Makalah Akhir BMI (KPM 200) PENYEBAB PERAN GANDA TERHADAP POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA Yunita Nurrohmani I34110113 Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni MS DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i ABSTRAK Pembuatan makalah ilmiah yang berjudul Penyebab Peran Ganda Serta Pengaruhnya Terhadap Pola Pengambilan Keputusan dalam Sebuah Keluarga bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya peran ganda pada wanita. Selain itu, tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu menganalisis sejauh mana peran ganda yang dimiliki seorang ibu terhadap pola pengambilan keputusan dalam sebuah keluarga. Wanita seringkali ditempatkan pada posisi terlemah bila dibandingkan dengan seorang pria sehingga ketimpangan gender sangat terlihat pada kaum wanita. Peran ganda termasuk ke dalam salah satu ketimpangan gender yang terjadi pada kaum wanita. Keputusan wanita untuk mengambil peran ganda tentunya sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pola pengambilan keputusan dalam keluarganya. Dari makalah Penyebab Peran Ganda Serta Pengaruhnya Terhadap Pola Pengambilan Keputusan dalam Sebuah Keluarga dapat dilihat, beberapa faktor yang menyebabkan wanita memutuskan untuk mengambil peran ganda. Dari makalah ini juga dapat dilihat adanya fakta bahwa wanita yang memiliki peran ganda tidak terlalu berpengaruh terhadap pengambilan keputusan karena pengambilan keputusan masih didominasi oleh kaum pria, meskipun pada waktu tertentu kaum wanita mendapat tempat dalam pengambilan keputusan. Adapun metode yang digunakan untuk pembuatan makalah Penyebab Peran Ganda Serta Pengaruhnya Terhadap Pola Pengambilan Keputusan dalam Sebuah Keluarga adalah metode tinjauan pustaka. Kata kunci : wanita, peran ganda, pengaruh, pola pengambilan keputusan ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam mata kuliah Belajar Menulis Ilmiah (KPM 200), Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Tingkat Persiapan Bersama, Institut Pertanian Bogor tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Penulisan makalah berjudul “Pengaruh Peran Ganda Terhadap Pola Pengambilan Keputusan dalam Sebuah Keluarga” merupakan syarat kelulusan dalam mata kuliah BMI. Makalah akhir ini berisi tentang ketimpangan gender yang banyak dialami oleh kaum wanita dan penyebab mengapa seorang wanita memutuskan untuk mengambil peran ganda. Dalam makalah ini juga akan dibahas mengenai pengaruh peran ganda yang dimiliki wanita terhadap pola pengambilan keputusan dalam keluarganya. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran guna kebaikan dan kesempurnaan makalah ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni MS selaku dosen dan Novia Fridayanti selaku asisten praktikum mata kuliah BMI. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi siapapun yang membaca dan dapat memenuhi kriteria yang baik dalam penilaian tugas akhir dalam mata kuliah BMI. Bogor, Juni 2012 Yunita Nurrohmani I34110113 iii DAFTAR ISI ABSTRAK…………………………………………………………………………. i KATA PENGANTAR……………………………………………………………... ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. iii DAFTAR TABEL………………………………………………………………...... iv PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1 PEMBAHASAN Definisi Gender…………………………………………………………….. 2 Ketidaadilan Gender……………………………………………………….. 2 Definisi peran ganda……………………………………………………….. 3 Penyebab peran ganda ……………………………………………………... 4 Pengaruh peran ganda terhadap pola pengambilan keputusan…………….. 4 PENUTUP………………………………………………………………………..... 6 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................7 iv DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 4.1 Pola komunikasi keluarga………………………………………………. 5 1 PENDAHULUAN Gender menjadi kata yang cukup kontroversial, terutama dikalangan para ulama. Kata gender sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menghadirkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya, ketidakadilan pada gender banyak dialami oleh kaum wanita. Salah satunya mengenai beban kerja yang lebih banyak diberatkan pada kaum wanita. Zaman dahulu, kebanyakan wanita hanya mengambil peran sebagai ibu rumah tangga yang hanya melakukan pekerjaan domestik dan mengikuti segala keputusan yang diambil suami. Namun saat ini, wanita menjadi sangat berperan bahkan perannya sampai di kancah perpolitikan. Berkembangnya peran wanita tentu disebabkan oleh banyak faktor. Sehingga terjadilah ketidakadilan dalam gender. Kebanyakan wanita memutuskan untuk mengambil peran ganda, maksudnya selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seorang wanita juga membantu atau menggantikan peran suami dalam mencari nafkah. Peran ganda yang dimiliki wanita sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dirumuskan pertanyaan-pertanyaan kajian sebagai berikut : a. Mengapa seorang ibu bisa memiliki peran ganda dalam keluarganya? b. Sejauh mana pengaruh peran ganda yang dimiliki seorang ibu terhadap pola pengambilan keputusan dalam keluarganya? Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan tinjauan pustaka dalam makalah ini adalah : a. Mengidentifikasi penyebab seorang ibu bisa memiliki peran ganda. b. Menganalisis sejauh mana peran ganda pada seorang ibu berpengaruh terhadap pola pengmbilan keputusan. 2 PEMBAHASAN Definisi Gender Menurut Grijns et al. (1995), gender didefinisikan sebagai perbedaan sosial atas dasar jenis kelamin, berbeda dengan istilah sex yang adalah perbedaan secara biologis. Adapun Simatauw et al. (2001) dalam Prastiwi (2012) menjelaskan bahwa gender dan jenis kelamin (sex) memiliki konsep yang berbeda. Gender merupakan bentukan manusia yang tidak mutlak dan dapat berubah tergantung situasi, kondisi, dan waktu, serta dipengaruhi oleh budaya dan kehidupan sosial, seperti perempuan memasak, mengurus rumah tangga, mengurus anak, dan kegiatan lainnya. Sedangkan jenis kelamin (sex) merupakan sesuatu yang bersifat kodrat yang tidak dapat dirubah, seperti perempuan menstruasi, hamil, menyusui, dan ciri-ciri biologis lainnya. Laki-laki menghamili, memiliki sperma, dan ciri-ciri biologis lainnya. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional dalam Prastiwi (2012) yang dimaksud dengan gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Gender menurut Hubeis (2010) dalam Prastiwi (2012) adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya, politik, dan ekonomi sehingga tidak bersifat kodrati atau mutlak. Hubeis juga mengatakan bahwa gender lebih mengacu pada perbedaan peran sosial serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pada pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dinilai dan dihargai. WHO (2011) dalam Prastiwi (2012) juga memberi batasan pada gender, gender mengacu pada seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi perempuan dan laki-laki, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat. Menurut Fakih (1999) konsep gender menunjukkan pada suatu sifat yang melekat pada kaum pria maupun wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun cultural. Sifat ini selajutnya akan menetukan status, peran dan tata hubungan antar jenis kelamin yang berbeda dan mengatur berbagai bidang kehidupan masyarakat. Ketidakadilan/ketimpangan gender Perbedaan gender tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak mengakibatkan ketidakadilan/ketimpangan peran pada pria dan wanita. Secara umum ketidakadilan gender dapat dirasakan baik oleh pria maupun wanita. Namun pada kenyataanya, ketidakadilan gender banyak dialami oleh wanita dimana wanita selalu berada di titik terlemah. Ketidakadilan pada wanita akan memunculkan persepsi 1 bahwa wanita dilahirkan hanya untuk melakukan pekerjaan yang jauh lebih terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan yang rendah. Fakih (1999) dalam Hikmah et al. (2008) banyak menemukan berbagai manifestasi ketidakadilan, terutama pada kaum wanita, seperti: 1. 1 Marjinilisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan. Persepsi adalah proses dengan mana seseorang menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi inderanya (Lubis PD et al, 2010). 3 2. 3. 4. 5. Terjadinya subordinasi pada salah satu jenis kelamin, umumnya kepada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat maupun Negara, banyak kebijakan dibuat tanpa ‘menganggap penting’ kaum perempuan. Stereotype 2 terhadap jenis kelamin tertentu. Dalam masyarakat, banyak sekali stereotype yang dilekatkan kepada kaum perempuan yang berakibat membatasi, menyulitkan, memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan. Kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan. Kekerasan ini mencakup kekerasan fisik seperti pemukulan sampai kekerasan dalam bentuk halus seperti pelecehan dan penciptaan ketergantungan. Beban kerja lebih yang banyak dialami oleh kaum perempuan karena peran gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama. Banyaknya ketidakadilan yang terjadi pada kaum perempuan juga tercermin dalam keluarga, terutama dalam hal pembagian kerja, dimana pria yang berperan menjadi seorang ayah lebih banyak melakukan aktivitas produktif yaitu mencari nafkah dan wanita yang berperan sebagai seorang ibu lebih banyak melakukan aktivitas domestik3 yaitu pekerjaan rumah tangga. Peran seorang ibu yang lebih banyak melakukakan aktivitas domestik mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa seorang ibu harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan aktivitas domestik, sehingga apabila aktivitas domestik tersebut tidak terpenuhi dengan baik akan menimbulkan rasa bersalah dalam diri seorang ibu. Namun, pekerjaan domestik tersebut tidak dinilai sebagai pekerjaan sehingga, seorang ibu tidak dinilai bekerja. Ketidakadilan yang menimpa kaum wanita memunculkan presepsi bahwa wanita dilahirkan untuk melakukan pekerjaan yang jauh lebih terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan rendah pula (Ciptoningrum 2009). Definisi peran ganda Peran ayah yang cenderung sebagai pencari nafkah dan ibu yang cenderung melakukan pekerjaan domestik rumah tangga menyebabkan ayah merasa superior sehingga mengakibatkan eksploitasi terhadap kaum ibu, sehingga kaum ibu memiliki peran ganda (Ciptoningrum 2009). Peran ganda yang dimaksud adalah partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu, dan pengelola rumah tangga. Peran transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat, dan pembangunan masyarakat. Pada peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia (Suksesi 1991 dalam Ciptoningrum 2009). Faktanya, kebanyakan seorang ibu memikul lebih banyak beban dibanding pria. Beban berat seorang ibu terlihat dari kenyataan bahwa mereka tetap bekerja walaupun mereka harus mengasuh anak. Adapun pekerjaan mengasuh anak, merawat anak, dan pekerjaan rumah yang lainnya memang termasuk aktivitas domestik sehingga dianggap sebagai kodrat seorang ibu disamping pekerjaan dan kegiatan-kegiatan yang kelihatannya tetap menjadi beban istri (Hikmah et al. 2008). Beban mengerjakan aktivitas domestik dan membantu suami dalam mencari nafkah itulah yang dimaksud peran ganda, dimana seorang ibu memiliki peran lebih dari hanya sekedar mengerjakan pekerjaan domestik. 2 3 Stereotype adalah pelabelan negatif. Aktivitas domestik adalah aktivitas mengenai rumah tangga. 4 Penyebab peran ganda Banyak alasan seorang ibu memutuskan untuk mengambil alih peran ganda. Menurut Mudzhar (2001) dalam Firdiansyah (2009), yang mendorong seorang wanita yang telah berkeluarga untuk bekerja yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Untuk menambah penghasilan keluarga Untuk ekonomis tidak bergantung kepada suami Untuk kebosanan atau mengisi waktu kosong Karena ketidakpuasan terhadap pernikahan Karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan Untuk memperoleh status dan pengembangan diri. Adapun Dixon (1978) dalam Firdiansyah (2009) mengemukakan tiga faktor yang mendorong perempuan mencari pekerjaan di luar rumah, yaitu : 1. Kebutuhan Finansial/Uang, kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar pemenuhan kebutuhan hidup dalam suatu keluarga. Kurangnya pemenuhan kebutuhan finansial ini menjadikan motivasi tersendiri bagi seorang ibu untuk membantu peran ayah dalam mencari nafkah. 2. Kebutuhan Sosial Relasional, kebutuhan ini merupakan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial dengan bergaul dengan rekan-rekan di tempat kerja diharapkan adanya suatu identitas sosial yan diperoleh melalui komunitas kerja. 3. Kebutuhan Aktualisasi Diri, Abraham Maslow pada tahun 1960 mengembangkan teori hirarki kebutuhan, yang salah satunya mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Menurut Nursyahbani (1999), perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor publik, sekaligus tetap harus menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu. Kebanyakan wanita tidak puas bila hanya sebagai pendamping suami sehingga itu menyebabkan mereka menyetarakan kedudukannya dengan suaminya namun tetap menganggap suami sebagai kepala keluarga dan pengambil keputusan. Menurut Putri et al (2007), curahan waktu kerja wanita secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu : curahan waktu kerja untuk kegiatan ekonomi (mencari nafkah) dan kegiatan non ekonomi yaitu kegiatan dasar, kegiatan sosial, dan kegiatan rumah tangga. Pembagian peran yang tidak seimbang akan menimbulkan beban kerja yang lebih berat pada wanita. Menurut Ciptoningrum (2009), untuk mengatasi konflik dalam peran ganda yang dimiliki seorang ibu yaitu, diperlukan dukungan anggota keluarga, suami, lingkungan sekitar dan lingkungan kerja yang lebih baik untuk menunjang karier seorang wanita sehingga dapat menekan konflik agar dapat mengembangkan potensi dalam dirinya lebih baik tanpa beban kerja yang lebih dan rasa bersalah terhadap keluarga. Selain itu, perlu diadakannya sosialisasi pembagian kerja yang seimbang antara suami, istri, dan anak sehingga pekerjaan rumahtangga tidak hanya menjadi tanggungjawab wanita. Suami perlu meningkatkan dukungan dan pengertian kepada istri dengan pekerjaan-pekerjaannya. Pengaruh peran ganda terhadap pola pengambilan keputusan dalam keluarga Meskipun kontribusi seorang ibu besar dalam kelangsungan hidup keluarga, namun dalam hal pengambilan keputusan masih didomonasi oleh ayah. Pengambilan keputusan menjadi hal yang penting dalam sebuah keluarga. kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang memengaruhi kehidupan keluarga itu. Hal 5 ini dapat diketahui apakah kekuasaan antara suami istri sama atau tidak (Meliala 2006). Menurut Sajogyo (1983) dalam Firdiansyah (2009) mengemukakan 5 pola dalam pengambilan keputusan antara suami dan istri, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri. Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami. Pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri. Cromwell dan Olson dalam Sayekti (1997) mengemukakan tiga bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga, yaitu : dasar kekuasaan, proses kekuasaan, dan hasil kekuasaan. Berdasarkan ketiga bidang tersebut, pengambilan keputusan ada pada bidang kedua dan ketiga sehingga pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil dari interaksi antara anggota keluarga untuk saling mempengaruhi sehingga terbentuk pola pengambilan keputusan berdasarkan peran dan bidang keputusannya (Sayekti 1997 dalam Firdiansyah 2009). Sajogyo (1983) dalam Firdiansyah (2009) mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peran perempuan dalam pengambilan keputusan, yaitu proses sosialisasi, pendidikan, latar belakang perkawinan, kedudukan dalam masyarakat, dan pengaruh luar lainnya. Sajogyo (1983) dalam Firdiansyah (2009) juga menyimpulkan bahwa besarnya peranan perempuan dalam pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan di sektor publik tidak selalu sejalan dengan besarnya pengaruh perempuan di dalam dan di luar rumahtangga (Firdiansyah 2009). Tabel pola komunikasi keluarga di Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan dalam (Erdinaya, Komariah, Setianti 2005) : No. Penyampaian Pesan f % 1 Ayah 23 36.5 2 Ibu 22 34.9 3 Anak-anak 15 23,8 4 Anggota keluarga lainnya 3 4,8 Jumlah 63 100,00 Tabel diatas menunjukkan bahwa bapak menempati frekuensi tertinggi karena sebagai kepala keluarga, bapak memiliki peranan yang sangat besar sebagai penyampai pesan pertama. Selain itu bapak pada umumnya juga menjadi komunikator dalam musyawarah yang diadakan di keluarga tersebut. Ternyata ibu juga sering menjadi komunikator dalam keluarga walaupun perbedaanya sangat sedikit dengan bapak. Hal ini terjadi karena kebanyakan Ibu sering berada di rumah dibandingkan dengan bapak sehingga mereka lebih hapal permasalahan yang terjadi di keluarga dan masih banyak ibu yang memilih peran sebagai ibu rumah tangga. 6 SIMPULAN Simatauw et al. (2001) dalam Prastiwi (2012) menjelaskan bahwa gender dan jenis kelamin (sex) memiliki konsep yang berbeda. Gender merupakan bentukan manusia yang tidak mutlak dan dapat berubah tergantung situasi, kondisi, dan waktu, serta dipengaruhi oleh budaya dan kehidupan sosial, sedangkan jenis kelamin (sex) merupakan sesuatu yang bersifat kodrat yang tidak dapat dirubah. Sebenarnya, perbedaan gender tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak mengakibatkan ketidakadilan/ketimpangan peran pada pria dan wanita. Namun pada faktanya, kaum wanitalah yang lebih banyak mendapatkan ketidakadilan pada gender, misalnya saja dalam hal beban kerja. Pekerjaan domestik yang dilakukan oleh wanita, misalnya mengurus rumah dan anak ternyata tidak dianggap sebagai suatu pekerjaan, sehingga mereka menambah perannya dengan membantu suami mereka untuk mencari nafkah. Itulah sebabnya mengapa wanita cenderung mempunyai beban lebih banyak dibanding pria, terutama dalam kelangsungan hidup keluarga. Peran wanita yang tidak hanya melakukan aktivitas domestik namun juga membantu suami mereka dalam hal mencari nafkah menjadikan wanita memiliki peran ganda. Kebutuhan finansial/uang memang menjadi penyebab mengapa wanita memutuskan untuk mengambil peran ganda. Namun, selain masalah ekonomi, kebutuhan sosial relational dan aktualisasi diri juga menjadi penyebab wanita mengambil peran ganda (Dixon 1978 dalam Firdiansyah 2009). Adapun Mudzhar (2001) yang mengemukakan enam penyebab mengapa wanita memutuskan untuk mengambil peran ganda. Keputusan seorang wanita untuk mengambil peran ganda dalam keluarganya tentu berdampak kepada pola pengambilan keputusan yang ada dalam keluarganya. Putusan untuk mengambil peran ganda bukan berarti membuat wanita menjadi superior di keluarganya karena pada faktanya wanita tetap ada di bawah pria sehingga pengambilan keputusan masih didominasi oleh pria. Namun, tidak semua pengambilan keputusan didominasi oleh pria karena ada pola-pola pengambilan keputusan yang juga melibatkan peran wanita di dalamnya. Menurut Ciptoningrum (2009), untuk mengatasi konflik dalam peran ganda yang dimiliki seorang ibu yaitu, diperlukan dukungan anggota keluarga, suami, lingkungan sekitar dan lingkungan kerja yang lebih baik untuk menunjang karier seorang wanita sehingga dapat menekan konflik agar dapat mengembangkan potensi dalam dirinya lebih baik tanpa beban kerja yang lebih dan rasa bersalah terhadap keluarga. Selain itu, perlu diadakannya sosialisasi pembagian kerja yang seimbang antara suami, istri, dan anak sehingga pekerjaan rumahtangga tidak hanya menjadi tanggungjawab wanita. Suami juga perlu meningkatkan dukungan dan pengertian kepada istri dengan pekerjaan-pekerjaannya. 7 DAFTAR PUSTAKA Ciptoningrum P. 2009. Hubungan peran ganda dengan pengembangan karier wanita. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Erdinaya L K, Komariah K, Setianti Y. 2005. Pola Komunikasi Keluarga di Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan. [laporan penelitian]. Bandung [ID]: Universitas Padjajaran. Firdiansyah MA. 2009. Pengaruh motivasi bekerja perempuan di sektor informal terhadap pembagian kerja dan pengambilan keputusan dalam keluarga (kasus pedagang sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok gede, Kabupaten Bekasi). [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 89 hal. Hikmah, Zahri N, Maharani Y, Istiana, Mursidin, Tjahjo TH, Achmad A. 2008. Gender dalam Rumah Tangga Masyarakat Nelayan. Jakarta [ID]: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Prastiwi DL. 2009. Analisis gender terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan CSR bidang pemberdayaan ekonomi local PT Holcim Indonesia Tbk (kasus: baitul Maal wa Tamwil/ BMT swadaya pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 130 hal.