PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester Pada mata Kuliah Manajemen Keuangan Pendidikan Dosen Pembimbing Prof. Dr. Thamrin Abdullah, MM, M. Pd Disusun Oleh: Hadi Prana Abadi (1008036091) PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA 2011 I. PENDAHULUAN Pada tahun 2005 Pemerintah tengah menunggu pengesahan atas tiga RUU yang mengubah tiga UU perpajakan yang saat ini berlaku. Ketiga UU yang diamandemen tersebut adalah UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU tentang pajak penghasilan (PPh), dan UU tentang Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn/PPnBM). Ketiga UU tersebut diamandemen karena di samping merupakan ketentuan perundang-undangan yang paling krusial dalam praktek penerapan hukum perpajakan, juga akan menjadi pranata hukum yang paling utama dalam meningkatkan penerimaan pajak. Amandemen UU perpajakan 2005 ini menandai dilaksanakannnya reformasi perpajakan keempat, sejak beralihnya sistem perpajakan nasional. Sebelumnya, pemerintah telah melaksanakan reformasi perpajakan pada tahun 1984, tahun 1994, dan tahun 2000. Reformasi perpajakan kali ini menjadi cukup sepesial karena memiliki arti khusus, yaitu memperkuat upaya penerimaan pajak yang menjadi semakin tulang punggung dalam pembiayaan keuangan Negara. Pertanyaan itu pada akhirnya terjawab. Amandemen UU perpajakan tersebut di tahun 2011 ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Meskipun besarnya kebocoran pemasukan di tangan birokrasi menyebabkan beberapa pemasukan pajak bocor di tengah jalan. II. PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Pengertian Dasar dan Mekanisme PPn 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh 2. Pengusaha; 3. Impor Barang Kena Pajak; 4. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh 5. Pengusaha; 6. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam 7. Daerah Pabean; 8. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau 9. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. 2. Latar Belakang Penggantian PPn Pajak Penjualan yang pemungutannya berdasarkan Undang Undang nomor 35 tahun 1953, sejak tanggal 1 April 1985 telah diganti oleh Pajak Pertambahan Nilai yang pemungutannya didasarkan pada Undang Undang nomor 8 tahun 1983. Latar belakang penggantian tersebut adalah karena PPn mempunyai kelemahan sebagai berikut: a. Tidak netral terhadap pola konsumsi dalam negeri b. Tidak netral dalam perdagangan dalam negeri c. Tidak mendukung persaingan dalam dunia perdagangan internasional 3. Karekteristik PPn a. PPN merupakan pajak tidak langsung Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak. b. Pajak Objektif. Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan yang rendah. Jika mereka menggunakan barang atau jasa dari jenis yang sama diperlakukan sama. c. Multi Stage Tax. PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkat pabrik(manufaktur) kemudian ditingkat pedagang besar (wholeseller) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN. d. Mekanisme Pemungutan PPN Mengunakan Faktur Pajak. Setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak. Bagi pembeli, importir, atau penerima jasa merupakan bukti pembayaran pajak. Berdasarkan faktur pajak inilah akan dihitung jumlah pajak terutang dalam satu masa pajak, yang wajib dibayar ke kas negara. e. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri. Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam negeri. f. Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral Dalam mekanisme pemungutannya, PPN mengenal dua prinsip, yaitu : Prinsip tempat asal, mengandung pengertian bahwa PPN dipungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi Prinsip tempat tujuan, berarti bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi. Dalam prinsip ini, komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama dengan barang produksi dalam negeri. Sebaliknya barang produksi dalam negeri yang akan diekspor tidak dikenakan PPN, karena akan dikenakan PPN di Negara tempat komoditi ekspor tersebut akan dikonsumsi. Supaya daya saing komoditi ekspor Indonesia dengan produk domestik negara pengimpor tidak dipengaruhi oleh PPN Indonesia masih diperlukan sarana lain berupa pengenaan PPN atas komoditi ekspor dengan tarif 0 % g. Tidak menimbulkan dampak pengenaan Pajak Berganda Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah saja. Keadaan ini berbeda dengan situasi dalam era PPn 1951 yang dalam pelaksanaannya, Pengusaha tidak diberi hak untuk memperoleh kembali PPn yang dibayar atas perolehan bahan baku atau barang modal, sehingga PPn yang terutang sepenuhnya merupakan hasil perkalian tarif PPn dengan peredaran bruto. B. Metode Perhitungan PPn Ada tiga metode dalam perhitungan PPn, yaitu: 1. Addition Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah dikalikan tarif PPN yang berlaku. 2. Subtraction Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara harga jual dengan harga beli dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. 3. Credit Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara pajak yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat penjualan. Dari tiga metoda tersebut, undang-undang PPN menganut Credit Method dengan metoda ini walaupun pengenaan PPN dapat dihindari kemungkinan timbulnya pengenaan pajak berganda. Dalam Credit Method dikenal adanya istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang dibayar pada saat pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak dan Pajak Keluaran yatiu pajak yang dipungut pada saat penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Setiap pemungutan PPN, pengusaha kena pajak yang bersangkutan wajib membuat faktur pajak. C. Obyek, Subyek, dan Tarif PPn 1. Obyek PPn PPN dikenakan atas : a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan. b. Impor barang kena pajak c. Penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan. d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam derah pabean. f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain. h. Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan. Pada dasarnya, sejak 1 Januari 1995 semua barang dikenakan PPN, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 huruf c Undangundang PPN tahun 1984. Barang kena pajak Sampai dengan pertengahan tahun 1998, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan beberapa Surat Edaran mengenai Barang yang tidak dikenakan PPN sebagai berikut : a. Barang dagangan berupa mobil bekas jenis sedan, jeep, station wagon, van dan kombi untuk sementara tidak dikenakan PPN (SE-23/PJ.52/1995) b. Gaplek termasuk 35/PJ.51/1995) dalam pengertian ubi kayu (SE- c. Tembakau Krosok dan/atau tembakau rajangan masih termasuk pengertian tembakau sebagai hasil tanaman perkebunan (SE-38/PJ.51/1995) d. Daun teh segar yang diproses sampai pada tahap pengeringan, sepanjang tidak meliputi tahap fermentasi dan tidak diserahkan dalam bentuk dikemas (SE-47/PJ.51/1995) e. Kayu yang ditebang dan diproses melalui tahapan pemangkasan cabang dan ranting, pengupasan kulit dari batang serta dipotong-potong menjadi kayu bulat/gelondongan masih dianggap sebagai barang hasil kehutanan (SE-60/PJ.51/1995) f. Kopi dan lada yang diproses sampai tahap dikeringkan masih dianggap sebagai barang hasil tanaman perkebunan (SE61/PJ.51/1995) g. Buah Kakao basah yang diproses sampai tahap yang dikeringkan (SE-10/PJ.51/1997) h. Kopra (SE-15/PJ.51/1998) i. Kemiri yang diproses sampai dengan tahap pengeringan (SE20/PJ.51/1998) Jasa Kena Pajak Seperti halnya barang, pada hakikatnya semua jasa dikenakan PPN, kecuali UU PPN 1984 menentukan sebaliknya. Dalam upaya memberikan gambaran kepada masyarakat (Wajib Pajak) telah dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./1994 tentang 28 jenis jasa yang dikenakan PPN sebagai berikut: a. Jasa pencarian sumber-sumber minyak dan gas bumi dan jasa pengeboran di bidang minyak dan gas bumi, termasuk kegiatan pengeboran sumur minyak dan gas bumi, kegiatan pemasangan pipa, casing, tubin, cementing dan sejenisnya b. Jasa pengeboran, penggalian dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum c. Jasa perbaikan dan perawatan meliputi perbaikan dan perawatan mesin tenaga, mesin industri, alat-alat berat, mesin listrik, alat-alat elektronik, kapal, pesawat terbang, kendaraan bermotor, jasa salvage, jasa pengerukan dan sejenisnya d. Jasa persewaan barang tidak bergerak: meliputi persewaan pabrik, gedung/bangunan untuk perkantoran, untuk tempat usaha/pertokoan, untuk tempat tinggal (flat, rumah tinggal) kecuali hotel, losmen, motel dan rumah penginapan lainnya, dan sejenisnya. e. Jasa persewaan barang bergerak: meliputi persewaan mesin dan peralatan (termasuk mesin dan peralatan untuk pertanian , pertambangan, industry pengolahan, konstruksi telekomunikasi perkantoran dan penjualan), persewaan pesawat udara, persewaan alat angkutan darat, dan persewaan barang bergerak lainnya. f. Jasa persewaan kapal (bare boat dan time charter) g. Jasa hukum : termasuk jasa pengacar, jasa notaris dan PPAT, jasa LBH, jasa konsulen pajak dan jasa hukum lainnya. h. Dan lain-lain 2. Subyek PPn a. Pengusaha Dalam Pasal 1 huruf k UU PPN 1984 dirumuskan, bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. b. Pengusaha Kena Pajak Dalam Pasal 1 huruf l UU PPN 1984 ditentukan bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah: Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, berarti telah memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pengusaha yang menyerahkan BKP dan/atau JKP Pengusaha yang mengekspor BKP yang telah dikukuhkan sebagai PKP Pengusaha Kecil yang mengajukan permohonan untuk dikukuhkan menjadi PKP c. Pengusaha Kecil Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 648/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-05/PJ.05/1995 tanggal 15 Februari 1995 ditetapkan bahwa Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan : BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 240 juta JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 120 juta Apabila Pengusaha disamping melakukan penyerahan BKP juga melakukan penyerahan JKP, maka kriteria Pengusaha Kecil adalah : Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 240 juta dalam hal lebih dari 50 % dari seluruh jumlah peredaran bruto berasal dari penyerahan BKP Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 120 juta dalam hal lebih dari 50 % dari seluruh jumlah peredaran bruto berasal dari penyerahan JKP Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 120 juta dalam hal 50 % dari peredaran bruto berasal dari penyerahan BKP atau JKP Mulai 1 Januari 2004 Batasan pengusaha kecil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor No. 571/KMK.03/2003 adalah sebesar Rp 600.000.000. 3. Tarif PPn Tarif PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP adalah sebesar 10 % dari Dasar Pengenaan Pajak. Tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0 % dari Dasar Pengenaan Pajak . Pengenaan tariff 0 % bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, dengan demikian Pajak Masukan yang telah dibayar untuk menghasilkan barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan. D. Karakteristik, Latar Belakang dan Mekanisme PPnBM 1. Karakteristik PPnBM a. PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN b. PPnBM hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor BKP yang tergolong mewah, atau atas penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh PKP Pabrikan dari BKP yang tergolong mewah tersebut. c. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN d. Apabila Eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali 2. Latar Belakang Pengenaan PPnBM a. PPN berdampak regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul. Untuk mengurangi regresivitas ini, terhadap konsumen yang mengkonsumsi BKP yang tergolong mewah dikenakan beban pajak tambahan yaitu PPnBM. b. Konsumsi BKP yang tergolong mewah bersifat kontraproduktif. Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak produktif dalam masyarakat. c. Produsen kecil dan tradisional menghadapi saingan berat dari komoditi impor. Dengan motivasi ini, pengenaan PPnBM dimaksudkan untuk melindungi produsen kecil dan tradisional atau untuk tujuan proteksi d. Tuntutan peningkatan penerimaan negara dari tahun ke tahun 3. Mekanisme Pengenaan PPnBM atas Kendaraan Bermotot (KMK272/KMK.04/1995) a. Impor kendaraan bermotor dalam keadaan terbongkar (CKD) oleh ATPM atau Pabrikan tidak dikenakan PPnBM b. Penyerahan didalam daerah pabean kendaraan bermotor dalam keadaan CKD tersebut oleh ATPM dikenakan PPnBM dengan DPP 125% (biaya karoseri ditetapkan 25%) c. Impor kendaraan jenis sedan dalam keadaan terpasang/CBU oleh bukan ATPM dikenakan PPnBM. Dalam nilai CIF < 80% nilai CIF kendaraan sejenis yang diimpor ATPM, maka DPPnya untuk menghitung PPN dan PPnBM sebesar 150% d. Impor kendaraan bermotor jenis sedan dalam keadaan terpasang oleh ATPM tidak dikenakan PPnBM. Penyerahan didaerah pabean kendaraan jenis impor dikenakan PPnBM. Pengelompokan BKP Yang Tergolong Mewah Jenis Kendaraan Bermotor (PP 50/1994 Jo PP 36/1996 Jo PP 14/1998) a. Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 20% : Kendaraan bermotor beroda dua yang isi silindernya 250 cc atau kurang Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van dan pick up yang memakai bahan bakar bensin b. Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 25% : Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van dan pick up yang memakai bahan bakar solar c. Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 35% : Kendaraan bermotor beroda dua yang isi silindernya lebih dari 250 cc Kendaraan bermotor jenis bus, kecuali yang dibuat di dalam negeri Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon lebih dari 1600 cc atau kurang yang kandungan lokalnya 60% atau kurang Kendaraan bermotor jenis jeep ya g kandungan lokalnya 60% atau kurang Kendaraan bermotor jenis mobil balap dan caravan PPnBM yang terutang Ditanggung oleh Pemerintah atas penyerahan di dalam daerah pabean: Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon yang dibuat di dalam negeri dengan isi silinder kurang dari 1600 cc dan kandungan lokalnya lebih dari 60% Kendaraan bermotor jenis jeep, kombi, minibus, van dan pick up yang dibuat di dalam negeri dengan kandungan lokal lebih dari 60% Impor dan Penyerahan Di Daerah Pabean Yang Tidak Dikenakan PPnBM Semua jenis kendaraan bermotor untuk dinas ABRI, POLRI dan Protokoler kenegaraan sepanjang dananya dari APBN/APBD Kendaraan bermotor jenis jeep, kombi, minibus, van, pick up, sedan, bus dan sedan yang digunakan untuk kendaraan tahanan, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan jenazah dan kendaraan angkutan umum Kendaraan bermotor jenis van dan pick up yang digunakan untuk kendaraan angkutan barang Pengelompokan BKP Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor (KMK 644/KMK.04/1994 Jo KMK 274/KMK.04/1994) a. Kelompok Tarif 10% meliputi : Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya atau tidak, diberi aroma atau tidak, diberi rasa atau tidak, mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian, cocoa atau tidak, yoghurt, kephir, whey, keju, mentega atau lemak atau minyak yang diperoleh dari susu yang dibotolkan atau dikemas. Kelompok air buah dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aroma atau tidak, serta dibotolkan/dikemas. Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aroma maupun tidak, yang dibotolkan/dikemas, serta air soda yang dibotolkan/dikemas. Kelompok wangi-wangian, produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan, kaki, dan rambut serta preparat rias lainnya. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, mesin jual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan pesawat penerima siaran televisi. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya. b. Kelompok Tarif 20% meliputi : Kelompok semua permadani kecuali yang dibuat dari wool atau bulu hewandan sutera. Kelompok barang saniter dan perlengkapannya, kecuali yang terbuat dari plastik, seng atau semen. Kelompok alat-alat fotografi, alat sinematografi, alat optik, alat perekam suara atau gambar, alat reprosuksi suara atau gambar, media rekam, pesawat penerima dan pengirim suara, pesawat siaran televisi dan bagiannya. Kelompok mesin pengatur suhu udara, pesawat pendingin dan pesawat pemanas (kecuali yang sudah termasuk kelompok tarif 10%), mesin seterika, mesin cuci, mesin pengering, pesawat elektromagnetik, pesawat cukur dan pesawat pangkas rambut serta instrumen mesin. Kelompok alat-alat rumah tangga tertentu, dan untuk permainan selain yang sudah termasuk kelompok tarif PPnBM 35%, kecuali dibuat di dalam negeri. c. Kelompok Tarif 35% meliputi : Kelompok minuman yang mengandung alkohol. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari kulit atau kulit tiruan, kecuali yang di buat di dalam negeri. Kelompok permadani yang dibuat dari jenis bahan tertentu (wool atau bulu hewan halus lainnya atau sutera). Kelompok semua jenis alas kaki, kecuali yang di buat di dalam negeri. Kelompok barang-barang yang seluruh atau sebagian terbuat dari kristal, batu pualam, granit dan/atau onyx, kecuali yang di buat di dalam negeri. Kelompok barang-barang pecah belah, kecuali yang di buat di dalam negeri. Kelompok barang-barang yang terbuat dari keramik, kecauli yang di buat di dalam negeri. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia dan/atau mutiara, atau campuran dari padanya, kecuali yang di buat di dalam negeri. Kelompok pesawat udara, kecuali yang digunakan untuk keperluan Negara dan angutan umum. Kelompok kapal siar, bahtera dan kendaraaan air tertentu, kecuali untuk keperluan negara dan angutan umum. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga golf, power boating, gantole dan terbang layang, menyelam. Kelompok senjata api, senjata angin dan gas besrta peralatannya kecuali untuk keperluan negara. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor, kecuali untuk keperluan negara. Kelompok perlengkapan untuk permainan dalam ruangan, diatas dan didalam taman hiburan untuk orang dewasa dan anak-anak. E. PEMUNGUT PPN Berdasarkan Pasal 16A UU PPN Jo Kep Pres Nomor 56 tahun 1988, Pemungut PPN adalah : 1. Instansi Pemerintah : a. Kantor Perbendaharaan Negara b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah 2. Badan-badan tertentu : a. Pertamina b. Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Pertambangan c. Badan Usaha Milik Negara dan Daerah d. Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah Berdasarkan Kepeutusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 mulai 1 Januari 2004 pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM adalah Bendaharawan pemerintah dan kantor perbendaharaan dan kas negara. III. PENUTUP Peraturan perundang-undangan yang mengatur pajak pertambhan nilali (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa penjualan atas barang mewah sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, dan diubah lagi dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000. Tarif Pajak yang berlaku ; 1. Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10 % dan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Dengan peraturan pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. 2. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, Dan 75%. Rumus menghitung PPN dan PPnBM : PPN = Dasar pengenaan pajak x tarif pajak PPnBM = Dasar pengenaan pajak x tarif pajak Dasar pengenaan pajak : 1. Harga jual 2. Nilai penggantian 3. Nilai impor 4. Nilai ekspor 5. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Barang Kena Pajak (BKP) Menurut UU PPN Tahun 1984 pasal 1 angka 3 dan angka 2, pengertian barang kena pajak adalah barang berwujud yang sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak maupun tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, aatua memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak temasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Daftar Pustaka Djuanda, Gustian & Irwansyah Lubis.2002. Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Mardiasmo, 2003. Perpajakan. Yogyakarta : ANDI Sukardji, Untung. 2002. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Tjahjono, Achmad & Muhammad Fakhri Husein. 2005. Perpajakan.Yogyakarta : UPP AMP YKPN