BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fleksibilitas 2.1.1 Definisi Fleksibilitas Fleksibilitas adalah kemampuan tubuh untuk mengulur diri seluas luasnya yang ditunjang oleh luasnya gerakan pada sendi. Kemampuan untuk menggerakan tubuh serta anggota tubuh dengan seluas-luasnya, berhubungang erat dengan kemampuan gerak kelompok otot besar dan kapasitas kinerjanya. Kemampuan ini terkait pula dengan peregangan otot dan jaringan sekeliling sendi (Nala, 2011). Adanya dua jenis dari fleksibilitas yaitu, fleksibilitas dinamis dan fleksibilitas pasif. Fleksibilitas dinamis merupakan mobilitas aktif ROM, dimana otot yang berkontraksi secara aktif untuk dapat menggerakkan satu sendi, segmen dan keseluruhan dari tubuh, sedangkan fleksibilitas pasif merupakan mobilitas pasif ROM yang dimana otot serta jaringan ikat sendi dapat diulur secara pasif sehingga dapat berfungsi sebagai penunjang dari fleksibilitas dinamis (Kinser & Colby, 2007). Adanya tolak ukur dari fleksibilitas yaitu, dapat dilihat dari luas gerak suatu sendi atau gabungan dari beberapa persendian. Fleksibilitas adalah fungsi yang relatif laksitas atau ekstensibilitas jaringan kolagen dan otot yang melewati persendian bagi sebagian populasi. Ketegangan dari ligament serta otot yang membatasi ekstensibilitas, merupakan inhibitor yang paling besar untuk ROM dari sendi. Saat jaringan tersebut tidak terulur maka ekstensibilitasnya akan menurun (Anshar & Sudaryanto, 2011). Tujuan dari melakukan latihan fleksibilitas adalah untutk meningkatkan elastisitas dari otot supaya mencapai keadaan yang secara maksimal (Dwijowinoto, 1993). Maka dari itu untuk mencapai hasil otot yang maksimal diperlukannya suatu latihan yang dapat meningkatkan fleksibilitas, yang dimana fleksibilitas seseorang dapat menurun jika tidak dilatih. Menurut Frankl (dalam Suciptha, 2013), terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi fleksibilitas yakni; 1. Faktor internal fleksibilitas; a. Pengaruh usia: dari usia anak-anak, remaja, dan dewasa fleksibilitas seseorang seperti kurva. Diawali usia anak – anak yang semakin meningkat fleksibilitasnya namun sesudah remaja mulai menurun karena gaya hidup aktif pada usia anak – anak mulai tidak dilakukan, apalagi pada usia dewasa yang tentunya muncul berbagai masalah degeneratif seperti nyeri sendi, nyeri otot dan lain-lain. b. Jenis kelamin: secara umun perempuan lebih fleksibel dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan faktor hormonal dimana laki – laki memiliki hormon testosteron yang memicu pertumbuhan dan pemendekan otot. Sedangkan perempuan memiliki hormon estrogen yang lebih tinggi yang dapat meningkatkan panjang otot dan kelemahan sendi. Pada wanita hamil akan menjadi lebih fleksibel karena hormon estrogen dilepaskan sangat tinggi jumlahnya yang memungkinkan sendi untuk menjadi longgar. Wanita memerlukan kelemahan sendi dasar panggul untuk memudahkan proses persalinan. Tetapi efek kelemahan sendi tersebut tidak terjadi pada sendi lainnya. c. Sendi: sendi dalam tubuh manusia dikelilingi oleh membran sinovial dan tulang rawan artikular yang berfungsi melindungi dan memelihara sendi dan permukaan sendi. Meningkatkan elastisitas otot dan luas gerak sendi dengan mobilitas tertentu dapat meningkatkan fleksibilitas. d. Ligamen: ligamen terdiri dari dua jaringan yang berbeda yakni putih dan kuning. Jaringan ikat putih tidak melar, tetapi sangat kuat sehingga bahkan jika tulang yang patah jaringan akan tetap di tempatnya. Jaringan putih memungkinkan kebebasan subjektif dari gerakan. Jaringan elastis kuning dapat ditarik jauh saat kembali ke posisi semula. e. Tendon: tendon tidak elastis dan bahkan kurang elastis. Tendon dikategorikan sebagai jaringan ikat. Jaringan ikat mendukung, mengelilingi, dan mengikat serat-serat otot. Mereka mengandung jaringan elastis baik dan non-elastis. f. Jaringan areolar: adalah permeabel dan secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh. Jaringan ini bertindak sebagai pengikat untuk semua jaringan lain. g. Jaringan Otot: jaringan otot terbuat dari bahan elastis. Hal ini diatur dalam bundel dari serat paralel. h. Reseptor peregangan: reseptor peregangan memiliki dua bagian: sel spindle dan tendon golgi. Sel spindle, terletak di pusat otot, mengirim untuk otot untuk berkontraksi. Golgi reseptor yang terletak dekat ujung dari serat otot dan mengirim pesan untuk otot untuk rileksasi. 2. Faktor eksternal fleksibilitas; a. Ukuran tubuh: orang dengan jumlah lemak tinggi (obesitas) akan menurun fleksibilitasnya karena luas gerak sendinya menjadi terbatas. b. Aktiftas Fisik: orang yang aktivitasnya banyak diam akan berpengaruh pada fleksibilitas. Hal ini terjadi karena jaringan lunak dan sendi menyusut sehingga kehilangan daya regang otot, dimana jika seseorang tidak aktif maka otot-otot dipertahankan pada posisi memendek dalam waktu yang lama. c. Cidera: karena adanya cidera pada sendi, otot, dan tulang maka seseorang akan takut menggerakkan anggota gerak karena nyeri sehingga akan berpengaruh terhadap fleksibilitas. Pada pemasangan eksternal fiksasi pada cidera tertentu sangat menurunkan fleksibilitas sendi tersebut. d. Pengalaman: seseorang yang memiliki pengalaman dengan olahraga yang membutuhkan gerakan dinamis yang besar, seperti senam, tari, atau seni bela diri, akan memiliki jangkauan yang lebih baik gerak dari seseorang dengan gaya hidup biasa saja. Bahkan olahraga yang kita lakukan sepuluh tahun yang lalu akan mempengaruhi pola motorik tubuh kita yang dapat menguntungkan kita di masa depan. 2.1.2 Fleksibilitas otot hamstring pada pemain Sepak bola Otot hamstring merupakan suatu group otot pada sendi paha (hip joint) yang terletak pada sisi belakang paha yang berfungsi sebagai gerakan fleksi knee, serta gerakan eksternal dan internal rotasi hip. Group otot ini terdiri atas otot semimembranosus, otot semitendinosus, dan otot biceps femoris. Pada Sepak bola melibatkan banyak otot mulai dari otot besar sampai pada otot kecil salah satu yang paling berperan adalah otot hamstring. Otot hamstring dalam permainan sepak bola mempunyai banyak peran dilihat dari aspek biomekanikanya hampir seluruh gerakan dalam permainan bola yang meliputi menggiring bola, pasing bola, dan melakukan tendangan, derajat knee joint selalu pada posisi flexi pada berbagai derajat. Hal ini menyebabkan otot hamstring bekerja lebih berat dalam membentuk pola keseimbangan untuk penompang tubuh dan potensial mengalami cedera (Shan, 2011). Pada olahraga sepak bola otot hamstring berfungsi sebagai persiapan awal untuk melakukan tendangan dan kemudian beralih fungsi sebagai stabilisator saat puncak tendangan, gerakan cepat yang dihasilkan biasanya membutuhkan fleksibilitas yang baik, jika tidak diimbangi dengan fleksibilitas biasanya akan rawan memunculkan terjadinya cedera. Untuk mencegah terjadinya cedera hamstring, maka otot harus kuat dan lentur. Untuk itu, perlu latihan peregangan dan penguatan otot yang baik (Rafqi, 2010). Penurunan fleksibilitas hamstring dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pemendekan otot hamstring, cedera akut ataupun kronis pada otot hamstring, menurunnya sendi panggul, aktivitas yang berlebihan, serta pola latihan yang tidak benar. panggul dalam aktivitas sehari-hari jarang diberikan latihan khusus (Miller, 2010). Pada pemain sepak bola Penggunaan otot hamstring yang berlebihan merupakan penyebab utama dari ketegangan pada otot hamstring. Hal ini terjadi ketika otot ditarik melebihi kapasitasnya atau berkontraksi secara tiba-tiba dengan beban yang berlebihan. Misalnya pada gerakan menendang bola secara terhentak, otot hamstring yang memendek secara tiba-tiba akan menyebabkan kontraksi kurang maksimal sehingga serabut-serabut otot yang posisinya menyilang akan dipaksa lurus padahal otot dalam keadaan tidak rileks sehingga hal tersebut berpotensi untuk mengakibatkan kerobekan pada otot hamstring. Pemendekan pada otot hamstring pada pemain sepak bola dimana akan terjadi gerakan yang tidak optimal. Serta mempengaruhi daya dorong dan sangat mempengaruhi prestasi pada para pemain sepak bola. 2.1.3 Pengukuran Fleksibilitas Otot Hamstring Sit and Reach Test merupakan metode pengukuran fleksibilitas otot hamstring yang menggunakan media berupa box terbuat dari papan yang tingginya 30 cm. Dimulai pada angka 23 cm yang berada diujung kaki (Gambar 2.1). Tujuannya agar nilai Sit and Reach Test angkanya selalu positif, hal ini untuk mengantisipasi jika pada saat pengukuran tidak bisa sampai menyentuh jari kaki (Panteleimon et al , 2010). Gambar 2.1 Sit and Reach box Sumber: Panteleimon et al, 2010 Prosedurnya pada saat pengukuran dilakukan duduk di lantai dengan lutut ekstensi penuh dan pergelangan kaki posisi normal terhadap box. Kemudian diperintahkan untuk menempatkan satu tangan di atas yang lain dan perlahan-lahan maju sejauh mungkin sambil menjaga lutut tetap ekstensi. Gerakan dilakukan sebanyak 3x dan diambil nilai rata-rata, Sit and Reach Test skor (cm) tercatat sebagai posisi akhir dari ujung jari (Quinn, 2008; Panteleimon et al., 2010). Tabel 2.1. Sit and Reach Test Scores Jenis Kelamin Baik Sekli Diatas rata- Rata-rata rata Laki-laki >40 34-39 Bawah Rata- Buruk rata 30-33 25-29 <24 2.2 Anatomi dan Fisiologi 2.2.1 Anatomi Hamstring Hamstring merupakan salah satu group otot yang terdiri dari 3 macam otot, yang tersusun oleh biceps femoris, semitendinosus, semimembranosus. Otot hamstring dapat berfungsi sebagai penggerak fleksi dari knee joint dan membantu gerakan ekstensi dari hip joint. a) Otot semimembranosus Letak dari otot semimembranosus berada pada bagian medial diantara ketiga otot hamstring. Origo : berada pada tuberositas ischia Insersio : berada pada bagian posterior condyles medialis tibia Fungsi : otot semimembranosus ini berfungsi sebagai penggerak ekstensi hip, fleksi knee, dan internal rotasi. b) Otot semitendinosus Terletak diantara semimembranosus dan biceps femoris Origo : tuberositas ischia Insersio : permukaan atas bagian medial pada tibia Fungsi :otot semitendinosus ini berfungsi sebagai penggerak ekstensi hip, fleksi knee, dan internal rotasi hip. c) Otot biceps femoris Merupakan otot yang terletak paling luar dari otot-otot penyusun hamstring Origo : pada tuberositas ischia, setengah distal linea aspera tulang femur, bagian lateral supracondylus. Insersio : Condylus lateral tibia, collum femur. Fungsi : Ekstensi hip, fleksi knee, lateral rotasi. Kelompok otot hamstring tersusun dari tiga otot yakni semitendinosus, semimembranosus dan biceps femoris dimana kelompok otot ini berfungsi sebagai ekstensi hip dan fleksi pada knee. Otot hamstring disajikan pada gambar 2.2. Gambar 2.2: Anatomi otot hamstring Sumber: Stephen et al., 2006 2.2.2 Fisiologi Otot Rangka Karakteristik otot rangka secara fisiologis ada 4 aspek yaitu: contractility yaitu kemampuan otot untuk mengadakan respon (memendek) bila dirangsang (otot polos 1/6 kali; otot rangka 1/10 kali). Exstensibility (distensibility) yaitu kemampuan otot untuk memanjang bila otot ditarik atau ada gaya yang bekerja pada otot tersebut bila otot rangka diberi beban. Elasticity yaitu kemampuan otot untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah mengalami exstensibility atau distensibility (memanjang) atau contractility (memendek). Exsitability electric yaitu kemampuan untuk merespon terhadap rangsangan tertentu dengan memproduksi sinyal-sinyal listrik disebut tindakan potensi (Tortora & Derrickson, 2009). Otot rangka memperlihatkan kemampuan berubah yang besar dalam memberi respon terhadap berbagai bentuk latihan (Sudarsono, 2009). Beberapa unit organ tubuh akan mengalami perubahan akibat dilakukan pelatihan. Dengan latihan yang teratur, akan memberikan beberapa efek positif terhadap otot, bahkan perubahan adaptif jangka panjang dapat terjadi pada serat otot, yang memungkinkan untuk respon lebih efisien terhadap berbagai jenis kebutuhan pada otot (Wiarto, 2013). 2.3 Mekanisme Pemanjangan Otot Terjadinya kontraksi otot yang dimulai dengan adanya beda potensial pada motor end plate akibat suatu stimulus sehingga tercetusnya suatu potensial aksi pada serat otot. Penyebaran depolarisasi terjadi ke dalam tubulus T dan mengakibatkan pelepasan Ca2+ dari sisterna terminal retikulum sarkoplasmik serta difusi Ca2+ ke filamen tebal dan filament tipis. Selanjutnya terjadi suatu pengikatan Ca2+ oleh troponin C, yang membuka tempat pengikatan myosin dari aktin. Gambar 2.3: Mekanisme Kontraksi Otot Sumber: Huxley and Hansen, 2010 Proses diatas tersebut menyebabkan terbentuknya ikatan silang (cross links) Antara actin dan myosin dan terjadi pergeseran filament tipis pada filamen tebal (pemendekan atau kontraksi). Pada tahap relaksasi Ca2+ akan dipompakan kembali kedalam retikulum sarkoplasmik dan terjadi pelepasan Ca2+ dari troponin, sehingga interaksi antara actin dan myosin berhenti. Pada proses kontraksi dan relaksasi otot maka otot akan mengalami perubahan panjang yang dihasilkan serabut otot. Stretching akan memberikan efek langsung pada muscle spindle. Spindel otot akan menyampaikan stimulus ke medula spinalis kemudian sistem saraf pusat. Inpuls yang diproses menimbulkan stretch reflex atau refleks miostatis untuk mencoba menahan perubahan panjang otot yang terjadi oleh tendon golgi dengan cara otot yang diulur akan mengalami kontraksi. Apabila perubahan panjang otot berlangsung secara tiba-tiba maka kontraksi akan semakin kuat. 2.4 Muscle Enegy Technique 2.4.1 Pengertian Muscle Energy Technique Muscle energy techniques (MET) merupakan teknik osteopatik yang memanipulasi jaringan lunak dengan gerakan langsung dan dengan kontrol gerak yang dilakukan oleh pasien sendiri pada saat kontraksi isotonik atau isometrik, ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi muskuloskeletal dan mengurangi nyeri. Muscle energy techniques memiliki prinsip manipulasi dengan cara yang halus, dengan kekuatan tahanan gerak yang minimal hanya sebesar 20-30 % dari kekuatan otot, melibatkan kontrol pernapasan pasien, dan dengan repetisi yang optimal. Muscle energy techniques bekerja dengan merilekskan otot tanpa menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan melalui tekanan yang ringan dan lembut sehingga tidak membuat jaringan iritasi dan teregang kuat (Chaitow, 2006; Webster, 2001). Muscle energy techniques (MET) merupakan teknik isometrik dan isotonik yang digunakan untuk strengthening atau meningkatkan tonus otot yang lemah, melepaskan hipertonus, stretching ketegangan otot dan fascia, dan meningkatkan fungsi muskuloskeletal, mobilisasi sendi pada keterbatasan gerak sendi, dan meningkatkan sirkulasi lokal (Fryer, 2011) Intervensi pada keterbatasan gerak sendi dapat dimodifikasi dengan menggunakan Muscle Energy Technique soft tissue stretching dan mobilisasi sistem osteoligamentous seperti yang ditunjukan dengan peningkatan ROM melalui teknik pulse Muscle energy techniques (Chaitow, 2006). Terdapat dua tipe Muscle Energy Technique yaitu Post Isometrik Relaxation (PIR) dan Reciprokal Inhibition (RI) yang dijelaskan sebagai berikut (Grubb, 2010): 1) Isometrik Muscle Energy Techniques Pengaruh utama yaitu mengurangi tonus pada otot yang mengalami hipertonus dan mengembalikan panjang normal istirahat otot. Mekanisme kerjanya yaitu secara singkat dimana gamma afferent kembali ke serabut intrafusal dan kembali ke panjangnya, yang merubah panjang istrihatat serabut ekstrafusal otot. 2) Isotonik Muscle energy techniques Isotonik Muscle energy techniques menggunakan teknik reciprocal innervation/ inhibition yang memiliki prinsip kerja yaitu ketikat otot agonist berkontraksi dan memendek, otot antagonist harus rileks dan memanjang sehingga gerakan terjadi dibawah pengaruh otot agonist. Kontraksi otot agonist reciprocal menghambat otot antagonist sehingga menimbulkan gerakan yang pelan, lebih kuatnya kontraksi otot agonist, hambatan lebih terjadi, dan otot antagonist lebih rileks. 2.4.2 Prosedur Muscle Energy Technique Adapun prosedur pemberian Muscle Energy Technique (MET) adalah sebagai berikut: Sampel melakukan pemanasan agar terhindar dari cedera saat melakukan latihan, memberikan penjelasan mengenai prosedur dan tujuan latihan yang diberikan, Subjek tidur terlentang pada matrass dengan satu lutut fleksi. Subjek diberikan penjelasan tentang prosedur pelaksanaan latihan tersebut. Terapis mengulur pasif salah satu tungkai dengan lutut subjek ekstensi dan dorsi fleksi ankle. Setelah itu subjek diminta menekuk lutut dengan mendorong kebawah bahu terapis, terapis akan memberi tahanan sebesar 20-30 % selama 10 detik. Setelah melakukan isometrik selama 10 detik, fisioterapi melakukan regangan selama 6 detik dengan perlahan dan halus. Regangan ini akan memaksimalkan fleksibilitas otot dan menambah panjang istirahat otot yang baru (Chaitow, 2006). Keseluruhan gerakan diulang 3 kali kemudian dilanjutkan pada tungkai yang lain. Frekuensi latihan 3 kali dalam satu minggu selama 4 minggu. Gambar 2.4: Musle Energy Technique Sumber: Chaintow, 2001 Gambar 2.5: Muscle Energy Technique diikuti dengan kontraksi isometric Sumber: Chaintow, 2001 2.4.3 Mekanisme Muscle Energy Technique terhadap fleksibilitas otot hamstring Sesuai dengan pernyataan dari (rosella, 2013) bahwa muscle energy technique meningkatkan fleksibilitas otot hamstring secara bermakna pada siswa Sekolah Sepak Bola Angkasa di Surakarta. Latihan ini menginhibisi golgi tendon organ (GTO) agar tidak terjadinya stretch reflex. Dengan terinhibisinya GTO ini akan memberikan panjang otot yang baru pada hamstring. (Chaitow, 2001) menyatakan bahwa, pemberian Muscle Energy Technique pada otot hamstring, akan merenggankan reseptor pada hamstring yang disebut golgi tendon organ (GTO) yang terletak ditendon dari muscle hamstring sebagai agonis. Implus aferen saraf dari golgi tendon organ akan menuju dorsal root di spinal cord yang kemudian bertemu dengan hambatan motor neuron. Pertemuan ini akan menghentikan debit impuls motor neuron eferent untuk mencegah terjadinya kontraksi lanjut dan menghasilkan penurunan tonus otot, membuat hamstring yang santai dan terjadi pemanjangan otot saat rileksasi. Muscle Energy Technique ini akan meregangkan, meningkatkan dan memperpanjang jaringan myofascial pada muscle hamstring yang berpotensi menghasilkan viscoelastic dan perubahan struktural, perubahan gerakan autonomic mediated dalam cairan ekstraselular otot dan mechanotransduction fibroblast (Chaintow, 2001). 2.5 Active Isolated Stretching 2.5.1 Pengertian Active Isolated Stretching Active Isolated Stretching merupakan suatu teknik atau metode stretching yang menggunakan adaptasi suatu kontraksi otot agonis secara aktif dan merelaksasikan otot antagonisnya melalui inhibisi timbal balik (reciprocal inhibition) yang menyebabkan terjadinya peregangan pada otot antagonis tanpa meningkatkan ketegangan otot (muscle tension) pada otot agonis (Longo, 2009). Teknik active isolated stretching atau yang biasa disebut dengan metode Mattes merupakan suatu pengembangan metode myofascial technique yang memiliki tujuan untuk pemulihan fisiologis dan fungsi otot, tendon, ligamen, dan persendian untuk memfasilitasi mobilitas dari permukaan jaringan fascia. Menurut Kochno (2009), dimana Active Isolated Stretching merupakan stretching aktif, dengan menggunakan terapi myofacial release dan stretching untuk otot yang dangkal maupun yang dalam, tendon dan facia. Stretching berguna mengoptimalkan fleksibilitas. Gerakan aktif yang memungkinkan otot antagonis untuk relaksasi, sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas tanpa hambatan. Adapun tujuan dari pemberian Active Isolated Stretching adalah untuk mencegah dan atau mengurangi kekakuan serta mengulur strktur jaringan lunak (soft tissue) yang berkaitan dengan spasme sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi dan menigkatkan fleksibilitas otot. Adapun tujuan dari pemberian active isolated stretching adalah untuk mencegah dan atau mengurangi kekakuan serta mengulur struktur jaringan lunak (soft tissue) yang berkaitan dengan spasme sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS). Teknik Active Isolated Stretching merupakan aspek penting dari program latihan di rumah (home training program) dan merupakan penatalaksanaan terapi jangka panjang pada beberapa gangguan muskuloskeletal. Menurut (Olaf & Jean, 1997) active stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot yang membatasi gerakan. Pemberian edukasi terhadap subyek tentang cara yang aman melakukan prosedur active isolated stretching di rumah sangat penting untuk pencegahan injuri kembali atau mencegah terjadinya disfungsi di masa akan datang. Adapun prinsip untuk mengaplikasikan active isolated stretching adalah sebagai berikut: Posisi awal harus aman dan stabil, latihan harus selalu terkontrol dan mempunyai dampak yang sesuai, otot atau grup otot harus dalam keadaan terulur di berbagai posisi dan memanjang sebisa mungkin sehingga dapat mencapai batas dari mobilitas normal. Tsatsouline (2001), secara umum menjelaskan Active Isolated Stretching dilakukan untuk mendapatkan penambahan panjang dari otot dan jaringan ikat, apabila suatu otot terulur dengan sangat cepat maka spindel otot berkontraksi untuk menghantarkan rangsangan serabut afferen primer yang menimbulkan ekstrafusal melaju dan tegangan otot meningkat. peristiwa ini disebut monosinaptik refleks stretch. Sedangkan jika otot diulur dengan kekuatan yang sedang dan perlahan-lahan maka laju golgi tendon organ dan inhibisi dalam otot menyababkan sarkomer memanjang. Dalam penerapan prosedur Active Isolated Stretching menujukkan suatu kontraksi isotonik dari otot yang mengalami pemendekan, secara aktif otot memanjang. Alasan penerapan teknik ini adalah bahwa kontraksi isotonik yang diakukan saat Active Isolated Stretching dari otot yang mengalami pemendekan akan menghasilkan otot memanjang secara maksimal tanpa perlawanan. Adanya kontraksi isotonik akan membantu menggerakkan stretch reseptor dari spindel otot untuk segera mengulur panjang otot yang meksimal. Golgi tendon organ akan terlibat dan menghambat ketegangan otot bila otot sudah mengulur maksimal sehingga otot dapat dengan mudah dipanjangkan. 2.5.2 Prosedur Active Isolated Stretching Adapun prosedur pemberian Active Isolated Stretching (AIS) adalah sebagai berikut: 1. Sampel melakukan pemanasan agar terhindar dari cedera saat melakukan latihan 2. memberikan penjelasan mengenai prosedur dan tujuan latihan yang diberikan 3. Sampel diminta untuk berbaring diatas matras dalam posisi yang nyaman 4. Sampel diminta untuk memasang yoga strap yang direkatkan permukaan telapak kaki 5. Sebelumnya sampel diberi instruksi terlebih dahulu oleh Fisioterapis. 6. Sampel diminta mengangkat kakinya (dengan lutut dalam posisi full extensi atau Straight Leg Raises dan ankle dalam posisi dorsi flexion) sehingga membentuk Hip dalam posisi flexi, setelah itu Sampel menahan posisi tersebut selama 2 detik dan dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali dan 2 set. Gambar 2.6: Metode Aktif Isolated Stretching (AIS) A. Memasang Yoga Strap Sebelum Stretching. B. Penguluran otot Hamstring Sumber: Williams, 2011 2.5.3 Mekanisme Active Isolated Stretching terhadap Fleksibilitas otot hamstring Secara umum Active Isolated Stretching dilakukan untuk mendapatkan penambahan panjang dari otot dan jaringan ikat. Dalam prosedur active isolated stretching pasien menunjukkan suatu kontraksi isotonik pada otot agonis dan pada otot yang mengalami pemendekan (shortness), secara aktif akan memanjang. Alasan penerapan teknik ini adalah bahwa kontraksi isotonik yang dilakukan saat active isolated stretching secara fisiologis akan merespon otot antagonis untuk menghasilkan pemanjangan secara maksimal dan juga tanpa perlawanan. Adanya kontraksi isotonik akan membantu menggerakkan stretch reseptor dari Muscle Spindel untuk segera mengulur panjang otot yang maksimal. Golgi tendon organ akan terlibat dan menghambat ketegangan otot bila otot sudah mengulur maksimal sehingga otot dapat dengan mudah di stretching. Menurut Wismanto (2011), pemberian Active Isolated Stretching dapat mengurangi iritasi terhadap saraf Aδ dan saraf tipe C yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal cross link. Hal ini dapat terjadi karena pada saat diberikan active isolated stretching serabut otot ditarik keluar sampai panjang sarkomer penuh. Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa serabut atau abnormal cross link pada otot yang memendek. Active isolated stretching dapat bermanfaat pada serabut otot yang mengalami pemendekan. Serabut otot yang terganggu akan menyebabkan penurunan elastisitas otot akibat adanya taut band dalam serabut otot. Sarkomer sebagai komponen elastis di dalam serabut otot akan mengalami gangguan. Pemberian Active Isolated Stretching yang dilakukan secara perlahan akan menghasilkan peregangan pada sarkomer sehingga peregangan akan mengembalikan elastisitas sarkomer yang terganggu. Active Isolated Stretching dapat mencegah dan atau mengurangi tightness dan perasaan yang tidak nyaman. Active Isolated Stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot hamstring yang membatasi gerakan.