BAB III KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dalam pembahasan tata nilai sastra masingmasing kelompok responden terhadap teks KyMA yang disajikan tanpa audio visual (eksperimen I) dan pada teks KyMA yang disajikan dengan audio visual (eksperimen II), ditemukan beberapa poin yang sekaligus merupakan jawaban dari ketiga hipotesis yang telah dikemukakan di awal. Pertama, pembuktian hipotesis I menunjukkan hasil bahwa kedua kelompok pembaca sastra memiliki perbedaan tata nilai sastra yang taraf signifikansinya tidak begitu berarti. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis I tertolak. Penolakan hipotesis I ditinjau kembali dalam pengujian pada hipotesis II. Hipotesis II menunjukkan hasil bahwa uji hipotesis II terbukti. Terdapat perbedaan dengan taraf signifikansi yang berarti pada faktor pendukungnya. Namun, hanya pada faktor kebaruan. Pada faktor dampak dan bentukan, tidak ditemukan taraf signifikansi yang berarti. Artinya, faktor pendukung tata nilai sastra pada eksperimen I dan II terkait faktor dampak dan bentukan tidak begitu berbeda. Namun demikian, masih dapat dikatakan bahwa kedua kelompok pembaca sastra mempunyai ukuran yang tidak sama dalam menilai kategorikategori tersebut. Gambaran hasil analisis mengisyaratkan bahwa cita rasa yang digunakan oleh masing-masing kelompok pembaca sastra untuk menilai sebuah teks sastra dengan cara penyajian yang berbeda adalah tidak sama. Terdapat 113 114 dimensi-dimensi yang dipentingkan dan dijadikan dasar penilaian sebagai fungsi estetik suatu karya sastra. Hasil ini mengarahkan pada hasil hitungan dan analisis hipotesis III. Hipotesis III menunjukkan hasil bahwa sumbangan terbesar kelompok pembaca sastra pada eksperimen I adalah pada faktor kebaruan dan untuk tata nilai kelompok pembaca sastra pada eksperimen II, faktor dampak memberikan sumbangan terbesar. Dengan demikian, hipotesis III terbukti. Dalam memberikan tata nilainya terhadap teks sastra dengan cara penyajian yang berbeda, setiap kelompok pembaca yang memiliki horison harapan tertentu akan mengembangkan suatu dimensi penilaian yang tertentu pula. Sesuai dengan hasil penelitian eksperimental ini, disimpulkan bahwa tata nilai sastra kedua kelompok pembaca tidak menunjukkan perbedaan yang begitu berarti. Namun, terdapat perbedaan pada faktor pendukungnya meskipun perbedaan yang mencolok hanya pada satu faktor, yakni faktor kebaruan. Sementara itu, ternyata teknologi multimedia yang dihadirkan dalam fiksi lintasmedia KyMA memberikan penilaian bahwa fiksi semacam ini mengedepankan faktor dampak. Dikatakan bahwa penikmat akan lebih termotivasi untuk memberikan perhatian yang besar terhadap informasi yang disajikan dalam sebuah karya oleh karena sensibilitas multimedia para pembacanya yang merupakan digital natives. Kemunculan fiksi lintasmedia, sastra cyber, dan sejenisnya kiranya memperkaya dan merupakan sebuah keniscayaan oleh karena perkembangan zaman asal penyajiannya tepat porsinya sehingga perjuangan untuk menjadikan yang spasial menjadi temporal, yang ikonik menjadi simbolik—seperti yang 115 diungkapkan Faruk—masih akan dilanjutkan sehingga posisi bahasa tetap tidak tergeser oleh citra-citra yang lain. Tentunya, definisi ‘tepat porsi’ mungkin membingungkan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lagi yang lebih dalam dan luas. Penelitian eksperimental terhadap teks KyMA ini kiranya hanya sebagai pembuka wacana jika menilik persoalan jumlah responden, karya yang dianalisis, metodologinya yang masih jauh dari sempurna dan belum representatif jika digunakan untuk menggeneralisasi pembaca sastra multimedia di Indonesia. Namun, penelitian ini setidaknya dapat menggeneralisasikan akademisi dalam lingkup Jurusan Sastra Indonesia UGM mengenai kecenderungan penilaian karya sastra dan minatnya terhadap teknologi multimedia yang terbukti membuat mahasiswa ‘terlibat’. Seluruh penelitian eksperimental kali ini telah memberi gambaran mengenai proses penilaian karya sastra yang ‘biasa’ dan yang multimedia. Bermula dari kerangka pemikiran Segers mengenai sumber tata nilai sastra, akhirnya dapat diperoleh perunutan proses penilaian pembaca sehingga dapat diketahui unsurunsur yang mempengaruhi penilaian. Hasil yang dikemukakan dalam penelitian ini merupakan poin yang perlu dipertimbangkan dalam menyikapi kemunculan karya sastra multimedia di Indonesia karena sampai sejauh ini belum ada hasil penelitian yang dapat menjelaskan perbedaan penilaian antara pembaca yang menilai karya sastra dalam format ‘teks’ saja tanpa audio tanpa visualisasi dan yang menilai karya sastra dalam format lintasmedia.