BAB I PENDAHULUAN Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri penbedahan. Anestesi sendiri terdiri dari tiga jenis, yakni secara lokal, regional dan secara umum1. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesia umum, lainnya dengan anestesia regional atau lokal. Operasi disekitar kepala, leher, intrathorakal, intraabdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum. Pilihan cara anestesia harus selalu terlebih dahulu mementingkan segi-segi keamanan dan kenyamanan pasien2. Kemajuan ilmu kedokteran dewasa ini khususnya bidang pembedahan tidak terlepas dari peran dan dukungan kemajuan bidang anestesiologi. Dokter spesialis bedah sehari-hari sekarang dapat melakukan pembedahan yang luas dan rumit pada bayi baru lahir sampai orang yang tua dengan berbagai kelainan yang berat, melakukan pembedahan jantung, transplantasi berbagai organ tubuh, yang berlangsung berjam-jam dengan aman tanpa merasa sakit sedikitpun adalah berkat dukungan tindakan tindakan anestesia yang canggih3. Perkembangan yang pesat di bidang kedokteran juga membawa perubahan dalam penatalaksanan sinusitis. Tersedianya alat diagnostik CT scan telah membuat pencitraan sinus paranasal lebih jelas dan terinci. Namun demikian seiring dengan perkembangannya, komplikasi yang dapat terjadi selama atau setelah prosedur operasi. Untuk itu diperlukan persiapan operasi dan perawatan pascaoperasi yang baik untuk memperoleh hasil yang optimal. Selain itu diperlukan pula pengetahuan mengenai cara penanganan bila terjadi penyulit dan komplikasi selama berlangsungnya prosedur bedah, di samping teknik analgesia dan anestesia yang tepat4 Hampir semua tindakan pembedahan membutuhkan anestesi, tanpa terkecuali pada operasi-operasi pada daerah maksilofasial. Prosedur laparaskopy merupakan suatu tindakan terapi pembedahan pada yang irreversible. Merupakan prosedur yang radikal, dinamakan menurut dua ahli bedah yang mempopulerkanya.. Berikut akan dilaporkan sebuah kasus operasi laparatomy histrektomy yang menggunakan anestesi umum 1 BAB II LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pendidikan Suku Bangsa Ruangan II. : : : : : : : Ny. D.A 39 tahun Perempuan Hamadi SMU Biak Ginekologi ANAMNESA Keluhan utama : perut bagian bawah membesar RPS : pasien adalah rujukan dari RS umum biak dengan kista ovarium. Sakit ini sudah di rasakan pasien sejak ± 1 tahun yang lalu, namun pasien tidak pergi berobat. Makin hari pasien merasakan perutnya terus membesar. Keluhan awal yang dirasakan pasien adalah nyeri waktu haid hingga tidak bisa beraktifitas sepeti biasa. III. RPD : riwayat HT (-), jantung (-), dan DM (-) Kebiasaaan : merokok (-), alkohol (-), obat – obatan (-) KONDISI UMUM : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan (Demam (-), anemis (-), sesak (-), dehidrasi (-), Status Lokalis IV. : Tanda-tanda radang (-), Nyeri tekan pada daerah perut bawah HASIL LABORATORIUM : Hb Leukosit Trombosit V. sianosis (-). : 13,7 gr% : 8890/mm.3 : 241.000/mm3 STATUS ANESTESI PS. ASA Hari/Tanggal Ahli Anestesiologi Ahli Bedah : : : : II Selasa, 04/06/2014 Dr. Diah, Sp.An K.IC Dr. Suhatono, Sp.OG 2 Diagnosa Pra Bedah Diagnosa Pasca Bedah Keadaan Pra Bedah : : : Mioma uteri Mioma uteri - KU : Tampak sakit Ringan - Makan terakhir : 13 jam lalu - TB : 162 cm - BB : 75 kg - Gol. Darah : ‘O’ - TTV : TD :110/50 mmHg, N: 63x/m, SB: afebris - SpO2 : 100 % : Bebas, gerak leher bebas, Mallampati score: 1, B1 simetris +/+, suara napas bronchovesikuler, ronchi B2 : -/-, wheezing -/-, RR: 14x/m. Perfusi: hangat, kering, tampak merah muda. B3 : Capilari refill < 2 detik, BJ: I-II murni regular. Kontak (+), kesadaran: CM, GCS: E4V5M6, riwayat B4 : pingsan (-), riwayat kejang (-). Miksi tidak ada gangguan B5 : Abdomen supel, nyeri tekan (-), timpani, BU (+) B6 : normal Akral hangat (+), edema (-), Fraktur (-), Motorik Metabolik : normal Tidak ada Hati : Riwayat ikterus (-), ikterus (-) Medikasi Pra Bedah : Jenis Pembedahan : Laparatomy Lama Operasi : 1 jam 50 menit (10.15 – 11.50 WIT) Jenis Anestesi : General Anestesi Lama Anestesi : 1 jam 65 menit (10.05 – 12.00 WIT) Anestesi Dengan : Propofol dan Isofluran Relaksasi Dengan : Atrakurium Teknik Anestesi : Pasien tidur terlentang, Induksi i.v, ekstensikan kepala, intubasi apnoe Orotrakeal air way dengan ETT G 7. laringoskope, mengembangkan cuff Teknik Khusus : fiksasi, vaporizer (+), anesthesia (+) - Pernafasan : Ventilator Posisi : Terlentang, kepala ektensi 3 Infus : Tangan Kiri, abocath 18 G, cairan RL Penyulit pembedahan : - Akhir pembedahan : TD: 126/72 mmHg, N: 74x/m, SB: afebris, RR: 16 Terapi Khusus Pasca : x/m - Bedah Penyulit Pasca Bedah : - Hipersensitivitas : - Premedikasi : Petidin 40 mg Medikasi : Midazolam 2 mg (iv) Propofol 50 mg. Ketorolac 30 mg. Atrakurium 20 mg. Ondansentron 4 mg. Propofol 30 mg. Dexametazone 10 mg. (iv) Atrakurium 20 mg. VI. Catatan : EBV = 70 kg x 70 cc = 5250 cc cc ≈ Hb 14,7 g% VII. EBL = 250 cc ≈ Hb 2,3 g% Hb Post Op. ≈ Hb 12,5 g% Diagram Observasi 4 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mioma Uteri Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan iaitu lapisan terluar perimetrium, lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium. Miometrium adalah yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi (Prawirohardjo, 2007). Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos dari myometrium dipanggil leiomioma. Tetapi kerana tumor ini berbatas tegas maka ianya sering dipanggil 5 sebagai fibroid (Kumar,Abbas,Fausto dan Mitchell, 2007). Mioma uteri juga adalah berasingan, bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak dan terdiri dari otot polos dengan kuantiti jaringan penghubung fibrosa yang berbedabeda. Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari corpus uteri dan lagi 5% berasal dari serviks. Mioma uteri juga adalah tumor pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% kasus ginekologi umumnya (Martin L, 2001). Neoplasma jinak ini mempunyai banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, fibroid atau pun mioma uteri (Prawirohardjo,2007). 2.2 Klasifikasi Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus dan hanya 1-3%, sisanya adalah dari korpus uterus. Maka pembagian menurut letaknya dapat kita dapati sebagai: 1. Mioma submuko sum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan dipanggil myomgeburt 2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium 3. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid. Gambar 2.1: Jenis Mioma Uteri dan lokasinya (Sumber: Martin L. Pernoll, 2001) 2.3 Epidemiologi 6 Mioma uteri adalah perkara biasa yang sering berlaku kepada wanita. Seleksi uteri dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77% mempunyai mioma uteri termasuk yang bersaiz sekecil 2mm. Mioma uteri juga sering ditemukan pada wanita yang menjalankan histerektomi untuk indikasi yang lain walaupun ditemukan kecil dan tidak banyak. Ini karena kebanyakan tehnik pemeriksaan imaging tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm maka insidensi kejadian sebenar mioma uteri tidak dapat dipastikan meskipun mioma uteri yang kecil tidak memberikan gejala klinis. Spesimen histerektomi daripada wanita premenopaus dengan mioma uteri adalah ratarata 7,6. Wanita postmenopaus pula adalah 4,2. Random sampling daripada wanita berusia 35 - 49 tahun yang menjalani pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun insidensi terjadinya mioma uteri adalah sebanyak 60% untuk wanita Afrika-Amerika; insidensi ini meningkat sehingga 80% pada usia 50 tahun. Wanita caucasia pula mempunyai insidensi setinggi 40% pada usia 35 tahun dan meningkat sehingga 70% pada usia 50 tahun. Dari penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital Korea yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar haemoglobin (Hb) rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan 37,6% diantaranya dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai tindakan penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri (91,5%). 2.4 Etiologi dan Patogenesis Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini. Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth factors). Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.Puukka dan kawan-kawan pula menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur. Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori 7 onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor. Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. 2.5 Faktor Risiko 1. Usia penderita Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi, ianya masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah kerana dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melepasi usia melahirkan anak. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh. 2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal) Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri. 3.Riwayat Keluarga Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat 8 kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri. 4.Etnik Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah kerana masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walau bagaimana pun, pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi. 5.Berat Badan Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya. Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal, berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri. Ros dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri meningkat hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan IMT. 6.Diet Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri. 9 7. Kehamilan dan paritas Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan saiz asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam penurunan saiz mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau saiz asal pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma. 8.Kebiasaan merokok Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin. 2.6 Patologi Anatomi Gambaran histopatologi mioma uteri adalah seperti berikut:Pada gambaran makroskopik menunjukkan suatu tumor berbatas jelas, bersimpai, pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan lingkaran-lingkaran konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaanya terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan saiz yang berbeda-beda.Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada mioma uteri adalah: 1. Atrofi: Sesudah kehamilan atau sesudah menopause mioma uteri menjadi kecil. 2. Degenerasi Hialin: Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya. 3. Degenerasi Kistik: Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan. 4. Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration): 10 Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh kerana adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen. 5. Degenerasi merah (Carneous Degeneration): Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya diperkirakan kerana suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah bewarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. 6.Degenerasi lemak Jarang terjadi dan merupakan lanjutan degenerasi hialin. 2.7 Gambaran Klinis dan Keluhan Kebanyakan kasus ditemui secara kebetulan kerana tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, ukuran tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.Gejala yang terjadi dapat digolongkan seperti berikut: 1. Perdarahan abnormal Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Antara penyebab perdarahan ini adalah: a) pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium b) permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa c) atrofi endometrium di atas mioma submukosum. d) miometrium tidak dapat berkontraksi optimal kerana adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Disebabkan permukaan endometrium yang menjadi lebih luas akibat pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding endometrium yang terhakis ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan abnormal.Menstruasi yang berat sering terjadi tetapi siklusnya masih tetap. Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma 11 submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimtomatik. 2. Nyeri Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul kerana gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum.Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior. 3. Gejala tanda penekanan Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul. 2.8 Infertilitas dan Abortus Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangakn mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. 2.9 Mioma Uteri dan Kehamilan Selain dari potensi mioma untuk menyebabkan infertilitas dan abortus, kehamilan itu sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri seperti: a) Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama kerana pengaruh estrogen yang kadarnya meningkat. b) Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas. c) Meskipun jarang mioma uteri bertangkai tetapi dapat juga mengalami torsi dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut. 2.10 Diagnosa Mioma Uteri Dapat ditegakkan dengan: 1. Anamnesis: Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada nyeri. 2. Pemeriksaan fisik 12 Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus. 3. Pemeriksaan Penunjang a) Ultra Sonografi (USG): mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoicdan degenerasi kistik menunjukkan anechoic. b) Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi mahal. MRI mampu menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium. 2.11 Diagnosa Banding Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri. 2.12 Komplikasi Mioma Uteri Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. Torsi (Putaran Tangkai) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan kerena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri. 13 2.13 Penatalaksanaan Mioma Uteri Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada: 1. Terapi medisinal (hormonal) 14 Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri. 2. Terapi pembedahan Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif b. Sangkaan adanya keganasan c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius g. Anemia akibat perdarahan Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi. 1. Miomektomi Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan pasca operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap miomasubmukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan pasca operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan. 15 Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. 2. Histerektomi Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu. Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH. Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal. Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang dijelaskan hanya 2 yaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal histerectomy / LAVH) dan classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks 16 dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal. 17 BAB IV PEMBAHASAN 1. Pemilihan cara Anestesi2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan cara anestesi : Umur Pada bayi dan anak-anak paling baik dengan anestesi umum, pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermukaan dilakukan dengan anestesi lokal atau umum. Status Fisik Riwayat penyakit dan enestesi terdahulu. Penting mengetahui apakah pasien pernah menjalani suatu pembedahan dan anestesia. Apakah ada komplikasi anestesi dan pasca pembedahan yang dialami saat itu. Gangguan fungsi kardiorespirasi berat Sedapat mungkin hindari penggunaan anestesia umum dan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan anestesia regional atau lokal. Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaiknya dilakukan dengan anestesia umum. Pasien obesitas Posisi pembedahan Posisi miring, tengkurap, duduk atau litotomi memerlukan anestesia umum untuk menjamin ventilasi selama pembedahan. Demikian juga dengan pembedahan yang berlangsung lama. Ketrampilan dan kebutuhan dokter pembedah Memilih obat dan teknik anestesia juga disesuaikan dengan ketrampilan dan kebutuhan dokter pembedah, antara lain teknik hipotensi untuk mengurangi 18 pendarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah plastik. Kemampuan dan pengalaman dokter anestesiologi Referensi pengalaman dan kemampuan dokter anestesiologi sangat menentukan pilihan-pilihan teknik anestesia Keinginan pasien Kehendak pasien harus diperhatikan bila keadaan pasien memang memungkinkan dan tidak membahayakan keberhasilan operasi. 2. Jenis-jenis Anestesia dibedakan atas tiga golongan yaitu : Anestesia lokal6 Obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral maupun perifer. Caranya, menginjeksi obat-obatan anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena itu efek anestesi yang didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu maka akan diperlukan tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri. Anestesia regional Dengan menginjeksi obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu. Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri otak. Dan sifat anestesi akan lebih luas dan lama dibandingka anestesi lokal. Dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:6 o Blok Sentral (blok Neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal o Blok perifer (blok Saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler. Anestesia umum Anestesia yang biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang. Caranya, memasukkan obat-obatan anestesi secara inhalasi ataupun intravena beberapa menit sebelum pasien dioperasi. Obat-obat ini akan bekerja 19 menghambat impuls ke otak sehingga sel otak tak bisa menyimpan memori atau mengenali impuls nyeri diarea tubuh manapun dan membuat pasien dalam kondisi tak sadar (loss of consciousness). Cara kerjanya selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran dan membuat amnesia, juga merelaksasikan seluruh otot. Maka, selama pengguanaan anestesia juga diperlukan alat bantu nafas selain deteksi jantung untuk meminimalisasi fungsinya selama operasi dilakukan. Pada kasus ini, pembedahan dilakukan pada daerah fosa kanina tulang maksilaris yang terdapat pada jalan napas, sehingga dibutuhkan ketenangan dari pasien dan waktu yang dibutuhkan relatif lama. Jenis anestesia yang digunakan secara umum. 3. Anestesia pada kasus-kasus pembedahan Maksilofasial/Dental7 Dibutuhkan kemampuan dan pengalaman dari dokter anestesi, karena berhubungan dengan risiko jalan napas dan intubasi yang sulit. Monitor secara rutin oksigen inspirasi, saturasi, EKG, tekanan darah dan suhu badan. Sebagai tambahan lagi dilakukan monitoring tekanan vena sentral dan kateterisasi urin. Intubasi intranasal lebih sering digunakan dari pada intubasi intra oral, sebab kurang menganggu lapangan operasi. Pada jenis opersi ini, intubasi orotrakeal relatif tidak mengganggu jalan napas, sehingga lebih mudah dilakukan. Sedangkan intubasi nasal tanpa tuntunan laringoskop dilakukan jika terdapat : - Trismus - Trauma arkus mandibula, gigi, dan daerah maksilaris - Operasi daerah arkus mandibula, gigi dan daerah maksilaris - Edema rongga mulut dan lidah - Kasus-kasus darurat atau tidak tersedia alat (laringoskop) Orotrakeal tube, Nasotrakeal tube setelah terpasang harus difiksasi agar tidak mengganggu jalanya operasi. Pada kasus ini pasien diintubasi intra oral, karena dapat dikerjakan serta tidak mengganggu lapangan operasi. Pada pasien tidak terdapat kontraindikasi pemasangan tube intra oral. Induksi anestesi secara intravena dan inhalasi sangat baik digunakan pada operasi ini. Propofol intravena dan obat-obat inhalasi digunakan juga sebagai pemeliharaan selama operasi. Propofol paling banyak digunakan dengan kombinasi salah satu anestesi inhalasi. Induksi yang digunakan pada kasus ini secara intravena dengan menggunakan propofol 50 mg, pelumpuh otot berupa atrakurium 20 mg. Beberapa menit kemudian, ditambahkan propofol 30 mg. Ketika operasi telah berjalan, ditambahkan atrakurium 10 mg. Sebagai induksi, dosis propofol kurang, namun dosis sedasi telah tercapai 20 untuk dilakukan pemasangan tube. Dan dilanjutkan dengan pemberian suplemen propofol. pemeliharaannya dengan menggunakan Isofluran inhalasi Pada saat operasi, pasien diberikan analgetik non steroid (ketorolak) dan opioid (petidin), Anti edema (Dexamethazon), dan anti muntah (ondansentron) Pasien tertidur, diberikan pelumpuh otot dan pernapasan terkontrol. Dexamethason diberikan untuk mengurangi edema pada pembedahan. Analgetik Non-steroid dan opioid sering digunakan sebagai analgetika saat operasi. Ekstubasi dilakukan pada posisi lateral ketika pasien masih dibawah pengaruh anestesi atau pasien telah sadar, lalu diberikan oksigen tambahan. Pasien diobservasi hingga sadar, diberi analgetik, antiemetik anti biotik dan dilakukan perawatan inap selama empat hari. DAFTAR PUSTAKA 1. Latief A.S, Suryadi A.K, Dachlan R.M. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Jakarta. FK UI, 2002 : 1 2. Murhadi. Pilihan cara anesthesia. Dalam : Anestesiologi. Jakarta. Bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK.UI. 63-64 3. Murhadi, Amir S, Madjid. Pilihan cara anesthesia. Dalam: Anestesiologi. Jakarta. Bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK.UI. 1 4. Sastroasmoro S, dkk. Bedah Sinus Endoskopik Fungsional. Didapat dari www.yanmedik-depkes [on line] Diakses tanggal 14 Maret 2009 5. Latief A.S, Suryadi A.K, Dachlan R.M. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Jakarta. FK UI, 2002 : 97-105 21