BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Merek

advertisement
5
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Merek (Brand)
Menurut Tjiptono (2005, p2), merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa.
Menurut Kotler dan Keller (2006, p256), merek didefinisikan sebagai nama,
istilah, simbol, tanda, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Brand as “a
name, term, symbol, or design, or combination of them, intended to identify the
goods or services of one seller or group of seller and to differentiate them from those
competitors” A brand is thus a product or services that adds dimensions that
differentiate it in some way from other products or services designed to satisfy the
same need.
Menurut Rangkuti (2002, p37) merek harus meliputi beberapa hal sebagai
berikut:
1.
Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.
2.
Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat.
3.
Nama merek harus mudah terbedakan, artinya spesifik dan khas.
4.
Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.
5.
Nama merek harus memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapatkan
perlindungan hukum.
6
Menurut Kotler (2002, p464) menjelaskan bahwa merek dapat memberikan
manfaat bagi penjual, yaitu:
1.
Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah.
2.
Nama merek dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan hukum
atau ciri-ciri produk yang unik.
3.
Merek memberikan kesempatan pada penjual untuk menarik pelanggan yang
setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan penjual perlindungan
dari persaingan serta persaingan yang lebih besar dalam perencanaan
program pemasarannya.
4.
Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
5.
Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan
perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima oleh para
distributor dan pelanggan.
Berdasarkan Tjiptono (2005, p21) mengemukakan manfaat-manfaat merek bagi
konsumen:
1.
Kemudahan dalam mengidentifikasikan produk yang dibutuhkan atau dicari
oleh konsumen dan dapat memberikan makna bagi produk.
2.
Penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.
3.
Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan
kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat
berbeda.
4.
Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah
digunakan atau dikonsumsi.
5.
Kepuasan terkait dengan daya tarik merek logo dan komunikasinya.
7
2.2
Komunikasi Merek Terpadu (Integrated Brand Communication)
Menurut Temporal, Paul (2002, p143), komunikasi merek terpadu (integrated
brand communication) adalah sebuah konsep dari perencanaan komunikasi merek
(brand
communication)
yang
memperkenalkan
nilai
tambah
dari
rencana
komprehensif yang mengevaluasi peran strategis dari beberapa disiplin komunikasi
misalnya periklanan (advertising), pemasaran langsung (direct marketing), promosi
penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), memberikan
sokongan (sponsorship and endorsement) dan mengkombinasikan disiplin-disiplin ini
untuk memberikan kejelasan, konsistensi, dan dampak komunikasi yang maksimal
melalui integrasi menyeluruh atas pesan-pesan yang berlainan.
Berdasarkan Temporal, Paul (2002), komunikasi merek terpadu (integrated
brand communication) dapat diartikan sebagai proses dari pengelolaan hubungan
konsumen (customer relationship) yang menggerakkan nilai merek (brand value).
Sedangkan secara spesifik, komunikasi merek terpadu dapat diartikan sebagai proses
yang mempunyai fungsi bersilang dalam menciptakan dan memelihara hubungan
yang menguntungkan dengan konsumen dan para pemercaya (stakeholder) lainnya
yang mengontrol dan mempengaruhi secara strategis semua pesan yang terkirim
kepada kelompok ini serta menggerakkan dialog dengan maksud tertentu kepada
mereka.
Selanjutnya Temporal, Paul (2002) menjelaskan bahwa komunikasi merek
terpadu (integrated brand communication), atau yang biasa disebut IBC, adalah satu
dari sekian proses yang tersedia guna membina hubungan dengan konsumen. Apa
yang membedakan IBC dengan proses customer-centric yang lainnya adalah dasar
dari proses tersebut, yaitu komunikasi yang merupakan jantung dari semua
hubungan, dan juga merupakan proses yang sirkuler.
8
Seperti yang sudah disebutkan di atas, konsep dasar dari IBC adalah
komunikasi. Dengan komunikasi ini, IBC berusaha untuk memaksimalkan pesan
positif dan meminimalkan pesan negatif dari suatu merek, dengan sasaran
menciptakan dan menyokong hubungan merek (brand relationship). Untuk
membangun hubungan jangka panjang, IBC juga digunakan untuk membangun dan
memperkuat merek. Hubungan merek (brand relationship) yang positif juga akan
menghasilkan keuntungan dan meningkatkan nilai dari pemegang saham perusahaan
tersebut.
loyalty
trust
friendship
respect
information
awareness
Gambar 2.1 Proses Hubungan Merek (brand relationship process)
Sumber: Temporal, Paul (2002, p24)
Menurut Keller, Kevin (2001), tahap akhir dari model hubungan merek
berfokus pada identifikasi hubungan dan level terakhir yang pelanggan miliki dengan
suatu merek. Hubungan merek mengacu pada suatu hubungan yang alami yang
pelanggan miliki dengan merek. Hubungan merek dikelompokan dalam hal intensitas
atau kedalaman psikologis yang pelanggan miliki dengan merek seperti halnya
9
aktifitas yang disebabkan oleh loyalitas, contohnya pelanggan yang mencari
informasi mengenai suatu produk.
Menurut M.Sadat, Andi (2009, p113), menyatakan bahwa komunikasi merek
adalah upaya yang dilakukan perusahaan untuk mengomunikasikan keunikan yang
dimiliki sebuah merek ke pasar menggunakan berbagai strategi. Tujuan hal tersebut
sederhana yaitu agar pelanggan memutuskan untuk mengonsumsi, puas, kemudian
loyal terhadap merek.
Selanjutnya M.Sadat, Andi (2009, p118), dalam praktik sehari-hari, proses
komunikasi tidak selalu berjalan mulus. Namun disinilah tantangan bagi setiap
pemasar. Dibutuhkan kreativitas agar proses komunikasi dapat dioptimalkan dengan
mengeliminasi berbagai gangguan, sehingga pesan komunikasi merek dapat berjalan
efektif dalam menciptakan berbagai asosiasi positif dibenak pelanggan. Seperti
diketahui,
identitas,
pemosisian
dan
proposisi
nilai
merek
harus
dapat
dikomunikasikan secara selektif melalui berbagai media agar pesan-pesan yang
disampaikan tidak mengalami distorsi.
Menurut M.Sadat, Andi (2009, p118), identitas merek yang dikomunikasikan
dengan baik akan menghasilkan kesadaran yang tinggi dari pelanggan, begitu pula
dengan pemosisian merek akan menghasilkan diferensiasi yang membedakan merek
secara signifikan dengan merek yang lain. Proposisi nilai merek yang sesuai juga
diharapkan akan memberi nilai tinggi kepada pelanggan.
Menurut Temporal, Paul (2002), ada dua ide pokok mengenai IBC (Integrated
Brand Communication):
1.
Komunikasi merek (brand communication) yang bersifat one-voice. Maksudnya
adalah walaupun elemen komunikasi merek (brand communication) yang
digunakan berbeda-beda dalam meraih konsumen, namun itu semua harus
10
dapat dikoordinasi dengan cara yang tepat oleh berbagai organisasi dan
agensi yang bekerja pada elemen-elemen yang berbeda tersebut.
2.
Komunikasi yang berintegrasi. Komunikasi disini tidak hanya bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran merek (brand awareness) atau pencitraan produk
(product image) yang baik saja, namun juga harus dapat menimbulkan hasil
penjualan yang baik.
Menurut Temporal, Paul (2002, p168), komunikasi merek (brand communication)
terdiri atas lima cara komunikasi utama, yaitu:
1.
Pemasaran Langsung (Direct Marketing)
Disaat perusahaan ingin berhubungan langsung dengan konsumen tanpa
melalui retailer, maka digunakanlah direct-response marketing, seperti: close-
loop, interactive, database-driven messaging system yang menggunakan
banyak jenis media untuk menciptakan respon behavioral. Pemasaran
langsung (direct marketing) merupakan salah satu fungsi IBC yang terdiri dari
front-end dan back-end operations. Front-end menyusun harapan-harapan
dari konsumen yang mencakup the offer (segala sesuatu yang nyata maupun
tidak dijanjikan oleh perusahaan guna mencapai perilaku konsumen yang
diinginkan perusahaan, misalnya: penawaran harga khusus, garansi, dan lainlain), the database (mendapatkan data konsumen dan menggunakan data itu
untuk penawaran selanjutnya), dan the response (memberikan respon yang
baik terhadap konsumen, misalnya: dengan membuat toll-free-line untuk
layanan konsumen). Sedangkan back-end berusaha mempertemukan harapan
konsumen dengan produk, mencakup fulfillment (membuat produk atau
informasi yang diminta oleh konsumen cocok, efektif, dan tepat waktu).
11
2.
Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan (sales promotion) merupakan istilah singkat dari penawaran
nilai tambah yang dirancang untuk menggerakkan dan mempercepat respon
dari konsumen. Contoh dari nilai tambah itu sendiri adalah “kesempatan untuk
memenangkan hadiah”, potongan harga (seperti diskon 20%, sale 50% off,
dan lain sebagainya), produk ekstra (seperti isi suatu produk yang 30% lebih
banyak), sampel gratis dan premiums (misalnya beli suatu produk dapat piring
cantik).
Pada konsepnya, promosi penjualan (sales promotion) digunakan untuk
memotivasi konsumen agar melakukan aksi dengan membeli produk yang
dipicu dengan adanya penawaran produk dalam jangka waktu terbatas.
3.
Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Public Relation dan Publicity)
Hubungan masyarakat (public relation) dalam konsepsi IBC melakukan
pekerjaan yang sangat luas dan beragam, tidak hanya bertugas men-track
opini publik saja, tapi juga bertugas mengelola corporate brand dan menjaga
reputasinya.
Hubungan masyarakat pemasaran (marketing public relation) merupakan salah
satu fungsi hubungan masyarakat (public relation) yang digunakan sebagai
media tanpa bayar untuk menyampaikan informasi merek (brand information)
guna mempengaruhi calon konsumen atau konsumen secara positif.
Publisitas (publicity) sendiri merupakan salah satu jasa yang disediakan oleh
Public Relation Firms maupun Advertising Agency.
Publisitas (publicity) timbul untuk membantu menangkap perhatian publik dan
membedakan tiap-tiap perusahaan tersebut dari perusahaan-perusahaan lain
yang menjadi saingannya. Publisitas (publicity) dalam hubungan masyarakat
pemasaran (marketing public relation) berarti memperoleh penyebutan nama
12
merek di media massa, dalam cara-cara, waktu dan tempat yang berbeda,
sehingga menjadi kesadaran tingkat puncak pikiran (top-of-mind awareness).
Walaupun hubungan masyarakat (public relation) menawarkan kredibilitas
yang lebih besar dalam membangun publisitas (publicity), namun periklanan
(advertising) dapat menawarkan kesadaran (awareness) dan kontrol yang
lebih besar. Lalu untuk beberapa alasan, sejumlah perusahaan menyampaikan
pesan hubungan masyarakat (public relation) mereka lewat periklanan
(advertising).
4.
Penjualan Pribadi (Personal Selling)
Penjualan pribadi (personal selling) adalah komunikasi dua arah dimana
seorang penjual menjelaskan fitur dari suatu merek untuk kepentingan
pembeli. Dalam penjualan pribadi (personal selling) dilibatkan komunikasi yang
sifatnya tatap muka dan kegiatannya pada sekarang ini terfokus pada
pemecahan masalah dan penciptaan nilai bagi konsumen (lebih dikenal
dengan partnership). Dimensi partnership ini adalah seorang penjual
(salesperson) harus memahami konsumennya dengan baik.
Penjualan pribadi (personal selling) sendiri merupakan bagian dari pemasaran
langsung (direct marketing), namun perbedaan dasarnya adalah bahwa dalam
penjualan pribadi (personal selling) perusahaan yang dijembatani salesperson
berinteraksi secara tatap muka dengan konsumen.
5.
Periklanan (Advertising)
Periklanan (advertising) merupakan suatu bentuk dari presentasi non-personal
dan promosi dari suatu ide, barang atau jasa yang tidak gratis (berbayar) dan
dilakukan oleh sponsor (perusahaan) yang teridentifikasi. Karakteristik dari
iklan sendiri adalah bersifat non-personal, komunikasi satu arah, ada sponsor
(khalayak yang peduli), dan bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku.
13
Biasanya periklanan (advertising) dipakai ketika suatu perusahaan ingin
mengubah konsumen dari tidak sadar (unware) menjadi sadar (aware)
terhadap suatu merek.
2.3
Kesadaran Merek (Brand Awareness)
2.3.1 Pengertian Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Menurut Durianto, et. all, (2005, p54), tingkat penerimaan awal dari
seseorang ketika melihat dan atau mendengar suatu informasi tentang produk
beserta mereknya adalah kesadaran merek (brand awareness), yaitu
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali
bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Dengan
kata lain, kesadaran merek (brand awareness) ialah suatu tingkat keakraban
yang dimiliki konsumen dengan sebuah merek. Peran kesadaran merek (brand
awareness) dalam keseluruhan kekuatan suatu merek (brand equity)
tergantung pada sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu
merek. Bagaimana merek tersebut dapat menembus ingatan konsumen
sehingga ketika ditanyakan merek dari suatu kategori tertentu maka
konsumen akan dengan spontan menjawab merek x.
Menurut Rangkuti (2004, p253) mendefinisikan bahwa kesadaran merek
merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek
tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan
kata-kata kunci.
14
2.3.2 Tingkat Kesadaran Merek
Secara berurutan, Aaker memberikan penjelasan mengenai tingkat
kesadaran merek (brand awareness), yang dikutip oleh Durianto (2004, p5759), yang dapat dijelaskan dari beberapa hal berikut:
1.
Tidak menyadari adanya merek (unaware of brand): tingkat kesadaran
merek
yang paling
rendah
dimana
konsumen tidak
menyadari
keberadaan suatu merek.
2.
Pengenalan merek (brand recognition): tingkat minimal kesadaran
merek (brand awareness). Hal ini penting ketika seorang pembeli
memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.
3.
Mengingat kembali merek (brand recall): hal ini didasarkan pada apakah
seseorang dapat menyebutkan merek tertentu dalam suatu kategori
tertentu. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan
karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu
untuk memunculkan merek tersebut.
4.
Puncak pikiran (top of mind): apabila seseorang ditanya secara
langsung tanpa diberi bantuan pengingat dan ia dapat menyebutkan
suatu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan
pertama kali merupakan puncak pemikiran dari konsumen itu sendiri.
Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama yang
terdapat dalam benak konsumen diantara merek lainnya.
Selanjutnya
Aaker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2002, p362), untuk
meraih kesadaran merek (brand awareness), baik dalam tingkat pengenalan
(brand recognition) maupun pengingatan kembali (brand recall) melibatkan
dua kegiatan, yaitu berusaha memperoleh identitas merek dan berusaha
mengaitkannya dengan kategori atau kelas produk tertentu. Merek memiliki
15
tingkat penerimaan yang berbeda dalam hal kekuatan (brand equity) dan nilai
(brand value) yang dimilikinya di pasar. Pada satu sisi terdapat merek yang
tidak dikenal sebagian besar pembeli. Namun, disisi lain ada merek yang
memperoleh tingkat kesadaran merek (brand awareness) yang lebih tinggi.
Diatas itu terdapat merek yang memiliki tingkat penerimaan merek yang
lebih tinggi lagi, kemudian ada merek yang menikmati tingkat preferensi yang
semakin tinggi, dan akhirnya ada merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek
(brand loyalty) yang paling tinggi.
Menurut Aaker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2002, p461) tingkat
perilaku konsumen terhadap merek dibagi menjadi lima tingkat, yaitu:
1.
Konsumen yang akan selalu mengganti merek, khususnya karena alasan
harga. Tidak memiliki loyalitas merek (brand loyalty).
2.
Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk
mengganti merek.
3.
Konsumen yang puas akan suatu merek dan akan merasa rugi bila
mengganti atau mencoba merek lain.
4.
Konsumen
memberikan
nilai
yang
tinggi
bagi
suatu
merek,
menghargainya dan menganggap merek menjadi bagian dari dirinya
atau seperti teman.
5.
Konsumen yang setia terhadap merek.
2.3.3 Peran Kesadaran Merek
Menurut Durianto (2004, p11-12), peran kesadaran merek (brand
awareness) dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji
bagaimana kesadaran merek (brand awareness) menciptakan suatu nilai.
Penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan dengan empat cara, yaitu:
16
1.
Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain
Suatu merek yang kesadarannya (brand awareness) tinggi akan
membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya
jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek
(brand awareness) rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar
akan sulit melekat pada merek tersebut.
2.
Rasa suka atau familier
Jika kesadaran merek (brand awareness) sangat tinggi, konsumen akan
sangat akrab dengan merek tersebut, dan lama-kelamaan akan timbul
rasa suka yang tinggi terhadap merek sasaran yang dipasarkan.
3.
Substansi atau komitmen
Kesadaran merek (brand awareness) dapat menandakan keberadaan,
komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika
kesadaran atas merek (brand awareness) tinggi, kehadiran merek
tersebut akan selalu dapat dirasakan. Sebuah merek dengan kesadaran
konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
diiklankan secara luas, eksistensi yang sudah teruji waktu, jangkauan
distribusi yang luas dan merek tersebut dikelola dengan baik.
4.
Mempertimbangkan merek
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi
merek-merek
yang
dikenal
dalam
suatu
kelompok
untuk
dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek
dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang
tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut
tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-
17
merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek-merek
yang disukai atau dibenci.
2.4
Pemosisian Merek (Brand Positioning)
2.4.1 Pengertian Pemosisian Merek
Menurut M.Sadat, Andi (2009, p83-84), merek memiliki posisi dan
tempat khusus dibenak pelanggan tentu saja menjadi keunggulan tersendiri.
Untuk itu, strategi pemosisian yang tepat harus dioptimalkan agar dapat
menciptakan keunikan yang akan membantu merek dalam menghadapi
persaingan.
Menurut Jack Trout dan Al Ries, pemosisian berkaitan dengan hal yang
dikerjakan dalam benak pelanggan dan bukan yang dikerjakan terhadap
produk. Dengan demikian, pemosisian adalah upaya bagaimana merek
“diletakkan” dalam benak pelanggan. Benak atau memori pelanggan dapat
diibaratkan sebagai lahan dengan banyak kaveling. Pertanyaannya adalah
kaveling mana yang akan dipilih? Memilih kaveling yang tepat tentu saja bukan
hal yang mudah, sebab akan berhadapan dengan banyak merek lain dalam
berbagai kategori produk yang saling bersaing.
Selanjutnya M.Sadat, Andi (2009, p84) menambahkan dalam merespons
realitas tersebut, upaya merek sebuah kaveling tentu saja tidak bisa dilakukan
dengan cara membabi buta, tanpa strategi dan pemahaman mengenai siapa
target dan segmen yang dituju. Harus dipahami bahwa setiap segmen pasar
membutuhkan pendekatan yang berbeda. Jika segmennya jelas maka
pemosisian merek akan lebih mudah dilakukan melalui berbagai strategi
komunikasi. Dalam meramu strategi komunikasi, pemasar harus memahami
betul bagaimana pelanggan memproses informasi, membangun persepsi, serta
18
apa saja yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan. Perlu
ditekankan bahwa pemosisian juga menyangkut peletakan informasi secara
tepat agar pelanggan memiliki penilaian “khusus” terhadap merek. Jika
penempatan keliru dilakukan, maka akan berakibat fatal dan sulit diubah.
Positioning is an act of designing the company’s offering and image to occupy
a distinctive place in the mind of the target market (Kotler dan Keller, 2006,
p288).
Menurut Kotler dan Keller (2006, p288) Pemosisian (positioning) adalah
upaya-upaya untuk “menancapkan” produk daris sebuah merek ke dalam
benak konsumen di antara produk merek pesaing. Pemosisian dilakukan
berdasarkan nilai, harga, kualitas, manfaat, dan lain-lain yang berkaitan
dengan psikologis pelanggan.
Selanjutnya Kotler dan Keller (2006) menjelaskan, pemosisian merek
(brand positioning) merupakan upaya mengomunikasikan realitas merek
kepada
konsumen,
dikomunikasikan
namun
kepada
tidak
pelanggan.
semua
realitas
Pemosisian
suatu
tersebut
dapat
merek
(brand
positioning) merupakan sebagian dari masalah merek. Pada dasarnya sebuah
merek merupakan persepsi pelanggan yang menempatkan merek sebagai
suatu proses penawaran merek oleh perusahaan kepada pelanggan. Tujuan
proses memosisikan merek (brand positioning) yaitu untuk membuat tawaran
ke dalam merek. Bila sebuah merek itu sederhana dan memiliki kepribadian
yang menyatu dengan keinginan konsumen maka aktivitas-aktivitas yang
dilakukan harus mengarah pada upaya memenuhi keinginan konsumen
sebagai targetnya.
19
2.4.2 Jenis-jenis Pemosisian Merek
Menurut Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko (2004, p147), dalam
pemosisian ini terdapat lingkaran berkaitan: tim penganalis merek memahami
dengan baik kebutuhan pembeli, selanjutnya merek memberikan manfaat
sesuai dengan kebutuhan pembeli. Karena pembeli terpenuhi kebutuhannya
maka tumbuhlah kepercayaan dan terciptalah hubungan antara merek dan
pembeli yang dikutip dari Power Branding (pp147).
•
•
•
•
Emotional/Psychological
Benefit Driven
Aspiration
Value
Positioning
•
•
•
•
Convenience
To be number one
Innovation
Added Value
• Corporation
•
•
•
•
Feature Driven
Problem Solution
Target / Driven
Competition Driven
Reputation/Merger
• Cause
• Usage
• Personality
Gambar 2.2 Jenis-jenis Pemosisian Merek (Brand Positioning)
Sumber: Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko (2004, p147)
Menurut A.B. Susanto dan Himawan Wijanarko (2004, p148), jenis-jenis
Pemosisian Merek (Brand Positioning) antara lain:
•
Feature Driven Prompts
Banyak pemasar yang masih terpaku pada fitur produk maupun jasa
dalam mendiferensiasi merek mereka. Keunggulan pemosisian posisi
(brand positioning) berdasarkan fitur adalah pemasar tidak perlu
mengembara terlalu jauh dari inti yang dijual dan pesannnya kuat
didukung oleh fakta yang menjadikannya lebih kredibel.
20
•
Problem/Solution Prompts
Pemosisian merek (brand positioning) sebagai pemecah masalah atau
solusi berarti konsumen membeli sebuah produk atau memanfaatkannya
suatu layanan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari. Produk bermerek sering menggunakan pendekatan ini apabilan
didesain untuk mengisi kebutuhan ceruk khusus. Pendekatan ini
imajinasi tetapi lebih kepada pendekatan langsung dan kredibilitas.
•
Competition-Driven Positioning
Bagaimana suatu merek dapat dilihat dan dibandingkan dengan
sebagian besar pesaingnya sehingga gagasan pendekatan ini nampak
berlebihan. Competition-driven positioning sebaiknya menghindari klaim
perbandingan untuk menghindari pelanggan berbalik mengingat merek
kompetitor. Klaim posisi (positioning claim) sebaiknya menggunakan
superioritas tanpa mengarah kepada ingatan pelanggan terhadap
kompetitor.
•
Emotional/Psychological Positioning
Pendekatan psikologis atau emosional sering sangat efektif sebagai
positioning prompts karena orang sering merasakan suatu merek
berdasarkan hasratnya.
•
Benefit-Driven Positioning
Pemosisian merek (brand positioning) dengan menyodorkan suatu
manfaat menjadi efektif jika benar-benar menyentuh kebutuhan
konsumen apalagi yang tidak didapatkannya pada produk pesaing.
21
•
Aspirational Positioning
Posisi (positioning) yang menawarkan kepada calon pelanggannya apa
yang menjadi aspirasinya yaitu apa yang diinginkan, kemana akan
menuju dan apa yang mungkin disukai.
•
Value Positioning
Posisi (positioning) ini menawarkan kepada konsumen kombinasi antara
harga yang murah dan kualitas yang bagus.
•
Corporate Reputation and Image Positioning
Citra dan reputasi merek (brand image and reputation) yang sudah
dimiliki dan terkenal menjadi pilihan untuk strategi pemosisian merek
(brand
positioning)
dan
menjadi
pendorongnya
serta
dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kredibilitas suatu produk.
•
Cause Positioning
Posisi (positioning) yang berdasarkan alasan tertentu dapat memberikan
ciri khas yang sangat kuat dan menggandeng konsumen yang
mempunyai keterikatan yang kuat. Strategi ini adalah strategi jangka
panjang, sekali suatu perusahaan mengidentifikasi diri dengan alasan
tertentu, segala upaya haruslah mendukung.
•
Usage Positioning
Bagaimana dan kapan produk digunakan dapat membantu perusahaan
untuk memposisikan merek mereka.
•
Personality Positioning
Positioning berdasarkan kepribadian dapat menjadi strategi yang kuat
jika disusun dan diterapkan secara tepat. Kepribadiannya berisi
karakteristik yang mirip dengan kelompok pelanggan sasaran atau yang
menjadi aspirasi mereka.
22
•
Convenience Positioning
Hampir semua jasa menawarkan layanan yang lebih nyaman, lebih
cepat dan lebih mudah. Call delivery merupakan salah satu layanan
yang menawarkan kemudahan dan kenyamanan. Posisi (positioning) ini
banyak dimanfaatkan dalam dunia teknologi. Teknologi adalah sesuatu
yang kompleks, yang mengundang kekhawatiran konsumen tentang
keruwetan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, posisi (positioning) yang
menawarkan kemudahan dan kenyamanan sangat tepat dijadikan
sebagai strategi pemosisian (positioning strategy).
•
”To be number one” Positioning
Menjadi nomor satu akan menghasilkan persepsi sebagai pemimpin
yang dapat memberikan pengaruh pada merek dan memberi kesan
sesuatu yang berbeda, walaupun layanan produk dan kualitasnya sama
dengan yang lain. Menjadi yang pertama dalam kategorinya akan
menguntungkan merek. Menjadi yang pertama memungkinkan untuk
mendominasi pangsa pasar atau sekedar bertahan, walaupun para
pesaing bermunculan.
•
Innovation Positioning
Menjadi nomor satu, terutama dalam bidang teknologi sebagian besar
tergantung pada inovasi. Tetapi agar tetap dianggap sebagai pelopor
dalam bidang teknologi tinggi merupakan sesuatu yang lebih sulit
dipertahankan.
•
Value Added Positioning
Strategi lain yang dapat diterapkan dalam rangka membedakan diri dari
pesaing adalah dengan memiliki nilai tambah dalam hubungannya
dengan pelanggan. Nilai tambah tidak selalu berarti memberikan harga
23
yang lebih murah kepada pelanggan tetapi kurang menguntungkan bagi
citra merek (brand image), bahkan dapat menimbulkan persepsi
murahan, juga dapat menimbulkan persaingan harga yang tidak
menguntungkan.
Dalam
pemikiran
pelanggan,
nilai
tidak
hanya
mengenai harga tetapi juga mengenai produk dan jasa yang menjadi
nilai intrinsik termasuk nilai merek (brand value) bagi pemakai. Jika
perusahaan dapat membentuk persepsi nilai, maka perusahaan tersebut
akan dapat mengatasi segala rintangan yang berhubungan dengan
harga. Jika ingin menghindari persaingan harga, strategi pemosisian
(positioning strategy) nilai tambah merupakan bagian yang sangat
penting dari bauran pemosisian (positioning).
Langkah-langkah untuk mendorong pemosisian merek yang kuat (Susanto, A.B
dan Himawan Wijanarko, p151-152) adalah:
1.
Mencermati situasi lapangan.
2.
Mengonfirmasikan identitas calon pelanggan dan realitas kehidupan
mereka.
3.
Berfokus pada relevansinya dengan manfaat bagi pelanggan.
4.
Menyusun dukungan yang dapat dipercaya.
5.
Mengvisualisasikan kepribadian.
6.
Melakukan riset untuk mencari alternatif-alternatif yang terkait.
7.
Menjaga kepercayaan.
Berdasarkan Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko (2004, p153), suatu
pemosisian merek (brand positioning) harus diiperbahurui setiap 3 sampai 5
tahun atau sesuai dengan kebutuhan strategi pertumbuhan perusahaan.
Secara berkala, posisi (positioning) harus ditinjau sesuai dengan dinamika
perilaku konsumen dan dinamika persaingan karena posisi (positioning) tidak
24
bersifat statis tetapi mengikuti perubahan yang terjadi dalam persepsi
konsumen. Konsumen setiap hari menerima ribuan informasi yang dapat
mengubah persepsinya terhadap suatu merek. Positioning adalah posisi yang
relatif merek sasaran diantara tebaran merek pesaing di dalam persepsi
konsumen. Apa yang dilakukan pesaing akan berpengaruh pada pemantauan
dan evaluasi terhadap posisi merek (brand positioning) pemasar, apakah posisi
tersebut perlu diperkuat atau justru diubah. Penyegaran posisi merek (brand
positioning) merupakan jawaban terhadap seberapa jauh relevansinya dengan
pasar sasaran, perubahan pelanggan, dinamika dan kecenderungan pasar
serta tujuan dan sasaran perusahaan.
Menurut Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko (2004, p154), ada lima
prinsip yang dapat dipakai untuk melihat efektivitas pemosisian merek (brand
positioning) yaitu:
1.
Nilai: terfokus pada manfaat yang diterima oleh pelanggan. Intinya
adalah nilai apa yang diterima oleh pasar sasaran dari posisi merek
dimiliki pemasar.
2.
Keunikan: membawa sesuatu yang tidak dimiliki oleh pesaing sehingga
posisi
merek
pemasar
memberikan
penawaran
yang
berbeda
dibandingkan pesaing.
3.
Kredibilitas: menunjukkan seberapa besar kredibilitasnya di mata
konsumen.
4.
Berkelanjutan: memaksimalkan rentang waktu lamanya menempati
posisi
dalam persaingan sehingga pertanyaan utamanya adalah
seberapa jauh posisi merek pemasar dapat bertahan lama.
5.
Kesesuaian: adanya kesesuaian antara posisi merek dengan organisasi
pemasar.
25
2.4.3 Mengembangkan Pernyataan Pemosisian merek
Menurut M.Sadat, Andi (2009, p84), Untuk mengembangkan pemosisian
merek secara efektif pernyataan pemosisian harus didesain dengan strategi
tertentu. Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa pemosisian terkait erat
dengan proses komunikasi, maka sebuah pernyataan pemosisian harus benarbenar dapat menjembatani posisi yang diinginkan pemasar dalam benak
pelanggan. Jika strategi yang digunakan tidak tepat, maka akan terjadi
miskonsepsi, yaitu posisi yang diinginkan pemasar berbeda dengan yang
dipersepsikan pelanggan.
Sebuah pernyataan pemosisian idealnya merefleksikan kepercayaan
merek. Untuk itu, menurut Keller (2003), pemosisian harus mengacu pada apa
yang disebut sebagai mantra merek, yaitu “three to five word phrases that
capture the irrefutable essence or spirit of the brand positioning and brand
values”. Dengan demikian, harus dipastikan bahwa pernyataan pemosisian
tidak saling bertentangan dengan “jiwa dan hati” merek, tetapi sebaliknya
harus saling mendukung sehingga pemosisian dapat dikomunikasikan secara
tepat, baik kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan.
Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p85), Menentukan pernyataan
pemosisian memang tidak semudah yang diduga, sebab sebuah pemosisian
akan mengarahkan “what you want people to think about you”. Untuk itu
proses buy in harus dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Secara
internal, para CEO, manajer senior, manajer menengah hingga supervisor
harus terlibat. Bahkan, tidak jarang beberapa perusahaan melibatkan kembali
para
founding person mereka dalam menemukan sebuah ungkapan
pemosisian yang tepat yang menggambarkan “keyakinan” mereka. Beberapa
26
pihak eksternal, seperti pelanggan dan pakar, juga perlu diajak berdiskusi
untuk mendapatkan opini yang dibutuhkan.
2.4.4 Tagline Membantu Pemosisian Merek
Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p90), Tagline adalah “ungkapan”
yang biasanya ditemui melekat pada sebuah logo atau setelah nama merek.
Ungkapan tersebut sangat singkat, biasanya terdiri atas dua hingga empat
kata. Tujuannya untuk membantu mempertegas personalitas dan pemosisian
sebuah merek kepada pelanggan. Sebuah tagline biasanya tidak bisa berdiri
sendiri. Terkadang maknanya juga sulit diartikan atau bahkan secara ekstrim
tidak memiliki makna apapun.
Tagline dimanfaatkan terutama untuk mengomunikasikan sebuah merek
secara eksternal, memiliki limitasi dan jangkauan tertentu. Kondisi inilah yang
menyebabkan sebuah tagline dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai
dengan tujuan komunikasi merek yang hendak dicapai, yaitu menciptakan
koneksi antara merek dan hal yang ada dipikiran pelanggan.
Menurut Temporal, Paul (2002) mengungkapkan bahwa sebuah tagline
seharusnya merepresentasikan sebuah impresi, sesuatu yang ideal, ajakan
untuk bertindak yang disampaikan kepada siapa yang melihat, mendengarkan,
atau membaca tagline tersebut.
Dalam konteks ini, sebuah tagline dapat menjadi perekat berbagai
asosiasi emosional, seperti superioritas, kepedulian, status, kepribadian dan
kecanggihan yang harus ditampilkan sebagai “pembeda” dalam merefleksikan
pemosisian merek. Agar benar-benar bisa berfungsi sebagai pembeda dengan
tepat, sebuah tagline bisa jadi merupakan hasil dari pengumulan sengit dalam
27
internal perusahaan. Sebagai contoh, ”Color Your Heart” yang dicanangkan
oleh PT HOYU INDONESIA sebagai tagline mereka.
Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p92), salah satu cara untuk
mengimplementasikan
strategi
pemosisian
adalah
menekankan
pada
keyakinan merek, banyak cara menentukan pemosisian. Beberapa perusahaan
menggunakan keyakinan yang dimilikinya sebagai sumber utama dalam
memosisikan diri dipasar. Pilihan ini relatif lebih mudah karena berasal dari
sumber internal, sehingga mudah dipahami serta dapat secara langsung
mengomunikasikan keyakinan merek kepada target pelanggan.
2.5
Kepercayaan Merek (Brand Trust)
2.5.1 Pengertian Kepercayaan Merek
Kepercayaan merek merupakan keyakinan inti yang dimiliki sebuah
merek sehingga menjadi pola pikir yang tergambar pada seluruh aktivitas.
Sebagai kepercayaan inti, kepercayaan merek menjadi “hub” bagi elemen
merek lainnya. Aaker(2000) dalam banyak kesempatan menyebut inti terdalam
sebuah merek sebagai brand essence, yaitu “ as the glue that holds the core
identity elements together, or as the hub of whell linked to all of the core
identity
elements”.
Meskipun
terkadang
sangat
abstrak,
keberadaan
kepercayaan merek menginspirasi internal merek dalam berkomunikasi dengan
pasar. Tidak jarang beberapa perusahaan menjadikan hal ini sebagai tagline
atau slogan merek mereka.
Berdasarkan
M.Sadat,
Andi
(2009,
p35,),
kepercayaan
merek
seharusnya terefleksi langsung pada perilaku merek, bersifat konstan dan
jangka panjang, kecuali jika sengaja diubah dengan alasan strategis, seperti
reposisi, ekspansi, atau karena tidak relevan lagi dengan pasar dan produk
28
saat ini. Secara faktual, kepercayaan merek dapat berasal dari berbagai
sumber, seperti:
1.
Pendiri (founding person)
Kepercayaan merek diperoleh dari orang yang pertama kali menciptakan
dan mengembangkannya.
2.
Sejarah Merek
Sejarah
munculnya
merek
banyak
diwarnai
oleh
kepercayaan-
kepercayaan yang ada disekelilingnya. Nilai-nilai yang diserap di masa
lalu dan terbukti dapat berfungsi dengan baik akan dianggap sebagai
kebenaran.
3.
Evolusi Merek
Perjalanan panjang merek dalam mengarungi samudera pasar dan
persaingan juga merupakan sumber kepercayaan.
2.5.2 Sistem Kepercayaan Merek
Menurut M.Sadat, Andi (2009, p33), Memang sulit membayangkan
hidup tanpa kepercayaan, sebab hanya kepercayaan yang membuat seseorang
memiliki arah dan tujuan agar dapat menatap hari besok dengan optimis.
Begitu pentingnya sebuah kepercayaan hingga tidak jarang orang-orang saling
berselisih hanya untuk mempertahankan apa yang dipercayainya. Merek dan
kepercayaan merek (brand trust) adalah lambang sebuah kepercayaan.
Bagaimanakah seorang pelanggan memilih suatu barang atau produk dari
ratusan bahkan ribuan produk atau merek yang ada di pasar? Tentu saja
pertimbangan pertama akan mengacu pada siapa yang membuat atau
memasarkannya. Apakah ia mengenal atau cukup mengetahui reputasi
pembuatnya? Apakah ia cukup menyukainya atau apakah teman-teman dan
29
komunitasnya juga menghargainya? Apakah kualitasnya memadai? Apakah
produk atau merek itu sesuai dengan keinginannya, dan sebagainya. Jika
merek sudah dikenal, konsumen setia tidak akan berlama-lama menunggu
untuk membelinya. Sekali sudah percaya, pelanggan setia akan terus
membelinya. Bahkan dalam banyak kasus, konsumen tidak ragu membeli
barang dengan reputasi baik, berapapun harganya. Dengan kata lain, harga
bukanlah penentu. Tetapi untuk sebuah produk yang tercela, atau tidak
dikenal, hanya hargalah yang menjadi penentu dalam keputusan untuk
membelinya.
Berdasarkan M.Sadat, Andi (2009, p34), kepercayaan juga sangat
penting
untuk
mengukuhkan
eksistensinya
dalam
jangka
panjang.
Kepercayaan yang sangat kuat akan tergambar pada perilaku merek dipasar,
terutama dalam menghadapi pelanggan, persaingan, teknologi, inovasi,
penciptaan nilai, dan visi jangka panjang, sehingga merek dapat tumbuh
dalam samudera persaingan yang begitu luas. Pada bagian ini akan diuraikan
secara konseptual bagaimana sistem kepercayaan merek berfungsi sebagai
“heart and soul” dalam membangun, menjadi predikat bagi seluruh elemen
merek lainnya. Sistem kepercayaan merek terdiri atas kepercayaan merek dan
perluasan kepercayaan merek. Keduanya bekerja sebagai inti terdalam dan
pemberi arti bagi merek dalam mengaktualisasikan dirinya melalui “perilaku”
dipasar.
30
Pasar (Eksternal)
Identitas
Merek
Komunikasi Merek
Proposisi Nilai
Merek
Pemosisian
Kontak Merek
Merek (Internal)
Perluasan
Kepercayaan
Merek
Kepercayaan Merek
Sistem Keyakinan Merek
Gambar 2.3 Model Kepercayaan Merek
Sumber: M.Sadat, Andi (2009, p34)
Seperti gunung es, sistem kepercayaan merek berada dibawah
permukaan air yang terkait langsung dengan merek secara internal. Adapun
gambar permukaan air menunjukkan kontak merek, yaitu interaksi antara
sistem kepercayaan merek dengan komunikasi merek pada pasar (eksternal)
yang berada diatas permukaan. Interaksi menghasilkan komunikasi merek
yang merefleksikan sistem kepercayaan merek kepada pasar atau pelanggan.
Menurut Temporal, Paul (2002, p30) Salah satu hal yang diperlukan dari
strategi manajemen merek adalah harus terbentuknya kepercayaan terhadap
merek itu sendiri. Hal tersebut adalah kunci untuk mencapai hubungan jangka
panjang dengan para konsumen yang akan membuat merek semakin terkenal.
31
Banyak yang menyatakan bahwa kepercayaan merek dapat diperoleh dari
kualitas dan layanan servis merek itu sendiri.
Menurut Temporal, Paul (2002), beberapa hal yang sangat perlu
diperhatikan untuk menciptakan kepercayaan merek antara lain: kualitas,
reliabilitas, dan inovasi. Kepercayaan merek merupakan persoalan yang
bersifat perasaan (emotional) dan bukan merupakan persoalan yang bersifat
rasional dan merek harus menciptakan hubungan langsung dengan konsumen.
2.5.3 Mempertahankan Kepercayaan
Menurut Temporal, Paul (2002, p163), didunia ini merek-merek yang
kuat mendapatkan kepercayaan yang mutlak oleh konsumennya dan
kepercayaan tersebutlah yang membangun sebuah loyalitas merek (brand
loyalty). Didalam masa yang krisis ini, mempertahankan kepercayaan merek
merupakan sebuah hal yang sangat vital untuk tetap menjaga loyalitas merek
(brand loyalty). Memberikan suasana yang selalu menjaga kepercayaan merek
merupakan bagian dari tanggapan PR (Public Relation) terhadap para
konsumen dan memperbaiki kegagalan dengan cepat akan memperoleh
kepercayaan lebih bahwa merek tersebut “jatuh” tidak akan lama dan akan
pulih seperti semula.
2.5.4 Perluasan Kepercayaan Merek
Menurut M.Sadat, Andi (2009, p34), perluasan kepercayan merek
adalah perluasan kepercayaan merek menjadi beberapa elemen sebagai
“meaningful groupings” yang masih terkait erat dengan kepercayaan merek.
Tujuan
perluasan
kepercayaan
merek
adalah
sebagai
jembatan
bagi
32
komunikasi merek agar mampu merefleksikan kepercayaan merek yang dalam
banyak hal sangat abstrak. Melalui perluasan kepercayaan merek, mungkin
untuk memiliki fleksibilitas terutama dalam mendukung strategi komunikasi
untuk berhubungan dengan pasar secara jangka panjang.
2.6
Respon Terhadap Merek (Brand Responses)
Menurut Keller, Kevin (2001), respon terhadap merek mengacu kepada
bagaimana pelanggan memberi respon terhadap suatu merek, aktifitas pemasaran,
dan sumber-sumber informasi lainnya. Hal-hal tersebut adalah sesuatu yang
pelanggan pikirkan atau rasakan tentang merek. Respon terhadap merek dapat
dibedakan menjadi dua hal, yaitu pertimbangan merek dan perasaan merek.
Selanjutnya Keller, Kevin (2001) menjelaskan bahwa pertimbangan merek
berfokus pada evaluasi dan opini pribadi pelanggan terhadap merek. Pertimbangan
merek melibatkan pelanggan dalam menaruh semua perbedaan pencapaian dan
asosiasi perumpamaan suatu merek dari bermacam-macam opini.
Perasaan merek adalah respon dan reaksi emosional pelanggan terhadap
suatu merek. Perasaan merek juga berhubungan dengan peredaran sosial yang
ditimbulkan oleh suatu merek.
Pertimbangan merek dan perasaan merek dapat dengan baik mempengaruhi
perilaku konsumen jika didalam pikiran dan diri konsumen-konsumen memiliki
respon positif pada pertemuan mereka dengan suatu merek.
33
2.7
Keputusan Pembelian (Purchasing Decision)
Dalam membeli suatu barang dan jasa, seorang konsumen akan melalui suatu
proses pengambilan keputusan (purchasing decision). Menurut Ma’ruf (2006, p61-62)
terdapat tiga pengambilan keputusan (purchasing decision), yaitu:
•
Proses keputusan panjang (extended decision making) untuk barang durable
(rumah, mobil, lahan, kulkas, mesin cuci, dan lain-lain). Proses itu menurut
Berman dan Evans adalah: stimulus ̶ kebutuhan ̶ mencari info ̶ evaluasi ̶
transaksi ̶ perilaku pasca pembelian. Pengertian stimulus adalah situasi yang
menyebabkan munculnya kebutuhan dalam diri konsumen
•
Proses kebutuhan terbatas (limited decision making), sama dengan proses
diatas tetapi terjadi secara lebih cepat dan kadang meloncati tahapan. Proses
terbatas ini biasanya untuk barang seperti pakaian, hadiah, mobil kedua, atau
jasa seperti wisata ke luar kota atau luar negeri.
•
Proses pembelian rutin, keputusan pembelian (purchasing decision) yang
terjadi secara kebiasaan sehingga proses pembelian sangat singkat saja.
Begitu dirasakan ada kebutuhan, langsung dilakukan pembelian, misalnya
membeli baterai. Menurut Utami (2006, p37), kesetiaan pada merek dan
kesetiaan pada toko adalah contoh pengambilan keputusan (purchasing
decision) berdasarkan kebiasaan.
Proses pembelian yang panjang dan terbatas dapat dikatakan sebagai pembelian
yang bersifat insidental. Sedangkan proses pembelian rutin merupakan proses yang
berlawanan dengan proses pembelian yang bersifat insidental. Pembelian yang
insidental yaitu yang hanya sesekali atau sekali-sekali beli.
34
Belanja impulsif atau impulse buying adalah proses pembelian barang yang
terjadi secara spontan. Menurut Ma’ruf (2006, p64) ada tiga jenis pembelian impulsif,
yaitu:
•
Pembelian tanpa rencana sama sekali. Konsumen belum punya rencana
apapun terhadap pembelian suatu barang, dan membeli barang itu begitu saja
ketika terlihat.
•
Pembelian yang setengah tak direncanakan. Konsumen sudah ada rencana
membeli suatu barang tetapi tidak punya rencana merek ataupun jenis atau
berat, dan membeli barang begitu melihat barang tersebut.
•
Barang pengganti yang tidak direncanakan. Konsumen sudah berniat membeli
suatu barang dengan merek tertentu, dan membeli barang dimaskud tapi
membeli merek lain.
2.7.1 Model Perilaku Konsumen (Consumer Behaviour) dalam Keputusan
Pembelian (Purchasing Decision)
Engel, Blackwell dan Miniard (2000) yang dikutip oleh Hurriyati (2005,
p74) berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mendasari variasi perilaku
konsumen dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli atau
menggunakan produk barang dan jasa. Adapun faktor-faktor tersebut adalah
pengaruh lingkungan, karakteristik individu, proses psikologi. Pada hakikatnya
kebutuhan konsumen akan mengalami perubahan dalam hidupnya sejalan
dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi dimana
lingkungan dimana mereka hidup. Perubahan tersebut akan mempengaruhi
perilaku konsumen, yaitu: dalam mengambil keputusan pembelian atau
penggunaan suatu produk barang dan jasa.
35
Proses Keputusan Pembelian (Purchasing Decision)
2.7.2
Menurut Kotler (2003, p204-208), konsumen melewati lima tahap dalam
proses keputusan pembelian (purchasing decision). Sebenarnya proses
pembelian telah dimulai jauh sebelum pembelian aktual terjadi dan memiliki
konsekuensi jauh setelah pembelian terjadi. Masing-masing tahap proses
keputusan pembelian (purchasing decision) tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Pengenalan kebutuhan
Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah kebutuhan
atau masalah. Konsumen merasakan perbedaan antara keadaaan nyata
dengan keadaaan yang diinginkan. Kebutuhan dapat dipicu oleh
rangsangan internal ketik salah satu kebutuhan normal seseorang,
seperti rasa lapar dan haus muncul pada tingkat yang cukup tinggi
untuk menjadi dorongan. Suatu kebutuhan juga dapat dipicu oleh
rangsangan eksternal.
2.
Pencarian informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya kedalam dua
tingkat. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan
perhatian menguat. Pada tingkat itu seseorang hanya menjadi lebih
peka terhadap informasi tentang produk. Pada tingkat selanjutnya,
orang itu mungkin memasuki masa pencarian aktif informasi. Melalui
pengumpulan informasi, konsumen akan mengetahui tentang merekmerek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut. Ada empat
kelompok yang menjadi sumber informasi konsumen, yaitu:
36
•
Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, maupun kenalan
lainnya.
•
Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penjual, kemasan dan
pajangan.
•
Sumber publik: media masa, organisasi penilaian konsumen.
•
Sumber pengalaman: menangani, memeriksa dan menggunakan
produk.
3.
Evaluasi alternatif
Beberapa konsep dasar akan membantu kita untuk memahami proses
evaluasi
konsumen.
Pertama,
konsumen
akan
berusaha
untuk
memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen akan mencari manfaat
tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masingmasing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan
berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk
memuaskan kebutuhan itu.
Konsumen
membangun
kepercayaan
terhadap merek mengenai posisi setiap merek (brand positioning) pada
setiap atribut. Seperangkat kepercayaan mengenai merek tertentu
tersebut dikenal sebagai citra merek (brand image). Citra merek (brand
image) yang dibentuk oleh konsumen berbeda-beda berdasarkan
pengalaman, dan efek dari persepsi selektif, distorsi selektif, dan retensi
selektif.
4.
Keputusan pembelian (purchasing decision)
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merekmerek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk
niat untuk membeli produk yang disukai. Namun dua faktor berikut
37
dapat berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian
(purchasing decision):
•
Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang
lain
mengurangi
aklternatif
yang
disukai
seseorang
akan
bergantung pada dua hal, yaitu intensitas sikap negative orang
lain terhadap alternatif yang disukai konsumen, dan motivasi
konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar
sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut
dengan konsumen, semakin besar konsumen akan mengubah niat
pembeliannya, demikian juga sebaliknya.
•
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang
dapat muncul dan dapat mengubah niat pembelian. Konsumen
mungkin membentuk niat membeli berdasarkan faktor-faktor
seperti pendapatan yang diperkirakan, harga yang diharapkan,
dan manfaat produk yang diharapkan. Namun kejadian yang tidak
terantisipasi mengubah niat membeli tersebut.
5.
Perilaku paska pembelian
Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan
atau ketidakpuasan tertentu. Pemasar harus memantau kepuasan pasca
pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca
pembelian. Kepuasan pembelian merupakan fungsi dari seberapa dekat
harapan pembeli atau suatu produk dengan kinerja yang dirasakan
pembeli atas produk tersebut. Menggunakan alternatif yang dipilih dan
mengevaluasikan sekali lagi berdasarkan kinerja yang dihasilkan. Hasil
dari proses ini adalah konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak
puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan
38
mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk
tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan membuat atau
menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali
dan mengkonsumsi produk tersebut.
2.7.3 Elemen-elemen Dasar Pembuatan Keputusan
Ada tiga elemen dasar yang digunakan dalam pembuatan keputusan,
yaitu (Kotler, 2003, p214-220):
1.
Representasi
Representasi masalah mungkin pertama, menyangkut tujuan akhir.
Kedua, tujuan akhir diorganisasikan kedalam suatu hierarki tujuan.
Ketiga, pengetahuan produk yang relevan. Keempat, suatu set aturan
sederhana dengan mana konsumen mencari untuk mengevaluasi dan
mengintergrasikan pengetahuan ini untuk membuat suatu kerangka
keputusan, suatu perspektif atau kerangka referensi melalui mana
pengambilan keputusan, memandang masalah dan alternative yang
harus dievaluasi.
2.
Proses integrasi
Proses integrasi yang terlibat dalam pemecahan masalah membentuk
dua tugas penting, yaitu: alternatif pilihan harus dievaluasi berdasarkan
kriteria pilihan dan kemudian salah satu dari alternatif harus dipilih. Dua
jenis prosedur integrasi dapat diperhitungkan untuk dasar evaluasi dari
proses pilihan ini.
39
3.
Rencana keputusan
Proses mengenali mengevaluasi dan memilih diantara alternatif selama
pemecahan masalah menghasilkan suatu rencana keputusan, terdiri dari
satu atau lebih intens perilaku.
2.7.4 Perilaku Pembelian
Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis
keputusan pembelian. Berdasarkan Kotler (2003, p201-202) membedakan
empat perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan
pembeli dan tingkat perbedaan diantara merek, yaitu:
1.
Perilaku membeli yang komplek (complex buying behavior)
Perilaku membeli yang kompleks ini terlibat dalam tiga proses. Pertama,
pembeli mengembangkan kepercayaan tentang produknya. Kedua,
pembeli mengembangkan sikap terhadap produk. Kemudian yang
ketiga, pembeli membuat pilihan pembelian yang telah dipikirkan secara
matang sebelumnya. Konsumen berperilaku membeli seperti ini ketika
mereka
benar-benar
terlibat
dalam
pembelian
dan
mempunyai
pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lainnya.
Hal ini biasanya terjadi ketika produknya mahal, jarang dibeli, beresiko,
dan sangat menonjolkan ekspresi diri.
2.
Perilaku
membeli
yang
mengurangi
ketidakcocokan
(dissonance
reducing buying behavior)
Perilaku membeli semacam ini terjadi ketika konsumen sangat terlibat
dengan pembelian yang mahal, jarang atau beresiko, tetapi hanya
melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada. Setelah
pembelian, mungkin konsumen akan mengalami ketidakcocokan, dan
40
menemukan kelemahan-kelemahan tertentu atau mengetahui merek
lain yang lebih baik. Pada situasi seperti ini, komunikasi pemasaran
(marketing communication) sebaiknya memberikan bukti-bukti dan
dukungan yang membantu konsumen menyenangi pilihan merek
mereka.
3.
Perilaku membeli karena kebiasaan (habitual buying behavior)
Perilaku membeli seperti ini berada dalam keterlibatan yang rendah dan
sedikitnya perbedaan merek. Seperti misalnya ketika konsumen membeli
garam, konsumen akan membeli merek apa saja. Jika ternyata mereka
tetap membeli merek yang sama, ini hanya karena kebiasaan, bukan
loyalitas terhadap merek. Biasanya hal ini terjadi pada produk-produk
yang murah dan sering dibeli. Jadi perilaku membeli seperti ini tidak
mencari
informasi
secara
ekstensif
mengenai
suatu
merek,
mengevaluasi sifat-sifat merek tersebut, dan mengambil keputusan yang
berarti merek apa yang akan mereka beli.
4.
Perilaku membeli yang mencari variasi (variety seeking buying behavior)
Situasi membeli seperti ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun
adanya perbedaan merek yang cukup berarti. Dalam kasus semacam ini,
konsumen seringkali mengganti merek. Contohnya ketika membeli
biscuit, tidak perlu banyak evaluasi dan mengevaluasi merek tersebut
selam dikonsumsi. Penggantian merek ini terjadi karena ingin variasi,
bukan karena ketidakpuasan.
41
Tabel 2.1 Perilaku Konsumen
Sumber: Kotler (2003, p201)
2.7.5 Peran dalam Keputusan Pembelian (Purchasing Decision)
Menurut Kotler (2003, p200), terdapat lima orang yang berperan dalam
keputusan pembelian (purchasing decision), yaitu:
1.
Pemrakarsa (initiator), orang yang pertama kali menyarankan membeli
suatu produk atau jasa.
2.
Pembeli pengaruh (influencer), orang yang pandangan atau nasehatnya
member bobot dalam pengambilan keputusan terakhir.
3.
Pengambilan keputusan (decider), orang yang sangat menentukan
sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah harus
membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana
cara membeli, dan dimana akan membeli.
4.
Pembeli (buyer), orang yang melakukan pembelian sebenarnya.
5.
Pemakai (user), orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk
dan jasa.
42
2.8
Kerangka Pemikiran
X1
Komunikasi Merek
Y
Kepercayaan
Merek
X2
Pemosisisan Merek
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
(Sumber: analisa data,2009)
Z
Keputusan
Pembelian
Download