BAB I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk
menghilangkan nyeri penbedahan. Anestesi sendiri terdiri dari tiga jenis, yakni secara
lokal, regional dan secara umum1.
Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesia umum, lainnya
dengan anestesia regional atau lokal. Operasi disekitar kepala, leher, intrathorakal,
intraabdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum. Pilihan cara anestesia
harus selalu terlebih dahulu mementingkan segi-segi keamanan dan kenyamanan pasien2.
Kemajuan ilmu kedokteran dewasa ini khususnya bidang pembedahan tidak
terlepas dari peran dan dukungan kemajuan bidang anestesiologi. Dokter spesialis bedah
sehari-hari sekarang dapat melakukan pembedahan yang luas dan rumit pada bayi baru
lahir sampai orang yang tua dengan berbagai kelainan yang berat, melakukan
pembedahan jantung, transplantasi berbagai organ tubuh, yang berlangsung berjam-jam
dengan aman tanpa merasa sakit sedikitpun adalah berkat dukungan tindakan tindakan
anestesia yang canggih3.
Perkembangan yang pesat di bidang kedokteran juga membawa perubahan dalam
penatalaksanan sinusitis. Tersedianya alat diagnostik CT scan telah membuat pencitraan
sinus
paranasal
lebih
jelas
dan
terinci.
Namun
demikian
seiring
dengan
perkembangannya, komplikasi yang dapat terjadi selama atau setelah prosedur operasi.
Untuk itu diperlukan persiapan operasi dan perawatan pascaoperasi yang baik untuk
memperoleh hasil yang optimal. Selain itu diperlukan pula pengetahuan mengenai cara
penanganan bila terjadi penyulit dan komplikasi selama berlangsungnya prosedur bedah,
di samping teknik analgesia dan anestesia yang tepat4
Hampir semua tindakan pembedahan membutuhkan anestesi, tanpa terkecuali
pada operasi-operasi pada daerah maksilofasial.
Prosedur laparaskopy merupakan suatu tindakan terapi pembedahan pada yang
irreversible. Merupakan prosedur yang radikal, dinamakan menurut dua ahli bedah yang
mempopulerkanya..
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus operasi laparatomy histrektomy yang
menggunakan anestesi umum
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pendidikan
Suku Bangsa
Ruangan
II.
:
:
:
:
:
:
:
Ny. D.A
39 tahun
Perempuan
Hamadi
SMU
Biak
Ginekologi
ANAMNESA
Keluhan utama
: perut bagian bawah membesar
RPS
: pasien adalah rujukan dari RS umum biak dengan kista
ovarium. Sakit ini sudah di rasakan pasien sejak ± 1
tahun yang lalu, namun pasien tidak pergi berobat.
Makin hari pasien merasakan perutnya terus membesar.
Keluhan awal yang dirasakan pasien adalah nyeri waktu
haid hingga tidak bisa beraktifitas sepeti biasa.
III.
RPD
: riwayat HT (-), jantung (-), dan DM (-)
Kebiasaaan
: merokok (-), alkohol (-), obat – obatan (-)
KONDISI UMUM :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan (Demam (-), anemis (-), sesak (-), dehidrasi
(-),
Status Lokalis
IV.
: Tanda-tanda radang (-), Nyeri tekan pada daerah perut bawah
HASIL LABORATORIUM :
Hb
Leukosit
Trombosit
V.
sianosis (-).
: 13,7 gr%
: 8890/mm.3
: 241.000/mm3
STATUS ANESTESI
PS. ASA
Hari/Tanggal
Ahli Anestesiologi
Ahli Bedah
:
:
:
:
II
Selasa, 04/06/2014
Dr. Diah, Sp.An K.IC
Dr. Suhatono, Sp.OG
2
Diagnosa Pra Bedah
Diagnosa Pasca Bedah
Keadaan Pra Bedah
:
:
:
Mioma uteri
Mioma uteri
-
KU
:
Tampak sakit Ringan
-
Makan terakhir
:
13 jam lalu
-
TB
:
162 cm
-
BB
:
75 kg
-
Gol. Darah
:
‘O’
-
TTV
:
TD :110/50 mmHg, N: 63x/m, SB: afebris
-
SpO2
:
100 %
:
Bebas, gerak leher bebas, Mallampati score: 1,
B1
simetris +/+, suara napas bronchovesikuler, ronchi
B2
:
-/-, wheezing -/-, RR: 14x/m.
Perfusi: hangat, kering, tampak merah muda.
B3
:
Capilari refill < 2 detik, BJ: I-II murni regular.
Kontak (+), kesadaran: CM, GCS: E4V5M6, riwayat
B4
:
pingsan (-), riwayat kejang (-).
Miksi tidak ada gangguan
B5
:
Abdomen supel, nyeri tekan (-), timpani, BU (+)
B6
:
normal
Akral hangat (+), edema (-), Fraktur (-), Motorik
Metabolik
:
normal
Tidak ada
Hati
:
Riwayat ikterus (-), ikterus (-)
Medikasi Pra Bedah
:
Jenis Pembedahan
:
Laparatomy
Lama Operasi
:
1 jam 50 menit (10.15 – 11.50 WIT)
Jenis Anestesi
:
General Anestesi
Lama Anestesi
:
1 jam 65 menit (10.05 – 12.00 WIT)
Anestesi Dengan
:
Propofol dan Isofluran
Relaksasi Dengan
:
Atrakurium
Teknik Anestesi
:
Pasien tidur terlentang, Induksi i.v, ekstensikan
kepala, intubasi apnoe Orotrakeal air way dengan
ETT G 7. laringoskope, mengembangkan cuff
Teknik Khusus
:
fiksasi, vaporizer (+), anesthesia (+)
-
Pernafasan
:
Ventilator
Posisi
:
Terlentang, kepala ektensi
3
Infus
:
Tangan Kiri, abocath 18 G, cairan RL
Penyulit pembedahan
:
-
Akhir pembedahan
:
TD: 126/72 mmHg, N: 74x/m, SB: afebris, RR: 16
Terapi Khusus Pasca
:
x/m
-
Bedah
Penyulit Pasca Bedah
:
-
Hipersensitivitas
:
-
Premedikasi
:
Petidin 40 mg
Medikasi
:
Midazolam 2 mg (iv)
Propofol 50 mg.
Ketorolac 30 mg.
Atrakurium 20 mg.
Ondansentron 4 mg.
Propofol 30 mg.
Dexametazone 10 mg.
(iv)
Atrakurium 20 mg.
VI.
Catatan :
EBV = 70 kg x 70 cc = 5250 cc cc ≈ Hb 14,7 g%
VII.
EBL = 250 cc
≈ Hb 2,3 g%
Hb Post Op.
≈ Hb 12,5 g%
Diagram Observasi
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mioma Uteri
Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan iaitu lapisan terluar perimetrium,
lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium. Miometrium
adalah yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar
longitudinal,
yang
sebelah
dalam
sirkuler,
yang
antara
kedua
lapisan
ini
beranyaman.Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi
(Prawirohardjo, 2007). Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos dari myometrium
dipanggil leiomioma. Tetapi kerana tumor ini berbatas tegas maka ianya sering dipanggil
5
sebagai fibroid (Kumar,Abbas,Fausto dan Mitchell, 2007). Mioma uteri juga adalah
berasingan, bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak
dan terdiri dari otot polos dengan kuantiti jaringan penghubung fibrosa yang berbedabeda. Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari corpus uteri dan lagi 5% berasal dari
serviks. Mioma uteri juga adalah tumor pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan
sebanyak 10% kasus ginekologi umumnya (Martin L, 2001). Neoplasma jinak ini
mempunyai banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma,
leiomioma, fibroid atau pun mioma uteri (Prawirohardjo,2007).
2.2 Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus dan hanya 1-3%, sisanya adalah
dari korpus uterus. Maka pembagian menurut letaknya dapat kita dapati sebagai:
1. Mioma submuko sum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks dan dipanggil myomgeburt
2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium
3. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel
pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan
diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid.
Gambar 2.1: Jenis Mioma Uteri dan lokasinya (Sumber: Martin L. Pernoll, 2001)
2.3 Epidemiologi
6
Mioma uteri adalah perkara biasa yang sering berlaku kepada wanita. Seleksi uteri
dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77% mempunyai
mioma uteri termasuk yang bersaiz sekecil 2mm. Mioma uteri juga sering ditemukan
pada wanita yang menjalankan histerektomi untuk indikasi yang lain walaupun
ditemukan kecil dan tidak banyak. Ini karena kebanyakan tehnik pemeriksaan imaging
tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm maka insidensi kejadian sebenar mioma uteri
tidak dapat dipastikan meskipun mioma uteri yang kecil tidak memberikan gejala klinis.
Spesimen histerektomi daripada wanita premenopaus dengan mioma uteri adalah ratarata 7,6. Wanita postmenopaus pula adalah 4,2. Random sampling daripada wanita
berusia 35 - 49 tahun yang menjalani pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan
pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun insidensi terjadinya mioma uteri
adalah sebanyak 60% untuk wanita Afrika-Amerika; insidensi ini meningkat sehingga
80% pada usia 50 tahun. Wanita caucasia pula mempunyai insidensi setinggi 40% pada
usia 35 tahun dan meningkat sehingga 70% pada usia 50 tahun. Dari penelitian dilakukan
oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital Korea yang dilakukan terhadap 815
kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok
usia 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak pada
penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri
tipe intramural adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi
(51,3%). Kadar haemoglobin (Hb) rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan
37,6%
diantaranya dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai
tindakan penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri (91,5%).
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi
penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor
genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini. Faktor yang diduga
berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas
intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada
miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid.
Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh
promoter (hormon) dan efektor (growth factors). Bagi Meyer dan De Snoo, mereka
mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan
estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada
permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah
dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.Puukka dan kawan-kawan pula
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada
miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput
otot yang matur. Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
7
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan
promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui
pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui
bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium
menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi
kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini
merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor. Tidak dapat dibuktikan
bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui estrogen
berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya
namun
konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan
aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor
pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan
pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan
dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
2.5 Faktor Risiko
1. Usia penderita
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi, ianya
masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan
peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan
hormon pada waktu usia begini. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar
kasus mioma uteri adalah kerana dokter merekomendasi dan pasien menerima
rekomendasi tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melepasi
usia melahirkan anak. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25
tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum
menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh.
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi
wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada
wanita-wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di
bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah
16 tahun) menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri.
3.Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri
dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma
yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat
8
kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan
penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.
4.Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri,
rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika
mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding
wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang
lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia
yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan
gejala klinis. Namun ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah
kerana masalah genetik atau perbedaan pada kadar
sirkulasi estrogen, metabolisme
estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walau bagaimana pun, pada penelitian
terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme
estrogen,catechol-O-methyltransferase
(COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita
Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype
ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang
tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi.
5.Berat Badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan
indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30%
kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan pemingkatan konversi
androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin.
Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan
mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya. Beberapa
penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri.
Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita
yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal, berkemungkinan 30,23%
lebih sering menderita mioma uteri. Ros dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri
meningkat hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan
dengan kenaikan IMT.
6.Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan
pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi
mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk
diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak
tetapi sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin,
serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri.
9
7. Kehamilan dan paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri
menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan
termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor
untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal,
aliran darah dan saiz asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling
ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam penurunan saiz mioma uteri. Teori yang
lain pula mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau saiz asal
pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan
kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia
midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma.
8.Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan
bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen
kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin.
2.6 Patologi Anatomi
Gambaran histopatologi mioma uteri adalah seperti berikut:Pada gambaran makroskopik
menunjukkan suatu tumor berbatas jelas, bersimpai, pada penampang menunjukkan
massa putih dengan susunan lingkaran-lingkaran konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa
terjadi secara tunggal tetapi kebiasaanya terjadi secara multipel dan bertaburan pada
uterus dengan saiz yang berbeda-beda.Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada
mioma uteri adalah:
1. Atrofi:
Sesudah kehamilan atau sesudah menopause mioma uteri menjadi kecil.
2. Degenerasi Hialin:
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau
sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
3. Degenerasi Kistik:
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian dari mioma menjadi
cair, sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista ovarium atau
suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration):
10
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh kerana adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma
menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
5. Degenerasi merah (Carneous Degeneration):
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya
diperkirakan kerana suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah bewarna merah
disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas
apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor
pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
6.Degenerasi lemak
Jarang terjadi dan merupakan lanjutan degenerasi hialin.
2.7 Gambaran Klinis dan Keluhan
Kebanyakan kasus ditemui secara kebetulan kerana tumor ini tidak mengganggu.
Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, ukuran
tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.Gejala yang terjadi dapat digolongkan
seperti berikut:
1. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan
dapat juga terjadi metroragia. Antara penyebab perdarahan ini adalah:
a) pengaruh
ovarium
sehingga
terjadilah
hiperplasia
endometrium
sampai
adenokarsinoma endometrium
b) permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa
c) atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
d) miometrium tidak dapat berkontraksi optimal kerana adanya sarang mioma di
antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik. Disebabkan permukaan endometrium yang menjadi lebih
luas akibat pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding endometrium yang
terhakis ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan abnormal.Menstruasi
yang berat sering terjadi tetapi siklusnya masih tetap.
Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan
perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.Pada suatu
penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa
perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal
secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma
11
submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri
yang asimtomatik.
2. Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul kerana gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan degenerasi akibat
oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi
miometrium yang disebabkan mioma subserosum.Tumor yang besar dapat mengisi
rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga
menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior.
3. Gejala tanda penekanan
Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin,
pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di
panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
2.8 Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangakn mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus
oleh karena distorsi rongga uterus.
2.9 Mioma Uteri dan Kehamilan
Selain dari potensi mioma untuk menyebabkan infertilitas dan abortus, kehamilan
itu sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri seperti:
a) Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama kerana pengaruh estrogen
yang kadarnya meningkat.
b) Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas.
c) Meskipun jarang mioma uteri bertangkai tetapi dapat juga mengalami torsi
dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut.
2.10 Diagnosa Mioma Uteri
Dapat ditegakkan dengan:
1. Anamnesis:
Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali
mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai
gangguan haid dan ada nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
12
Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya
terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjol-benjol.
Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Ultra Sonografi (USG): mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis
dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran sonografi
mioma kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoicdan degenerasi kistik
menunjukkan anechoic.
b) Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi mahal.
MRI mampu menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi
jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium.
2.11 Diagnosa Banding
Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen di bagian bawah
atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang
dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan
dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu
sarkoma uteri.
2.12 Komplikasi Mioma Uteri
Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila
terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah
dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga
peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
kerena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan
hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
13
2.13 Penatalaksanaan Mioma Uteri
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma
uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila
mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma
uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Penanganan mioma uteri menurut
usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada:
1. Terapi medisinal (hormonal)
14
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan
hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis
adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari
ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan.
Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan
mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri.
2. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut
American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine
(ASRM) adalah
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan
uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila
miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan
terjadi kehamilan adalah 30-50%.
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan
pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang
mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun
pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga
akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan pasca
operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan
terhadap miomasubmukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini
adalah masa penyembuhan pasca operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang
terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit
dan perdarahan.
15
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma
yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi.
Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan
tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7
hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap
organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi
dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang
masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus.
Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan
obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada
beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy
(TAH) dan
subtotal abdominal
histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan
yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan
melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya
karsinoma serviks dapat terjadi.
Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi
sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi di mana keadaan ini tidak
terjadi pada pasien yang menjalani STAH. Histerektomi juga dapat dilakukan
pervaginanm, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum
histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal,
dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul
pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas
operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan
terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat
dibandng histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang dijelaskan
hanya 2 yaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically
assisted vaginal histerectomy /
LAVH) dan classic intrafascial serrated edged
macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan
cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah
ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari
vagina. CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks
16
dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat
mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik
untuk mencegah terjadinya prolapsus.
Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung
kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi
yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang
terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi
laparoskopi memiliki kelebihan kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka
morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal.
17
BAB IV
PEMBAHASAN
1.
Pemilihan cara Anestesi2
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan cara anestesi :
Umur
Pada bayi dan anak-anak paling baik dengan anestesi umum, pada orang dewasa
untuk tindakan singkat dan hanya dipermukaan dilakukan dengan anestesi lokal
atau umum.
Status Fisik

Riwayat penyakit dan enestesi terdahulu. Penting mengetahui apakah
pasien pernah menjalani suatu pembedahan dan anestesia. Apakah ada
komplikasi anestesi dan pasca pembedahan yang dialami saat itu.

Gangguan fungsi kardiorespirasi berat
Sedapat mungkin hindari penggunaan anestesia umum dan sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan anestesia regional atau lokal.

Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa
sebaiknya dilakukan dengan anestesia umum.

Pasien obesitas
Posisi pembedahan
Posisi miring, tengkurap, duduk atau litotomi memerlukan anestesia umum
untuk menjamin ventilasi selama pembedahan. Demikian juga dengan
pembedahan yang berlangsung lama.
Ketrampilan dan kebutuhan dokter pembedah
Memilih obat dan teknik anestesia juga disesuaikan dengan ketrampilan dan
kebutuhan dokter pembedah, antara lain teknik hipotensi untuk mengurangi
18
pendarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah
plastik.
Kemampuan dan pengalaman dokter anestesiologi
Referensi pengalaman dan kemampuan dokter anestesiologi sangat menentukan
pilihan-pilihan teknik anestesia
Keinginan pasien
Kehendak
pasien
harus
diperhatikan
bila
keadaan
pasien
memang
memungkinkan dan tidak membahayakan keberhasilan operasi.
2.
Jenis-jenis Anestesia dibedakan atas tiga golongan yaitu :
Anestesia lokal6
Obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada
dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan transmisi sepanjang saraf,
jika digunakan pada saraf sentral maupun perifer.
Caranya, menginjeksi obat-obatan anestesi tertentu pada area yang akan
dilakukan sayatan atau jahitan. Bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk
tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena itu efek anestesi yang
didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit
seusai injeksi, bila lebih dari itu maka akan diperlukan
tambahan untuk
melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri.
Anestesia regional
Dengan menginjeksi obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register
rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang.
Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu.
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi terhambat
dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri otak. Dan sifat anestesi akan lebih
luas dan lama dibandingka anestesi lokal.
Dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:6
o
Blok Sentral (blok Neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal,
epidural, dan kaudal
o
Blok perifer (blok Saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler.
Anestesia umum
Anestesia yang biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang.
Caranya, memasukkan obat-obatan anestesi secara inhalasi ataupun intravena
beberapa menit sebelum pasien dioperasi. Obat-obat ini akan bekerja
19
menghambat impuls ke otak sehingga sel otak tak bisa menyimpan memori
atau mengenali impuls nyeri diarea tubuh manapun dan membuat pasien dalam
kondisi tak sadar (loss of consciousness).
Cara kerjanya selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran dan
membuat amnesia, juga merelaksasikan seluruh otot. Maka, selama
pengguanaan anestesia juga diperlukan alat bantu nafas selain deteksi jantung
untuk meminimalisasi fungsinya selama operasi dilakukan.
Pada kasus ini, pembedahan dilakukan pada daerah fosa kanina tulang maksilaris
yang terdapat pada jalan napas, sehingga dibutuhkan ketenangan dari pasien dan waktu
yang dibutuhkan relatif lama. Jenis anestesia yang digunakan secara umum.
3.
Anestesia pada kasus-kasus pembedahan Maksilofasial/Dental7
Dibutuhkan kemampuan dan pengalaman dari dokter anestesi, karena
berhubungan dengan risiko jalan napas dan intubasi yang sulit. Monitor secara rutin
oksigen inspirasi, saturasi, EKG, tekanan darah dan suhu badan. Sebagai tambahan
lagi dilakukan monitoring tekanan vena sentral dan kateterisasi urin.
Intubasi intranasal lebih sering digunakan dari pada intubasi intra oral, sebab
kurang menganggu lapangan operasi. Pada jenis opersi ini, intubasi orotrakeal relatif
tidak mengganggu jalan napas, sehingga lebih mudah dilakukan. Sedangkan intubasi
nasal tanpa tuntunan laringoskop dilakukan jika terdapat :
-
Trismus
-
Trauma arkus mandibula, gigi, dan daerah maksilaris
-
Operasi daerah arkus mandibula, gigi dan daerah maksilaris
-
Edema rongga mulut dan lidah
-
Kasus-kasus darurat atau tidak tersedia alat (laringoskop)
Orotrakeal tube, Nasotrakeal tube setelah terpasang harus difiksasi agar tidak
mengganggu jalanya operasi.
Pada kasus ini pasien diintubasi intra oral, karena dapat dikerjakan serta tidak
mengganggu lapangan operasi. Pada pasien tidak terdapat kontraindikasi pemasangan
tube intra oral.
Induksi anestesi secara intravena dan inhalasi sangat baik digunakan pada operasi
ini. Propofol intravena dan obat-obat inhalasi digunakan juga sebagai pemeliharaan
selama operasi. Propofol paling banyak digunakan dengan kombinasi salah satu
anestesi inhalasi.
Induksi yang digunakan pada kasus ini secara intravena dengan menggunakan
propofol 50 mg, pelumpuh otot berupa atrakurium 20 mg. Beberapa menit kemudian,
ditambahkan propofol 30 mg. Ketika operasi telah berjalan, ditambahkan atrakurium
10 mg. Sebagai induksi, dosis propofol kurang, namun dosis sedasi telah tercapai
20
untuk dilakukan pemasangan tube. Dan dilanjutkan dengan pemberian suplemen
propofol. pemeliharaannya dengan menggunakan Isofluran inhalasi
Pada saat operasi, pasien diberikan analgetik non steroid (ketorolak) dan opioid
(petidin), Anti edema (Dexamethazon), dan anti muntah (ondansentron)
Pasien
tertidur,
diberikan
pelumpuh
otot
dan
pernapasan
terkontrol.
Dexamethason diberikan untuk mengurangi edema pada pembedahan. Analgetik
Non-steroid dan opioid sering digunakan sebagai analgetika saat operasi.
Ekstubasi dilakukan pada posisi lateral ketika pasien masih dibawah pengaruh
anestesi atau pasien telah sadar, lalu diberikan oksigen tambahan.
Pasien diobservasi hingga sadar, diberi analgetik, antiemetik anti biotik dan
dilakukan perawatan inap selama empat hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief A.S, Suryadi A.K, Dachlan R.M. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi
kedua. Jakarta. FK UI, 2002 : 1
2. Murhadi. Pilihan cara anesthesia. Dalam : Anestesiologi. Jakarta. Bagian
Anestesiologi dan terapi intensif FK.UI. 63-64
3. Murhadi, Amir S, Madjid. Pilihan cara anesthesia. Dalam: Anestesiologi. Jakarta.
Bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK.UI. 1
4. Sastroasmoro S, dkk. Bedah Sinus Endoskopik Fungsional. Didapat dari
www.yanmedik-depkes [on line] Diakses tanggal 14 Maret 2009
5. Latief A.S, Suryadi A.K, Dachlan R.M. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi
kedua. Jakarta. FK UI, 2002 : 97-105
21
Download