BAB II LANDASAN TEORI II.1 Organisasi Nirlaba Menurut Jeff Madura (2007) organisasi nirlaba (nonprofit organization) adalah organisasi yang melayani tujuan tertentu dan tidak dimaksudkan untuk mencari laba. Ketika pendapatan malampaui bebannya di periode tertentu, laba tersebut diinvestasikan kembali di organisasi tersebut. II.2 Konsep Sektor Publik II.2.1 Pengertian Sektor Publik Secara sederhana, sektor publik (public sector) dapat diartikan sebagai sektor pelayanan yang menyediakan barang/jasa bagi masyarakat umum dengan sumber dana yang berasal dari pajak dan penerimaan negara lainnya, di mana kegiatannya banyak diatur dengan ketentuan atau peraturan. Manurut Broadbent dan Guthrie (1992) sektor publik diidentifikasikan dari segi kegiatan (aktivitas) dan segi kepemilikan. Dilihat dari segi kegiatan (aktivitas), sektor publik adalah keseluruhan kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah, baik dari hasil pungutan pajak maupun penerimaan negara lain-lain, termasuk yang bersumber dari utang. Jenis kegiatan yang dilakukan adalah penyediaan pelayanan yang bersifat monopolistic, yang dipandang sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat. Dilihat dari 8 segi kepemilikan, sektor publik adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh umum atau masyarakat, bukan oleh pemegang saham atau sekelompok orang. Peter Drucker (1975) dalam Malan, et al. (1984) memberikan cara yang lebih mudah untuk membedakan antara organisasi pelayanan (service institution) dengan organisasi bisnis (business enterprise) sebagai berikut. “The one basis difference between a service institution and a business in the way the service institution is paid. Business … are paid only when they produce what costumer wants andwhat he is willing to exchange his purchasing power of … service institution, by contrast, are typically paid out of a budget allocation … their revenues are allocated from a general revenue stream which is not tied to what they are doing, but obtained by tax, levy, or tribute.” [“Suatu perbedaan mendasar antara organisasi pelayanan dan organisasi bisnis adalah dalam hal memperoleh pembayaran. Organisasi bisnis… memperoleh pembayaran ketika mereka memproduksi barang yang diinginkan konsumen dan yang bersedia ditukarkan konsumen dengan daya belinya… Sebaliknya, organisasi pelayanan pada umumnya memperoleh dana dari segi alokasi anggaran… Pendapatan mereka dialokasikan dari bagian pendapatan umum yang tidak terikat dengan apa yang mereka kerjakan, melainkan diperoleh dari pajak, retribusi, atau hibah.”] 9 II.2.2 Produk Sektor Publik Menurut I Gusti Agung Rai (2008) tentang barang publik adalah : Berdasarkan sudut pandang ekonomi, barang publik (public sector) adalah barang dan jasa yang diadakan oleh sektor publik (pemerintah) untuk keperluan masyarakat. Barang dan jasa ini harus diproduksi karena secara alamiah barang atau jasa tersebut harus disediakan oleh negara dan/atau adanya kegagalan mekanisme pasar (market failure) sehingga sektor privat tidak mau dan tidak mampu memproduksi barang publik tersebut. Terdapat dua sifat utama barang publik, yaitu nonexcludability dan nonrivalness in consumption. Nonexcludability berarti bahwa barang tersebut dapat dinikmati oleh semua orang tanpa mengorbankan kenikmatan orang lain. Sedangkan nonrivalness in consumption berarti bahwa dalam menggunakan barang tersebut orang tidak perlu bersaing untuk mendapatkannya. II.3 Pengukuran Kinerja Sektor Publik Menurut I Gusti Agung Rai (2008) alasan yang mendasari pentingnya pengukuran kinerja sektor publik terkait dengan tanggung jawabnya dalam memenuhi akuntabilitas dan harapan masyarakat. Organisasi sektor publik bertangung jawab atas penggunaan dana dan sumber daya dalam hal kesesuaiannya dengan prosedur, efisiensi, dan ketercapaian tujuan. Pengukuran kinerja pada sektor publik memiliki beberapa tujuan sebagai berikut. 10 1. Menciptakan akuntabilitas publik. dengan melakukan pengukuran kinerja akan diketahui apakah sumber daya digunakan secara ekonomis, efisien, sesuai dengan peraturan, dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Pengukuran kinerja sangat penting untuk melihat apakah suatu organisasi berjalan sesuai dengan yang direncanakan atau menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. 3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya. Pengukuran kinerja akan sangat membantu pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjang serta membentuk upaya pencapaian budaya kerja yang lebih baik di masa mendatang. 4. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Dengan adanya pengukuran atas kinerja pegawai, dapat diketahui apakah mereka telah bekerja dengan baik atau sebaliknya. Pengukuran kinerja dapat menjadi media pembelajaran bagi pegawai untuk meningkatkan kinerja di masa mendatang dengan melihat cerminan kinerja di masa lalu dan evaluasi kinerja di masa sekarang. 5. Memotivasi pegawai. Pengukuran kinerja dapat dijadikan alat untuk memotivasi pegawai dengan memberikan imbalan kepada pegawai yang memiliki kinerja yang baik. 11 II.4 Badan Layanan Umum II.4.1 Pengertian Badan Layanan Umum Menurut Undang-undang RI Nomor 1 tahun 2004 pasal 1 tentang Perbendaharaan Negara : Badan Layanan Umum / BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. II.4.2 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum: Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 23 tahun 2005 pasal 1 ayat 2 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum : Pola Pengelolaan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. 12 II.4.3 Tujuan Badan Layanan Umum Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 23 tahun 2005 pasal 2 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum : BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. II.5 Audit II.5.1 Definisi Audit Sejarahnya kata auditing berasal dari bahasa latin ”audite” yang berarti mendengarkan dimaksudkan untuk menentukan kebenaran dari laporan keuangan dengan mencari dan menemukan tindak kecurangan maupun kesalahan perhitungan. Saat ini pengertian auditing lebih terarah kepada pemberian pendapat atas kewajiban laporan keuangan dalam pemeriksaan laporan keuangan. Menurut Arens, Elder dan Beasley (2010:4) “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.” Menurut “Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association” (Accounting review vol. 47) mendefinisikan auditing adalah : 13 “Suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”. II.5.2 Jenis-Jenis Audit Menurut pendapat Bayangkara (2008), audit dibagi menjadi 4 jenis, yaitu : 1. Audit laporan keuangan (financial statement audit) Audit laporan keuangan dilaksanakan oleh auditor eksternal yang bertujuan untuk memeriksa dan menentukan laporan keuangan dari auditee telah sesuai atau tidak dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Audit laporan keuangan ditujukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti manajemen, investor, kreditor dan pajak. 2. Audit ketaatan (compliance audit) Audit ketaatan dilaksanakan oleh auditor eksternal maupun internal. Pelaksanaan audit ketaatan bertujuan mendapatkan informasi untuk memutuskan apakah kondisi, prosedur, dan peraturan atas entitas yang diperiksa telah memenuhi tingkat kepatuhan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang. Hasil audit ketaatan biasanya tidak dipublikasikan tetapi ditujukan untuk manajemen perusahaan yang bersangkutan dan pemerintah. 14 3. Audit operasioanl (operational audit) Pelaksanaan audit operasional dilakukan oleh auditor eksternal atau auditor internal. Dalam audit opersional auditor diharapkan dapat menilai tingkat keberhasilan manajemen dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya secara efisien, efektif dan ekonomis. Laporan atas audit operasional ditujukan kepada manajemen perusahaan maupun pihak-pihak yang terkait. 4. Audit internal (intern audit) Audit internal dilaksanakan oleh auditor internal, yang bertujuan agar dapat diketahui keandalan laporan keuangan, tingkat kepatuhan entitas terhadap peraturan ataupun prosedur, pengendalian internal organisasi, penilaian efisiensi dan efektivitas atas penggunaan sumber daya. Secara umum, pelaksanaan audit internal merupakan kegiatan pemeriksaan menyeluruh terhadap kegiatan internal suatu organisasi. Hal tersebut dilakukan karena manajemen perusahaan ataupun pihak-pihak yang terkait membutuhkan laporan tentang kinerja perusahaan. II.6 Audit Sektor Publik II.6.1 Pengertian Audit Sektor Publik Mennurut I Gusti Agung Rai (2008) audit sektor publik adalah kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang menyediakan pelayanan dan penyediaan barang yang 15 pembiayaannya berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara lainnya dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan. Audit sektor publik di Indonesia dikenal sebagai audit keuangan negara. II.6.2 Karakteristik Audit Sektor Publik Menurut I Gusti Agung Rai (2008) ditinjau dari proses dan teknik audit, tidak ada perbedaan mendasar anatara audit sektor publik dan sektor privat. Namun demikian, karena karakteristik manajemen sektor publik yang berkaitan erat dengan kebijakan dan pertimbangan politik serta ketentuan peraturan perundang-undangan, auditor sektor publik harus memberikan perhatian yang memadai pada hal-hal tersebut. Dalam hal proses politik, auditor harus secara jelas dapat membedakan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan yang ditetapkan dan dapat dikendalikan oleh auditor (controllable factor) serta kebijakan yang ditetapkan di luar organisasi (uncontrollable factor). Dalam hal ketentuan yang harus ditaati, auditor sektor publik dalam melaksanakan pekerjaannya banyak terikat dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku mengingat hampir semua kegiatan pada sektor publik diatur dengan undang-undang dan ketentuan. Oleh karena itu, aspek kepatuhan terhadap peraturan sangat menonjol pada setiap pelaksanaan audit sektor publik. II.6.3 Tujuan Audit Sektor Publik Menurut I Gusti Agung Rai (2008) informasi yang diperoleh dari audit sektor publik dapat digunakan oleh pihak internal (entitas yang diaudit) untuk melaksanakan 16 perbaikan internal. Disamping itu, hasil audit juga diperlukan oleh pihak eksternal (di luar entitas yang diaudit) untuk mengevaluasi apakah : 1. Sektor publik mengelola sumber daya publik dan menggunakan kewenangannya secara tepat dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan; 2. Program yang dilaksanakan mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan; 3. Pelayanan publik diselenggarakan secara efektif, efisien, ekonomis, etis dan berkeadilan. Tujuan audit sektor publik dipertegas dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-undang ini menyatakan bahwa pemeriksaan berfungsi untuk mendukung keberhasilan upaya pengelolaan keuangan negara secara tertib dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. II.6.4 Jenis Audit Sektor Publik Berdasarkan UU No.15 Tahun 2004 dan SPKN, terdapat tiga jenis audit keuangan negara, yaitu audit keuangan, audit kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu, yang akan diperjelas sebagai berikut. 1. Audit Keuangan Audit keuangan adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam hal yang material 17 sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 2. Audit Kinerja Audit kinerja adalah audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik. 3. Audit dengan Tujuan Tertentu Audit dengan tujuan tertentu adalah audit khusus, di luar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas hal yang diaudit. Audit dengan tujuan tertentu dapat bersifat eksaminasi (examination, reviu (review), atau prosedur yang disepakatii (agreed-upon procedures). Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit atas hal-hal lain di bidang keuangan, audit investigasi, dan audit atas sistem pengendalian internal. 18 II.7 Audit Kinerja II.7.1 Pengertian Audit Kinerja Secara etimologi, istilah audit kinerja terdiri atas dua kata, yaitu “audit” dan “kinerja”. Dengan demikian, terlebih dahulu perlu memahami definisi “audit” dan “kinerja”. Definisi audit menurut Arens, et al (2006) adalah sebagai kegiatan pengumpulan data dan evaluasi terhadap bukti-bukti yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins (1986) kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Menurut B. N. Ahuya (1996) mendefinisikan kinerja adalah : “Performance is the way of job or task is done by an individual, a group of an organization.” [“Kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas.”] Dari kedua definisi tersebut terlihat bahwa istilah kinerja mengarah pada dua hal, yaitu proses dan hasil yang dicapai. 19 Definisi yang cukup komprehensif tentang audit kinerja diberikan oleh Malan, Fountain, Arrowsmith, dan Lockridge (1984) sebagai berikut. “Performance auditing is a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding the performance of an organization, program, function, or activity. Evaluation is made in terms of its economy and efficeiency of operations, effectiveness in achieving desired results, and compliance with relevant policies, law, and regulations, for the purposes of ascertaining the degree of correspondence between performance and established criteria and communicating the results to interested users. The performance audit function provides an independent, third-party review of managements performance and the degree to which the performance of the audited entity meets pre-stated expectations.” [“Audit kinerja merupakan suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi, atau kegiatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hokum, dan kebijakan yang terkait. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara kinerja dan kriteria yang ditetapkan serta mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Fungsi audit kinerja adalah memberikan review independen dari pihak ketiga atas kinerja manajemen dan menilai apakah kinerja organisasi dapat memenuhi harapan.”] 20 Selanjutnya, Pasal 4 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Negara, mendefinisikan audit kinerja sebagai audit atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas audit aspek ekonomi dan efisiensi serta audit aspek efektivitas. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan bahwa audit kinerja mencakup tujuan yang luas dan bervariasi, termasuk tujuan yang berkaitan dengan penilaian hasil dan efektivitas program, ekonomi dan efisiensi, pengendalian internal, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta bagaimana cara untuk meningkatkan efektivitas. II.7.2 Perbedaan Antara Audit Kinerja dan Audit Keuangan Menurut I Gusti Agung Rai (2008) terdapat lima perbedaan mendasar antara audit kinerja dan audit kinerja keuangan sebagai berikut. 1. Lingkup audit keuangan meliputi seluruh laporan keuangan, sedangkan audit kinerja lebih spesifik dan fleksibel dalam pemilihan subjek, objek, dan metodologi audit. 2. Audit keuangan merupakan audit regular, sedangkan audit kinerja bukan merupakan audit regular karena tidak harus dilaksanakan setiap tahun atau secara berkala. 21 3. Opini/pendapat yang diberikan dalam audit keuangan bersifat baku, yaitu unqualified, qualified, adverse, atau disclaimer; sedangkan audit kinerja bukan merupakan audit dengan jenis opini yang sudah ditentukan (formalized opinion). 4. Audit kinerja dilaksanakan dengan dasar pengetahuan yang bersifat multidisiplin dan lebih banyak menekankan pada kemampuan analisis daripada hanya sebatas pengetahuan akuntansi. 5. Audit kinerja bukanlah bentuk audit berdasarkan checklist. Kompleksitas dan keragaman pertanyaan dalam audit kinerja mensyaratkan agar auditor dibekali dengan kemampuan berkomunikasi yang baik. II.7.3 Manfaat Audit Kinerja Menurut I Gusti Agung Rai (2008) manfaat utama audit kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas publik 1. Peningkatan Kinerja Audit kinerja dapat meningkatkan kinerja suatu entitas yang diaudit dengan cara sebagai berikut. i. Mengidentifikasi permasalahan dan alternatif penyelesaiannya. 22 ii. Mengidentifikasi sebab-sebab aktual (tidak hanya gejala atau perkiraan-perkiraan) dari suatu permasalahan yang dapat diatasi oleh kebijakan manajemen dan tindakan lainnya. iii. Mengidentifikasi peluang atau kemungkinan untuk mengatasi ketidakefisienan. iv. Mengidentifikasi kriteria untuk menilai pencapaian tujuan organisasi. v. Melakukan evaluasi atas sistem pengendalian internal vi. Menyediakan jalur komunikasi antara tataran operasional dan manajemen. vii. Melaporkan ketidakberesan. 2. Peningkatan Akuntabilitas Publik Pada sektor publik, audit kinerja dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas, berupa perbaikan pertanggungjawaban manajemen kepada lembaga perwakilan; pengembangan bentuk-bentuk laporan akuntabilitas; perbaikan indikator kinerja; perbaikan perbandingan kinerja antara organisasi sejenis yang diperiksa; serta penyajian informasi yang lebih jelas dan informatif. Perubahan dan perbaikan dapat terjadi karena temuan atau rekomendasi audit. Umumnya, rekomendasi dapat menjadi kunci untuk mencapai perubahan dan perbaikan tersebut. Oleh karena itu, penyusunan rekomendasi yang baik perlu diperhatikan. 23 II.7.4 Standar Umum Audit Kinerja Menurut I Gusti Agung Rai (2008) standar umum terdiri atas 4 pernyataan sebagai berikut. 1. “Pemeriksaan secara kolektif harus memiliki kecakapan professional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan.” 2. “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat memengaruhi independensinya.” 3. “Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.” 4. “Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai dan sistem penegndalian mutu tersebut harus di-review oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu eksternal).” II.7.5 Siklus Audit Kinerja Menurut International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) siklus audit kinerja mencakup tiga tahap, yaitu: 24 1. Tahap perencanaan yang terdiri atas tahap perencanaan strategis dan tahap persiapan. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan kegiatan utama. 3. Tahap tindak lanjut. Di dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) siklus audit kinerja mencakup tiga tahap, yaitu: (1) tahap perencanaan; (2) tahap pelaksanaan (3) tahap pelaporan. Menurut I Gusti Agung Rai (2008) siklus audit kinerja terdiri dari tiga tahap sebagai berikut. 1. Perencanaan atau Survei Pendahuluan Tujuan utama survey pendahuluan adalah untuk memperoleh informasi yang bersifat umum mengenai semua bidang dan aspek dari entitas yang diaudit serta kegiatan dan kebijakan entitas, dalam waktu yang relative singkat. Kegiatan survey pendahuluan meliputi : i. Memahami entitas yang diaudit ii. Mengidentifikasi area kunci iii. Menetapkan tujuan dan lingkup audit 25 iv. Menetapkan kriteria audit v. Mengidentifikasi jenis dan sumber bukti vi. Menyusun laporan survey pendahuluan vii. Mempersiapkan program pengujian terinci. 2. Pelaksanaan Audit Kinerja Pelaksanaan audit kinerja juga dikenal sebagai pengujian terinci. Tahap pengujian terinci merupakan kelanjutan dari survey pendahuluan. Tujuan utama pengujian terinci adalah adalah : i. Menilai apakah kinerja entitas yang diaudit sesuai dengan kriteria. ii. Menyimpulkan apakah tujuan-tujuan audit tercapai iii. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan untuk memperbaiki kinerja entitas yang diaudit, yang akan dituangkan dalam rekomendasi kepada auditee. Kegiatan pada tahap pengujian terinci meliputi : i. Mengumpulkan dan menguji bukti audit yang kompeten dan relevan. ii. Menyusun kertas kerja. iii. Menyusun dan mengomunikasikan temuan audit. iv. Menyusun dan mendistribusikan laporan hasil audit. 26 3. Tindak Lanjut Audit Audit kinerja dilaksanakan untuk mengadakan perbaikan terhadap kinerja entitas yang diaudit melalui pemberian rekomendasi. Auditor bertanggung jawab memantau sejauh mana rekomendasi dilaksanakan oleh auditee. Tujuan utama tindak lanjut audit adalah untuk meyakinkan auditor bahwa auditee telah memperbaiki kelemahan yang telah diidentifikasi. Kegiatan tindak lanjut dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut : i. Pemutakhiran (update) informasi ii. Tindak lanjut di kantor iii. Tindak lanjut di lapangan 27