1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Belanja adalah upaya untuk mendapatkan suatu barang dengan nilai
tertentu yang dimiliki seseorang dan kemampuan berbelanja berbeda-beda pada
setiap individu (Anne, 2010). Tren belanja masyarakat Indonesia saat ini dapat
dilihat dari pengeluaran konsumsi rumah tangga Indonesia dalam data yang
diambil melalui Badan Pusat Statstik yang menyatakan bahwa tingkat kenaikan
pengeluaran per kapita secara nasional dari akhir tahun 2013 sampai akhir tahun
2014 sebesar 13,98%. Dengan peningkatan angka belanja rumah tangga setiap
tahunnya, maka dapat dilihat kecenderungan peningkatan kegiatan belanja di
masyarakat Indonesia.
Menurut Levy (2009) jenis pembelian dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu pembelian secara terencana dan pembelian tidak direncana. Pembelian
di rencanakan adalah aktifitas yang terjadi karena adanya suatu kejadian atau
masalah yang muncul sehingga adanya keinginan atau niat untuk membeli
barang sebelum kegiatan belanja itu terjadi. Sedangkan pembelian tidak
direncana adalah aktifitas yang terjadi karena adanya dorongan untuk membeli
dengan adanya pengaruh iklan, promosi, dan faktor lainnya yang menyebabkan
konsumen melakukan keputusan pembelian tanpa direncanakan sebelumnya.
Dari semua kegiatan berbelanja yang dilakukan konsumen, tidak semuanya
1
merupakan pembelian yang direncanakan. Pembelian tidak direncanakan
dinamakan pembelian impulsif.
Menurut Rook dan Fisher (1995) pembelian impulsif adalah
kecenderungan konsumen untuk membeli suatu produk secara spontan, tidak
terefleksi, secara buru-buru dan didorong oleh aspek psikologis emosional
terhadap suatu produk dan tergoda dari kegiatan persuasi dari pihak pemasar.
Produk impulsif memiliki kriteria produk berketerlibatan rendah dan membuat
konsumen tidak berusaha mendalami informasi produk tersebut dengan produk
lainnya saat membeli, namun konsumen tersebut melakukan evaluasi dan
menyesal setelah melakukan pembelian.
Irawan (2008), terdapat 10 karakter konsumen di Indonesia, salah satu
dari karakter tersebut adalah pembelian yang tidak direncanakan. Indikator ini
memperkuat analisis peneliti bahwa konsumen Indonesia termasuk pada
konsumen yang tidak merencanakan sesuatu, khususnya dalam pembelian.
Menurut riset yang dilakukan oleh Nielsen, 85% pembelanja di pasar ritel
Indonesia cenderung pada kelompok yang tidak direncanakan. Dari 85% terdapat
61% konsumen termasuk pada kelompok pembelanja yang merencanakan
sesuatu untuk membeli sesuatu sehingga mereka datang ke pasar ritel. Namun
tidak hanya semua barang yang telah direncanakan dibeli, mereka juga terkadang
membeli barang yang tidak direncanakan. Sebanyak 14% konsumen selalu
membeli sesuatu yang lain yang tidak ada dalam daftar yang direncanakan
sebelumnya, 10% konsumen membeli produk secara tiba-tiba karena dipengaruhi
faktor lain seperti promosi, potongan harga. Hanya 15% konsumen memang
2
melakukan pembelian yang direncanakan dan benar-benar berbelanja sesuai
dengan yang ada pada daftar belanja.
Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 pasar di dalam negeri
yang memeiliki jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 237 juta jiwa,
Indonesia merupakan pasar yang potensial untuk pemasaran produk fesyen. Hal
ini didukung oleh daya beli masyarakat Indonesia yang terus meningkat dengan
melihat data dari Badan Pusat Statistik pendapatan per kapita pada tahun 2014
telah meningkat USD 4.000 dari 10 tahun terakhir. Dari hasil riset yang
dilakukan Bank Mandiri mengenai pertumbuhan omset ritel nasional 2014
diperkirakan tumbuh 10% dengan melihat nilai penjualan ritel modern 2014
mencapai Rp 162,8 triliun. Selain itu data dari Badan Pusat Statistik yang diolah
Kementrian Perdaganagan pada periode Januari-November 2013, nilai ekspor
produk fesyen mencapai USD 10,97 miliar atau bisa dikatakan meningkat 4,4
persen diandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan bila dilihat dalam
kurun waktu lima tahun terakhir (2008-2012), ekspor produk fesyen terus
mengalami pertumbuhan tren sebesar 10,95% per tahun (Kusumaningrum,
2013).
Pasar ritel merupakan tempat penjualan barang-barang dagang yang
berada di lokasi yang tetap seperti department store, butik, kios, dan individu
yang membeli secara langsung kepada penjual (Zakiar, 2010). Industri pasar
retail di Indonesia cukup menarik bagi pendatang baru karena potensial pasar
saat ini cukup baik dengan melihat peningkatan perekonomian dan peningkatan
jumlah penduduk negara (Kusumaningrum, 2013).
3
Perekonomian masyarakat Yogyakarta mengalami peningkatan yang
cukup pesat dengan ditandai munculnya beberapa mal-mal besar dan juga
banyaknya pendatang dari luar kota Yogyakarta yang dapat merubah sedikit gaya
hidup masyarakat Yogyakarta (Darmawan, 2011). Selain itu pangsa pasar fesyen
mengalami peningkatan pesat karena didorong oleh berbagai macam acara
bertemakan fesyen dan juga banyaknya pengerajin atau desainer Yogyakarta
yang ingin mengembangkan karyanya untuk dapat masuk pada dunia fesyen
nasional dan global (Ramdhani, 2014).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik 2014, untuk saat ini jumlah
mal yang terdapat di Yogyakarta adalah 8 mal dengan berbagai target penjualan,
4 mal yang lainnya memiliki target penjualan untuk barang elektronik dan
swalayan seperti Jogjatronik Mall, Mirota Kampus Department Store, Ramai
Family Mall, Gardena dan 4 mal besar yang memiliki target penjualan untuk
gaya hidup adalah Ambarukmo Plaza, Jogja City Mall, Malioboro Mall, dan
Galeria Mall. Setiap mal besar memiliki toko fesyen dengan berbagai macam
merek dan target, misalnya The Excecutive, Levis, Gaudi, Salt and Paper, dan
lain-lain. Dengan melihat pertumbuhan pusat perbelanjaan di Yogyakarta dan
peningkatan ekonomi masyarkat Yogyakarta memunculkan adanya peluang bagi
investor baik dari luar negeri dan dalam negeri untuk mengembangkan sayapnya
dan dapat mengakibatkan pengeluaran konsumsi penduduk Yogyakarta juga
akan meningkat.
Menurut Zakiar (2010), berdasarkan riset yang dilakukan oleh perusahaan
User Interface Engineering pada tahun 2004, terdapat 30 sampel untuk
4
melakukan pengujian mengenai pembelian impulsif dengan cara setiap 30
sampel tersebut diberikan dana tertentu dan harus mencatat kebutuhan sehari-hari
apa saja yang dibutuhkan dengan kemudian dibelanjakan. Setelah semua selesai
terdapat 34% konsumen mengambil barang belanjaan diluar dari dafatar
belanjanya dan kegiatan ini termasuk pada pembelian secara impulsif. Beberapa
peneltian terdahaulu yang meneliti tentang pembelian impulsif mengatakan
bahwa para toko-toko ritel dapat meningkatkan faktor-faktor yang mendorong
konsumen untuk membeli secara impulsif. Menurut Park et al., (2006) Variabelvariabel yang dapat meningkatkan niat beli impulsifadalah keterlibatan dalam
fesyen, emosi positif dan kecenderungan konsumsi hedonik. Selain itu, proses
pengambilan keputusan dari konsumen ketika melakukan pembelian impulsif
juga tergantung dari jenis produk yang mereka beli (Han dan Shavitt, 1994).
1.2. Perumusan Masalah
Indonesia memiliki tipe konsumen yang konsumtif sehingga belanja
adalah kegiatan penting yang harus dilakukan setiap bulannya dan 85%
konsumen Indonesia cenderung melakukan pembelian tidak direncakanan atau
melakukan kegiatan pembelian secara impulsif. Tren belanja di Indonesia
menunjukan adanya perkembangan yang didukung oleh tingkat perekonomian
Indonesia yang terus meningkat, selain itu indeks kepercayaan konsumen pada
bulan Januari 2014 menguat mencapai 94,1% dan dapat merefleksikan niat
belanja masyarakat Indonesia (Sjawaldy, 2014).
5
Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Park et al pada
tahun 2006 di Amerika Serikat, Beatty et al pada tahun 1998 mengenai variabelvariabel yang meningkatkan niat beli impulsif dalam produk fesyen memiliki
pengaruh yang signifikan namun dianggap kurang spesifik. Hal ini disebabkan
obyek penelitian masih terlalu umum yaitu mahasiswa yang memiliki
keterlibatan lebih dalam dunia fesyen. Melihat kegiatan belanja di Indonesia
merupakan kegiatan yang berkembang secara terus menerus, namun penelitian
tentang pengaruh keterlibatan fesyen, emosi positif dan kecenderungan konsumsi
hedonik pada niat beli impulsif belum banyak dilakukan.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian ini adalah:
a. Apakah keterlibatan fesyen berpengaruh positif padaemosi positif?
b. Apakah keterlibatan fesyen berpengaruh positif pada niat beli impulsif?
c. Apakah kecenderungan konsumsi hedonik berpengaruh positif pada
emosi positif?
d. Apakah kecenderungan konsumsi hedonik berpengaruh positif pada niat
beli impulsif?
e. Apakah emosi positif berpengaruh positif pada niat beli impulsif?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan paparan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
6
a. Menguji pengaruh keterlibatan fesyen padaemosi positif.
b. Menguji pengaruh keterlibatan fesyen pada niat beli impulsif.
c. Menguji pengaruh kecenderungan konsumsi hedonik pada emosi positif.
d. Menguji pengaruh kecenderungan konsumsi hedonik pada niat beli
impulsif pada produk fesyen.
e. Menguji pengaruh emosi positif pada niat beli impulsif pada produk
fesyen.
1.5 Lingkup Penelitian
Obyek dari penelitian ini adalah konsumen butik di Yogyakarta. Lokasi
penelitian yang dipilih adalah Indonesia dan dikhususkan di Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan usia minimal 18 tahun. Proses pengambilan data pada
penelitian ini dilaksanakan pada akhir bulan April 2015 dan berlangsung sekitar
4 minggu.
1.6. Kontribusi Penelitian
Kontribusi penelitian ini adalah:
a. Kontribusi kepada akademik diharapkan dapat menjadi referensi, acuan
maupun pengembangan penelitian yang sama mengenai keterlibatan
dalam fesyen, emosi positif, kecenderungan pembelian hedonic pada
pembelian impulsif
dalam produk fesyen. Sehingga diharapkan
penelitian selanjutnya dapat lebih spesifik dalam pemilihan obyek
penelitian dan juga pengembangan variable-variable lain yang dapat
7
mempengaruhi dan meningkatkan pembelian impulsif konsumen pada
produk fesyen.
b. Kontribusi praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai referensi dan pertimbangan pengelola butik fesyen ataupun pasar
retail lainnya untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat membuat
konsumen meningkatkan tingkat pembelian impulsif dan meningkatkan
penjualan perusahaan.
8
Download