BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Budidaya ikan Nila (Oreochromis niloticus) dilakukan dengan tahap- tahap yaitu pemijahan, perawatan larva, pendederan dan pembesaran. Ada dua cara pemijahan nila yaitu melalui pematangan gonad/kelamin dan tanpa pematangan gonad/kelamin (Diskanla, 2007:1). Pendederan pertama dengan pemelihara selama 21 hari akan menghasilkan benih dalam 2 ukuran yaitu 2-3 cm dan 3-5 cm). Selanjutnya dilakukan pendederan ke dua yang dipelihara selama 30 hari dengan ukuran mencapai 5-8 cm siap untuk dijual atau dibesarkan sampai mencapai umuran konsumsi. Untuk pembesaran penebar benih yang berukuran seragam dengan kepadatan 5 ekor/m2. Pembesaran dilakukan selama 120 hari hingga berat minimal 200 gram untuk siap dikonsumsi (Diskanla, 2007:5). Pada penelitian ini difokuskan pada dinamika populasi plankton pada persiapan kolam sebelum dilakukan pendederan karena untuk melihat pertumbuhan dan kepadatan plankton yang nantinya dibutuhkan oleh larva ikan nila. Persiapan kolam meliputi pengeringan kolam selama 4-5 hari. Setelah pengeringan, dilakukan pengapuran dasar kolam dengan dosis 50-100 gram/m2 dan dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang dengan dosis 250-500 gr/m2. Pengisian air kolam sampai ketinggian 40-75 cm dan didiamkan selama 3-5 hari. Persiapan kolam inilah yang nantinya akan 7 menumbuhkan plankton sebagai pakan alami bagi larva ikan nila (Diskanla, 2007:5). Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya ikan adalah ketersediaan pakan. Dalam penyediaan pakan harus diperhatikan beberapa faktor, yaitu jumlah dan kualitas pakan, kemudahan untuk menyediakannya, serta lama waktu pengambilan pakan yang berkaitan dengan jenis ikan maupun umurnya (Junius Akbar, 2016:68). Semua kegiatan budidaya pakan alami, menuntut tersedianya benih dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, dan berkesinambungan. Guna mencukupi kebutuhan tersebut, usaha pembenihan perlu ditingkatkan produksinya dalam hal penyediaan pakan untuk larva atau benih ikan agar kesintasannya tinggi dan pertumbuhannya baik. Pakan alami banyak ragamnya, yang bertujuan untuk menjaga kesehatan dan perkembangan ikan. Tujuan pemberian pakan bagi ikan adalah untuk memperoleh nilai tambah atau meningkatkan hasil panen. Pemberian pakan alami berkualitas baik dan dalam jumlah yang cukup akan memperkecil persentase larva atau benih ikan yang mati. Hal ini disebabkan pakan alami mengandung nilai gizi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan hidup benih ikan. Pakan alami juga sangat diperlukan bagi larva setelah persediaan kuning telur habis (Junius Akbar, 2016:68-69). Fungsi utama pakan adalah untuk kesintasan ikan dan pertumbuhan. Pakan yang dimakan oleh ikan pertama-tama digunakan bagi kesintasan dan apabila ada kelebihannya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Jadi 8 apabila menghendaki pertumbuhan ikan yang optimal maka ikan harus diberikan pakan yang bergizi menurut Djajasewaka, (Junius Akbar, 2016:69). 2. Dinamika Populasi Dinamika populasi merupakan penambahan maupun pengurangan suatu populasi. Penambahan terhadap populasi dapat disebabkan oleh masuknya individu lain yang berasal dari daerah lain (imigrasi) dan karena adanya kelahiran (natalitas). Pengurangan terhadap suatu populasi dapat disebabkan karena kematian (mortalitas) atau karena keluarnya individu dari populasi tersebut ke luar wilayah perikanan (Suradi Wijaya, 2007:1). Populasi pada habitat yang sama akan membentuk asosiasi berupa komunitas. Interaksi dalam komunitas tersebut berupa predasi, kompetisi dan simbiotik yang pada akhirnya akan terjadi suksesi berupa pergantian spesies menuju klimaks yang terjadi secara bertahab (Sudjoko,1998:20). Gambar 1. Grafik suksesi (Sudjoko, 1998:27). Grafik suksesi menggambarkan pergantian spesies dari waktu ke waktu hingga adanya spesies yang mendominasi pada satu waktu. Gambar 1. 9 Tentang grafik suksesi memperlihatkan dinamika antar spesies A,B,C dan D dalam satu waktu dari muncul hingga hilang dalam satu waktu. 3. Pengertian dan Penggolongan Plankton Menurut Sachlan (1982:2), Plankton adalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam air yang pergerakannya relatif pasif dan plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Plankton dapat berupa fitoplankton maupun zooplankton. Plankton merupakan organisme yang hidup melayang atau mengapung di dalam air. Kemampuan geraknya kalaupun ada sangat terbatas hingga organisme tersebut selalu terbawa arus. Berdasarkan daur hidupnya, plankton terbagi dalam dua golongan yaitu holoplankton yang merupakan organisme akuatik dimana seluruh hidupnya bersifat sebagai plankton, golongan ke dua yaitu meroplankton yang hanya sebagian dari daur hidupnya bersifat sebagai plankton menurut Nybakken, (Maria Agustini, Sri Oetami, 2014:39). Menurut ukurannya, plankton dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu makroplankton (lebih besar dari 1 mm), mikroplankton (0,06-1mm) dan nanoplankton (kurang dari 0,06mm) meliputi beberapa jenis fitoplankton. Diperkirakan 70% dari semua fitoplankton di laut terdiri dari nanoplankton dan inilah yang memungkinkan terdapatnya zooplankton sebagai konsumen primer menurut Sachlan, (Maria Agustini, Sri Oetami, 2014:39). 10 Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam ekosistem perairan karena memiliki klorofil untuk melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen) merupakan sumber nutrisi utama bagi organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dari zooplankton dan diikuti organisme lainnya yang membentuk rantai makanan (Barus, 2002: 26). Fitoplankton yang terdapat di perairan air tawar dikelompokkan kedalam beberapa kelas yaitu: a. Cyanophyceae (Ganggang Biru) Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana. berwarna biru kehijauan, bersifat autrotrof, inti dan kromatofora tidak ditemukan. Dinding selnya mengandung pektin, hemiselulosa, dan selulosa, yang kadang-kadang berupa lender, oleh sebab itu ganggang ini juga dinamakan ganggang lender (Myxophyceae). Pada bagian pinggir plasmanya terkandung zat warna klorofil a, karotenoid, dan dua macam kromaprotein yang larut dalam air yaitu fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang berwarna merah, oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap, kadang-kadang tampak kemerah-merahan, kadang-kadang kebiru-biruan. Gejala tersebut dianggap sebagai penyesuaian diri terhadap sinar (adaptasi kromatik). Ganggang biru umumnya tidak bergerak. Diantara jenis-jenis yang berbentuk benang dapat mengadakan gerakan merayap dan meluncur pada alas yang basah. Tidak memiliki bulu 11 cambuk, gerakan terjadi karena adanya kontraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lender. Cyanophyceae dibedakan dalam tiga bangsa yaitu bangsa Chroococcales, Chamaesiphonales, dan Hormogonales (Gembong Tjitrosoepomo, 2005:23-28). b. Chlorophyceae (Ganggang Hijau) Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang hidup berkoloni membentuk benang yang bercabang-cabang maupun tidak, selain itu ada yang membentuk koloni menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Biasanya hidup di dalam air tawar, merupakan penyusun plankton atau sebagai bentos. Memiliki sel besar dan ada pula yang hidup di air laut, terutama dekat pantai. Sel-sel ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karotenoid. Anggota bangsa dari Chlorophyceae meliputi : Chlorococcales, Ulotrichales, Cladophorales, Chaetophorales, Oedogoniales, Siphonales (Gembong Tjitrosoepomo, 2005:55-68). c. Conjugatae (Ganggang Gandar) Conjugatae merupakan golongan ganggang dengan bermacam bentuk yang sebagian besar hidup dalam air tawar. Ada yang bersel tunggal dan ada yang berkoloni berbentuk benang yang tidak melekat pada sesuatu alas. Ganggang ini tidak membentuk zoospora maupun gamet yang mempunyai bulu cambuk bersatu menjadi suatu zigot. Setelah mengalami waktu istirahat, zigot mengadakan pembelahan reduksi, kemudian berkecambah. Jadi Conjugatae adalah organisme yang haploid. 12 Conjugatae dibedakan menjadi dua bangsa yaitu bangsa Desmidiales dan Zygnematales (Gembong Tjitrosoepomo, 2005:69-72). d. Phaeophyceae (Ganggang Pirang) Phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna pirang. Dalam kromatoforanya mengandung klorofil a, karotin, dan santofil, tetapi terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan yang menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang. Kebanyakan Phaeophyceae hidup di dalam air laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup dalam air tawar. Ganggang ini termasuk bentos, melekat pada batu-batu, kayu, sering juga sebagai epifit pada talus ganggang lain, bahkan ada yang hidup sebagai endofit. Phaeophyceae dibedakan menjadi empat bangsa, diantarnya yaitu Phaeosporales, Laminariales, Dicyotales, dan Fucales (Gembong Tjitrosoepomo, 2005:77-85). e. Rhodophyceae (Ganggang Merah) Rhodophyceae ganggang yang berwarna merah sampai ungu, kadang-kadang juga lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram atau lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi, yaitu fikoeritrin. Pada jenis-jenis tertentu terdapat fikosianin. Hidupnya sebagai bentos, melekat pada substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Kebanyakan Rhodophyceae hidup di dalam air laut, terutama dalam lapisan-lapisan air yang dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya bergelombang pendek. 13 Rhodophyceae dibagi dalam dua anak kelas, yaitu Bangieae dan Florideae (Gembong Tjitrosoepomo, 2005:89-91). f. Flagellatae Flagellatae adalah ganggang yang merupakan penyusun plankton, bersel tunggal dan mempunyai inti, dapat bergerak dengan pertolongan satu atau beberapa bulu cambuk. Sel-sel Flagellatae mempunyai vakuola berdenyut dan kebanyakan juga mempunyai suatu bintik merah seperti mata yang dinamakan stigma. Warna merah dikarenakan mengandung karotenoid. Flagellatae terdapat dalam semua perairan sampai dalam samudera, dan kadang-kadang sangat banyak. Pada kelas Flagellatae dibedakan menjadi 7 bangsa, diantarnya yaitu Chrysomonadales, Heterochloridales, Cryptomonadales, Dinoflagellatae, Euglenales, Protochloridales dan Volvocales (Gembong Tjitrosoepomo, 2005:33-48). g. Diatomeae (Ganggang Kersik) Diatomeae atau Bacillariophyta adalah jasad renik bersel satu yang masih dekat dengan Flagellatae. Bentuk sel macam-macam, semuanya dapat dikembalikan ke dua bentuk dasar yaitu bentuk yang bilateral dan sentrik. Dalam sel-sel Diatomeae mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning-coklat yang mengandung klorofil a, karotin, santofil, dan karotenoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin. Beberapa jenis Diatomeae tidak mempunyai zat warna dan hidup sebagai saprofit. Diatomeae hidup dalam air tawar maupun dalam air laut, tetapi juga di atas tanah-tanah basah, terpisah-pisah atau membentuk koloni. Diatomeae 14 dibagi menjadi 2 bangsa yaitu Centrales dan Pennales (Gembong Tjitrosoepomo, 2005:48-54). Komposisi dan kelimpahan plankton sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan aktivitas pemangsa dari sesama plankton dan organisme planktivor lainnya. Dalam struktur rantai makanan fitoplankton dikonsumsi oleh zooplankton dan selanjutnya kedua golongan plankton ini menjadi sumber makanan utama berbagai jenis organisme pada stadia awal perkembangannya menurut Hinrichsen. et. al. 2002, (Nur Asia, 2009). Pertumbuhan fitoplankton didukung oleh ketersediaan nutrien yang dapat diperoleh melalui pemupukan menurut Goldman and Home (1983). Makin tinggi kandungan unsur hara di perairan, makin meningkat pula kelimpahan fitoplankton menurut Boyd (1982), yang akan memacu tumbuhnya zooplankton. Plankton bisa mengalami perubahan komposisi dalam komunitasnya (suksesi) sebagai akibat dari perubahan kondisi fisika (intensitas cahaya, suhu), kimia (unsur hara, kualitas air, dan toksin), dan biologi (kompetisi dan pemangsaan) (Niken Tanjung,dkk, 2010:601). Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respon terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi. Dikatakan pula bahwa faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara faktor fisikakimia perairan seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu, 15 dan ketersediaan unsur hara, nitrogen dan fosfor, sedangkan aspek biologi adalah adanya aktifitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami, dan dekomposisi (Reynollds, et. al., 1984; Simarmata,P, 2012; Maria Agustini, Sri Oetami, 2014:40). Nutrien dan cahaya merupakan parameter lingkungan yang memiliki pengaruh besar terhadap kelimpahan plankton dalam perairan. Perlakuan kolam yang dilakukan di BPTPB dapat menjadi faktor penyedia nutrien bagi pertumbuhan plankton sedangkan larva ikan nila menjadi predator plankton yang pada akhirnya akan mempengaruhi dinamika populasi plankton yang ada pada kolam pendederan. Nutrien yang penting bagi pertumbuhan plankton adalah nitrogen dan fosfat. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan plankton, antara lain : a. Suhu Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti : curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari menurut Nontji, 2007, (Dewi Wulandari 2009:8). Menurut Effendi, 2003 (Yuliana, 2012:177), bahwa kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20300C. b. Kecerahan dan kekeruhan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini 16 sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran menurut Effendi, 2003, (Dewi Wulandari 2009:9). Menurut James, 1979 (Makmur, 2012: 864) kekeruhan dapat menyebabkan efek negatif pada kualitas air, terutama kadar DO, BOD, suhu dan berdampak terhadap keragaman jenis ikan, akibat penurunan fotosintesis, populasi plankton, alga serta mikrofita. c. pH pH yang sesuai dibutuhkan untuk kehidupan plankton di perairan yaitu 6,5 – 8,0 menurut Pescod, 1973, (Yuliana, dkk. 2012:177). d. DO Oksigen terlarut merupakan gas yang mutlak dibutuhkan dalam proses respirasi ikan dan biota lain serta diperlukan dalam perombakan bahan organik. Untuk proses metabolisme, hewan air membutuhkan oksigen terlarut di atas 5 mg/l dan cukup layak bagi kehidupan larva plankton (Shahab, 1986). Para ahli perikanan sering menyebutkan bahwa ikan dan biota air lain memerlukan sekurang-kurangnya 3 mg/l oksigen terlarut untuk kehidupan secara normal. Prescod (1973) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut minimal sebesar 2 ppm, cukup untuk mendukung kehidupan perairan secara normal di daerah tropik dengan asumsi perairan tidak mengandung bahan beracun (Nur Asia,2009:27). 17 e. Fosfat Menurut Makmur (2012: 864), fosfat merupakan faktor penting untuk pertumbuhan fitoplankton dan organisme lainnya. Fosfat sangat diperlukan sebagai transfer energi dari luar ke dalam sel organisme, karena itu fosfat dibutuhkan dalam jumlah yang kecil (sedikit). Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik menurut Darley, 1982; Goldmn & Horne, 1983, (Yuki Hana, 2009:12). f. Nitrat Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium (Yuki Hana, 2009:11). Nitrat biasanya tidak bersifat racun d perairan danau dan sungai sampai konsentrsiny 1 mg/L dan konsentrasi nitrogen yang rendah dalam perairan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman menurut Goldman & Horne, 1983, (Yuki Hana, 2009:11). Kandungan nitrat yang tinggi pada perairan tawar merupakan lingkungan yang disukai oleh sebagian besar kelas Chlorophyceae menurut APHA, 1969; Basmi, 1995, ( Anggi Imani,2014:21). g. BOD Biological Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme untuk pemecahan bahan organik yang 18 selanjutnya akan digunakan sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi menurut Prescod, 1973, (Salmin, 2005:24). Konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan masih tergolong baik apabila konsumsi oksigen selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l dan apabila konsumsi oksigen berkisar 10-20 mg/l menunjukkan tingkat pencemaran oleh bahan organik yang tinggi menurut Brower et al., 1990, (Heni Andriyani, Endang Widyastuti & Dwi Sunu W, 2014: 53) 5. Pemanfaatan alga, antara lain: a. Pemanfaatan alga yang kaya akan karotenoid sebagai antioksidan , pewarna dan suplemen dari mikroalga antara lain dari spesies Dunaliella sallina, Haematococcus pluvialis, Chlorella pyrenoidosa, Anthrospira platensis, Nannochloropsis oculata dan beberapa makroalga seperti Kappaphycus alvarezii, Sargassum sp, dan Caulerpa sp. (Helly de Freres. et. al.,2012:221). b. Chlorella vulgaris selain sebagai sumber nutrisi makanan dan antioksidan berpotensi juga untuk pengolahan limbah domestik (Novida T. Purba, 2011:1-2). c. Spirulina platensis sebagai sumber pangan fungsional yang memiliki kandungan protein tinggi dan vitamin serta mineral yang berguna bagi kesehatan tubuh (M.M. Azimatun Nur, 2014:1). 19 d. Pemanfaatan fitoplankton sebagai bioindikator berbagai jenis polutan (Esau D. N. Haninuna., Ricky, Gimin, & Ludji M. Riwu Kaho, 2015:72). B. KERANGKA BERPIKIR C. Perlakuan Kolam Sumber Air - - Pengeringan Pengapuran Pemupukan - Membunuh parasit, menghilangkan gas-gas beracun dan mempercepat penguraian bahan organik Meningkatkan dan mempertahankan pH Penyedia zat organik - Plankton Telur organisme lain Organisme lain Pertumbuhan Plankton Jenis-Jenis Plankton Dinamika Populasi Plankton Gambar 2. Kerangka Berpikir Dinamika Populasi Plankton pada Persipan Kolam Pendederan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Sebelum Penebaran Benih 20