BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kinerja

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Kinerja
2.1.1
Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah
perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan
pendapatan dari perusahaan juga pasti meningkat (Handoko, 2006; 43). Oleh
karena itu, meningkatkan kinerja karyawan bisa dilakukan dari berbagai sisi.
Kinerja itu sendiri ialah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau
indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu
(Wirawan, 2009:5). L.A.N (dalam Sedarmayanti, 2009:50) kinerja berarti prestasi
kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil/untuk kerja/penampilan
kerja. Kinerja adalah hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan, missal standar, target/sasaran atau criteria yang telah
disepakati bersama (Jacqueline et al., 2011).
Kinerja adalah hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan, missal standar, target/sasaran atau criteria yang telah
disepakati bersama. Penilaian kinerja mempunyai peranan penting dalam
peningkatan motivasi di tempat kerja. Penilaian kinerja ini (performance
appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu
15
organisasi secara efektif dan efisien (Ika, 2009). Sedangkan Wahyuddin (2008)
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Secara teoritis penilaian atau
pengukuran prestasi kerja atau kinerja memberikan informasi yang dapat
digunakan pimpinan untuk membuat keputusan tentang promosi jabatan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kinerja merupakan
hasil kerja seseorang dalam mencapai tujuan perusahaan dalam waktu yang sudah
ditentukan seperti apa yang telah disepakati sebelumnya.
2.1.2 Standar Kinerja
Di dalam suatu perusahan sudah tentu ada yang dinamakan standar kinerja
yang digunakan oleh setiap karyawan sebagai pedoman dalam melaksanakan
tugasnya. Dengan adanya standar kinerja, karyawan dapat mengetahui apa saja
yang harus di capainya dan lebih terarah dalam mencapai standar kinerja, baik
secara individu maupun tim. Karen et al. (2011) mengatakan melalui standar
kinerja yang ditetapkan perusahaan dapat menilai peringkat kinerja dari karyawan
dan karyawan juga dapat melihat sampai berapa persen ia dapat mencapai standar
kinerja dari perusahaan. Menurut Wirawan (2009:66) standar kinerja adalah tolak
ukur minimal kinerja yang dicapai karyawan secara individu atau kelompok pada
semua indikator kinerjanya. Adapun maksud dari definisi ini ialah dimana jika
prestasi yang dicapai karyawan berada dibawah dari standar kinerja maka kinerja
karyawan tersebut tidak dapat diterima atau gagal, sedangkan apabila kinerja
16
karyawan berada diposisi tengah atau di atas standar minimal kinerja maka
karyawan tersebut dinyatakan layak dan berhasil.
Menurut Wirawan (2009:68) standar kinerja perlu memenuhi beberapa
persyaratan yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam mengukur kinerja,
yaitu:
1)
Ada hubungan relevasinya dengan strategi perusahaan.
2)
Mencerminkan
keluhuran
tanggung
jawab
karyawan
dalam
melaksanakan pekerjaannya.
3)
Memperhatikan pengaruh fakto-faktor di luar kontrol karyawan.
4)
Memperhatikan teknologi dan proses produksi
5)
Sensitife, mampu membedakan antara kinerja yang dapat diterima dan
tidak dapat diterima.
6)
Memberikan tantangan kepada para karyawan.
7)
Realistis.
8)
Berhubungan dengan kerangka waktu pencapaian standar.
9)
Dapat diukur dan ada alat ukur untuk mengukur standar.
10)
Standar harus konsisten.
11)
Standar harus adil.
12)
Memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan.
2.1.3
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi dalam menilai kinerja
pegawainya. Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja perusahaan yang
dicerminkan oleh kinerja pegawainya karena kinerja merupakan perilaku nyata
17
yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai
sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Mangkunegara, 2009: 9). Subha et. al.
(2008) menyatakan bahwa penilaian dan pengukuran kinerja dilaksanakan agar
dapat mengetahui prestasi yang diraih oleh karyawan yang dilakukan secara
berkala oleh pimpinan guna mengetahui prilaku dan hasil kinerja yang dicapai
karyawan.
Manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan penilaian kinerja menurut
(Umar, 2007 : 195) adalah sebagai berikut.
1) Perbaikan kinerja
Penilaian kinerja akan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui
umpan balik yang diberikan oleh organisasi.
2) Penyesuaian gaji
Penilaian kinerja dapat dipakai sebagai informasi untuk mengimbalan
karyawan secara layak sehingga dapat memotivasi kayawan. Keputusan untuk
penempatan,yaitu menempatkan karyawan sesuai dengan keahliannya.
3) Pendidikan dan pelatihan
Melalui penilaian kerja akan diketahui kelemahan-kelemahan dari karyawan
sehingga dapat dilakukan program pendidikan dan pelatihan.karyawan.
4) Perencanaan karir
Penilaian kinerja dapat dilakukan sebagai pedoman dalam perencanaan karir
karyawan.
5) Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses.
18
Penilaian kinerja dapat memberikan gambaran bagi perusahaan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan
perbaikan. Dapat mengidentifikasi adanya kekuatan dalam desain pekerjaan,
nilai kinerja yang kurang akan menunjukan adanya kekurangan dalam
peencanaan jabatan.
6) Perlakuan kesempatan yang sama kepada semua karyawan.
Penilaian kinerja yang obyektif menunjukan adanya perlakuan yang adil bagi
seluruh karyawan.
7) Dapat membantu karyawan dalam mengatasi masalah yang bersifat eksternal.
Penilaian kinerja akan memberikan informasi kepada atasannya tentang halhal yang menyebabkan turunnya kinerja, sehingga manajemen dapat
membantu menyelesaikannya.
8) Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen Sumber Daya Manusia
penilaian kinerja secara keseluruhan akan memberikan gambaran sejauh mana
fungsi sumber daya manusia dapat berjalan baik atau tidak.
2.1.4
Aspek-aspek Penilaian Kinerja
Rivai
(2006:135)
aspek-aspek
kinerja
karyawan
yang
dinilai
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1) Kemampuan teknis
Yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan metode, teknik, dan peralatan
yang digunakan untuk pelaksanaan tugas serta pengalaman dan pelatihan.
19
2) Kemampuan konseptual
Yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian
bidang gerak di unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan
secara menyeluruh, pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi
serta tanggung jawab karyawan.
2.1.5
Penyebab Rendahnya Kinerja
Disamping mengukur dan mencatat kinerja setiap unit organisasi dan
kinerja setiap orang, evaluasi kerja juga harus menganalisis penyebab kinerja
rendah. Penyebabnya dapat bersifat internal dan eksternal, menyangkut orang atau
individu. Adapun faktor penyebab kinerja rendah adalah (Simanjuntak, 2007:172)
adalah sebagai berikut.
1) keterbatasan dana
2) peralatan dan teknologi
3) manajemen kurang efektif
4) kepemimpinan kurang efektif
5) supervisi dan pengawasan yang tidak efektif
6) lingkungan kerja
7) kebijakan pemegang saham
8) disiplin dan etos kerja
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Dalam kinerja ada banyak hal yang dapat mempengaruhi dan merupakan
suatu susunan dari berbagai macam yang mencakup banyak faktor yang
20
mempengaruhinya. Menurut Manullang (2004:20) terdapat lima faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja, yaitu:
1) Faktor personal/individual
Meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan
diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.
2) Faktor kepemimpinan
Meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan
dukungan yang diberikan manajer dan team leader.
3) Faktor tim
Meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan
dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, kekompakan
dan keeratan anggota tim.
4) Faktor system
Meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh
organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
5) Fakrot kontekstual (situasional)
Meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Menurut Ojo Olu (2007) terdapat lima indikator dalam penelitiannya yang
dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:
(1) Kemampuan
Rasa yakin yang mendalam terhadap pekerjaan.
(2) Kesungguhan
Bekerjamelaksanakan tugas yang diberikan dengan mengurangi kesalahan.
21
(3) Inisiatif
Mampu mengambil jalan keluar dalam menyelesaikan permasalahan.
(4) Prosedur
Berusaha bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang diterapkan.
(5) Kepedulian
Sikap selalu positif terhadap kondisi dan pekerjaan yang diberikan.
2.2
Kepemimpinan
Bass (2003:3) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah upaya
mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara
mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan
orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan positif,
kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi
dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri
dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.
Hasibuan (2008:169) menyatakan bahwa pemimpin adalah seseorang yang
mempergunakan wewenang kepemimpinannya, mengarahkan bawahannya untuk
mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Sedangkan Brett (2005) kepemimpinan adalah suatu proses penggunaan pengaruh
positif terhadap orang lain untuh melakukan usaha lebih banyak dalam sejumlah
tugas atau mengubah perilakunya. Kepemimpinan diartikan juga suatu inisiatif
untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka
mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh lagi Tohardi
22
(2007:5) merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk
mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Dari
pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kepemimpinan adalah sifat atau
karakter, atau kegiatan atasan atau pimpinan untuk mempengaruhi perilaku
sekelompok karyawan secara positif, membimbing dan mengarahkannya agar
bekerja dengan lancar sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.
2.2.1
Gaya Kepemimpinan Transaksional
Robbins (2008) mengatakan bahwa kepemimpinan transaksional adalah
pemimpin yang membimbing atau memotivasi para pengikutnya pada tujuan yang
telah ditetapkan dengan cara menjelaskan peran dan tugas mereka. Bass (2003)
mengemukakan
kepemimpinan
transaksional
yang
didefinisikan
sebagai
kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran yang menyebabkan
bawahan mendapat imbalan serta membantu bawahannya mengidentifikasikan apa
yang harus dilakukan untuk memenuhi hasil yang diharapkan seperti kualitas
pengeluaran yang lebih baik, penjualan atau pelayanan yang lebih dari karyawan
serta
mengurangi
biaya
produksi
dan
membantu
bawahannya
dalam
mengidentifikasi yang harus dilakukan pemimpin membawa bawahannya kepada
kesadaran tentang konsep diri serta harga diri dari bawahannya tersebut.
Kepemimpinan transaksional ini termasuk katagori transaksional disebabkan oleh
kekuatan posisi dan penggunaan otoritas pemimpin Tohardi (2007:129).
Timpe (2006) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai
hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu, jika karyawan
mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Menurut Murti (2010),
23
kepemimpinan transaksional (transactional leadership) adalah kepemimpinan
yang membantu organisasi mencapai suatu tujuan yang saat ini sudah diterapkan
dengan lebih efesien seperti munghubungkan kinerja dengan imbalan (rewards)
yang bernilai dan memastikan karyawan mempunyai sumber daya yang cukup
untuk menyelesaikan pekerjaannya. Murti (2010) mengelompokkan gaya
kepemimpinan transaksional menjadi empat dimensi sebagai berikut.
(1) Tingkat kepercayaan, persepsi karyawan terhadap kinerja atasannya.
(2) Motivasi pimpinan, dorongan atasan kepada bawahan agar bekerja efektif
dan efisien.
(3) Reward, penghargaan yang diberikan terhadap karyawan yang dapat
meraih prestasi kerja
(4) Komunikasi pimpinan, persepsi pimpinan dalam menyampaikan tugas
dengan baik kepada bawahan.
Bass (2003), faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan transaksional
dipengaruhi oleh imbalan kontingen (Contingent reward), manajemen eksepsi
aktif (active management by exception), manajemen eksepsi pasif (passive
management by exception).
2.3
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
2.3.1
Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku individu
yang bebas, tidak secara langsung atau eksplisit diakui dalam system pemberian
penghargaan dan dalam mempromosikan fungsi efektif organisasi atau dengan
24
kata lain OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan,
yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh system reward formal
(Linda, 2013). Bebas dalam arti bahwa perilaku tersebut bukan merupakan
persyaratan yang harus dilaksanakan dalam peran tertentu atau deskripsi kerja
tertentu, atau perilaku yang merupakan pilihan pribadi (Linda, 2013). Secara
umum citizenship behavior merujuk pada 3 elemen utama yaitu: kepatuhan,
loyalitas,
dan
partisipasi.
Robbins
(2007:101)
mengemukakan
bahwa
organizational citizenship behavior adalah tingkat sampai mana seorang
karyawan memihak sebuah organisasi tersebut. Komitmen organisasi di perlukan
sebagai salah satu indikator kinerja karyawan. Komitmen dalam organisasi akan
membuat pekerja memberikan yang terbaik kepada organisasi dimana ia bekerja.
Bekerja dengan komitmen yang tinggi akan memiliki komitmen terhadap
organisasi yang tinggi akan yang cenderung senang membantu, dan dapat dapat
bekerja sama (Douglas, 2006).
Ojo (2007), mendifinisikan organizational citizenship behavior adalah
perilaku-perilaku yang dilakukan oleh anggota organisasi/karyawan yang
meliputi:
1) Tidak secara tegas diberi penghargaan apabila mereka melakukannya dan
juga tidak akan diberi hukuman apabila mereka tidak melakukannya.
2) Bukan merupakan bagian dari deskripsi pekerjaan yang dimiliki oleh
karyawan.
3) Merupakan perilaku perilaku karyawan yang tidak membutuhkan latihan
terlebih dahulu untuk melaksanakannya.
25
2.3.2
Dimensi Organizational Citizenship Behavior
Greenberg dan Baron (2003), menjelaskan ada lima dimensi dari OCB, yaitu:
1) Altruism (Helping)
Merupakan suatu hal yang terjadi ketika seorang karyawan memberikan
pertolongan kepada karyawan lain untuk menyelesaikan tugas atau
pekerjaannya dalam keadaan tertentu atau tidak seperti biasanya, misalnya
ketika seorang karyawan baru saja sembuh dari sakitnya.
2) Conscientiousness
Mengacu pada seorang karyawan dalam mengerjakan tugas -tugas yang
diberikan (dalam hal keperilakuan) dilakukan dengan cara melebihi atau di
atas apa yang telah disyaratkan oleh organis asi/perusahaan.
3) Sportmanship (Sikap sportif)
Merupakan suatu sikap yang lebih menekankan pada aspek -aspek positif
organisasi daripada aspek negatif. Memberikan rasa toleransi terhadap
gangguan-gangguan pada pekerjaan, yaitu ketika seorang karyawan
memikul pekerjaan yang tidak mengenakkan tanpa harus mengemukakan
keluhan atau komplain.
4) Courtesy (Kebaikan)
Merupakan perilaku-perilaku baik, misalnya perilaku membantu seseorang
mencegah terjadinya suatu permasalahan atau membuat langkah -langkah
untuk meredakan atau mengurangi berkembangnya suatu ma salah.
Kebaikan (courtesy) menunjuk pada tindakan pengajaran kepada orang
26
lain sebelum ia melakukan tindakan atau membuat keputusan yang
berkaitan dengan pekerjaannya.
5) Civic Virtue
Merupakan tindakan yang dilakukan un tuk ikut serta mendukung fungsi fungsi administrasi organisasi. Perilaku-perilaku yang dapat dijelaskan
sebagai
partisipasi
aktif
karyawan
dalam
hubungan
hubungan
keorganisasian, misalnya menghadiri rapat, menjawab surat -surat, dan
selalu mengikuti isu-isu terbaru yang menyangkut organisasi.
2.4
Professional Commitment
2.4.1
Pengertian Professional Commitment
Professional Commitment (PC) secara umum dapat didefinisikan sebagai
fokus karir dari suatu komitmen pekerjaan yang menekankan pada pentingnya
profesi dalam suatu ‘total life’ (Morrow, 1993 : 33) sebagai salah satu faktor
penting yang menjelaskan tentang perilaku kerja. Professional Commitment
mengacu pada kekuatan identifikasi individual dengan profesi (Bogler and
Somech, 2004).
Individual dengan komitmen professional yang tinggi
dikarakterkan memiliki kepercayaan dan penerimaan yang tinggi dalam tujuan
profesi, keinginan untuk berusaha sekuatnya atas nama profesi, dan keinginan
yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam profesi (Murti, 2010).
Sebagai salah satu faktor yang penting dalam menjelaskan p erilaku kerja,
Professional Commitment menjadi salah satu topik yang atraktif yang
mendapatkan banyak atensi dari para akademisi dan praktisi. Komitmen
professional menurut Nugroho (2008) didefinisikan sebagai berikut.
27
1) Adanya keinginan yang kuat dan penerimaan atas tujuan dan nilai –nilai
profesi.
2) Kesediaan untuk berusaha yang sebesar besarnya untuk profesi, dan
3) Adanya keinginan yang pasti untuk mempertahankan keikutsertaan dalam
profesi.
Murti (2010) menyatakan professional commitment adalah kekuatan
identifikasi individual dengan keterlibatannya secara khusus dengan suatu profesi.
Dengan demikian individual dengan Professional Commitment yang tinggi
dikarakteristikkan sebagai berikut.
1) adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas tujuan profesi;
2) kesediaan untuk berusaha sebesar -besarnya untuk profesi; dan
3) adanya keinginan yang pasti untuk keikutsertaan dalam profesi.
2.5
Rumusan Hipotesis
2.5.1
Kepemimpinan transaksional berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja karyawan
Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa kinerja karyawan dapat
dipengaruhi kepemimpinan transaksional dan organizational citizenship behavior
(Brett et al., 2005) mengatakan bahwa kepemimpinan transaksional merupakan
salah satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Jacqueline et al.
(2011) kepemimpian transaksional mampu mempengaruhi dan membuat seluruh
karyawan ikut turut serta memberikan kontribusi kinerja kepada perusahaan. Hal
ini didukung oleh Bass et al. (2003) kepemimpinan transaksional sangat
mempengaruhi kinerja seorang karyawan didalam bekerja. Umer et al. (2012)
28
menemukan terdapat peran kepemimpinan transaksional secara positif dalam
meningkatkan kinerja karyawan. Begitupun dengan Qaisa dan Yaqoob (2009)
membuktikan memang benar ada pengaruh positif kepemimpinan transaksional
terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dirumuskan
hipotesis pertama sebagai berikut.
H1 :
Kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan.
2.5.2
Organizational citizenship behavior berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja karyawan
Murti (2010) organizational citizenship behavior mempunyai pengaruh
terhadap kinerja karyawan. Rahmat (2006) mengatakan bahwa organizational
citizenship behavior memiliki keterkaitan positif terhadap kinerja karyawan.
Kinerja
karyawan
akan
tercipta
apabila
setiap
karyawan
memahami
organizational citizenship behavior (Mohammad et al., 2010). Linda (2013)
kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh organizational citizenship behavior yang
diterapkan perusahaan. Bogler and Anit (2004) organizational citizenship
behavior mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan
pemahaman tersebut dapat dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut.
H2 :
Organizational citizenship behavior memiliki pengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan.
2.5.3
Professional commitment berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja karyawan
Murti (2010) menyebutkan bahwa professional commitment mempunyai
ikatan positif dengan kinerja karyawan. Jhon (2009) mengatakan professional
29
commitment sebagian dari yang mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini pun
dikatakan oleh Zainul et al. (2009) professional commitment memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Yunxia and Geert (2006)mengatakan
kinerja karyawan secara positif akan dipengaruhi oleh professional commitment.
Zhen et al. (2002) mengatakan professional commitment memberikan pengaruh
positif terhadap kinerja seorang karyawan. Berdasarkan pemahaman tersebut
dapat dirumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut.
H3 :
Professional commitment memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Dari uraian hipotesis tersebut dapat digambarkan kerangka konsep sebagai
berikut terlihat pada gambar berikut
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Kepemimpinan transaksional
(X1 )
H1
Organizational citizenship
behavior (X2)
H2 (+)
Professional commitment
(X3)
(+)
Kinerja karyawan (Y)
H3 (+)
Sumber :
H1
: Brett et al., (2005), Jacqueline et al. (2011), Bass et al. (2003)
H2
: Murti (2010), Rahmat (2006), (Mohammad et al., 2010)
H3
: Murti (2010), John (2009), (Zainul et al., 2009)
30
Download