BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penerapan dan Pengaruh Definisi penerapan menurut B.N. Marbun dalam Kamus Manajemen (2003:234) adalah sebagai berikut : “Penerapan adalah pemanfaatan keterampilan dan pengetahuan baru di bidang manajemen”. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2005 :1180) definisi penerapan adalah sebagai berikut : 1. Proses, cara, perbuatan menerapkan 2. Pemasangan 3. Pemanfaatan Dari kedua definisi tentang penerapan di atas dapat ditarik kesimpulan, penerapan adalah suatu proses, cara, atau perbuatan menerapkan melalui pemanfaatan keterampilan dan pengetahuan baru di bidang manajemen untuk suatu kegunaan ataupun tujuan khusus. Sedangkan definisi pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional (200 5:849) adalah sebagai berikut : “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang”. Sementara definisi pengaruh menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994:1031) karangan Badudu-Zain adalah sebagai berikut: 1. Daya yang menyebabkan sesuatu terjadi 2. Sesuatu yang dapat membentuk, atau mengubah sesuatu yang lain 3. Tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain Dari kedua definisi tentang pengaruh diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang,benda) yang dapat menyebabkan sesuatu terja di yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu i - 12iii – (watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang) menjadi sesuatu yang lain akibat dari adanya kuasa atau kekuatan orang lain. 2.2 Tinjauan atas Mutu 2.2.1 Pengertian Mutu Pada dasarnya pengertian mutu itu melip uti suatu pengertian yang sangat luas dan memiliki arti yang bermacam -macam. Mutu produk atau jasa merupakan faktor penting bagi perusahaan untuk dapat menguasai pasar, karena kepekaan konsumen akan mutu suatu barang semakin meningkat sejalan dengan mening katnya jumlah dan jenis produk yang tersedia di pasaran. Untuk memperjelas pengertian mutu, berikut ini terdapat beberapa definisi mutu. Pengertian mutu (quality) menurut Vincent Gaspersz dalam bukunya “ Total Quality Management ” (2005:4) adalah: “Totalitas dari karakteristik suatu produk (barang dan/atau jasa) yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan” Goetsch dan Davis dalam buku “ Total Quality Management ” , yang diterjemahkan oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:4), menterjemahkan bahwa: “Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Sedangkan menurut ISO 1999:2000 pengertian mutu adalah : “Derajat atau tingkat karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan”. Maksud derajat atau tingkat disini berarti selalu ada peningkatan setiap saat, sedangkan karakteristik pada istilah tersebut berarti hal-hal yang dimiliki produk, yang dapat terjadi dari berbagai macam atau aspek-aspek daripada produk yang penting bagi costumer , antara lain: i - 13iii – a. Karakteristik fisik (elektrikal, mekanikal, biologikal), seperti handphone , mobil, rumah. b. Karakteristik perilaku (kejujuran, kesopanan), seperti rumah sakit, perbankan. Menurut Dr. Edwards Deming (1986) dalam buku “Bacaan Terpilih Tentang Total Quality Management ” oleh Soewarso Hardjosoedarmo (2004:49), bahwa tidaklah mudah untuk mendefinisikan kualitas. Deming mengatakan tentang mutu sebagai berikut: “The difficulty in defining quality is to translate future needs of the user into measurable characteristics, so that a product can be designed and turned out to give satisfactioan at a price that the user will pay ”. Dari definisi -definisi di atas, kata mutu memiliki banyak pengertian, tetapi pada intinya mengacu pada pengertian pokok sebagai berikut: Mutu meliputi usaha untuk memenuhi keinginan memberikan suatu kepuasan yang melebihi harapan pelanggan serta pelanggan atas penggunaan produk yang bersangkutan. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. Mutu akan selalu berubah tergantung pada waktu (dinamis) 2.2.2 Perspektif terhadap Mutu Menurut David Garvin pendekatan mutu itu dikategorikan menjadi lima alternatif perspektif mutu dalam buku: “Total Quality Management ”, yang diterjemahkan oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:24), yaitu: Transcendental Approach (berdasarkan perasaan), yang berarti bahwa mutu tidak dapat didefinisikan secara tepat karena hanya dapat dirasakan, diketahui, atau dilihat. Suatu perusahaan akan mempromosikan produknya dengan pernyataan seperti tempat belanja yang menyenangkan untuk supermarket, kelembutan, dan kehalusan kulit untuk sabun mandi dan berbagai hal lainnya. Product-based Approach (berdasarkan produk), mutu dianggap sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Mutu i - 14iii – suatu produk akan berbeda dengan produk lainnya dilihat dari jumlah unsur atau atribut yang dimiliki suatu produk (bersifat objektif) User-based Approach (berdasarkan pengguna), mutu tergantung pada orang yang memandangnya dimana produk yang berkualitas tinggi adalah produk yang dapat memenuhi keinginan dan harapan seseorang secara maksimum (bersifat subjektif). Manufacturing-based Approach (berdasarkan perusahaan), mutu di sini ditentukan berdasarkan standar yang ditetapkan pe rusahaan. Jadi kebijakan penerapan standar mutu sudah digariskan sebelumnya oleh perusahaan bersangkutan dan perubahan atas standar mutu hanya terjadi jika disertai perubahan kebijakan perusahaan tersebut. Value-based Approach (berdasarkan nilainya), mutu disini dilihat dari kemampuan dari suatu barang untuk menyediakan produk atau jasa dengan biaya yang rendah atau harga yang dapat diterima konsumen. Dalam banyak hal, value based lebih banyak ditentukan oleh persepsi konsumen sendiri (relatif), ada konsumen yang menganggap bahwa harga yang rendah belum memastikan kualitas produk tersebut jelek. Dan ada juga konsumen yang berani membeli dengan harga yang tinggi berarti kualitasnya terjamin. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk yang paling t epat dibeli (best-buy). 2.2.3 Dimensi Mutu Menurut Juran (Quality by design ), the new Steps for Planning quality into goods and services menyatakan bahwa terdapat lima dimensi mutu, yaitu: 1. Quality of design, yang mencakup konsep desain dan spe sifikasinya. 2. Quality of conformance, merefleksikan perbandingan antara produk aktual dan desain yang dimaksudkan, kemampuan untuk memegang toleransi, pelatihan tenaga kerja dan supervisi serta ketaatan terhadap program pengujian. 3. Availability, merupakan kebebasan suatu produk terhadap masalah yang mengganggu dan bisa merefleksikan dengan baik terhadap (kehandalan) dan maintainability . i - 15iii – reliability 4. Safety, yang dinilai dengan mengkalkulasi risiko kecelakaan karena bahaya produk yang dihasilkan. 5. Field Use, yang merupakan suatu kesesuaian dengan kondisi suatu produk setelah produk tersebut mencapai tangan tersebut dan dipengaruhi oleh pengemasan, transportasi, dan ketetapan pada pelaporan keuangan. Sementara menurut David Garvin dalam bukunya Vincent Gaspersz “ Total Quality Management ” (2005:37), mutu produk mencakup, sebagai berikut : 1. Performansi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu 2. Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. 3. Keandalan (reliability), berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu. 4. Serviceability , berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan. 5. Konformansi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. 6. Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai produk itu. 7. Estetika (aesthetics ), berkaitan dengan desain dan pembungkusan dari produk itu. 8. Kualitas yang dirasakan (perceived quality ) bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk itu , seperti meningkatkan harga diri, moral dan lain-lain. Dari berbagai karakteristik mutu tersebut, yang relevan di sini adalah apa yang dibu tuhkan dan dikehendaki oleh “ customer”. Menurut Dr. Kaoru Ishikawa mengatakan bahwa pengertian kualitas tersebut di atas adalah pengertian sempit. Dalam pengertian yang luas, menurutnya kualitas berarti kualitas kerja, kualitas jasa, kualitas informasi, kualitas proses, kualitas organisasi, kualitas orang-orang dalam organisasi, kualitas kehidupan kerja, kualitas kehidupan dan lain -lain. Pokok persoalannya di sini adalah bahwa “ total quality” adalah fungsi kualitas seluruh “input” yang diproses untuk mendap atkan nilai tambah dalam organisasi. 2.2.4 Fungsi Mutu i - 16iii – Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam buku “Total Quality Management” pada dasarnya terdapat tiga fungsi utama suatu mutu produk, yaitu: 1. Pemeriksaan Mutu (Quality Inspection) yaitu merupakan tindakan untuk mengetahui apakah produk sesuai dengan yang dimaksud atau tidak. 2. Pengendalian Mutu (Quality Control) yaitu bila suatu produk tidak sesuai dengan persyaratan pada waktu melalui tahap pemeriksaan mutu maka dilakukan tindakan pengenda lian terhadap kondisi tadi dengan membawa produk tersebut ke dalam kondisi yang dimaksud. 3. Pemastian Mutu (Quality Assurance ) yaitu mutu tidak dijamin melalui pemeriksaan saja, akan tetapi juga memerlukan rancangan yang rasional, pelaksanaan operasi, dan prosedur pengendalian mutu yang benar. Mutu dapat dipastikan sedemikian rupa sehingga konsumen yang membeli bebas dari rasa cemas, dalam jangka panjang tanpa kesulitan. 2.2.5 Sumber Mutu Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam bukunya “ Total Quality Management” (2003:34) terdapat lima sumber mutu yang dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu: 1. Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak 2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail. 3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum dilepas kepasar. 4. Manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama. 2.3 Tinjauan atas Total Quality Management 2.3.1 Pengertian Total Quality Management (TQM) Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM) pada awalnya diperkenalkan oleh Jepang dengan istilah Total Quality Control (TQC), sebenarnya tidak ada perbedaan yang mencolok antara TQM dan TQC, hanya saja penelaahannya berbeda , dimana TQC lebih terfokus kepada pengendaliannya i - 17iii – (control) sedangkan TQM berfokus pada manajemennya, sedangkan maksud dan isi keduanya sama. Jepang sendiri telah membuktikan bahwa mutu merupakan prasyarat utama agar bisa bersaing dalam dunia bisnis. Hal ini telah dibuktikan dengan masuknya perusahaan -perusahaan Jepang ke dunia dengan produk yang murah namun bermutu baik. Manajemen Mutu Terpadu (TQM) adalah suatu filosofi yang menghendaki perubahan perilaku pada semua tingkat organisasi dan menaruh perhati an pada pentingnya kepuasan konsumen, dan pemeriksaan kualitas pada akhir proses, tetapi lebih menitikberatkan pada proses pembentukan kualitas itu sendiri dengan cara menghilangkan penyimpangan -penyimpangan yang terjadi selama proses produksi. Ada beberapa definisi TQM dari para ahli: Definisi TQM menurut Vincent Gaspersz (2005:6), yaitu: “TQM is transformation in the way an organization manager. It invoices focusing management’s energies on the continous improvement of all operations, functions, and above all, processes, because it’s the result of these processes that the customers cares about”. Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam buku “Total Quality Management” (2003:4), TQM didefinisikan sebagai berikut: “Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya”. Definisi TQM menurut Amin Widjaja Tunggal dalam bukunya “Manajemen Mutu Terpadu” (2002:9), yaitu: “Manajemen Mutu Terpadu merupakan suatu pengelolaan organisasi secara menyeluruh agar organisasi memperoleh keunggulan pada semua dimensi produk dan jasa yang penting bagi pelanggan dan bahwa mutu mencakup keseluruhan organisasi pada setiap hal yang dilakukan organisasi yang pada akhirnya mutu akan didefinisikan pelanggan”. Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Total Quality Management berarti penerapan metode kuantitatif dan pengetahuan kemanusiaan, menurut pemikiran kesisteman untuk : i - 18iii – Memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukkan pada organisasi Memperbaiki seluruh proses penting dalam organisasi Memperbaiki upaya guna memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa (customer) pada masa kini dan di waktu yang akan datang “Total” di sini mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh “ input”, seluruh proses dan seluruh “ customer”. Sedangkan “Quality” berarti karakteristik sesuatu yang memenuhi kebutuhan “ customer” dan “management” berarti proses untuk menhasilkan “ output” secara baik, dan menghasilkan “ outcome” sesuai kebutuhan “ customer”. 2.3.2 Unsur-unsur Total Quality Management Total Quality Management (TQM) adalah sebuah model perbaikan mutu yang sifatnya terus menerus (continous improvement ). Total Quality Management mencakup dua komponen, yaitu apa dan bagaimana menjalankan usaha komponen tersebut. Menurut Goetsch dan Davis dalam buku “Total Quality Management” yang disusun oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:15-18) komponen ini memiliki sepuluh unsur utama yang masing -masing akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Fokus pada pelanggan, pada filosofi ini konsumen memegang peranan penting baik pelanggan internal maupun eksternal. Pelangga n eksternal menentukan kualitas produk dan jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal merupakan orang yang berada didalam perusahaan dan mempunyai pengaruh pada kinerja pekerjaan tersebut. 2. Obsesi terhadap kualitas, dalam organisasi yang menerapkan TQM, pelanggan internal dan eksternal merupakan penentu akhir dari kualitas, dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif “Bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik?”. i - 19iii – 3. Pendekatan ilmiah, dimana pendekatan ilmiah ini sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan serta pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. 4. Komitmen jangka panjang, dimana Manajemen Mutu Terpadu (TQM) merupakan suatu paradigma baru dalam melaks anakan bisnis, untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan Manajemen Mutu Terpadu (TQM) dapat berjalan dengan sukses. 5. Kerjasama tim (Team-Work), dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antara karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga -lembaga pemerintah dan masyarakat sekitarnya. 6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan, yakni setiap produk dan jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses -proses tertentu didalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat. 7. Pendidikan dan pelatihan, dimana dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang ti dak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya. 8. Kebebasan yang terkendali, didalam TQM keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pen gambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting, meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut i - 20iii – merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik. 9. Kesatuan tujuan, yaitu supaya TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan, dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. 10. Adanya keterlibatan dalam pemberdayaan karyawan, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama yaitu: Hal ini meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang lebih baik atau perbaikan yang lebih efektif karena j uga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak -pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Keterlibatan karyawan juga meningkatkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Sedangkan unsur-unsur filosofi dari Total Quality Management menurut Amin Widjaja Tunggal dalam buku “Manajemen Mutu Terpadu” (2002 :10) yaitu sebagai berikut: Hubungan antara pemasok dengan pelanggan, sudah merupakan suatu kenyataan bahwa setiap karyawan yang ada dalam suatu organisasi merupakan seorang pelanggan. Pelanggan yang demikian tersebut ada yang bersifat internal seperti para karyawan yang bekerja didepartemen produksi atau juga yang bersifat eksternal seperti distributor dan konsumen. Orientasi pencegahan, istilah dari “do it right in the first time” merupakan dasar pemikiran dari kegiatan pencegahan. Apabila manajemen memperhatikan dan memberikan perhatian terhadap motivasi dan kesadaran kerja para karyawan. i - 21iii – Mutu pada sumber, berarti bahwa setiap karyawan adalah orang yang penting bertanggungjawab terhadap hasil pekerjan. Pandangan ini mengubah bentuk tradisional yang ada, dimana hasil pekerjaan dari seorang karyawan dinilai langsung oleh pengawas dari departemen mutu. Perbaikan yang berkesinambungan, merupakan suatu usaha terusmenerus, untuk melakukan perbaikan didalam setiap bagian organisasi. Perbaikan yang berkesinambungan merupakan suatu filosofi manajemen yang mendekatkan pada tantangan dari produk, agar dapat memperbaiki proses tanpa akhir dalam mencapai suatu kemenangan. 2.3.3 Prinsip-prinsip Total Quality Management Total Quality Management merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem n ilai suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (dalam Scheuing dan Christo pher, 1993:165-166) didalam buku “ Total Quality Management” yang disusun oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:14), ada empat prinsip utama dalam Total Quality Management . Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kepuasan pelanggan Dalam Total Quality Management , konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi -spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan oleh pelanggan, yang meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan di usahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. 2. Respek terhadap setiap orang Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumbe r daya organisasi yang paling bernilai. Oleh i - 22iii – karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan. 3. Manajemen berdasarkan fakta Perusahaan kelas dunia ber orientasi pada fakta. Maksudnya, bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Dengan menggunakan data maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital, serta manajemen juga dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. 4. Perbaikan berkesinambungan Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan, yaitu de ngan melakukan perencanaan yang baik, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. Prinsip -prinsip TQM merupakan suatu konsep untuk melaksanakan sistem manajemen kelas dunia yang mempengaruhi budaya organisasi. Budaya TQM dalam organisasi, yaitu himpunan nilai dan keyakinan akan menjamin bahwa dengan penyesuaian diri pada perubahan itu, organisasi akan selalu dapat memenuhi kebutuhan customer , selanjutnya budaya TQM juga menentukan bahwa tujuan yang harus dicapai organisasi adalah memenu hi kebutuhan customer. 2.3.4 Elemen-Elemen Total Quality Management Menurut Vincent Gaspersz (2005:26) dalam bukunya “Total Quality Management”, ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pengaruh TQM. 1. Prinsip Dasar Penerapan TQM Berikut ini prinsip dasar penerapan TQM yaitu: a. Hasil kerja perusahaan yang mampu untuk menghasilkan produk bermutu yang menjadi prioritas utama perusahaan. b. Mampu menghasilkan produk tepat pada waktunya. i - 23iii – c. Seluruh karyawan dituntut untuk berpartisipasi aktif untuk menjalin kerjasama, komunikasi , dan koordinasi yang baik antar unit usaha sehingga mempertinggi semangat kerja karyawan. 2. Penyusunan Program Seluruh karyawan sebelum melaksanakan kegiatan operasional perusahaannya menyusun program kerja yang terinci agar kegiatan kerja perusahaan lebih terarah. 3. Prosedur Pelaksanaan Perusahaan harus selalu menjalankan kegiatan operasionalnya menurut kebijakan yang ditetapkan perusahaan. Semua kegiatan yang dilaksanakan perusahaan harus mengi kuti prosedur-prosedur yang disetujui melalui rapat pimpinan perusahaan. 4. Analisis Pengukuran Perusahaan harus merencanakan da n menerapkan proses pemantauan, pengukuran, analisis dan pengembangan yang dibutuhkan untuk : a. Memperlihatkan kese suaian produk b. Memastikan kesesuaian manajemen mutu c. Melakukan peningkatan berkelanjut an yang efektif terhadap sistem manajemen mutu Ini harus bergantung pada metode yang berlaku, termasuk teknik statistik dan jangkauan pemakai annya. Hasil dari analisis pengukuran ini akan menjadi alat komunikasi informasi dan karenanya perlu diterapkan. 5. Pelaporan Hasil Kerja Tiap-tiap departemen melaporkan hasil kerjanya kepada pimpinan departemen secara konsisten sesuai dengan waktu yang ditetapkan. 6. Pengukuran Efektivitas Pendapatan Operasi Efektivitas dapat dikaitkan dengan kemampuan perusahaan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan didalam tujuan atau sasaran perusahaan. Oleh karena itu efektivitas dapat diukur dengan membandingkan angg aran pendapatan (sebagai tujuan/sasaran perusahaan) dengan pendapatan yang terealisasi sebagai ukuran i - 24iii – kemampuan perusahaan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan dalam tujuan perusahaan. 2.3.5 Tujuan Total Quality Management Menurut Grant, R.M. Shani dan R. Krishnan, dalam buku “ Total Quality Management” karangan Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, secara singkat pelaksanaan Total Quality Management pada suatu organisasi bertujuan untuk: a. Meningkatkan mutu sumber daya manajemen sehingga mampu da n terampil dalam melaksanakan tugasnya dengan baik. b. Meningkatkan kerjasama atau hubungan antar manusia dan semangat kerja dengan karyawan. c. Meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya. d. Terlaksananya kebijakan dan sasaran peru sahaan. Dalam arti sempit, tujuan Total Quality Management adalah untuk perbaikan mutu produk, jasa dan proses, dimana mutu tersebut diperoleh dengan tingkat biaya yang paling ekonomis, yang akan berpengaruh ada dua manfaat dari dilaksanakannya Total Quality Management , yaitu: Internal, yaitu bila mutu diperbaiki, akan didapat produktivitas yang lebih tinggi yang memungkinkan harga yang kompetitif, peningkatan pangsa pasar, dan laba yang tinggi. Eksternal, yaitu mutu yang lebih tinggi akan meningkatkan ke puasan konsumen, loyalitas konsumen, mendapatkan lebih banyak pembeli sehingga akan meningkatkan pangsa pasar dan laba. 2.3.6 Perbedaan Total Quality Management dengan Metode Manajemen lainnya Asal muasal Total Quality Management dan alur pendiriannya berbeda dengan inovasi manajemen organisasi yang lain yang timbul setelah periode Perang Dunia II, seperti Management By Objective (MBO), time-based menurut Grant, R. i - 25iii – M., R. Shani, dan R. Krishnan dalam buku “Manajemen Mutu Terpadu” karangan Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:10–12), ada empat perbedaan pokok antara Total Quality Management dengan metode manajemen lainnya, yaitu: 1. Asal intelektualnya, dimana sebagian besar teori dan teknik manajemen berasal dari ilmu -ilmu sosial, ilmu ekonomi mikro mer upakan dasar dari sebagian besar teknik-teknik manajemen keuangan (misalnya analisis discounted cash flow , dan penilaian sekuritas), ilmu psikologi mendasari teknik pemasaran dan decision support system , dan sosiologi memberikan dasar konseptual bagi desai n organisasi. Sementara itu dasar teoritis bagi Total Quality Management adalah statistika. Inti dari Total Quality Management adalah pengendalian proses statistikal (SPC/ Statistical Process Control) yang didasarkan pada sampling dan analisis varians. 2. Sumber inovasinya, dimana bila sebagian besar ide dan teknik manajemen bersumber dari sekolah bisnis dan perusahaan konsultan manajemen terkemuka, maka inovasi Total Quality Management sebagian besar dihasilkan oleh para pioneer yang pada umumnya adalah insinyur teknik industri dan ahli fisika yang bekerja pada sektor industri dan pemerintah. 3. Asal negara kelahirannya, yaitu kebanyakan konsep dan teknik dalam manajemen keuangan, pemasaran, manajemen stratejik, dan desain organisasi berasal dari Amerika Serikat, kemudian tersebar keseluruh dunia. Sebaliknya Total Quality Management semula berasal dari Amerika Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di Jepang dan kemudian berkembang ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi Total Quality Management mengin tegrasikan keterampilan teknikal dan analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia. 4. Proses diseminasi atau penyebarannya, dimana penyebaran sebagian besar manajeme n modern bersifat hierarkis dan top-down. Yang mempelopori biasanya adalah perusahaan -perusahaan raksasa seperti: General Electric, IBM, dan General Motor . Sedangkan gerakan perbaikan kualitas merupakan bottom-up yang mempelopori perusahaan kecil. Dalam im plementasi Total Quality i - 26iii – Management penggerak utama tidak selalu CEO, tetapi seringkali malah manajer departemen atau manajer divisi. Perbedaan mendasar antara TQM dengan beberapa teknik manaje men modern lainnya, seperti reengineering, rightsizing, restruc turing, dan automation. Berikut perbedaan antara TQM dan Teknik Manajemen Modern lainnya, menurut buku “Total Quality Management ” karangan Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003;13) Tabel 2.1 Perbedaan Antara TQM dan Teknik Manajemen Lainnya . ASPEK TQM REENGIRIGHTSINEERING ZING Fundamental Penentuan staf RESTRUCT -URING Hubungan pelaporan AUTOMATION Aplikasi atau penerapan teknologi Organisasi Sistem Fungsional Inkremental Prosedur Inkremental Asumsiasumsi yang dipertanyak an Lingkup perubahan Kebutuhan dan keinginan pelanggan Bottom-Up Radikal Orientasi Sasaran perbaikan Proses Inkremental Proses Dramatis Penentuan staf dan tanggungjaw ab kerja Fungsional Inkremental 2.3.7 Metode Total Quality Management Menurut Fandy Tjiptono dan Anast asia Diana dalam buku “Total Quality Management” (2003:48), pembahasan mengenai metode Total Quality Management difokuskan pada tiga pakar utama dalam pengembangan Total Quality Management . Mereka adalah W. Edward Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby. Selain mereka masih ada beberapa pakar lainnya, seperti Armand V. Feigenbaum ( yang terkenal dengan konsep Total Quality Control ) dan sejumlah pakar dari Jepang, diantaranya seperti Shigeo Shingo, Taiichi Ohno (pelopor Just-In-Time/JIT) dan Kaoru Ishikawa (pemrakarsa Quality Control Circle /QCC), Company Wide Quality Control (CWQC), dan Ishikawa cause -effect diagram). 2.3.7.1 Metode W. Edwards Deming i - 27iii – Deming mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang, yaitu dengan memperkenalkan pengguna an teknik pemecahan masalah dan pengendalian proses statistic ( statistical process control ). Deming menganjurkan penggunaan statistical process control agar perusahaan dapat membedakan penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia be rkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan industri. Siklus Deming ( Deming Cycle) Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan memfokuskan s umber daya semua bagian dalam perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran) dalam suatu kerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut buku “ Total Quality Management ” Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:50), siklus Deming terdiri atas lima komponen utama yaitu Plan, Do, Check, Act, Analyze yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam perencanaan produk (plan) 2. Menghasilkan produk (do). 3. Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan rencana (check). 4. Memasarkan produk tersebut (act). 5. Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pasar dalam hal kualitas, biaya, dan kriteria lainnya (analyze). 2.3.7.2 Metode Joseph M. Juran Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok atau sesua i untuk digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini, mengandung lima dimensi utama, yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan, dan field use. Juran’s Three Basic Steps to Progress i - 28iii – Menurut Juran, tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang harus diambil perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia. Ketiga langkah tersebut terdiri dari: 1. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak. 2. Mengadakan program pelatihan secara luas. 3. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi. Juran’s Ten Steps to Quality Improvement Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran meliputi: 1. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk melakukan perbaikan. 2. Menetapkan tujuan perbaikan 3. Mengorganisasika n untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan 4. Menyediakan pelatihan 5. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah 6. Melaporkan perkembangan 7. Memberikan penghargaan 8. Mengkomunikasikan hasil -hasil 9. Menyimpan dan mempertahanka n hasil yang dicapai 10. Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular perusahaan. The Pareto Principle Juran menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ke dalam manajemen. Prinsip ini kadang kala disebut pula kaidah 80 /20, yang bunyinya “ 80% of the trouble comes from 20% of the problems ”. Menurut prinsip ini, organisasi harus memusatkan energinya pada penyisihan sumber masalah yang sedikit tetapi vital (vital few sources ) yang menyebabkan sebagian besar masalah terjadi. i - 29iii – 2.3.7.3 Metode Philip B. Crosby Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan, yang menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara statistik (acceptable quality level), Quality Vaccine yang terdiri dari tiga unsur, yaitu determinasi (determination ), pendidikan ( education ), dan pelaksanaan (education ) dan Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement. Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement Empat belas langkah untuk perbaikan kualitas menurut Crosby terdiri atas: 1. Menje laskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas untuk jangka panjang 2. Membentuk tim kualitas antar departemen 3. Tujuan kualitas mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial 4. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana b iaya itu digunakan sebagai alat manajemen 5. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada semua karyawan 6. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah -masalah yang telah diidentifikasi 7. Mengadakan program zero defects 8. Melatih para penyelia untuk bertanggungjawab dalam program kualitas tersebut 9. Mengadakan Zero Defects Day untuk meyakinkan seluruh karyawan akan adanya arah baru 10. Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan tim 11. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa hambatan-hambatan yang mereka hadapi dalam upaya mencapai tujuan kualitas 12. Mengakui atau menerima para karyawan yang berpartisipasi 13. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terus menerus i - 30iii – 14. Mengulangi s etiap tahap tersebut karena perbaikan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir Dari uraian pemikiran tiga pakar kualitas di atas, ada sejumlah kesamaan yang dikemukakan oleh ketiga pakar tersebut: 1. Inspeksi bukanlah jawaban atau kunci untuk mela ksanakan perbaikan kualitas 2. Keterlibatan dan kepemimpinan manajemen puncak sangat penting dan esensial dalam menciptakan komitmen dan budaya kualitas. 3. Program kualitas membutuhkan usaha dari seluruh bagian atau pihak dalam organisasi dan merupakan komitmen jangka panjang. Untuk itu dibutuhkan pula pendidikan dan pelatihan. 4. Kualitas merupakan faktor primer, sementara scheduling merupakan faktor sekunder. 2.3.8 Implementasi Total Quality Management Goetsch dan Davis memberikan klasifikasi fase imp lementasi TQM dalam buku “Total Quality Management” karangan Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:343), sebagai berikut: 1. Fase Persiapan Fase ini terdiri atas sepuluh langkah, sebelum langkah pertama dimulai, syarat utama yang harus dipenuhi adalah a danya komitmen penuh dari manajemen puncak atas waktu dan sumber daya yang dibutuhkan. Langkah 1: Membentuk Total Quality Steering Committe, eksekutif puncak menjadi ketua yang menunjuk staf terdekat (bawahan langsungnya) untuk menjadi anggota. Manajemen d an bawahan harus sepenuhnya mengerti dan yakin, mengapa organisasi akan mencapai Total Quality, yaitu untuk menjamin kelangsungan hidup organisasi dalam iklim kompetitif. Langkah 2: Membentuk tim, Steering committee perlu membentuk tim untuk kegiatan TQM, biasanya langkah ini membutuhkan konsultan dari luar perusahaan. Langkah 3: Pelatihan TQM, Steering committee membutuhkan pelatihan yang berkaitan dengan filosofi, teknik, dan alat-alat TQM sebelum memulai aktivitas i - 31iii – TQM. Pelatihan ini harus diteruskan dal am jangka panjang melalui pengembangan diri dan mengikuti seminar -seminar yang relevan. Langkah 4: Menyusun pernyataan visi organisasi dan prinsip -prinsip organisasi perusahaan, adalah usaha nyata pertama dalam pelaksanaan TQM. Tujuannya adalah agar dapat menghasilkan dokumen yang singkat dan bermakna yang mencerminkan harapan dan aspirasi perusahaan. Langkah 5: Menyusun tujuan umum berdasarkan visi yang telah ditetapkan, terdiri dari tujuan strategis dan tujuan taktis. Langkah 6: Komunikasi dan publikasi, dilakukan antara eksekutif puncak dan Steering committee . Tujuannya agar semua orang dalam organisasi memahami visi, prinsip -prinsip sebagai pedoman, tujuan, dan alasan penerapan TQM. Langkah 7: Identifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi, untuk pedoma n dalam melaksanakan pendekatan terbaik dalam implementasi TQM serta untuk menyoroti kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki. Langkah 8: Identifikasi orang-orang kunci yang mungkin mendukung TQM dan mereka yang mungkin menolak TQM, hal ini bermanfaat d alam pemilihan proyek awal dan anggota-anggota tim. Langkah 9: Memperkirakan sikap karyawan, untuk mengetahui apakah perubahan TQM berjalan dengan efektif atau tidak. Langkah 10: Mengukur kepuasan pelanggan, dengan melakukan survey pemilihan pelanggan seca ra acak untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan yang sangat berguna dalam menilai efektivitas TQM dari sudut pandang pelanggan. 2. Fase Perencanaan Langkah 11: Merencanakan pendekatan implementasi TQM, yang bersifat terus menerus karena pada saat proyek berlangsung, informasi -informasi umpan balik akan dikembalikan pada langkah ini untuk melakukan perbaikan dengan menggunakan siklus plan, do, check, act, analyze . Langkah 12: Identifikasi proyek awal agar dapat memberikan dasar pengalaman positif untuk beralih ke tantangan berikutnya yang jauh lebih berat. Steering committee harus terbuka bagi saran-saran dari berbagai sumber. i - 32iii – Langkah 13: Komposisi tim yang akan melaksanakan TQM harus terdiri dari tim yang bersifat fungsional silang ( Cross-functional) yang terdiri dari wakil-wakil berbagai departemen atau disiplin ilmu, sesuai dengan proyek yang ditangani. Langkah 14: Pelatihan tim harus mencakup dasar-dasar TQM dan alat-alat yang sesuai dengan proyek yang ditangani. 3. Fase Pelaksanaan Langkah 15: Penggiatan tim, Steering committee memberikan bimbingan dan mengaktifkan setiap tim agar mereka menggunakan teknik -teknik TQM yang telah mereka pelajari dalam mengerjakan proyeknya. Langkah 16: Umpan balik pada Steering committee , tim proyek memberikan informasi umpa n balik kepada steering committee mengenai kemajuan dan hasil -hasil yang telah dicapai. Baik tim maupun steering committee menggunakan siklus Plan/Do/Check/Act . Langkah 17: Umpan balik dari pelanggan, tim proyek khusus disebarkan untuk mengumpulkan informa si umpan balik dari pelanggan eksternal maupun pelanggan internal. Data yang diperoleh beserta data lainnya mengenai kepuasan pelanggan (hasil penjualan, data garansi, masukan pelayanan pelanggan, data dari kunjungan pelanggan, dan lain -lain) dikumpulkan d an diproses secara berkesinambungan. Langkah 18: Umpan balik dari karyawan, Steering committee dan manajer lainnya perlu berhubungan dekat dengan karyawan sehingga dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai sikap dan kepuasan mereka. Informasi ini ju ga dibutuhkan untuk mengevaluasi kemajuan yang dicapai dan menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Langkah 19: Memodifikasi infrastruktur, umpan balik yang diperoleh dari langkah 16, 17, 18 akan dijadikan dasar oleh Steering committee untuk melakukan perubahan yang diperlukan dalam infrastruktur perusahaan, misalnya pada prosedur dan proses, struktur organisasi, program pengakuan dan penghargaan prestasi dan lain -lain. 2.3.9 Faktor-Faktor yang Dapat Menyebabkan Kegagalan Faktor - i faktor yang dapat menyebabkan kegagalan Total Quality - 33iii – Management adalah sebagai berikut: 1. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior. Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak manajemen, dimana mereka har us terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain maka peluang terjadinya kegagalan lebih besar. 2. Team Mania. Organisasi perlu membentuk tim yang melibatkan semua karyawan. Pertama, penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif, sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya kerjasama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dila kukan sebelum pembentukkan tim, maka hanya akan timbul masalah bukan pemecahan masalah. 3. Proses penyebarluasan (Deployment). Terdapat organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara berbarengan mengembangkan rencana untuk menyatukannya dalam k eseluruhan organisasi. Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para manajer, serikat pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan, pendidikan dan kesadaran. 4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis. Terdapat organisasi yang hanya menerapkan pendekatan TQM hanya dari satu pakar kualitas, padahal tidak ada satu pun pendekatan yang sangat sesuai untuk segala situasi. Bahkan para pakar kualitas mendorong organisasi untuk menyesuaikan program -program kualitas dengan kebutuhan mereka masing -masing. 5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis. Penerapan pendekatan TQM kepada karyawan terkadang membutuhkan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya kepada peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan. Mengirim karyawan untuk mengikuti pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk suatu keterampilan. Masih i - 34iii – dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami, dan me mbuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. 6. Empowerment yang bersifat prematur. Banyak perusahaan yang kurang memahami makna dari pemberian empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bila karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan memberikan hasil -hasil yang positif. Dalam prakteknya para karyawan seringkali tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan telah selesai. Mereka membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu. 2.4 Tinjauan Atas Pendapatan 2.4.1 Pengertian Pendapatan Pendapatan adalah salah satu unsur penting dalam laporan keuangan dan juga merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai ke berhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan. Pengertian pendapatan dalam Kamus Istilah Akuntansi (1999:397) yang disusun oleh John G. Siegel dan Jae K. Shim yang dialih bahasakan oleh Moh. Kurdi adalah sebagai berikut: “Meningkatnya aktiva organisasi atau menurunnya kewajiban selama satu periode akuntansi, terutama dari hasil kegiatan operasi organisasi. Untuk hal ini tidak termasuk penjualan produk (penjualan), disamping jasa (pelayanan), dan keuntungan dari bunga, dividen, pendapatan sewa, dan royalti”. “Dalam akuntansi pemerintahan, penerimaan kotor dan piutang pajak, pelanggan, dan lain-lain, tanpa pertimbangan derma dan jatah”. Sedangkan arti pendapatan menurut Ahmed Riahi -Belkaoui dalam buku “ Accounting Theory ” (2004:279) mencantumkan bahwa Accounting Terminology Bulletin No. 2 mendefinisikan pendapatan ( revenue ) sebagai berikut: “Pendapatan berasal dari penjualan barang dan penyerahan jasa serta diukur dengan pembebanan yang dikenakan kepada pelanggan, klien, atau penyewa untuk barang dan jasa yang disediakan bagi mereka” i - 35iii – Menurut Eldon S. Endriksen (2001:301) dalam bukunya “ Accounting Theory” mengungkapkan pendapatan sebagai berikut: “The more traditional definition of revenue is that it represent an inflow of asset or net asset into the firm as a result of sales of good or service ”. Sedangkan yang dimaksud pendapatan menurut PSAK No.23 (IAI, 2004:23.2) adalah: “Arus masuk kas bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus kas masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.” Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan peningkatan aktiva bruto dari adanya arus masuk kas, piutang, atau penurunan kewajiban perusahaan yan g timbul dari aktivitas penjualan barang dan jasa, pemanfaatan sumber daya perusahaan yang menghasilkan bunga, tetapi bukan penambahan modal baru dari pemiliknya dan bukan merupakan penambahan assets yang disebabkan bertambahnya pinjaman. 2.4.2 Sumber-Sumber Pendapatan Menurut Eldon S. Endriksen (2001:301), dalam bukunya “ Accounting Theory” menyatakan sumber pendapatan berasal dari: “In addition to sales and service it include in revenue the sales or resources other that product such as plant and equipment and investment” Pendapatan perusahaan pada dasarnya dikelompokkan pada dua sumber yaitu: 1. Pendapatan operasional adalah pendapatan yang berasal dari aktivitas utama perusahaan dengan jenis usahanya yang berlangsung secara berulang -ulang dan terus menerus tiap periode. 2. Pendapatan non operasional adalah pendapatan yang bersumber dari luar aktivitas utama perusahaan dan tidak berhubungan langsung dengan aktivitas utama perusahaan. i - 36iii – Pendapatan juga mencakup keuntungan dari penjualan atau pertukaran aktiva (selain sah am yang diperdagangkan) bunga, dan dividen yang diperoleh dari investasi, dan peningkatan lainnya dalam ekuitas pemilik kecuali yang berasal dari kontribusi modal dan penyesuaian modal 2.4.3 Pengukuran Pendapatan Menurut Eldon S. Endriksen dalam bukunya “Accounting Theory ” menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengukur pendapatan adalah dengan menggunakan nilai tukar (value change ) dari barang dan jasa. Nilai tukar ini merupakan cash equivalent atau Present Value dari tagihan-tagihan yang diharapkan akan diterima dari transaksi pendapatan ini. Dalam kebanyakan hal ini adalah harga yang telah disepakati dengan pelanggan. Akan tetapi suatu cadangan harus dibuat karena penjual harus menunggu sampai saat uang tunai bisa diperoleh. Dari pengukuran pendapatan den gan ekuivalen kas atau nilai sekarang dari uang yang akan diterima jelas bahwa retur penjualan, potongan -potongan (trade discount ) dan pengurangan-pengurangan ini langsung dilakukan atas pendapatan dan bukan sebagai beban. Yang sering menimbulkan keraguan adalah perlakuan atas potongan tunai (cash discount ) dan kerugian-kerugian yang timbul dari tidak tertagihnya suatu piutang. Menurut Fees dan Warren (1993:466) mengenai pengukuran pendapatan dalam bukunya “ Accounting Principle” menyatakan bahwa: “Revenue is amount of assets received by rendering services to cu stomers or selling merchandise to them” 2.5 Hubungan Penerapan Total Quality Management dengan Peningkatan Pendapatan Semenjak Perang Dunia II perusahaan-perusahaan Jepang telah menyadari bahwa kunci sukses di masa mendatang adalah kualitas, oleh karena itu mereka sangat menaruh perhatian terhadap kualitas. Jepang akhirnya menemukan strategi strategi untuk menciptakan revolusi dalam kualitas diantaranya penggunaan statistical process control yang menjadi dasar sistem Total Quality Control. Berkat i - 37iii – usaha-usaha tersebut, maka pada pertengahan 1970-an kualitas barang-barang manufaktur Jepang seperti mobil dan produk elektronika, melampaui kualitas yang dihasilkan para pesaingnya dari barat. Sebagai akibat, ekspor Jepang mengalami peningkatan drastis sementara ekspor negara-negara barat seperti Amerika mengalami penurunan drastis. Penyebab atas kegagalan Amerika dalam bersaing adalah aspek perhatian dan penekanan. Alasan mengapa Amerika unggul pada aspek aspek kuantitatif dari suatu pekerjaan adalah karena aspek-aspek tersebut semenjak Perang Dunia II sangat diperhatikan, dihargai, dan diberi status lebih baik. Hal ini menyebabkan industri Amerika kurang memperhatikan masalah kualitas produk. Total Quality Control yang berawal dari Jepang kemudian merebak ke seluruh dunia sebagai suatu sistem manajemen proses operasi dan bisnis untuk peningkatan kualitas produk atau jasa, yang akhirnya menjadi suatu asset global dan disebut sebagai Total Quality Management . Penerapan Total Quality Management dalam suatu perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat utama yang dapat meningkatkan pendapatan perusahaan yang pada gilirannya dapat meningkatkan labanya melalui dua rute. Rute pertama yaitu rute pasar, perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi dan pendapatan perusahaan semakin meningkat. Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya pendapatan perusahaan, sehingga laba yang diperoleh juga sem akin besar. Rute kedua, perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang diperoleh akan meningkat. Oleh karena itu diharapkan dengan penerapan Total Quality Management biaya operasi dapat dikurangi, meningkatkan pangsa pasar, harga yang dicapai dapat lebih tinggi, sehingga pendapatan perusahaan dapat ditingkatkan. i - 38iii –