Konsumsi
Kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan dalam rangka pengadaan
barang atau jasa untuk tujuan konsumsi nasabah dan bukan sebagai barang modal
dalam kegiatan usaha. Sebagai contoh, nasabah dapat menggunakan kredit
konsumsi untuk pembelian kebutuhan pokok sehari-hari, dan barang-barang
konsumsi lainnya.
Selain menjelaskan tujuan dari kredit, Rivai et al. (2007: 442) juga
menjelaskan jenis kredit dilihat dari jangka waktu, yaitu:
a. Short-term loan (STL)
Short-term loan atau pinjaman jangka pendek adalah kredit yang memiliki
jangka waktu jatuh tempo maksimum satu tahun. Kredit jangka pendek dapat
berbentuk sebagai kredit rekening Koran, kredit penjual, kredit pembeli, kredit wesel,
dan kredit eksploitasi.
19
b. Intermedite term loan
Intermedite-term loan atau pinjaman jangka menengah adalah salah satu
jenis kredit yang memiliki jangka waktu pembayaran antara dua hingga lima tahun.
c. Long-term loan (LTL)
Long-term pinjaman atau pinjaman jangka panjang adalah suatu bentuk
kredit yang berjangka waktu lebih dari lima tahun.
2.8.
Agency Cost Theory
Teori agency cost merupakan teori yang menjelaskan tentang masalah
keagenan yang muncul antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam
perusahaan atau stakeholders (Jensen dan Meckling, 1976). Pada teori agency
dijelaskan bahwa sebuah perusahaan biasanya terdapat tiga bentuk masalah
keagenan, yakni:
a. Masalah keagenan antara pihak manajer dengan pemegang saham
Masalah keagenan antara pihak manajer dengan pemegang saham terjadi
karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer sebagai pengelola
perusahaan dengan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Masalah
keagenan antara pihak manajer dan pemegang saham yang sering terjadi di
perusahaan yakni tindakan manajer yang mempengaruhi keuntungan pribadi dan
merugikan pemegang saham (employee perquisites), dan kinerja manajer yang tidak
maksimal dalam mengelola perusahaan (employee effort).
20
b. Masalah keagenan antara pemegang saham dengan kreditur
Dalam meningkatkan kinerja perusahaan, manajer mengambil langkah untuk
menggunakan pinjaman atau yang lebih dikenal dengan nama bounding
mechanism.
Namun
dengan
adanya
pinjaman,
pihak
manajemen
harus
menyediakan arus kas untuk membayar bunga pinjaman secara reguler. Selanjutnya
penggunaan
hutang
tersebut
akan
menciptakan
satu
agen
baru
yang
berkepentingan dengan perusahaan, yaitu kreditur atau pemberi pinjaman.
Munculnya keberadaan kreditur dapat menimbulkan masalah keagenan dengan
para pemegang saham. Masalah tersebut antara lain:
1.
Pada saat pinjaman perusahaan bertambah, maka risiko bisnis dan risiko
operasi kreditur juga bertambah. Namun tidak selamanya pinjaman yang diberikan
oleh kreditur digunakan untuk investasi pada proyek atau aset yang memiliki nilai net
present value positif, melainkan digunakan untuk membiayai pembayaran dividen
kepada pemegang saham.
2.
Pihak manajer perusahaan dan pemegang saham selalu berusaha
meyakinkan kreditur untuk memberikan pinjaman dengan tingkat bunga yang rendah
untuk membiayai investasi yang aman. Namun setelah pinjaman diberikan,
perusahaan menggunakannya untuk berinvestasi pada proyek berisiko tinggi. Hal ini
menyebabkan kreditur terancam risiko default dari perusahaan tersebut.
c. Masalah keagenan antara perusahaan dengan konsumen
Masalah keagenan yang muncul antara perusahaan dan konsumen yaitu
terkait dengan garansi yang diberikan kepada konsumen. Selain itu masalah
21
keagenan yang lain yaitu ketika konsumen melakukan tindakan yang dapat
merugikan perusahaan seperti pembajakan produk dan menjual produk perusahaan
tanpa izin.
2.9.
Pecking Order Hyphotesis
Teori pecking order hyphotesis, yang dikemukakan oleh Myers dan Majluf
(1984), memiliki beberapa asumsi yang mendasarinya, yakni:
1.
Kebijakan dividen perusahaan bersifat kaku
2.
Perusahaan akan lebih menggunakan alternatif pembiayaan secara internal
daripada pembiayaan eksternal
3.
Jika perusahaan dihadapkan dengan pilihan untuk mengambil pembiayaan
secara eksternal, maka perusahaan akan memprioritaskan alternative pembiayaan
dengan menggunakan sekuritas yang paling aman
4.
Jika perusahaan harus membutuhkan pendanaan yang lebih banyak dari
sumber pembiayaan eksternal, maka perusahaan akan memilih mengambil urutan
pembiayaan sebagai berikut: pinjaman yang sangat aman, pinjaman yang sangat
berisiko, convertible securities, saham preferen, dan saham biasa.
Model pecking order hyphotesis didasari dengan adanya kenyataan di dunia
nyata dimana asymmetric information sering terjadi. Kemudian Myers dan Majluf
(1984) membuat dua asumsi terkait dengan perilaku manajemen perusahaan, yakni:
1.
Manajemen perusahaan memiliki pengetahuan dan informasi yang lebih
banyak mengenai current earnings dan kesempatan investasi dibandingkan dengan
investor luar.
22
2.
Manajemen perusahaan bertindak sesuai dengan best interest dari firms
existing shareholders.
2.10.
Penelitian Terdahulu
Hingga
saat
ini
telah
banyak
penelitian-penelitian
yang
meneliti
permasalahan penyaluran kredit pada bank. Penelitian-penelitian tersebut telah
dilakukan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Penelitian-penelitian mengenai
penyaluran kredit perbankan tersebut antara lain:
Penelitian oleh Imran dan Nishat (2013) dengan judul “Determinants of Bank
Credit in Pakistan: A Supply Side Approach” meneliti pengaruh dari foreign liabilities,
domestic deposit, Consumer Price Index (CPI), Real Gross Domestic Product
(GDP), exchange rate, money market rate dan M2 (persentase dari GDP) terhadap
penyaluran kredit di sektor swasta. Penelitian tersebut menggunakan metode
analisis ordinary least square. Hasil dari penelitian itu adalah foreign liabilities,
domestic deposit, real GDP, exchange rate, dan M2 (persentase dari GDP)
berpengaruh signifikan positif terhadap penyaluran kredit pada sektor swasta. Tetapi
consumer price index dan money market rate tidak mempengaruhi kredit pada
sektor swasta.
Akinlo dan Oni (2015) melakukan penelitian dengan judul “Determinants of
Bank Credit Growth in Nigeria 1980-2010” yang meneliti pengaruh broad money
supply, liquidity ratio, bank total assets, inflation rate, reserve ratio, cylical risk
premium, prime lending rate, exchange rate, minimum rediscount ratio, dan RGDP
terhadap pertumbuhan kredit di sektor swasta. Penelitian tersebut menggunakan
23
ordinary least square (OLS) sebagai metode analisisnya. Penelitian tersebut
menyimpulkan broad money supply, bank total assets, inflasi, dan cylical risk
premium berpengaruh signifikan positif terhadap kredit sektor swasta. Sedangkan
prime lending rate dan reserve ratio berpengaruh signifikan negatif terhadap
pertumbuhan kredit di sektor swasta.
Penelitian lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit
ditulis oleh Constant dan Ngomsi (2012) dengan judul “Determinants of Bank LongTerm Lending Behavior in The Central African Economic and Monetery Community
(CEMAC).” Penelitian tersebut mempelajari pengaruh bank size, capital, long-term
liabilities, non-performing loan, state-owned banks, foreign-owned banks, inflation,
dan GDP dengan model analisis menggunakan ordinary least square. Hasil
penelitian tersebut adalah long-term liability, bank size, capital, foreign-owned bank,
dan GDP berpengaruh signifikan positif terhadap pemberian kredit jangka panjang.
Sedangkan, state-owned bank, NPL, dan inflasi berpengaruh positif namun tidak
signifikan.
Sharma
dan
Gounder
(2012)
membuat
penelitian
dengan
judul
“Determinants of Bank Credit in Small Open Economies: The Case of Six Pasific
Island Countries.” Penelitian ini berfokus pada pengaruh average lending rate,
inflation rate, bank deposit to GDP, bank assets to GDP, stock market, dan GDP
terhadap penyaluran kredit sektor swasta di enam negara pasifik selatan (Fiji, Papua
Nugini, Pulau Solomon, Tonga, Samoa Barat, dan Vanuatu). Penelitian tersebut
menggunakan model Generalized Method of Moments Regression (GMM). Hasil dari
penelitian tersebut adalah kenaikan pada bank deposit, bank asset, stock market
24
dan GDP akan meningkatkan penyaluran kredit pada sektor swasta. Sedangkan
kenaikan pada average lending rate dan inflasi hanya akan mengakibatkan
penurunan pada penyaluran kredit pada sektor swasta.
Penelitian yang dilakukan oleh Chernykh dan Theodossiou (2011) dengan
judul “Determinants of Bank Long-Term Lending Behavior: Evidence From Russia”
mempelajari pengaruh dari bank size, capital, long-term liabilities, provision for loan
losses, state-foreign bank (ownership type), general-restricted license (license type)
terhadap total business loans dan long-term business loans. Penelitian tersebut
menggunakan ordinary least square dan Huber’s Robust M estimator (HRM). Hasil
dari penelitian tersebut adalah bank size, capital, long-term liabilities, berpengaruh
signifikan dan positif terhadap total business loans. Provision for loan losses
berpengaruh positif
dan tidak signifikan, sedangkan state-ownership bank
berpengaruh negatif dan signifikan, foreign-ownership bank dan general-restricted
berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Hasil uji pengaruh faktor-faktor terhadap
long-term business loans adalah bank size, capital, long-term liabilities, provision for
loan losses, dan foreign-ownership bank berpengaruh signifikan dan positif terhadap
long-term business loans, dan state-ownership bank berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap long-term business loans. Sedangkan license type berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap long-term business loans.
Gou dan Stepanyan (2011) membuat penelitian dengan judul “Determinants
of Bank Credit in Emerging Market Economies” yang berfokus pada pengaruh faktor
eksternal dan internal bank terhadap pemberian kredit di sektor swasta pada pasar
negara berkembang. Variabel independen yang diteliti adalah foreign liabilities,
25
domestic deposit, inflasi, real GDP, deposit rate, exchange rate, NPL, US Federal
fund rate, dan US M2. Penelitian menggunakan model analisis Ordinary Least
Square (OLS). Hasil dari penelitian ini adalah domestic deposit, foreign liabilities,
real GDP, inflation, dan exchange rate berpengaruh signifikan positif terhadap
private credit growth. Sedangkan deposit rate, NPL, US Federal fund rate dan US
M2 berpengaruh negatif signifikan terhadap private credit growth.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2010) dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan” meneliti
pengaruh dari beberapa faktor seperti Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy
Ratio (CAR), Non-Performing Loan (NPL) dan suku bunga SBI terhadap penyaluran
kredit perbankan. Model penelitian menggunakan analisis regresi linier berganda.
Hasil dari penelitian tersebut adalah DPK berpengaruh positif signifikan terhadap
penyaluran kredit, sedangkan suku bunga SBI berpengaruh positif namun tidak
signifikan. NPL dan CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran
kredit.
Wisanto (2014) dalam penelitiannya “Analisis Pengaruh Capital Adequacy
Ratio (CAR), Non-Perfoming Loan (NPL), Return On Assets (ROA), dan Loan to
Assets Ratio (LAR) Terhadap Penyaluran Kredit Perbankan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2010-2012” meneliti pengaruh CAR, NPL, ROA, dan LAR
terhadap penyaluran kredit perbankan. Model yang digunakan adalah analisis
regresi linier berganda. Hasil dari penelitian tersebut adalah secara parsial CAR,
LAR, dan NPL tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit, sedangkan
ROA berpengaruh signifikan negatif terhadap penyaluran kredit.
26
2.11.
Kerangka Teoritis
Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, terungkap bahwa
penyaluran kredit perbankan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada penelitian ini,
penulis ingin mempelajari lebih dalam faktor internal perbankan yang terdiri dari:
Bank Size (SIZE), Capital (CAP), Long-term Liabilities (LT Liab.), Provision for Loan
Losses (PLL), State-owned Bank (STATE), dan Foreign-owned Bank (FOREIGN)
berpengaruh terhadap penyaluran kredit jangka pendek (Short-term Loan / STL) dan
kredit jangka panjang (Long-term Loan / LTL) pada bank umum.
Dari dasar uraian yang telah dijelaskan diatas, dapat dirumuskan kerangka
teoritis sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Sumber: Chernykh dan Theodossiou (2011).
Gambar II.1.
Kerangka Pemikiran teoritis
27
2.12.
Rumusan Hipotesis dan Pengaruh Variabel Independen terhadap
Variabel Dependen
Berdasarkan kerangka teoritis, hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini
adalah:
A. Pengaruh Bank Size (SIZE) Terhadap Penyaluran Kredit Jangka Pendek (STL)
dan Jangka Panjang (LTL)
Bank size (SIZE) dapat digunakan untuk menentukan besar atau kecilnya
suatu bank berdasarkan total assets yg dimiliki. Bapepam telah menetapkan
standard sebuah perusahaan kecil dan menengah adalah perusahaan yang memiliki
total assets tidak lebih dari seratus miliyar rupiah.
Sebuah bank besar memiliki total assets yang besar pula. Selain memiliki
cakupan total assets yg besar, bank-bank besar memiliki ketersediaan dana yang
lebih besar daripada bank kecil dan menengah, memiliki sumber daya yang cukup
untuk mengelola risiko kredit, dan memiliki sistem evaluasi keuangan yang baik
(Constant & Ngomsi, 2012). Semakin besar sebuah bank, maka bank tersebut akan
mampu menahan potensi risiko kredit. Dengan ketersediaan dana dan aset yang
dimiliki bank, bank akan mampu menutupi kerugian yang timbul dari risiko kredit.
Oleh karena itu, bank besar akan mampu mengalokasikan dana yang lebih besar
untuk kegiatan penyaluran kredit (Chernykh dan Theodossiou, 2011). Berdasarkan
pemaparan tersebut, dapat disusun hipotesis pertama, yaitu:
H1.a:
Bank size (SIZE) berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit jangka
pendek (STL).
28
H1.b: Bank size (SIZE) berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit jangka
panjang (LTL).
B. Pengaruh Capital (CAP) Terhadap Penyaluran Kredit Jangka Pendek (STL) dan
Jangka Panjang (LTL)
Capital atau modal dapat diartikan sebagai selisih antara total assets yang
dimiliki perusahaan dengan total liabilitas pada laporan neraca keuangan (Ritter,
Silber, dan Udell, 2000: 595). Modal yang dimiliki oleh bank dapat membantu
mencegah risiko kegagalan bank, mempengaruhi imbal hasil para pemegang
saham, dan memenuhi ketentuan otoritas pengatur bank dalam hal kewajiban modal
bank (Miskin, 2013: 277).
Constant dan Ngomsi (2012), berpendapat bahwa bank dengan modal yang
besar akan menarik debitur untuk meminjam dan meningkatkan penyaluran kredit.
Hal tersebut terjadi karena debitur akan tertarik untuk meminjam di lembaga
perbankan yang memiliki modal besar. Tidak hanya menarik debitur untuk
melakukan kredit saja, dengan memiliki modal yang cukup atau bahkan lebih, bank
dapat menanggulangi potensi risiko dan melakukan ekspansi dalam penyaluran
kredit (Pratama, 2010). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tersusunlah
hipotesis kedua, yaitu:
H2.a:
Capital (CAP) berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit jangka
pendek (STL).
H2.b: Capital (CAP) berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit jangka
panjang (LTL).
29
C. Pengaruh Long-term Liabilities (LT Liab.) Terhadap Penyaluran Kredit Jangka
Pendek (STL) dan Jangka Panjang (LTL)
Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002: 543), sumber pendanaan bank
terdiri dari dua jenis, yaitu instrument utang (debt instrument) dan komponen modal
(equity component). Instrumen hutang adalah segala kewajiban bank, yang memiliki
karakteristik jatuh tempo pembayaran yang panjang atau pendek, kepada pihak
ketiga yang meminjamkan dana untuk bank.
Selain mencari sumber dana yang berasal dari funding dan deposit, bank
perlu untuk melakukan kontrak pada hutang jangka panjang. Hutang jangka panjang
dapat membantu melengkapi modal perbankan. Hutang jangka panjang yang dapat
diambil oleh bank seperti hipotek (mortgages), capital notes, dan obligasi (Rose,
2002: 461).
Chernykh dan Theodossiou (2011) telah melakukan penelitian penelitian
mengenai pengaruh dari long-term liabilities terhadap penyaluran kredit jangka
panjang. Hasilnya adalah bank denga hutang jangka panjang yang cukup besar,
akan membuat bank lebih percaya diri dalam memberikan kredit, baik kredit jangka
panjang, maupun kredit jangka pendek. Semakin besar hutang jangka panjang, akan
meningkatkan ketersediaan modal bank untuk melakukan ekspansi kredit.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka tersusunlah hipotesis ketiga, yaitu:
H3.a:
Long-term
Liabilities
(LT
Liab.)
berpengaruh
positif
terhadap
positif
terhadap
penyaluran kredit jangka pendek (STL).
H3.b: Long-term
Liabilities
(LT
Liab.)
berpengaruh
penyaluran kredit jangka panjang (LTL).
30
D. Pengaruh Provision for Loan Losses (PLL) Terhadap Penyaluran Kredit Jangka
Pendek (STL) dan Jangka Panjang (LTL)
Chernykh dan Theodossiou (2011) mendefinisikan Provision for loan losses
(PLL) atau cadangan kerugian pinjaman usaha sebagai nilai dari sejumlah uang
yang disisihkan untuk memulihkan kerugian akibat kredit macet dan pinjaman
dengan probabilitas kegagalan tinggi. PLL dapat digunakan untuk mengukur kualitas
portfolio bank pada pinjaman usaha. Secara umum, semakin tinggi risiko pinjaman
yang dilakukan oleh sebuah bank, maka semakin tinggi pula nilai PLL bank tersebut.
Pada penelitiannya, Chernykh dan Theodossiou (2011) menemukan bahwa
kenaikan dana yang dicadangkan untuk kerugian pinjaman mempengaruhi
penyaluran kredit, baik untuk kredit jangka panjang dan kredit jangka pendek. Hal ini
terjadi karena rasio penyaluran kredit yang tinggi, terutama pada kredit jangka
panjang, mengindikasikan bank tersebut memiliki portofolio kredit berisiko yang
tinggi pula. Untuk mengantisipasi hal tersebut, bank perlu mengalokasikan dana
cadangan untuk potensi kerugian dari pinjaman yang diberikan. Bank yang memiliki
rasio PLL atau cadangan kerugian pinjaman yang tinggi akan membuat bank lebih
berani dalam menyalurkan kredit, terutama kredit jangka panjang maupun kredit
jangka pendek. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disusun hipotesis
keempat, yaitu:
H4.a:
Provision for Loan Losses (PLL) berpengaruh positif terhadap
penyaluran kredit jangka pendek (STL).
H4.b: Provision for Loan Losses (PLL) berpengaruh positif terhadap
penyaluran kredit jangka panjang (LTL).
31
E. Pengaruh State-owned Bank (STATE) Terhadap Penyaluran Kredit Jangka
Pendek (STL) dan Jangka Panjang (LTL)
State-owned bank merupakan bank yang kepemilikan saham perusahaannya
mayoritas dimiliki oleh negara. Bank yang dimiliki dan dikendalikan oleh negara
dapat mengalokasikan kredit jangka panjang untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Chernykh dan Theodossiou (2011),
menghasilkan kesimpulan bahwa state-owned bank memiliki kemampuan untuk
menyalurkan kredit jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini terjadi karena
penyalurkan kredit merupakan salah satu upaya untuk membantu pemerintah dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu state-owned bank juga memiliki
modal dan asset yang cukup besar untuk melakukan ekspansi kredit. Karena
sebagai perusahaan yang mendukung program pemerintah dan bertugas untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, hipotesis kelima mengenai stateowned bank adalah:
H5.a:
State-owned bank (STATE) berpengaruh positif terhadap penyaluran
kredit jangka pendek (STL).
H5.b: State-owned bank (STATE) berpengaruh positif terhadap penyaluran
kredit jangka panjang (LTL).
F. Pengaruh Foreign-owned Bank (FOREIGN) Terhadap Penyaluran Kredit Jangka
Pendek (STL) dan Jangka Panjang (LTL)
32
Foreign-owned
bank
merupakan
bank
yang
kepemilikan
saham
perusahaannya mayoritas dimiliki oleh asing. Bank-bank asing juga berperan dalam
penyaluran kredit jangka panjang karena bank asing memiliki keunggulan komparatif
yaitu manajemen risiko yang lebih baik dan pemilihan calon peminjam yang lebih
ketat.
Bank asing terkenal lebih berhati-hati dalam memberikan kredit. Hal tersebut
menjadi keunggulan komparatif (comparative advantage) bagi bank asing dalam
memberikan kredit, terlebih memberikan kredit jangka panjang. Untuk manajemen
risiko, bank asing akan memberikan kredit hanya kepada peminjam yang dinilai
memiliki risiko yang rendah (Bhaumik dan Piesse, 2008). Chernykh dan
Theodossiou (2011) dalam penelitiannya mengamati perilaku pemberian kredit oleh
bank asing, menemukan bank asing juga memiliki kemampuan yang cukup dalam
memberikan kredit. Hal ini disebabkan karena bank asing memiliki beberapa cara
untuk mendanai ekspansi kreditnya, seperti menggunakan kredit luar negeri untuk
jangka waktu yang panjang. Selain itu bank asing juga memiliki asset dan modal
yang besar, serta manajemen risiko yang baik, sehingga masyarakat tertarik untuk
mengajukan kredit pada bank asing. Dari pemaparan tersebut, maka hipotesis
keenam dapat disusun sebagai berikut:
H6.a:
Foreign-owned
bank
(FOREIGN)
berpengaruh
positif
terhadap
positif
terhadap
penyaluran kredit jangka pendek (STL).
H6.b: Foreign-owned
bank
(FOREIGN)
berpengaruh
penyaluran kredit jangka panjang (LTL).
33
Download