5 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Investasi II.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1
Teori Investasi
II.1.1 Pengertian, Tujuan, dan Jenis Investasi
Menurut Jones, C.P (2002) pengertian dari investasi adalah: “An
investment can be defined as the commitment of funds to one or more assets
that will be held over some future time period” (p.5)
Untuk itu, diperlukannya informasi dan strategi yang memadai untuk
memperkecil resiko atau meminimalkannya, tetapi untuk membuat resiko
investasi tersebut menjadi nol adalah suatu yang mustahil.
Salah satu faktor yang terpenting untuk dapat memproses informasi
tersebut secara efektif dan memilih investasi yang paling baik berdasarkan
informasi yang tersedia adalah faktor penentuan tujuan dari investasi tersebut
secara jelas dan realistis, yaitu memaksimumkan tingkat imbal hasil investasi
tersebut selepas periode investasi. Menurut Sadono Sukirno, SE. M. S. Sc
(1998) dalam pelaksanaanya, investasi tersebut dapat dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
a. Induced Investment (investasi yang terpengaruh) adalah investasi yang
diadakan
akibat
pertambahan
permintaan,
dimana
pertambahan
permintaan ini adalah akibat dari pertambahan pendapatan, atau dengan
kata lain apabila pendapatan bertambah maka akan dipergunakan untuk
5
tambahan konsumsi, sedangkan tambahan konsumsi pada hakekatnya
adalah tambahan permintaan.
b.
Autonomous Investment (investasi otonom) adalah investasi yang
dilaksanakan secara bebas, maksudnya investasi diadakan bukan karena
pertambahan permintaan efektif tetapi justru untuk menciptakan atau
menaikkan permintaan efektif. Investasi ini dilakukan pemerintah untuk
landasan investasi selanjutnya, seperti pembuatan Social Overhead
Capital dan lain-lain. Dengan investasi ini dapat mendorong investasi
dari pihak swasta. (h.107-108)
Bagi orang yang memiliki uang berlebih, maka akan timbul pertanyaan,
apa
yang
akan
dilakukannya
terhadap
uang
tersebut?
Salah
satu
kemungkinannya adalah melakukan investasi di pasar modal (mengenai pasar
modal akan diuraikan di sub-bab berikutnya). Namun uang bukanlah satusatunya faktor penentu untuk dapat melakukan investasi di pasar modal. Selain
itu menurut Manurung (2004) ada 3 faktor yang perlu mendapat perhatian,
yaitu: pialang yang baik, pengetahuan tentang bursa, dan pengambilan
keputusan investasi. (h. 95)
II.1.2 Media Investasi
Dalam menentukan media investasinya, para investor tidak akan
terlepas dari kondisi serta motif dan tujuan investasinya. Berdasarkan hal
diatas, maka investor dapat memilih apakah akan memasuki pasar modal, pasar
uang, atau dengan membeli barang-barang berharga. Beberapa contoh media
6
investasi
yang
dapat
dipertimbangkan
oleh
seorang
investor
untuk
menginvestasikan dananya :
a. Real Assets
Para Investor yang lebih mementingkan keamanan sebagai motif utama
investasinya, biasanya memilih media ini sebagai lahan investasinya.
Mereka lebih suka membeli tanah misalnya, daripada membeli saham.
Karena mereka berpikir bahwa harga tanah akan selalu naik nantinya.
b. Money Market Financial Asset
Berikut adalah pembahasan mengenai Money Market Financial Asset yang
dirangkum dari pembahasan Dahlan Siamat (2004) :
Pasar uang merupakan suatu kelompok pasar dimana instrumen kredit
jangka pendek , yang umumnya berkualitas tinggi diperjualbelikan. Jangka
waktu instrumen pasar uang biasanya jatuh tempo dalam waktu 1 tahun
atau kurang. Pasar Uang adalah salah satu pasar yang bergerak demikian
dinamisnya, sehingga para investor yang ingin melakukan investasi di
sektor ini, dituntut untuk mengetahui keadaan pasar dengan cermat dan
akurat. Biasanya investor yang suka mengambil resiko akan memilih
investasi di pasar ini.
Pasar ini pada prinsipnya merupakan sarana alternatif bagi lembagalembaga keuangan, perusahaan-perusahaan nonkeuangan dan pesertapeserta lainnya baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendeknya
maupun dalam rangka melakukan penempatan dana atas kelebihan
likuiditasnya.
7
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi pasar uang baik sebagai investor
maupun sebagai peminjam antara lain adalah:
1. Lembaga keuangan
2. Perusahaan besar
3. Lembaga pemerintah, dan
4. Individu-individu.
Beberapa instrumen pasar uang yang dipergunakan dalam pasar uang di
Indonesia saat ini antara lain adalah:
a.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Adalah merupakan surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka
waktu pendek dan diperjualbelikan dengan diskonto.
b.
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU).
Adalah
surat-surat
berharga
jangka
pendek
yang
dapat
diperjualbelikan secara diskonto dengan BI atau lembaga diskonto
yang ditunjuk oleh BI. SBPU dibagi menjadi: Surat Sanggup
(aksep/promes), dan Surat Wesel.
c.
Sertifikat Deposito(Negotiable Certificate of Deposit).
Pada prinsipnya merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan
oleh suatu bank dan dinyatakan dalam suatu jumlah, jangka waktu
dan tingkat bunga tertentu. Serrifikat Deposito adalah deposito
berjangka yang bukti simpanannya dapat diperjualbelikan.
d.
Commercial Paper.
8
Pada dasarnya merupakan promes yang tidak disertai dengan jaminan
(unsecured promissary notes) yang diterbitkan oleh perusahaan untuk
memperoleh dana jangka pendek dan dijual kepada investor dalam
pasar uang. Jangka waktu jatuh tempo CP ini berkisar mulai dari
beberapa hari sampai 270 hari.
e.
Call Money.
Merupakan pasar uang antar bank yang dimana terjadi kegiatan
pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya untuk
jangka waktu pendek.
f.
Repurchase Agreement.
Atau yang sering disingkat Repo adalah transaksi jual-beli surat
berharga disertai dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli
kembali surat-surat berharga yang dijual tersebut pada tanggal dan
dengan harga yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Surat-surat
berharga yang biasanya dijadikan sebagai instrumen dalam transaksi
Repo adalah surat-surat berharga yang dapat diperjualbelikan secara
diskonto, misalnya SBI, SBPU, CD, CP, atau T-Bills.
g.
Banker’s Acceptance.
Merupakan salah satu instrumen pasar uang yang telah dikenal sejak
lama. Pada mulanya BA tercipta melalui perdagangan luar negeri. BA
dapat dipindahtangankan sebagaimana halnya dengan commercial
paper. Oleh karena itu dapat dijadikan instrumen pasar uang. Pada
prinsipnya BA memberikan alternatif untuk memperoleh kredit,
9
terutama pada saat barang-barang dikapalkan untuk segera dikirimkan
ke luar negeri.
h.
Promissory Notes.
Merupakan surat berharga yang adalah tanda bukti hutang suatu
entitas yang akan dilunasi dengan tingkat bunga dan jangka waktu
tertentu.
Instrumen-instrumen pasar uang ini diperjualbelikan dengan tingkat
bunga atau tingkat diskonto yang mengacu pada tingkat suku bunga
bebas resiko (SBI). (h.205-225)
c. Capital Market Financial Assets
Berikut adalah pembahasan mengenai Capital Market Financial Assets
yang dirangkum pembahasan Tjiptono Darmadji dan Hendy M. F (2001):
Pasar Modal (Capital Market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang ataupun modal sendiri.
Investor yang mementingkan motif keamanan dapat melakukan investasi
dipasar modal dengan memilih obligasi sebagai obyek investasinya,
sedangkan investor yang suka mengambil risiko dengan mengharapkan
tingkat pengembalian yang lebih besar dapat memilih saham yang relatif
berfluktuatif harganya.
Instrumen-instrumen yang diperjualbelikan dalam pasar modal adalah:
1.
Saham (Stock).
2.
Obligasi (Bond).
3.
Warrant.
10
4.
Right.
5.
Obligasi Konvertibel (Convertible Bond), dan
6.
Berbagai produk turunan (derivatif), seperti opsi (put atau call).(h.1-5)
II.1.3 Teori Pasar Modal
Berikut teori mengenai pasar modal yang dirangkum dari pembahasan
Tjiptono D dan Hendy M. F (2001) :
Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai suatu pasar untuk
berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang dapat
diperjualbelikan, baik itu dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, yang
diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan swasta.
Keberadaan pasar modal dalam suatu negara dapat menjalankan fungsi
ekonomi dan keuangan. Dalam fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan
fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana
kepada pihak yang membutuhkan dana. Bagi pihak yang memiliki kelebihan
dana tersebut mengharapkan dengan adanya pasar modal ini memperoleh
imbalan dari penyerahan dana tersebut, sedangkan bagi pihak yang menerima
bantuan dana akan mengharapkan bantuan dana dari pihak luar tanpa harus
menunggu dari hasil operasi perusahaannya. Sebenarnya fungsi ini dapat
diperoleh dari lembaga keuangan yang lain seperti perbankan, namun pasar
modal diperdagangkan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Daya tarik dari pasar modal ini adalah menjadi alternatif penghimpun
dana selain dari sistem perbankan dan memungkinkan para pemodal memiliki
berbagai alternatif dalam menginvestasikan dananya sesuai preferensi resiko
11
mereka sehingga para pemodal ini memungkinkan melakukan diversivikasi
investasi, membentuk portofolio sesuai resiko yang bersedia mereka tanggung
dan keuntungan yang diharapkan. (h.1-2)
II.1.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pasar
Modal
Setelah memperhatikan pengertian diatas maka pasar modal
merupakan pertemuan supply dan demand akan dana jangka panjang.
Oleh sebab itu keberhasilan pasar modal agar membentuk pasar modal
yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran tersebut secara rinci
dipengaruhi oleh:
1. Penawaran sekuritas; dalam faktor ini harus banyak perusahaan yang
menerbitkan sekuritas di pasar modal.
2. Permintaan akan sekuritas; faktor ini menerangkan harus banyak
anggota masyarakat yang memiliki dana yang cukup besar untuk
dipergunakan membeli sekuritas yang ditawarkan. Calon pembeli
sekuritas tersebut dapat berasal dari individu, perusahaan nonkeuangan ataupun lembaga keuangan. Untuk itu dalam faktor ini
ditentukan oleh pendapatan per kapita dan distribusi pendapatan yang
akan mempengaruhi permintaan akan sekuritas tersebut.
3. Kondisi politik dan ekonomi; faktor ini akan mempengaruhi
permintaan dan penawaran akan sekuritas, kondisi politik yang stabil
akan ikut membantu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya
mempengaruhi penawaran dan permintaan akan sekuritas.
12
4. Masalah hukum dan peraturan; para pembeli sekuritas pada dasarnya
mengandalkan diri pada informasi yang disediakan oleh perusahaan
yang menerbitkan sekuritas. Keberadaan informasi, kecepatan dan
kelengkapan informasi sangat diperlukan oleh para calon investor.
Peraturan yang akan melindungi pemodal dari informasi yang tidak
benar menjadi mutlak diperlukan, hal inilah yang membuat
keberadaan pasar modal di negara-negara berkembang menjadi
lemah.
5. Peran lembaga pendukung pasar modal, lembaga seperti BAPEPAM,
bursa efek, akuntan, notaris,konsultan hukum, lembaga kliring, dan
lembaga lain sangat diperlukan agar dapat bekerja secara profesional
dan dapat diandalkan sehingga kegiatan emisi dan transaksi di bursa
efek dapat berlangsung dengan cepat, efisien dan dapat dipercaya.
II.1.3.2 Indeks Harga Saham
Untuk mengadakan analisa teknis mengenai gambaran secara
umum suatu bursa efek ataupun gambaran suatu jenis saham
dipergunakanlah indeks sebagai alat indikatornya. Pengertian indeks
harga saham menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. F (2001)
:“merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga
saham”. (h.95)
Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. F (2001) di pasar
modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi, yaitu:
1. sebagai indikator trend pasar,
13
2. sebagai indikator tingkat keuntungan,
3. sebagai tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio,
4. memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif,
5. memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.
Saat ini di Bursa Efek Jakarta kita mengenal beberapa indeks
harga saham, yaitu antara lain: Indeks Harga Saham Gabungan Bursa
Efek Indonesia, Indeks LQ45, Indeks Harga Saham Sektoral, dan Indeks
Harga Saham Individual, Indeks Syariah. Adapun komposisi perhitungan
IHSG di BEJ meliputi semua saham yang dicatat di BEJ tanpa
membedakan nilai nominal saham tersebut, kurs akhir yang terjadi di
pasar reguler, seluruh jumlah saham yang dicatat termasuk saham yang
dihentikan (suspend). (h.95)
II.1.3.2.1 Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan di BEJ merupakan
indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang dicatat di bursa
efek. Angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat
menjadi salah satu alat utama analisa kegiatan yang terjadi di
pasar modal Indonesia.
Idealnya IHSG ini dibagi dalam kelompok-kelompok
industri tertentu. Pengelompokan ini sangat penting mengingat
bahwa setiap kelompok industri mempunyai resiko sistematik
yang
berbeda
dalam
mengantisipasi
setiap
keadaan
perekonomian yang berbeda pula. Oleh karena itu perubahan-
14
perubahan situasi dan kondisi perekonomian akan mempunyai
dampak yang berbeda terhadap perkembangan industri-industri
tertentu. Semua ini akan tercermin dalam Indeks Harga Saham
Gabungan Sektoral yang mewakili kelompok-kelompok industri
yang berbeda-beda.
Cara menghitung IHSG BEJ menurut Tjiptono
Darmadji dan Hendy M. F (2001) adalah sebagai berikut:
IHSG = A / B * 100
Keterangan:
A = Nilai Pasar ( Jumlah saham tercatat * Harga terakhir)
B = Nilai Dasar ( Jumlah saham tercatat * Harga perdana) (h.96)
II.1.3.3.2 Indeks Harga Saham Individual
Indeks harga saham individual digunakan untuk
menghitung indeks harian setiap saham yang tercatat di pasar
bursa. Dengan cara penghitungan indeks ini lebih sederhana bila
dibandingkan dengan cara menghitung indeks harga saham
gabungan. Adapun cara menghitung indeks harga saham
individual adalah sebagai berikut:
IHS = A / B
Keterangan:
A = harga pada hari tertentu saham yang bersangkutan.
B = harga pada penawaran perdana saham itu.
15
II.1.3.3.3 Tingkat Fluktuasi Indeks (Resiko)
Pergerakan IHSG yang berfluktuasi merupakan suatu
resiko yang harus diperhatikan dan diperhitungkan oleh
investor. Resiko ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Deviasi Standar (J. Supranto (2000; jilid 1 h.130)), sebagai
berikut:
S =
II.2
∑
_
⎛
⎞
⎜ X i − X ⎟
⎝
⎠
(n − 1 )
2
Teori Ekonomi Makro
Teori mengenai ekonomi makro membahas beberapa hal mengenai ekonomi
rumah tangga negara. Dalam tulisan ini penulis membatasi hanya menggunakan teori
mengenai tingkat bunga dan inflasi.
II.2.1 Teori Tingkat Bunga
Menurut Sadono Sukirno (1998) tingkat bunga adalah:“harga dari
penggunaan uang atau dapat dipandang sebagai sewa atau penggunaan uang
untuk jangka waktu tertentu.” (h.232)
Tingkat bunga biasanya dinyatakan sebagai x persen per tahun, hal ini berarti
suku bunga akan dibayarkan pada tingkat tersebut bila jumlah tersebut
digunakan dalam setahun penuh, oleh karena itu biasanya disesuaikan besarnya
terhadap jangka waktu penggunaannya. Suku bunga nominal mengindikasikan
seberapa cepat nilai suatu aktiva keuangan bertambah nilainya dalam suatu
jangka waktu tertentu, tetapi suku bunga nominal ini tidak menggambarkan
seberapa cepat nilai aktiva akan berubah dalam bentuk riil atau dalam bentuk
16
daya beli (purchasing-power). Suku bunga nominal merupakan tingkat bunga
yang sedang terjadi, menurut kalanagan macroeconomist, suku bunga riil
adalah suku bunga nominal dikurangi laju inflasi yang sedang terjadi pada
periode yang sama.
Tingkat bunga memegang peranan penting dalam setiap perekonomian
yang menggunakan uang untuk menyimpan nilai (store of value). Oleh sebab
itu tingkat bunga sangat diperhitungkan dalam seluruh kegiatan ekonomi.
II.2.2 Teori Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi yang selalu menjadi
perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat, karena merupakan penyakit
ekonomi yang selalu mengikuti sebuah perekonomian negara yang sedang
berkembang dinamis.
Menurut Sadono Sukirno (1998) pengertian inflasi adalah:“suatu proses
kenaikan harga-harga yang berlaku dalam sesuatu perekonomian” (h.15).
Pada dasarnya, inflasi merupakan gejolak harga barang dan jasa dalam kurun
waktu tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa inflasi adalah suatu
proses kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus dan pada arah
yang tetap naik, yang disebabkan oleh kelebihan permintaan diatas kapasitas
penawaran. Di dalam definisi ini permintaan itu termasuk barang-barang
konsumsi dan barang modal, sementara kapasitas penawaran itu dimasukkan
kedalam kesanggupan menaikkan kapasitas produksi hanya barang modal.
Dalam memahami pengertian dari inflasi tersebut, ada beberapa hal yang perlu
diketahui yaitu :
17
a) Bahwa inflasi merupakan suatu proses naiknya tingkat harga bukanlah
merupakan pertambahan jumlah uang yang beredar walaupun jumlah
uang beredar dapat membawa peranan penting, tetapi pengaruhnya
sebagai penyebab atau memperkuat inflasi masih memerlukan penelitian
lebih lanjut.
b) Bahwa kenaikan tingkat harga sama untuk seluruh sektor ekonomi, ada
yang naik dengan cepat dan ada yang naik dengan lambat. Kenaikan
harga untuk tiap sektor ini dipengaruhi oleh faktor relastisitas dari
permintaan dan penawaran.
c) Kenaikan harga akan meluas keseluruh sektor ekonomi yang akan
mengakibatkan bertambahnya pendapatan masyarakat. Kenaikan ini akan
mendorong orang untuk belanja lebih banyak, yang pada gilirannya juga
akan menaikkan tingkat harga.
II.2.2.1 Jenis-Jenis Inflasi
Berikut adalah rangkuman mengenai beberapa hal tentang
inflasi yang dirangkum pembahasan Sadono Sukirno(1998):
Jenis inflasi dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 pandangan yaitu:
a. Berdasarkan atas besarnya tekanan inflasi atau berdasarkan atas laju
pertumbuhan inflasi, maka inflasi dapat dibedakan atas:
1) Inflasi ringan (creeping inflation) di mana laju pertumbuhan
inflasi adalah dibawah 10% per tahun.
2) Inflasi sedang, di mana pertumbuhan inflasi antara 10% - 30% per
tahun.
18
3) Inflasi berat (galloping inflation) di mana laju pertumbuhan
inflasi antara 30% - 100% per tahun.
4) Hiper inflasi (run away inflation) di mana laju pertumbuhan
inflasi diatas 100% per tahun.
b. Berdasarkan penyebab inflasi, maka inflasi dapat dibedakan atas:
1) Demand pull inflation, inflasi ini terjadi apabila permintaan
agregat lebih besar dari kemampuan untuk memproduksi barang
dan jasa secara menyeluruh. Hal ini terjadi misalnya dengan
bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan
mencetak uang atau karena kenaikan permintaan luar negeri.
2) Bottleneck inflation, inflasi yang timbul akibat perubahan struktur
permintaan. Dalam hal ini total permintaan tidak berubah, yang
berubah adalah struktur permintaan itu sendiri yakni peralihan
permintaan dari suatu barang kepada barang lain,
sedangkan
barang yang diminta tersebut jumlahnya masih sedikit sehingga
akan terjadi persaingan sesama permintaan untuk merebut jumlah
barang yang sedikit tersebut sehingga tingkat harga umum akan
naik.
3) Cost push inflation, inflasi ini terjadi bukan karena kenaikan
permintaan akantetapi disebabkan oleh kenaikan harga faktorfaktor produksi.
4) Expectional inflation, inflasi yang disebabkan oleh upah dan
harga yang naik akibat adanya dugaan bahwa inflasi akan terus
berlangsung.
19
5) Inertial inflation, inflasi yang diakibatkan oleh para penentu upah
dan harga yang mengacu pada pesaingnya dan bersikap hati-hati
dalam mengurangi upah harga yang ditentukan. (h.302-307)
II.2.2.2 Mengukur Laju Inflasi
Inflasi yang diukur pada tingkat perubahan harga dari satu
periode ke periode yang lain dapat diukur dengan berbagai cara. Cara
yang paling umum digunakan adalah dengan menggunakan perubahan
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consument Price Index (CPI). IHK
mengukur harga sekumpulan barang tertentu seperti makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau, perumahan, bahan makanan yang dibeli
konsumen.
Di samping IHK masih terdapat cara lain yang dapat digunakan
sebagai pengukur laju inflasi diantaranya adalah Indeks Harga Pedagang
Besar (IHPB) dan di Indonesia dikenal lagi Indeks Harga 9 Bahan Pokok
(IHP).
Tetapi dalam menentukan tingkat laju inflasi atau perubahan harga, IHPB
dan IHP tidak mencerminkan keseluruhan keadaan perubahan harga
komoditi yang dikonsumsi oleh masyarakat. Di dalam IHPB hanya kirakira 30% yang merupakan komoditi yang dikonsumsi oleh konsumen
yaitu finished goods sedangkan bahan mentah dan mesin tidak
dikonsumsi oleh konsumen,sehingga di dalam menentukan laju inflasi
cara yang paling umum digunakan adalah Indeks Harga Konsumen.
20
II.2.2.3 Faktor-Faktor yang Menimbulkan Inflasi
Untuk
menganalisa
faktor-faktor
yang
mengakibatkan
timbulnya inflasi terutama secara ekonomi subjektif sebenarnya bukan
merupakan suatu hal yang sukar, tetapi untuk merumuskan dan kemudian
melaksanakan kebijakan untuk menanggulanginya merupakan masalah
yang sulit dan pelik. Karena masalah inflasi bukan semata-mata masalah
ekonomi tetapi masalah sosial ekonomi politik.
Kebanyakan masalah inflasi timbul dilandasi oleh faktor sosial
politik, sebagai contoh pada suatu negara yang sedang terjadi inflasi
karena pemerintah mencetak uang terlalu banyak. Timbul pertanyaan
mengapa pemerintah mencetak uang terlalu banyak walaupun diketahui
akibatnya akan menimbulkan inflasi, maka seringkali jawabannya
terletak di bidang sosial poltik. Faktor-faktor sosial politik yang
melandasi inflasi ditentukan oleh tata sosial politik masing-masing
negara. Ilmu ekonomi hanya membantu untuk mengidentifikasi sebab
dari inflasi, dan selanjutnya menggunakan dalil-dalil ekonomi yang
berlaku secara umum untuk mengambil kebijakan dalam mengatasi
masalah inflasi. Tetapi sebenarnya bila ingin menentukan kebijakan yang
tepat hendaklah dipahami dahulu faktor-faktor yang mendasari sehingga
timbulnya inflasi (Inflator), yang mana faktor ini belum tentu bersifat
ekonomis.(uraian mengenai inflator akan diuraikan pada subbab
berikutnya).
21
II.3
Gangguan Moneter
Negara yang stabil perekonomiannya adalah negara yang dapat senantiasa
meningkatkan pertumbuhan ekonominya serta kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi ada
suatu permasalahan pelik yang dihadapi negara yang terus meningkat pertumbuhan
ekonominya yaitu masalah inflasi yang dapat menurunkan tingkat kesejahteraan warga
negaranya. Oleh sebab itu diperlukan suatu interfensi kebijakan dari pemerintah untuk
menjaganya menjadi tetap stabil, dimana peningkatan pertumbuhan ekonomi berjalan
seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
Kestabilan ekonomi yang diinginkan setiap negara pada umumnya diartikan
sebagai suatu keadaan ekonomi dimana tidak terdapat penggangguran yang serius dan
perekonomian menikmati kestabilan harga-harga. Pengertian tersebut meliputi pula
kestabilan dalam neraca pembayarannya. Dengan demikian pengertian kestabilan
ekonomi meliputi perwujudan dari tiga hal berikut:
a. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi (full employment).
b. Tingkat harga-harga tidak menunjukan perubahan yang berarti.
c. Terdapat keseimbangan diantara ekspor dan impor dan lalu lintas modal dari
/ ke luar negeri.
Tujuan menstabilkan ekonomi berarti pula keinganan untuk menghindari
fluktuasi yang tajam dalam kegiatan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dapat menimbulkan inflasi (inflator). Apabila
inflasi ini tidak dapat dikendalikan, kemerosotan ekonomi yang serius dapat berlaku
pada masa berikutnya. Fluktuasi yang tidak dikendalikan tidak akan menjamin
perwujudan tiga hal yang dinyatakan diatas, yaitu pengangguran yang rendah, kestabilan
harga-harga dan kestabilan neraca pembayaran. Oleh sebab itu diperlukan peran serta
22
pemerintah dalam membuat kebijakan untuk menginterfensi laju inflasi supaya tidak
menjadi masalah nasional yang pelik (deflator).
II.3.1 Deflator
Beberapa bentuk kebijakan ekonomi dapat dijalankan pemerintah untuk
mencapai kestabilan kegiatan ekonomi, penggunaan tenaga kerja penuh tanpa
inflasi, menghindari masalah inflasi, mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang
teguh. Kebijakan-kebijakan yang dapat dijalankan dibedakan menjai 3 bentuk
kebijakan, yaitu:
a. Kebijakan
Fiskal;
meliputi
langkah-langkah
pemerintah
membuat
perubahan dalam bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah dengan
maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian.
Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal adalah sangat penting untuk
mengatasi pengangguran yang relatif serius. Melalui kebijakan fiskal
penggeluaran agregat dapat ditambah dan langkah ini akan menaikkan
pendapatan nasional dan tingkat penggunaan tenaga kerja. Di bidang
perpajakan langkah yang perlu dilaksanakan adalah mengurangi pajak
pendapatan. Pengurangan pajak ini akan menambah kemampuan
masyarakat untuk membeli barang dan jasa dan akan meningkatkan
pengeluaran agregat. Seterusnya pengeluaran agregat dapat lebih
ditingkatkan lagi dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah untuk
membeli barang dan jasa yang diperlukannya maupun untuk menambah
investasi pemerintah. Dalam masa inflasi atau pada ketika kegiatan
ekonomi telah mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan
kenaikan harga-harga sudah semakin pesat, langkah sebaliknya harus
23
dijalankan, yaitu pajak dinaikkan dan pengeluaran pemerintah dikurangi.
Langkah ini akan menurunkan pengeluaran agregat dan tekanan inflasi
dapat dikurangi (dalam hal ini kebijakan fiskal berperan sebagai deflator).
b. Kebijakan
Moneter;
meliputi
langkah-langkah
pemerintah
yang
dilaksanakan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) untuk mempengaruhi
(merubah) penawaran uang dalam perekonomian atau merubah tingkat
bunga, dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat.
Salah satu komponen dari pengeluaran agregat adalah penanaman modal
(investasi) oleh perusahaan-perusahaan. Tingkat bunga yang tinggi akan
mengurangi penanaman modal dan apabila tingkat bunga rendah lebih
banyak penawaran modal akan dilakukan. Dengan demikian salah satu
cara yang dapat dijalankan pemerintah untuk mempengaruhi pengeluaran
agregat adalah dengan mempengaruhi penanaman modal. Apabila
pengangguran berlaku dalam perekonomian, pengeluaran agregat perlu
ditambah untuk mengurangi pengangguran. Menurunkan tingkat bunga
untuk menggalakkan pertumbuhan penanaman modal adalah salah satu
cara untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan ini dapat dicapai pemerintah
dengan menjalankan kebijakan moneter.
Menurut pandangan Keynes tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran uang. Bank Sentral dapat mempengaruhi penawaran uang.
Melalui alat-alat kebijakan moneter pemerintah dapat menambah
penawaran uang. Ceteris paribus, pertambahan ini akan menurunkan
tingkat bunga. Dengan penurunan tingkat bunga tersebut diharapkan
penanaman modal akan bertambah dan ini akan meningkatkan pengeluaran
24
agregat. Sebagai implikasi dari perubahan ini kegiatan ekonomi akan
meningkat dan pengangguran menurun. Dalam masa inflasi langkah
sebaliknya yang perlu dilakukan, yaitu penawaran uang dikurangi untuk
menaikan tingkat bunga. Diharapkan langkah ini akan menurunkan
investasi dan seterusnya pengeluaran agregat akan menurun. Hal ini akan
mengurangi tekanan inflasi (dalam hal ini kebijakan moneter menjadi
deflator).
c. Kebijakan segi penawaran; kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter seperti
yang diterangkan sebelumnya dapat dipandang sebagai kebijakan yang
mempengaruhi pengeluaran agregat. Dengan demikian kebijakan fiskal dan
moneter tersebut dipandang sebagai kebijakan dari segi permintaan.
Disamping melalui permintaan, kegiatan perekonomian negara dapat pula
dipengaruhi oleh melalui segi penawaran. Kebijakan segi penawaran
bertujuan untuk mempertinggi efisiensi kegiatan perusahaan-perusahaan
sehingga dapat menawarkan barang-barangnya dengan harga yang lebih
murah atau dengan mutu yang lebih baik. (salah satu contoh kebijakan segi
penawaran adalah kebijakan pendapatan, yang merupakan langkah
pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan
pekerja/buruh).
II.3.2 Inflator
Beberapa kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dapat menjadi suatu faktor penyebab inflasi:
25
a. Kebijakan fiskal : pengurangan pajak pendapatan, peningkatan pengeluaran
pemerintah / menambah investasi pemerintah.
b. Kebijakan moneter : menurunkan tingkat bunga.
II.4 Ringkasan dan Komentar
II.4.1 Hubungan Antara Suku Bunga Dengan Inflasi
Hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli ekonomi menunjukan bahwa
suku bunga efektif untuk memperkuat sektor moneter apabila tidak terdapat faktorfaktor nonekonomis lain yang mengganggu. Dalam upaya mengendalikan inflasi,
efektifitas suku bunga menjadi lebih rendah karena inflasi selain disebabkan
karena faktor permintaan (core inflation) juga disebabkan oleh faktor penawaran
(noise inflation) seperti distribusi dan produksi. Hasil penelitian menunjukan
bahwa suku bunga memang efektif untuk mengendalikan core inflation, tetapi
tidak efektif untuk menekan noise inflation.
Dengan demikian laju inflasi dan tingkat bunga memiliki kaitan yang erat
dalam hubungannya dengan jumlah uang beredar atau dengan kata lain jumlah
uang yang beredar berbanding lurus dengan inflasi, berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi namun berpengaruh negatif terhadap suku bunga. Hal ini
dapat dijelaskan dengan kenaikan harga barang dan jasa akibat permintaan yang
meningkat serta kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga dan ongkos
produksi yang menjadi penyebab utama inflasi. Oleh karena itu kenyataan ini
berkaitan dengan kegiatan ekonomi yang semakin meningkat sehingga perlu
adanya penyesuaian harga dan ongkos produksi. Kegiatan ekonomi meningkat
berarti produksi meningkat sehingga kesempatan kerja meningkat. Untuk
26
membiayai permintaan agregat diperlukan sejumlah dana sehingga pemerintah
kemudian mengambil langkah berupa penambahan jumlah uang beredar. Dampak
inflasi yang tinggi akan menurunkan pendapatan yang riil (pemerintah dan swasta),
tingkat bunga tinggi akan menghambat investasi, dan pertumbuhan ekonomi
rendah akan memperlambat pembangunan ekonomi.
Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal setelah dikurangi inflasi.
Agar tingkat bunga riil positif maka tingkat bunga nominal harus lebih tinggi dari
inflasi. Di Indonesia laju inflasi umumnya tinggi, maka tingkat bunga nominal
harus tinggi, sedangkan tingkat bunga riil sendiri dipengaruhi berbagai faktor baik
eksternal seperti kurs valuta asing, maupun internal seperti kredit bermasalah,
praktek monopoli dan ekonomi biaya tinggi.
Jadi hubungan inflasi dengan tingkat bunga bukan merupakan hubungan
yang saling mempengaruhi (hubungan kausalitas), akan tetapi tingkat bunga yang
dipengaruhi oleh tingkat inflasi, sehingga tingkat inflasi tinggi maka tingkat suku
bunga akan lebih tinggi lagi. Jika pemerintah berniat menurunkan tingkat bunga
tanpa memperhatikan variabel-variabel yang terkait dengannya, maka tidak secara
otomatis akan menurunkan laju inflasi, bahkan justru akan membuat pemerintah
menjadi bangkrut.
II.4.2 Hubungan Tingkat Bunga Terhadap IHSG
Berdasarkan teori, tingkat bunga berhubungan negatif terhadap harga
saham sebab peningkatan suku bunga akan mengakibatkan pemilik dana untuk
mengalihkan penanaman modalnya dari saham ke deposito, hal ini mengakibatkan
menurunnya nilai IHSG.
27
II.5 Analisis Data
Metode analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif, yang pada dasarnya
merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah
dipahami dan diintepretasikan. Dimana penulis ingin menjelaskan distribusi data dari
variabel yang diteliti. Ukuran yang digunakan dalam mendeskripsikan adalah tendensi
sentral, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum.
Tendensi sentral merupakan ukuran dalam statistik deskriptif yang menunjukkan
nilai sentral dari distribusi data penelitian. Tendensi sentral dapat dinyatakan dalam 3
macam ukuran yaitu rata-rata, median dan modus yang masing-masing mengukur nilai
sentral dalam pengertian yang berbeda-beda. Tetapi dalam penelitian ini hanya ukuran
mean atau average yang paling relevan. Rumus yang digunakan adalah:
1
X =
n
n
∑
i =1
X
i
Untuk mengetahui tingkat fluktuasi perubahan data penulis menggunakan standar
deviasi (rumus terdapat dalam subbab II.1.3.3.3).
Untuk mengetahui besarnya rentang data yang diteliti digunakan nilai maksimum
dan minimum dengan menggunakan Microsoft excel. Dengan formula:
Nilai maksimum : =max(range data)
Nilai minimum : =min(range data)
Hubungan perubahan antara IHSG (variabel Y), tingkat bunga deposito 1 bulan
Bank Umum (X1) dan inflasi Indonesia (X2) dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut:
Y ′ = b0 + b1 X 1 + b2 X 2
28
b0 = Nilai Y ′ , kalau X1 = X2 = 0
b1 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam satuan, kalau X1 naik
satu
(turun)
satuan, sedangkan X2 konstan.
b2 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam satuan, kalau X2 naik (turun) satu
satuan , sedangkan X1 konstan.
Untuk mendapatkan nilai b0 , b1 , b2 penulis menggunakan program Microsoft
Excel dengan fasilitas Data Analysis.
Untuk mengukur kuatnya hubungan variabel tingkat suku bunga deposito 1 bulan
Bank Umum (X1) dan variabel inflasi Indonesia (X2) terhadap IHSG (Y) penulis
menggunakan suatu koefisian korelasi yang disebut Koefisien Korelasi Linear
Berganda (KKLB) (r) dengan rumus :
KKLB = R y .12 =
r12y + r22y − 2 r1 y r2 y r12
1 − r122
Apabila KKLB dikuadratkan, maka akan diperoleh Koefisien Penentuan (KP)
atau R-square yaitu suatu nilai untuk mengukur besarnya sumbangan dari beberapa
variabel X terhadap variasi (naik turunnya) Y.
KP = R y2.12
29
Menurut McClave, Benson (1997), kategori hubungan yang dinyatakan dengan R-
square adalah:
0% – 20% : sangat rendah
21% - 40% : rendah
41% - 60% : sedang
61% - 80% : tinggi
81% - 100%: sangat tinggi
Untuk menghitung korelasi antar variabel digunakan Microsoft Excel dengan
formula
=Correl(range var1, range var2)
30
Download