Yayan Akhyar Israr, S.Ked

advertisement
Author :
Yayan Akhyar Israr, S.Ked
Faculty of Medicine – University of Riau
Pekanbaru, Riau
2009
0 © Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk
TINJAUAN PUSTAKA
1. EPILEPSI
1.1 Definisi
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein yang kurang lebih berarti
“sesuatu yang menimpa seseorang dari luar hingga ia jatuh”. Kata tersebut
mencerminkan bahwa serangan epilepsi bukan akibat suatu penyakit, akan tetapi
disebabkan oleh sesuatu di luar badan si penderita yakni kutukan oleh roh jahat
atau setan yang menimpa penderita.1
Dewasa ini epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya
fungsi otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan
listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba,
sehingga penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke
bagian lain tubuh terganggu.1
Menurut Gibbs epilepsi ialah suatu “paroxysmal cerebral dysrhytmia”, dengan
gejala-gejala klinis seperti di atas. Dasar disritmia ini ialah elektrobiokimiawi.2
1.2 Klasifikasi
Secara international, bangkitan epilepsi diklasifikasikan sebagai berikut :3
Tabel 1. Klasifikasi bangkitan epilepsi secara internasional
I. Bangkitan umum
A. Tonik, klonik, atau
Tonik-klonik (grand mal)
B. Absen (petit mal) :
1. Hanya dengan
penurunan kesadaran
2. Komplek – dengan
pernafasan tonik,
klonik, atau gerakan
otomatisme
C. Sindroma Lennox-
II. Bangkitan parsial, atau
fokal
A. Sederhana
1. Asal lobus frontal-
III. Sindroma epileptik
spesial
A. Mioklonus dan
mioklonik
motorik (tonik, klonik,
B. Epilepsi reflek
tonik-klonik; jacksonian;
C. Apfasia dengan
Epilepsi jinak pada masa
anak-anak ; epilepsi
parsial bekelanjutan)
2. Somatosensoris atau
sensoris tertentu
(penglihatan,
1
gangguan konvulsif
D. Hysterical seizures
Gastaut
D. Epilepsi mioklonik
Juvenil
pendengaran, penciuman)
3. Autonomik
4. Murni psikis
E. Spasme infantile (West
syndrome)
F. Bangkitan atonia (astatik,
akinetik)
B. Kompleks
1. Dimulai dengan
bangkitan parsial
sederhana dan berlanjut
dengan perburukan
kesadaran
2. Dengan perburukan
kesadaran dari awal onset
bangkitan
1.3 Epidemiologi
Ditaksir bahwa 0,1-0,4 % dari masyarakat umum menderita epilepsi dan 77%
dari semua epilepsi adalah idopatik. Yang idiopatik bisanya mulai antara usia 1020 tahun. Permulaan yang timbul sebelum dan sesudah usia-usia ini sering
merupakan epilepsi simtomatik dan diperlukan pemeriksaan yang seksama.2
Prevalensi epilepsi berbeda diseluruh dunia dimana diperkirakan 2 sampai 5%
dan umumnya lebih rendah dinegara-negara maju. Pengaruh perbedaan ras tidak
terlihat secara konsisten, dan kelihatannya pengaruh lingkungan dan perbedaan
sosial berperan penting. Prevalensi pada anak dibawah usia 16 tahun dilaporkan
lebih besar yaitu 7/1000 dibandingkan pada kelompok dewasa yang 3/1000.4
Dari pemeriksaan elektroensefalogram diketahui bahwa 5-10 % dari orangorang normal menunjukkan kelainan pada EEG seperti pada epilepsi.
Diperkirakan bahwa orang-orang ini mempunyai faktor predisposisi untuk
epilepsi.2
2
1.4 Etiologi
Etiologi pasti dari terjadinya epilepsi belum diketahui dengan pasti, namun
beberapa faktor berikut diduga sebagai penyebabnya :4
1. Idiopatik
Kira-kira 70 % penderita epilepsi tidak diketahui penyebabnya sehingga
disebut idiopatik atau epilepsi primer. Pada penderita yang idiopatik ini, faktor
genetik (keturunan) memiliki pengaruh cukup besar.
2. Infeksi
Adanya infeksi virus pada wanita hamil, seperti sifilis, toksoplasma virus
rubella, virus sitomegalo atau herpes simplek, dapat menimbulkan epilepsi.
Disamping itu adanya infeksi pada susunan saraf pusat seperti meningitis,
ensefalitis.
3. Alkohol, obat -obatan dan toksin
Konsumsi alkohol atau narkoba oleh wanita hamil dapat merusak otak janin
sehingga dapat menyebabkan epilepsi. Penghentian konsumsi alkohol secara
tiba-tiba pada seorang alkoholik; penghentian secara tiba-tiba obat tertentu
seperti obat anti epilepsi; keracunan Karbon Monoksida (CO), timah atau air
raksa; injeksi heroin atau kokain, dapat pula menimbulkan epilepsi.
4. Penyinaran (radiasi)
Terpaparnya seorang wanita hamil dengan sinar X atau sinar radioaktif
lainnya, terutama pada tiga bulan pertama kehamilan, dapat menyebabkan
kerusakan otak.
5. Trauma (ruda paksa / benturan ) pada kepala
Trauma yang menyebabkan cedera otak pada bayi selam proses persalinan
maupun trauma kepala yang dialami seseorang pada semua usia dapat
menimbulkan epilepsi.
6. Tumor otak .
7. Gangguan pembuluh darah otak.
8. Penyakit degeneratif yang mengenai otak.4
3
1.5 Patofisiologi
Otak terdiri dari jutaan neuron penghubung yang saling berhubungan.Pada
umumnya hubungan antar neuron terjalin dengan impuls listrik dan dengan
bantuan zat kimia yang secara umum disebut neurotransmitter. Hasil akhir dari
hubungan antar neuron ini tergantung pada fungsi dasar neuron tersebut. Dalam
keadaan normal lalu lintas impuls antar neuron berlangsung dengan cepat, terusmerus dan lancar. Namun demikian bila saraf bereaksi secara abnormal, akan
terjadi keadaan dimana mekanisme otak yang mengatur proses komunikasi antara
saraf dan otak terganggu.1
Zat yang diketahui mempengaruhi mekanisme pengaturan ini adalah glutamat
(mendorong kearah aktifitas berlebihan) dan kelompok GABA (=gammaaminobutyric acid, bersifat menghambat).1
1.6 Gambaran Klinis
Gambaran klinis serangan epilepsi adalah sebagai berikut :5
Serangan grand mall sering diawali dengan aura berupa rasa terbenam atau
melayang. Kemudian terjadi kejang tonik seluruh tubuh selama 20-30 detik
diikuti kejang klonik pada otot anggota, otot punggung, dan otot leher yang
berlangsung 2-3 menit. Kejang tampak bilateral, napas nmendengkur, mulut
berbusa, dan dapat terjadi inkontinensia. Setelah kejang hilang penderita
terbaring lemas atau tertidur 3-4 jam, kemudian kesadaran berangsur pulih.
Setelah seangan sering pasien berada dalam keadaan bingung.
Serangan Petit mall disebut juga serangan lena diawali dengan hilangnya
kesadaran selama 10-30 detik. Selama fase lena (absence) kegiatan motorik
terhenti dan pasien dian tak beraksi. Kadang tampak seperti tak ada serangan
tetapi ada kalanya timbul gerakan klonik pada mulut atau kelopak mata.
Serangan mioklonik merupakan kontraksi singkat suatu otot atau kelompok
otot.
Serangan parsial sederhana motorik dapat bersipat kejang yang dimulai
disalah satu tangan dan menjalar sesisi sedangkan serangan parsial sensorik
dapat berupa serangan rasa baal atau kesemutan unilateral.5
4
1.7 Penatalaksanaan
Yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan epilepsi :5
1. Prinsip umum Terapi epilepsi idiopatik adalah mengurangi atau mencegah
serangan, sedangkan terapi epilepsy organic ditujukan terhadap penyebab.
2. Faktor pencetus serangan, misalnya kelelahan, emosi, atau putusnya makan
obat harus dihindarkan.
3. Bila terjadi serangan kejang, upayakan menghindarkan cedera akibat kejang,
misalnya tergigitnya lidah atau luka dan cedera lain
4. Prinsip pengobatan antikejang:
a. Sedapat mungkin gunakan obat tunggal, dan mulai dengan dosis rendah
b. Bila obat tunggal dosis maksimal tidak efektif gunakan dua jenis obat
dengan dosis terendah
c. Bila serangan tak teratasi pikirkan kemungkinan ketidakpatuhan penderita,
penyebab organik, pilihan dan dosis obat yang kurang tepat.
d. Bila selama 2-3 tahun tidak timbul lagi serangan, obat dapat dihentikan
bertahap
5. Pilihan antiepilepsi
a. Fokal/parsial
Fenobarbital atau fenitoin
b. Umum
Fenobarbital atau fenitoin
c. Tonik klonik
Fenobarbital atau fenitoin
d. Mioklonik
Klonazepam atau diazepam
e. Serangan lena
Klonazepam atau diazepam
6. Dosis antiepilepsi untuk serangan kejang diberikan diazepam 0,05-0,15
mg/kgbb/hari i.v. dengan titrasi dosis sampai kejang hilang atau 0,4-0,6
mg/kgbb /hari perrektal.
7. Untuk maintenance:
a. Fenobarbital 1-5 mg/kgbb/ hari 1x/hari
b. Fenitoin 4-20 mg/ kgbb/hari 2-3x/hari
c. Klonazepam 3-8mg/hari
d. Sodium valproat 600 mg/ hari.5
5
1.8 Tujuan Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk
pasien,sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun
mental yang dimilikinya. Agar tujuan tercapai diperlukan beberapa upaya antara
lain:1
-
Menghentikan kejang, mengurangi frekuensi kejang
-
Mencegah timbulnya efek samping obat anti epilepsi
-
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat epilepsi.1
2. PSIKOSIS
2.1 Definisi
Definisi psikosis:4
1. Psikokis adalah bentuk kekalutan mental ditandai dengan tidak adanya
pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi. Orangnya tidak pernah bisa
bertanggungjawab secara moral dengan adaptasi sosial yang tidak normal dan
selalu berkonflik dengan norma-norma sosial dan hukum, karena sepanjang
hayatnya ia hidup dalam “lingkungan sosial yang abnormal dan immoral yang
oleh angan-angan sendiri.
2.
Psikokis adalah suatu penyakit mental yang parah, dengan ciri khas adanya
disorganisasi proses pikiran, gangguan dalam emosionalitas, disorientasi
waktu, 27ruang dan dalam beberapa kasus disertai halusinasi, delusi dan ilusi.
3. Psikosis adalah suatu gangguan fungsi kepribadian (mental) dalam menilai
realitas, hubungan, persepsi, tanggapan perseptif dan efektif seseorang sampai
taraf tertentu, sehingga tidak memungkinkannya lagi untuk melakukan tugas28tugas secara memuaskan.4
2.2 Klasifikasi
Psikosis ada dua jenis, yaitu :4
1. Psikosis yang berhubungan dengan sindroma otak organik
Adalah psikosis yang ditandai oleh gejala gangguan faal atau gangguan
kerusakan otak seperti gangguan orientasi, daya ingat, fungsi intelek, penilaian
(judgement) dan efek.
6
2. Psikosis fungsional/ psikogenik
Adalah psikosis yang mengandung semua unsur gangguan psikotik namun
tidak dapat ditemukan gangguan atau kerusakan patalogik/ faal jaringan otak.
Psikosis fungsional ini merupakan penyakit mental yang parah dengan ciri
khas adanya disorganisasi proses berfikir, gangguan emosional, disorientasi
waktu, ruang pada beberapa kasus disertai halusinasi dan delusi.4
2.3 Penatalaksanaan
Prinsip penalaksanaan psikosis tergantung pada kondisi penderita datang :5
Bila pasien sangat gaduh
sehingga mengganggu lingkungan atau
membahayakan orang lain maupun dirinya sendiri maka penderita harus
dirawat.
Berikan klorpromazin 3x 100 mg yang dapat dinaikkan ( setelah 1 minggu)
menjadi 3x200 mg bila belum tampak perbaikan. Bila telah ada respon maka
dosis dipertahankan selama 4 minggu sampai pasien tenang dan kembali dapat
mengurus dirinya sendiri
Selanjutnya setiap minggu dosis diturunkan secara bertahap dan dosis rumat (
Biasanya 3x50-100 mg) dipertahankan selam 3 bulan
Obat pilihan lain adalah tioridazin
3x 100 mg, triffluoperazin 3x5mg,
haloperidol 3x1-5 mg
Untuk pasien yang sukar untuk ditemui, dianjurkan pemberian injeksi
flufenazin dekanoat sekali sebulan.
Gunakanlah dosis efektif terkecil untuk mengurangi efek samping
Penderita harus dijauhkan dari benda-benda yang dapat membahayakan
dirinya atau orang disekitarnya dan kebersihan diri serta kebutuhan hidupnya
sehari-hari harus tetap diperhatikan
7
3.
PSIKOSIS PADA PENDERITA EPILEPSI
Psikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsi meskipun jarang
ditemukan. Berdasarkan penelitian epidemiologi yang dilakukan ditemukan kasus
psikosis pada penderita epilepsi berkisar antara 0,5% – 9%. Keadaan ini biasa
disebut dengan psychoses of epilepsy (POE).6
3.1 Klasifikasi
Psychoses of epilepsy (POE) diklasifikasikan berdasarkan kepada hubungan
waktu antara kejadian dengan masa iktal :7
1. Psikosis iktal
2. Psikosis post-iktal
3. Psikosis intra-iktal
3.2 Gambaran Klinis
1. Psikosis iktal (IP)
Psikosis iktal muncul selama terjadinya bangkitan epileptic atau status
epileptikus, dan pemeriksaan EEG merupakan pilihan untuk diagnosis.
Biasanya hal ini berangkai dengan iritabilitas, keagresifan, otomatisme, henti
bicara atau mutisme. Kecuali untuk kasus status parsial sederhana, keadaan
perasaan secara umum menjadi memburuk. Kebanyakan dari psikosis iktal
mempunyai focus epileptiknya pada lobus temporal, hanya 30% focus
epileptiknya berada selain di lobus temporal (terutama di kortek frontalis).
Adakalanya, psikosis menetap meskipun masa iktal telah selesai.7
2. Psikosis post-iktal (PIP)
Hampir 25% dari kasus psikosis pada penderita epilepsi adalah psikosis
post-iktal. Secara umum, psikosis post-iktal muncul setelah terjadinya
peningkatan frekuensi dari bangkitan epilepsi. Biasanya terdapat interval
keadaan jernih selama 12-72 jam antara berakhirnya bangkitan dengan awal
dari psikosis (durasi rata-rata adalah 70 jam).
Gejala yang muncul dapat bermacam-macam, dapat ditemukan halusinasi
(auditorik, visual ataupun taktil), perubahan prilaku seksual, dan waham
8
(keagamaan,
kebesan
ataupun
kejar).
Psikosis
post-iktal
sepertinya
berhubungan dengan munculnya focus iktal dan intra-iktal pada simtim limbic
region temporal, IQ verbal yang rendah, hilangnya konvulsi febril dan
hilangnya sklerosis mesial-temporal.7
3. Psikosis intra-iktal
Psikosis
intra-iktal
merupakan
keadaan
psikosis
yang
persisten,
dikarakteristikkan oleh paranoid, tidak berhubungan dengan kejadian masa
iktal dan tidak dengan penurunan kesadaran. Kejadiannya diperkirakan 9%
dari semua populasi penderita epilepsi, dan mulai dari usia 30 tahun.7
Gejala yang biasanya muncul adalah waham (kejar dan keagamaan),
biasanya dengan onset yang tersembunyi, halusinasi dengar, gangguan
moral/etika, kurang inisiatif, pemikiran yang tidak terorganisir dengan baik,
prilaku aggresif dan ide bunuh diri. Durasinya adalah beberapa minggu dan
dapat juga berakhir setelah lebih dari 3 bulan (kronik psikosis intra-iktal).7
Dibandingkan dengan skizofrenia, pada psikosis intra-iktal menunjukkan
perburukan intelektual yang lebih sedikit, fungsi pre-morbid yang lebih baik,
kemunculan gejala negative yang lebih sedikit, dan fungsi perawatan diri yang
lebih baik.7
9
TINJAUAN PUSTAKA
1. Mutiawati E. In Depth : Epilepsi. Dalam : Majalah Aide Medicine
Internationale – Mental Health. Edisi 9. Jakarta : Samantha Maurin & Chloé
Forette; 2008.
2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi I. Surabaya : Airlangga
University Press; 2005.
3. Ropper AH, Brown RH. Adam & Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8.
New York : McGraw-Hill; 2005.
4. Marpaung V. Depresi Pada Penderita Epilepsi Umum Dengan Kejang Tonik
Klonik Dan Epilepsi Parsial Sederhana. Medan : Bagian Psikiatri Universitas
Sumatera Utara ; 2003.
5. Dinas Kesehatan. Protap Pelayanan Pemeriksaan Dan Pengobatan Pasien.
2005.
6. Elst LTV, Beumer D, Lemieux L. Amygdala Pathology in Psychosis of
Epilepsy. London : Bran inc.;2002.
7. Guernieri R, Hallk JEC, Walz R, at al. Pharmacological treatment of psychosis
in epilepsy. Brazil : Hospital da clinicas CIREP ; 2004.
10© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk
Download