Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) PENGARUH FREE CASH FLOW, PROFITABILITAS, DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG Tutik Mahsunah [email protected] Suwardi B. Hermanto Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT The purpose of this research is to test the influence of free cash flow, profitability, and institutional ownership to the account receivable policy on manufacturing companies which are listed in Indonesia Stock Exchange (IDX). This research uses quantitative method and it categorizes as comparative causal research. The population is manufaturing companies which are listed in Indonesia Stock Exchange from 2008 to 2012. 20 companies have been selected as samples by using purposive sampling method. The data is secondary data. The data collection method uses library study and documentation. The data has been obtained from Indonesia Stock Exchange official sites (IDX) i.e.: www.idx.co.id. The multiple regression technique is used as data analysis technique. The result of research shows that free cash flow has positive influence to the account receivable policy, profitability has negative influence to the account receivable policy. Institutional ownership has postive influence to the account receivable policy. While the capability of free cash flow, profitability, and institutional ownership in explaining the account receivable policy is 65.9% the remaining 34.1% is explained by other variables outside the regression model. Keywords: free cash flow, profitability, institutional ownership, account receivable policy. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan digolongkan sebagai penelitian yang bersifat kausal komparatif. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008 sampai 2012. Pemilihan sampel ditentukan berdasarkan metode purposive sampling dan diperoleh sebanyak 20 perusahaan. Jenis datanya adalah sekunder. Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi dan studi pustaka. Data diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id. Teknik analisis data dengan menggunakan teknik regresi berganda. Hasil penelitian membuktikan bahwa free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang, profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang, dan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Sedangkan kemampuan free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional dalam menjelaskan kebijakan hutang adalah sebesar 65,9%, selebihnya sebesar 34,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi. Kata kunci: free cash flow, profitabilitas, kepemilikan institusional, kebijakan hutang. PENDAHULUAN Perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya perlu mengetahui perkembangan sejauh mana perusahaan itu mencapai tujuannya. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham dan Gapenski, 1996 dalam Wahidawati, 2001). Pihak manajemen dan stockholders perlu mengetahui tujuan-tujuan perusahaan mereka, baik tujuan jangka Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 2 pendek maupun tujuan jangka panjang perusahaan. Dalam usaha pencapaian tujuan tersebut, tentu saja perusahaan akan merencanakan dengan sebaik-baiknya segala sesuatu yang akan dilakukan untuk jangka pendek maupun jangka panjang, salah satunya adalah perencanaan atas hutang. Kebijakan hutang merupakan rencana serta keputusan akan pembayaran hutang yang dimiliki oleh perusahaan. Kebijakan hutang berkaitan dengan masalah pendanaan untuk operasi perusahaan, pengembangan, dan penelitian serta peningkatan kinerja perusahaan. Dalam menentukan kebijakan hutang, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan oleh perusahaan, salah satunya adalah profitabilitas. Profitabilitas merefleksikan earnings untuk pendanaan investasi. Profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan, dimana rasio ini digunakan sebagai alat pengukur atas kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari setiap rupiah penjualan yang dihasilkan. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi umumnya menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif sedikit karena dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi perusahaan dapat melakukan permodalan dengan laba ditahan dan mengandalkan sumber dana internal. Namun saat mengalami profitabilitas rendah, perusahaan akan menggunakan hutang yang tinggi sebagai mekanisme transfer kekayaan antara kreditor dan pemegang saham (Steven dan Lina, 2011 dalam Andrianto 2013). Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Hal tersebut akan dijadikan dasar dalam memberikan pinjaman modal. Dalam mengelola perusahaan, pemilik modal akan menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada manajer. Namun seringkali timbul konfik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajemen sebagai pengelola perusahaan (Agent of Owner) dengan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan disebut sebagai Masalah keagenan (Agency Theory). Jensen dan Meckling (1976) dalam Wahidahwati (2002) menyatakan bahwa konflik keagenan disebabkan oleh pembuatan keputusan pencarian dana dan pembuatan keputusan bagaimana dana tersebut diinvestasikan (investment decision). Salah satu cara yang lazim digunakan untuk mengurangi masalah agensi adalah melalui struktur kepemilikan. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasikan ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu investor melakukan pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasan atas tindakantindakannya (bonding). Cara lain dalam menyelesaikan permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan proporsi hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan konflik keagenan dan menurunkan kemungkinan pemborosan oleh manajemen (Wahidahwati, 2002). Dengan meningkatnya hutang akan semakin memperkecil porsi saham yang akan dijual dan dengan semakin besarnya hutang maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar hutang juga harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta pokok pinjaman. Dalam hal ini adanya hutang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen. Beberapa analis mengemukakan bahwa free cash flow sebagai basis untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan modal yang berkelanjutan. Free cash flow merupakan kas lebih perusahaan setelah pembayaran beban-beban operasi yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk operasi atau investasi. Free cash flow biasanya menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak, yaitu pemegang saham menginginkan sisa dana tersebut dibagikan untuk meningkatkan kesejahteraan baginya dalam bentuk dividen, sedang manajer berkeinginan dana yang ada digunakan untuk investasi pada proyek-proyek yang Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 3 menguntungkan. Penambahan hutang memiliki komitmen pembayaran kembali bunga dan pokok pinjaman yang mengurangi free cash flow dan mengurangi kemampuan manajer untuk melakukan tindakan pemborosan yang membuat manajer menjadi disiplin, sehingga penggunaan aktiva menjadi lebih produktif. Beberapa penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang telah banyak dilakukan, antara lain oleh Wahidahwati (2002), Listyani (2003), Masdupi (2005), Nurbaiti (2006), Murni dan Andriana (2007), serta Indahningrum dan Handayani (2009). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil salah satu rujukan pada penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009). Penelitian tersebut menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dividen, pertumbuhan perusahaan, free cash flow, dan profitabilitas terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial, dividen, dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Sedangkan free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk menguji kembali bagaimana pengaruh free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang pada tahun yang berbeda dan pada periode yang kebih panjang. Dengan demikian, dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil tiga dari enam variabel independen dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009), dimana hasil ketiga variabel independen tersebut mempunyai pengaruh terhadap kebijakan hutang, sedangkan ketiga variabel independen lainnya yang hasilnya tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan hutang, tidak dipergunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal penggunaan variabel independen dan dalam hal jangka waktu pengambilan sampel yang lebih panjang yaitu antara tahun 20082012. Penambahan periode pengamatan dan penggunaan variabel independen yang berbeda dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih banyak dan hasil penelitian ini mempunyai daya komparabilitas yang lebih baik. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Dalam pembahasan berikut ini akan menguraikan tentang teori mengenai variabelvariabel yang terdapat dalam penelitian ini serta hasil penelitian sebelumnya sebagai dasar pengembangan hipotesis. Free Cash Flow (Aliran Kas Bebas) Free cash flow didefinisikan sebagai arus kas yang tersisa setelah seluruh proyek yang menghasilkan net present value positif dilakukan (Jensen, 1986 dalam Tarjo, 2005). Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap (Ross et al, 2000 yang dikutip dari Tarjo dan Jogiyanto, 2003). Free cash flow merupakan jumlah arus kas discretionary yang dimiliki atau dihasilkan perusahaan, yang biasanya oleh manajer digunakan untuk pembelian tambahan investasi, pembayaran hutang, pembelian saham-saham treasury atau hanya sebagai menambah likuiditas perusahaan, dengan kata lain pengukuran free cash flow ini mengindikasikan tingkat fleksiblitas keuangan perusahaan. Free cash flow menggambarkan seberapa besar kas tersedia untuk dibagikan kepada investor (Brigham dan Houston, 2001). Free cash flow menggambarkan kepada investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati pasar Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 4 dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Sementara bagi perusahaan yang melakukan pengeluaran modal, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan dimasa depan atau tidak. Mengenai free cash flow, hipótesis Jensen (1986) dalam Tarjo (2005) menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham. Konsep free cash flow merupakan perluasan dari konsep biaya keagenan di dalam struktur modal. Free cash flow sering menjadi masalah karena manajer sering menggunakannya untuk ekspansi perusahaan. Hal ini dikarenakan para manajer merasa bahwa kekuasaan dan kepuasan kerja meningkat dengan semakin besarnya perusahaan. Free cash flow yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk yang bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dengan kata lain, para manajer mempunyai kecenderungan menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan perilaku oportunistik yang lain, karena mereka menerima manfaat yang penuh dari kegiatan tersebut tetapi kurang mau menangggung risiko dari biaya yang dikeluarkan (Pawestri, 2010). Dengan adanya hutang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Selain itu pemegang saham juga akan menikmati kontrol yang lebih atas tim manajemennya misalnya, jika perusahaan menerbitkan hutang baru dan menggunakan hasilnya untuk membeli kembali saham biasa yang terutang maka manajemen wajib membayar tunai untuk menutupi hutang ini, secara simultan mengurangi jumlah arus kas yang ada pada manajemen untuk dipermainkan. Dengan hutang tersebut, manajemen akan bekerja lebih efisien agar tidak terjadi kegagalan keuangan sehingga akan mengurangi biaya agensi arus kas bebas. Dari teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan free cash flow adalah dana berlebih di perusahaan yang seharusnya didistribusikan kepada para pemegang saham dimana keputusan pendistribusian ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan manajemen. Ketika free cash flow tinggi perusahaan cenderung menggunakan hutang untuk kegiatan pendanaan perusahaannya, dan akan menurunkan agency cost of free cash flow. Penurunan tersebut menurunkan sumber-sumber discreationary, khususnya aliran kas dibawah kendali manajemen. Namun, perusahaan dengan tingkat free cash flow rendah akan mempunyai level hutang rendah, karena mereka tidak harus mengendalikan hutang sebagai mekanisme untuk menurunkan agency cost of free cash flow. Profitabilitas Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Pengertian lain menjelaskan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Myers dan Majluf (1984) menyarankan manajer untuk menggunakan pecking order dalam keputusan pendanaan. Pecking Order merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan sebagai pilihan pertama, kemudian diikuti oleh hutang dan ekuitas. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan menggunakan hutang yang relatif kecil karena tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar pendanaan internal (Weston, 1997 dalam Purba, 2011). Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 5 digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut. Bila tingkat profitabilitas meningkat atau tinggi berarti kinerja perusahaan berjalan dengan baik dan maksimal. Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Profitabilitas selain digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk mengetahui efektivitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup suatu badan usaha dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian, setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin. Untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan, dapat dilakukan dengan menggunakan rasio profitabilitas. Rasio ini memberikan gambaran mengenai perubahanperubahan finansial perusahaan dari tahun ke tahun. Rasio profitabilitas dapat juga digunakan sebagai bahan analisis bagi penentuan kebijakan periode selanjutnya, karena setiap perubahan yang terjadi akan berpengaruh terhadap pertimbangan pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan. Profitabilitas ini menjadi variabel dalam menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Selain itu, profitabilitas juga menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Jadi, dapat disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan keahliannya mengelola semua sumber daya yang dimiliki dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam jangka panjang. Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi akan dapat menghasilkan dana bagi perusahaan yang lebih banyak dan dapat digunakan sebagai penutup kewajiban sehingga akan dapat berdampak pada berkurangnya tingkat penggunaan hutang oleh perusahaan. Kepemilikan Institusional Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang mengawasi perusahaan. Adanya pemegang saham besar seperti kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen dengan pengawasan yang lebih optimal (Sheiler dan Vishny, 1986 dalam Indahningrum dan Handayani, 2009). Kepemilikan Institusional merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2005). Distribusi saham antara pemegang saham dari luar seperti investor institusional dapat mengurangi agency cost (Wahidahwati, 2002). Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan karena kepemilikan institusional mewakili sumber kekuasaan yang mampu mendukung terhadap kedudukan manajemen atau sebaliknya. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, dan pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan menjadi sangat penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Jika tingkat kepemilikan manajerial tinggi, dapat berdampak buruk Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 6 terhadap perusahaan karena menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, para manajer memiliki posisi yang kuat untuk melakukan suatu kontrol terhadap perusahaan dan pemegang saham eksternal mengalami kesulitan untuk mengendalikan kegiatan manajer tersebut. Indahningrum dan Handayani (2009) menjelaskan bahwa kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain dan cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan memperoleh keuntungan yang tinggi. Untuk membiayai proyek tersebut, investor memilih pembiayaan melalui hutang. Dengan kebijakan tersebut mereka dapat mengalihkan pengangguhan risiko kepada pihak kreditor apabila proyek gagal. Namun apabila proyek berhasil, pemegang saham akan mendapat hasil sisa karena kreditor hanya akan dibayar sebesar tertentu yaitu berupa bunga (Faisal, 2000 dalam Murni dan Andriana, 2007). Menurut Haryono (2005), kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas pendapatan karena berkurangnya agency conflict dalam perusahaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham atas perusahaan mencerminkan hak atas kepemilikan perusahaan, sehingga semakin tinggi kepemilikan yang dimiliki pihak institusional maka kontrol perusahaan akan semakin tinggi pula. Kebijakan Hutang Kebijakan hutang menggambarkan keputusan yang diambil oleh manajemen dalam menentukan sumber pendanaannya dari pihak ketiga untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Kebijakan hutang pada dasarnya menjadi kebijakan yang digunakan untuk menentukan nilai perusahaan. Kebijakan hutang adalah segala jenis hutang yang dibuat atau diciptakan oleh perusahaan, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang (Indahningrum dan Handayani, 2009). Definisi lain kebijakan hutang adalah total hutang jangka panjang yang dimiliki perusahaan untuk membiayai operasionalnya (Yeniatie dan Destriana, 2010 dalam Andrianto, 2013). Penggunaan besarnya hutang dalam pendanaan sebuah perusahaan tergantung dari kebijakan manajer bersama para pemegang saham perusahaan tersebut. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan menggunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan. Menurut Murni dan Andriana (2007), untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang karena dengan penggunaan hutang, hak pemegang saham terhadap perusahaan tidak akan berkurang dan dapat mencapai keinginan perusahaan. Namun sebaliknya manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dikarenakan hutang mengandung risiko yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku seperti ini dikenal sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality). Keputusan pendanaan merupakan salah satu sebab timbulnya konflik keagenan antara manajer dan pemegang saham. Manajer dan pemegang saham memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda-beda. Pemegang saham menginginkan manajer bekerja dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan dapat saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi untuk kepentingan kemakmuran manajer sendiri (Wiliandri, 2011 dalam Andrianto, 2013). Menurut Pecking Order Theory, perusahaan menggunakan pendanaan internal jika tersedia dan memilih hutang lebih dari ekuitas ketika pendanaan eksternal digunakan. Pada Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 7 saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan terlebih dahulu akan menerbitkan sekuritas yang paling aman yaitu perusahaan akan memulai dari hutang kemudian sekuritas campuran seperti obligasi konvertibel, kemudian ekuitas sebagai langkah terakhir. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa dengan hutang maka perusahaan akan melakukan pembayaran periodik atas bunga dan pokok pinjaman. Hal ini bisa mengurangi keinginan manajer menggunakan free cash flow untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang kurang optimal, sebab terdapat risiko yang akan diperoleh perusahaan yang menggunakan hutang dan tidak mampu melunasi kembali hutang tersebut sehingga akan terancam likuidasinya dan pada gilirannya akan mengancam posisi manajemen (Jensen, 1986 dalam Putri, 2013). Kebijakan hutang akan memberikan dampak pendisiplinan bagi manajer untuk mengoptimalkan penggunaan dana yang ada. Karena hutang yang cukup besar akan menimbulkan kesulitan keuangan dan atau risiko kebangkrutan. Kebijakan hutang berhubungan positif dengan risiko sehingga peningkatan hutang meningkatkan risiko keuangan. Peningkatan risiko keuangan berarti menimbulkan konflik sehingga diperlukan pengaturan terhadap penggunaan hutang untuk mengurangi konflik keagenan. Perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi akan mengurangi timbulnya hutang dan mengutamakan penggunaan dana internal sebagai biaya investasi dan untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan serta risiko keuangan, sedangkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah yang menghasilkan profitabilitas rendah akan meningkatkan penggunaan hutang untuk membiayai perusahaan. Berdasarkan teori pertukaran (trade off theory) terdapat keuntungan yang akan diperoleh melalui penggunaan hutang yaitu pengurangan pajak akibat dari pembayaran biaya bunga akan tetapi keuntungan yang diperoleh tidak sebesar beban bunga yang harus ditanggung perusahaan (Sujoko dan Subiantoro, 2007 dalam Putri, 2013). Pengembangan Hipotesis Pengaruh free cash flow terhadap kebijakan hutang. Pengaruh free cash flow terhadap kebijakan hutang dalam penelitian Faisal (2004) menunjukkan bahwa proporsi free cash flow mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang yang akan diambil oleh pihak manajemen, dan Tarjo (2005) membuktikan bahwa variabel free cash flow terhadap kebijakan hutang pada perusahaan besar dan kecil hasilnya sama-sama memiliki koefisien positif dan signifikan. Hasil penelitian tersebut juga relevan dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (2006), yaitu free cash flow mempunyai hubungan positif dengan kebijakan hutang, karena free cash flow dianggap menggambarkan kas yang tersedia setelah memenuhi semua komitmen dan tanggung jawab yang ada, yaitu keperluan pembayaran untuk melanjutkan operasi (termasuk pembayaran hutang lancar, dan investasi kembali model regular untuk mempertahankan aktivitas operasi lancar). Penelitian tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009). Semakin tinggi nilai free cash flow-nya semakin tinggi pula aktivitas yang akan menaikkan nilai perusahaan yang berkaitan dengan penggunaan kebijakan hutang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah: H1 : Free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang. Myers dan Majluf (1984), Ismiyanti dan Hanafi (2003), dan Nurbaiti (2006) menemukan pengaruh negatif dan signifikan antara profitabilitas terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009) serta Yeniatie dan Destriana (2010). Pada tingkat profitabilitas rendah, perusahaan akan menggunakan hutang untuk membiayai operasional. Sebaliknya pada Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 8 tingkat profitabilitas tinggi perusahaan akan mengurangi penggunaan hutang. Hal ini disebabkan karena perusahaan mengalokasikan sebagian besar keuntungan pada laba ditahan sehingga mengandalkan sumber internal dan menggunakan hutang rendah, tetapi pada saat menghadapi profitabilitas rendah perusahaan menggunakan hutang tinggi sebagai mekanisme pentransfer kekayaan antara kreditor kepada prinsipal. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dirumuskan adalah: H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang. Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ismiyanti dan hanafi (2003), Murni dan Andriana (2007), serta Indahningrum dan Handayani (2009) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain dan cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan memperoleh keuntungan yang tinggi. Untuk membiayai proyek tersebut, investor memilih pembiayaan melalui hutang. Kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas pendapatan karena berkurangnya agency conflict dalam perusahaan (Haryono, 2005). Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dirumuskan adalah: H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. MODEL PENELITIAN Model penelitian pengaruh free cash flow, profitabilitas dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang adalah sebagai berikut: Free Cash Flow (X1) H1 Profitabilitas (X2) H2 Kepemilikan Institusional (X3) H3 Kebijakan Hutang (Y) Gambar 1 Model Penelitian Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Hutang Dalam model penelitian tersebut variabel independen yang terdiri dari free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional akan memberikan pengaruh terhadap variabel dependennya yaitu kebijakan hutang. Jika variabel-variabel independen tersebut mempunyai hubungan positif dengan variabel dependennya, maka semakin tinggi free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional, akan semakin tinggi pula tingkat kebijakan hutangnya. Demikian pula sebaliknya, jika variabel-variabel independen tersebut mempunyai hubungan negatif dengan variabel dependennya, maka semakin semakin tinggi Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 9 free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional, akan semakin rendah tingkat kebijakan hutangnya. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar dan masih aktif di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2008-2012. Alasan menggunakan perusahaan manufaktur karena perusahaan tersebut memiliki jumlah terbesar perusahaan yang telah go public dibandingkan dengan perusahaan lain, sehingga dapat terhindar dari terjadinya kekurangan data setelah dilakukan penyesuaian. Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan peneliti merupakan data dokumenter dan bersumber dari data sekunder. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka dan dapat dinyatakan dalam satuan hitung. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan beberapa kriteria tertentu sehingga diperoleh sebanyak 20 perusahaan sebagai sampel. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian, yaitu dari tahun 2008 sampai 2012; (2) Perusahaan tersebut harus tetap ada selama periode penelitian (tidak mengalami delisting); (3) Perusahan tersebut menyajikan laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember dalam mata uang rupiah selama periode penelitian; (4) Perusahan tersebut memiliki proporsi kepemilikan saham oleh institusi selama periode penelitian; (5) Jumlah operating income perusahaan tersebut bernilai positif; (6) Perusahaan tersebut termasuk dalam daftar 50 perusahaan dengan saham teraktif. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen a. Free Cash Flow Free cash flow merupakan kelebihan arus kas setelah diperlukan untuk mendanai semua proyek yang memiliki net present value positif. Variabel ini diberi simbol FCF. Rasio free cash flow (FCF Ratio) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ross et al, 2000 dalam Gusti, 2013): AKOit – PMit - NWCit FCF Ratio = --------------------------------------Total aset Keterangan: FCF Ratio : Rasio Free cash flow AKOit : Aliran kas operasi perusahaan i pada tahun t PMit : Pengeluaran modal perusahaan i pada tahun t NWCit : Modal kerja bersih perusahaan i pada tahun t Aliran kas operasi adalah kas yang berasal dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Pengeluaran modal adalah pengeluaran bersih pada aset tetap bersih akhir periode dikurangi aset tetap bersih pada awal periode. Sedangkan modal kerja bersih adalah selisih antara jumlah aset lancar dengan hutang lancar pada tahun yang sama. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 10 b. Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang (Jensen et al, 1992 dalam Indahningrum dan Handayani, 2009). Variabel ini diberi simbol PROF. Profitabilitas dapat dihitung dengan rumus: Operating income PROF = ----------------------------Total aset c. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki institusional (lembaga) pada akhir tahun yang diukur dalam persentase saham yang dimiliki oleh investor institusional dalam suatu perusahaan (Indahningrum dan Handayani, 2009). Variabel ini diberi simbol INST. Kepemilikan institusional dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Jumlah saham yang dimiliki institusi INST = ----------------------------------------------------Jumlah saham beredar akhir tahun Variabel Dependen Kebijakan Hutang Kebijakan hutang perusahaan adalah tindakan manajemen perusahaan yang akan mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang. Kebijakan hutang merupakan segala jenis hutang yang dibuat atau diciptakan oleh perusahaan baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang (Nasser dan Firlano, 2006 dalam Indahningrum dan Handayani, 2009). Dalam penelitian ini proksi kebijakan hutang diukur dengan debt to equity ratio (DER) yang dirumuskan sebagai berikut: Total kewajiban DER = ----------------------------Total ekuitas TEKNIK ANALISIS DATA Statistik Deskriptif Digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian. Selain itu juga memberikan gambaran tentang sampel yang meliputi: jumlah sampel (N), nilai minimum dan maksimum, nilai rata-rata (mean) serta nilai standard deviasi. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel bebas dan variabel terikat atau keduanya terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan tingkat signifikansi 5%. Data dikatakan berdistribusi normal jika angka probabilitasnya lebih dari 0,05 dan sebaliknya jika kurang dari 0,05 maka data tersebut dikatakan tidak berdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas, dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi ditemukan adanya hubungan yang kuat antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. c. Uji Autokorelasi, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t- Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 11 1 (sebelumnya) (Ghozali, 2005). Dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson. Secara umum, untuk mendeteksi autokorelasi dapat diambil dengan menggunakan pedoman sebagai berikut: (1) Jika angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif; (2) Jika angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi; (3) Jika angka D-W di atas 2 berarti ada autokorelasi negatif. d. Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2005). Pengujian kali ini dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisisnya yaitu jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas, akan tetapi jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Koefisien Determinasi (R2) Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian model ini, variabel independennya adalah free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) sedangkan variabel dependennya adalah kebijakan hutang (DER). Analisis Persamaan Regresi Berganda Hipotesis penelitian akan diuji dengan persamaan regresi, yaitu : DER = α + β1 FCF + β2 PROF + β3 INST + e Keterangan: α = Konstanta β = Koefisien regresi dari masing-masing variabel independen e = Standart error DER = Kebijakan Hutang FCF = Free Cash Flow PROF = Profitabilitas INST = Kepemilikan Institusional Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh variabel independen yang terdiri dari free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional terhadap variabel dependen yaitu kebijakan hutang. Uji Hipotesis Uji Statistik t, digunakan untuk mengetahui pengaruh free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) secara individu terhadap kebijakan hutang (DER). Uji t bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak. Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan membandingkan nilai signifikansi hasil perhitungan dengan tingkat kepercayaan sebesar 5%. Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari tingkat kepercayaan 0,05 (signifikansi < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Uji Statistik F, digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yaitu free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen yaitu kebijakan hutang (DER). Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan membandingkan nilai signifikansi dengan tingkat keyakinan 0,05. Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari nilai tingkat kepercayaan (signifikansi < 0,05), maka dapat disimpulkan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 12 bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel dependen. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif penelitian ini disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N FCF PROF INST DER Valid N (listwise) Minimum 100 100 100 100 100 -.79 .01 .33 .15 Maximum .87 .37 1.00 2.05 Mean -.1882 .1251 .6842 .9264 Std. Deviation .28565 .08463 .19643 .49580 Sumber: Output SPSS Tabel tersebut menyajikan statistik deskriptif data sampel keseluruhan pada periode tahun 2008 sampai 2012. Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah data yang digunakan adalah 100 sampel selama periode penelitian tahun 2008 sampai 2012. Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa rasio free cash flow (FCF) perusahaan pada tahun penelitian memiliki rata-rata (mean) sebesar -0,1882 atau -18,82% dengan nilai minimun sebesar -0,79 atau -79% yang dimiliki oleh PT Astra International Tbk pada tahun 2011 serta nilai maksimum sebesar 0,87 atau 87% yang dimiliki oleh PT Intraco Penta Tbk pada tahun 2012. Rasio Free cash flow (FCF) dihitung dari aliran kas operasi (kas yang berasal dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan) dikurangi pengeluaran modal (pengeluaran bersih pada aset tetap bersih akhir periode dikurangi aset tetap bersih pada awal periode) dikurangi modal kerja bersih (selisih antara jumlah aset lancar dengan hutang lancar pada tahun yang sama), kemudian hasilnya dibagi dengan total aset. Nilai rasio free cash flow (FCF) yang paling minimum yang dimiliki oleh PT Astra International Tbk pada tahun 2011 ini disebabkan karena nilai aliran kas operasi dikurangi pengeluaran modal dikurangi modal kerja bersih menghasilkan angka negatif dan hampir sebanding dengan nilai total asetnya. Nilai aliran kas operasi sebesar Rp19.330.000,- dikurangi pengeluaran modal sebesar Rp3.663.000,- dikurangi modal kerja bersih sebesar Rp15.788.000,menghasilkan Rp-121.000,- kemudian dibagi dengan total aset sebesar Rp153.521,- sehingga diperoleh nilai rasio free cash flow (FCF) negatif sebesar -0,79 atau -79%, sebaliknya rasio free cash flow (FCF) dengan nilai maksimum yang dimiliki oleh oleh PT Intraco Penta Tbk pada tahun 2012 ini disebabkan karena disebabkan karena nilai aliran kas operasi dikurangi pengeluaran modal dikurangi modal kerja bersih menghasilkan angka positif dan hampir sebanding dengan nilai total asetnya. Nilai aliran kas operasi sebesar Rp568.000,- dikurangi pengeluaran modal sebesar Rp-43.500,- dikurangi modal kerja bersih sebesar Rp361.655,menghasilkan Rp973.189,- kemudian dibagi dengan total aset sebesar Rp1.000.975,- sehingga diperoleh nilai rasio free cash flow (FCF) positif sebesar 0,87 atau 87%. Free cash flow (FCF) bernilai negatif tidak selalu berarti buruk. Hal ini tergantung pada penyebab dari negatifnya FCF tersebut. Banyak perusahaan yang pesat pertumbuhannya memiliki laba bersih setelah pajak bernilai positif, namun FCF-nya dapat bernilai negatif, sebab kas perusahaan tersebut digunakan untuk investasi pada aset-aset operasional yang Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 13 dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini juga mengimplikasikan bahwa perusahaan perlu mengusahakan adanya dana segar baru dari investor maupun dari kreditor dalam bentuk pengeluaran surat obligasi dan saham istimewa. Di satu sisi para pemegang saham akan membantu membiayai pertumbuhan perusahaan walaupun mereka belum menerima dividen pada awal investasinya namun seiring dengan pertumbuhan yang lambat tersebut, aliran kas bebasnya kembali menjadi positif dan perusahaan dapat menggunakan kas bebas yang positif tersebut untuk membayar dividennya. Profitabilitas (PROF) pada tahun penelitian mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 0,1251 atau 12,51% dengan nilai minimum sebesar 0,01 atau 1% yang dimiliki oleh PT Indomobil Sukses Internasional Tbk pada tahun 2009 serta PT Sierad Produce Tbk pada tahun 2011 dan 2012. Sedangkan nilai maksimumnya sebesar 0,37 atau 37% yang dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2008. Profitabilitas (PROF) dihitung dari jumlah operating income dibagi dengan total aset. Nilai profitabilitas (PROF) yang paling minimum, salah satunya yang dimiki oleh PT Indomobil Sukses Internasional Tbk pada tahun 2009 ini disebabkan karena nilai total aset yang terlalu besar dibandingkan dengan operating incomenya. Nilai operating income sebesar RP28.048,- dibagi dengan total aset sebesar Rp5.378.514,sehingga diperoleh nilai profitabilitas (PROF) sebesar 0,01 atau 1%, sebaliknya profitabilitas dengan nilai maksimum yang dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2008 ini disebabkan karena nilai total aset tidak terlalu besar dan operating income-nya hampir separuh dari total asetnya. Nilai operating income sebesar Rp2.407.231 dibagi dengan total aset sebesar Rp6.504.736,- sehingga diperoleh nilai profitabilitas (PROF) sebesar 0,37 atau 37%. Kepemilikan saham institusi (INST) pada perusahaan selama tahun penelitian menunjukkan rata-rata (mean) sebesar 0,6842 atau 68,42% dengan nilai minimum sebesar 0,33 atau 33% yang dimiliki oleh PT Mayora Indah Tbk pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012. Sedangkan nilai maksimumnya sebesar 1,00 atau 100% yang dimiliki oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk pada tahun 2008 dan 2009. Porsi minimum kepemilikan saham institusi (INST) oleh PT Mayora Indah Tbk sebesar 33% pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 tersebut dimiliki oleh PT Unita Branindo sebesar 32,93%, Koperasi Karyawan PT Mayora Indah Group sebesar 0,11%, serta Pusat Pendidikan Perbekalan Dan Angkutan Primer Koperasi TNI Angkatan Darat sebesar 0,03%. Sebaliknya porsi maksimum kepemilikan saham institusi (INST) oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk sebesar 100% pada tahun 2008 dan 2009 tersebut dimiliki oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk sebesar 99,99% dan PT Prima Intipangan Sejati sebesar 0,01%. Tingkat kebijakan hutang (DER) pada perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel selama tahun penelitian ini memiliki skala rata-rata sebesar 0,9264. Nilai minimumnya menunjukkan skala sebesar 0,15 yang dimiliki oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2011 serta nilai maksimumnya menunjukkan skala sebesar 2,05 yang dimiliki oleh PT HM Sampoerna Tbk pada tahun 2011. Tingkat kebijakan hutang (DER) dihitung dari total kewajiban dibagi dengan total ekuitas. Nilai kewajiban hutang (DER) yang paling minimum yang dimiliki oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2011 ini disebabkan karena nilai total kewajiban terlalu kecil dibandingkan dengan nilai total ekuitas. Total kewajiban sebesar Rp2.417.380,- dibagi dengan total ekuitas sebesar Rp15.733.951,sehingga diperoleh nilai rasio kewajiban hutang (DER) sebesar 0,15, sebaliknya nilai kewajiban hutang (DER) yang paling maksimum yang dimiki oleh PT HM Sampoerna Tbk pada tahun 2011 ini disebabkan karena nilai total kewajiban dua kali lebih besar dibandingkan dengan nilai total ekuitas. Total kewajiban sebesar Rp20.174.554,- dibagi total ekuitas sebesar Rp10.101.789,- sehingga diperoleh nilai kewajiban hutang dengan skala sebesar 2,05. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 14 Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa data variabel independen yang terdiri dari free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) serta variabel dependen yaitu kebijakan hutang (DER) adalah berdistribusi normal. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada masing-masing variabel tersebut adalah 0,360 untuk free cash flow (FCF), 0,113 untuk profitabilitas (PROF), 0,281 untuk kepemilikan institusional (INST) dan 0,104 untuk kebijakan hutang (DER). Hasil tersebut menunjukkan cukup bukti bahwa data terdistribusi secara normal karena nilainya sudah di atas 0,05 (p > 0,05). b. Uji Multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas ini menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen tidak ada yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1 atau 10%. Hal tersebut berarti tidak ada korelasi antar variabel independen. Nilai tolerance untuk variabel free cash flow (FCF) sebesar 0,840, profitabilitas (PROF) sebesar 0,928, dan kepemilikan institusional (INST) sebesar 0,869. Hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan hal yang sama, tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa diantara variabel independen tidak terjadi multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel free cash flow (FCF) sebesar 1,191, profitabilitas (PROF) sebesar 1,078, dan kepemilikan institusional (INST) sebesar 1,150. c. Uji Autokorelasi. Berdasarkan hasil dari uji Durbin Watson diperoleh nilai sebesar 0,985 yang terletak diantara -2 sampai +2. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi di antara ketiga variabel independen tersebut. d. Uji Heteroskedastisitas. Hasil dari uji heteroskedastisitas berdasarkan grafik plot, menunjukkan bahwa tidak ada pola yang jelas serta titik-titik tersebut menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Koefisien Determinasi (R2) Hasil pengujian koefisien determinasi ini menggunakan Adjusted R square dan menunjukkan bahwa pengaruh free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) terhadap kebijakan hutang (DER) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ini cukup kuat. Nilai Adjusted R square pada penelitian ini sebesar 0,659 atau 65,9%, yang berarti bahwa variasi perubahan variabel dependen yaitu kebijakan hutang perusahaan (DER) dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) sebesar 65,9% dan sisanya sebesar 34,1% dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Analisis Persamaan Regresi Berganda Dalam persamaan struktural ini, dimaksudkan untuk menguji signifikan tidaknya pengaruh free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER), baik pengaruhnya secara bersama-sama maupun secara individu. Persamaan strukturalnya yaitu sebagai berikut: DER = α + β1 FCF + β2 PROF + β3 INST + e Dari beberapa pengujian yang telah dilakukan, maka hasil persamaan struktural yang terbentuk adalah sebagai berikut: DER = 0,860 + 0,570 FCF – 2,091PROF + 0,636 INST + e Uji Hipotesis Uji Statistik t Hasil pengujian statistik t dapat dilihat pada tabel berikut: Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 15 Tabel 2 Hasil Uji Statistik t Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model B (Constant) FCF PROF INST 1 Standardized Coefficients Beta Std. Error .189 .166 .532 .237 .860 .570 -2.091 .636 t Sig. 4.561 3.439 -3.932 2.688 .328 -.357 .252 .000 .001 .001 .008 a. Dependent Variable: DER Sumber: Output SPSS Pengujian Hipotesis 1 H1 : Free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil tabel 2 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel free cash flow (FCF) bernilai positif sebesar 3,439 dengan nilai signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari tingkat keyakinan 0,05 (0,001 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa free cash flow (FCF) berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan dan mempunyai hubungan positif. Jadi, hipotesis pertama diterima. Pengujian Hipotesis 2 H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil tabel 2 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel profitabilitas (PROF) bernilai negatif sebesar -3,932 dengan nilai signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari tingkat keyakinan 0,05 (0,001 < 0,05). Hal ini menunjukkan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan dan mempunyai hubungan negatif. Jadi, hipotesis kedua diterima. Pengujian Hipotesis 3 H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil tabel 2 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel kepemilikan institusional (INST) bernilai positif sebesar 2,688 dengan nilai signifikansi 0,008 yang lebih kecil dari tingkat keyakinan 0,05 (0,008 < 0,05). Hal ini menunjukkan kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan dan mempunyai hubungan positif. Jadi, hipotesis ketiga diterima. Uji Statistik F Hasil pengujian statistik F dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3 Hasil Uji F statistik ANOVAa Model Sum of Squares Regression 1 Residual Total df Mean Square 6.472 3 2.157 17.864 24.336 96 99 .186 F 11.594 Sig. .000b a. Dependent Variable: DER b. Predictors: (Constant), INST, PROF, FCF Sumber: Output SPSS Tampak bahwa pada tabel tersebut, nilai F hitung pada model penelitian adalah sebesar 11,594 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi adalah di bawah 0,05 Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 16 yang menunjukkan bahwa variabel bebas secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian free cash flow (FCF), profitabilitas (PROF), dan kepemilikan institusional (INST) secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan hutang (DER). Pembahasan Hasil Penelitian Pengaruh Free Cash Flow Terhadap kebijakan Hutang Free cash flow (FCF) terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER) berpengaruh positif dan diterima dalam pengujian hipotesis. Free cash flow adalah kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal usaha atau investasi. Hasil penelitian ini mendukung teori yang menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham. Perusahaan-perusahaan dengan free cash flow besar yang mempunyai level hutang tinggi akan menurunkan agency cost of free cash flow. Penurunan tersebut menurunkan sumber-sumber discreationary, khususnya aliran kas di bawah kendali manajemen. Disisi lain, perusahaan dengan tingkat free cash flow rendah akan mempunyai level hutang rendah, karena mereka tidak harus mengendalikan hutang sebagai mekanisme untuk menurunkan agency cost of free cash flow. Ketika free cash flow tinggi perusahaan cenderung menggunakan hutang untuk kegiatan pendanaan perusahaannya, atau dengan kata lain hutang tersebut digunakan untuk menambah jumlah discretionary cash flow yang digunakan untuk membeli tambahan investasi, melunasi hutang, membeli treasury stock atau penambahan sederhana atas likuiditas perusahaan (Indahningrum dan Handayani, 2009). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Tarjo (2005) yang membuktikan bahwa variabel free cash flow terhadap kebijakan hutang pada perusahaan besar dan kecil hasilnya sama-sama memiliki koefisien positif dan signifikan. Hasil yang sama juga didukung oleh penelitian Damayanti (2006), bahwa free cash flow mempunyai hubungan yang positif dengan kebijakan hutang karena free cash flow dianggap menggambarkan kas yang tersedia setelah memenuhi semua komitmen atau tanggung jawab yang ada, yaitu keperluan pembayaran untuk melanjutkan operasi (termasuk pembayaran hutang lancar, dan investasi kembali model regular untuk mempertahankan aktivitas operasi lancar). Semakin tinggi nilai free cash flow-nya semakin tinggi pula aktivitas yang akan menaikkan nilai perusahaan. Penelitian tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Indahningrum dan Handayani (2009). Pengaruh Profitabilitas Terhadap kebijakan Hutang Profitabilitas (PROF) terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER) berpengaruh negatif dan diterima dalam pengujian hipotesis. Pengaruh negatif profitabilitas (PROF) terhadap kebijakan hutang (DER) ini berarti bahwa semakin tinggi profit yang diperoleh perusahaan, maka akan semakin kecil penggunaan hutang yang digunakan dalam pendanaan perusahaan karena perusahaan dapat menggunakan internal equity yang diperoleh dari laba ditahan terlebih dahulu, dan apabila kebutuhan dana belum tercukupi, perusahaan dapat menggunakan hutang atau dana eksternal. Secara logika, jika perusahaan mempunyai profit yang tinggi berarti perusahaan mempunyai banyak dana sehingga perusahaan tidak perlu menambah hutang untuk mendapatkan tambahan dana. Jadi, profitabilitas berbanding terbalik dengan kebijakan hutang. Hasil penelitian ini mendukung teori yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi akan dapat menghasilkan dana bagi perusahaan yang lebih banyak sehingga dapat digunakan sebagai penutup kewajiban sehingga akan dapat berdampak pada berkurangnya tingkat penggunaan hutang oleh perusahaan. Hasil ini juga mendukung teori pecking order, dimana struktur pendanaan perusahaan mengikuti Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 17 suatu hirarki. yaitu pendanaan internal (laba ditahan) sebagai pilihan pertama, kemudian diikuti oleh hutang dan ekuitas. Jika perusahaan memprioritaskan pendanaan internal (laba ditahan) maka akan mengurangi pendanaan dari eksternal yang salah satunya adalah hutang. Dengan kata lain, jika perusahaan profitable maka perusahaan tersebut cenderung mengurangi rasio hutang mereka. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Myers dan Majluf (1984), Ismiyanti dan Hanafi (2003), dan Nurbaiti (2006). Penelitian ini juga didukung oleh Indahningrum dan Handayani (2009) bahwa profitabilitas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan memiliki koefisien negatif dan signifikan. Semakin tinggi profitabilitas maka akan semakin rendah kebijakan hutang perusahaan. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi cenderung menggunakan proporsi hutang yang relatif kecil. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap kebijakan Hutang Kepemilikan institusional (INST) terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER) mempunyai pengaruh positif dan diterima dalam pengujian hipotesis. Secara logis, dapat kita telaah bahwa ketika suatu perusahaan dikuasai oleh investor institusional dalam jumlah atau tingkatan yang besar maka akan menimbulkan adanya kekuasaan yang besar pada investor institusional tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan semakin tinggi kebijakan hutang perusahaan. Hasil ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin besar prosentase saham yang dimiliki oleh kepemilikan institusional akan menyebabkan usaha pengawasan menjadi semakin efektif sehingga akan mengurangi agency cost karena dapat mengendalikan perilaku oppotunistik yang dilakukan oleh para manajer. Oleh karena itu akan memungkinkan perusahaan menggunakan tingkat hutang yang lebih rendah. Namun, hasil penelitian ini mendukung teori bahwa kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain dan cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan memperoleh keuntungan yang tinggi. Dengan kebijakan tersebut, mereka dapat mengalihkan penangguhan resiko apabila proyek gagal. Dan apabila proyek berhasil, pemegang saham akan mendapat hasil sisa karena kreditor hanya akan dibayar sebesar tertentu yaitu berupa bunga (Faisal, 2004). Untuk membiayai proyek tersebut, investor memilih pembiayaan melalui hutang. Kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas pendapatan karena berkurangnya agency conflict dalam perusahaan (Haryono, 2005). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ismiyanti dan Hanafi (2003), Murni dan Andriana (2007) serta Indahningrum dan Handayani (2009) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh searah dengan prediksi kebijakan hutang perusahaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas, dan Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2012, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: (1) Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan, yang berarti bahwa semakin besar free cash flow maka semakin besar pula kebijakan hutang perusahaan tersebut; (2) Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan, yang berarti bahwa semakin tinggi profitabilitas maka semakin rendah kebijakan hutang perusahaan tersebut; (3) Kepemilikan Institusional Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 18 berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan, yang berarti bahwa semakin besar prosentase kepemilikan institusional dalam perusahaan maka akan semakin besar pula kebijakan hutang perusahaan tersebut; (4) kemampuan free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional dalam menjelaskan kebijakan hutang adalah sebesar 65,9%, selebihnya sebesar 34,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi. Keterbatasan Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: (1) Dari hasil pengolahan data, masih menunjukkan terdapat variabel yang tidak berdistribusi normal, sehingga perlu dilakukan transformasi terhadap data yang outlier (data yang menyimpang jauh dari distribusi normal yang terbentuk); (2)Penelitian ini hanya terbatas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI); (3) Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel independen, sedangkan masih banyak variabel lain yang dapat mempengaruhi kebijakan hutang. Saran Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka saran yang dapat diajukan dari penelitian ini sebagai berikut: (1)Bagi penelitian berikutnya, sampel yang digunakan lebih digeneralisir lagi dan menambah jumlah sampel penelitian sehingga diharapkan setelah hasil pengolahan data, semua variabel berdistribusi normal; (2) Untuk penelitian berikutnya sebaiknya mengambil sampel yang berbeda, misalnya seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI baik perusahaan keuangan maupun non keuangan; (3)Agar hasilnya lebih sempurna sebaiknya penelitian selanjutnya menambahkan dengan variabel-variabel lain yang dimungkinkan berpengaruh terhadap kebijakan hutang, atau dapat menambahkan variabel pemoderasi. DAFTAR PUSTAKA Andrianto, B. 2013. Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Basic Industry and Chemical di BEI Tahun 2009 – 2011. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang. Brigham, E. F., dan J. F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan, Edisi kedelapan, Erlangga. Jakarta. Damayanti, I. 2006. Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham terhadap Kebijakan Utang Pada Perusahaan Manufaktur Indonesia. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Faisal, M. 2004. Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Set Kesempatan Investasi, Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta). Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Ghozali, I. H. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ketiga. Undip. Semarang. Gusti, B. F. 2013. Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham Terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set Sebagai Variabel Moderating. Skripsi. Universitas Negeri Padang. Haryono, S. 2005. Struktur Kepemilikan Dalam Bingkai Teori Keagenan. Jurnal Akuntansi dan Bisnis 5(1): 63 – 71. Indahningrum, R. P. dan R. Handayani. 2009. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow, dan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013) 19 Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan. Jurnal Biisnis dan Akuntansi 11 (3): 189-207. Ismiyanti, F. dan M. Hanafi. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen:Analisi Persamaan Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI: 820 – 849. Jensen, M. dan W. Meckling. 1976. Theory of the Firm : Managerial Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Finalcial Economic 3. Listyani, T. T. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, dan Pengaruhnya Terhadap Kepemilikan Saham Institusional (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Maksi 3: 08-114. Masdupi, E. 2005. Analisis Dampak Struktur Kepemilikan pada Kebijakan hutang Dalam Mengontrol Konflik Keagenan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia 20(1): 57-69. Murni, S. dan Andriana. 2007. Pengaruh Insider Ownership, Institusional Investor, Dividen Payments, dan Firm Growth Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan (Studi kasus pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Akuntansi dan Bisnis 7(1): 15-24. Myers, S. C., and N. S. Majluf. 1984. Corporate Financing and Investment Decisions When Firms Have Information that Investors Do Not Have. Journal of Financial Economics 13. Nurbaiti. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Struktur Modal: Analisis TimeSeries Cross-Sectional. Tema 7(2): 109-125. Pawestri, P. 2010. Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Managerial Ownership terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif pada Agency Theory. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya. Purba, L. J. R. 2011. Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen, Ukuran perusahaan, Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Putri, G. A. P. 2013. Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusional, Free Cash Flow, Investment Opportunity Set terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Hutang sebagai Variabel Intervening. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang. Tarjo. 2005. Analisis Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Utang pada Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. 8(1): 82-104. Tarjo dan Jogiyanto. 2003. Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Utang pada Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VI Ikatan Akuntan Indonesia: 278-290. Wahidahwati. 2001. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institutional pada Kebijakan Utang Perusahaan : Sebuah Perspektif Teori Agensi. Simposium Nasional Akuntansi IV Ikatan Akuntan Indonesia. 5(1). Januari. Wahidahwati. 2002. Kepemilikan Manajerial dan Agency Conflicts: Analisis Pesamaan Simultan Non Linier dari Kepemilikan Manajerial, Penerimaan Risiko (Risk Taking), Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen. Simposium Nasional Akuntansi V, Semarang. 5-6 September. Yeniatie dan N. Destriana. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang pada Perusahaan Non Keuangan yang terdaftar di BEI. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti Jakarta. ●●●