1 PENDAHULUAN Era globalisasi menuntut seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan banyak orang. Dalam berkomunikasi, penampilan menjadi salah satu hal penting untuk mencerminkan kepercayaan diri seseorang. Penampilan yang baik akan membuat seseorang tampil lebih percaya diri untuk berkomunikasi dengan orang lain. Penampilan seseorang antara lain diperhatikan dari kondisi kulitnya. Indonesia merupakan negeri tropis yang kaya akan paparan sinar matahari. Paparan sinar matahari (sinar UV) dapat mengaktifkan hormon yang akan menstimulasi sintesis pigmen melanin dan menyebabkan warna kulit tampak lebih gelap (Winata 2008). Pembentukan melanin yang berlebih dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit. Sebaliknya, hipopigmentasi kulit dapat terjadi bila pembentukan melanin sedikit atau berkurang di dalam tubuh (Likhitwitayawuid 2008). Enzim tirosinase atau fenol oksidase merupakan enzim utama yang berperan dalam biosintesis melanin di dalam tubuh makhluk hidup. Biosintesis melanin oleh enzim tirosinase dilakukan dengan mengatalisis ortohidroksilasi tirosin menjadi 3,4dihidroksifenilalanin atau DOPA (monofenolase) dan oksidasi DOPA menjadi dopakuinon (difenolase) (Likhitwitayawuid 2008). Masyarakat Indonesia, khususnya wanita menginginkan kulit yang tampak lebih cerah. Oleh sebab itu, tersedia banyak produk kosmetik dengan fungsi sebagai pemutih atau pencerah kulit. Namun, beberapa produk kosmetik pemutih tidak aman dipakai karena mengandung senyawa berbahaya, seperti hidrokuinon dan juga merkuri. Hal tersebut melandasi banyaknya penelitian untuk mencari potensi tanaman atau bahan alam sebagai pemutih. Diharapkan senyawa aktif pemutih dari bahan alam tidak memberikan efek samping kepada konsumen. Inhibitor tirosinase merupakan senyawa yang dapat menghambat proses pembentukan melanin. Inhibitor tirosinase saat ini banyak digunakan pada produk kosmetik dan juga produk farmasi untuk menghambat produksi melanin berlebih pada lapisan epidermis dan membuat kulit tampak lebih putih (Arung et al. 2006). Inhibitor tirosinase menghambat aktivitas enzim tirosinase dengan mereduksi bahan yang dapat menyebabkan oksidasi dopakuinon. Inhibitor tirosinase yang spesifik akan berikatan kovalen dengan enzim sehingga menjadi tidak aktif selama reaksi katalitik berlangsung (Chang 2009). Bahan alam di Indonesia yang telah diketahui memiliki aktivitas sebagai inhibitor tirosinase diantaranya Xylocarpus granatum, Rhizhoporasp., Caesalpinia sappan, Curcuma longa, Curcuma xanthorrhiza, Durio zibethinus, Goniothalamus macrophyllus, Guazoma ulmifolia, Gynura pseudochina, Helminthostachys zeylanica, Intsia palembanica, Koompassia mallaccenis, Talinum sp., Terminalia catappa, dan Tinospora tuberculata (Batubara et al. 2010; Lopolisa 2010; Nurrefiyanti 2010). Telah banyak pula peneliti yang menemukan senyawa aktif dalam bahan alam yang berfungsi sebagai inhibitor tirosinase, diantaranya adalah arbutin, asam elagat, oksiresveratrol, kloroforin, noratokarpanon, dan artokarpanon (Arung et al. 2006). Alamanda merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai inhibitor tirosinase. Batang tanaman Allamanda cathartica memiliki senyawa aktif glabridin, dengan IC50 sebesar 2.93 μM (Yamauchi et al. 2010). Tanaman hias ini, di Indonesia ditemukan dalam beberapa spesies, diantaranya Allamanda cathartica dan A. schottii (Gambar 1). Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi tanaman Alamanda yang berasal dari beberapa daerah di Bogor sebagai inhibitor tirosinase. Selain itu, juga bertujuan untuk mendapatkan fraksi aktif yang berperan dalam inhibisi enzim tirosinase tersebut. (a) (b) Gambar 1 Allamanda schootii (a) dan Allamanda cathartica (b) (koleksi pribadi).