PRINSIP-PRINSIP KEPEMIMPINAN MENURUT 2 TIMOTIUS DAN RELEVANSINYA DALAM KELAHIRAN STT REAL JAKARTA PENDAHULUAN. Dalam artikel ini akan diuraikan tentang Kepemimpinan di dalam Perjanjian Baru, Prismip-prinsip Kepemimpinanan dalam 2 Timotius yaitu pemimpin yang menjadi: teladan, cakap, berorientasi pada sasaran dan mengembangkan pempin baru Kepemimpinan kristen dalam konteks Perjanjian Baru yaitu: Kepemimpinan adalah penghambaan (Servanthood). Kepemimpinan adalah Penatalayanan (Stewardship). Kepemimpinan adalah membagi kekuasaan (Shared Power). Kepemimpinan adalah pelayanan (Ministry). Kepemimpinan adalah model prilaku (Modeling behavior). Kepemimpinan adalah kesatuan anggota tubuh Kristus (Membership in the body). Sesuai dengan Tema Wisuda hari ini, The Christian Mission in a Postmodern Society, maka wajib kita memikirkan kembali posisi, peran, dan pradigma para pemimpin di era post modern atau era posmo. Tren pemikiran era postmodern adalah relatifisme. Relatifme selalu memandang segala sesuatu sebagai yang tidak mutlak atau relatif. Bila tren pemikirannya adalah tidak ada yang mutlak atau relatif maka kita dapat membayangkan bahwa “apa yang saat ini saya katakana dari podium ini tentang pola kepemimpinan professional berdasarkan 2 Timotius adalah tidak mutlak benar atau relative”. Artinya, apa yang saya pandang benar belum tentu benar bagi orang lain, demikian sebaliknya. Oleh karena itu, dalam konteks pemikiran itulah, saya mengajak kita semua untuk tetap berdiri teguh pada kebenaran Allah sebagai kebenaran mutlak yang tertuang dalam Alkitab. Saya tidak menawarkan diskursus baru melaikan menegaskan kembali, pola kemepimpinan professional berdasarkan 2 Timotius. Pemimpin Kristen yang professional pasti harus mengusung konsep dan prinsip kepemimpinan yang Alkitabiah, yang alkitabiah haruslah professional dan selalu berorientasi pada misi Kristen dengan menekankan prinsip-prinsip alkitabiah pada era postmodern sekali pun. Pemimpin Kristen tidak boleh mengikuti pola pemikiran masyarakat era postmodern. 1 Pola Kepemimpinan Profesional Berdasar 2 Timotius, secara berturut-turut akan diahas penting tentang prinsip-prinsip kepemimpinan yang diajarkan oleh Paulus kepada anak rohani yaitu Timotius. Prinsip-prinsip penting mengenai kepemimpinan itu akan diuraikan secara mendalam yang secara khusus difokuskan hanya pada faktor-faktor kepemimpinan dalam surat II Timotius Pembahasan Dengan latar belakang Timotius sebagai gembala sidang muda di Kota Efesus. Rasul Paulus yang menjadi pembimbing bagi Timotius berpesan sebagai pelayanan yang masih kurang pengalaman. Pesan Rasul Paulus tersebut diantaranya adalah tentang prinsip-prinsip mengenai pemimpin yang menjadi teladan. Beberapa indikator pemimpin yang dapat menjadi teladan menurut Paulus dalam surat ini adalah: Pemimpin yang penuh keberanian, pemimpin rohani yang rela menderita tanpa malu, memiliki kesetiaan rohani, memiliki teladan dalam bersikap. Kata teladan dalam bahasa Yunani disebut dalam 1 Tim 4:12, 2Tim 1:13 dipakai kata υ ποτυ,πωσιϕ ηυποτυποσισ {ηοοπ−οτ−οοπ∍−ο−σισ} terjemahannya “ Standard, Model, example”1 dengan kasus “genetif feminin tunggal” artinya teladan yang menjadi milik diri sendiri. Dalam bahasa Indonesia bisa berarti “ contoh, teladan, model.” Arti sesuatu yang patut ditiru atau dicontoh dalam perkataan, perbuatan dan sifat.2 Kata ini dipakai sepuluh kali dalam surat-surat Paulus dan dua kali oleh Petrus 2:21, 5:3. dan Sekali oleh Yohanes dalam Yohanes 13:15 serta sekali oleh Yakobus dalam Yakobus 3:10.3 Semua pemakaian kata teladan dalam Perjanjian Baru menunjukkan penulisnya menjadi teladan atau contoh bagi para pembaca surat-surat yang dituliskannya atau mengajak para pembaca menjadi teladan bagi orang-orang percaya yang lain bahkan menjadi teladan bagi semua orang. Karena itu sangat tidak boleh ditawar bahwa sosok seorang pemimpin rohani adalah seorang yang menjadi teladan dan memberikan teladan bagi semua orang baik perkataan, perbuatan, sikap bahkan semua aspek dari diri orang tersebut. Cakap mengajar orang lain, dengan didukung oleh kehidupan yang tak bercacat. Seorang yang dapat diteladani memiliki kualifikasi kepribadian yang ramah bukan pemarah, suka 1 Sakae Kubo, A readers Greek-English Lexicon of The New Testament (Michigan: Zondervan Publishing House, 1979), 211. 2 Hasan Alwi, Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 1160. 3 D.E. Walker, Konkordansi Alkitab (Jakarta: Gunung Mulia, 2001), h458. 2 memberi tumpangan, tidak serakah, dan tidak mencintai uang sebagai yang utama.4 Seorang yang memiliki kwalifikasi rumah tangga, seorang yang sudah menikah, seorang kepala keluarga yang baik. Memiliki kwalifikasi kedewasaan, bukan seorang yang baru bertobat, bahasa Yunani “Neophyte” yang berarti “baru ditanam” yang merupakan kiasan yang diambil dari alam. Masih belum kuat dan belum bisa dinikmati hasilnya. Atau kata lain masih hijau. Karena tanaman harus berakar dalam dan bertumbuh lebat baru kemudian berbuah. Memerlukan waktu yang lama. Jangan menjadi sombong karena petobat baru.5 John Wesley mengatakan bahwa teladan adalah orang yang sifatnya tidak bercacat dalam segala hal. Ia tidak pernah menuruti keinginan diri sendiri untuk perkara-perkara yangvrendah dan murahan bagi pikirannya dan selalu berusaha untuk meningkatkan kepadaian maupun moral dan kondisi rohani orang-orang yang ada di sekitarnya. 6 Pemimpin Rohani Yang memiliki Semangat Penuh Keberanian. Kata penuh semangat keberanian dalam perikop 2Tim 1-7 ini, diambil dari ayat 7, “ sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban”. Kata roh ketakutan dipakai bahasa Yunani “deilia” dengan arti “timidity, cowerdice” tetapi Allah memberikan roh yang membangkitkan kekuatan Yunaninya “swqronismos” kata ini berarti “good judgment, advice, moderation”.7 Jadi secara gramatikal dan literal arti semangat keberaniaan adalah semangat yang dioperasikan dengan penuh keberanian dalam hal memberikan nasihat, pembimbingan yang mendasar dan memberikan arahan dengan baik kepada orang-orang lain. Pemimpin yang memiliki semangat yang penuh keberanian ( II Tim 1:1-7). Secara historis perikop ini adalah seruan Paulus kepada Timotius terjadi Ketika Paulus menulis surat ini, keadaannya telah berubah drastis. Pada waktu itu Paulus dipenjarakan di Kota Roma dan saat kematiannya sudah dekat (2 Tim 4:6). Karena satu dan lain hal, hampir semua teman sekerja Paulus meninggalkan dia dan hanya Lukas yang tinggal dengan dia dan membantunya (4:11). Memang saat itu merupakan saat yang suram bagi Paulus.8 4 J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung: Kalam Hidup, 1996), 37. Ibid., 39-40. 6 Ibid., 37. 7 Kubo, A readers, 211. 8 Ibid., 144. 5 3 Dalam ayat 7 “Allah memberikan juga roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban” Roh Kudus juga memberikan kasih kepada jiwa-jiwa yang tersesat. Kasih terhadap umat Allah, seseorang akan sanggup menanggung penderitaan dan mengerjakan pekerjaan Allah. Karena sifat mementingkan diri sendiri dapat menimbulkan ketakutan. Sebab orang yang mementingkan diri sendiri hanya tertarik kepada hasil dari pelayanan itu. Kasih kristen yang sejati diberikan oleh Roh Kudus (Rom 5:5), memungkinkan seorang rela berkorban bagi orangorang lain dan tidak menjadi takut. Inilah hakekat seorang pemimpin rohani, memiliki kasih yang bersumber dari Roh Kudus. Kasih yang demikian akan membangkitkan keberanian dan semangat dalam pelayanan yang penuh resiko dan pengorbanan. Kasih yang demikian akan membuahkan kasih sejati. Roh Kudus juga memberikan “ketertiban” bahasa yang lebih tepat adalah Roh Kudus memberikan penguasaan diri. Kata ini dihubungkan dalam pemakaiannya dengan kata bijaksana dan kesederhanaan, hal ini sering ditemukan dalam surat-surat pengembalaan misalnya dalam (Tit 1:8; 2:2, 4, 6,12; 1Tim 2:9-15). “ketertiban” mengambarkan “disiplin diri” seperti seorang yang berpikir sehat, seimbang, dan dapat mengendalikan kehidupannya. Karena itu Timotius tidak perlu ramuan lagi dalam pelayanannya, yang diperlukan adalah mengorbankan diri dengan apa yang dimilikinya. Pemimpin Rohani Yang Rela Menderita Tanpa Malu Seorang pemimpin gereja, tidak ada atribut yang lebih penting ketimbang karakter. Dalam pengajaran-Nya, Yesus sangat menekankan karakter para murid-Nya. Dalam surat Paulus kepada Timotius dan Titus juga berbicara mengenai karakter pemimpin gereja karakter itu meliputi integritas, kemurnian moral, kesabaran dan kelemah-lembutan.9 Hal ini akan dibahas dalam pemaparan dibawah ini. Pemimpin yang rela menderita tanpa malu (2Tim 1:8-12). Latar belakang dalam konteks (2Tim 1: 8-12) adalah: Rasul Paulus menguatkan tantanganya kepada Timotius, supaya jangan malu karena Injil dan rasul-Nya (1:8) pada hari-hari penganiyaan, dengan mengingatkan Timotius baik akan banyak orang yang malu bila dihubungkan dengan prihal Paulus yang dipenjarakan. Onesiforus telah memperlihatkan kemurahan terhadap Paulus dalam mencukupi 9 Jerry C. Wofford, Kepemimpinan Kristen yang Mengubahkan (Yogyakarta: Andi, 2001), 115. 4 kebutuhannya di dalam penjara, maka Paulus berdoa supaya Tuhan membalaskan berkat kepada Onesiforus pada hari penghakiman nanti.10 “Tidak malu” adalah kata yang menjadi kunci pasal ini, atau merupakan gagasan utama. Seruan Paulus kepada Timotius untuk tidak malu (ayat 12), Paulus juga mengingatkan Timotius untuk tidak malu (ayat 8). Disini integritas sebagai pemimpin rohani dipertaruhkan sebab Intergritas adalah dasar konsistensi dalam prilaku seseorang dalam setiap keadaan, termasuk saat-saat yang btidak disangka-sangka, Jika pemimpin dala keadaan normal damai dan sopan sikapnya, tetapi kemudian jadi uring-uringan ketika terjadi kesalahan, hidup mereka tidak punya integritas.11 Paulus menyebutkan bahwa Onesiforus tidak malu menjumpainya di dalam penjara (ayat 16). Dalam perikop ini Rasul Paulus memberikan nasehat berganda kepada Timotius sebagai pemimpin muda. Sebab “semua mereka telah berpaling dari padaku” ayat 15. Ini adalah tindakan penyangkalan yang menentukan. Rekan-rekan Paulus tidak mengakui Paulus namun sebaliknya Onesiforus bukan hanya mengakui bahkan menolong Paulus dalam penjara. Hal ini tak gampang sebab Onesiforus berusaha dengan susah payah ia menjumpai Paulus untuk memberikan semangat dan menolong Paulus.12 Hal ini berarti Onesiforus menanggung malu dan pengorbanan. Hal ini dituliskan oleh Paulus kepada Timotius agar Timotius tergugah imannya dan kehendaknya untuk meneladani tindakan Onesiforus yang penuh keberanian dan tanpa malu-malu. Sanders berkomentar mengenai penderitaan: Mereka yang telah dianiayalah yang benar-benar berbahagia. Ini adalah keadaan setelah mengalami penderitaan yang menyucikan. Kebahagiaan ada di dalam sukacita karena dekat dengan Kristus pada waktu pencobaan.13 Ayat 12 adalah puncak dalam perikop ini “ Itulah sebab aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepada-ku hingga pada hari Tuhan” Kata “Aku percaya” dipakai dalam bentuk perfektum dalam bahasa Yunani yang dipakai mencakup sikap kepercayaan yang terus-menerus sebagai hasil dari penerimaan yang menentukan. Kata kerja berikutnya adalah “apa yang telah dipercayakan-Nya” dalam Yunani 10 Wiersbe, Setia, 150. Richard, Blackaby, Menggerakkan Umat Untuk Bergerak Berdasarkan Agenda Allah Kepemimpinan Rohani (Jakarta: Gospel Press, 1987), 149. 12 Fruce. Tafsiran Alkitab, hlm. 705. 13 J. Oswald Sanders, Kedewasaan Rohani (Bandung: Kalam Hidup, 1993), 113. 11 5 artinya yang tepat adalah “tabungan saya” kata muncul di (1Tim 6:20 dan 2Tim 1:14) dengan arti simpanan Injil itu, yang dipercayakan kepada pelayanan. Penafsiran yang adalah pernyataan Paulus sedemikian mengenai pengharapannya atas keselamatan pribadinya pada akhirnya yang dalam penjara, kalau ini tafsirannya berarti hal ini cocok dengan konteksnya. Pemimpin Rohani Yang Berorientasi pada Sasaran Seorang pemimpin yang benar adalah seorang pemimpin yang berorientasi pada sasaran. Bahasa yang dimengerti zaman sekarang mengenai berorientasi pada sasaran adalah Visi Tuhan. Visi Tuhan tidak dapat dibangun, kecuali visi itu diorganisir dan dipimpin oleh orang-orang yang tidak takut mengambil keputusan ataupun menimbulkan perubahan, dan yang cukup peka terhadap Tuhan untuk mengadakan perbaikan.14 Paulus menekankan dalam menunaikan tugas pelayanan seorang pemimpin digambarkan sebagai seorang Prajurit Kristus (2Tim 2:3-4, 8-13), yang tidak memusingkan dirinya soal-soal penghidupannya tetapi sepenuhnya berorientasi kepada komandannya. Jadi seorang pemimpin seharusnya melakukan yang pertama adalah, berorientasi kepada Kristus (2Tim 1: 6-8). Tuhan menghendaki semua hamba-Nya menetapkan sasaran dan rencana. Sekedar hidup tanpa mencapai sesuatupun yang benar-benar bernilai bagi kerajaan-Nya sama dengan menyia-nyiakan kehidupannya. Karena itu yang menjadi perhitungan seorang pemimpin tidak semata-mata arah yang dituju, tetapi bagaimana ia terus bertahan dengan arah itu. Sikap tegar merupakan satu-satu cara untuk meraih suatu visi.15 Tuhan mengajurkan agar para pemimpin masing-masing duduk, mempertimbangkan upaya dan harga yang harus dibayar dalam melakukan pekerjaan bagi Tuhan (Luk 14:28-32). Tuhan Yesus sendiri menetapkan sasaran (Luk 9:51; Mat 16:21). Segenap kehidupan Tuhan Yesus dipersembahkan untuk mengenapi rencana yang ditetapkan oleh Bapa-Nya (Yoh 4:34). Karena itu para pemimpin sangat perlu membuat rencana supaya dapat menghimpun sumbersumber yang tepat. Sasaran dimiliki supaya dapat menghitung apa yang dimilikinya, apakah semua cukup untuk melaksanakan rencana itu sampai ketujuan. Karena untuk mencapai sasaran diperlukan lebih banyak biaya, perlu perlengkapan baru, tambahan staf, tambahan sumber- 14 15 Bob Gordon, Visi Seorang Pemimpin (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2000), 43. Edwin A. Locke, Esensi Kepemimpinan (Jakarta: Spektum, 1997), 25. 6 sumber pembantu dan sebagainya.16 Biasanya, mereka yang gagal membuat rencana merencanakan untuk gagal.17 Salah satu pergumulan terbesar seorang pemimpin kristen sepanjang hidup adalah menentukan sasaran dalam pelayananya. Karena itu satu-satunya cara untuk dapat menentukan prioritas secara benar adalah dengan memahami, secara konkrit, apa yang dikatakan Tuhan kepada para pemimpin tersebut. Berfokus kepada Tuhan bukan hanya dengan perasaan, firasal belaka, atau tahapan rohani tertentu. Warren W berkomentar tentang seorang pemimpin yang seharusnya: Tetapi seorang pemimpin harus mengerti Firman Allah menjadikannya sebuah kenyataan dalam kehidupan, Pemimpin rohani diperlengkapi dengan strategi untuk menggenapi atau mewujudkannya. Hal ini adalah satu-satunya cara visi Tuhan dapat menjadi sesuatu yang praktis bisa berhasil dan menghasilkan buah.18 Sasaran ke depan memusatkan perhatian pemimpin rohani pada masa yang akan datang. Sasaran juga mendorong seorang pemimpin mengambil tindakan ke arah perwujudannya. Hal ini sama dengan seruan Rasul Paulus kepada Timotius untuk berjuang seperti seorang prajurit yang selalu mencari perkenanan komadan-Nya.19 Sebab itu seorang pemimpin rohani masa kini harus memiliki sasaran yang kongkrit di hadapan Allah. Dalam kerangka kepemimpinan berdasarkan konteks 2 Timotius, ada pepatah yang mengatakan “A journey of a thousand miles must begin with a single step” atau Seperti Mandela dan dan Lee Kuan Yew yang memulai perjuangannya dari titik nol hingga mencapai apa yang diperjuangkan. Lebih dari semuanya, Kristus sebagai model dalam memimpin, ketika membangun Kerajaan Allah di bumi, Ia harus memulainya dari kandang domba, melewati jalan-jalan berdebu dari kampung ke kampung, hingga mengumpulkan dua belas orang, yang kemudian dikenal sebagai dua belas murid Yesus. Dalam wisuda (perdana) STT REAL Jakarta, sebagai pemimpin di institusi ini, maka keberanian dari Tuhan Yesus Kristus (pemimpin rohani yang memiliki semangat penuh keberanian), berjalan maju meski dimulai dari garasi mobil (Pemimpin Rohani Yang Rela Menderita Tanpa Malu), namun STT REAL memiliki tujuan, yakni mandiri dan menghasilkan 16 Ibid., 80. Wayne Mack, Visi Seorang, 81. 18 Ibid. 19 Ibid., 83. 17 7 lulusan-lulusan yang berkompeten dan siap pakai (Pemimpin Rohani Yang Berorientasi pada Sasaran). Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemimpin-pemimpin Kristen, baik sebagai gembala jemaat, lembaga-lembaga Kristen, sekolah-sekolah Kristen, maupun Perguruan Tinggi Kristen yang sedang dalam era postmodern, kita dituntutu untuk tetap menggunakan pola-pola kepemimpinan Kristen berdasarkan Alkitab tanpa dipengaruhi oleh arus pemikiran masyarakat postmodern. 2. Orientasi pemimpin Kristen pada era postmodern, tetap berkiblat pada Alkitab. 3. Pemimpin Kristen di era posmo harus diarahkan oleh Tuhan, berani berkata ya pada kebenaran, tidak malu menjadikan Alkitab sebagai tolok ukur kebenaran yang mutlak serta memiliki orientasi pada misi Kristen yakni memenangkan dunia bagi Kristus. 8 Daftar Pustaka Alwi, Hasan, Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001. Blackaby, Richard, Menggerakkan Umat Untuk Bergerak Berdasarkan Agenda Allah Kepemimpinan Rohani. Jakarta: Gospel Press, 1987. Gordon,Bob. Visi Seorang Pemimpin. Jakarta: Nafiri Gabriel, 2000. Kubo, Sakae A readers Greek-English Lexicon of The New Testament. Michigan: Zondervan Publishing House, 1979. Locke, Edwin A., Esensi Kepemimpinan . Jakarta: Spektum, 1997 Sanders, J. Oswald. Kepemimpinan Rohani. Bandung: Kalam Hidup, 1996. Walker, D.E., Konkordansi Alkitab. Jakarta: Gunung Mulia, 2001. Wofford, Jerry C., Kepemimpinan Kristen yang Mengubahkan. Yogyakarta: Andi, 2001. . 9