BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak menurut rekomendasi WHO adalah memberikan hanya ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 24 bulan dan memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) kepada bayi mulai usia 6 bulan (Depkes RI, 2011). Di Indonesia, mengacu pada target program pada tahun 2014 sebesar 80%, maka secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 52,3% belum mencapai target. Menurut provinsi, hanya terdapat satu provinsi yang berhasil mencapai target yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 84,7%. Provinsi Jawa Barat, Papua Barat, dan Sumatera Utara merupakan tiga provinsi dengan capaian terendah (Depkes RI, 2015). Masalah utama penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung peningkatan pemberian ASI. Masalah ini diperparah dengan gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan perempuan yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja seperti ruang ASI (Riskesdes, 2010). Sistem kekebalan tubuh pada bayi sangat terbatas dan akan berkembang sesuai dengan meningkatnya paparan mikroorganisme di dalam saluran cernanya (Tumbelaka & Karyani, 2009). Berbagai faktor pelindung didapatkan di dalam ASI, salah satunya antibodi IgA sekretori (sIgA) yang terbentuk dalam payudara ibu setelah ibu terekspos terhadap antigen di saluran pencernaan dan saluran pernafasan disebut BALT ( bronchus associated immunocompetent lymphoid Universitas Kristen Maranatha tissue) dan GALT (gut associated immunocompetent lymphoid tissue) (Sulistyowati, 2009). Efektifitas ASI dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan dengan bayi lebih terjaga dari penyakit infeksi terutama infeksi saluran pernapasan akut dan diare (Lawrence, 2005). Penelitian oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuktikan bahwa ASI sampai usia 2 tahun dapat menurunkan angka kematiaan anak akibat penyakit diare dan infeksi saluran pernafasan akut (Tumbeleka & Karyanti, 2009). Infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada anak terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke puskesmas (40-60%) dan rumah sakit (1530%) (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan cakupan penemuan ISPA tahun 2014 belum mencapai target nasional 86%. Berdasarkan penemuan kasus pneumonia tahun 2014 berdasarkan golongan umur banyak ditemukan pada 1-4 tahun yaitu sebanyak 23.940 kasus (Depkes Kab.Bandung, 2014). Anak berumur di bawah 2 tahun mempunyai risiko terserang infeksi saluran pernafasan akut lebih besar dari pada anak di atas 2 tahun sampai 5 tahun, keadaan ini karena pada anak di bawah umur 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran napasnya relatif sempit (Hartono, 2012). Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada anak usia 6-24 bulan di RS. Bina Sehat Kabupaten Bandung 1.2 Identifikasi Masalah Adakah hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada anak usia 6-24 bulan. Universitas Kristen Maranatha 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada anak usia 6-24 bulan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat akan pentingnya pemberian ASI eksklusif dalam mencegah kejadian infeksi saluran pernapasan akut. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat penelitiaan ini dapat digunakan sebagai masukkan dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan infeksi saluran pernapasan akut pada anak usia 6-24 bulan serta upaya penggalakan program pemberiaan ASI eksklusif. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran Anak berumur di bawah 2 tahun memiliki risiko terserang infeksi saluran pernafasan akut lebih besar dari pada anak di atas 2 tahun sampai 5 tahun, keadaan ini karena pada anak di bawah umur 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran napasnya relatif sempit (Hartono, 2012). Dari beberapa studi diketahui bahwa banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko kejadian ISPA. Penelitian (Broor et al, 2001) menyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya ISPA di negara sedang berkembang adalah pemberian air susu ibu yang tidak memadai, bayi dengan berat lahir rendah, gizi buruk, ketidak tepatan usia pada saat imunisasi. Universitas Kristen Maranatha Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan dengan berat badan lahir rendah (Wantania,2008). Pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya (Sukmawati, 2010). Menurut (Ranantha, 2014) insidensi ISPA lebih tinggi pada anak laki-laki disebabkan anak laki-laki lebih banyak berada diluar rumah dibandingkan anak perempuan. Campak, pertusis, dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan risiko atau memperberat ISPA. Meningkatkan cakupan imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka kematian ISPA akibat kedua penyakit ini (Wantania,2008). Polusi udara, asap pembakaran dan adanya perokok yang tinggal serumah dengan bayi dan balita dapat mengakibatkan rusaknya mekanisme pertahanan paru sehingga mempermudah terjadinya ISPA (Gunardi, 2012). Salah satu cara pencegahan ISPA adalah dengan pemberian air susu ibu secara eksklusif yaitu pemberian ASI pada bayi baru lahir sampai usia enam bulan. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan gizi dan cairan pada enam bulan pertama kehidupan. Pemberian ASI merupakan hal penting pada bayi terutama pemberian ASI awal (kolostrum) karena kaya dengan antibodi yang mempunyai efek terhadap penurunan risiko kematian. ASI berguna untuk perkembangan sensorik dan kognitif, mencegah bayi terserang penyakit infeksi dan kronis. ASI eksklusif menurunkan kematian bayi dan kejadian sakit pada anak yaitu diare atau ISPA dan membantu kesembuhan dari penyakit (WHO, 2004). Bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif (Ernawati, 2013). Efektifitas ASI dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan dengan berkurangnya kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi yang mendapat ASI dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Penelitian oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuktikan bahwa ASI sampai usia 2 tahun dapat menurunkan angka kematiaan anak akibat penyakit diare dan infeksi saluran pernapasan akut (Tumbeleka & Karyanti, 2009). Universitas Kristen Maranatha Menurut (Sulistyowati, 2009) ASI mengandung anti infeksi terhadap berbagai macam penyakit seperti penyakit saluran pernapasan atas, diare dan penyakit saluran pencernaan. Immunoglobulin merupakan protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai respon terhadap adanya imunogen atau antigen (zat yang menstimulasi tubuh untuk memproduksi antibodi). Ada 5 macam immunoglobulin : IgA, IgM, IgE, IgD, dan IgG. Dari kelimanya, secretory IgA (sIgA) disekresi oleh makrofag (disintesa dan disimpan dalam payudara), yang berperan dalam fungsi antibodi IgA yang terbentuk dalam payudara ibu (melalui ASI) setelah ibu terekspos terhadap antigen di saluran pencernaan dan saluran pernafasan disebut BALT ( bronchus associated immunocompetent lymphoid tissue) dan GALT (gut associated immunocompetent lymphoid tissue). Bayi baru lahir memiliki cadangan IgA sedikit dan karena itulah ia sangat memerlukan tambahan proteksi sIgA dalam ASI terhadap penyakit infeksi. 1.5.2 Hipotesis Penelitian H0 : tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut. H1 : Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut. Universitas Kristen Maranatha