5 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Merek (Brand) Menurut Tjiptono (2005, p2), merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Menurut Kotler dan Keller (2006, p256), merek didefinisikan sebagai nama, istilah, simbol, tanda, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Brand as “a name, term, symbol, or design, or combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of seller and to differentiate them from those competitors” A brand is thus a product or services that adds dimensions that differentiate it in some way from other products or services designed to satisfy the same need. Menurut Rangkuti (2002, p37) merek harus meliputi beberapa hal sebagai berikut: 1. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut. 2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat. 3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya spesifik dan khas. 4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. 5. Nama merek harus memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapatkan perlindungan hukum. 6 Menurut Kotler (2002, p464) menjelaskan bahwa merek dapat memberikan manfaat bagi penjual, yaitu: 1. Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah. 2. Nama merek dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan hukum atau ciri-ciri produk yang unik. 3. Merek memberikan kesempatan pada penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan penjual perlindungan dari persaingan serta persaingan yang lebih besar dalam perencanaan program pemasarannya. 4. Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar. 5. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima oleh para distributor dan pelanggan. Berdasarkan Tjiptono (2005, p21) mengemukakan manfaat-manfaat merek bagi konsumen: 1. Kemudahan dalam mengidentifikasikan produk yang dibutuhkan atau dicari oleh konsumen dan dapat memberikan makna bagi produk. 2. Penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas. 3. Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat berbeda. 4. Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi. 5. Kepuasan terkait dengan daya tarik merek logo dan komunikasinya. 7 2.2 Komunikasi Merek Terpadu (Integrated Brand Communication) Menurut Temporal, Paul (2002, p143), komunikasi merek terpadu (integrated brand communication) adalah sebuah konsep dari perencanaan komunikasi merek (brand communication) yang memperkenalkan nilai tambah dari rencana komprehensif yang mengevaluasi peran strategis dari beberapa disiplin komunikasi misalnya periklanan (advertising), pemasaran langsung (direct marketing), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), memberikan sokongan (sponsorship and endorsement) dan mengkombinasikan disiplin-disiplin ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi, dan dampak komunikasi yang maksimal melalui integrasi menyeluruh atas pesan-pesan yang berlainan. Berdasarkan Temporal, Paul (2002), komunikasi merek terpadu (integrated brand communication) dapat diartikan sebagai proses dari pengelolaan hubungan konsumen (customer relationship) yang menggerakkan nilai merek (brand value). Sedangkan secara spesifik, komunikasi merek terpadu dapat diartikan sebagai proses yang mempunyai fungsi bersilang dalam menciptakan dan memelihara hubungan yang menguntungkan dengan konsumen dan para pemercaya (stakeholder) lainnya yang mengontrol dan mempengaruhi secara strategis semua pesan yang terkirim kepada kelompok ini serta menggerakkan dialog dengan maksud tertentu kepada mereka. Selanjutnya Temporal, Paul (2002) menjelaskan bahwa komunikasi merek terpadu (integrated brand communication), atau yang biasa disebut IBC, adalah satu dari sekian proses yang tersedia guna membina hubungan dengan konsumen. Apa yang membedakan IBC dengan proses customer-centric yang lainnya adalah dasar dari proses tersebut, yaitu komunikasi yang merupakan jantung dari semua hubungan, dan juga merupakan proses yang sirkuler. 8 Seperti yang sudah disebutkan di atas, konsep dasar dari IBC adalah komunikasi. Dengan komunikasi ini, IBC berusaha untuk memaksimalkan pesan positif dan meminimalkan pesan negatif dari suatu merek, dengan sasaran menciptakan dan menyokong hubungan merek (brand relationship). Untuk membangun hubungan jangka panjang, IBC juga digunakan untuk membangun dan memperkuat merek. Hubungan merek (brand relationship) yang positif juga akan menghasilkan keuntungan dan meningkatkan nilai dari pemegang saham perusahaan tersebut. loyalty trust friendship respect information awareness Gambar 2.1 Proses Hubungan Merek (brand relationship process) Sumber: Temporal, Paul (2002, p24) Menurut Keller, Kevin (2001), tahap akhir dari model hubungan merek berfokus pada identifikasi hubungan dan level terakhir yang pelanggan miliki dengan suatu merek. Hubungan merek mengacu pada suatu hubungan yang alami yang pelanggan miliki dengan merek. Hubungan merek dikelompokan dalam hal intensitas atau kedalaman psikologis yang pelanggan miliki dengan merek seperti halnya 9 aktifitas yang disebabkan oleh loyalitas, contohnya pelanggan yang mencari informasi mengenai suatu produk. Menurut M.Sadat, Andi (2009, p113), menyatakan bahwa komunikasi merek adalah upaya yang dilakukan perusahaan untuk mengomunikasikan keunikan yang dimiliki sebuah merek ke pasar menggunakan berbagai strategi. Tujuan hal tersebut sederhana yaitu agar pelanggan memutuskan untuk mengonsumsi, puas, kemudian loyal terhadap merek. Selanjutnya M.Sadat, Andi (2009, p118), dalam praktik sehari-hari, proses komunikasi tidak selalu berjalan mulus. Namun disinilah tantangan bagi setiap pemasar. Dibutuhkan kreativitas agar proses komunikasi dapat dioptimalkan dengan mengeliminasi berbagai gangguan, sehingga pesan komunikasi merek dapat berjalan efektif dalam menciptakan berbagai asosiasi positif dibenak pelanggan. Seperti diketahui, identitas, pemosisian dan proposisi nilai merek harus dapat dikomunikasikan secara selektif melalui berbagai media agar pesan-pesan yang disampaikan tidak mengalami distorsi. Menurut M.Sadat, Andi (2009, p118), identitas merek yang dikomunikasikan dengan baik akan menghasilkan kesadaran yang tinggi dari pelanggan, begitu pula dengan pemosisian merek akan menghasilkan diferensiasi yang membedakan merek secara signifikan dengan merek yang lain. Proposisi nilai merek yang sesuai juga diharapkan akan memberi nilai tinggi kepada pelanggan. Menurut Temporal, Paul (2002), ada dua ide pokok mengenai IBC (Integrated Brand Communication): 1. Komunikasi merek (brand communication) yang bersifat one-voice. Maksudnya adalah walaupun elemen komunikasi merek (brand communication) yang digunakan berbeda-beda dalam meraih konsumen, namun itu semua harus 10 dapat dikoordinasi dengan cara yang tepat oleh berbagai organisasi dan agensi yang bekerja pada elemen-elemen yang berbeda tersebut. 2. Komunikasi yang berintegrasi. Komunikasi disini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran merek (brand awareness) atau pencitraan produk (product image) yang baik saja, namun juga harus dapat menimbulkan hasil penjualan yang baik. Menurut Temporal, Paul (2002, p168), komunikasi merek (brand communication) terdiri atas lima cara komunikasi utama, yaitu: 1. Pemasaran Langsung (Direct Marketing) Disaat perusahaan ingin berhubungan langsung dengan konsumen tanpa melalui retailer, maka digunakanlah direct-response marketing, seperti: close- loop, interactive, database-driven messaging system yang menggunakan banyak jenis media untuk menciptakan respon behavioral. Pemasaran langsung (direct marketing) merupakan salah satu fungsi IBC yang terdiri dari front-end dan back-end operations. Front-end menyusun harapan-harapan dari konsumen yang mencakup the offer (segala sesuatu yang nyata maupun tidak dijanjikan oleh perusahaan guna mencapai perilaku konsumen yang diinginkan perusahaan, misalnya: penawaran harga khusus, garansi, dan lainlain), the database (mendapatkan data konsumen dan menggunakan data itu untuk penawaran selanjutnya), dan the response (memberikan respon yang baik terhadap konsumen, misalnya: dengan membuat toll-free-line untuk layanan konsumen). Sedangkan back-end berusaha mempertemukan harapan konsumen dengan produk, mencakup fulfillment (membuat produk atau informasi yang diminta oleh konsumen cocok, efektif, dan tepat waktu). 11 2. Promosi Penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan (sales promotion) merupakan istilah singkat dari penawaran nilai tambah yang dirancang untuk menggerakkan dan mempercepat respon dari konsumen. Contoh dari nilai tambah itu sendiri adalah “kesempatan untuk memenangkan hadiah”, potongan harga (seperti diskon 20%, sale 50% off, dan lain sebagainya), produk ekstra (seperti isi suatu produk yang 30% lebih banyak), sampel gratis dan premiums (misalnya beli suatu produk dapat piring cantik). Pada konsepnya, promosi penjualan (sales promotion) digunakan untuk memotivasi konsumen agar melakukan aksi dengan membeli produk yang dipicu dengan adanya penawaran produk dalam jangka waktu terbatas. 3. Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Public Relation dan Publicity) Hubungan masyarakat (public relation) dalam konsepsi IBC melakukan pekerjaan yang sangat luas dan beragam, tidak hanya bertugas men-track opini publik saja, tapi juga bertugas mengelola corporate brand dan menjaga reputasinya. Hubungan masyarakat pemasaran (marketing public relation) merupakan salah satu fungsi hubungan masyarakat (public relation) yang digunakan sebagai media tanpa bayar untuk menyampaikan informasi merek (brand information) guna mempengaruhi calon konsumen atau konsumen secara positif. Publisitas (publicity) sendiri merupakan salah satu jasa yang disediakan oleh Public Relation Firms maupun Advertising Agency. Publisitas (publicity) timbul untuk membantu menangkap perhatian publik dan membedakan tiap-tiap perusahaan tersebut dari perusahaan-perusahaan lain yang menjadi saingannya. Publisitas (publicity) dalam hubungan masyarakat pemasaran (marketing public relation) berarti memperoleh penyebutan nama 12 merek di media massa, dalam cara-cara, waktu dan tempat yang berbeda, sehingga menjadi kesadaran tingkat puncak pikiran (top-of-mind awareness). Walaupun hubungan masyarakat (public relation) menawarkan kredibilitas yang lebih besar dalam membangun publisitas (publicity), namun periklanan (advertising) dapat menawarkan kesadaran (awareness) dan kontrol yang lebih besar. Lalu untuk beberapa alasan, sejumlah perusahaan menyampaikan pesan hubungan masyarakat (public relation) mereka lewat periklanan (advertising). 4. Penjualan Pribadi (Personal Selling) Penjualan pribadi (personal selling) adalah komunikasi dua arah dimana seorang penjual menjelaskan fitur dari suatu merek untuk kepentingan pembeli. Dalam penjualan pribadi (personal selling) dilibatkan komunikasi yang sifatnya tatap muka dan kegiatannya pada sekarang ini terfokus pada pemecahan masalah dan penciptaan nilai bagi konsumen (lebih dikenal dengan partnership). Dimensi partnership ini adalah seorang penjual (salesperson) harus memahami konsumennya dengan baik. Penjualan pribadi (personal selling) sendiri merupakan bagian dari pemasaran langsung (direct marketing), namun perbedaan dasarnya adalah bahwa dalam penjualan pribadi (personal selling) perusahaan yang dijembatani salesperson berinteraksi secara tatap muka dengan konsumen. 5. Periklanan (Advertising) Periklanan (advertising) merupakan suatu bentuk dari presentasi non-personal dan promosi dari suatu ide, barang atau jasa yang tidak gratis (berbayar) dan dilakukan oleh sponsor (perusahaan) yang teridentifikasi. Karakteristik dari iklan sendiri adalah bersifat non-personal, komunikasi satu arah, ada sponsor (khalayak yang peduli), dan bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku. 13 Biasanya periklanan (advertising) dipakai ketika suatu perusahaan ingin mengubah konsumen dari tidak sadar (unware) menjadi sadar (aware) terhadap suatu merek. 2.3 Kesadaran Merek (Brand Awareness) 2.3.1 Pengertian Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut Durianto, et. all, (2005, p54), tingkat penerimaan awal dari seseorang ketika melihat dan atau mendengar suatu informasi tentang produk beserta mereknya adalah kesadaran merek (brand awareness), yaitu kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Dengan kata lain, kesadaran merek (brand awareness) ialah suatu tingkat keakraban yang dimiliki konsumen dengan sebuah merek. Peran kesadaran merek (brand awareness) dalam keseluruhan kekuatan suatu merek (brand equity) tergantung pada sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Bagaimana merek tersebut dapat menembus ingatan konsumen sehingga ketika ditanyakan merek dari suatu kategori tertentu maka konsumen akan dengan spontan menjawab merek x. Menurut Rangkuti (2004, p253) mendefinisikan bahwa kesadaran merek merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci. 14 2.3.2 Tingkat Kesadaran Merek Secara berurutan, Aaker memberikan penjelasan mengenai tingkat kesadaran merek (brand awareness), yang dikutip oleh Durianto (2004, p5759), yang dapat dijelaskan dari beberapa hal berikut: 1. Tidak menyadari adanya merek (unaware of brand): tingkat kesadaran merek yang paling rendah dimana konsumen tidak menyadari keberadaan suatu merek. 2. Pengenalan merek (brand recognition): tingkat minimal kesadaran merek (brand awareness). Hal ini penting ketika seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. 3. Mengingat kembali merek (brand recall): hal ini didasarkan pada apakah seseorang dapat menyebutkan merek tertentu dalam suatu kategori tertentu. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut. 4. Puncak pikiran (top of mind): apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingat dan ia dapat menyebutkan suatu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pemikiran dari konsumen itu sendiri. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama yang terdapat dalam benak konsumen diantara merek lainnya. Selanjutnya Aaker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2002, p362), untuk meraih kesadaran merek (brand awareness), baik dalam tingkat pengenalan (brand recognition) maupun pengingatan kembali (brand recall) melibatkan dua kegiatan, yaitu berusaha memperoleh identitas merek dan berusaha mengaitkannya dengan kategori atau kelas produk tertentu. Merek memiliki 15 tingkat penerimaan yang berbeda dalam hal kekuatan (brand equity) dan nilai (brand value) yang dimilikinya di pasar. Pada satu sisi terdapat merek yang tidak dikenal sebagian besar pembeli. Namun, disisi lain ada merek yang memperoleh tingkat kesadaran merek (brand awareness) yang lebih tinggi. Diatas itu terdapat merek yang memiliki tingkat penerimaan merek yang lebih tinggi lagi, kemudian ada merek yang menikmati tingkat preferensi yang semakin tinggi, dan akhirnya ada merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek (brand loyalty) yang paling tinggi. Menurut Aaker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2002, p461) tingkat perilaku konsumen terhadap merek dibagi menjadi lima tingkat, yaitu: 1. Konsumen yang akan selalu mengganti merek, khususnya karena alasan harga. Tidak memiliki loyalitas merek (brand loyalty). 2. Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk mengganti merek. 3. Konsumen yang puas akan suatu merek dan akan merasa rugi bila mengganti atau mencoba merek lain. 4. Konsumen memberikan nilai yang tinggi bagi suatu merek, menghargainya dan menganggap merek menjadi bagian dari dirinya atau seperti teman. 5. Konsumen yang setia terhadap merek. 2.3.3 Peran Kesadaran Merek Menurut Durianto (2004, p11-12), peran kesadaran merek (brand awareness) dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek (brand awareness) menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan dengan empat cara, yaitu: 16 1. Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain Suatu merek yang kesadarannya (brand awareness) tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek (brand awareness) rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut. 2. Rasa suka atau familier Jika kesadaran merek (brand awareness) sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek tersebut, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek sasaran yang dipasarkan. 3. Substansi atau komitmen Kesadaran merek (brand awareness) dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek (brand awareness) tinggi, kehadiran merek tersebut akan selalu dapat dirasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: diiklankan secara luas, eksistensi yang sudah teruji waktu, jangkauan distribusi yang luas dan merek tersebut dikelola dengan baik. 4. Mempertimbangkan merek Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek- 17 merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek-merek yang disukai atau dibenci. 2.4 Pemosisian Merek (Brand Positioning) 2.4.1 Pengertian Pemosisian Merek Menurut M.Sadat, Andi (2009, p83-84), merek memiliki posisi dan tempat khusus dibenak pelanggan tentu saja menjadi keunggulan tersendiri. Untuk itu, strategi pemosisian yang tepat harus dioptimalkan agar dapat menciptakan keunikan yang akan membantu merek dalam menghadapi persaingan. Menurut Jack Trout dan Al Ries, pemosisian berkaitan dengan hal yang dikerjakan dalam benak pelanggan dan bukan yang dikerjakan terhadap produk. Dengan demikian, pemosisian adalah upaya bagaimana merek “diletakkan” dalam benak pelanggan. Benak atau memori pelanggan dapat diibaratkan sebagai lahan dengan banyak kaveling. Pertanyaannya adalah kaveling mana yang akan dipilih? Memilih kaveling yang tepat tentu saja bukan hal yang mudah, sebab akan berhadapan dengan banyak merek lain dalam berbagai kategori produk yang saling bersaing. Selanjutnya M.Sadat, Andi (2009, p84) menambahkan dalam merespons realitas tersebut, upaya merek sebuah kaveling tentu saja tidak bisa dilakukan dengan cara membabi buta, tanpa strategi dan pemahaman mengenai siapa target dan segmen yang dituju. Harus dipahami bahwa setiap segmen pasar membutuhkan pendekatan yang berbeda. Jika segmennya jelas maka pemosisian merek akan lebih mudah dilakukan melalui berbagai strategi komunikasi. Dalam meramu strategi komunikasi, pemasar harus memahami betul bagaimana pelanggan memproses informasi, membangun persepsi, serta 18 apa saja yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan. Perlu ditekankan bahwa pemosisian juga menyangkut peletakan informasi secara tepat agar pelanggan memiliki penilaian “khusus” terhadap merek. Jika penempatan keliru dilakukan, maka akan berakibat fatal dan sulit diubah. Positioning is an act of designing the company’s offering and image to occupy a distinctive place in the mind of the target market (Kotler dan Keller, 2006, p288). Menurut Kotler dan Keller (2006, p288) Pemosisian (positioning) adalah upaya-upaya untuk “menancapkan” produk daris sebuah merek ke dalam benak konsumen di antara produk merek pesaing. Pemosisian dilakukan berdasarkan nilai, harga, kualitas, manfaat, dan lain-lain yang berkaitan dengan psikologis pelanggan. Selanjutnya Kotler dan Keller (2006) menjelaskan, pemosisian merek (brand positioning) merupakan upaya mengomunikasikan realitas merek kepada konsumen, dikomunikasikan namun kepada tidak pelanggan. semua realitas Pemosisian suatu tersebut dapat merek (brand positioning) merupakan sebagian dari masalah merek. Pada dasarnya sebuah merek merupakan persepsi pelanggan yang menempatkan merek sebagai suatu proses penawaran merek oleh perusahaan kepada pelanggan. Tujuan proses memosisikan merek (brand positioning) yaitu untuk membuat tawaran ke dalam merek. Bila sebuah merek itu sederhana dan memiliki kepribadian yang menyatu dengan keinginan konsumen maka aktivitas-aktivitas yang dilakukan harus mengarah pada upaya memenuhi keinginan konsumen sebagai targetnya. 19 2.4.2 Jenis-jenis Pemosisian Merek Menurut Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko (2004, p147), dalam pemosisian ini terdapat lingkaran berkaitan: tim penganalis merek memahami dengan baik kebutuhan pembeli, selanjutnya merek memberikan manfaat sesuai dengan kebutuhan pembeli. Karena pembeli terpenuhi kebutuhannya maka tumbuhlah kepercayaan dan terciptalah hubungan antara merek dan pembeli yang dikutip dari Power Branding (pp147). • • • • Emotional/Psychological Benefit Driven Aspiration Value Positioning • • • • Convenience To be number one Innovation Added Value • Corporation • • • • Feature Driven Problem Solution Target / Driven Competition Driven Reputation/Merger • Cause • Usage • Personality Gambar 2.2 Jenis-jenis Pemosisian Merek (Brand Positioning) Sumber: Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko (2004, p147) Menurut A.B. Susanto dan Himawan Wijanarko (2004, p148), jenis-jenis Pemosisian Merek (Brand Positioning) antara lain: • Feature Driven Prompts Banyak pemasar yang masih terpaku pada fitur produk maupun jasa dalam mendiferensiasi merek mereka. Keunggulan pemosisian posisi (brand positioning) berdasarkan fitur adalah pemasar tidak perlu mengembara terlalu jauh dari inti yang dijual dan pesannnya kuat didukung oleh fakta yang menjadikannya lebih kredibel. 20 • Problem/Solution Prompts Pemosisian merek (brand positioning) sebagai pemecah masalah atau solusi berarti konsumen membeli sebuah produk atau memanfaatkannya suatu layanan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari. Produk bermerek sering menggunakan pendekatan ini apabilan didesain untuk mengisi kebutuhan ceruk khusus. Pendekatan ini imajinasi tetapi lebih kepada pendekatan langsung dan kredibilitas. • Competition-Driven Positioning Bagaimana suatu merek dapat dilihat dan dibandingkan dengan sebagian besar pesaingnya sehingga gagasan pendekatan ini nampak berlebihan. Competition-driven positioning sebaiknya menghindari klaim perbandingan untuk menghindari pelanggan berbalik mengingat merek kompetitor. Klaim posisi (positioning claim) sebaiknya menggunakan superioritas tanpa mengarah kepada ingatan pelanggan terhadap kompetitor. • Emotional/Psychological Positioning Pendekatan psikologis atau emosional sering sangat efektif sebagai positioning prompts karena orang sering merasakan suatu merek berdasarkan hasratnya. • Benefit-Driven Positioning Pemosisian merek (brand positioning) dengan menyodorkan suatu manfaat menjadi efektif jika benar-benar menyentuh kebutuhan konsumen apalagi yang tidak didapatkannya pada produk pesaing. 21 • Aspirational Positioning Posisi (positioning) yang menawarkan kepada calon pelanggannya apa yang menjadi aspirasinya yaitu apa yang diinginkan, kemana akan menuju dan apa yang mungkin disukai. • Value Positioning Posisi (positioning) ini menawarkan kepada konsumen kombinasi antara harga yang murah dan kualitas yang bagus. • Corporate Reputation and Image Positioning Citra dan reputasi merek (brand image and reputation) yang sudah dimiliki dan terkenal menjadi pilihan untuk strategi pemosisian merek (brand positioning) dan menjadi pendorongnya serta dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kredibilitas suatu produk. • Cause Positioning Posisi (positioning) yang berdasarkan alasan tertentu dapat memberikan ciri khas yang sangat kuat dan menggandeng konsumen yang mempunyai keterikatan yang kuat. Strategi ini adalah strategi jangka panjang, sekali suatu perusahaan mengidentifikasi diri dengan alasan tertentu, segala upaya haruslah mendukung. • Usage Positioning Bagaimana dan kapan produk digunakan dapat membantu perusahaan untuk memposisikan merek mereka. • Personality Positioning Positioning berdasarkan kepribadian dapat menjadi strategi yang kuat jika disusun dan diterapkan secara tepat. Kepribadiannya berisi karakteristik yang mirip dengan kelompok pelanggan sasaran atau yang menjadi aspirasi mereka. 22 • Convenience Positioning Hampir semua jasa menawarkan layanan yang lebih nyaman, lebih cepat dan lebih mudah. Call delivery merupakan salah satu layanan yang menawarkan kemudahan dan kenyamanan. Posisi (positioning) ini banyak dimanfaatkan dalam dunia teknologi. Teknologi adalah sesuatu yang kompleks, yang mengundang kekhawatiran konsumen tentang keruwetan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, posisi (positioning) yang menawarkan kemudahan dan kenyamanan sangat tepat dijadikan sebagai strategi pemosisian (positioning strategy). • ”To be number one” Positioning Menjadi nomor satu akan menghasilkan persepsi sebagai pemimpin yang dapat memberikan pengaruh pada merek dan memberi kesan sesuatu yang berbeda, walaupun layanan produk dan kualitasnya sama dengan yang lain. Menjadi yang pertama dalam kategorinya akan menguntungkan merek. Menjadi yang pertama memungkinkan untuk mendominasi pangsa pasar atau sekedar bertahan, walaupun para pesaing bermunculan. • Innovation Positioning Menjadi nomor satu, terutama dalam bidang teknologi sebagian besar tergantung pada inovasi. Tetapi agar tetap dianggap sebagai pelopor dalam bidang teknologi tinggi merupakan sesuatu yang lebih sulit dipertahankan. • Value Added Positioning Strategi lain yang dapat diterapkan dalam rangka membedakan diri dari pesaing adalah dengan memiliki nilai tambah dalam hubungannya dengan pelanggan. Nilai tambah tidak selalu berarti memberikan harga 23 yang lebih murah kepada pelanggan tetapi kurang menguntungkan bagi citra merek (brand image), bahkan dapat menimbulkan persepsi murahan, juga dapat menimbulkan persaingan harga yang tidak menguntungkan. Dalam pemikiran pelanggan, nilai tidak hanya mengenai harga tetapi juga mengenai produk dan jasa yang menjadi nilai intrinsik termasuk nilai merek (brand value) bagi pemakai. Jika perusahaan dapat membentuk persepsi nilai, maka perusahaan tersebut akan dapat mengatasi segala rintangan yang berhubungan dengan harga. Jika ingin menghindari persaingan harga, strategi pemosisian (positioning strategy) nilai tambah merupakan bagian yang sangat penting dari bauran pemosisian (positioning). Langkah-langkah untuk mendorong pemosisian merek yang kuat (Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko, p151-152) adalah: 1. Mencermati situasi lapangan. 2. Mengonfirmasikan identitas calon pelanggan dan realitas kehidupan mereka. 3. Berfokus pada relevansinya dengan manfaat bagi pelanggan. 4. Menyusun dukungan yang dapat dipercaya. 5. Mengvisualisasikan kepribadian. 6. Melakukan riset untuk mencari alternatif-alternatif yang terkait. 7. Menjaga kepercayaan. Berdasarkan Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko (2004, p153), suatu pemosisian merek (brand positioning) harus diiperbahurui setiap 3 sampai 5 tahun atau sesuai dengan kebutuhan strategi pertumbuhan perusahaan. Secara berkala, posisi (positioning) harus ditinjau sesuai dengan dinamika perilaku konsumen dan dinamika persaingan karena posisi (positioning) tidak 24 bersifat statis tetapi mengikuti perubahan yang terjadi dalam persepsi konsumen. Konsumen setiap hari menerima ribuan informasi yang dapat mengubah persepsinya terhadap suatu merek. Positioning adalah posisi yang relatif merek sasaran diantara tebaran merek pesaing di dalam persepsi konsumen. Apa yang dilakukan pesaing akan berpengaruh pada pemantauan dan evaluasi terhadap posisi merek (brand positioning) pemasar, apakah posisi tersebut perlu diperkuat atau justru diubah. Penyegaran posisi merek (brand positioning) merupakan jawaban terhadap seberapa jauh relevansinya dengan pasar sasaran, perubahan pelanggan, dinamika dan kecenderungan pasar serta tujuan dan sasaran perusahaan. Menurut Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko (2004, p154), ada lima prinsip yang dapat dipakai untuk melihat efektivitas pemosisian merek (brand positioning) yaitu: 1. Nilai: terfokus pada manfaat yang diterima oleh pelanggan. Intinya adalah nilai apa yang diterima oleh pasar sasaran dari posisi merek dimiliki pemasar. 2. Keunikan: membawa sesuatu yang tidak dimiliki oleh pesaing sehingga posisi merek pemasar memberikan penawaran yang berbeda dibandingkan pesaing. 3. Kredibilitas: menunjukkan seberapa besar kredibilitasnya di mata konsumen. 4. Berkelanjutan: memaksimalkan rentang waktu lamanya menempati posisi dalam persaingan sehingga pertanyaan utamanya adalah seberapa jauh posisi merek pemasar dapat bertahan lama. 5. Kesesuaian: adanya kesesuaian antara posisi merek dengan organisasi pemasar. 25 2.4.3 Mengembangkan Pernyataan Pemosisian merek Menurut M.Sadat, Andi (2009, p84), Untuk mengembangkan pemosisian merek secara efektif pernyataan pemosisian harus didesain dengan strategi tertentu. Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa pemosisian terkait erat dengan proses komunikasi, maka sebuah pernyataan pemosisian harus benarbenar dapat menjembatani posisi yang diinginkan pemasar dalam benak pelanggan. Jika strategi yang digunakan tidak tepat, maka akan terjadi miskonsepsi, yaitu posisi yang diinginkan pemasar berbeda dengan yang dipersepsikan pelanggan. Sebuah pernyataan pemosisian idealnya merefleksikan kepercayaan merek. Untuk itu, menurut Keller (2003), pemosisian harus mengacu pada apa yang disebut sebagai mantra merek, yaitu “three to five word phrases that capture the irrefutable essence or spirit of the brand positioning and brand values”. Dengan demikian, harus dipastikan bahwa pernyataan pemosisian tidak saling bertentangan dengan “jiwa dan hati” merek, tetapi sebaliknya harus saling mendukung sehingga pemosisian dapat dikomunikasikan secara tepat, baik kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan. Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p85), Menentukan pernyataan pemosisian memang tidak semudah yang diduga, sebab sebuah pemosisian akan mengarahkan “what you want people to think about you”. Untuk itu proses buy in harus dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Secara internal, para CEO, manajer senior, manajer menengah hingga supervisor harus terlibat. Bahkan, tidak jarang beberapa perusahaan melibatkan kembali para founding person mereka dalam menemukan sebuah ungkapan pemosisian yang tepat yang menggambarkan “keyakinan” mereka. Beberapa 26 pihak eksternal, seperti pelanggan dan pakar, juga perlu diajak berdiskusi untuk mendapatkan opini yang dibutuhkan. 2.4.4 Tagline Membantu Pemosisian Merek Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p90), Tagline adalah “ungkapan” yang biasanya ditemui melekat pada sebuah logo atau setelah nama merek. Ungkapan tersebut sangat singkat, biasanya terdiri atas dua hingga empat kata. Tujuannya untuk membantu mempertegas personalitas dan pemosisian sebuah merek kepada pelanggan. Sebuah tagline biasanya tidak bisa berdiri sendiri. Terkadang maknanya juga sulit diartikan atau bahkan secara ekstrim tidak memiliki makna apapun. Tagline dimanfaatkan terutama untuk mengomunikasikan sebuah merek secara eksternal, memiliki limitasi dan jangkauan tertentu. Kondisi inilah yang menyebabkan sebuah tagline dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan tujuan komunikasi merek yang hendak dicapai, yaitu menciptakan koneksi antara merek dan hal yang ada dipikiran pelanggan. Menurut Temporal, Paul (2002) mengungkapkan bahwa sebuah tagline seharusnya merepresentasikan sebuah impresi, sesuatu yang ideal, ajakan untuk bertindak yang disampaikan kepada siapa yang melihat, mendengarkan, atau membaca tagline tersebut. Dalam konteks ini, sebuah tagline dapat menjadi perekat berbagai asosiasi emosional, seperti superioritas, kepedulian, status, kepribadian dan kecanggihan yang harus ditampilkan sebagai “pembeda” dalam merefleksikan pemosisian merek. Agar benar-benar bisa berfungsi sebagai pembeda dengan tepat, sebuah tagline bisa jadi merupakan hasil dari pengumulan sengit dalam 27 internal perusahaan. Sebagai contoh, ”Color Your Heart” yang dicanangkan oleh PT HOYU INDONESIA sebagai tagline mereka. Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p92), salah satu cara untuk mengimplementasikan strategi pemosisian adalah menekankan pada keyakinan merek, banyak cara menentukan pemosisian. Beberapa perusahaan menggunakan keyakinan yang dimilikinya sebagai sumber utama dalam memosisikan diri dipasar. Pilihan ini relatif lebih mudah karena berasal dari sumber internal, sehingga mudah dipahami serta dapat secara langsung mengomunikasikan keyakinan merek kepada target pelanggan. 2.5 Kepercayaan Merek (Brand Trust) 2.5.1 Pengertian Kepercayaan Merek Kepercayaan merek merupakan keyakinan inti yang dimiliki sebuah merek sehingga menjadi pola pikir yang tergambar pada seluruh aktivitas. Sebagai kepercayaan inti, kepercayaan merek menjadi “hub” bagi elemen merek lainnya. Aaker(2000) dalam banyak kesempatan menyebut inti terdalam sebuah merek sebagai brand essence, yaitu “ as the glue that holds the core identity elements together, or as the hub of whell linked to all of the core identity elements”. Meskipun terkadang sangat abstrak, keberadaan kepercayaan merek menginspirasi internal merek dalam berkomunikasi dengan pasar. Tidak jarang beberapa perusahaan menjadikan hal ini sebagai tagline atau slogan merek mereka. Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p35,), kepercayaan merek seharusnya terefleksi langsung pada perilaku merek, bersifat konstan dan jangka panjang, kecuali jika sengaja diubah dengan alasan strategis, seperti reposisi, ekspansi, atau karena tidak relevan lagi dengan pasar dan produk 28 saat ini. Secara faktual, kepercayaan merek dapat berasal dari berbagai sumber, seperti: 1. Pendiri (founding person) Kepercayaan merek diperoleh dari orang yang pertama kali menciptakan dan mengembangkannya. 2. Sejarah Merek Sejarah munculnya merek banyak diwarnai oleh kepercayaan- kepercayaan yang ada disekelilingnya. Nilai-nilai yang diserap di masa lalu dan terbukti dapat berfungsi dengan baik akan dianggap sebagai kebenaran. 3. Evolusi Merek Perjalanan panjang merek dalam mengarungi samudera pasar dan persaingan juga merupakan sumber kepercayaan. 2.5.2 Sistem Kepercayaan Merek Menurut M.Sadat, Andi (2009, p33), Memang sulit membayangkan hidup tanpa kepercayaan, sebab hanya kepercayaan yang membuat seseorang memiliki arah dan tujuan agar dapat menatap hari besok dengan optimis. Begitu pentingnya sebuah kepercayaan hingga tidak jarang orang-orang saling berselisih hanya untuk mempertahankan apa yang dipercayainya. Merek dan kepercayaan merek (brand trust) adalah lambang sebuah kepercayaan. Bagaimanakah seorang pelanggan memilih suatu barang atau produk dari ratusan bahkan ribuan produk atau merek yang ada di pasar? Tentu saja pertimbangan pertama akan mengacu pada siapa yang membuat atau memasarkannya. Apakah ia mengenal atau cukup mengetahui reputasi pembuatnya? Apakah ia cukup menyukainya atau apakah teman-teman dan 29 komunitasnya juga menghargainya? Apakah kualitasnya memadai? Apakah produk atau merek itu sesuai dengan keinginannya, dan sebagainya. Jika merek sudah dikenal, konsumen setia tidak akan berlama-lama menunggu untuk membelinya. Sekali sudah percaya, pelanggan setia akan terus membelinya. Bahkan dalam banyak kasus, konsumen tidak ragu membeli barang dengan reputasi baik, berapapun harganya. Dengan kata lain, harga bukanlah penentu. Tetapi untuk sebuah produk yang tercela, atau tidak dikenal, hanya hargalah yang menjadi penentu dalam keputusan untuk membelinya. Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p34), kepercayaan juga sangat penting untuk mengukuhkan eksistensinya dalam jangka panjang. Kepercayaan yang sangat kuat akan tergambar pada perilaku merek dipasar, terutama dalam menghadapi pelanggan, persaingan, teknologi, inovasi, penciptaan nilai, dan visi jangka panjang, sehingga merek dapat tumbuh dalam samudera persaingan yang begitu luas. Pada bagian ini akan diuraikan secara konseptual bagaimana sistem kepercayaan merek berfungsi sebagai “heart and soul” dalam membangun, menjadi predikat bagi seluruh elemen merek lainnya. Sistem kepercayaan merek terdiri atas kepercayaan merek dan perluasan kepercayaan merek. Keduanya bekerja sebagai inti terdalam dan pemberi arti bagi merek dalam mengaktualisasikan dirinya melalui “perilaku” dipasar. 30 Pasar (Eksternal) Identitas Merek Komunikasi Merek Proposisi Nilai Merek Pemosisian Kontak Merek Merek (Internal) Perluasan Kepercayaan Merek Kepercayaan Merek Sistem Keyakinan Merek Gambar 2.3 Model Kepercayaan Merek Sumber: M.Sadat, Andi (2009, p34) Seperti gunung es, sistem kepercayaan merek berada dibawah permukaan air yang terkait langsung dengan merek secara internal. Adapun gambar permukaan air menunjukkan kontak merek, yaitu interaksi antara sistem kepercayaan merek dengan komunikasi merek pada pasar (eksternal) yang berada diatas permukaan. Interaksi menghasilkan komunikasi merek yang merefleksikan sistem kepercayaan merek kepada pasar atau pelanggan. Menurut Temporal, Paul (2002, p30) Salah satu hal yang diperlukan dari strategi manajemen merek adalah harus terbentuknya kepercayaan terhadap merek itu sendiri. Hal tersebut adalah kunci untuk mencapai hubungan jangka panjang dengan para konsumen yang akan membuat merek semakin terkenal. 31 Banyak yang menyatakan bahwa kepercayaan merek dapat diperoleh dari kualitas dan layanan servis merek itu sendiri. Menurut Temporal, Paul (2002), beberapa hal yang sangat perlu diperhatikan untuk menciptakan kepercayaan merek antara lain: kualitas, reliabilitas, dan inovasi. Kepercayaan merek merupakan persoalan yang bersifat perasaan (emotional) dan bukan merupakan persoalan yang bersifat rasional dan merek harus menciptakan hubungan langsung dengan konsumen. 2.5.3 Mempertahankan Kepercayaan Menurut Temporal, Paul (2002, p163), didunia ini merek-merek yang kuat mendapatkan kepercayaan yang mutlak oleh konsumennya dan kepercayaan tersebutlah yang membangun sebuah loyalitas merek (brand loyalty). Didalam masa yang krisis ini, mempertahankan kepercayaan merek merupakan sebuah hal yang sangat vital untuk tetap menjaga loyalitas merek (brand loyalty). Memberikan suasana yang selalu menjaga kepercayaan merek merupakan bagian dari tanggapan PR (Public Relation) terhadap para konsumen dan memperbaiki kegagalan dengan cepat akan memperoleh kepercayaan lebih bahwa merek tersebut “jatuh” tidak akan lama dan akan pulih seperti semula. 2.5.4 Perluasan Kepercayaan Merek Menurut M.Sadat, Andi (2009, p34), perluasan kepercayan merek adalah perluasan kepercayaan merek menjadi beberapa elemen sebagai “meaningful groupings” yang masih terkait erat dengan kepercayaan merek. Tujuan perluasan kepercayaan merek adalah sebagai jembatan bagi 32 komunikasi merek agar mampu merefleksikan kepercayaan merek yang dalam banyak hal sangat abstrak. Melalui perluasan kepercayaan merek, mungkin untuk memiliki fleksibilitas terutama dalam mendukung strategi komunikasi untuk berhubungan dengan pasar secara jangka panjang. 2.6 Respon Terhadap Merek (Brand Responses) Menurut Keller, Kevin (2001), respon terhadap merek mengacu kepada bagaimana pelanggan memberi respon terhadap suatu merek, aktifitas pemasaran, dan sumber-sumber informasi lainnya. Hal-hal tersebut adalah sesuatu yang pelanggan pikirkan atau rasakan tentang merek. Respon terhadap merek dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu pertimbangan merek dan perasaan merek. Selanjutnya Keller, Kevin (2001) menjelaskan bahwa pertimbangan merek berfokus pada evaluasi dan opini pribadi pelanggan terhadap merek. Pertimbangan merek melibatkan pelanggan dalam menaruh semua perbedaan pencapaian dan asosiasi perumpamaan suatu merek dari bermacam-macam opini. Perasaan merek adalah respon dan reaksi emosional pelanggan terhadap suatu merek. Perasaan merek juga berhubungan dengan peredaran sosial yang ditimbulkan oleh suatu merek. Pertimbangan merek dan perasaan merek dapat dengan baik mempengaruhi perilaku konsumen jika didalam pikiran dan diri konsumen-konsumen memiliki respon positif pada pertemuan mereka dengan suatu merek. 33 2.7 Keputusan Pembelian (Purchasing Decision) Dalam membeli suatu barang dan jasa, seorang konsumen akan melalui suatu proses pengambilan keputusan (purchasing decision). Menurut Ma’ruf (2006, p61-62) terdapat tiga pengambilan keputusan (purchasing decision), yaitu: • Proses keputusan panjang (extended decision making) untuk barang durable (rumah, mobil, lahan, kulkas, mesin cuci, dan lain-lain). Proses itu menurut Berman dan Evans adalah: stimulus ̶ kebutuhan ̶ mencari info ̶ evaluasi ̶ transaksi ̶ perilaku pasca pembelian. Pengertian stimulus adalah situasi yang menyebabkan munculnya kebutuhan dalam diri konsumen • Proses kebutuhan terbatas (limited decision making), sama dengan proses diatas tetapi terjadi secara lebih cepat dan kadang meloncati tahapan. Proses terbatas ini biasanya untuk barang seperti pakaian, hadiah, mobil kedua, atau jasa seperti wisata ke luar kota atau luar negeri. • Proses pembelian rutin, keputusan pembelian (purchasing decision) yang terjadi secara kebiasaan sehingga proses pembelian sangat singkat saja. Begitu dirasakan ada kebutuhan, langsung dilakukan pembelian, misalnya membeli baterai. Menurut Utami (2006, p37), kesetiaan pada merek dan kesetiaan pada toko adalah contoh pengambilan keputusan (purchasing decision) berdasarkan kebiasaan. Proses pembelian yang panjang dan terbatas dapat dikatakan sebagai pembelian yang bersifat insidental. Sedangkan proses pembelian rutin merupakan proses yang berlawanan dengan proses pembelian yang bersifat insidental. Pembelian yang insidental yaitu yang hanya sesekali atau sekali-sekali beli. 34 Belanja impulsif atau impulse buying adalah proses pembelian barang yang terjadi secara spontan. Menurut Ma’ruf (2006, p64) ada tiga jenis pembelian impulsif, yaitu: • Pembelian tanpa rencana sama sekali. Konsumen belum punya rencana apapun terhadap pembelian suatu barang, dan membeli barang itu begitu saja ketika terlihat. • Pembelian yang setengah tak direncanakan. Konsumen sudah ada rencana membeli suatu barang tetapi tidak punya rencana merek ataupun jenis atau berat, dan membeli barang begitu melihat barang tersebut. • Barang pengganti yang tidak direncanakan. Konsumen sudah berniat membeli suatu barang dengan merek tertentu, dan membeli barang dimaskud tapi membeli merek lain. 2.7.1 Model Perilaku Konsumen (Consumer Behaviour) dalam Keputusan Pembelian (Purchasing Decision) Engel, Blackwell dan Miniard (2000) yang dikutip oleh Hurriyati (2005, p74) berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mendasari variasi perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli atau menggunakan produk barang dan jasa. Adapun faktor-faktor tersebut adalah pengaruh lingkungan, karakteristik individu, proses psikologi. Pada hakikatnya kebutuhan konsumen akan mengalami perubahan dalam hidupnya sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi dimana lingkungan dimana mereka hidup. Perubahan tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu: dalam mengambil keputusan pembelian atau penggunaan suatu produk barang dan jasa. 35 Proses Keputusan Pembelian (Purchasing Decision) 2.7.2 Menurut Kotler (2003, p204-208), konsumen melewati lima tahap dalam proses keputusan pembelian (purchasing decision). Sebenarnya proses pembelian telah dimulai jauh sebelum pembelian aktual terjadi dan memiliki konsekuensi jauh setelah pembelian terjadi. Masing-masing tahap proses keputusan pembelian (purchasing decision) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengenalan kebutuhan Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah kebutuhan atau masalah. Konsumen merasakan perbedaan antara keadaaan nyata dengan keadaaan yang diinginkan. Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal ketik salah satu kebutuhan normal seseorang, seperti rasa lapar dan haus muncul pada tingkat yang cukup tinggi untuk menjadi dorongan. Suatu kebutuhan juga dapat dipicu oleh rangsangan eksternal. 2. Pencarian informasi Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya kedalam dua tingkat. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan perhatian menguat. Pada tingkat itu seseorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki masa pencarian aktif informasi. Melalui pengumpulan informasi, konsumen akan mengetahui tentang merekmerek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut. Ada empat kelompok yang menjadi sumber informasi konsumen, yaitu: 36 • Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, maupun kenalan lainnya. • Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penjual, kemasan dan pajangan. • Sumber publik: media masa, organisasi penilaian konsumen. • Sumber pengalaman: menangani, memeriksa dan menggunakan produk. 3. Evaluasi alternatif Beberapa konsep dasar akan membantu kita untuk memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen akan berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen akan mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masingmasing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Konsumen membangun kepercayaan terhadap merek mengenai posisi setiap merek (brand positioning) pada setiap atribut. Seperangkat kepercayaan mengenai merek tertentu tersebut dikenal sebagai citra merek (brand image). Citra merek (brand image) yang dibentuk oleh konsumen berbeda-beda berdasarkan pengalaman, dan efek dari persepsi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif. 4. Keputusan pembelian (purchasing decision) Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merekmerek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang disukai. Namun dua faktor berikut 37 dapat berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian (purchasing decision): • Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi aklternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal, yaitu intensitas sikap negative orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen, dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan mengubah niat pembeliannya, demikian juga sebaliknya. • Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan dapat mengubah niat pembelian. Konsumen mungkin membentuk niat membeli berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan yang diperkirakan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun kejadian yang tidak terantisipasi mengubah niat membeli tersebut. 5. Perilaku paska pembelian Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian. Kepuasan pembelian merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atau suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Menggunakan alternatif yang dipilih dan mengevaluasikan sekali lagi berdasarkan kinerja yang dihasilkan. Hasil dari proses ini adalah konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan 38 mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan membuat atau menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan mengkonsumsi produk tersebut. 2.7.3 Elemen-elemen Dasar Pembuatan Keputusan Ada tiga elemen dasar yang digunakan dalam pembuatan keputusan, yaitu (Kotler, 2003, p214-220): 1. Representasi Representasi masalah mungkin pertama, menyangkut tujuan akhir. Kedua, tujuan akhir diorganisasikan kedalam suatu hierarki tujuan. Ketiga, pengetahuan produk yang relevan. Keempat, suatu set aturan sederhana dengan mana konsumen mencari untuk mengevaluasi dan mengintergrasikan pengetahuan ini untuk membuat suatu kerangka keputusan, suatu perspektif atau kerangka referensi melalui mana pengambilan keputusan, memandang masalah dan alternative yang harus dievaluasi. 2. Proses integrasi Proses integrasi yang terlibat dalam pemecahan masalah membentuk dua tugas penting, yaitu: alternatif pilihan harus dievaluasi berdasarkan kriteria pilihan dan kemudian salah satu dari alternatif harus dipilih. Dua jenis prosedur integrasi dapat diperhitungkan untuk dasar evaluasi dari proses pilihan ini. 39 3. Rencana keputusan Proses mengenali mengevaluasi dan memilih diantara alternatif selama pemecahan masalah menghasilkan suatu rencana keputusan, terdiri dari satu atau lebih intens perilaku. 2.7.4 Perilaku Pembelian Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis keputusan pembelian. Berdasarkan Kotler (2003, p201-202) membedakan empat perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan diantara merek, yaitu: 1. Perilaku membeli yang komplek (complex buying behavior) Perilaku membeli yang kompleks ini terlibat dalam tiga proses. Pertama, pembeli mengembangkan kepercayaan tentang produknya. Kedua, pembeli mengembangkan sikap terhadap produk. Kemudian yang ketiga, pembeli membuat pilihan pembelian yang telah dipikirkan secara matang sebelumnya. Konsumen berperilaku membeli seperti ini ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lainnya. Hal ini biasanya terjadi ketika produknya mahal, jarang dibeli, beresiko, dan sangat menonjolkan ekspresi diri. 2. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan (dissonance reducing buying behavior) Perilaku membeli semacam ini terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada. Setelah pembelian, mungkin konsumen akan mengalami ketidakcocokan, dan 40 menemukan kelemahan-kelemahan tertentu atau mengetahui merek lain yang lebih baik. Pada situasi seperti ini, komunikasi pemasaran (marketing communication) sebaiknya memberikan bukti-bukti dan dukungan yang membantu konsumen menyenangi pilihan merek mereka. 3. Perilaku membeli karena kebiasaan (habitual buying behavior) Perilaku membeli seperti ini berada dalam keterlibatan yang rendah dan sedikitnya perbedaan merek. Seperti misalnya ketika konsumen membeli garam, konsumen akan membeli merek apa saja. Jika ternyata mereka tetap membeli merek yang sama, ini hanya karena kebiasaan, bukan loyalitas terhadap merek. Biasanya hal ini terjadi pada produk-produk yang murah dan sering dibeli. Jadi perilaku membeli seperti ini tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai suatu merek, mengevaluasi sifat-sifat merek tersebut, dan mengambil keputusan yang berarti merek apa yang akan mereka beli. 4. Perilaku membeli yang mencari variasi (variety seeking buying behavior) Situasi membeli seperti ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun adanya perbedaan merek yang cukup berarti. Dalam kasus semacam ini, konsumen seringkali mengganti merek. Contohnya ketika membeli biscuit, tidak perlu banyak evaluasi dan mengevaluasi merek tersebut selam dikonsumsi. Penggantian merek ini terjadi karena ingin variasi, bukan karena ketidakpuasan. 41 Tabel 2.1 Perilaku Konsumen Sumber: Kotler (2003, p201) 2.7.5 Peran dalam Keputusan Pembelian (Purchasing Decision) Menurut Kotler (2003, p200), terdapat lima orang yang berperan dalam keputusan pembelian (purchasing decision), yaitu: 1. Pemrakarsa (initiator), orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa. 2. Pembeli pengaruh (influencer), orang yang pandangan atau nasehatnya member bobot dalam pengambilan keputusan terakhir. 3. Pengambilan keputusan (decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah harus membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli. 4. Pembeli (buyer), orang yang melakukan pembelian sebenarnya. 5. Pemakai (user), orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk dan jasa. 42 2.8 Kerangka Pemikiran X1 Komunikasi Merek Y Kepercayaan Merek X2 Pemosisisan Merek Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran (Sumber: analisa data,2009) Z Keputusan Pembelian