BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruksi, Variabel Penelitian
2.1.1
Perbankan
Definisi Perbankan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pada
Pasal 1 Ayat 1 adalah :
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.”
Menurut Undang-Undang no 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bank didefinisikan
sebagai :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana atas masyarakat dalam
bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.”
Undang-Undang diatas menyatakan bahwa bank merupakan satu badan
usaha, ini berarti bank memiliki tujuan memperoleh keuntungan, namun ada
tujuan yang lebih luas adalah meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Definisi bank lainnya dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang
dikemukakan oleh para pakar.
8
Malayu (2002), menjelaskan tentang bank yaitu :
“Bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang
kekayaanya terutama dalam bentuk aset keuangan, serta bermotifkan profit
dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja.”
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana atas masyarakat dalam bentuk simpanan untuk
kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat yang mebutuhkannya dalam
bentuk kredit.
Penggolongan Bank menurut Undang-Undang nomor 14 tahun 1997 dan
Undang –Undang nomor 7 tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang
nomor 7 tahun 1998 tentang perbankan mempunyai beberapa perbedaan. Jenis
perbankan dewasa ini dapat ditinjau atas berbagai segi, antara lain segi kegiatan
usaha, atas segi kepemilikan, atas segi penciptaan uang giral, atas segi cara
menentukan harga, dan atas segi target pasar.
2.1.2
Bank Syariah
Dalam Undang-Undang No.21 tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah
mengemukakan pengertian perbankan syariah dan pengertian bank syariah.
“ Perbankan Syariah yaitu segala sesuatu yang menyangkut bank syariah
dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, mencakup kegiatan
usaha, serta tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.”
9
Dan pengertian bank syariah menurut Undang-Undang No.21 tahun 2008
adalah :
“ Bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan didasarkan pada
prinsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS (Bank
Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah), Bank Syariah merupakan bank yang kegiatannya
mengacu pada hukum islam dan dalam kegiatannya tidak membebankan
bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah.”
Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada
Pasal 1 Ayat 13 menyebutkan bahwa :
“ Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).”
Adapun pengertian bank syariah menurut Muhamad (2002) yaitu :
“Bank Syariah sebagai bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba
atau bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.”
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bank syariah adalah
bank yang operasionalnya mengacu pada hukum islam yang tidak meninggalkan
masalah riba dan tidak mengandalkan prinsip bunga.
Adapun tujuh karakteristik Bank Syariah menurut Ikatan Akuntan
Indonesia (2004) yaitu :
10
1. Berdasarkan prinsip syariah
2. Implementasi prinsip ekonomi Islam dengan ciri:
a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
b. Tidak mengenal konsep time-value of money
c. Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan
3. Beroperasi atas dasar bagi hasil
4. Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
5. Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh
pendapatan
6. Azas utama : kemitraan, keadilan, transparansi dan universal
7. Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil, dapat
melakukan transaksi-transaksi sektor riil.
Selain aktivitas bank syariah yang meninggalkan masalah riba, bank
syariah memiliki empat fungsi menurut Antonio (2001) yaitu :
1.
Fungsi Bank Syariah sebagai Manajemen Investasi
Bank syariah bertindak sebagai manager investasi dari pemilik
dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan
lazim disebut deposan/ penabung), karena besar kecilnya
pendapatan (bagi hasil) yang diterima pemilik dana sangat
bergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah
11
dalam pengelolaan dana mudharabah sehingga tergantung kepada
kehati-hatian, keahlian, dan sikap profesionalisme.
2.
Fungsi Bank Syariah sebagai Investasi
Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang disimpan pada bank
tersebut dana pemilik bank maupun dana rekening investasi)
dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah.
Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad
murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad mudharabah, akad
salam atau istishna’.
3.
Fungsi Bank Syariah sebagai Jasa Keuangan
Bank syariah dalam fungsi ini juga dapat menawarkan berbagai
jasa keuangan lainnya berdasarkan wupah (fee based) dalam
sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan.
4.
Fungsi Bank Syariah sebagai Jasa Sosial
Dalam prinsip perbankan Islam mengharuskan bank Islam
melaksanakan jasa sosial, jasa tersebut bisa melalui dana qardh
(pinjaman kebajikan), dana zakat, atau dana sosial yang sesuai
dengan ajaran Islam. Lebih jauh lagi, konsep perbankan dalam
Islam
juga
mengharuskan
bank
Islam
berperan
untuk
mengembangkan sumber daya insani dan menyumbang dana untuk
pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup.
12
Adapun tujuan bank syariah menurut Hari (2008) ada enam tujuan utama
yaitu :
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermualamalat secara
Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan,
agar terhindar dari praktek - praktek riba atau jenis-jenis usaha/
perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana
jenis usaha tersebut selain di larang dalam Islam, juga telah
menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak
membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka
peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin,
yang di arahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju
terciptanya kemandirian usaha.
4. Untuk menaggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya
merupakan program utama dari Negara-negara yang sedang
berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan
kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol
kebersamaannya dari siklus usaha yang lengkap seperti program
pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara,
13
program pembinaan konsumen, program pengembangan moda
kerja, dan program pengembangan usaha bersama.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas
bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di
akibatkan adanay inflasi, menghindari persaiangan yang tidak sehat
antara lembaga keungan.
6. Tujuan bank syariah yang keenam adalah untuk menyalamatkan
ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah.
2.1.3
Pembiayaan Bank Syariah
Pengertian pembiayaan menurut Kasmir (2008:102) adalah:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
bedasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.”
Pengertian pembiayaan menurut Arifin (2003:187) adalah:
“Pembiyaan atau financing adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun orang lain.”
Menurut Rivai (2010:681), pengertian pembiayaan adalah:
“ Pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang sudah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga.”
14
Bedasarkan ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembiyaan adalah pendanaan atau penyediaan uang dimana didasari oleh
kesepakatan atau persetujuan antara bank dan pihak lain untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan oleh pihak lain yang memerlukan dana dengan
jangka waktu yang telah disepakati. Menurut Muhammad (2005:19), fungsi
pembiayaan ada enam adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatkan daya guna uang;
2.
Meningkatkan daya guna barang;
3.
Meningkatkan peredaran uang;
4.
Menimbulkan kegairahan usaha;
5.
Stabilitas ekonomi;
6.
Sebagai jembatan untuk meningkatkan pembiayaan nasional
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil (Gunarto, 2003). Siamat (2005:31) menyatakan bahwa
penyaluran pembiayaan merupakan kegiatan yang mendominasi pengalokasian
dana di bank syariah. Penggunaannya mencapai 70% - 80% dari volume usaha
bank syariah. Oleh sebab itu, sumber pendapatan utama bank syariah berasal dari
15
transaksi penyaluran pembiayaan, baik dalam bentuk mark up, bagi hasil, maupun
pendapatan sewa.
Bedasarkan UU No.21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 25 Tentang Perbankan
syariah yang dimaksud dengan pembiyaan adalah:
Pembiyaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan
dengan pembiayaan adalah:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bilyamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
isthina
d. transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa bedasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank syariah
dan atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiyai dan
atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan ijarah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.”
Bedasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
bank syariah adalah semua pendanaan yang dilakukan oleh bank syariah kepada
nasabahnya untuk mendukung investasi dan memperoleh penghasilan sesuai
dengan fungsinya.
16
Menurut Muhammad (2002), secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaanya yaitu :
1. Pembiayaan dengan prinsip Jual Beli ( Ba’i )
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (Transfer Of Property) Tingkat
keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang
yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayaran dan waktu penyerahan yakni, pembiayaan Murabahah,
pembiayaan Salam dan pembiayaan Istisnah.
2.
Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi Ijarah dilandasi oleh adanya perpindahan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli
objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksi adalah
jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakan kepada nasabah.
3.
Prinsip Bagi Hasil
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil
adalah pembiayaan Musyarakah dan pembiayaan Mudharabah .
17
4.
Pembiayaan Dengan Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan
akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, tetapi di tujukan untuk mempermudah pelaksanaan
pembiayaan, meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biayabiaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Adapun jenisjenis akad pelengkap ini adalah Hiwalah (Alih Hutang-Piutang),
Rahn (Gadai), Qardh, Wakalah (Perwakilan), Kafalah (Garansi
Bank).
Sedangkan menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi
menjadi dua hal, yaitu:
1.
Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi.
2.
Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang dipergunakan
untuk memenuhi konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan.
18
2.1.4
Pembiayaan Bagi Hasil
Bagi hasil dikenal juga dengan istilah profit sharing dalam Ridwan
(2005:120-121) yaitu distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan. Penentuan tingkat bagi hasil dihitung setiap bulan atau setiap periode
tertentu sesuai dengan periode perhitungan pendapatan usaha sesuai dengan
nisbah yang ditentukan dimuka. Nisbah merupakan proporsi pembagian bagi hasil
dan biasanya ditentukan dengan suatu perbandingan.
Menurut Sjahdeini (1999;60), pengertian Bagi Hasil adalah :
“ Bagi Hasil adalah pembagian keuntungan yang diperoleh atas usaha
antara pihak bank dan nasabah atas kesepakatan bersama dalam
melakukan suatu kerjasama ”.
Pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah dilakukan melalui akad
mudharabah dan musyarakah. Pembiyaan bagi hasil merupakan salah satu
komponen penyusunan aset pada perbankan syariah. Dari pengelolaan
pembiayaan bagi hasil, bank syariah memperoleh pendapatan bagi hasil sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati dengan nasabah (Muhammad, 2005).
Pendapatan yang diperoleh akan mempengaruhi besarnya laba (Firdaus, 2009).
Besarnya laba yang diperoleh bank syariah akan mempengaruhi profitabilitas
yang dicapai.
Perbedaan sistem bunga dan sistem bagi hasil pada lembaga keuangan
konvensional dan lembaga keuangan syari’ah terdapat pada tabel dibawah ini.
19
Tabel 2.1
Perbedaan Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil
Karakteristik
Sistem Bunga
Sistem Bagi hasil
Penentuan besarnya
Sebelumnya
Sesudah berusaha,
hasil
sesudah ada untungnya
Yang ditentukan
Bunga, besarnya nilai
Menyepakati proporsi
sebelumnya
rupiah
pembagian untung untuk
masing – masing pihak.
Jika terjadi kerugian
Ditanggung nasabah saja
Ditanggung kedua belah
pihak, nasabah dan
lembaga
Dihitung dari mana?
Dari dana yang
Dari untung yang bakal
dipinjamkan, fixed, tetap
diperoleh, belum tentu
besarnya
Titik perhatian
Besarnya bunga yang
Keberhasilan proyek /
proyek/usaha
harus dibayar
usaha jadi perhatian
nasabah/pasti diterima
bersama : nasabah dan
bank
lembaga
Pasti. (%) kali jumlah
Proporsi (%) kali jumlah
pinjaman yang telah
untung yang belum
pasti diketahui
diketahui = belum
Berapa besarnya?
diketahui
Status hukum
Berlawanan dengan QS.
Melaksanakan QS.
Luqman : 34
Luqman : 34
Sumber : Antonio ( 2001)
Menurut Muhammad (2002), produk pembiayaan syariah yang didasarkan
atas prinsip bagi hasil adalah pembiayaan Mudharabah dan pembiayaan
Musyarakah. Pembiayaan bagi hasil yang dimaksud di sini adalah total
20
pembiayaan bagi hasil yang disalurkan bank syariah, baik dengan prinsip
mudharabah dan musyarakah. Total pembiayaan bagi hasil diukur dengan
logaritma natural dari nilai pembiayaan bagi hasil pada akhir tiap triwulan.
Penggunaan logaritma natural bertujuan agar hasilnya tidak menimbulkan bias,
mengingat besarnya nilai pembiayaan bagi hasil antar bank syariah yang berbedabeda. Selain itu, dimaksudkan agar data total pembiayaan bagi hasil dapat
terdistribusi normal dan memiliki standar eror koefisien regresi minimal (Theresia
dan Tendelilin, 2007) dalam (Mulianti, 2010:60).
2.1.4.1 Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Bagi hasil adalah jumlah
pendapatan yang diterima anggota berdasarkan pembagian laba keuntungan
proyek
yang
dijalankan.
Pendapatan
yang
“dibagihasilkan”
merupakan
pendapatan yang dikurangi biaya-biaya (Antonio, 2001).
Menurut Hari (2008) secara teknis mudharabah adalah bentuk kerjasama
antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shabibul maal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian diawal. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan konstribusi seratus
persen dari modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Resiko yang terdapat dalam mudharabah terutama pada penerapannya,
dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya adalah:
21
a.
Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak
b.
Lalai dan kesalahan yang disengaja
c.
Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, apabila nasabahnya
tidak jujur.
Menurut Antonio (2001) Secara umum Mudharabah terbagi kepada dua
jenis, yaitu :
1.
Mudharabah muthlaqoh
“ Bentuk kerja antara shohibul maal dan mudhorib yang cakupannya
sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan
daerah bisnis.”
2.
Mudharabah muqoyyada.
“ Mudharabah muqoyyada atau disebut juga dengan istilah retriced
mudharabah / specified mudharabah adalah kebalikan dari
mudharabah muthlaqoh. Si mudhorib dibatasi dengan batasan jenis
usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini sering kali
mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam
memasuki jenis dunia usaha.”
Rukun mudarabah menurut Antonio (2001) ada 6 yaitu :
1. Pemilik modal yang menyerahkan barangnya untuk modal usaha
2. Pengelola barang yang diterima dari pemilik barang
3. Akad mudarabah antara pemilik dan pengelola barang
4. Harta pokok atau modal
5. Pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan keuntungan
22
6. Keuntungan
Pembiayaan mudharabah adalah kerjasama antara seorang partner yang
memberikan uang kepada partner lain untuk diinvestasikan ke perusahaan
komersial. Pihak bank (shahibul maal) berkewajiban memberikan dana 100%
kepada nasabah (mudharib) dan mudharib hanya mengelola usaha yang sudah
ditentukan oleh pihak shahibul maal. Pembagian keuntungan akan dibagi
berdasarkan kesepakatan pada awal kontrak, sedangkan jika terjadi kerugian akan
ditanggung oleh pemilik modal. Pengelola juga bertanggungjawab apabila
kerugian itu disebabkan oleh pihak pengelola. (Rivai, 2012).
Syarat akad pembiayaan mudharabah adalah modal harus berupa uang
atau barang yang dinilai, diketahui jumlahnya, harus tunai atau bukan piutang dan
keuntungan harus dibagi kedua pihak, besar keuntungan disepakati pada waktu
awal kontrak, penyedia dana menanggung kerugian. Rukun akad pembiayaan
mudharabah adalah pelaku akad, objek akad, ijab dan qabul. (Jayadi,2011:33)
Mudharabah merupakan salah satu jenis pembiayaan bagi hasil, adapun
manfaat dari pembiayaan mudharabah, sebagaimana diintisarikan dari ungkapan
Antonio (2001:97-98) diantaranya adalah :
1.
Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
2.
Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/
hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami
negative spread.
23
3.
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash f
low/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha
yang benarbenar halal, aman, dan menguntungkan karena
keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagikan.
5.
Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini
berbeda dengan
prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih
penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa
pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan
terjadi krisis ekonomi.
2.1.4.2 Musyarakah
Menurut Antonio (2001;90), pengertian al – musyarakah adalah :
‘’Al – Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing – masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.”
Menurut PSAK No.106 paragrap 4, Musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan kontribusi dana. Ada
juga yang mendefinisikan Musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
24
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Antonio, 2001:90)
Musyarakah ada dua jenis menurut Ascraya (2008:50), yaitu :
a. musyarakah pemilikan (Syirkah al-milk atau syirkah amlak) adalah
kepemilikan bersama kedua pihak atau lebih dari sebuah properti.
Misalnya karena wasiat, hibah, warisan dan lainnya; dan
b. musyarakah akad (syirkah al-‘aqd atau syirkah ‘ukud) adalah kemitraan
yang terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial
bersama. Musyarakah akad ini terbagi lagi menjadi :
1. Syirkah al-‘inan
Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan sama-sama
memberikan andil dalam modal dan kerja namun tidak harus sama
porsinya. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai
kesepakatan yang telah ditentukan.
2. Syirkah mufawadhah
Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan kesamaan
dalam penyertaan modal, pengelolaan, kerja, dan pembagian
keuntungan.
3. Syirkah al-a’maal
Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan sama-sama
ambil bagian dalam melayani atau memberikan jasa pada pelanggan.
4. Syirkah al-wujuh
25
Kontrak kerja sama antara du pihak atau lebih yang memiliki reputasi
dan prestise baik serta ahli dalam bisnis dimana masing-masing pihak
tidak memiliki investasi sama sekali. Kemuadian mereka membeli
komoditas secara tangguh dan menjualnya dengan tunai.
2.1.5
Profitabilitas
Menurut Kasmir (2011:196) , yang menyatakan bahwa :
“ Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan.”
Menurut Syamsudin (2000), profitabilitas dapat di artikan sebagai
kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba yang berhubungan dengan
penjualan, total aktiva, maupun hutang jangka panjang.
Menurut Irawati (2006:58), yang menyatakan bahwa :
“ Rasio keuntungan atau profitability ratios adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan
kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode
tertentu ( semesteran, triwulanan dan lain-lain) untuk melihat kemampuan
perusahaan dalam beroperasi secara efisien.”
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengukur tingkat efektifitas pengelolaan
(manajemen) perusahaan yang ditunjukkan oleh jumlah keuntungan yang
dihasilkan dari penjualan dan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini
menunjukkan efisiensi perusahaan.
Mahmoeddin (2010:20), mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi profitabilitas bank adalah :
26
1.
Kualitas
kreditur
atau
pembiayaan
yang
diberikan
dan
pengembaliannya
2.
Jumlah modal
3.
Mobilisasi dana masyarakat dalam memperoleh sumber dana yang
murah.
4.
Manajemen pengalokasikan dana dalam asset likuid
5.
Efisiensi dalam menekan biaya operasi
Tujuan analisis profitabilitas sebuah bank adalah untuk mengukur tingkat
efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan
(Kuncoro, 2002). Adapun tujuan penggunaan profitabilitas bagi perusahaan,
maupun bagi pihak luar menurut Kasmir (2011:197) , yaitu:
1.
Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode tertentu.
2.
Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan
tahun sekarang.
3.
Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4.
Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5.
Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri
27
Beberapa indikator untuk mengukur rasio profitabilitas menurut Menurut
Irawati (2006:58), menyatakan bahwa dalam rasio keuntungan atau profitability
ratios ini ada beberapa rumusan yang digunakan di antaranya adalah :Gross Profit
Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, Return On Assets, Return
On Equity, Return On Investment dan Earning Per Share (Eps).
1.
Gross Profit Margin merupakan rasio yang mengukur efisiensi
pengendalian
harga
pokok
atau
biaya
produksinya,
mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara
efisien (Sawir, 2009:18).
2.
Operating Profit Margin mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba operasi. Rasio ini menggambarkan apa yang
biasa disebut pure profit karena laba yang diukur di sini adalah
laba yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang
dilakukan, tanpa melihat beban keuangan (bunga) dan beban
terhadap pemerintah (pajak) (Syamsuddin, 2001).
3.
Net Profit Margin rasio yang digunakan untuk menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih
setelah dipotong dengan pajak (Alexandri, 2008).
4.
Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil
(return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atas
suatu ukuran tentang aktivitas manajemen (Kasmir, 2008:211).
28
5.
Return On Equity (ROE) merupakan perbandingan antara laba
bersih sesudah pajak dengan total ekuitas. Return on equity
merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang
tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa
maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka
investasikan di dalam perusahaan (Syafri, 2008:305).
Pada penelitian ini penulis akan menghitung tingkat profitabilitas dengan
menggunakan tolak ukur ROA menurut Dendawijaya (2009) :
“ ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan semakin besar ROA maka akan semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik pula posisi bank tersebut
dari segi penggunaan aset.”
Rumus ROA menurut Irawati (2006:59) ,yang menyatakan bahwa :
x100%
Menurut Syamsudin (2002:29) perubahan rasio ROA ini dapat
dikarenakan sebab antara lain :
1.
Lebih banyak asset yang digunakan, hingga membuat operating
income dalam skala yang lebih besar
2.
Adanya
kemampuan
manajemen
untuk
mengalihkan
portofolio/surat berharga ke jenis yang menghasilkan income yang
lebih tinggi
3.
Adanya kenaikan tingkat bunga secara umum, dan
29
4.
Adanya pemanfaatan aset-aset yang semula tidak poduktif menjadi
aset produktif.
2.2
Kerangka Pemikiran
2.2.1
Pengaruh Pembiayaan Bagi Hasil terhadap Tingkat Profitabilitas
Sesuai dengan pernyataan Ismail (2011) yang mengatakan manfaat
pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah antara lain adalah mempengaruhi
tingkat profitabilitas bank, hal tersebut tercermin dalam perolehan laba,
peningkatan dan penurunan laba akan berpengaruh pada peningkatan dan
penurunan profitabilitas bank.
Hasil penelitian yang dilakukan Imam (2013) menyatakan pembiayaan
bagi hasil mudharabah mempunyai pengaruh signifikan banyak terhadap
profitabilitas (Return On Asset). Sedangkan, hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh
Rahman (2012) menyatakan bahwa pembiayaan bagi hasil
berpengaruh signifikan negatif terhadap profitabilitas yang diproksikan melalui
Return On Asset (ROA) pada bank umum syariah di Indonesia.
Bedasarkan pernyataan dan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa pembiayaan bagi hasil berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas bank.
Penjelasan mengenai pengaruh pembiayaan bagi hasil terhadap tingkat
profitabilitas dapat dilihat secara singkat pada gambar kerangka pemikiran sebagai
berikut:
30
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pembiayaan Bagi
Hasil (X)
Tingkat Profitabilitas
(Y)
(Mulianti 2010 : 60)
(Irawati 2006:58)
Maka, bedasarkan kerangka pemikiran diatas hipotesis sementara adalah
Pembiayaan Bagi Hasil berpengaruh terhadap Tingkat Profitabilitas (Return On
Asset).
Download