BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hamstring Tightness
Hamstring adalah kelompok otot besar yang melalui sendi pinggul dan sendi lutut
dan sangat penting untuk fungsi normal berkaitan dengan berlari mapun berjalan, untuk
mempercepat pemulihan dari cedera hamstring dan pencegahan untuk masalah ke
depannya, dengan menjaga selalu agar hamstring selalu fleksibel dan kuat(Sears,2012).
Tightness suatu keadaan yang terjadinya tumpang tindih antara filamen aktin dan
myosin sehingga tidak dapat kembali ke posisi semula dalam keadaan normal.Tightness
pada otot hamstringakan membatasi gerak normal, bila tidak dilakukan penguluran.
Penyebab utama terjadi hamstring tightness yaitu postur yang salah yang akan
menyebabkan tidak seimbangannya otot pada otot – otot sekitarnya,serta terjadi kontraksi
otot yang berlebih pada salah satu otot saja. Dalam kasus ini otot hamstringakan
mengalami kontraksi yang berlebihan dan otot yang lainnya mengalami kelemahan. Otot
hamstring yang berkontraksi terus menerus akan mengalami penurunan ekstensibilitas
serta fleksibilitas otot sehingga terjadi pemendekan pada hamstring(Lubis 2011).
Hamstring tightness biasanya terjadi akibat rehabilitasi yang tidak memadai atau tidak
layak ketika cedera otot terjadi, atau rendahnya tingkat aktifitas fisik pada individu(
Akinpelu, 2005).
2.2 Anatomi Hamstring
Hamstring merupakan suatu grup otot sendi pangguldan lutut yang terletak pada
sisi belakang paha yang berfungsi utntuk gerakan fleksi lutut, ekstensi panggul, dan
membantu gerakan eksternal dan internal rotasi panggul. Kelompok otot ini terdiri atas
beberapa otot yaitu : biceps femoris, semitendinosus, dan semimembranosus (Irfan,
2008).
Gambar 1. Otot Hamstring(Anatomica’s body atlas,2002)
Gambar 2 Pembagian otot hamstring(Anatomica’s body atlas,2002 )
1. M.biceps femoris
Mempunyai dua caput yaitu caput longum dan caput breve.M.bicepsfemoris
caput longumbekerja pada dua sendi, berasal dari tuberositas ischiadicum
bersama – sama dengan M.semitendinosus. M.biceps femoris caput brevehanya
bekerja pada satu sendi, berasal dari sepertiga tengah linea aspera labium
lateraldan lateralis terhadap septum intermusculare. Penyatuan caput
membentuk M.biceps femoris yang berinsertio pada caput fibulae.Diantara otot
dan ligamentum collateral fibular sendi lutut terdapat bursa subtendinea musculi
bicepitis femoris inferior.Caput longum biceps femoris menghasilkan gerak
ekstensi(retroversi) sendi panggul.M.biceps femoris melakukan fleksi sendi
lutut dan rotasi lateralis tungkai bawah yang fleksi.Hanya terjadi rotasi lateralis
pada sendi lutut dan karena melawan semua otot rotator medialis.
2. M.semitendinosus
Berasal dari caput bersama yaitu tuber ischiadicum dan berjalan ke fascies
medialis tibiae bersama – sama dengan M.gracilis dan M.sartorius untuk
bergabung dengan pes anserinus superficialis. Diantara permukaan tibia dan
tempat perlengkatan pad apes anserinus. Otot ini bekerja pada dua sendi, yaitu
ekstensi pada sendi panggul dan fleksi pada sendi lutut serta rotasi medialis
tungkai bawah.
3. M.semimebranosus
Berasal dari tuberositas ischiadium dan berinsertio pada condylus medial
tibia.Otot ini berhubungan erat dengan M.semitendinosus. Di bawah
ligamentum collateral medial, tendonnya di bagi menjadi tiga bagianyaitu:
a. Bagian pertama berjalan ke anterior terhadap condylus medialis tibiae
b. Bagian kedua masuk ke fascia popliteal
c. Bagian ketiga melanjutkan diri ke dinding posterior capsula ligamentum
poplitea obliqum.
Pembagian menjadi tiga bagian ini dikenal sebagai pes anserinus
profundus.Otot ini bekerja pada dua sendi dan berfungsi mirip
M.semitendinosus. Otot ini dapat melakukan ekstensi sendi panggul dan
fleksi sendi lutut dengan rotasi medialis pada sendi lutut (Irfan,2008).
Gambar 3. Grup hamstring (Connnel et al.,2004).
2.2.1Fisiologi Otot Hamstring
Otot hamstring terdiri dari M.semimembranosus, M.semitendinosus dan M.biceps
femoris. Rotasi medialis terjadi karena adanya kontraksi dari otot – otot rotator medialis
yang terdiri dari M.semimembranosus, M.semitendinosus, M.gracilis, M.sartorius dan
M.popliteus.Rotasi lateralis dilakukan oleh M.biceps femoris, hampir merupakan satu –
satunya rotator lateralis paha dan mengimbangi semua otot yang bekerja sebagai rotator
medialis. Bila tungkai pada saat rotasi tidak menompang beban yang benar
makaakanmendapat bantuan yang kurang dari M.tensor fascia latae.Gerakan fleksi lutut,
ekstensi panggul, maupun gerakan eksternal dan internal rotasi panggul merupakan
gerakan dengan menggunakan beban tubuh, sehingga beban yang dihasilkan sangat besar
contoh gerakan tersebutseperti :melompat, berjalan, berlari, mengangkat, mendorong dan
menarik (Irfan, 2008)
2.2.2Patofisiologi terjadinya tightness
Tightness, adalah suatu keadaan kaku pada otot yang membatasi gerak ROM
normal kita.Pada kasus tertentu fleksibilitas pada otot yang buruk dapat menjadi faktor
utama yang menyebabkan nyeri pada otot dan sendi. Jika otot tidak dapat berkontraksi
dan relaksasi secara efisien, akan mengakibatkan menurunnya kemampuan dan
berkurangnya kontrol gerakan pada otot. Hilangnnya kekuatan dan tenaga pada saat
melakukan aktifitas diakibatkan karena pemendekan otot serta yangsudah menyempit
ototnya. Sebagian kecil dari persentase pada kasustightness, kekakuan pada otot akan
menghambat sirkulasi darah.Sirkulasi darah yang baik sangat dibutuhkan dalam
pengambilan oksigen dan nutrisi yang adekuat pada otot. Sedangkan sirkulasi yang buruk
akan mengakibatkan otot cepat lelah dan akhirnya kemampuan tubuh untuk pulih setelah
melakukan latihan berat dan proses perbaikan otot jadi terganggu. Hal ini yang akan
menyebabkan seseorang untuk beresiko mengalami cedera, hilangnya peforma, merasa
tidak nyaman pada otot serta bisa meningkatnya resiko untuk cidera kembali.Pada saat
otot memendek, komponen yang ada dalam otot kehilangan ekstensibilitas serta
fleksibilitasnya, dimana filamen – filamen aktin dan myosin yang tumpang tindih
bertambah menyebabkan jumlah ikatan silang bertambah, dan berkurangnya jumlah
sarkomer serta terbentuknya abnormal ikatan silang padaotot yang akhirnya membuat
otot memendek. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan segera maka akan
mempengaruhi kekuatan otot berupa berkurangnya fleksibilitas otot yang normal,
perubahan hubungan panjang dan tegangan otot yang menyebabkan kelemahan otot,
pemendekan otot dan keterbatasan gerak sendi yang pada akhirnya akan menimbulkan
nyeri dengan intensitas yang lebih hebat pada saat otot diulur(Irfan, 2008).
Tingkat fleksibilitas otot sangat menentukan ukuran panjang otot itu sendiri. Pada
saat otot berkontraksi dan rileksasi, akan terjadi perubahan panjang dari otot tersebut.
Kekuatan total dari sebuah otot yang berkontraksi adalah merupakan hasil dari sejumlah
serabut pada saat otot dipertahankan pada posisi terulur maka spindle otot akan terbiasa
dengan panjang otot yang baru dan akan mengurangi sinyal tadi. Secara bertahap reseptor
stretch akan terlatih untuk memberikan panjang yang lebih besar lagi terhadap otot. Hal
ini tidak terlepas dari adanya proses adaptasi dalam tubuh manusia. Adaptasi merupakan
karakterstik utama pada otot skeletal sebagai respon dari latihan, perubahan akut dapat
terjadi pada sistem, organ atau sel (Wismanto, 2011).
2.3 Alat ukur pemeriksaan fleksibilitas hamstring
Fleksibilitas hamstring dapat diukur dengan sit and reach test. Tes ini bertujuan
mengukur fleksibilitas punggung bawah dan hamstring. Alat yang digunakan adalah
bench / meja sit and reach yang dilengkapi oleh penggaris atau skala (Evan, 2014)
Prosedur pelaksanaan :
1. Duduk dengan kedua tungkai lurus tanpa sepatu, kemudian kedua kaki rapat
dengan alat tersebut.
2. Kemudian diminta untuk membungkuk sejauh mungkin sehingga kedua
tangan bergeser diatas garis skala tersebut
3. Jika alat memiliki serambi 15 cm maka jarak yang oleh ujung jari tengah
ditambah dengan panjang serambi
4. Tes ini dilakukan sebanyak 3 kali, dan jarak terbaik dicocokkan dengan
table sit and reach
Usia 20 tahun keatas
Jenis kelamin
Baik sekali
Diatas rata - rata
Rata - rata
Bawah rata – rata
Buruk
Laki – laki
>40
34-39
30 – 33
25 – 29
<24
Perempuan
>41
37 - 40
33 – 36
28-32
<27
Gambar 4. Tabel sit and Reach test (Panteleimon et al, 2010)
2.4 Jenis – jenis stretching untuk menambah fleksibilitas hamstring
Stretching adalah bentuk dari penguluran atau peregangan pada otot – otot di setiap
anggota badan agar dalam setiap melakukan olahraga terdapat kesiapan serta untuk
mengurangi dampak cedera yang sangat rentan terjadi. Jenis – jenis stretching itu sendiri
ada bermacam – macam dan diantaranya seperti stretching pasif (statis) dan muscle
energy technique.
2.4.1Passive Stretching
Kysner Caroline dan Colby Lyn Allen (2007) dalam buku Therapeutic and
Techniques, menerangkan bahwa Stretching atau peregangan merupakan istilah umum
yang digunakan untuk menggambarkan suatu manuver teraputik yang bertujuan untuk
memanjangkan struktur jaringan lunak yang memendek secara patologis maupun non
patologis segingga dapat meningkatkan ROM. Ada dua hal yang perlu diperhatikan
dalam melakukan stretching, yaitu :
1. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggerakkan sendi atau beberapa
sendi melalui lingkup gerak sendi yang bebas nyeri. Fleksibilitas bergantung
ekstenbilitas otot, yang menyebabkan otot yang dapat melewati suatu sendi
dengan rileks, memanjang dan berada dalam medan gaya stretch.
2. Overstretch adalah suatu peregangan melampaui lingkup gerak sendi normal
dan
jaringan
lunak
sekitarnya,
sehingga
menghasilkan
hipermobilitas.Overstretch diperlukan bagi orang – orang tertentu yang sehat
dengan kekuatan dan stabilitas normal yaitu orang – orang tertentu berperan
aktif dalam olahraga yang memerlukan fleksibilitas berlebihan. Overstretch
menjadi abnormal ketika struktur penopang sendi dan kekuatan otot disekitar
sendi tidak cukup dan tidak dapat mempertahankan stabilitas sendi dan posisi
fungsional selama aktivitas (Wismanto, 2011).
Dalam metode stretching pasif(statis), gerakannya dilakukan dengan meregangkan
kelompok otot secara perlahan – lahan sampai otot yang diregang terasa sakit (namun
bukan sakit yang maksimal).Setelah otot terasa sakit, maka dengan segera fisioterapis
membantu untuk memberi regangan lebih jauh lagi.Pada saat itulah refleks muscle
spindle melakukan tugasnya untuk mengkontraksikan otot, sehingga pemanjangan otot
sudah tidak dimungkinkan lagi. Dalam peregangan pasif, pemanjangan otot bisa lebih
dimungkinkan lagi karena ada bantuan orang lain untuk memberi regangan pada otot
(Guyton, 2005).
Menurut “ journal of strength and conditioning research” pada tahun 2009
dilakukan penelitian dengan empat peserta, yang dua peserta melakukan peregangan
aktif( dinamis) dan dua peserta lainnya melakukan pergangan pasif(statis). Dari hasil
akhir penelitian didapati peningkatan fleksibilitas hamstring dengan cara peregangan
pasif statis (Fasen JM et al, 2009).
Keuntungan dari peregangan pasif (statis) adalah cara yang paling aman terhadap
cedera, dan tenaga yang diperlukan lebih sedikit di bandingkan dengan peregangan aktif
dinamis. Manfaat dari peregangan ini adalah :
a. Menambah ROM dan LGS yaitu dengan mengulur otot, ligamen, persendian
ikut teregang sehingga memberi kesempatan persendian dan jaringan
disekitarnya terulur secara maksimal.
b. Mengurangi resiko cedera sendi dan otot
c. Memperlancar sirkulasi aliran darah
d. Mencegah kontraktur otot (Fredericus, 2013).
2.4.2 Muscle Energy Technique
Pengertian muscle Energy Technique(MET) merupakan teknik osteopatik yang
memanipulasi jaringan lunak dengan gerakan langsung dan dengan kontrol gerak yang
dilakukan pasien sendiri pada saat kontraksi isotonik maupun kontraksi isometrik yang
bertujuan untuk meningkatkan fungsi muskuloskeletal dan mengurangi nyeri. Muscle
Energy Technique memiliki prinsip dengan memanipulasi dengan cara halus, dengan
kekuatan tahanan gerak yang minimal hanya sebesar 20 – 30% dari kekuatan otot,
melibatkan control pernapasan pasien, dan dengan pengulangan yang optimal. Muscle
energy technique bekerja dengan merileksasikan otot tanpa menimbulkan nyeri dan
kerusakan jaringan melalui tekanan yang ringan dan lembut sehingga tidak membuat
jaringan iritasi dan teregang kuat (Chaitow, 2006).
Muscle Energy Technique merupakan teknik isometrik dan isotonikyang
digunakan untuk strengthening atau meningkatkan tonus otot yang lemah, melepaskan
hipertonus, stretching ketegangan otot dan fascia, meningkatkan fungsi muskuloskeletal,
mobilisasi sendi pada keterbatasan gerak sendi, meningkatkan, sirkulasi lokal, dan
mengurangi nyeri.(Grubb et all, 2010)
Dari jurnal yang berjudul The Effect of Muscle Energy Technique on Hamtring
Extenbility : The Mecanism of Medicine (2003), ditemukan bahwa aplikasi dari muscle
energy technique menghasilkan peningkatan dan panjang otot secara signifikan terhadap
peregangan hamstring yang terjadi.Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi musle energy
technique tidak menghasilkan perubahan otot secara biomekanik, tetapi menciptakan
perubahan toleransi untuk meregangkan (Ballantyne, 2003).
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mohd.Waseem (2009) menunjukkan
bahwa muscle energy technique mampu meningkatkan sudut popliteal yaitu berarti terjadi
peningkatan fleksibilitas hamstring, dan mengatakan dengan jelas bahwa muscle energy
technique merupakan teknik yang efisien dalam meningkatkan fleksibilitas otot. Teknik
ini sangat sederhana dan dapat digunakan dengan mudah pada mereka yang mengalami
kurangnya fleksibilitas otot (Waseem et all, 2009).
Bentuk – bentuk Muscle Energy Technique
1.
Terdapat dua tipe muscle energy technique yaitu Post Isometric Relaxation (PIR) dan
Reciprocal Inhibition(RI) yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Isometric Muscle Energy Technique
Isometric muscle energy technique yang biasa disebut post isometric
relaxation(PIR) memiliki pengaruh utama yaitu mengurangi tonus pada otot yang
mengalami hipertonus dan mengembalikan panjang istirahat normal otot.
Mekanisme kerja secara singkat yaitu Gamma afferent kembali ke serabut
intrafusual dan kembali ke panjangnya, yang merubah panjang isitrahat serabut
ekstrafusual otot.
b. Isotonic Muscle Energy Technique
Isotonic
Muscle
Energy
Technique
menggunakan
teknik
reciprocal
innervation/inhibition yang memiliki prinsip kerja yaitu : ketika otot agonis
berkontraksi dan memendek, otot antagonis harus rileks dan memanjang sehingga
gerakan terjadi dibawah pengaruh otot agonis. Kontraksi otot agonis reciprocal
mengahambat otot antagonis sehingga menimbulkan gerakan yang pelan, lebih
kuatnya kontraksi otot agonis, hambatan lebih terjadi, dan otot antagonis lebih
rileks (Grubb, 2010).
2.
Pengaruh neurofisiologis Muscle Energy Technique
a. Post isometric relaxation(PIR) berpengaruh pada Golgi Tendon OrganPIR
mengacu pada pengurangan tonus otot agonis setelah kontraksi isometrik. Hal ini
terjadi karena reseptor stretch yang disebut dengan golgi tendon yang terletak
pada otot agonis. Reseptor ini bereaksi terhadap overstretching otot oleh inhibisi
otot yang selanjutnya berkontraksi. Hal ini secara natural melindungi reaksi
terhadap regangan berlebih, mencegah ruptur dan memiliki pengaruh memanjang
karena pengaruh relaksasi yang terjadi tiba – tiba pada seluruh otot dibawah
pengaruh stretching.Dalam teknik ini, kekuatan kontraksi otot terhadap
perlawanan yang sama memicu reaksi golgi tendon organ. Impuls saraf afferen
dari golgi tendon organ masuk ke akar dorsal medulla spinal dan bertemu dengan
inhibitor motor neuron. Hal ini menghentikan impuls motor neuron efferen dan
oleh karena itu terjadi pencegahan kontraksi lebih lanjut, tonus otot menurun,
kemudian mengahasilkan relaksasi dan pemanjangan otot agonis (Chaitow, 2006).
Gambar 5.Fisiologi post isometric relaxation (Yuli, 2013).
b. Reciprocal inhibition(RI) berpengaruh pada muscle spindle
RI mengacu pada inhibisi otot antagonis ketika kontraksi isometrik yang
terjadi dalam otot agonis.Hal ini terjadi karena reseptor terulur dalam serabut otot
agonis muscle spindle.Muscle spindle bekerja untuk mempertahankan panjang
otot secara tetap dengan memberikan umpan balik pada perubahan kontraksi,
dalam hal ini arah muscle spindle memainkan bagian dalam proprioseptif. Dalam
respon utnuk peregangan, muscle spindle menghentikan impuls saraf yang
meningkatkan kotraksi, hingga mencegah peregangan yang berlebihan.
Muscle spindle menghentikan impuls yang membangkitkan serabut saraf
afferen atau otot agonis, bertemu dengan excitatory motor neuron otot agonis
(dalam medula spinalis) dan pada waktu yang samamenghalangi motor neuron
otot agonis serta mencegah kontraksi otot agonis. Hal ini menghasilkan relaksasi
antagonis sehingga disebut reciprocal inhibition. Saat otot agonis berhenti
berkontraksi melawan tahanan, muscle spindle berhenti membebaskan dan otot
rileksasi, hal ini memiliki efek yang sama seperti post isometric relaxation.
Gambar 6.Reciprocal inhibition (Yuli, 2013).
Singkatnya, ketika otot agonis berkontraksi melawan tahanan yang sama
(secara isometrik) terjadi respon peregangan dua reseptor. Pertama muscle spindle
bereaksi meregangkan otot dan direspon oleh inhibisi antagonis(RI), kedua golgi
tendon merespon peregangan pada tendon, kemudian dilakukan inhibisi lanjut
oleh otot agonis(PIR), hal ini akan membuat muscle spindle menginhibisi secara
efektif untuk memberikan relaksasi agonis.
Muscle spindle sensitif terhadap perubahan panjang dan perubahan
kecepatan serabut otot sedangkan golgi tendon organ sensitif terhadap lamanya
perubahan tegangan otot. Peregangan otot dapat mengakibatkan peningkatan
aliran impuls dari muscle spindle ke posterior horn cell (PHC) pada medula
spinalis.Sebaliknya, anterior horn cell (AHC) mengalirkan peningkatan motor
impuls ke serabut otot yang membuat pelindungtegangan terhadap peregangan
yang ditahan.
Akan tetapi, peningkatan tegangan terjadi beberapa detik dalam golgi
tendon organ yang mengalirkan impuls ke PHC dan menghambat pengaruh
peningkatan stimulus motor di AHC. Pengaruh hambatan ini menyebabkan
pengurangan impuls motor dan terjadi relaksasi. Hal ini secara tidak langsung
menerangkan bahwa regangan otot akan meningkatkan seluruh kemampuan
regangan yang membentuk pelindung relaksasi pada golgi tendon organ yang
berfungsi untuk menolak pencegahan terjadinya kontraksi (Chaitow, 2011).
3.
Pada sirkulasi darah
Muscle Energy Technique merupakan teknik yang dilakukan secara halus dan
tanpa tekanan pada jaringan. Tekanan pada jaringan yang keras akan menimbulkan
efek perlawanan atau pertahanan jaringan terhadap respon tekanan keras yang
mengakibatkan kerusakan kerusakan atau iritasi pada jaringan membentuk trauma
kecil yang menimbulkan peradangan dan nyeri. Peradangan yang terjadi akan
membuat darah mengisi jaringan yang membuat luka dan menimbulkan nyeri yang
menambah kerusakan pada jaringan. Jaringan yang mengalami ketegangan,
pemendekan dan kekakuan akan mengakibatkan sirkulasi darah tidak lancar dan
menjadi iskemik yang membentuk trigger point di otot atau spasme pada otot.
Iskemik pada jaringan menyebabkan penumpukan zat iritan, penumpukan sisa
metabolisme dan oksigen terhambat untuk masuk ke dalam jaringan.
Muscle energy technique diaplikasikan pada jaringan yang mengalami
ketegangan, pemendekan, dan kekakuan dengan tahanan yang diberikan pada otot
secara halus atau dengan energi yang lembut dan tanpa tekanan paksa pada jaringan
yang akan menimbulkan pengaruh relaksasi pada jaringan sehingga ketegangan pada
jaringan berkurang, terjadi peningkatan sirkulasi darah, pengangkutan zat iritan,
meningkatkan metabolisme, dan oksigen dapat masuk kedalam jaringan (Chaitow,
2006).
4.
Pada fascia
Fascia kaya akannerve ending yang mampu berkontraksi dan elastis, fascia
memberikan penyangga dan stabilitas pada struktur jaringan sehingga postur
seimbang. Fascia berperan dalam membantu dalam sirkulasi vena dan limpatik, dan
merespon kongesti jaringan oleh pembentukan jaringan ikat fibrosa yang
meningkatkan konsentrasi ion hydrogen pada jaringan artikular dan periartikular
otot.
Ketegangan fascia akan menimbulkan efek penumpukan sisa metabolisme
dan terjadi iskemik sehingga muncul jaringan ikat. Fibrous atau abnormal ikatan
silang yang terjadi pada fascia akan menyebabkan timbulnyatrigger point pada otot
atau titik nyeri yang menyebar dan terjadi perlengketan fascia dengan otot(Fryer,
2011). Menurut Chaitow (2006) muscle energy technique dapat melepaskan
perlengketan yang terjadi pada fascia dengan melepaskan jaringan ikat fibrosa dan
meningkatkan sirkulasi darah dan meningkatkan metabolisme dan peregangan yang
halus dan rileks serta tanpa paksaan terhadap jaringan sehingga nyeri berkurang.
5.
Pada otot
Otot yang berkontraksi secara berlebihanakan mengakibatkan hipertonus.
Hipertonus yang terjadi akan menyebabkan ketegangan otot. Hal ini akan
mengubah fisiologis otot oleh mekanisme refleks. Ketika otot berkontraksi,
panjang dan tonusnya berubah dan mempengaruhi fungsi biomekanikal, biokimia
dan imunologi. Kontraksi otot memerlukan energi dan hasil metabolisme dalam
bentuk karbondiosida, asam laktat, dan pembuangan metabolisme lain yang harus
ditransportasikan dan dibuang (Chaitow, 2006).
Muscle energy technique memanjangkan otot yang terjadi pemendekan,
mengurangi kontraktur, mengurangi hipertonus otot yang spastik dan secara
fisiologikal memperkuat otot yang mengalami kelemahan. MET dapat membantu
meningkatkan kekuatan otot yang mengalami kelemahan dengan cara pasien
mengkontraksikan otot yang mengalami kelemahan melawan tahan fisioterapis
secara kontraksi isometrik secara halus dan lembut. Peningkatan metabolisme
pada otot akan mengurangi ketegangan otot, memanjangkan otot melalui
pengaruh relaksasi muscle energy technique, pengaruh relaksasi jaringan lunak
otot diperoleh dengan cara mereduksi ketegangan jaringan kontraktil otot
sehingga stress pada jaringan otot berkurang dan meningkatkan kekuatan otot
serta menyeimbangkan kontraksi antara otot agonis dan antagonis pada otot
postural yang mengalami ketidakseimbangan dimana satu sisi mengalami
kelemahan dan sisi lain mengalami pemendekan otot akibat kesalahan postur.
Teknik isometrikmuscle energy technique menggunakan tahanan dengan
tekanan minimal dimana hanya serabut otot yang aktif sedangkan serabut otot
yang lain terinhibisi. Selama relaksasi dimana pemendekan otot diregangkan
secara ringan dengan menghindari reflek regangsehingga menimbulkan efek
analgesia sehingga otot menjadi lebih rileks. Kekuatan yang digunakan yaitu 2030% akan menimbulkan penyembuhan kembali pada serabut otot phasic daripada
serabut otot tonik sehingga terjadipengaruh terhadap peregangan otot (Grubb,
2010).
6.
Pada sendi
Kekakuan sendi dapat menyebabkan pemendekan otot dan sebaliknya
pemendekan otot dapat menyebabkan kekakuan sendi.Selain itu, adanya nyeri,
spasme pada jaringan lunak, dan ketegangan otot dapat menyebabkan kekakuan
sendi atau hipomobilitas sendi. MET dapat memperbaiki mobilitas sendi yang
mengalami kekakuan dengan cara merileksakan otot
yang mengalami
pemendekan, spasme, dan ketegangan sehingga tercapai ROM baru. Fisioterapis
menggunakan MET untuk membantuk merileksasikan otot yang mengalami
pemendekan dan hipertonus. Jika sendi mengalami keterbatasan ROM tersebut
karena otot mengalami hipertonus, teknik ini dapat membantu menormalkan
jaringan lunak (Gibbons,2011).
2.4.3.PrinsipMuscle energy technique
Prinsip pelaksanaan muscle energy technique antara lain: (Chaitow 2006)
1. Palpasi
Sebelum
menerapkanmuscle
energy
technique,
fisioterapis
melakukan
pemeriksaan pada otot atau sendi yang mengalami tightness, hipomobilitas,
hipermobilitas, dan spasme dengan palpasi untuk menentukan target jaringan
yang akan diberikan terapi. Palpasi dapat dilakukan dengan melakukan gerak
pasif pada segmen tubuh pasien yang mengalami hipermobilitas, spasme, dan
tightness.Teknik palpasi yang dilakukan dengan tekanan yang relatif halus dan
rileks pada otot atau sendi saat dilakukan gerak pasif untuk menentukan besarnya
ketegangan otot atau mobilitas sendi.
2. Menutup mata
Fisioterapis melakukan pemeriksaan palpasi pada target jaringan sambil menutup
mata, untuk merasakan seberapa besar ketegangan otot atau tonus otot atau
mobilitas sendi sambil menggerakkan segmen yang dilakukan pemeriksaan secara
pasif secara perlahan dan halus serta merasakan end feel pada sendi. Setelah
menemukan otot atau sendi yang mengalami spasme, tightness, hipertonus,
hipermobilitas, hipomobilitas, fisioterapis menandai penemuannya dengan jari
dan membuka matanya.
3. Kontrol tahanan gerak
Tahanan gerak saat dilakukan kontraksi isometrik pada otot agonis hanya sebesar
20- 30% dari kekuatan otot pasien atau fisioterapis. Maksud dari kecilnya tahanan
gerak ini agar otot tidak mengalami regangan atau stretch yang berlebihan dan
pada jaringan lain agar tidak mengalami stres
berlebihan yang menambah
kerusakan jaringan dan mengiritasi jaringan sehingga menambah inflammasi pada
jaringan.
4. Waktu kontraksi
Waktu kontraksi isometrik yang dilakukan yaitu 10 detik. Panjang waktu
kontraksi ini dibutuhkan untuk beban kerja golgi tendon yang terhadap pengaruh
secara neurologis pada serabut otot intrafusal muscle spindle yang menghambat
tonus otot dan memberikan kesempatan pada otot untuk mendapatkan panjang
istirahat yang baru.
5. Teknik pulse(dorongan)
MET ditambahkan teknik pulse atau dorongan sendi yang mengalami
keterbatasan atau hipomobiliti sangat baik untuk melepaskan pembatasan dan
perlengketan pada kapsul ligamen sendi. Teknik pulse MET yang diterapkan pada
hipomobiliti sendi dengan dorongan ke anterior secara halus dan perlahan
mengikuti gerak sendi dan pernapasan pasien.
6. Pernapasan
Pernapasan pada MET sangat penting karena relaksasi yang diberikan lebih besar
dan sangat baik untuk meningkatkan sirkulasi darah. Saat melakukan kontraksi
isometrik, pasien diintruksikan menghembuskan nafas secara perlahan dan rileks
serta setelah MET, pasien diintruksikan untuk menarik dan menghembuskan nafas
dengan perlahan dan rileks. Tujuan pernapasan ini dilakukan dengan untuk
memberikan efek relaksasi pada jaringan dan otot agar ketegangan jaringan dan
otot menurun serta memberikan efek yang nyaman bagi pasien dengan relaksasi
yang dihasilkan.
7. Regangan atau stretching
Setelah melakukan isometrik selama 10 detik, fisioterapis meregangkan otot
selama 30 detik dengan perlahan dan halus.Peregangan ini tidak boleh dilakukan
lebih atau kurang dari 30 detik. Regangan yang kurang dari dari 30 detik tidak
akan memaksimalkan fleksibilitas otot dan menambah panjang istirahat otot baru.
Sedangkan regangan yang lebih dari 30 detik akan menimbulkan stres regangan
yang berlebihan pada otot dan jaringan.
8. Waktu pengulangan
Pengulangan yang dilakukan hanya 5X sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Waktu pengulangan ini efektif bagi rileksasi jaringan dan otot.
Kontra dan Indikasi darimuscle energy techniqueyaitu :
a. Indikasinya yaitu : pemendekan otot, hipertonus otot, ketidak seimbangan
otot, hipomibilitas sendi, memperkuat otot atau kelompok otot yang
mengalami kelemahan, nyeri miofascial, memulihkan gerak sendi akibat
disfungsi articular.
b. Kontra indikasinya yaitu : fraktur yang tidak stabil, osteoporosis, arthtritis
pada sendi yang sudah parah, sendi yang menyatu atau tidak stabil (Yuli,
2013).
Download