Informasi laba dalam laporan keuangan pada umumnya penting

advertisement
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
PENGARUH FREE CASH FLOW, PROFITABILITAS, DAN
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG
Tutik Mahsunah
[email protected]
Suwardi B. Hermanto
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
The purpose of this research is to test the influence of free cash flow, profitability, and institutional ownership to
the account receivable policy on manufacturing companies which are listed in Indonesia Stock Exchange (IDX).
This research uses quantitative method and it categorizes as comparative causal research. The population is
manufaturing companies which are listed in Indonesia Stock Exchange from 2008 to 2012. 20 companies have
been selected as samples by using purposive sampling method. The data is secondary data. The data collection
method uses library study and documentation. The data has been obtained from Indonesia Stock Exchange
official sites (IDX) i.e.: www.idx.co.id. The multiple regression technique is used as data analysis technique.
The result of research shows that free cash flow has positive influence to the account receivable policy,
profitability has negative influence to the account receivable policy. Institutional ownership has postive influence
to the account receivable policy. While the capability of free cash flow, profitability, and institutional ownership
in explaining the account receivable policy is 65.9% the remaining 34.1% is explained by other variables outside
the regression model.
Keywords: free cash flow, profitability, institutional ownership, account receivable policy.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan
institusional terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan digolongkan sebagai penelitian
yang bersifat kausal komparatif. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008 sampai 2012. Pemilihan sampel ditentukan
berdasarkan metode purposive sampling dan diperoleh sebanyak 20 perusahaan. Jenis datanya adalah
sekunder. Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi dan studi pustaka. Data diperoleh
dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id. Teknik analisis data dengan
menggunakan teknik regresi berganda.
Hasil penelitian membuktikan bahwa free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang,
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang, dan kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Sedangkan kemampuan free cash flow, profitabilitas,
dan kepemilikan institusional dalam menjelaskan kebijakan hutang adalah sebesar 65,9%, selebihnya
sebesar 34,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi.
Kata kunci: free cash flow, profitabilitas, kepemilikan institusional, kebijakan hutang.
PENDAHULUAN
Perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya perlu mengetahui perkembangan
sejauh mana perusahaan itu mencapai tujuannya. Tujuan utama perusahaan adalah
meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para
pemegang saham (Brigham dan Gapenski, 1996 dalam Wahidawati, 2001). Pihak manajemen
dan stockholders perlu mengetahui tujuan-tujuan perusahaan mereka, baik tujuan jangka
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
2
pendek maupun tujuan jangka panjang perusahaan. Dalam usaha pencapaian tujuan
tersebut, tentu saja perusahaan akan merencanakan dengan sebaik-baiknya segala sesuatu
yang akan dilakukan untuk jangka pendek maupun jangka panjang, salah satunya adalah
perencanaan atas hutang. Kebijakan hutang merupakan rencana serta keputusan akan
pembayaran hutang yang dimiliki oleh perusahaan. Kebijakan hutang berkaitan dengan
masalah pendanaan untuk operasi perusahaan, pengembangan, dan penelitian serta
peningkatan kinerja perusahaan. Dalam menentukan kebijakan hutang, ada beberapa faktor
yang dipertimbangkan oleh perusahaan, salah satunya adalah profitabilitas.
Profitabilitas merefleksikan earnings untuk pendanaan investasi. Profitabilitas
merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan, dimana rasio ini
digunakan sebagai alat pengukur atas kemampuan perusahaan untuk memperoleh
keuntungan dari setiap rupiah penjualan yang dihasilkan. Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi umumnya menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif sedikit
karena dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi perusahaan dapat melakukan
permodalan dengan laba ditahan dan mengandalkan sumber dana internal. Namun saat
mengalami profitabilitas rendah, perusahaan akan menggunakan hutang yang tinggi sebagai
mekanisme transfer kekayaan antara kreditor dan pemegang saham (Steven dan Lina, 2011
dalam Andrianto 2013). Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para
investor atas investasi yang dilakukan. Hal tersebut akan dijadikan dasar dalam
memberikan pinjaman modal.
Dalam mengelola perusahaan, pemilik modal akan menyerahkan pengelolaan
perusahaan kepada manajer. Namun seringkali timbul konfik kepentingan antara manajer
dan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajemen sebagai pengelola
perusahaan (Agent of Owner) dengan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan disebut
sebagai Masalah keagenan (Agency Theory). Jensen dan Meckling (1976) dalam Wahidahwati
(2002) menyatakan bahwa konflik keagenan disebabkan oleh pembuatan keputusan
pencarian dana dan pembuatan keputusan bagaimana dana tersebut diinvestasikan
(investment decision). Salah satu cara yang lazim digunakan untuk mengurangi masalah
agensi adalah melalui struktur kepemilikan. Jensen dan Meckling (1976)
mengidentifikasikan ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu investor melakukan
pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasan atas tindakantindakannya (bonding). Cara lain dalam menyelesaikan permasalahan agensi adalah dengan
meningkatkan proporsi hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan konflik keagenan
dan menurunkan kemungkinan pemborosan oleh manajemen (Wahidahwati, 2002). Dengan
meningkatnya hutang akan semakin memperkecil porsi saham yang akan dijual dan dengan
semakin besarnya hutang maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai
perusahaan untuk pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar hutang juga harus
mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta pokok pinjaman. Dalam hal
ini adanya hutang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan
oleh manajemen.
Beberapa analis mengemukakan bahwa free cash flow sebagai basis untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan modal yang berkelanjutan. Free cash
flow merupakan kas lebih perusahaan setelah pembayaran beban-beban operasi yang dapat
didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk operasi
atau investasi. Free cash flow biasanya menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang
saham dan manajer. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara
kedua belah pihak, yaitu pemegang saham menginginkan sisa dana tersebut dibagikan
untuk meningkatkan kesejahteraan baginya dalam bentuk dividen, sedang manajer
berkeinginan dana yang ada digunakan untuk investasi pada proyek-proyek yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
3
menguntungkan. Penambahan hutang memiliki komitmen pembayaran kembali bunga dan
pokok pinjaman yang mengurangi free cash flow dan mengurangi kemampuan manajer untuk
melakukan tindakan pemborosan yang membuat manajer menjadi disiplin, sehingga
penggunaan aktiva menjadi lebih produktif.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
hutang telah banyak dilakukan, antara lain oleh Wahidahwati (2002), Listyani (2003),
Masdupi (2005), Nurbaiti (2006), Murni dan Andriana (2007), serta Indahningrum dan
Handayani (2009). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil salah satu rujukan pada
penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani
(2009). Penelitian tersebut menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, dividen, pertumbuhan perusahaan, free cash flow, dan profitabilitas terhadap
kebijakan hutang perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial,
dividen, dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.
Sedangkan free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap
kebijakan hutang perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk menguji
kembali bagaimana pengaruh free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional
terhadap kebijakan hutang pada tahun yang berbeda dan pada periode yang kebih panjang.
Dengan demikian, dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil tiga dari enam variabel
independen dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani
(2009), dimana hasil ketiga variabel independen tersebut mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan hutang, sedangkan ketiga variabel independen lainnya yang hasilnya tidak
mempunyai pengaruh terhadap kebijakan hutang, tidak dipergunakan dalam penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah free cash flow, profitabilitas, dan
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. Penelitian ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal penggunaan variabel independen dan
dalam hal jangka waktu pengambilan sampel yang lebih panjang yaitu antara tahun 20082012. Penambahan periode pengamatan dan penggunaan variabel independen yang berbeda
dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih banyak dan hasil penelitian ini
mempunyai daya komparabilitas yang lebih baik.
TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
Dalam pembahasan berikut ini akan menguraikan tentang teori mengenai variabelvariabel yang terdapat dalam penelitian ini serta hasil penelitian sebelumnya sebagai dasar
pengembangan hipotesis.
Free Cash Flow (Aliran Kas Bebas)
Free cash flow didefinisikan sebagai arus kas yang tersisa setelah seluruh proyek yang
menghasilkan net present value positif dilakukan (Jensen, 1986 dalam Tarjo, 2005). Free cash
flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan
kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau
investasi pada aset tetap (Ross et al, 2000 yang dikutip dari Tarjo dan Jogiyanto, 2003). Free
cash flow merupakan jumlah arus kas discretionary yang dimiliki atau dihasilkan perusahaan,
yang biasanya oleh manajer digunakan untuk pembelian tambahan investasi, pembayaran
hutang, pembelian saham-saham treasury atau hanya sebagai menambah likuiditas
perusahaan, dengan kata lain pengukuran free cash flow ini mengindikasikan tingkat
fleksiblitas keuangan perusahaan.
Free cash flow menggambarkan seberapa besar kas tersedia untuk dibagikan kepada
investor (Brigham dan Houston, 2001). Free cash flow menggambarkan kepada investor
bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati pasar
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
4
dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Sementara bagi perusahaan yang
melakukan pengeluaran modal, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai
perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan dimasa depan atau tidak.
Mengenai free cash flow, hipótesis Jensen (1986) dalam Tarjo (2005) menyatakan bahwa
tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada
pemegang saham. Konsep free cash flow merupakan perluasan dari konsep biaya keagenan di
dalam struktur modal. Free cash flow sering menjadi masalah karena manajer sering
menggunakannya untuk ekspansi perusahaan. Hal ini dikarenakan para manajer merasa
bahwa kekuasaan dan kepuasan kerja meningkat dengan semakin besarnya perusahaan.
Free cash flow yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan
keputusan yang buruk yang bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dengan kata lain,
para manajer mempunyai kecenderungan menggunakan kelebihan keuntungan untuk
konsumsi dan perilaku oportunistik yang lain, karena mereka menerima manfaat yang
penuh dari kegiatan tersebut tetapi kurang mau menangggung risiko dari biaya yang
dikeluarkan (Pawestri, 2010). Dengan adanya hutang dapat digunakan untuk
mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Selain itu
pemegang saham juga akan menikmati kontrol yang lebih atas tim manajemennya misalnya,
jika perusahaan menerbitkan hutang baru dan menggunakan hasilnya untuk membeli
kembali saham biasa yang terutang maka manajemen wajib membayar tunai untuk
menutupi hutang ini, secara simultan mengurangi jumlah arus kas yang ada pada
manajemen untuk dipermainkan. Dengan hutang tersebut, manajemen akan bekerja lebih
efisien agar tidak terjadi kegagalan keuangan sehingga akan mengurangi biaya agensi arus
kas bebas.
Dari teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan free cash
flow adalah dana berlebih di perusahaan yang seharusnya didistribusikan kepada para
pemegang saham dimana keputusan pendistribusian ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan
manajemen. Ketika free cash flow tinggi perusahaan cenderung menggunakan hutang untuk
kegiatan pendanaan perusahaannya, dan akan menurunkan agency cost of free cash flow.
Penurunan tersebut menurunkan sumber-sumber discreationary, khususnya aliran kas
dibawah kendali manajemen. Namun, perusahaan dengan tingkat free cash flow rendah akan
mempunyai level hutang rendah, karena mereka tidak harus mengendalikan hutang sebagai
mekanisme untuk menurunkan agency cost of free cash flow.
Profitabilitas
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh
perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas menggambarkan
pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Pengertian lain
menjelaskan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk
mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya
guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan
menyebabkan para investor menarik dananya. Myers dan Majluf (1984) menyarankan
manajer untuk menggunakan pecking order dalam keputusan pendanaan. Pecking Order
merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan sebagai pilihan
pertama, kemudian diikuti oleh hutang dan ekuitas.
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan
menggunakan hutang yang relatif kecil karena tingkat pengembalian yang tinggi
memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar pendanaan internal (Weston,
1997 dalam Purba, 2011). Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
5
digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut. Bila tingkat
profitabilitas meningkat atau tinggi berarti kinerja perusahaan berjalan dengan baik dan
maksimal.
Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu
perusahaan. Profitabilitas selain digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba juga untuk mengetahui efektivitas perusahaan dalam mengelola
sumber-sumber yang dimilikinya. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha
mempertahankan kelangsungan hidup suatu badan usaha dalam jangka panjang, karena
profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di
masa yang akan datang. Dengan demikian, setiap badan usaha akan selalu berusaha
meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan
usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin.
Untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan, dapat dilakukan dengan
menggunakan rasio profitabilitas. Rasio ini memberikan gambaran mengenai perubahanperubahan finansial perusahaan dari tahun ke tahun. Rasio profitabilitas dapat juga
digunakan sebagai bahan analisis bagi penentuan kebijakan periode selanjutnya, karena
setiap perubahan yang terjadi akan berpengaruh terhadap pertimbangan pihak yang
berkepentingan dalam mengambil keputusan. Profitabilitas ini menjadi variabel dalam
menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Selain
itu, profitabilitas juga menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan
keahliannya mengelola semua sumber daya yang dimiliki dalam usaha mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam jangka panjang. Perusahaan yang memiliki
tingkat profitabilitas yang tinggi akan dapat menghasilkan dana bagi perusahaan yang lebih
banyak dan dapat digunakan sebagai penutup kewajiban sehingga akan dapat berdampak
pada berkurangnya tingkat penggunaan hutang oleh perusahaan.
Kepemilikan Institusional
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah kepemilikan
institusional. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang mengawasi
perusahaan. Adanya pemegang saham besar seperti kepemilikan institusional memiliki arti
penting dalam memonitor manajemen dengan pengawasan yang lebih optimal (Sheiler dan
Vishny, 1986 dalam Indahningrum dan Handayani, 2009). Kepemilikan Institusional
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan
antara pemegang saham dan pihak manajemen perusahaan.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh
institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2005). Distribusi saham antara pemegang saham dari luar
seperti investor institusional dapat mengurangi agency cost (Wahidahwati, 2002). Keberadaan
investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam
setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan karena kepemilikan
institusional mewakili sumber kekuasaan yang mampu mendukung terhadap kedudukan
manajemen atau sebaliknya. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran
untuk pemegang saham, dan pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas
ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.
Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan menjadi sangat
penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan
pemegang saham. Jika tingkat kepemilikan manajerial tinggi, dapat berdampak buruk
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
6
terhadap perusahaan karena menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika
kepemilikan manajerial tinggi, para manajer memiliki posisi yang kuat untuk melakukan
suatu kontrol terhadap perusahaan dan pemegang saham eksternal mengalami kesulitan
untuk mengendalikan kegiatan manajer tersebut. Indahningrum dan Handayani (2009)
menjelaskan bahwa kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila
dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain dan cenderung memilih proyek yang
lebih berisiko dengan harapan memperoleh keuntungan yang tinggi. Untuk membiayai
proyek tersebut, investor memilih pembiayaan melalui hutang. Dengan kebijakan tersebut
mereka dapat mengalihkan pengangguhan risiko kepada pihak kreditor apabila proyek
gagal. Namun apabila proyek berhasil, pemegang saham akan mendapat hasil sisa karena
kreditor hanya akan dibayar sebesar tertentu yaitu berupa bunga (Faisal, 2000 dalam Murni
dan Andriana, 2007). Menurut Haryono (2005), kepemilikan institusional lebih
mementingkan stabilitas pendapatan karena berkurangnya agency conflict dalam perusahaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham atas perusahaan
mencerminkan hak atas kepemilikan perusahaan, sehingga semakin tinggi kepemilikan yang
dimiliki pihak institusional maka kontrol perusahaan akan semakin tinggi pula.
Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang menggambarkan keputusan yang diambil oleh manajemen dalam
menentukan sumber pendanaannya dari pihak ketiga untuk membiayai aktivitas
operasional perusahaan. Kebijakan hutang pada dasarnya menjadi kebijakan yang
digunakan untuk menentukan nilai perusahaan. Kebijakan hutang adalah segala jenis
hutang yang dibuat atau diciptakan oleh perusahaan, baik hutang lancar maupun hutang
jangka panjang (Indahningrum dan Handayani, 2009). Definisi lain kebijakan hutang adalah
total hutang jangka panjang yang dimiliki perusahaan untuk membiayai operasionalnya
(Yeniatie dan Destriana, 2010 dalam Andrianto, 2013). Penggunaan besarnya hutang dalam
pendanaan sebuah perusahaan tergantung dari kebijakan manajer bersama para pemegang
saham perusahaan tersebut. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur
modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan
dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun
sebaliknya apabila perusahaan menggunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka
perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat
meningkatkan operasional perusahaan.
Menurut Murni dan Andriana (2007), untuk memenuhi kebutuhan pendanaan,
pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang
karena dengan penggunaan hutang, hak pemegang saham terhadap perusahaan tidak akan
berkurang dan dapat mencapai keinginan perusahaan. Namun sebaliknya manajer tidak
menyukai pendanaan tersebut dikarenakan hutang mengandung risiko yang tinggi.
Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku seperti ini dikenal sebagai keterbatasan
rasional (bounded rationality).
Keputusan pendanaan merupakan salah satu sebab timbulnya konflik keagenan antara
manajer dan pemegang saham. Manajer dan pemegang saham memiliki tujuan atau
kepentingan yang berbeda-beda. Pemegang saham menginginkan manajer bekerja dengan
tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan
dapat saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi
untuk kepentingan kemakmuran manajer sendiri (Wiliandri, 2011 dalam Andrianto, 2013).
Menurut Pecking Order Theory, perusahaan menggunakan pendanaan internal jika
tersedia dan memilih hutang lebih dari ekuitas ketika pendanaan eksternal digunakan. Pada
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
7
saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan terlebih dahulu akan menerbitkan
sekuritas yang paling aman yaitu perusahaan akan memulai dari hutang kemudian sekuritas
campuran seperti obligasi konvertibel, kemudian ekuitas sebagai langkah terakhir. Jensen
dan Meckling (1976) menyatakan bahwa dengan hutang maka perusahaan akan melakukan
pembayaran periodik atas bunga dan pokok pinjaman. Hal ini bisa mengurangi keinginan
manajer menggunakan free cash flow untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang kurang
optimal, sebab terdapat risiko yang akan diperoleh perusahaan yang menggunakan hutang
dan tidak mampu melunasi kembali hutang tersebut sehingga akan terancam likuidasinya
dan pada gilirannya akan mengancam posisi manajemen (Jensen, 1986 dalam Putri, 2013).
Kebijakan hutang akan memberikan dampak pendisiplinan bagi manajer untuk
mengoptimalkan penggunaan dana yang ada. Karena hutang yang cukup besar akan
menimbulkan kesulitan keuangan dan atau risiko kebangkrutan. Kebijakan hutang
berhubungan positif dengan risiko sehingga peningkatan hutang meningkatkan risiko
keuangan. Peningkatan risiko keuangan berarti menimbulkan konflik sehingga diperlukan
pengaturan terhadap penggunaan hutang untuk mengurangi konflik keagenan. Perusahaan
yang mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi akan mengurangi timbulnya hutang dan
mengutamakan penggunaan dana internal sebagai biaya investasi dan untuk menghindari
kemungkinan kebangkrutan serta risiko keuangan, sedangkan perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan rendah yang menghasilkan profitabilitas rendah akan meningkatkan
penggunaan hutang untuk membiayai perusahaan. Berdasarkan teori pertukaran (trade off
theory) terdapat keuntungan yang akan diperoleh melalui penggunaan hutang yaitu
pengurangan pajak akibat dari pembayaran biaya bunga akan tetapi keuntungan yang
diperoleh tidak sebesar beban bunga yang harus ditanggung perusahaan (Sujoko dan
Subiantoro, 2007 dalam Putri, 2013).
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh free cash flow terhadap kebijakan hutang.
Pengaruh free cash flow terhadap kebijakan hutang dalam penelitian Faisal (2004)
menunjukkan bahwa proporsi free cash flow mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
kebijakan hutang yang akan diambil oleh pihak manajemen, dan Tarjo (2005) membuktikan
bahwa variabel free cash flow terhadap kebijakan hutang pada perusahaan besar dan kecil
hasilnya sama-sama memiliki koefisien positif dan signifikan. Hasil penelitian tersebut juga
relevan dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (2006), yaitu free cash flow mempunyai
hubungan positif dengan kebijakan hutang, karena free cash flow dianggap menggambarkan
kas yang tersedia setelah memenuhi semua komitmen dan tanggung jawab yang ada, yaitu
keperluan pembayaran untuk melanjutkan operasi (termasuk pembayaran hutang lancar,
dan investasi kembali model regular untuk mempertahankan aktivitas operasi lancar).
Penelitian tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum
dan Handayani (2009). Semakin tinggi nilai free cash flow-nya semakin tinggi pula aktivitas
yang akan menaikkan nilai perusahaan yang berkaitan dengan penggunaan kebijakan
hutang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah:
H1 : Free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang.
Myers dan Majluf (1984), Ismiyanti dan Hanafi (2003), dan Nurbaiti (2006) menemukan
pengaruh negatif dan signifikan antara profitabilitas terhadap kebijakan hutang. Hasil
penelitian tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan
Handayani (2009) serta Yeniatie dan Destriana (2010). Pada tingkat profitabilitas rendah,
perusahaan akan menggunakan hutang untuk membiayai operasional. Sebaliknya pada
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
8
tingkat profitabilitas tinggi perusahaan akan mengurangi penggunaan hutang. Hal ini
disebabkan karena perusahaan mengalokasikan sebagian besar keuntungan pada laba
ditahan sehingga mengandalkan sumber internal dan menggunakan hutang rendah, tetapi
pada saat menghadapi profitabilitas rendah perusahaan menggunakan hutang tinggi sebagai
mekanisme pentransfer kekayaan antara kreditor kepada prinsipal. Berdasarkan uraian
tersebut, hipotesis yang dirumuskan adalah:
H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang.
Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ismiyanti dan hanafi (2003), Murni
dan Andriana (2007), serta Indahningrum dan Handayani (2009) menunjukkan bahwa
kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
hutang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kepemilikan institusional memiliki
wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain dan
cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan memperoleh keuntungan
yang tinggi. Untuk membiayai proyek tersebut, investor memilih pembiayaan melalui
hutang. Kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas pendapatan karena
berkurangnya agency conflict dalam perusahaan (Haryono, 2005). Berdasarkan uraian
tersebut, hipotesis yang dirumuskan adalah:
H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
MODEL PENELITIAN
Model penelitian pengaruh free cash flow, profitabilitas dan kepemilikan institusional
terhadap kebijakan hutang adalah sebagai berikut:
Free Cash Flow
(X1)
H1
Profitabilitas
(X2)
H2
Kepemilikan
Institusional
(X3)
H3
Kebijakan
Hutang
(Y)
Gambar 1
Model Penelitian Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan
Hutang
Dalam model penelitian tersebut variabel independen yang terdiri dari free cash flow,
profitabilitas, dan kepemilikan institusional akan memberikan pengaruh terhadap variabel
dependennya yaitu kebijakan hutang. Jika variabel-variabel independen tersebut
mempunyai hubungan positif dengan variabel dependennya, maka semakin tinggi free cash
flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional, akan semakin tinggi pula tingkat kebijakan
hutangnya. Demikian pula sebaliknya, jika variabel-variabel independen tersebut
mempunyai hubungan negatif dengan variabel dependennya, maka semakin semakin tinggi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
9
free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional, akan semakin rendah tingkat
kebijakan hutangnya.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar
dan masih aktif di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2008-2012. Alasan
menggunakan perusahaan manufaktur karena perusahaan tersebut memiliki jumlah terbesar
perusahaan yang telah go public dibandingkan dengan perusahaan lain, sehingga dapat
terhindar dari terjadinya kekurangan data setelah dilakukan penyesuaian. Dalam penelitian
ini, jenis data yang digunakan peneliti merupakan data dokumenter dan bersumber dari
data sekunder. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk
angka-angka dan dapat dinyatakan dalam satuan hitung. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling dengan beberapa kriteria tertentu sehingga diperoleh
sebanyak 20 perusahaan sebagai sampel. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel
adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian, yaitu dari tahun 2008
sampai 2012; (2) Perusahaan tersebut harus tetap ada selama periode penelitian (tidak
mengalami delisting); (3) Perusahan tersebut menyajikan laporan keuangan yang berakhir
pada 31 Desember dalam mata uang rupiah selama periode penelitian; (4) Perusahan
tersebut memiliki proporsi kepemilikan saham oleh institusi selama periode penelitian; (5)
Jumlah operating income perusahaan tersebut bernilai positif; (6) Perusahaan tersebut
termasuk dalam daftar 50 perusahaan dengan saham teraktif.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Independen
a. Free Cash Flow
Free cash flow merupakan kelebihan arus kas setelah diperlukan untuk mendanai semua
proyek yang memiliki net present value positif. Variabel ini diberi simbol FCF. Rasio free
cash flow (FCF Ratio) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ross et al,
2000 dalam Gusti, 2013):
AKOit – PMit - NWCit
FCF Ratio = --------------------------------------Total aset
Keterangan:
FCF Ratio : Rasio Free cash flow
AKOit
: Aliran kas operasi perusahaan i pada tahun t
PMit
: Pengeluaran modal perusahaan i pada tahun t
NWCit
: Modal kerja bersih perusahaan i pada tahun t
Aliran kas operasi adalah kas yang berasal dari aktivitas penghasil utama pendapatan
perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas
pendanaan. Pengeluaran modal adalah pengeluaran bersih pada aset tetap bersih akhir
periode dikurangi aset tetap bersih pada awal periode. Sedangkan modal kerja bersih
adalah selisih antara jumlah aset lancar dengan hutang lancar pada tahun yang sama.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
10
b. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa
yang akan datang (Jensen et al, 1992 dalam Indahningrum dan Handayani, 2009). Variabel
ini diberi simbol PROF. Profitabilitas dapat dihitung dengan rumus:
Operating income
PROF = ----------------------------Total aset
c. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki institusional
(lembaga) pada akhir tahun yang diukur dalam persentase saham yang dimiliki oleh
investor institusional dalam suatu perusahaan (Indahningrum dan Handayani, 2009).
Variabel ini diberi simbol INST. Kepemilikan institusional dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah saham yang dimiliki institusi
INST = ----------------------------------------------------Jumlah saham beredar akhir tahun
Variabel Dependen
Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang perusahaan adalah tindakan manajemen perusahaan yang akan
mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang.
Kebijakan hutang merupakan segala jenis hutang yang dibuat atau diciptakan oleh
perusahaan baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang (Nasser dan Firlano, 2006
dalam Indahningrum dan Handayani, 2009). Dalam penelitian ini proksi kebijakan hutang
diukur dengan debt to equity ratio (DER) yang dirumuskan sebagai berikut:
Total kewajiban
DER = ----------------------------Total ekuitas
TEKNIK ANALISIS DATA
Statistik Deskriptif
Digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian.
Selain itu juga memberikan gambaran tentang sampel yang meliputi: jumlah sampel (N),
nilai minimum dan maksimum, nilai rata-rata (mean) serta nilai standard deviasi.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel bebas dan
variabel terikat atau keduanya terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas
dilakukan dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan tingkat
signifikansi 5%. Data dikatakan berdistribusi normal jika angka probabilitasnya lebih dari
0,05 dan sebaliknya jika kurang dari 0,05 maka data tersebut dikatakan tidak berdistribusi
normal.
b. Uji Multikolinearitas, dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi
ditemukan adanya hubungan yang kuat antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2005).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
c. Uji Autokorelasi, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
11
1 (sebelumnya) (Ghozali, 2005). Dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson. Secara
umum, untuk mendeteksi autokorelasi dapat diambil dengan menggunakan pedoman
sebagai berikut: (1) Jika angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif; (2) Jika
angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi; (3) Jika angka D-W di atas 2 berarti ada autokorelasi negatif.
d. Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali,
2005). Pengujian kali ini dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel
terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisisnya yaitu jika
ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas, akan tetapi jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik yang menyebar
di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen
terhadap variabel dependen. Dalam penelitian model ini, variabel independennya adalah
free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) sedangkan
variabel dependennya adalah kebijakan hutang (DER).
Analisis Persamaan Regresi Berganda
Hipotesis penelitian akan diuji dengan persamaan regresi, yaitu :
DER = α + β1 FCF + β2 PROF + β3 INST + e
Keterangan:
α
= Konstanta
β
= Koefisien regresi dari masing-masing variabel independen
e
= Standart error
DER
= Kebijakan Hutang
FCF
= Free Cash Flow
PROF = Profitabilitas
INST
= Kepemilikan Institusional
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh
variabel independen yang terdiri dari free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan
institusional terhadap variabel dependen yaitu kebijakan hutang.
Uji Hipotesis
Uji Statistik t, digunakan untuk mengetahui pengaruh free cash flow (FCF), profitabilitas
(PROF), dan kepemilikan institusional (INST) secara individu terhadap kebijakan hutang
(DER). Uji t bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak.
Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan membandingkan nilai signifikansi hasil
perhitungan dengan tingkat kepercayaan sebesar 5%. Apabila nilai signifikansi lebih kecil
dari tingkat kepercayaan 0,05 (signifikansi < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel
independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Uji Statistik F, digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yaitu
free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) dimasukkan
dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen yaitu kebijakan hutang (DER). Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan
membandingkan nilai signifikansi dengan tingkat keyakinan 0,05. Apabila nilai signifikansi
lebih kecil dari nilai tingkat kepercayaan (signifikansi < 0,05), maka dapat disimpulkan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
12
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara semua variabel independen terhadap
variabel dependen.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif penelitian ini disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N
FCF
PROF
INST
DER
Valid N (listwise)
Minimum
100
100
100
100
100
-.79
.01
.33
.15
Maximum
.87
.37
1.00
2.05
Mean
-.1882
.1251
.6842
.9264
Std. Deviation
.28565
.08463
.19643
.49580
Sumber: Output SPSS
Tabel tersebut menyajikan statistik deskriptif data sampel keseluruhan pada periode
tahun 2008 sampai 2012. Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah data yang
digunakan adalah 100 sampel selama periode penelitian tahun 2008 sampai 2012.
Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa rasio free cash flow (FCF) perusahaan pada
tahun penelitian memiliki rata-rata (mean) sebesar -0,1882 atau -18,82% dengan nilai
minimun sebesar -0,79 atau -79% yang dimiliki oleh PT Astra International Tbk pada tahun
2011 serta nilai maksimum sebesar 0,87 atau 87% yang dimiliki oleh PT Intraco Penta Tbk
pada tahun 2012. Rasio Free cash flow (FCF) dihitung dari aliran kas operasi (kas yang berasal
dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan
merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan) dikurangi pengeluaran modal
(pengeluaran bersih pada aset tetap bersih akhir periode dikurangi aset tetap bersih pada
awal periode) dikurangi modal kerja bersih (selisih antara jumlah aset lancar dengan hutang
lancar pada tahun yang sama), kemudian hasilnya dibagi dengan total aset. Nilai rasio free
cash flow (FCF) yang paling minimum yang dimiliki oleh PT Astra International Tbk pada
tahun 2011 ini disebabkan karena nilai aliran kas operasi dikurangi pengeluaran modal
dikurangi modal kerja bersih menghasilkan angka negatif dan hampir sebanding dengan
nilai total asetnya. Nilai aliran kas operasi sebesar Rp19.330.000,- dikurangi pengeluaran
modal sebesar Rp3.663.000,- dikurangi modal kerja bersih sebesar Rp15.788.000,menghasilkan Rp-121.000,- kemudian dibagi dengan total aset sebesar Rp153.521,- sehingga
diperoleh nilai rasio free cash flow (FCF) negatif sebesar -0,79 atau -79%, sebaliknya rasio free
cash flow (FCF) dengan nilai maksimum yang dimiliki oleh oleh PT Intraco Penta Tbk pada
tahun 2012 ini disebabkan karena disebabkan karena nilai aliran kas operasi dikurangi
pengeluaran modal dikurangi modal kerja bersih menghasilkan angka positif dan hampir
sebanding dengan nilai total asetnya. Nilai aliran kas operasi sebesar Rp568.000,- dikurangi
pengeluaran modal sebesar Rp-43.500,- dikurangi modal kerja bersih sebesar Rp361.655,menghasilkan Rp973.189,- kemudian dibagi dengan total aset sebesar Rp1.000.975,- sehingga
diperoleh nilai rasio free cash flow (FCF) positif sebesar 0,87 atau 87%.
Free cash flow (FCF) bernilai negatif tidak selalu berarti buruk. Hal ini tergantung pada
penyebab dari negatifnya FCF tersebut. Banyak perusahaan yang pesat pertumbuhannya
memiliki laba bersih setelah pajak bernilai positif, namun FCF-nya dapat bernilai negatif,
sebab kas perusahaan tersebut digunakan untuk investasi pada aset-aset operasional yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
13
dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini juga mengimplikasikan bahwa
perusahaan perlu mengusahakan adanya dana segar baru dari investor maupun dari
kreditor dalam bentuk pengeluaran surat obligasi dan saham istimewa. Di satu sisi para
pemegang saham akan membantu membiayai pertumbuhan perusahaan walaupun mereka
belum menerima dividen pada awal investasinya namun seiring dengan pertumbuhan yang
lambat tersebut, aliran kas bebasnya kembali menjadi positif dan perusahaan dapat
menggunakan kas bebas yang positif tersebut untuk membayar dividennya.
Profitabilitas (PROF) pada tahun penelitian mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar
0,1251 atau 12,51% dengan nilai minimum sebesar 0,01 atau 1% yang dimiliki oleh PT
Indomobil Sukses Internasional Tbk pada tahun 2009 serta PT Sierad Produce Tbk pada
tahun 2011 dan 2012. Sedangkan nilai maksimumnya sebesar 0,37 atau 37% yang dimiliki
oleh PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2008. Profitabilitas (PROF) dihitung dari jumlah
operating income dibagi dengan total aset. Nilai profitabilitas (PROF) yang paling minimum,
salah satunya yang dimiki oleh PT Indomobil Sukses Internasional Tbk pada tahun 2009 ini
disebabkan karena nilai total aset yang terlalu besar dibandingkan dengan operating incomenya. Nilai operating income sebesar RP28.048,- dibagi dengan total aset sebesar Rp5.378.514,sehingga diperoleh nilai profitabilitas (PROF) sebesar 0,01 atau 1%, sebaliknya profitabilitas
dengan nilai maksimum yang dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2008 ini
disebabkan karena nilai total aset tidak terlalu besar dan operating income-nya hampir
separuh dari total asetnya. Nilai operating income sebesar Rp2.407.231 dibagi dengan total aset
sebesar Rp6.504.736,- sehingga diperoleh nilai profitabilitas (PROF) sebesar 0,37 atau 37%.
Kepemilikan saham institusi (INST) pada perusahaan selama tahun penelitian
menunjukkan rata-rata (mean) sebesar 0,6842 atau 68,42% dengan nilai minimum sebesar 0,33
atau 33% yang dimiliki oleh PT Mayora Indah Tbk pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan
2012. Sedangkan nilai maksimumnya sebesar 1,00 atau 100% yang dimiliki oleh PT Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk pada tahun 2008 dan 2009. Porsi minimum kepemilikan saham
institusi (INST) oleh PT Mayora Indah Tbk sebesar 33% pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011,
dan 2012 tersebut dimiliki oleh PT Unita Branindo sebesar 32,93%, Koperasi Karyawan PT
Mayora Indah Group sebesar 0,11%, serta Pusat Pendidikan Perbekalan Dan Angkutan
Primer Koperasi TNI Angkatan Darat sebesar 0,03%. Sebaliknya porsi maksimum
kepemilikan saham institusi (INST) oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk sebesar
100% pada tahun 2008 dan 2009 tersebut dimiliki oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk
sebesar 99,99% dan PT Prima Intipangan Sejati sebesar 0,01%.
Tingkat kebijakan hutang (DER) pada perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel
selama tahun penelitian ini memiliki skala rata-rata sebesar 0,9264. Nilai minimumnya
menunjukkan skala sebesar 0,15 yang dimiliki oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
pada tahun 2011 serta nilai maksimumnya menunjukkan skala sebesar 2,05 yang dimiliki
oleh PT HM Sampoerna Tbk pada tahun 2011. Tingkat kebijakan hutang (DER) dihitung dari
total kewajiban dibagi dengan total ekuitas. Nilai kewajiban hutang (DER) yang paling
minimum yang dimiliki oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2011 ini
disebabkan karena nilai total kewajiban terlalu kecil dibandingkan dengan nilai total ekuitas.
Total kewajiban sebesar Rp2.417.380,- dibagi dengan total ekuitas sebesar Rp15.733.951,sehingga diperoleh nilai rasio kewajiban hutang (DER) sebesar 0,15, sebaliknya nilai
kewajiban hutang (DER) yang paling maksimum yang dimiki oleh PT HM Sampoerna Tbk
pada tahun 2011 ini disebabkan karena nilai total kewajiban dua kali lebih besar
dibandingkan dengan nilai total ekuitas. Total kewajiban sebesar Rp20.174.554,- dibagi total
ekuitas sebesar Rp10.101.789,- sehingga diperoleh nilai kewajiban hutang dengan skala
sebesar 2,05.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
14
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa data variabel independen
yang terdiri dari free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional
(INST) serta variabel dependen yaitu kebijakan hutang (DER) adalah berdistribusi normal.
Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada masing-masing variabel tersebut adalah 0,360 untuk free
cash flow (FCF), 0,113 untuk profitabilitas (PROF), 0,281 untuk kepemilikan institusional
(INST) dan 0,104 untuk kebijakan hutang (DER). Hasil tersebut menunjukkan cukup bukti
bahwa data terdistribusi secara normal karena nilainya sudah di atas 0,05 (p > 0,05).
b. Uji Multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas ini menunjukkan bahwa masing-masing
variabel independen tidak ada yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1 atau 10%. Hal
tersebut berarti tidak ada korelasi antar variabel independen. Nilai tolerance untuk variabel
free cash flow (FCF) sebesar 0,840, profitabilitas (PROF) sebesar 0,928, dan kepemilikan
institusional (INST) sebesar 0,869. Hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan hal yang
sama, tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, sehingga
dapat disimpulkan bahwa diantara variabel independen tidak terjadi multikolinearitas. Nilai
VIF untuk variabel free cash flow (FCF) sebesar 1,191, profitabilitas (PROF) sebesar 1,078, dan
kepemilikan institusional (INST) sebesar 1,150.
c. Uji Autokorelasi. Berdasarkan hasil dari uji Durbin Watson diperoleh nilai sebesar 0,985
yang terletak diantara -2 sampai +2. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi di
antara ketiga variabel independen tersebut.
d. Uji Heteroskedastisitas. Hasil dari uji heteroskedastisitas berdasarkan grafik plot,
menunjukkan bahwa tidak ada pola yang jelas serta titik-titik tersebut menyebar di atas dan
di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Hasil pengujian koefisien determinasi ini menggunakan Adjusted R square dan
menunjukkan bahwa pengaruh free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan
institusional (INST) terhadap kebijakan hutang (DER) pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia ini cukup kuat. Nilai Adjusted R square pada penelitian ini
sebesar 0,659 atau 65,9%, yang berarti bahwa variasi perubahan variabel dependen yaitu
kebijakan hutang perusahaan (DER) dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu free
cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) sebesar 65,9%
dan sisanya sebesar 34,1% dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Analisis Persamaan Regresi Berganda
Dalam persamaan struktural ini, dimaksudkan untuk menguji signifikan tidaknya
pengaruh free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST)
terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER), baik pengaruhnya secara bersama-sama
maupun secara individu. Persamaan strukturalnya yaitu sebagai berikut:
DER = α + β1 FCF + β2 PROF + β3 INST + e
Dari beberapa pengujian yang telah dilakukan, maka hasil persamaan struktural yang
terbentuk adalah sebagai berikut:
DER = 0,860 + 0,570 FCF – 2,091PROF + 0,636 INST + e
Uji Hipotesis
Uji Statistik t
Hasil pengujian statistik t dapat dilihat pada tabel berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
15
Tabel 2
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
B
(Constant)
FCF
PROF
INST
1
Standardized
Coefficients
Beta
Std. Error
.189
.166
.532
.237
.860
.570
-2.091
.636
t
Sig.
4.561
3.439
-3.932
2.688
.328
-.357
.252
.000
.001
.001
.008
a. Dependent Variable: DER
Sumber: Output SPSS
Pengujian Hipotesis 1
H1 : Free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Hasil tabel 2 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel free cash flow (FCF) bernilai
positif sebesar 3,439 dengan nilai signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari tingkat keyakinan
0,05 (0,001 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa free cash flow (FCF) berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan hutang perusahaan dan mempunyai hubungan positif. Jadi, hipotesis
pertama diterima.
Pengujian Hipotesis 2
H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Hasil tabel 2 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel profitabilitas (PROF) bernilai
negatif sebesar -3,932 dengan nilai signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari tingkat keyakinan
0,05 (0,001 < 0,05). Hal ini menunjukkan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan hutang perusahaan dan mempunyai hubungan negatif. Jadi, hipotesis kedua
diterima.
Pengujian Hipotesis 3
H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Hasil tabel 2 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel kepemilikan institusional
(INST) bernilai positif sebesar 2,688 dengan nilai signifikansi 0,008 yang lebih kecil dari
tingkat keyakinan 0,05 (0,008 < 0,05). Hal ini menunjukkan kepemilikan institusional
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan dan mempunyai hubungan
positif. Jadi, hipotesis ketiga diterima.
Uji Statistik F
Hasil pengujian statistik F dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3
Hasil Uji F statistik
ANOVAa
Model
Sum of Squares
Regression
1
Residual
Total
df
Mean Square
6.472
3
2.157
17.864
24.336
96
99
.186
F
11.594
Sig.
.000b
a. Dependent Variable: DER
b. Predictors: (Constant), INST, PROF, FCF
Sumber: Output SPSS
Tampak bahwa pada tabel tersebut, nilai F hitung pada model penelitian adalah
sebesar 11,594 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi adalah di bawah 0,05
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
16
yang menunjukkan bahwa variabel bebas secara serempak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kebijakan hutang pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian free cash
flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) secara simultan
berpengaruh terhadap kebijakan hutang (DER).
Pembahasan Hasil Penelitian
Pengaruh Free Cash Flow Terhadap kebijakan Hutang
Free cash flow (FCF) terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER) berpengaruh positif
dan diterima dalam pengujian hipotesis. Free cash flow adalah kas perusahaan yang dapat
didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal
usaha atau investasi. Hasil penelitian ini mendukung teori yang menyatakan bahwa tekanan
pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang
saham. Perusahaan-perusahaan dengan free cash flow besar yang mempunyai level hutang
tinggi akan menurunkan agency cost of free cash flow. Penurunan tersebut menurunkan
sumber-sumber discreationary, khususnya aliran kas di bawah kendali manajemen. Disisi
lain, perusahaan dengan tingkat free cash flow rendah akan mempunyai level hutang rendah,
karena mereka tidak harus mengendalikan hutang sebagai mekanisme untuk menurunkan
agency cost of free cash flow. Ketika free cash flow tinggi perusahaan cenderung menggunakan
hutang untuk kegiatan pendanaan perusahaannya, atau dengan kata lain hutang tersebut
digunakan untuk menambah jumlah discretionary cash flow yang digunakan untuk membeli
tambahan investasi, melunasi hutang, membeli treasury stock atau penambahan sederhana
atas likuiditas perusahaan (Indahningrum dan Handayani, 2009).
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Tarjo (2005) yang membuktikan
bahwa variabel free cash flow terhadap kebijakan hutang pada perusahaan besar dan kecil
hasilnya sama-sama memiliki koefisien positif dan signifikan. Hasil yang sama juga
didukung oleh penelitian Damayanti (2006), bahwa free cash flow mempunyai hubungan
yang positif dengan kebijakan hutang karena free cash flow dianggap menggambarkan kas
yang tersedia setelah memenuhi semua komitmen atau tanggung jawab yang ada, yaitu
keperluan pembayaran untuk melanjutkan operasi (termasuk pembayaran hutang lancar,
dan investasi kembali model regular untuk mempertahankan aktivitas operasi lancar).
Semakin tinggi nilai free cash flow-nya semakin tinggi pula aktivitas yang akan menaikkan
nilai perusahaan. Penelitian tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
Indahningrum dan Handayani (2009).
Pengaruh Profitabilitas Terhadap kebijakan Hutang
Profitabilitas (PROF) terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER) berpengaruh
negatif dan diterima dalam pengujian hipotesis. Pengaruh negatif profitabilitas (PROF)
terhadap kebijakan hutang (DER) ini berarti bahwa semakin tinggi profit yang diperoleh
perusahaan, maka akan semakin kecil penggunaan hutang yang digunakan dalam
pendanaan perusahaan karena perusahaan dapat menggunakan internal equity yang
diperoleh dari laba ditahan terlebih dahulu, dan apabila kebutuhan dana belum tercukupi,
perusahaan dapat menggunakan hutang atau dana eksternal. Secara logika, jika perusahaan
mempunyai profit yang tinggi berarti perusahaan mempunyai banyak dana sehingga
perusahaan tidak perlu menambah hutang untuk mendapatkan tambahan dana. Jadi,
profitabilitas berbanding terbalik dengan kebijakan hutang.
Hasil penelitian ini mendukung teori yang menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi akan dapat menghasilkan dana bagi perusahaan
yang lebih banyak sehingga dapat digunakan sebagai penutup kewajiban sehingga akan
dapat berdampak pada berkurangnya tingkat penggunaan hutang oleh perusahaan. Hasil ini
juga mendukung teori pecking order, dimana struktur pendanaan perusahaan mengikuti
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
17
suatu hirarki. yaitu pendanaan internal (laba ditahan) sebagai pilihan pertama, kemudian
diikuti oleh hutang dan ekuitas. Jika perusahaan memprioritaskan pendanaan internal (laba
ditahan) maka akan mengurangi pendanaan dari eksternal yang salah satunya adalah
hutang. Dengan kata lain, jika perusahaan profitable maka perusahaan tersebut cenderung
mengurangi rasio hutang mereka.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Myers dan Majluf
(1984), Ismiyanti dan Hanafi (2003), dan Nurbaiti (2006). Penelitian ini juga didukung oleh
Indahningrum dan Handayani (2009) bahwa profitabilitas terhadap kebijakan hutang pada
perusahaan memiliki koefisien negatif dan signifikan. Semakin tinggi profitabilitas maka
akan semakin rendah kebijakan hutang perusahaan. Perusahaan dengan profitabilitas yang
tinggi cenderung menggunakan proporsi hutang yang relatif kecil.
Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap kebijakan Hutang
Kepemilikan institusional (INST) terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER)
mempunyai pengaruh positif dan diterima dalam pengujian hipotesis. Secara logis, dapat
kita telaah bahwa ketika suatu perusahaan dikuasai oleh investor institusional dalam jumlah
atau tingkatan yang besar maka akan menimbulkan adanya kekuasaan yang besar pada
investor institusional tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional
maka akan semakin tinggi kebijakan hutang perusahaan. Hasil ini bertentangan dengan teori
yang menyatakan bahwa semakin besar prosentase saham yang dimiliki oleh kepemilikan
institusional akan menyebabkan usaha pengawasan menjadi semakin efektif sehingga akan
mengurangi agency cost karena dapat mengendalikan perilaku oppotunistik yang dilakukan
oleh para manajer. Oleh karena itu akan memungkinkan perusahaan menggunakan tingkat
hutang yang lebih rendah. Namun, hasil penelitian ini mendukung teori bahwa kepemilikan
institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham
kelompok lain dan cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan
memperoleh keuntungan yang tinggi. Dengan kebijakan tersebut, mereka dapat
mengalihkan penangguhan resiko apabila proyek gagal. Dan apabila proyek berhasil,
pemegang saham akan mendapat hasil sisa karena kreditor hanya akan dibayar sebesar
tertentu yaitu berupa bunga (Faisal, 2004). Untuk membiayai proyek tersebut, investor
memilih pembiayaan melalui hutang. Kepemilikan institusional lebih mementingkan
stabilitas pendapatan karena berkurangnya agency conflict dalam perusahaan (Haryono,
2005).
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ismiyanti dan Hanafi (2003), Murni
dan Andriana (2007) serta Indahningrum dan Handayani (2009) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional memiliki pengaruh searah dengan prediksi kebijakan hutang
perusahaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai Pengaruh Free Cash Flow,
Profitabilitas, dan Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Hutang pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2012, maka dapat
diambil simpulan sebagai berikut: (1) Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan
hutang perusahaan, yang berarti bahwa semakin besar free cash flow maka semakin besar
pula kebijakan hutang perusahaan tersebut; (2) Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap
kebijakan hutang perusahaan, yang berarti bahwa semakin tinggi profitabilitas maka
semakin rendah kebijakan hutang perusahaan tersebut; (3) Kepemilikan Institusional
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
18
berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan, yang berarti bahwa semakin
besar prosentase kepemilikan institusional dalam perusahaan maka akan semakin besar pula
kebijakan hutang perusahaan tersebut; (4) kemampuan free cash flow, profitabilitas, dan
kepemilikan institusional dalam menjelaskan kebijakan hutang adalah sebesar 65,9%,
selebihnya sebesar 34,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi.
Keterbatasan
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: (1) Dari hasil pengolahan data,
masih menunjukkan terdapat variabel yang tidak berdistribusi normal, sehingga perlu
dilakukan transformasi terhadap data yang outlier (data yang menyimpang jauh dari
distribusi normal yang terbentuk); (2)Penelitian ini hanya terbatas pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI); (3) Penelitian ini hanya
menggunakan tiga variabel independen, sedangkan masih banyak variabel lain yang dapat
mempengaruhi kebijakan hutang.
Saran
Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka saran yang dapat diajukan
dari penelitian ini sebagai berikut: (1)Bagi penelitian berikutnya, sampel yang digunakan
lebih digeneralisir lagi dan menambah jumlah sampel penelitian sehingga diharapkan
setelah hasil pengolahan data, semua variabel berdistribusi normal; (2) Untuk penelitian
berikutnya sebaiknya mengambil sampel yang berbeda, misalnya seluruh perusahaan yang
terdaftar di BEI baik perusahaan keuangan maupun non keuangan; (3)Agar hasilnya lebih
sempurna sebaiknya penelitian selanjutnya menambahkan dengan variabel-variabel lain
yang dimungkinkan berpengaruh terhadap kebijakan hutang, atau dapat menambahkan
variabel pemoderasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, B. 2013. Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan
Perusahaan, dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Basic
Industry and Chemical di BEI Tahun 2009 – 2011. Skripsi. Universitas Diponegoro
Semarang.
Brigham, E. F., dan J. F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan, Edisi kedelapan, Erlangga.
Jakarta.
Damayanti, I. 2006. Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham
terhadap Kebijakan Utang Pada Perusahaan Manufaktur Indonesia. Skripsi.
Universitas Islam Indonesia.
Faisal, M. 2004. Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Set Kesempatan Investasi, Kepemilikan
Manajerial, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang (Studi Empiris
Pada Perusahaan Sektor Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta). Thesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Ghozali, I. H. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ketiga. Undip.
Semarang.
Gusti, B. F. 2013. Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham Terhadap
Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set Sebagai Variabel
Moderating. Skripsi. Universitas Negeri Padang.
Haryono, S. 2005. Struktur Kepemilikan Dalam Bingkai Teori Keagenan. Jurnal Akuntansi dan
Bisnis 5(1): 63 – 71.
Indahningrum, R. P. dan R. Handayani. 2009. Pengaruh Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow, dan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
19
Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan. Jurnal Biisnis dan Akuntansi 11
(3): 189-207.
Ismiyanti, F. dan M. Hanafi. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko
Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen:Analisi Persamaan Simultan. Simposium
Nasional Akuntansi VI: 820 – 849.
Jensen, M. dan W. Meckling. 1976. Theory of the Firm : Managerial Behaviour, Agency Cost
and Ownership Structure. Journal of Finalcial Economic 3.
Listyani, T. T. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, dan Pengaruhnya Terhadap
Kepemilikan Saham Institusional (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur di
Bursa Efek Jakarta). Jurnal Maksi 3: 08-114.
Masdupi, E. 2005. Analisis Dampak Struktur Kepemilikan pada Kebijakan hutang Dalam
Mengontrol Konflik Keagenan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia 20(1): 57-69.
Murni, S. dan Andriana. 2007. Pengaruh Insider Ownership, Institusional Investor, Dividen
Payments, dan Firm Growth Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan (Studi kasus
pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Akuntansi
dan Bisnis 7(1): 15-24.
Myers, S. C., and N. S. Majluf. 1984. Corporate Financing and Investment Decisions When
Firms Have Information that Investors Do Not Have. Journal of Financial Economics
13.
Nurbaiti. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Struktur Modal: Analisis TimeSeries Cross-Sectional. Tema 7(2): 109-125.
Pawestri, P. 2010. Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Managerial Ownership terhadap
Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif pada Agency Theory. Skripsi.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya.
Purba, L. J. R. 2011. Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen, Ukuran
perusahaan, Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang. Skripsi. Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang.
Putri, G. A. P. 2013. Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusional, Free Cash Flow,
Investment Opportunity Set terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Hutang
sebagai Variabel Intervening. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.
Tarjo. 2005. Analisis Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Utang
pada Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. 8(1): 82-104.
Tarjo dan Jogiyanto. 2003. Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial terhadap
Kebijakan Utang pada Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional
Akuntansi VI Ikatan Akuntan Indonesia: 278-290.
Wahidahwati. 2001. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institutional pada
Kebijakan Utang Perusahaan : Sebuah Perspektif Teori Agensi. Simposium Nasional
Akuntansi IV Ikatan Akuntan Indonesia. 5(1). Januari.
Wahidahwati. 2002. Kepemilikan Manajerial dan Agency Conflicts: Analisis Pesamaan
Simultan Non Linier dari Kepemilikan Manajerial, Penerimaan Risiko (Risk Taking),
Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen. Simposium Nasional Akuntansi V, Semarang.
5-6 September.
Yeniatie dan N. Destriana. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang pada
Perusahaan Non Keuangan yang terdaftar di BEI. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Trisakti Jakarta.
●●●
Download