Bab 2 Landasan Teori 2.1 Pengertian Prestasi Belajar Belajar dapat terjadi di mana saja, di kelas, di laboratorium, di lapangan, di warung telekomunikasi dan melalui dunia maya. Bahkan sekolah itu adalah seluruh alam semesta ini. (Prawiradilaga, 2007) Menurut John Dewey (dalam Suparno, 2001), belajar merupakan bagian dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Dewey mengemukakan konsep “Learning by doing” yaitu belajar melalui kegiatan melakukan bukan hanya mendengar dan melihat. Karena kenyataannya sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. (Muslich, 2008) Proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungannya. (Sanjaya, 2010) Hasil dari proses belajar inilah yang disebut prestasi belajar. Hasil belajar siswa (prestasi) dapat menunjukkan telah terjadi peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa. Pencapaian hasil belajar yang tinggi merupakan suatu harapan dari setiap siswa. (Sopiatin, 2010) Menurut Mulyasa (2006), hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang 23 menjadi indikator kompetensi dasar. Slameto (2003) mendefinisikan prestasi belajar sebagai performance dan kompetensinya setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran dalam satuan waktu tertentu yang dapat berupa semester atau tahun pelajaran. Hall dan Jones (dalam Muslich, 2008) menyatakan bahwa kompetensi adalah penampilan suatu kemampuan merupakan tertentu perpaduan secara antara bulat yang pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses, adalah (1) merumuskan seperangkat bahwa tindakan kompetensi cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap melaksanakan tertentu; mampu oleh tugas-tugas masyarakat di bidang dalam pekerjaan (2) keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur. Menurut berdasarkan Susilawati KTSP (2011), adalah prestasi merupakan belajar tingkat keberhasilan siswa dari kegiatan belajar, biasanya berupa pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap. Kompetensi yang telah dimiliki siswa diukur berdasarkan pencapaian KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). 24 KTSP adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada kompetensi dan siswa aspek target pengembangan keterampilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pembelajaran bagi siswa pada akhirnya ditujukan untuk pencapaian kompetensi-kompetensi yang dinyatakan dengan tumbuh dan berkembangnya satu kesatuan nilai-nilai, pengetahuan, sikap dan kinerja/perbuatan secara nyata. (Akbar, 2010) Jadi, prestasi belajar adalah kompetensi yang dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur berdasarkan tercapai tidaknya KKM. Dalam penelitian ini prestasi belajar dirumuskan sebagai kompetensi siswa yang terukur lewat kegiatan evaluasi setelah mengikuti proses pembelajaran. Ukuran keberhasilan peserta didik berupa penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan berdasarkan tercapai tidaknya KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan. Prestasi belajar yang dicapai siswa dituangkan dalam bentuk angka atau nilai, yang tertera dalam buku daftar nilai, dalam ukuran atau satuan waktu semester dan tahunan. 25 2.2 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum terbaru di Indonesia. KTSP yang dilaksanakan mulai tahun 2006 dimana pembelajaran lebih ditekankan kompetensi pada siswa aspek (Susilo, pengembangan 2008) dan target keterampilan dengan harapan mutu lulusan lebih bermakna dalam kehidupannya. Pembelajaran berbasis kompetensi menekankan pembelajaran ke arah penciptaan dan peningkatan serangkaian kemampuan dan potensi siswa agar bisa mengantisipasi tantangan aneka kehidupannya. (Muslich, 2008) Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 15, KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.(BSNP, 2005) KTSP tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional. Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya 26 saja; sedangkan yang pengembangannya itu menjadi sendiri rujukan ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri, serta kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran itu. KTSP berorientasi pada pengembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan keberhasilan kompetensi dan strategi KTSP siswa. pembelajaran. lebih KTSP banyak Kriteria diukur mengakses dari kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP, yakni berpusat kebutuhan, dan pada potensi, kepentingan perkembangan, peserta didik dan lingkungannya. (Sanjaya, 2008) Kedalaman muatan KTSP pada setiap mata pelajaran di Sekolah Dasar (SD) dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar. Kompetensi yang dimaksud terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) berdasarkan standar kompetensi lulusan. Mata pelajaran wajib di Sekolah Dasar (SD) yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam 27 tahun mulai kelas I sampai dengan kelas VI adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjaskes). Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. (BSNP, 2005) Muatan lokal yang diselenggarakan di Propinsi Jawa Tengah adalah Bahasa Jawa dan di Kabupaten Banyubiru adalah Tembang Jawa. Pembelajaran pada Kelas IV SD dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk Kegiatan pengembangan kegiatan diri ekstrakurikuler. dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan 28 masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. (BSNP, 2005) Mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yang ditempuh di kelas IV SD adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan Agama Peran Agama dalam kehidupan umat manusia. Sehingga internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap individu dapat ditempuh melalui pendidikan. BSNP (2005) merumuskan standar sebagai berikut : Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Menurut agama Nuhamara mempunyai (2009), tanggung pendidik-pendidik jawab dalam meningkatkan kualitas pendidikan dalam masyarakat. 29 Karena pendidikan agama dapat menyumbang terhadap perkembangan manusia secara intelektual, sosial, moral dan spiritual. Dengan demikian tentunya prestasi belajar pendidikan agama siswa akan meningkat seiring dengan pendidik-pendidik agama melaksanakan tanggungjawabnya. Azizah (2009) menyatakan bahwa sangatlah tepat apabila usaha penanaman nilai-nilai agama selain dari keluarga juga diberikan pada pendidikan prasekolah. Hendaknya nilai-nilai agama ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Seiring dengan bertambahnya usia, hendaknya semakin banyak pula penjelasan dan pengertian tentang nilai-nilai agama itu sesuai dengan dengan perkembangan kecerdasannya. 2. Pendidikan Kewarganegaraan BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara melaksanakan yang hak-hak memahami dan dan kewajibannya mampu untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan (1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak 30 secara cerdas berbangsa, dalam dan kegiatan bernegara, berkembang secara membentuk diri positif serta dan berdasarkan bermasyarakat, anti-korupsi; demokratis (3) untuk karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; (4) berinteraksi dengan bangsabangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Rahmawati (2003) menyatakan bahwa prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan adalah pengetahuan yang dicapai dan keterampilan yang dikembangkan dalam melestarikan nilai hukum dan moral yang berakar pada budaya bangsa, dan mencerminkan pencapaian hasil belajar siswa. Menurut Murdiono (2007), penananaman nilai moral sejak usia dini membawa pengaruh yang positif terhadap perkembangan moral anak. 3. Bahasa Indonesia Bahasa dipergunakan merupakan oleh alat setiap berkomunikasi manusia. BSNP yang (2005) menyebutkan bahwa “pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, 31 serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.” Menurut Sawardi keterampilan (1981), berbahasa akan kemahiran banyak dan membantu berhasilnya pengajaran mata pelajaran lain. Sardja (dalam Supriyadi, 2004) menemukan bahwa rendahnya tingkat kesiapan belajar membaca (reading readiness) yang dimiliki menyebabkan oleh murid umumnya murid tanpa tanpa sering mengalami TK TK kesulitan belajar membaca dibandingkan dengan murid yang melalui TK. 4. Matematika BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar (SD) untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar kemampuan peserta didik memperoleh, dapat memiliki mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu 32 dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam kompetensi mengembangkan siswa, maka guru kreativitas dan hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efesien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. (Heruman, 2010) Oleh karena itu maka menurut Apriana (2012), pengembangan dasar-dasar konsep matematika diharapkan telah diperkenalkan kepada anak usia dini ketika menempuh pendidikan prasekolah. Fuller (dalam Ekawati, 2011) menyebutkan “Girls are less successful than boy son on mathematics achievement test”. Artinya anak laki-laki memiliki prestasi matematika yang lebih baik daripada anak perempuan. 5. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan masalah-masalah manusia yang dapat melalui pemecahan diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat 33 SD diharapkan Salingtemas ada (sains, penekanan lingkungan, pembelajaran teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi secara bijaksana. Pembelajaran bekerja ilmiah IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Piaget dalam Suparno (2001) menyatakan karakteristik siswa SD dominan berada pada fase perkembangan konkrit operasional. Pada fase ini anak dapat belajar dengan mudah jika mendapat pengalaman langsung dengan objek yang nyata. Artinya proses belajar terjadi by doing science dimana mereka belajar dengan aktif terlibat langsung. (Semiawan, 2008) 6. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Di masa yang menghadapi akan tantangan datang berat peserta karena didik akan kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang 34 untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Pendidikan IPS pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan manusia yang baik dalam kehidupannya. Artinya manusia tidak mengalami kesulitan hidup dalam memenuhi manusia bisa lingkungan berbagai hidup dan ruang macam secara kebutuhannya, harmonis hidupnya, ia dengan mempunyai pengetahuan, sikap, dan kepedulian sosial yang tinggi di tengah-tengah kehidupan sosialnya, sangat menghargai nilai-nilai agama, sejarah, budaya, sosial, politik, ekonomi dan lainnya, dan dengan nilai-nilai itu menjadi pengarah dan pengendali sikap dan perilaku dalam kehidupannya. ( Akbar, 2010) 7. Seni Budaya dan Keterampilan BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Pendidikan seni budaya dan keterampilan memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan 35 perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional. Bidang seni rupa, musik, tari, dan keterampilan memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni dan keterampilan, aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman konsepsi, apresiasi, dan kreasi. mengembangkan Semua ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Kadir (1973) menyatakan bahwa anak-anak berseni sekaligus bermain, sehingga anak merasa senang karena tercurah segala gejolak jiwanya. Karena menurut Soehardjo (1974), seni membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, membantu perkembangan estetik, membantu menyempurnakan kehidupan, meningkatkan pertumbuhan fisik, mental, estetika, membina imajinasi kreatif, memberi sumbangan kearah pemecahan masalah, memberikan sumbangan perkembangan kepribadian. Demikian pula dengan Irani (2009) pembelajaran mengembangkan 36 dan menyatakan fasilitas potensi fisik, bahwa metode TK dapat di sosial emosional, kognitif, bahasa, kemandirian, agama, dan seni bagi anak usia prasekolah untuk mempersiapkan anak masuk SD. 8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis pendidikan dalam nasional. rangka Pendidikan mencapai memiliki tujuan sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilainilai (sikap – mental – emosional – sportivitas – spiritual - sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. 37 Pembelajaran Penjaskes yang dilakukan dengan keasyikkan yang menyenangkan (enjoyment) seperti dalam bentuk permainan dapat memotivasi anak didik senang dan mampu belajar. (Semiawan, 2008) Sejalan dengan Rusli (1993) yang menyatakan bahwa penguasaan konsep-konsep pendidikan jasmani dan olahraga mendukung pencapaian prestasi belajar pada bidang studi lainnya. 2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar pada umumnya merupakan tujuan dan sasaran akhir dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Apapun bentuk kegiatan pembelajaran tentunya akan berakhir pada pencapaian prestasi belajar. Dalam upaya mencapai prestasi belajar yang baik menurut Hamalik faktor-faktor yang (dalam Nugroho, 2009), mempengaruhi prestasi belajar adalah (1) faktor yang bersumber dari diri sendiri; (2) faktor yang bersumber dari lingkungan belajar; (3) faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga; (4) faktor yang bersumber dari masyarakat. Sumargo (dalam Nugroho, 2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah (1) guru dan pengajarannya. Selain mengajarkan ilmu kepada siswa, guru juga melakukan 38 tugas mendidik dan membimbing siswa untuk belajar maksimal; (2) siswa berkaitan dengan kebiasaan atau itu sendiri, penguasaan keterampilan terutama materi belajar, yang prasyarat, usia, daya tangkap dan semangat belajar; (3) sekolah, faktor sekolah meliputi ketersediaan alat peraga dan kualitas bimbingan; (4) lingkungan, ditekankan pada kualitas dukungan orang tua dan lingkungan tempat tinggal siswa. Slameto (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah perilaku sosial, konsep diri, strategi belajar siswa, motivasi, pola asuh, dan status ekonomi. Ruth dan Isabel (dalam Missa, 2005) menjelaskan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh lima faktor yaitu (1) assurance (percaya diri) artinya siswa yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil dalam belajar; (2) relevance (relevansi) artinya siswa akan terdorong untuk mempelajari sesuatu bila ada relevansinya dengan kebutuhan hidup; (3) interest (minat) artinya minat dan perhatian siswa memungkinkan siswa untuk memilih dan menentukan pembelajaran yang cocok baginya; (4) assessment (pengukuran) bagi siswa evaluasi merupakan umpan balik yang dapat mendorong siswa belajar lebih baik; dan (5) satisfaction (kepuasan) dan rasa bangga 39 menjadi penguat bagi siswa untuk mencapai prestasi berikutnya. 2.4 Penilaian Prestasi Belajar Dalam PP No. 19 Tahun 2005 pasal 1 ayat 17, proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik karena ingin disebut penilaian. Banyak siswa yang belajar memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka belajar dengan giat. Oleh karena dilakukan secara objektif itu, penilaian harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. (Sanjaya, 2008) Dalam KTSP, ada 2 hal penting yang harus dipahami integral yaitu (tidak pembelajaran. (1) evaluasi terpisahkan) Artinya, merupakan dalam evaluasi kegiatan suatu proses bukan hanya berorientasi pada hasil (product oriented) akan tetapi juga pada proses pembelajaran (process oriented) sebagai upaya memantau perkembangan siswa baik perkembangan kemampuan maupun perkembangan mental dan kejiwaan; (2) evaluasi bukan hanya tanggung jawab guru tetapi juga menjadi tanggung jawab siswa. Artinya dalam proses evaluasi siswa dilibatkan oleh kesadaran pentingnya 40 guru, sehingga evaluasi mereka untuk memiliki memantau keberhasilannya sendiri dalam proses pembelajaran (self evaluation). (Sanjaya, 2008) Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian hasil belajar peserta pada jenjang pendidikan prinsip-prinsip sebagai dasar berikut: didasarkan (1) sahih, pada berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur; (2) objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi penilaian peserta subjektivitas tidak didik penilai; menguntungkan karena (3) adil, atau berkebutuhan berarti merugikan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender; (4) terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran; (5) terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan; (6) menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik; (7) sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku; (8) beracuan kriteria, berarti 41 penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; (9) akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. PP no. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional menguraikan bahwa penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui (a) pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; (b) ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran teknologi diukur melalui ilmu pengetahuan ulangan, dan penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui (a) pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan 42 afeksi peserta didik; (b) ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Evaluasi memegang peranan yang sangat penting sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru ataukah malah sebaliknya siswa belum dapat mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan program remidial. (Sanjaya, 2008) Standar minimal yang ditetapkan guru mengacu pada ketentuan yang ditetapkan Depdiknas tentang ketuntasan belajar siswa yang didasarkan pada kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh masing-masing sekolah dengan mempertimbangkan (1) ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0 – 100%, dengan batas kriteria ideal minimum 75%; (2) sekolah harus menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) per mata pelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas, sumber daya pendukung; (3) sekolah dapat menentukan KKM di bawah batas kriteria ideal tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal. (Muslich, 2008) 43 Nilai hasil belajar diperoleh dari sistem penilaian yang digunakan untuk mata pelajaran yang sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Misalnya nilai 75 sebagai batas penguasaan (mastery) artinya jika seorang siswa sudah mencapai nilai 75 atau lebih untuk kompetensi dasar tertentu maka dikatakan siswa tersebut berhasil. Akan tetapi jika seorang siswa belum mencapai nilai 75, dikatakan belum berhasil. (Uno, 2006) Guru melakukan evaluasi menggunakan berbagai teknik penilaian berupa (1) tes, antara lain tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja; (2) observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran; (3) penugasan perseorangan atau kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek; dan (4) bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Instrumen evaluasi yang digunakan guru harus memenuhi persyaratan merepresentasikan konstruksi, adalah (a) kompetensi memenuhi substansi, yang adalah dinilai, persyaratan (b) teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif perkembangan peserta didik. 44 sesuai dengan taraf Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. (Akbar, 2010) Hasil pengukuran kompetensi dinyatakan dalam bentuk angka yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap peserta didik pada periode tertentu. Hasil pengukuran kompetensi dituangkan dalam rapor yang dibuat guru untuk siswa dan orang tua berisi catatan prestasi belajar siswa pada setiap semester. Data dalam penelitian ini memakai nilai prestasi belajar murni siswa kelas IV SD dalam buku daftar nilai sebelum dituangkan ke dalam rapor siswa di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada semester I dan semester II tahun ajaran 2010/2011. Nilai prestasi belajar dirumuskan sebagai perolehan hasil pengukuran kompetensi yang terukur lewat kegiatan evaluasi dan tercantum dalam daftar nilai yang diperoleh dari : Nilai prestasi belajar = PR + UH + TS + AS 4 Keterangan : PR = rata-rata nilai pekerjaan rumah (minimal 4 nilai pekerjaan harian) UH = rata-rata nilai ulangan harian (minimal 4 nilai ulangan harian) TS = nilai ulangan tengah semester AS = nilai akhir semester 45 2.5 Meningkatkan Prestasi Belajar Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya. Berbeda-bedanya satu faktor prestasi. yang kemampuan menyebabkan Faktor-faktor yang merupakan salah berbeda-bedanya mempengaruhi peningkatan prestasi belajar siswa meliputi faktor internal, faktor eksternal, dan faktor situasional. Faktor internal yang dimaksud adalah segala sesuatu yang bersumber dari dalam diri subyek yang belajar, seperti (1) faktor jasmaniah yang mencakup kesehatan dan cacat tubuh; (2) faktor psikologis yang mencakup intelgensi, perhatian, minat, bakat motif, kematangan, kesiapan, kelelahan. Faktor eksternal adalah segala faktor yang bersumber dari luar diri subyek yang belajar, seperti (1) faktor keluarga yang mencakup cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. (2) faktor sekolah yang mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, 46 disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah. (3) faktor masyarakat yang mencakup kegiatan anak dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. (Slameto, 2003) Selanjutnya Rizqon (2001) menyatakan ada tiga faktor utama yang menentukan peningkatan prestasi siswa yaitu peranan guru dalam membimbing dan mendidik siswa, faktor lingkungan dan faktor kemauan atau internal siswa. Peranan guru dalam membimbing dan mendidik siswa. Keberhasilan ini, sangat dipengaruhi oleh faktor kemandirian profesionalisme seorang guru. Bila guru masih terbebani oleh masalahmasalah ekonomi dan psikologi pribadi, sulit rasanya untuk menciptakan kondisi profesionalisme tersebut. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh kondisi kompetitor yang tersedia. tersedia, sulit Bila kebiasaan rasanya bakat berkompetisi dan prestasi tidak siswa dimunculkan dan ditingkatkan. Sehingga, greget siswa belajar dan bersaing untuk berprestasi sangat lemah. Oleh karena itu, kompetitor ini perlu dikondisikan terlebih dahulu oleh pihak-pihak terkait. Faktor kemauan atau internal siswa merupakan faktor yang paling menentukan dari kedua faktor yang lain. Sebab, walaupun para guru sudah bersikap profesional dan 47 kompetitor sudah tersedia. Tapi, bila kemauan dari siswa sendiri untuk belajar dan bersaing masih rendah, sulit meraih keberhasilan maupun meningkatkan prestasi. Faktor ini, akan sangat dipengaruhi oleh perhatian dan motivasi yang diberikan para orang tua. Bila orang tua kurang memberikan perhatian dan motivasi secara khusus kepada perkembangan pendidikan anak-anaknya, sangat sulit menciptakan kemauan dan kesadaran bagi siswa untuk berkompetisi. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan mengarahkan anak, sangat menunjang terhadap keberhasilan mereka dalam meraih keberhasilan dan prestasi belajar di sekolah. Menurut Suryabrata (1998) dan Shertzer dan Stone (dalam Winkle, 1997), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan peningkatan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera. Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi peningkatan prestasi belajar siswa yaitu inteligensi, sikap dan motivasi. Faktor 48 eksternal merupakan faktor di luar diri siswa yang dapat mempengaruhi peningkatan prestasi belajar yaitu faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat.Faktor lingkungan keluarga meliputi sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga. Faktor lingkungan sekolah meliputi sarana dan prasarana sekolah, kompetensi guru dan siswa serta kurikulum dan metode mengajar. Faktor lingkungan masyarakat meliputi faktor sosial budaya dan partisipasi terhadap pendidikan. 2.6 Siswa SD yang Berlatar Belakang TK dan Non TK Monks, knoers, Haditono (1999) menyebutkan bahwa jika anak mengikuti pendidikan prasekolah akan menurunkan motivasi belajar dan menimbulkan sikap negatif terhadap proses belajar di SD. Hal ini terjadi karena anak sudah pernah menerima dan menguasai materi pelajaran SD di program pendidikan sebelumnya. Lebih lanjut, Lorado (Prayitno, 1989) menyatakan jika orang tua memaksa anak-anaknya untuk mendapat pengalaman belajar guna meraih prestasi belajar yang tinggi, hal ini akan membahayakan anakanak. Anak-anak dipaksa mencapai prestasi jauh di 49 atas kemampuannya. Hal ini membuat anak kehilangan motivasi dalam belajar, sehingga dalam pekerjaan sekolah mendapatkan nilai kurang memuaskan dan mereka memiliki harapan yang rendah terhadap dirinya sendiri. Karena menurut Shihab (2012), anak yang masuk preschool untuk mendapat pendidikan lebih cepat, tidak ada jaminan anak tersebut lebih baik perkembangannya daripada anak lain yang tidak masuk preschool. Tetapi di lain pihak, Rahman (2005) menjelaskan bahwa program mengembangkan pendidikan motivasi dan prasekolah sikap dapat belajar yang positif. Pendidikan prasekolah merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Anak yang mendapatkan pembinaan sejak usia dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental, yang akan berdampak ada peningkatan prestasi, etos kerja, motivasi belajar dan produktivitasnya. Sejalan dengan Lazard (dalam Seefeldt, 2008), pendidikan usia dini berdampak pada prestasi akademik anak-anak kelak dan keberhasilan hidup masa depan mereka. Hawadi (2004) menguraikan bahwa performance dan prestasi belajar anak-anak SD yang pernah mengikuti TK pada caturwulan pertama pasti berbeda dengan anak-anak SD yang belum pernah mengikuti TK. Mereka yang sudah pernah mengikuti pendidikan 50 prasekolah sudah terbiasa terampil untuk membaca huruf, suku kata dan kalimat serta sekaligus merangkainya dalam tulisan. Sedangkan anak yang sama sekali tidak mengkuti pendidikan prasekolah (dan tidak dilatih oleh orang tua) tampak tertinggal. Hasil penelitian Irani (2009) menunjukkan bahwa metode pembelajaran mengembangkan dan potensi fasilitas fisik, di sosial TK dapat emosional, kognitif, bahasa, kemandirian, agama, dan seni bagi anak usia prasekolah untuk mempersiapkan anak masuk SD. Isjoni (2009) menyatakan bahwa anak-anak yang masuk SD tanpa melalui TK pada umumnya tertinggal prestasinya. Sedangkan anak yang masuk SD melalui TK akan memiliki kesiapan belajar untuk mencapai kompetensi yang lebih besar, baik akademik maupun non-akademik. Menguatkan pendapat diatas, hasil penelitian/ kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang menunjukkan perkembangan bahwa anak hampir yang seluruh masuk TK aspek mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dari pada anak yang tidak masuk TK. (Depdiknas, 2004) Demikian pula, hasil penelitian menunjukkan Direktorat bahwa semua Pendidikan aspek Dasar, perkembangan anak, baik bahasa, kecerdasan, sosial, motorik, moral, 51 perasaan, daya cipta dan kedisiplinan anak dari TK memiliki kontribusi terhadap seluruh aspek yang mendukung kesiapan belajar siswa SD. Pemberian pendidikan prasekolah dapat menjadi strategi efektif untuk mengatasi tingginya tingkat pengulangan di SD, dan secara ekonomis menghasilkan rasio manfaat dan biaya 17:1. (Kusuma, 2009) Adanya perbedaan yang besar antara pola pendidikan di sekolah dan di rumah menyebabkan anak yang tidak masuk pendidikan Taman Kanakkanak (prasekolah) mengalami kejutan sekolah dan mereka mogok sekolah atau tidak mampu menyesuaikan diri sehingga tidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pengembangan seluruh potensi anak pada usia prasekolah. (Sisdiknas, 2003) 2.7 Kajian yang Relevan Susanto (2011) melakukan penelitian terhadap 25 orang siswa yang masuk SD dengan melalui jalur TK dan 5 siswa yang masuk SD tanpa melalui jalur TK di SD Negeri 2 Sambangrejo Kabupaten Blora. Hasil analisis data disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan membaca permulaan yang signifikan antara siswa yang lulus TK dan siswa yang masuk SD tanpa melalui jalur TK. 52 Nambo (2005) melakukan penelitian terhadap 60 orang siswa SD yang tersebar di tiga kecamatan di Kotamadya Gorontalo. Tabulasi data yang digunakan adalah nilai rata-rata rapor peserta didik Sekolah Dasar yang berlatar belakang ada/tidaknya Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK). Dari hasil analisa data disimpulkan bahwa pada tingkat kelas I memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelas III dan kelas VI tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Penelitian Budirahayu (2003) mengatakan bahwa tidak ada pengaruh antara pengalaman belajar siswa ketika di TK dengan tingkat prestasi belajarnya di SD apabila dilakukan pembedaan antara siswa yang pernah bersekolah di TK dengan siswa yang tidak pernah bersekolah di TK, ternyata siswa yang pernah bersekolah di TK prestasi belajarnya di SD cenderung sedang-sedang saja. 53 2.8 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ho : µ TK = µ non TK Tidak ada perbedaan prestasi belajar pendidikan agama antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. Ha : µ TK ≠ µ non TK Ada perbedaan prestasi belajar pendidikan agama antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. 2. Ho : µ TK = µ non TK Tidak ada perbedaan prestasi belajar pendidikan Kewarganegaraan (PKn) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. Ha : µ TK ≠ µ non TK Ada perbedaan prestasi belajar pendidikan Kewarganegaraan (PKn) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan 2010/2011. 54 Banyubiru pada tahun ajaran 3. Ho : µ TK = µ non TK Tidak ada perbedaan prestasi belajar bahasa Indonesia antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. Ha : µ TK ≠ µ non TK Ada perbedaan prestasi belajar bahasa Indonesia antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. 4. Ho : µ TK = µ non TK Tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. Ha : µ TK ≠ µ non TK Ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. 5. Ho : µ TK = µ non TK Tidak ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. 55 Ha : µ TK ≠ µ non TK Ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. 6. Ho : µ TK = µ non TK Tidak ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. Ha : µ TK ≠ µ non TK Ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. 7. Ho : µ TK = µ non TK Tidak ada perbedaan prestasi belajar Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. Ha : µ TK ≠ µ non TK Ada perbedaan prestasi belajar Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se56 Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. 8. Ho : µ TK = µ non TK Tidak ada perbedaan prestasi belajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjaskes) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. Ha : µ TK ≠ µ non TK Ada perbedaan prestasi belajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjaskes) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011. 57