BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya merek distributor atau kerap kali disebut dengan private label pada perusahaan-perusahaan ritel berawal pada akhir abad 19 di Eropa di mana rantai distribusi masih dikuasai para pedagang/distributor. Pedagang besar bisa mendikte jenis barang apa yang dijualbelikan. Pedagang grosir membeli kulakan dari pedagang besar, yang lalu dijual lagi dalam satuan kecil. Selain produk ini, grosir juga menjual produk industri rumahan. Namun para grosir juga membuat sendiri selai, daging asap, bubuk kopi dan teh yang telah disaring. Produk industri rumahan ini dijual dalam bentuk paket yang diberi merek oleh grosir. Inilah cikal bakal merek grosir yang kita kenal sebagai ‘merek-distributor’ atau private label atau store-brand. Dengan merek ini, perusahaan dagang memiliki hak atas merek, sementara produksinya tetap di tangan pabrikan yang umumnya independen. Tahun 1950an terjadi lagi perubahan struktur pasar pada rantai distribusi, kekuatan secara perlahan bergeser dari pabrikan ke pedagang. Namun yang berkuasa bukan pedagang besar lagi namun peritel. Kecenderungan tersebut memberi peritel posisi lobi yang kuat, mereka bahkan mampu membeli teknologi dan produk dari seluruh dunia. Hasilnya, sebagian pabrikan tak hanya kehilangan keunggulan finansial namun juga keunggulan teknologinya. Namun, bisa dikata merek distributor masih jadi tandingan kecil bagi merek pabrikan terkenal sebelum tahun 1980an; setelah itu barulah merek distributor benar-benar jadi alternatif yang lebih murah ketimbang merek pabrikan. Merek distributor dibuat sangat mirip merek pabrikan dalam kemasan luar (merek distributor macam itu biasanya disebut copycats), walau persepsi kualitasnya umumnya lebih rendah ketimbang persepsi merek pabrikan terkenal. Namun merek distributor terus berusaha merebut pasar; bahkan akhir-akhir ini pangsanya rata-rata mencapai 29 % dari penjualan barang kebutuhan sehari-hari di Amerika, 37 1 % di Inggris, 19 % di Perancis, dan 18 % di Belanda. Keberhasilan merek distributor ini karena peritel mampu mempengaruhi konsumen di tempat pembelian dengan berbagai cara: • Merek distributor biasanya mendapat tempat relatif lebih baik di gondola (langsung bisa dilihat, bukan di rak sebelah bawah) • Merek distributor memperoleh facing relatif lebih banyak di gondola toko • Label harga di tempat pembelian memudahkan konsumen membandingkan harga, sehingga keunggulan harga merek distributor bisa lebih mudah terkomunikasikan. Merek distributor mengalami tahap pertumbuhan pesat keduanya pada abad 20 ketika peritel mulai menerapkan teknik pemasaran yang lebih canggih. Selain mempengaruhi konsumen di toko (misalnya dengan posisi penempatan di gondola), peritel di tahun 1990an membuat caracara baru guna menjamin merek distributor tampak persis produk ‘sesungguhnya.’ Kemasan merek distributor tak hanya menjadi lebih modern, namun harga sejumlah produk sengaja dinaikkan guna mempengaruhi persepsi kualitas konsumen. Sebagaimana pabrikan, sebagian peritel berhasil mengembangkan portofolio merek dalam kategori produk tertentu. Sejak tahun 1990an merek distributor makin mengancam merek-merek pabrikan terkenal. Di Indonesia, seiring dengan makin meluasnya kehadiran peritel-peritel raksasa seperti Makro, Hypermart, Giant, Carefour, Hero dll. maka semakin populer pula produk-produk private label. Apalagi promosi dan pemasarannya kini juga dibenahi serta kemasannya semakin baik. Raksasa ritel, seperti Carrefour dan Hypermart, mulai menggenjot penjualan barang merek sendiri (private label) dengan strategi harga yang lebih kompetitif. PT Matahari Putra Prima Tbk. yang mengoperasikan 38 gerai Hypermart menyiapkan kebijakan harga yang fleksibel untuk mengimbangi strategi pesaingnya. Upaya Hypermart melengkapi jenis produk private label memberi alternatif bagi konsumen untuk mendapatkan harga barang yang lebih kompetitif. Private label merupakan produk yang paling murah dibandingkan dengan barang sejenis bermerek lain di satu toko. Hypermart juga akan menggenjot penjualan produk private label-nya, karena bisa memberikan alternatif bagi konsumen untuk mendapatkan barang lebih murah. 2 "Sekarang ini omzet private label mencapai 4% dari penjualan Hypermart. Tahun ini bisa mencapai 7%-8%," kata Carmelito J. Regalado, Direktur Merchandising and Marketing PT Matahari Putra Prima Tbk. Untuk itu, Hypermart akan memberikan harga produk Value Plus, merek tokonya, yang termurah di jenisnya. Terdapat sekitar 300 jenis barang Value Plus dari 30.000 ragam produk. Dengan adanya private label ini (Value Plus) pada Hypermart dapat memberikan kesan dan citra yang berbeda-beda di mata pelanggan Hypermart. Banyak pelanggan yang menganggap produk dengan private label tidak berkualitas dan hanya mengandalkan murahnya harga yang ditetapkan, namun di sisi lain banyak yang berpandangan produk private label ini merupakan solusi ekonomi karena menawarkan harga yang jauh lebih murah dan mutu produk yang lumayan. Dengan terciptanya citra yang baik pada private label maka banyak konsumen yang memilih untuk mengkonsumsi produk dengan private label dibandingkan dengan yang lainnya. Dengan demikian citra merek dipersepsikan oleh konsumen menjadi suatu keyakinan terhadap produk yang dibuat oleh pedagang ritel tersebut, sehingga secara tidak langsung produk tersebut menjadikan “citra merek“ (brand image) bagi konsumen. MarkPlus dalam blog-nya menyatakan bahwa merek yang kuat hanya akan menciptakan loyalty bila tetap menjadi identitas produk secara individual. MarkPlus dan seperti Marketing Consultant lainnya memberikan resep bahwa brand yg kuat - yg diukur dari brand equity (Ingat David Aaker's brand awareness, association, perceived quality, dan brand loyalty) - bersumber dari brand trust. Journal of Product and Management, menunjukkan bahwa brand trust terbentuk dari keterandalan merek memenuhi janjinya brand reliability dan kemampuan merek menciptakan minat dan niat untuk membeli brand intention. Riset sebelumnya menunjukkan bahwa kekuatan merek terutama tidak ditentukan oleh komunikasi, dan popularitas yang intinya adalah 3 menciptakan janji dan persepsi kemampuan merek untuk memberikan kualitas yang diinginkan namun lebih dari brand reliability, ketepatan janji. Seorang Warren Buffet mungkin tidak setenar George Soros, namun jelas bahwa ratarata return jangka panjang yang dihasilkan Berkshire Hathaway Inc. lebih besar dari Quantum Fund. Bergerak dari sana ternyata riset terkini menemukan bahwa brand intention lebih besar lagi pengaruhnya. Seperti halnya seorang Investor akan lebih tertarik untuk menanamkan uangnya pada Fund yang lebih accessible (dan mungkin membutuhkan settlement lebih kecil) daripada Berkshire Hathaway Inc., seperti Barclay Global Investor, Fidelity (Prudential, Egg, dll.), ataupun CitiGroup. Pada hakikatnya kebutuhan konsumen akan mengalami perubahan dalam hidupnya sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi pada lingkungan di mana mereka hidup. Perubahan tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumen consumer behaviour, yaitu dalam mengambil keputusan pembelian atau penggunaan suatu produk barang dan jasa. Engel, Blackwell dan Miniard (2000) yang dikutip oleh Hurriyati (2005, p.74) berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mendasari variasi perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli atau menggunakan produk barang dan jasa. Adapun faktor-faktor tersebut adalah pengaruh lingkungan, karakteristik individu, proses psikologi. Seperti halnya Mempertahankan pelanggan lebih mudah dibanding mencari pelanggan baru, begitu menurut teori-teori loyalitas pelanggan yang ada. Bagaimana cara mempertahankan pelanggan alias meningkatkan loyalitas pelanggan? Banyak cara meningkatkan loyalitas pelanggan, salah satu cara dan menjadi trend di beberapa perusahaan jasa adalah mengikat pelanggannya dengan member card. Member cardpun kini bukan hanya berisi ID card yang memudahkan proses transaksi di perusahaan yang bersangkutan namun pada segmen tertentu berlaku sebagai VIP card yang membuat pelanggan mendapat layanan super spesial dari perusahaan. Dan dengan berkembangnya co-branding serta networking di dunia marketing, member card dari sebuah perusahaan bisa menjadi point atau 4 diskon yang berlaku saat transaksi di perusahaan lain. . Salah satu manfaat dan kelebihan memiliki member card Hypermart adalah promosi pembelian diskon khusus untuk pembelian produk private label. Dengan adanya latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai keputusan pembelian produk private label pada salah satu perusahaan ritel terbesar di Indonesia, yaitu Hypermart, dengan judul : “Analisis Pengaruh Brand Trust dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Produk Private Label dan Dampaknya Terhadap Brand Loyalty (Case Study Customer Non Member dan Member HYPERMART Cabang Daan Mogot)”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : - Bagaimanakah persepsi member terhadap Brand Trust, Brand Image, Keputusan Pembelian dan Brand Loyalty. - Bagaimanakah persepsi non member terhadap Brand Trust, Brand Image, Keputusan Pembelian dan Brand Loyalty. - Bagaimanakah pengaruh Brand Trust, Brand Image terhadap Keputusan Pembelian secara simultan maupun parsial. 5 - Bagaimanakah pengaruh Brand Trust, Brand Image terhadap Keputusan Pembelian dan dampaknya Ke Brand Loyalty. - Apakah ada perbedaan perilaku member dan non member terhadap Brand Trust, Brand Image, Keputusan Pembelian dan Brand Loyalty. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : - Mengetahui persepsi member terhadap Brand Trust, Brand Image, dan Keputusan Pembelian. - Mengetahui persepsi non member terhadap Brand Trust, Brand Image, dan Keputusan Pembelian. - Mengetahui pengaruh Brand Trust, Brand Image terhadap Keputusan Pembelian secara simultan maupun parsial. - Mengetahui pengaruh Brand Trust, Brand Image terhadap Keputusan Pembelian dan dampaknya Ke Brand Loyalty. - Mengetahui perbedaan perilaku member dan non member terhadap Brand Trust, Brand Image, Keputusan Pembelian dan Brand Loyalty. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian dapat dibedakan menjadi : 1. Bagi kepentingan perusahaan Diharapkan semoga penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk perusahaan dalam menilai perilaku pelanggannya khususnya dalam proses keputusan pembelian pelanggan terhadap produk private label Hypermart Cabang Daan Mogot, yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan menjadi setia mengemukakan rekomendasi yang kiranya bermanfaat. 6 (loyal). Serta mencoba 2. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan Diharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. 3. Bagi penulis Diharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan baik dalam kegiatan studi maupun dalam dunia kerja nantinya. 7