BAB I

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Manajemen Pemasaran Jasa
a. Manajemen
Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta
penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya (Stoner, 2006).
Manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara
profesional, karakteristiknya adalah para profesional membuat keputusan
berdasarkan prinsip-prinsip umum, para profesional mendapatkan status
mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus
ditentukan suatu kode etik yang kuat (Schein, 2008).
Manajemen
merupakan
suatu
proses
khas
yang
terdiri
atas
tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling) untuk menentukan
serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber daya lainnya (Terry, 2010).
Dari beberapa pendapat para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa
manajemen merupakan suatu kegiatan perusahaan dalam perencanaan,
9
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Manajemen adalah apa yang dilakukan oleh manajer (Robbins dan
Coulter, 2009). Manajemen melibatkan efisiensi dan efektivitas penyelesaian
aktivitas-aktivitas kerja organisasi.
Efisiensi mengacu pada memperoleh output terbesar dengan input yang
terkecil. Karena manajer menghadapi input yang langka – meliputi sumber
daya seperti orang, uang dan peralatan – mereka memfokuskan dengan
penggunaan yang efisien atas sumber daya itu.
Efektivitas sering digambarkan sebagai “melakukan pekerjaan yang
benar” – yaitu, aktivitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai
sasaran. Manajemen difokuskan tidak hanya dengan mencapai kegiatan dan
memenuhi sasaran organisasi (efektivitas), tetapi juga melakukannya dengan
seefisien mungkin.
Fungsi-fungsi manajemen (Robbins dan Coulter, 2009) :
1) Merencanakan,
yang
mencakup
proses
mendefinisikan
sasaran,
menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana
untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan sejumlah kegiatan
2) Mengorganisasi, mencakup proses menentukan tugas apa yang harus
dilakukan,
siapa
yang
harus
melakukan,
bagaimana
cara
mengelompokkan tugas-tugas itu, siapa harus melapor ke siapa, dan
10
dimana keputusan harus dibuat.
3) Memimpin, yang mencakup memotivasi bawahan, memengaruhi
individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memiliki salurana
komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan dengan berbagai cara
masalah perilaku karyawan
4) Mengendalikan,
yang
mencakup
memantau
kinerja
actual,
membandingkan actual dengan standar, dan membuat koreksinya, jika
perlu
b. Pemasaran
Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran,
penetapan harga, promosi, dan penyaluran gagasan barang dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan
organisasi (Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler, 2005).
Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau
organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain (Kotler, 2008).
Proses pemasaran (Kotler & Amstrong, 2012) memiliki langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Memahami pasar dan kebutuhan serta keinginan pelanggan
2) Merancang strategi pemasaran yang digerakan oleh pelanggan
11
3) Membangun program pemasaran terintegrasi yang memberikan nilai
yang unggul
4) Membangun hubungan yang menguntungkan dan menciptakan kepuasan
pelanggan
5) Menangkap kembali nilai dari pelanggan untuk menciptakan keuntungan
dan ekuitas pelanggan
Pemasaran terdiri dari strategi bauran pemasaran (marketing mix)
dimana organisasi atau perusahaan mengembangkan untuk mentransfer nilai
melalui pertukaran untuk pelanggannya.
Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran
taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan tanggapan
yang diinginkannya di pasar sasaran (Kotler dan Amstrong, 2008).
Marketing mix terdiri dari empat komponen biasanya disebut “empat P (4P)”,
yaitu product, price, place, dan promotion (Kotler dan Keller, 2007).
Dan bila kita melakukan bisnis jasa menjadi 7P yaitu ditambah lagi
orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (proces).
Penambahan unsur bauran pemasaran jasa dilakukan antara lain karena jasa
memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk, yaitu tidak berwujud,
tidak dapat dipisahkan, beraneka ragam dan mudah lenyap.
Orang (people) merupakan ‘part-time marketer’ yang tindakan dan
perilakunya memiliki dampak langsung pada output yang diterima pelanggan.
12
Oleh sebab itu, setiap organisasi jasa harus secara jelas menentukan apa yang
diharapkan dari setiap karyawan dalam interaksinya dengan pelanggan.
c.
Jasa
Jasa merupakan produk tanpa wujud untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, berupa aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak lain (Nurbiyati dan Machfoedz,2005).
Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak
berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu (Kotler, dan
Keller, 2007).
Jasa adalah sesuatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk,
dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikana nilai
tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, dan sehat) bersifat tidak
berwujud (Zeithaml dan Bitner, dalam Lupiyoadi dan Hamdani, 2011).
Karakteristik Jasa
Menurut Kotler dan Armstrong (2012), terdapat emapat karakteristik jasa
yang dapat di identifikasikan sebagai berikut:
13
1) Tidak berwujud (Intangbility)
2) Tidak dapat dipisahkan (Inseparability)
3) Keberagaman (Variability)
4) Tidak tahan lama (Perishability)
Klasifikasi Jasa
Jasa bisa diklasifikasikan berdasarkan beragam kriteria. Menurut Lovelock
(dalam Tjiptono, 2014), jasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Berdasarkan sifat tindakan jasa
2) Berdasarkan dengan hubungan pelanggan
3) Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan
standar konstan dalam penyampaian jasa.
4) Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa
5) Berdasarkan metode penyampaian jasa
Ditinjau dari sumber pendapatannya, ada tiga macam jasa (Doyle dalam
Tjiptono, 2014). Pertama, jasa yang sumber dana utamanya berasal dari
pelanggan, misalnya perusahaan penerbangan dan dry-cleaners. Kedua, jasa
yang sumber dananya berasal dari donasi, seperti yayasan sosial. Dan ketiga,
jasa yang sumber dana utamanya didapat dari pajak, misalnya instansi
pemerintah.
14
d. Manajemen Pemasaran Jasa
Pemasaran jasa lebih bervariasi dalam problem dan tantangannya
daripada pemasaran produk yang berupa barang. Jasa sering kali dijual
sebagai bagian pemasaran produk yang berwujud.
Dalam analisis pasar, segmentasi pasar, penetapan harga, promosi, dan
distribusi maupun prosedur perencanaan untuk pemasaran jasa, pada
dasarnya sama dengan yang dilakukan dengan produk. Perbedaan yang
pokok terletak pada karakteristik jasa dan hubungan antara penjual dan
pembeli.
Bauran Pemasaran Jasa
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan
pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan
kepada
pelanggan. Berikut adalah bauran pemasaran jasa:
1) Product, produk merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang
ditunjukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan
kebutuhan dan keinginan bersama.
2) Pricing, keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis
dan taktis, seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran, dan
tingkat diskriminasi harga diantara berbagai macam kelompok
15
pelanggan, harga menjadi indikator signifikan
atas kualitas.
3) Promotion, bauran promosi tradisional meliputi berbagai metode untuk
mengomunikasikan manfaat jasa pada pelanggan potensial dan actual.
Metodenya terdiri dari periklananm promosi penjualan, direct marketing,
personal selling, dan public relations. Promosi jasa membutuhkan
penekanan pada upaya meningkatkan kenampakan tangibilitas jasa.
4) Place, keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa
bagi para pelanggan potensial.
5) People, bagi sebagian besar jasa, orang merupakan besar unsure vital
dalam bauran pemasaran. Bila produksi dapat dipisahkan dengan
konsumsi, sebagaimana dijumpai dalam kebanyakan kasus pemasaran
barang manufaktur, pihak manajemen biasanya dapat mengurangi
pengaruh langsung sumber daya manusia terhadap output akhir yang
diterima pelanggan.
6) Physical Evidence, karakteristik intangible pada jasa menyebabkan
pelanggan
potensial
tidak
mengkonsumsinya.
Ini
konsumen
keputusan
dalam
bisa
menilai
menyebabkan
suatu
risiko
pembelian
yang
semakin
jasa
sebelum
dipersepsikan
besar.
Upaya
mengurangi risiko tersebut dengan cara memberikan bukti fisik dari
karakteristik jasa.
7) Process. Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi
16
konsumen high-contact services, yang sering kali juga berperan sebagai
co-producer jasa bersangkutan. Dalam bisnis jasa, manajemen
pemasaran dan manajemen operasi terkait erat dan sulit dibedakan
dengan tegas.
Strategi Pemasaran untuk Perusahaan Jasa
Seperti bisnis manufaktur, perusahaan jasa menggunakanpemasaran
untuk memposisikan diri mereka secara kuat dalam pasar sasaran terpilih.
Perusahaan-perusahaan jasa menetapkan posisi mereka melalui kegiatan
bauran pemasaran tradisional. Namun, karena jasa berbeda dari produk yang
berwujud, jasa sering memerlukan pendekatan pemasaran tambahan.
Dalam bisnis jasa, pelanggan dan karyawan jasa lini depan berinteraksi
untuk menciptakan jasa. Hasilnya, interaksi efektif tergantung pada keahlian
karyawan jasa lini depan dan proses pendukung yang menyokong
karyawan-karyawan ini.
Perusahaan jasa harus memahami rantai laba jasa (service-profit chain)
yang menghubungkan laba perusahaan jasa dengan karyawan dan kepuasan
pelanggan. Rantai ini terdiri dari lima hubungan:
1)
Kualitas jasa internal
2)
Karyawan jasa yang puas dan produktif
17
3)
Nilai jasa yang lebih besar
4)
Pelanggan yang puas dan setia
5)
Laba dan pertumbuhan jasa yang sehat
Oleh karena itu pemasaran perusahaan jasa memerlukan lebih dari
sekedar pemasaran eksternal tradisional. Pemasaran jasa juga memerlukan
pemasaran internal dan pemasaran interaktif.
Pemasaran Internal (Internal Marketing)
Perusahaan jasa harus mengorientasikan dan memotivasi karyawannya
yang berhubungan dengan pelanggan dan mendukung orang-orang pelayanan
untuk bekerja sebagai satu tim guna memberikan kepuasan pelanggan.
Pemasar harus membuat semua orang dalam organisasi berpusat pada
pelanggan. Bahkan, pemasar internal harus mendahului pemasar eksternal.
Pemasaran Interaktif (Interactive Marketing)
Kualitas jasa sangat bergantung pada kualitas interaksi pembeli dan
penjual selama transaksi jasa. Dalam pemasaran produk, kualitas produk
sering kali hanya sedikit bergantung pada bagaimana produksi itu diperoleh.
Tetapi dalam pemasaran jasa, kualitas jasa bergantung pada penghantar jasa
dan kualitas penghantaran. Karena itu, pemasaran jasa harus menerapkan
keahlian pemasaran interaktif.
18
2. Lokasi
Lokasi berpengaruh terhadap dimensi-dimensi pemasaran strategis, seperti
fleksibilitas, competitive positioning, manajemen permintaan, dan fokus strategis
(Fitzsimmons dan Fitzsimmons, dalam Tjiptono, 2006). Fleksibilitas suatu lokasi
merupakan ukuran sejauh mana sebuah jasa mampu bereaksi terhadap situasi
perekonomian yang berubah.
Keputusan pemilihan lokasi berkaitan dengan komitmen jangka panjang
terhadap aspek-aspek yang sifatnya capital intensif. Oleh karena itu, penyedia
jasa harus benar-benar mempertimbangkan, menyeleksi dan memilih lokasi yang
responsif terhadap kemungkinan perubahan ekonomi, geografis, budaya,
persaingan dan peraturan di masa mendatang.
Lokasi pelayanan jasa yang digunakan dalam memasok jasa kepada
pelanggan yang dituju merupakan keputusan kunci. Keputusan mengenai lokasi
pelayanan yang akan digunakan melibatkan pertimbangan bagaimana penyerahan
jasa kepada pelanggan dan dimana itu akan berlangsung.
Tempat juga penting sebagai lingkungan dimana dan bagaimana jasa akan
diserahkan, sebagai bagian dari nilai dan manfaat dari jasa. Keragaman jasa
membuat penyeragaman strategi tempat menjadi sulit. Masalah ini melibatkan
pertimbangan bagaimana interaksi antara organisasi penyedia jasa dan pelanggan
19
serta keputusan tentang apakah organisasai tersebut memerlukan satu lokasi
ataupun beberapa lokasi.
Lokasi berhubungan dengan keputusan yang dibuat oleh perusahaan
mengenai dimana operasi dan stafnya akan di tempatkan. Yang paling penting
dari lokasi adalah tipe dan tingkat interaksi yang terlibat. Terdapat tiga macam
tipe interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan yang berhubungan dengan
pemilihan lokasi, yaitu sebagai berikut :
a. Pelanggan mendatangi penyedia jasa
b. Penyedia jasa mendatangi pelanggan
c. Penyedia jasa dan pelanggan melakukan interaksi melalui perantara
Untuk tipe interaksi dimana pelanggan mendatangi penyedia jasa, letak lokasi
menjadi sangat penting. Didalam interaksi itu penyedia jasa yang menginginkan
pertumbuhan dapat mempertimbangkan menawarkan jasa mereka di beberapa
lokasi. Jika penyedia jasa mendatangi pelanggan, maka letak lokasi menjadi
tidak begitu penting meskipun perlu dipertimbangkan pula kedekatan terhadap
pelanggan untuk menjaga kualitas jasa yang akan diterima.
Sementara itu dalam kasus penyedia jasa dan pelanggan menggunakan media
perantara dalam berinteraksi, maka letak lokasi bisa diabaikan meskipun beberapa
media perantara memerlukan interaksi fisik antara mereka dengan pelanggan.
20
Penting tidaknya sebuah lokasi akan sangat tergantung pada jenis jasa yang
ditawarkan. Cowell (1991, dalam Ratih Hurriyati 2010) telah berhasil meringkas
beberapa kunci yang harus dipertimbangkan oleh seorang manajer jasa sebagai
berikut:
a. Apa yang diperlukan pasar? Bila jasa tidak tersedia di suatu lokasi yang
nyaman pembelian jasa akan terhambat atau tertunda. Selain itu menyebabkan
pelanggan merubah pikiran atau merubah pilihan mereka?
b. Kecenderungan apa yang ada di dalam sektor aktivitas jasa dimana organisasi
jasa beroperasi? Apakah persaingan dapat memasuki pasar?
c. Sejauh mana kefleksibelan jasa? Apakah jasa itu berorientasi teknologi atau
orang dan sejauh mana kefleksibelannya terpengaruh oleh lokasi?
d. Apakah organisasi mempunyai kewajiban untuk menempatkan jasa di suatu
lokasi yang nyaman (rumah sakit misalnya)?
e. Apakah sistem prosedur dan teknologi baru dapat dipakai untuk mengatasi
kelemahan keputusan lokasi yang lama?
f. Sejauh mana kepentingan jasa pelengkap terhadap keputusan lokasi?
g. Apakah lokasi organisasi sejenis mempengaruhi keputusan lokasi?
Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan cermat terhadap
beberapa faktor berikut. (Tjiptono, 2006) :
a. Akses, misalnya lokasi yang dilalui mudah dijangkau sarana transportasi
21
umum.
b. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak
pandang normal.
c. Lalu lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan berikut:
1) Banyaknya orang yang lalu lalang memberikan peluang besar terjadinya
impuls buying.
2) Kepadatan lalu lintas menjadi hambatan
d. Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman baik untuk kendaraan roda dua
maupun roda empat.
e. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha
dikemudian hari.
f. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.
g. Kompetisi, yaitu lokasi pesaing.
3. Waktu
Waktu adalah hidup. Pernyataan ini tidak bisa diubah atau diganti.
Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan hidup dan memanfaatkan berarti
mengisi hidup (Lakein, 2007).
Waktu merupakan sumber daya yang unik. Setiap hari, semua orang
memiliki jumlah yang sama. Waktu tidak dapat diakumulasi. Anda tidak dapat
22
mematikan atau menyalakannya. Waktu tidak bisa digantikan. Waktu harus
dihabiskan pada angka 60 detik setiap menit (Heynes, 2010).
Waktu adalah lebih dari apa yang diukur. Budaya yang berbeda memiliki
konsep waktu yang berbeda mengenai waktu. Pengiklan di barat cenderung
menggunakan waktu dalam pengiklanan internasional sebagai simbol efisiensi.
Waktu tidak diakui sebagai simbol efisiensi dalam budaya dimana orang
memiliki perbedaan mengartikan waktu. Waktu adalah sistem inti budaya, sosial
dan kehidupan pribadi (Mooij, 2011).
Arti waktu bervariasi antar budaya, mempunyai dua arti yaitu waktu
perspektif: seluruh orientasi suatu budaya terhadap waktu dan interpretasi yang
diterapkan untuk penggunaan waktu secara spesifik/khusus.
Perspektif Waktu
Kebanyakan orang Amerika, Eropa Barat, Australia cenderung melihat
waktu sebagai hal yang tidak terelakkan, linear dan bersifat tetap. Waktu
merupakan jalan menuju kemasa depan dengan “district”, “separate sections”
(jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya), dilihat seperti objek fisik; kita
bisa menjadwalkan, menghamburkannya, menghilangkannya dan lain sebagainya.
Seseorang melakukan sesuatu pada suatu waktu tertentu, kita mempunyai
orientasi yang kuat terhadap waktu sekarang dan jangka pendek kedepan, ini
23
disebut: ”Monocromic time perspective”.
Sebagian besar orang Amerika Latin, Asia, dan India memandang waktu
sebagai kurang diskrit dan kurang “subject to scheduling”. Mereka memandang
keterlibatan simultan atau secara bersama-sama dalam banyak kegiatan sebagai
sesuatu yang biasa. Mereka bekerja tanpa jadwal waktu yang mengikat,
berorientasi pada waktu kini (sekarang) dan yang telah lalu. Kultur ini disebut
“Polychronic time perspective”
Perbedaan individu didasarkan pada kultur mono dan polychromic
perspective ditunjukkan pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 PERBEDAAN INDIVIDU
Monochronic Culture
Polychronic Culture
1. Do one thing at a time (melakukan satu
hal dalam satu waktu
1. Do many things at once (melakukan banyak hal
dalam satu waktu)
2. Concentrate on the job (berkonsentrasi
pada pekerjaan)
2.
3. Take deadline and schedule seriously
(menggunakan tengat waktu dan jadwal
yang ketat)
4.Committed to the job a task
(Berkomitmen pada tugas pekerjaan)
5.Adhere religiously to plan (taat pada
rencana yang sudsah ditetapkan))
3.Consider deadlines and schedule secondary
(mempertimbangkan menggunakan tengat
waktu dan jadwal kurang diperhatikan)
4.Committed to people and relationship
(Komitmen pada orang-orang dan yang
berhubungan)
5. Change plan often and easily (Mengganti
rencana sering dan dengan mudah)
6. Emphasize to shortterm relationship
(Menekankan hubungan jangka pendek)
6. Base promptness on relationship (Berdasarkan
pada hubungan)
7. Accustomed to shortterm relationship
(Terbiasa berhubungan jangka pendek)
7. Prefer long term relationship (Lebih memeilih
berhubungan jangka panjang)
24
Are higly distractible and subject to
interruption (mudah terganggu/ tidak fokus)
Bagaimana kegiatan pemasaran berbeda antara kultur monochromic dan
poluchronic? Penjualan perorangan dan gaya negosiasi dan strategi akan berbeda
dan juga tema-tema iklan. Perlombaan dan penjualan dengan batas waktu akan
lebih efektif bagi para konsumen berkultur monochromic daripada yan berkultur
polychromic.
Dalam “nasehatnya kepada seorang pedagang muda” di abad ke 18, Ben
Franklin berkata, “Ingatlah bahwa waktu adalah uang“. Namun baru pada
pertengahan 1970-an, waktu (time) diakui sebagai variable perilaku konsumen
yang penting. Sejak itu beberapa penulis bahkan menyatakan bahwa waktu
mungkin merupakan variable terpenting dalam perilaku konsumen karena
memainkan
peran pada banyak bidang teoritis.
Waktu dapat dianalisis dari tiga perspektif yang berbeda: (1) perbedaan
individual dalam konsepsi
waktu, (2) waktu sebagai produk, dan (3) waktu
sebagai variable situasional (Mowen, Minor, 2002).
Individu dan waktu
Pada tingkat individual, para konsumen menghabiskan waktu mereka dengan
empat cara yang berlainan: ditempat kerja, keharusan, pekerjaan rumah, dan
waktu luang. Pemakaian ini diatur pada skala kontinum yang berkisar dari yang
diwajibkan sampai yang diskresioner. Masyarakat memiliki pengendalian yang
25
rendah terhadap kapan dan berapa lama mereka bekerja. Mereka lebih banyak
mengendalikan waktu yang mereka habiskan untuk keharusan, seperti tidur dan
makan.
Usaha yang digunakan untuk pekerjaan rumah lebih variabel, dimana
keluarga pencari nafkah ganda menghabiskan lebih sedikit waktu untuk
“produksi rumah tangga”. Akhirnya, masyarakat mempunyai paling banyak
kebebasan dalam bagaimana mereka menggunakan waktu luang. Waktu dapat
dipandang sebagai sumberdaya, dan bagaimana masyarakat memilih untuk
menghabiskan sumber daya tersebut banyak cerita yang berkaitan dengan hal
tersebut.
Kegiatan dapat dikategorikan menurut apakah mereka dapat diganti atau
melengkapi. Kegiatan melengkapi (substitute activities) merupakan kegiatan
terpisah yang memenuhi kebutuhan yang sama; selanjutnya, kegiatan ini
merupakan mutually exclusive dalam arti bahwa mereka tidak dapat terjadi
bersama-sama. Misalnya, bermain bola tangan dan racquetball merupakan
kegiatan pengganti.
Kegiatan pelengkap (complementary activities) adalah kegiatan yang dengan
sendirinya terjadi
secara bersama-sama. Jadi seseorang pasti dapat secara
bersama-sama terlibat dalam kegiatan berkebun dan memotong rumput, untuk
memenuhi kebutuhan memiliki kebun yang indah. Kegiatan pelengkap tidak
26
perlu terjadi secara serempak; mereka dapat terjadi selama periode waktu, seperti
seminggu atau sebulan.
Berbagai faktor kendala mempengaruhi kegiatan pengganti dan kegiatan
pelengkap. Misalnya, status bekerja si istri dan ada atau tidak adanya anak-anak
dapat sangat mempengaruhi
bagaimana pasangan itu menghabiskan waktu
mereka. Dalam kenyataannya, kepuasan suami dan istri atas pernikahan mereka
dipengaruhi oleh sejauh mana mereka memiliki pandangan yang sama mengenai
daya melengkapi dan mengganti kegiatan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa
pasangan secara bersama-sama berperan serta dalam kegiatan mempunyai
kepuasan perkawinan yang lebih besar.
Bagaimana individu memandang waktu juga dipengaruhi oleh kebudayaan
mereka. Bangsa-bangsa Amerika Utara dan Eropa Barat cenderung untuk
menggunakan waktu linear yang dapat dipisahkan: waktu dibagi menjadi
masa
lalu, masa kini dan masa depan; waktu dialokasikan ke tugas-tugas; dan ada
orientasi masa depan. Bagi mereka yang menggunakan waktu tradisional sirkuler;
waktu tidak membentang ke masa depan; mereka cenderung untuk hanya
melakukan apa yang harus dilakukan hari ini.
Orang-orang yang hidup pada waktu linear yang dapat dipisahkan, seringkali
merasa frustasi menghadapi mereka yang hidup dalam waktu sirkuler karena
yang terakhir biasanya tidak melihat hubungan antara waktu dan uang. Akhirnya,
27
mereka yang mempertahankan waktu tradisional prosedur diatur oleh tugas dan
bukan waktu. Bagi mereka, suatu pertemuan akan dimulai bila waktunya tepat,
dan ini membutuhakan persiapan yang baik, “sampai selesai”.
Di sini menyelesaikan tugas merupakan kuncinya; ide menghamburkan
waktu
tidaklah relevan. Jenis waktu ini tercermin dalam kebudayaan Amerika
pribumi, dan kadan-kadang disebut “waktu Indian”. Ada juga bukti yang
menyatakan bahwa orang Asia juga menggunakan “waktu prosedur”.
Waktu sebagai Produk
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, waktu juga bisa merupakan jenis
produk. Banyak pembelian dilakukan untuk menghemat waktu. Perlengkapan
seperti microwave oven, tempat sampah, dan pemadat sampah, merupakan
bagian dari tujuan menghemat waktu. Restoran cepat saji berkembang karena
konsumennya perlu makan sambil berjalan. Sebuah nama telah diberikan kepada
individu yang terlibat dalam perilaku seperti itu (waktu pembelian konsumen).
Karena waktu bertindak sebagai atribut produk, para pemasang iklan
menggunakan daya tarik yang berorientasi pada waktu sebagai bahan promosi
mereka. Suatu studi meneliti pemakaian yang berubah dari daya tarik yang
berorientasi pada waktu antara tahun 1890 dan 1988 dengan menganalisis
iklan-iklan dalam “Ladies Home Journal”, selama periode tersebut.
28
Para penulis mendapatkan bahwa proporsi periklanan yang menggunakan
waktu sebagai daya tarik
utama meningkat secara dramastis. Pada tahun 1890
kurang dari lima persen periklanan menggunakan cara ini. Pada akhir 1980-an
sekitar 50 persen periklanan meliputi daya tarik yang berorientasi pada waktu
sebagai komponen utama.
Waktu sebagai Variabel Situasional
Disamping sebagai produk, waktu juga merupakan variable situasional.
Umumnya, karakteristik situasional waktu yang mempengaruhi konsumen adalah
ketersediaan waktu tersebut. Berapa banyak waktu yang dimiliki konsumen
untuk membeli suatu produk akan mempengaruhi strategi yang digunakan
konsumen untuk memilih dan
membeli produk tersebut. Pencarian informasi
dipengaruhi terutama oleh tersedianya waktu.
Para peneliti telah mendapatkan bahwa ketika tekanan waktu meningkat,
konsumen menghabiskan jauh lebih sedikit waktu untuk mencari informasi,
menggunakan lebih sedikit informasi yang ada, dan lebih menekankan pada
informasi yang tidak menguntungkan dalam mengambil keputusan membeli.
Tiga Tes Waktu
Analisis penggunaan waktu merupakan langkah pertama untuk mencapai
kendali yang lebih baik terhadap waktu. Memiliki informasi yang spesifik dan
29
dapat dipercaya, dapat menentukan peluang perbaikan. Cara terbaik untuk
mengumpulkan informasi ialah membuat catatan (log) harian. Instruksi dan
formulir catatan sejenis tersedia dibuku ini.
Setelah informasi dicatat, harus diperiksa dari tiga sudut pandang:
Kepentingan, Kesesuaian, dan Efisiensi. Sudut pandang ini memungkinkan
menghentikan tugas tertentu, mendelegasikan tugas pada orang lain, dan
menemukan cara untuk meningkatkan efisiensi melalui teknologi, prosedur baru,
atau kebiasaan kerja pribadi.
a. Tes Kepentingan. Terlebih dahulu harus mencermati setiapaktivitas untuk
memastikan tingkat kepentingannya - bukan hanya menyenangkan, tetapi juga
perlu. Tes kepentingan ini mampu mengurangi tugas tugas sehingga hanya
tersisa elemen penting saja.
b. Tes Kesesuaian. Setelah tugas penting teridentifikasi, langkah selanjutnya
ialah menentukan pihak yang melaksanakannya, yaitu kesesuaian dalam hal
departemen atau level keterampilan.
c. Tes Efesiensi. Analisis ketiga mencermati tugas yang tersisa. Hal ini akan
mendorong untuk menemukan cara yang lebih canggih atau merancang
prosedur yang lebih baik untuk menangani aktivitas yang berulang.
30
Penentuan Prioritas
Jika kesempatan melibihi sumber daya, keputusan harus diambil. Hal ini
terlihat jelas dalam penggunaan waktu. Karena waktu tidak bisa diprosuksi, jadi
harus diputuskan apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan.
Menentukan prioritas penggunaan waktu melalui proses dua langkah:
a. Mendaftar tugas yang harus dilakukan
b. Menentukan prioritas tugas yang tercantum dalam daftar
Metode ABC
Penggunaan metode ABC untuk menentukan prioritas yaitu dengan cara
menempatkan setiap tugas dalam daftar ke dalam salah satu kategori berikut ini:
a. PRIORITAS A “Harus Dilakukan” – inilah tugas yang penting. Tugas-tugas
ini dimasukkan ke dalam kategori ini karena merupakan perintah atasan,
perintah pelanggan penting, tengat waktu yang signifikan, atau kesempatan
menuju keberhasilan atau kemajuan.
b. PRIORITAS B “Sebaiknya Dilakukan” – tugas yang tercakup disini memiliki
tingkat kepentingan menengah. Tugas dalam kategori ini dapat berkontribusi
pada peningkatan kinerja tetapi bukan yang utama atau tidak memiliki tengat
waktu yang mendesak.
c. PRIORITAS C “menyenangkan Jika Dilakukan” – kategori ini memiliki nilai
31
yan paling rendah. Meskipun tugas ini menarik atau menyenangkan, tugas ini
dapat dihapus, ditunda, atau dijadwalkan untuk periode yang tidak sibuk.
Prioritas A, B, C yang dipilih bersifat fleksibel, tergantung pada pembuatan
daftar. Prioritas berubah seiring berjalannya waktu. Tugas yang hari ini
tercantum dalam prioritas B mungkin dapat menjadi prioritas A esok hari karena
tengat waktu yang semakin dekat. Sama halnya, tugas prioritas A hari ini dapat
menjadi prioritas C esok hari jika diselesaikan tepat waktu atau situasi berubah.
Kriteria Penentuan Prioritas
Berikut ini yang menjadi kriteria penentuan prioritas, antara lain:
a. PERTIMBANGAN. Anda adalah hakim terbaik yang berhak menentukan
segala sesuatu yang harus dilakukan. Biarkan rasa bersalah yang dirasakan
saat tidak berhasil menyelesaikan sesuatu mempertajam pertimbangan Anda.
b. RELATIVITAS. Setelah membandingkan tugas atau aktivitas, makaAnda
akan semakin memahami tugas yang seharusnya diberi prioritas lebih tinggi
daripada yang lain.
c. TIMING. Tengat waktu selalu punya cara untuk mendikte prioritas. Yang juga
penting tetapi sering terlewatkan ialah waktu memulai pekerjaan yang
disyaratkan agar menyelesaikan proyek tepat pada waktunya
32
Teknik Manajemen Waktu
a. Perencanaan. Perencanaan merupakan proses yang kompleks. Namun
perencanaan merupakan kunci untuk menghilangkan tekanan akibat terlalu
sedikitnya waktu. Perencanaan merupakan cara menstruktur waktu.
Perencanaan membuat dua kontribusi yang membawa tatanan ke dalam hidup.
Pertama, perencanaan memberitahu cara beranjak dari kondisi saat ini menuju
kondisi yang diinginkan. Kedua, perencanaan mengidentifikasikan sumber
daya yang diperlukan agar bisa mencapainya. Perencanaan memungkinkan
seseorang mengerjakan dan menyelesaikan proyek sesuai jadwal, sekaligus
memperkirakan biaya secara akurat.
Perencanaan biasanya bisa berupa jangka panjang dan jangka pendek.
Perencanaan jangka panjang mendeskripsikan hal-hal yang ingin dicapai
selama tiga bulan berikutnya, sekaligus proyek apa pun yang durasinya
melebihi satu minggu. Perencanaan jangka pendek mencakup hal-hal yang
ingin dicapai hari ini atau minggu ini, yang mencakup langkah menuju sasaran
jangka panjang.
b. Pembuang Waktu yang Umum. Setiap orang membuang waktu. Hal ini sudah
menjadi bagian dari manusia. Terkadang waktu yang terbuang dapat
bermanfaat, karena membantu Anda bersantai atau mengurangi ketegangan.
33
Pembuangan waktu biasanya bersumber dari dua sumber. Sumber pertama
ialah lingkungan dan yang kedua adalah diri sendiri.
Disorganisasi merupakan alasan utama waktu yang terbuang. Bukti
disorganisasi ditunjukkan oleh tata letak area kerja. Segala sesuatu harus
diletakkan sesuai tempatnya, agar pada saat membutuhkannya dengan mudah
ditemukan.
Penundaan. Kita semua selalu menunda. Biasanya, hal ini disebabkan oleh
tugas yang membosankan, sulit, tidak menyenangkan, atau memerlukan kerja
keras tetapi pada akhirnya memerlukan penyelesaian. Saat hal ini terjadi,
berikut tips untuk mengatasinya: tetapkan tengat waktu, selesaikan terlebih
dahulu, buatlah system penghargaan (reward), bagilah pekerjaan menjadi
tahapan kecil, aturlah tindak lanjut dan lakukan sekarang!
Kebutuhan Pribadi. Banyak pembuangan waktu yang berasal dari diri sendiri
merupakan akibat dari upaya untuk memuaskan kebutuhan pribadi seperti
penerimaan sosial, kesempurnaan (perfeksionisme), dan penghindaran risiko.
Pada umumnya orang tidak menyadari proses ini.
Waktu
dapat
berinteraksi
dengan
variable-variabel
lainnya
untuk
mempengaruhi perilaku pembelian. Waktu dalam sehari merupakan variable
situasional yang penting, yang dapat digunakan untuk mensegmen produk. Unsur
34
situasi waktu dapat pula mempengaruhi situasi strategi distribusi. Konsumen
tidak mempunyai cukup waktu ingin memperoleh produk-produk dengan cepat
dan usaha yang minimal.
3. Sosialisasi
Sosialisasi adalah suatu proses, dimana anggota masyarakat yang baru
mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi
anggota (Soekanto, 2009). Sosialisasi adalah proses belajar seorang anggota
masyarakat
untuk
mengenal
dan
menghayati
kebudayaan
masyarakat
disekitarnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses mempelajari,
menghayati, dan menanamkan suatu nilai, norma, peran, pola perilaku yang
diperlukan individu-individu untuk dapat berpartisipasi yang efektif dalam
kehidupan masyarakat.
Melalui proses sosialisasi, keluarga menyampaikan makna budaya
masyarakat, sub budaya, kelas sosial kepada anak-anak mereka dan dengan
demikian mempengaruhi afek, kognisi, perilaku anak-anak mereka. Sosialisasi
konsumen merujuk ke bagaimana anak-anak mendapatkan pengetahuan tentang
produk dan jasa dan keterampilan yang terkait dengan berbagai konsumsi (seperti
bagaimana cara menawar).
35
Sosialisasi dapat terjadi secara langsung melalui instruksi “intensional”
(=secara sengaja) atau secara tidak langsung melalui observasi dan pemodelan
(modeling). Sosialisasi tak langsung terjadi ketika orang tua berbicara tentang
produk dan merek atau membawa anak-anak mereka pergi berbelanja.
Kadang-kadang orang tua dengan sengaja mencoba memberikan pelajaran
tentang keterampilan konsumen seperti cara mencari produk, mencari harga yang
relatif murah, cara tawar-menawar dengan tenaga penjual, mengembalikan
produk yang sudah dibelinya akan tetapi tidak cocok, untuk mendapatkan uang
kembali, cara membuang produk yang sudah tidak dipakai/dipergunakan (daur
ulang, “hold a garage sale”).
Pengetahuan konsumen yang dibentuk
mempengaruhi keputusan
sewaktu masih anak-anak dapat
dalam pembelian dikemudian hari. Beberapa orang
dewasa masih menggunakan merek
produk yang sama seperti yang dibelikan
oleh orang tua sebelumnya.
Arus sosialisasi tidak terbatas pada orang tua mempengaruhi anak, akan
tetapi anak-anak juga bisa mempengaruhi orang tua mereka (anak memberitahu
orang tuanya tentang jenis musik yang baru, cucu memberitahukan kepada
nenek/kakeknya tentang perumahan untuk para pensiunan). Sosialisasi konsumen
dapat terjadi selama hidup, sebab orang selalu mempelajari ketrampilan
konsumen dan mendapatkan pengetahuan produk.
36
Sosialisasi konsumen didasarkan atas tiga komponen : faktor-faktor latar
belakang, agen sosialisasi, dan mekanisme pembelajaran seperti ajaran kognitif,
operant conditioning, dan pemodelan.
a. Faktor-faktor latar belakang sosialisasi (socialization background factor),
meliputi variabel-variabel seperti status sosioekonomis konsumen, jenis
kelamin, usia, golongan sosial, dan latar belakang religious.
b. Agen sosialisasi adalah mereka yang langsung terlibat dengan konsumen yang
berpengaruh karena frekuensi kontak, kepentingan, atau pengendalian atas
imbalan dan hukuman yang diberikan kepada konsumen.
Contoh agen
sosialisasi adalah orang tua, saudara laki-laki dan perempuan, teman sebaya,
guru, media, dan kepribadian media seperti atlet, bintang film, dan bintang
rock.
c. Mekanisme pembelajaran. Yang melakukan sosialisasi tersebut selanjutnya
akan mempengaruhi proses belajar konsumen melalui proses belajar modeling,
proses belajar penguatan, dan proses belajar kognitif.
Menurut Geroge Herbert Mead (dalam Henslin, 2006), sosialisasi yang
dilakukan seseorang dapat dibedakan melalui empat tahap:
Pertama, tahap persiapan (preparatory stage) pada tahap ini dialami sejak
manusia dilahirkan. Saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia
sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Dalam hal ini
37
diibaratkan para petani yang menjadi sasaran sosialisasi sebagai seorang anak
yang baru lahir, belum tahu sama sekali tentang tata cara pemupukan yang baik
dan para petani mulai mempersiapkan diri untuk mengenal apa itu pemupukan
berimbang.
Kedua, tahap meniru (play stage) pada tahap ini ditandai dengan semakin
sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang
dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama dirinya dan siapa
nama orangtuanya. Anak mulai menyadari apa yang dilakukan ibunya dan apa
yang diharapkannya. Dengan kata lain kemampuan untuk menempatkan diri pada
posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Di tahap meniru ini
diibaratkan dengan terbentuknya kesadaran diantara para petani tentang apa itu
pemupukan berimbang dan bagaimana tata cara pemupukan berimbang yang
baik.
Ketiga, tahap siap bertindak (game stage) pada tahap ini penitu sudah mulai
berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri
dengan penuh kesadaran. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan
hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan temannya
diluar rumah. Diibaratkan di tahap ketiga ini para petani yang tadinya telah
mempunyai kesadaran pemupukan berimbang, secara langsung berperan dalam
pelaksanaan pemupukan berimbang.
38
Keempat, tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage) pada tahap ini
seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya di
posisi masyarakat secara luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan,
kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya.
Manusia dalam tahap ini telah menjadi warga masyarakat sepenuhnya.
Diibaratkan seperti petani secara bersama-sama sudah menjadi pemupukan
berimbang sebagai aturan dan bahkan menjadi budaya dalam bidang pertanian.
4. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukan oleh konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi
produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka
(Schiffman, Kanuk & Wisenbilt, 2010).
Perilaku konsumen adalah studi mengenai individu, kelompok atau
organisasi dan proses-proses yang mereka gunakan untuk menyeleksi,
mendapatkan, menggunakan, dan menghentikan pemakaian produk, jasa,
pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan, serta dampak proses-proses
tersebut terhadap konsumen dan masyarakat (Hawkins & Mothersbaugh, 2013).
Perilaku konsumen adalah proses-proses yang terjadi manakala individu atau
kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau menghentikan pemakaian
39
produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan hasrat
tertentu (Solomon, 2013)
Dimensi perilaku konsumen meliputi tiga aspek utama: tipe, perilaku, dan
peranan pelanggan.
Tipe pelanggan meliputi:
Konsumen akhir atau konsumen rumah tangga, yaitu konsumen yang
melakukan
pembelian
unutk
kepentingan
dirinya
sendiri,
kepentingan
keluarganya, atau keperluan hadiah bagi teman maupun saudara, tanpa
bermaksud untuk menjual-belikannya. Dengan kata lain, pembelian dilakukan
semata-mata untuk keperluan konsumsi sendiri.
Konsumen bisnis (disebut pula konsumen organisasional, konsumen
industrial, atau konsumen antara) adalah jenis konsumen yang melakukan
pembelian untuk keperluan pemrosesan lebih lanjut kemudian dijual (produsen);
disewakan kepada pihak lain; dijual kepada pihak lain (pedagang); digunakan
untuk keperluan layanan sosial dan kepentingan publik (pasar pemerintah dan
organisasi). Dengan demikian, tipe konsumen ini meliputi organisasi bisnis
maupun organisasi nirlaba (seperti rumah sakit, sekolah, instansi pemerintah,
Lembaga Swadaya Masyarakat).
40
Peranan konsumen terdiri dari:
User adalah orang yang benar-benar (secara aktual) mengkonsumsi atau
menggunakan produk atau mendapatkan manfaat dari produk atau jasa yang
dibeli. Payer adalah orang yang mendanai atau membiayai pembelian. Buyer
adalah orang yang berpartisipasi dalam pengadaan produk dari pasar.
Masing-masing peranan diatas bisa dilakukan oleh satu orang, bisa pula oleh
individu yang berbeda. Jadi, seseorang bisa menjadi user sekaligus payer dan
buyer. Selain itu, bisa juga individu A menjadi payer, B menjadi user, dan C
menjadi buyer. Itu semua tergantung pada konteks
atau situasi pembelian.
Perilaku pelanggan, terdiri atas:
Aktivitas mental, seperti menilai kesesuaian merek produk, menilai kualitas
produk berdasarkan informasi yang diperoleh dari iklan, dan mengevaluasi
pengalaman aktual dari konsumsi produk/jasa.
Aktivitas fisik, meliputi mengunjungi toko, membaca panduan konsumen
atau katalog, berinteraksi dengan wiraniaga, dan memesan produk.
Pemahaman atas proses aktivitas mental dan fisik pelanggan ini mengarah
pada pengidentifikasian pihak mana saja yang terlibat daslam proses tersebut,
siapa saja yang memainkan peran yang ada (user, payer, dan buyer), mengapa
41
proses-proses tertentu bisa terjadi, karakteristik konsumen seperti apa yang
menentukan perilaku mereka, dan faktor lingkungan apa yang mempengaruhi
proses perilaku pelanggan.
5. Keputusan Pembelian
a. Pengertian Keputusan Pembelian
Menurut Kotler (2005), keputusan pembelian adalah preferensi
konsumen atas merek-merek yang ada di dsalam kumpulan pilihan dan niat
konsumen untuk membeli merek yang paling disukai. Menurut Schiffman
dan Kanuk (2007), keputusan adalah suatu tahapan proses yang berhubungan
dengan cara konsumen mengambil keputusan pembelian.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2007), keputusan pembelian
adalah suatu proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan
pembelian produk.
b. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian
Menurut Kotler & Keller (2009), perilaku konsumen secara umum
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1) Kebudayaan (culture), faktor kebudayaan berpengaruh luas dan
mendalam terhadap perilaku konsumen dalam mengambil keputusan
42
pembelian. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh
budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli.
Budaya (culture) adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang
yang paling mendasar. Budaya dapat didefinisikan sebagai suatu symbol
dan fakta yang diciptakan oleh manusia dan diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya. Perilaku konsumen biasanya dapat dipelajari dari
lingkungan skitarnya. Sehingga nilai, persepsi, preferensi, dana perilaku
antara seorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan
orang lain yang berada di lingkungan yang lain pula.
Sub-budaya (subcultures), setiap budaya memiliki kelompok-kelompok
kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk
perilaku anggotanya. Sub-budaya dibedakan menjadi empat kelompok
yaitu kelompok kebangsaan, kelompok keagamaan, wilayah geografis,
dan kelompok ras.
Kelas sosial (social classes), yaitu sebuah kelompokyang relatif homogen
dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah
urutan jenjang dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai,
tingkah laku yang sama. Kelas sosial tidak ditentukan oleh faktor tunggal
seperti pendapatan, kekayaan, dan variable lainnya. Secara umum kelas
sosial dibagi menjadi tiga, yaitu upper class, middle class, dan lower
43
class.
2) Sosial (social), perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial seperti kelompok preferensi, keluarga, peran, dan status sosial dari
konsumen.
Kelompok acuan (preference groups), seseorang adalah semua
kelompok yang mempunyai
pengaruh langsung atau tidak langsung
terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok yang mempunyai
pengaruh langsung disebut kelompok keanggotaan (membership group).
Beberapa dari kelompok ini merupakan kelompok primer (primary
group) dengan siapa seseorang berinteraksi dengan apa adanya secara
terus menerus dan tidak resmi, seperti keluarga, teman, tetangga dan
rekan kerja. Masyarakat juga menjadi kelompok sekunder (secondary
group),
seperti
agama,
professional
dan
kelompok
persatuan
perdagangan, yang cenderung lebih resmi dan memerlukan interaksi
yang kurang berkelanjutan.
Keluarga, adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat dan anggota keluarga merepresentasikan kelompok
referensi utama yang paling berpengaruh. Ada dua keluarga dalam
kehidupan pembeli. Yang pertama, keluarga orientasi (family of
erientation) terdiri dari orang tua kandung dan saudara kandung. Yang
44
kedua, keluarga prokreasi (family of procreation) yaitu pasangan dan
anak-anak.
3) Pribadi
(personal),
keputusan
pembeli
juga
dipengaruhi
oleh
karakteristik pribadi, antara lain:
Usia dan tahap siklus hidup (age and stage in life cycle), orang akan
mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang kehidupan
mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan
usia. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga
pemasar hendaknya memperhatikan perubahan minat pembelian yang
terjadi berhubungan dengan daur hidup manusia.
Pekerjaan dan keadaan ekonomi (working and economic condition),
pekerjaan mempengaruhi pola konsumsi dan pilihan produk dipengaruhi
oleh keadaan ekonomi; penghasilan yang dapat dibelanjakan (tingkat,
stabilitas, dan pola waktu), tabungandan asset, utang, kekuatan pinjaman
dan sikap terhadap pengeluaran dan tabungan. Dengan demikian
pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok pekerjaan yang
mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa yang
mereka tawarkan dan bahkan menghantarkan produk khusus untuk
kelompok pekerja tertentu.
45
Kepribadian dan konsep diri (personality and self concept), tiap orang
mempunyai kepribadian yang khas dan ini akan mempengaruhi perilaku
pembeliannya. Keperibadian mengacu pada karakteristik psikologis
yang unik ang menimbulkan tanggapan relative konstan terhadap
lingkungan sendiri. Kepribadian sangat bermanfaat untuk menganalisis
perilakuk konsumen bagi berbagai pilihan produk dan merek. Atau
pemasar juga dapat menggunakan konsep diri atau cerita diri seseorang.
Untuk memahami perilaku konsumen, pemasar dapat melihat pada
hubungan antara kosnep diri dan harta yang dimiliki seseorang.
Gaya hidup dan nilai inti (life style and core value), orang yang berasal
dari subbudaya, kelas sosial dan pekerjaan yang sama dapat mempunyai
gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di
dunia yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapat. Gaya hidup
memotret interaksi “seseorang secara utuh” dengan lingkungannya. Gaya
hidup terbentuk oleh keterbatasan uang dan keterbatasan waktu.
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh nilai inti, sistem kepercayaan
yang mendasari sikap dan perilaku. Nilai inti lebih dalam daripada
perilaku atau sikap dan menentukan pilihan dan keinginan seseorang pada
tingkat dasar dalam jangka panjang.
46
c. Tahapan Proses Keputusan Pembelian
Proses keputusan konsumen bisa diklasifikasikan secara garis besar ke
dalam tiga tahap utama: pra-pembelian, konsumsi dan evaluasi purnabeli.
Tahap pra-pembelian mencakup semua aktivitas konsumen yang terjadi
sebelum terjadinya transaksi pembelian dan pemakaian jasa. Tahap ini
meliputi tiga proses, yakni identifikasi kebutuhan, pencarian informasi dan
evaluasi alternatif.
Tahap konsumsi merupakan tahap proses keputusan konsumen dimana
konsumen membeli dan menggunakan produk atau jasa. Sedangkan tahap
evaluasi purnabeli adalah tahap proses pembuatan keputusan konsumen
sewaktu konsumen menentukan apakah ia telah membuat keputusan
pembelian yang tepat.
Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen Jasa
Kesemua proses dalam gambar 2.1 dilalui manakala konsumen membeli
jasa keterlibatan tinggi (high involvement services), yaitu jasa yang secara
psikologis penting bagi konsumen karena menyangkut kebutuhan sosial atau
self esteem, serta memiliki persepsi rersiko yang besar (risiko sosial, risiko
psikologis, dan risiko finansial).
47
Sementara dalam situasi pembelian jasa keterlibatan rendah, proses
pencarian informasi dan evaluasi alternatif biasanya minimum. Tak jarang
bahkan keputusan pembelian dilakukan secara impulsif.
Tingkat keterlibatan konsumen dengan pembelian produk atau jasa
tertentu amat tergantung pada kebutuhan yang ingin dipuaskan dan sumber
daya yang tersedia. Dengan demikian, produk keterlibatan tinggi bagi
seseorang, bisa jadi adalah produk keterlibatan rendah bagi orang lain.
Identifikasi Kebutuhan
Proses pembelian diawali ketika seseorang mendapatkan stimulus
(pikiran,
tindakan
atau
motivasi)
yang
mendorong
dirinya
untuk
mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus bisa
berupa:
1) Commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan
stimulus bagi konsumen untuk melakukan pembelian, sebagai hasil
usaha promosi perusahaan
2) Social cues adalah stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi
yang
dijadikan panutan atau acuan oleh seseorang.
3) Physical cues, yakni stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, lapar,
lelah dan biological cues lainnya.
Stimulus mempengaruhi kebutuhan seseorang akan produk atau jasa
48
tertentu. Seorang konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli suatu
produk atau jasa pada situasi “shortage” (kebutuhan yang timbul karena
konsumen tidak memiliki produk atau jasa tertentu) maupun “unfulfilled
desire” kebutuhan yang timbul karena ketidakpuasan pelanggan terhadap
produk atau jasa saat ini).
Karena interaksi sosial berlangsung dalam penyampaian jasa (khususnya
jasa kontak tinggi), pemahaman atas nilai pelanggan atau kebutuhan
fundamental sangat esensial bagi terciptanya kepuasan dan loyalitas
pelanggan. Pemahaman atas kebutuhan dasar manusia berperan penting
dalam pemahaman atas cara konsumen bereaksi terhadap pengalaman
penyampaian jasa.
Pencarian Informasi
Identifikasi masalah atau kebutuhan memerlukan solusi yang biasanya
berupa pembelian barang atau jasa spesifik. Sebelum memutuskan tipe
produk, merek spesifik, dan pemasok yang bakal dipilih, konsumen biasanya
mengumpulkan berbagai informasi mengenai alternatif-alternatif yang ada.
Akan tetapi, dalam semua proses pembuatan keputusan konsumen,
jarang sekali dijumpai ada konsumen yang mempertimbangkan hanya
sebagian merek, produk atau pemasok yang diorganisasikan ke dalam:
1) Awareness set, terdiri atas merek-merek atau pemasok-pemasok yang
49
diketahui pelanggan.
2) Evoked set, terdiri atas merek atau pemasok dalam sebuah kategori
produk atau jasa yang diingat pelanggan sewaktu membuat keputusan
pembelian.
3) Consideration set, terdiri dari merek atau pemasok di dalam evoked set
yang akan dipertimbangkan pelanggan untuk dibeli setelah merek atau
pemasok yang dianggap tidak memenuhi kebutuhan dieliminasi
Mullins, Walker & Boyd (2008) mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang berpotensi meningkatkan aktivitas pencarian informasi pra-pembeli
antara lain:
1) Faktor produk:
Rentang waktu antar pembelian lama (produk yang jarang digunakan
atau produk tahan lama); Model atau corak produk sering berubah;
Volume pembelian besar; Harga produk relatif mahal; Banyak tersedia
merek alternatif; Banyak terdapat variasi fitur produk atau jasa.
2) Faktor situasional:
Pengalaman: pembelian untuk pertama kali, tidak ada pengalaman masa
lalu karena produknya masih baru, dan pengalaman masa lalu yang tidak
memuaskan terhadap kategori produk yang dibeli.
Penerimaan sosial: produk atau jasa yang dibeli dimaksudkan sebagai
50
hadiah untuk orang lain, produk atau jasa yang dibeli bernilai sosial
tinggi (socially visible).
Pertimbangan berkenaan dengan nilai produk: pembelian produk atau
jasa tidak bersifat wajib, semua alternatif merek/produk memiliki
konsekuensi positif-negatif, anggota keluarga tidak sepakat mengenai
kriteria produk atau evaluasi alternatif merek, pembelian berkaitan
dengan pertimbangan ekologis, banyak sumber informasi yang saling
bertentangan.
3) Faktor personal:
Karakteristik
demografis
konsumen:
bependidikan
tinggi,
perpenghasilan tinggi, pekerja berkerah putih (white-collar occupation),
berusia dibawah 35 tahun.
Kepribadian: berpikiran terbuka (open-minded), low-risk perceiver,
keterlibatan produk tinggi, orang yang menikmati aktivitas berbelanja
dan mencari informasi produk atau jasa.
Dalam pembelian jasa konsumen lebih mengandalkan sumber personal
dikarenakan faktor-faktor berikut:
Pertama, media massa bisa mengomunikasikan informasi tentang search
quality namun tidak terlalu efektif dalam menyampaikan experience
quality. Dengan cara bertanya kepada teman tentang sebuah jasa,
pelanggan bisa mendapatkan informasi memadai tentang experience
51
quality.
Kedua, sumber non-personal kemungkinan tidak bersedia karena:
Banyak penyedia jasa adalahperusahaan local yang tidak berpengalaman
dalam beriklan atau tidak memiliki dana untuk itu. Cooperative
advertising (periklanan yang didanai bersama oleh pengecer dan
pemanafaktur) jarang digunakan karena kebanyakan penyedia jasa local
adalah produsen sekaligus pengecer jasa. Asosiasi profesional melarang
periklanan selama bertahun-tahun sehingga baik kalangan professonal
maupun klien cenderung menolak iklan meskipun kini iklan diijinkan
pada beberapa tipe profesi tertentu.
Ketiga, karena pelanggan hanya bisa menelaah sedikit atribut sebelum
pembelian jasa, mereka cenderung mempersepsikan risiko yang lebih
besar dalam memilih alternatif yang tidak begitu dikenal.
Evaluasi Alternatif
Setelah terkumpul berbagai alternatif solusi, konsumen kemudian
mengevaluasi dan menyeleksinya untuk menentukan pilihan akhir. Proses
evaluasi bisa sistematis (menggunakan serangkaian langkah formal, seperti
model multi-atribut), bisa pula non-sistematis (memilih secara acak atau
semata-mata mengandalkan intuisi). Kendati demikian, model multi-atribut
sangat popular di kalangan peneliti perilaku konsumen. Menurut model ini,
52
konsumen menggunakan sejumlah atribut atau dimensi penting sebagai
referensi utama dalam mengevaluasi sebuah jasa (lihat tabel 2.2).
TABEL 2.2 ATRIBUT YANG BIASA DIGUNAKAN KONSUMEN
UNTUK MENGEVALUASI JASA
KATEGORI
Atribut biaya
ATRIBUT SPESIFIK
- Harga pembelian
- Biaya pengoperasian
- Biaya reparasi
- Biaya ekstra
- Biaya instalasi
- Tunjangan tukar-tambah
- Nilai atau harga jual kembali
Atribut kinerja
- Durabilitas atau keawetan
- Kualitas bahan
- Konstruksi
- Keandalan
- Kinerja fungsional (akselerasi, nutrisi, rasa)
- Efisiensi
- Keamanan
Atribut sosial
- Reputasi merek
- Citra status
- Popularitas di kalangan teman-teman
- Popularitas di antara anggota keluarga
- Gaya atau corak (style)
- Fashion
Atribut ketersediaan
- Tersedia di toko-toko setempat
- Syarat kredit
- Kualitas layanan yang tersedia di dealer setempat
- Waktu pengiriman
Sumber: Mullins, Walker & Boyd (2008).
53
Atribut-atribut tersebut mencerminkan berbagai aspek relevan dalam
pengalaman jasa spesifik. Konsumen yang berbeda cenderung menggunakan
serangkaian atribut yang berbeda dalam mengevaluasi berbagai alternatif
merek dalam kategori produk/jasa yang sama. Bahkan sekalipun dua orang
memakai serangkaian atribut yang sama, keputusan pembeliannya bisa
berbeda dikarenakan tingkat kepentingan masing-masing atribut berbeda
bagi masing-masing individu.
Pembelian dan Konsumsi
Salah satu perbedaan fundamental antara pembelian barang dan
pembelian jasa adalah adalah menyangkut proses produksi dan konsumsi.
Pada barang, tahap pembelian dan konsumsi biasanya terpisah. Meskipun
terdapat interaksi antara pemasar dan pelanggan selama tahap pembelian
aktual, tahap pemakaian barang biasanya terlepas dari pengaruh langsung
para pemasar.
Sebaliknya, sebagian besar jasa diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan. Konsekuensinya, perusahaan jasa berpeluang besar untuk secara
aktif membantu pelanggan memaksimumkan nilai dari pengalaman
konsumsinya. Penyedia jasa bisa secara efektif mempengaruhi proses
konsumsi dan evaluasi.
54
Evaluasi Purnabeli
Setelah pilihan dibuat dan jasa dibeli serta dikonsumsi, evaluasi
purnabeli akan berlangsung. Dalam tahap ini, konsumen mungkin
mengalami disonansi kognitif (keraguan menyangkut ketepatan keputusan
pembelian).
Apabila konsumen kecewa dikarenakan produk atau jasa bersangkutan
tidak memenuhi kebutuhan yang dimaksud, tidak berfungsi/beroperasi secara
memuaskan atau tidak sepadan dengan harganya, konsumen bersangkutan
berkemungkinan mengatribusikan ketidakpuasannya pada sejumlah sumber,
misalnya penyedia jasa, pengecer atau dirinya sendiri.
B. Kajian Riset Terdahulu
Penelitian ini juga pernah diangkat sebagai topik penelitian oleh beberapa
peneliti sebelumnya, maka peneliti juga diharuskan untuk mempelajari
penelitian-penelitian terdahulu yang dapat menjadi acuan dalam penelitian ini.
Berikut ini ditampilkan pada table 2.3 penelitian terdahulu:
55
TABEL 2.3 PENELITIAN TERDAHULU
No
Peneliti
Judul Penelitian
1.
Fifyanita
Ghanimata
(2012)
2.
Fivi
Rahmatus
Sofiyah
(2013)
3.
Mahendra
Mahardja
Asmoro
(2011)
Analisis Pengaruh Harga,
Kualitas Produk, dan Lokasi
Terhadap Keputusan Pembelian
(Lokasi)
Pengaruh Harga dan Waktu
Terhadap Keputusan Pembelian
Jajanan Kaki Lima Daerah
Medan Johor Medan
(Waktu)
Pengaruh Kualitas Nilai Dasar
Budaya, Kualitas Sosialisasi,
Kualitas Individu Dan Sikap
Terhadap Keputusan Pembelian
Cat Merek Dulux
(Sosialisasi)
4.
5.
Tina
Susanti
(2012)
Desmalita
Eka Santi
(2014)
Analisis Pengaruh Kualitas
Produk, Harga, Lokasi dan
Kualitas Pelayanan Terhadap
Keputusan Pembelian
(Lokasi)
Analisis Pengaruh Produk,
Lokasi, Promosi dan Kualitas
Pelayanan Terhadap
Keputusan Pembelian Produk
Merchandise
(Lokasi)
Sumber dari berbagai literature.
56
Metode Penelitian
SPSS (Statical Package
for the Social Sciences)
(Statical Package
for the Social
Sciences)
SPSS
(Statical Package
for the Social
Sciences)
Hasil Penelitian
Lokasi berpengaruh
terhadap Keputusan
Pembelian
Waktu berpengaruh
terhadap Keputusan
Pembelian
SPSS
(Statical Package
for the Social
Sciences)
Sosialisasi berpengaruh
terhadap Keputusan
Pembelian
SPSS
(Statical Package
for the Social
Sciences)
Lokasi berpengaruh
terhadap Keputusan
Pembelian
SPSS
(Statical Package
for the Social
Sciences)
Lokasi berpengaruh
terhadap Keputusan
Pembelian
C. Rerangka Pemikiran
Berikut adalah rerangka pemikiran penelitian ini:
GAMBAR 2.2 RERANGKA PEMIKIRAN
Latar Belakang
Tujuan
Fenomena yang
terjadi saat ini
menunjukkan
adanya
penurunan
pengunjung
pertunjukan seni
teater di Gedung
Kesenian
Jakarta.
Untuk
menganalisa
lokasi,
waktu serta
sosialisasi
terhadap
keputusan
pembelian
tiket
pertunjukan
seni teater
di Gedung
Kesenian
Jakarta
Rumusan Masalah
1. Apakah lokasi berpengaruh terhadap
keputusan pembelian tiket pertunjukan seni
teater di Gedung Kesenian Jakarta?
2. Apakah waktu berpengaruh terhadap
keputusan pembelian tiket pertunjukan seni
teater di Gedung Kesenian Jakarta?
3. Apakah sosialisasi konsumen berpengaruh
terhadap keputusan pembelian tiket
pertunjukan seni teater di Gedung Kesenian
Jakarta?
4. Apakah lokasi, waktu serta sosialisasi
berpengaruh terhadap keputusan pembelian
tiket pertunjukan seni teater di Gedung
Kesenian Jakarta?
Analisis Data
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel bebas yaitu: Pengaruh Lokasi (X1), Waktu
(X2) serta Sosialisasi (X3) terhadap variabel
terikat, yaitu Keputusan Pembelian (Y).
Y = a + b1X1 + b2X2 + b2X3
Hipotesis
H1: Terdapat pengaruh parsial lokasi terhadap keputusan
pembelian pembelian
H2: Terdapat pengaruh parsial waktu terhadap keputusan
pembelian pembelian
H3: Terdapat pengaruh parsial sosialisasi terhadap
keputusan pembelian pembelian
H4: Terdapat pengaruh simultan lokasi, waktu serta
sosialisasi terhadap keputusan
57
Gambar 2.2 menggambarkan bahwa keputusan pembelian tiket pertunjukan teater
di pengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya adalah lokasi, waktu dan
sosialisasi pertunjukan tersebut. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Pandora L. Kay,
Emma Wong dan Micheal Jay Polonsky mengenai Marketing cultural attactions:
understanding non-attendance and visitation barriers.
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan penelitian. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan masih berdasarkan teori. Hipotesis
yang dirumuskan atas dasar rerangka pikir yang merupakan jawaban sementara
atas masalah yang dirumuskan. Tujuan dari hipotesa adalah untuk menentukan
apakah jawaban dugaan yang bersifat hipotesis sesuai dengan fakta yang
dikumpulkan dan dianalisa dalam proses pengujian data.
1. Pengaruh Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian tiket pertunjukan teater di
Gedung Kesenian Jakarta.
Beberapa pendapat serta penelitian mengenai adanya pengaruh lokasi
terhadap keputusan pembelian cukup memberikan gambaran mengenai ada
atau tidaknya hubungan antara kedua hal tersebut.
Beberapa penelitian terdahulu, seperti penelitian dari Fifyanita
58
Ghnaimata (2012), Tina Susanti (2012) hingga Desmalita Eka Santi (2014)
menunjukkan bahwa lokasi berpengaruh positif terhadap keputusan
pembelian.
H1 : Lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan
teater di Gedung Kesenian Jakarta
2. Pengaruh Waktu Terhadap Keputusan Pembelian tiket pertunjukan teater di
Gedung Kesenian Jakarta.
Hasil penelitian dari Fivi Rahmatus Sofiyah (2013), menunjukkan
bahwa waktu berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
H2 : Waktu berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan
teater di Gedung Kesenian Jakarta
3. Pengaruh Sosialisasi Terhadap Keputusan Pembelian tiket pertunjukan teater
di Gedung Kesenian Jakarta.
Hasil penelitian dari Mahendra Maharja Asmoro (2011), menunjukkan
bahwa sosialisasi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
H3 : Sosialisasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan
teater di Gedung Kesenian Jakarta.
59
Download