LEMBAR PERNYATAAN Asslamu`alaikum Wr. Wb Saya yang

advertisement
LEMBAR PERNYATAAN
Asslamu’alaikum Wr. Wb
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi dengan
judul “Analisis Deskriptif Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid” dengan ini saya
menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan dalam bentuk referensi, baik footnote atau pun daftar pustaka
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli atau
merupakan duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Demikian lembar pernyataan ini dibuat, diharapkan dapat dipergunakan
dengan semestinya. Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bekasi, 3 Agustus 2010
IMELDA DWI PUTRI SARI
i
KATA PENGANTAR
­G¡‹+݉ƒo  ¯2Ù{´
¯2lµƒo
Asslamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, Sang Pencipta yang telah
menciptakan umatNya dengan kemampuan untuk selalu berpikir dan berkarya.
Sholawat dan salam tak lupa selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW yang selalu memberikan petunjuk dan pencerahan bagi kehidupan, yang
telah membawa umatnya minadzulumati ilannur, dan kesejahteraan semoga selalu
tercurahkan kepada keluarga besar beliau, sahabat-sahabatnya-Nya, tabi’intabi’uttabiin, dan kita sebagai umatnya semoga mendapatkan syafaatnya kelak.
Amin.
KarenaNya-lah telah memberikanku kekuatan untuk menyelesaikan tugas
akhir perkuliahan, walau banyak lika-liku yang harus dihadapi. Dengan petunjuk
Allah dan semangat yang ditularkan orang terdekat (Dirga) untuk selalu
“membaca dan membaca”.
Aku persembahkan karya ilmiah ini untuk orang-orang teristimewa,
Ibunda tercinta Mayati dan Ayahanda tersayang Muhammad Damiri Yakub atas
seluruh pengorbanan yang tak kenal lelah, yang senantiasa mensupport dari segi
moril maupun materiil, ikhlas dan sabar berjuang demi kelangsungan pendidikan
penulis. Ka Resvitasari dan adik-adikku, Syifa serta Fayedh yang masih jauh
menempuh perjalanan kehidupan, cinta yang mempersatukan kita. Penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, semoga Allah SWT senantiasa
iv
merahmati dan melimpahkan keberkahanNya untuk kita, Amin. Karya kecil ini
aku persembahkan untuk kalian.
Dengan penuh kerendahan hati dan kesadaran diri, penulis sadar bahwa
skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril
maupun materiil, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua
pihak
yang
telah
memberikan
bantuan
dan
dukungan
demi
terselesaikannya penulisan skripsi ini. Maka penulis berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Pudek I Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pudek II Drs. H.
Mahmud Jalal, M.A, Pudek III Drs. Study Rizal LK, M.A.
3. Drs. Jumroni, M.Si dan Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua Jurusan dan
Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Pembimbing Skripsi, Dr. Jamhari, MA yang telah membantu penyelesaian
skripsi ini. Terima kasih atas waktu, bimbingan dan semangatnya ya Pa...
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh
pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis dapat
mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan, Amin.
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam
urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.
v
7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, yang telah melayani peminjaman buku-buku
literatur sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini.
8. Kakak dan adik-adikku tersayang Resvitasari, SHI, St. Khoirunnisa Syifa
Sari, Muhammad Fayedh Al-Fathir yang selalu memberikan semangat
untuk menyelesaikan skripsi ini dan senyum manisnya kepada penulis
dikala kejenuhan melanda.
9. Dirga Maulana, princeku yang selalu memberikan support dan
semangatnya, pengorbanan waktu, tenaga serta perhatiannya saat penulis
mengerjakan tugas akhir ini. Hope we’ill get the best think ever in our life,
Amiin.
10. Ira D Aini, Ika Lestari dan Milastri Muzakkar yang telah meluangkan
waktunya untuk sharing dan berbagi info serta teman seperjuangan dalam
menyusun dan menyelesaikan tugas akhir perkuliahan ini.
11. Kawan-kawan mahasiswa seperjuangan KPI angkatan 2006, khususnya
KPI C yang telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi
untuk penulis. Neng Imeh, Pipit, Filly, Fadila, dan Janthi yang selalu
menghibur dan memberi semangat di saat penulis menyelesaikan tugas
akhir ini. Teman-teman satu kost Assalam Alfi, Qori dan Citra yang selalu
memberikan senyum kalian sebagai penambah semangatku. Terima kasih
do’a dan semangat kalian kawan...
12. Last but not least, kawan-kawan Forum Muda Paramadina yang telah
membantu khususnya ka Husni Mubarok, terima kasih atas informasi yang
diberikan sebagai bahan penulis mengerjakan skripsi ini.
Ciputat, 4 Juli 2010
Imelda Dwi Putri Sari
106051001830
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................
i
ABSTRAK ........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................
6
D. Metodologi Penelitian ...........................................................
7
E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 14
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Konseptualisasi Gaya Komunikasi ....................................... 15
1. Pengertian Gaya .............................................................. 15
2. Pengertian Komunikasi ................................................... 16
3. Prinsip Komunikasi......................................................... 18
4. Proses Komunikasi.......................................................... 19
5. Tatanan Komunikasi ...................................................... 21
6. Pengertian Gaya Komunikasi.......................................... 22
7. Retorika .......................................................................... 24
8. Bahasa ............................................................................ 28
a. Aspek Bahasa ............................................................ 29
b. Fungsi Bahasa ........................................................... 30
vii
B. Teori Terministic Screen....................................................... 30
C. Komunikasi Efektif ............................................................... 31
BAB III
BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID
A. Profil Nurcholish Madjid ...................................................... 33
B. Riwayat Pendidikan dan Aktifitas Intelektual Nurcholish
Madjid ................................................................................... 35
1. Aktivitas Intelektual Nurcholish Madjid......................... 40
2. Karya-karya dan Karirnya .............................................. 42
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS GAYA KOMUNIKASI
NURCHOLISH MADJID
A. Pembahasan Hasil Wawancara dengan Informan terkait
Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid .................................. 51
1. Analisa Hasil Wawancara dengan Informan Terkait
dengan Retorika Nurcholish Madjid ............................... 51
2. Analisa Hasil Wawancara dengan Informan Terkait
dengan Bahasa (Pemilihan Kata) Nurcholish Madjid..... 59
3. Analisa Wawancara dengan Informan Terkait dengan
Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid ............................ 64
B. Pandangan Kolega Tentang Gaya Komunikasi Nurcholish
Madjid ................................................................................... 65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 67
B. Saran...................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan komunikasi yang baik dan efektif tentunya bisa
mengantarkan seseorang meraih tahta dan cita-cita tertinggi. Pengucapan kata
yang jelas dalam komunikasi sangat diperlukan sehingga pesan sampai ke
komunikan (penerima pesan) lancar dan tidak terkena gangguan (noise) atau
distorsi (pemutarbalikan fakta atau kenyataan).
Dalam berkomunikasi seseorang tidak lepas dari bagaimana gaya
komunikasinya. Gaya komunikasi dapat dilihat dari bagaimana seorang
komunikator menggunakan bahasa, pemilihan kata, retorika dan menunjukkan
bahasa tubuhnya.
Seperti diungkapkan Sidik Suhada seorang Jurnalis media dan televisi,
bahwa “bahasa menunjukkan bangsa. Identitas dan citra diri seseorang di mata
orang lain pun dipengaruhi oleh bagaimana cara ia berkomunikasi. Selain itu
juga pemilihan kata, istilah serta intonasi (tekanan suara). Semua akan dapat
mencerminkan identitas dan citra diri seseorang yang sedang berbicara”. 1
Seperti halnya bahasa yang memiliki konteks ruang dan waktu, agar menarik
gaya komunikasi juga harus mengikuti selera masyarakat yang selalu
mengalami perubahan konteksnya. Dalam hal ini gaya komunikasi Nurcholish
Madjid dalam menyampaikan ceramah atau pidato.
1
Sidik Suhada,” Media dan Komunikasi,” artikel diakses pada 20 April 2010 pukul 11.11
pm dari http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasa-dan-ideologi-dalam-retorika.html
1
2
Untuk memahami bagaimana gaya komunikasi yang baik agar pesan
sampai secara efektif kepada komunikan, maka hal demikian menjadi
perhatian Penulis pada sosok Nurcholish Madjid atau Cak Nur, sapaan
akrabnya.
Dalam sejarahnya selain melalui tulisan, Cak Nur seringkali
menyampaikan ide atau gagasannya secara lisan melalui ceramah, khutbah
atau melalui forum-forum diskusi dengan gaya komunikasinya yang khas.
Karena kepiawaiannya berkomunikasi, gagasan Cak Nur terus berkembang.
Adian Husaini, seorang yang kontra terhadap Cak Nur pun tak
memungkiri, ia mengatakan bahwa “Nurcholish Madjid menjadi faktor
penentu bagi perkembangan gerakan pembaruan Islam di Indonesia”. Pertama,
karena kepiawaian komunikasi Nurcholish Madjid baik lisan maupun tulisan.
Kedua, karena Nurcholish Madjid berlatar belakang pendidikan studi Islam
dan memulainya dari tubuh organisasi Islam di Indonesia. Dengan
kepiawaiannya berkomunikasi, Nurcholish Madjid dan ide-idenya masih terus
dikembangkan. 2
Kepiawaian Cak Nur dalam berkomunikasi bisa dilihat dengan
bagaimana gaya komunikasi atau cara khas tokoh ini menyampaikan pidato,
berbicara dalam forum-forum diskusi atau ceramah dalam khutbah Jum’at.
Seseorang yang santun, sederhana, berbahasa Indonesia yang baik dengan
bahasa yang sangat akademis dan ilmiah yang sulit dipahami oleh kebanyakan
orang awam itulah yang sepertinya tampak pada diri seorang Cak Nur.
2
Adian Husaini, “37 Tahun Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia,” artikel diakses
pada 19 Januari 2010 pukul 14.19 dari www.hidayatullah.com
3
Cak Nur adalah seorang cendikiawan Muslim yang selalu melontarkan
ide, gagasan yang menekankan pentingnya mencari persamaan di antara
semua agama dan semua kebudayaan. Gagasan-gagasan keislaman Cak Nur
selama ini terlihat konsisten, sistematis, utuh dan terkait secara logis dengan
persoalan kemodernan dan keindonesiaan. Melalui ceramah, pidato, khutbah
Jum’at atau dalam forum-forum diskusi dengan kemampuan retorika dan gaya
komunikasinya sulit meragukan dan concern Cak Nur untuk Islam dan
Indoensia.
Dalam buku “Komunikasi Efektif”, Deddy Mulyana mengatakan tidak
mengherankan jika pada tahun 2003 salah satu dari enam tokoh yang dipilih
oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional bersama tujuh organisasi
media massa sebagai tokoh yang memiliki gaya komunikasi dengan berbahasa
Indonesia lisan terbaik adalah Cak Nur. 3 Gaya komunikasi Cak Nur terbuka,
jernih, apa adanya dan santun. 4
Dalam buku Deddy Mulyana tersebut juga dikatakan bahwa gaya
komunikasi efektif merupakan perpaduan antara sisi-sisi positif komunikasi
konteks tinggi dan komunikasi konteks rendah yang ditandai dengan
ketulusan, kejernihan, keterbukaan, keterusterangan, kesederhanaan, dan
kesantunan dalam berbicara. 5
Secara teoritik Edward T. Hall mengungkapkan bahwa gaya
komunikasi dapat dibedakan ke dalam bentuk gaya komunikasi konteks tinggi
dan gaya komunikasi konteks rendah. Spesifikasi konteks tinggi biasanya
3
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke-2 h.149-150.
4
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h.147.
5
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h.149.
4
orang lebih suka berbicara secara implisit, tidak langsung dan suka basa-basi.
Sementara gaya komunikasi konteks rendah biasanya digunakan oleh orangorang yang memiliki pola pikir linier (searah). Bahasa yang digunakan
langsung, lugas dan eksplisit. 6
Deddy Mulyana juga mengemukakan bahwa Cak Nur tergolong
seorang yang bergaya komunikasi konteks rendah, ditandai dengan
keterbukaan dan kelugasan dalam menyampaikan gagasan-gagasannya, karena
dilatarbelakangi lamanya Cak Nur mengenyam pendidikan di Amerika.
Dalam menyampaikan ide maupun gagasannya baik melalui tulisan
maupun lisan seperti pidato atau dalam forum diskusi, Cak Nur menggunakan
bahasa Indonesia yang baik, tetapi ia menggunakan istilah yang tidak
sederhana dan sulit dipahami oleh kebanyakan orang awam. Menurut Budhy
Munawar-Rahman:
“Cak Nur pernah mengatakan bahwasanya konstituen Paramadina adalah
kelas menengah. Sebenarnya hal yang demikian itu natural saja. Karena
dalam menguraikan gagasan-gagasan itu kita menggunakan pola-pola
komunikasi tertentu, yang disebut ilmiah, akademik dan lain sebagainya.
Jadi kekelasmenengahan Paramadina bukanlah tujuan, tapi efek dari
pendekatan yang kita gunakan. Kebetulan juga didukung oleh teori-teori
bahwa perubahan sosial itu berasal dari kelas menengah, yang antara lain
muncul dalam teori-teori tentang strategic elities, opinion makers, trend
makers, dan lain sebagainya ”.... sebab kalau tidak begitu, kita tidak akan
efisien lagi. Kalau kita ke bawah juga, kita harus siap-siap membagi
bahasa. Padahal kita tidak bisa menjadi setiap orang. We cannot be
everybody. Kita harus menjadi somebody secara efektif dan commited...” 7
Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa bahasa yang digunakan Cak
Nur memang akademis, ilmiah, dan ditujukan bagi kelas menengah. Karena
Cak Nur meyakini perubahan sosial berasal dari kelas menengah. Pilihan gaya
komunikasi Cak Nur disesuaikan dengan konteks budaya jamaahnya. Seperti
6
7
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h. 129.
Budhy Munawar-Rachman, Membaca Nurcholish Madjid, (Jakarta: LSAF, 2008), h.28.
5
yang ditegaskan oleh Fiske bahwa komunikasi merupakan sentral bagi
kehidupan budaya kita. 8
Oleh karena itu, Penulis bermaksud meneliti dengan menganalisis gaya
komunikasi Cak Nur melalui wawancara dengan beberapa kolega dan muridmurid Cak Nur serta mengamati melalui rekaman audio visual Cak Nur. Dan
itulah beberapa yang dapat dijadikan Penulis sebagai alasan atau landasan,
mengapa topik ini diangkat dan dijadikan sebuah penelitian dan karya ilmiah
yang berjudul Analisis Deskriptif Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Yang menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah
bagaimana gaya komunikasi Nurcholish Madjid dalam menyampaikan
gagasan pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesian sehingga
gagasannya terus berkembang hingga saat ini. Dilihat dari mazhab proses
yang dikembangkan oleh Shannon dan Weaver dalam Mathematical Theory of
Communication melihat sebuah komunikasi sebagai transmisi (saluran) pesan.
Agar penelitian ini lebih fokus, terarah, jelas dan spesifik Penulis
membatasi masalah yang akan diteliti.
Dari pembatasan masalah diatas, maka muncul rumusan masalah,
yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana gaya komunikasi Nurcholish Madjid ketika menyampaikan
gagasan pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesian melalui
ceramah maupun pidato ketika berbicara dalam sebuah forum diskusi?
8
John Fiske, Cultural and Communication Studies; Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), h.xi.
6
2. Bagaimana pandangan kolega terhadap gaya komunikasi Cak Nur?
3. Apakah gaya komunikasi Cak Nur termasuk gaya komunikasi konteks
tinggi atau konteks rendah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari, membahas dan
mengetahui bagaimana gaya komunikasi Nurcholish Madjid dan
pandangan kolega terhadap gaya komunikasi Nurcholish Madjid ketika
menyampaikan gagasan pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesian
melalui ceramah maupun pidato dalam forum-forum diskusi.
2. Manfaat Penelitian
a. Akademis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah
pengetahuan tentang gaya komunikasi yang baik dan efektif khususnya
bagi insan akademisi di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan
umumnya di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
b. Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan
membuka pandangan bagi para teoritisi, praktisi dan pemikir dari
berbagai perspektif tentang gaya komunikasi efektif.
c. Teoritis
Dengan penelitian ini dilakukan juga menambah pengetahuan Penulis
mengenai
pentingnya
gaya
komunikasi
seseorang
dalam
7
keberhasilannya menyampaikan sebuah pesan, ide atau gagasan
sehingga terjadi komunikasi yang efektif dan tercapainya tujuan yang
diharapkan seorang komunikator.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi
kualitatif deskriptif. Dengan mengamati kasus dari berbagai sumber data
yang digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara
komprehensif, berbagai aspek individu, kelompok suatu program,
organisasi atau peristiwa secara sistematis. Penelaah berbagai sumber data
ini membutuhkan berbagai macam instrumen pengumuman data. Karena
itu,
Penulis
menggunakan
wawancara,
observasi,
dokumentasi-
dokumentasi, rekaman bukti-bukti fisik. 9
Dengan menggunakan analisis deskriptif dimana peneliti berusaha
melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau
bidang tertentu secara faktual dan cermat. 10
Ciri lain dalam analisis ini ialah titik berat pada observasi dan
suasana alamiah (naturalistis setting). Peneliti bertindak sebagai
pengamat. Peneliti hanya membuat kategori prilaku, mengamati gejala,
dan mencatatnya dalam buku observasinya. Dengan suasana alamiah yang
dimaksudkan bahwa peneliti terjun ke lapangan. Peneliti tidak berusaha
untuk
memanipulasi
variabel.
Karena
kehadirannya
mungkin
mempengaruhi prilaku gejala (reactive measures), peneliti berusaha
memperkecil pengaruh ini. Penelitian sosial telah menghasilkan beberapa
9
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta, 2007), cet ke-2 h.102
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005), h.22
10
8
pengukuhan
yang
tidak
terlalu
banyak
“merusak”
kenormalan
(unobstrusive measures). 11
Fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran
umum tentang data yang telah diperoleh. Gambaran umum ini bisa
menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang kita peroleh. 12 Begitu
pula pada penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan temuan di lapangan
apa adanya. Sebisa mungkin peneliti akan mengurangi pengaruh terhadap
objek, sehingga data yang diproleh dapat diolah secara memadai.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber tempat memperoleh keterangan.13
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah Cak Nur dengan
menggunakan rekaman audio visual Cak Nur, kolega, murid-murid.
Sedangkan objeknya adalah bagian dari subjek yang diteliti secara
terperinci. Objek penelitian merinci fenomena yang akan diteliti sekaligus
merupakan deskripsi dari penelitian yaitu gaya komunikasi Nurcholish
Madjid dalam menyampaikan gagasan pluralisme dalam konteks islam dan
keindonesian. Dengan mencari sumber data yang akurat, yaitu wawancara
beberapa pihak yang memiliki keterkaitan terhadap Cak Nur seperti kolega
dan muridnya yang pernah berinteraksi, serta rekaman audio visual Cak
Nur ketika berceramah dalam khutbah Jum’at dan rekaman berbicara
dalam forum diskusi, guna memberikan informasi mengenai Gaya
Komunikasi Nurcholish Madjid.
11
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, 2005.h.25
“Analisis Deskriptif” artikel diakses pada
30 April 2010 dari
inparametric.com/bhinablog/donload/04_analisis_deskriptif.pdf-Halaman sejenis (30-04-2010)
13
Tatang M Arifin, Menyusun Rencana Penelitian,(Jakarta: Rajawali 1978/2003).h.92
12
9
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan data primer yaitu
wawancara terhadap kolega dan murid-murid Cak Nur (field research).
Selain itu, peneliti juga menggunakan data sekunder melalui rekaman
audio visual Nurcholish Madjid ketika menyampaikan gagasan pluralisme
dalam konteks Islam dan keindonesian dalam khutbah Jum’at dan ketika
Cak Nur berbicara dalam sebuah forum diskusi yang peneliti peroleh dari
Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta. Penelitian lapangan (field research),
yaitu penelitian yang di lapangan, tempat dimana objek penelitian itu
berada. 14 Untuk pengambilan data penelitian lapangan digunakan metode
sebagai berikut.
a. Wawancara, yaitu percakapan antara peneliti – seseorang yang
berharap mendapat informasi dari informan (seseorang yang
diasumsikan mempunyai informasi langsung dari sumbernya). 15 Dalam
penelitian ini wawancara dilakukan dengan cara bertanya langsung
kepada kolega yang pasti memiliki keterkaitan erat dan berhubungan
baik secara langsung dengan Cak Nur guna memperoleh data-data
mengenai gaya komunikasinya. Teknik wawancara yang digunakan
yaitu bebas terbuka yaitu peneliti menyiapkan pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan gaya komunikasi Nurcholish Madjid yang
kemudian dikembangkan bersamaan dengan dijawabnya pertanyaan
14
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), h.89
15
Rahmat Kriyantono, Tehnik Praktisi Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Pranada
Group, 2007)cet. ke-2, h.116
10
b. Informan, dalam penelitian ini, ada beberapa pertimbangan untuk
menentukan informan sebagai sumber informasi. Dalam menentukan
informan pertimbangannya adalah:
1) Keakuratan dan validitas informasi yang diperoleh. Berdasarkan
hal ini maka jumlah informan sangat tergantung pada hasil yang
dikehendaki. Bila mereka yang menjadi informan adalah orangorang yang benar-benar menguasi masalah yang diteliti, maka
informasi tersebut dijadikan bahan analisis.
2) Jumlah informan sangat bergantung pada pencapaian tujuan
penelitian, artinya bila masalah-masalah dalam penelitian yang
diajukan sudah terjawab dari 7 informan, maka jumlah tersebut
adalah jumlah yang tepat.
3) Peneliti diberi kewenangan dalam menentukan siapa saja yang
menjadi informan, tidak terpengaruh jabatan seseorang.
Informan yang telah diwawancarai dalam rangka untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, sebagai kolega Cak Nur
dan
merupakan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
2) Romo Frof. Dr. Magnis-Suseno SJ, Guru Besar STF Driyarkara
merupakan kolega dekat Cak Nur.
3) Ihsan Ali-Fauzi, sebagai murid Cak Nur dan merupakan Direktur
Program Yayasan Wakaf Paramadina.
11
4) Rahmat Hidayat, sebagai rekan kerja Cak Nur yang merupakan staf
Yayasan Wakaf Paramadina.
5) Omi Komariah, sebagai istri dan partner terdekat Cak Nur.
6) Musdah Mulia, sebagai murid Cak Nur dan merupakan Direktur
lembaga ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace).
7) Trisno S. Sutanto, masyarakat non muslim merupakan kolega Cak
Nur.
c. Observasi, yaitu informasi atau data yang dikumpulkan dalam
penelitian. 16
Observasi dapat juga berarti pengamatan yang merupakan kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata, mulut, dan
kulit. Oleh karena itu, observasi adalah metode pengumpulan data
yang
digunakan
untuk
menghimpun
data
penelitian
melalui
pengamatan dan pengindraan. 17
d. Dokumentasi, yaitu data diperoleh dari dokumen-dokumen dan arsiparsip yang didapat dari Yayasan Wakaf Paramadina dan Organisasi
Forum Muda Paramadina, seperti rekaman audio visual ceramah
Nurcholish Madjid, buku-buku, newsletter, internet yang berhubungan
dengan judul yang Penulis angkat, serta situs www.paramadina.or.id.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton, adalah proses mengatur uraian data.
Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satu uraian
16
Masri Singarimbun, Metodologi Penelitian Survey, (Editor: Sofian Effendi), (Jakarta:
h.192
17
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial, (Jakarta: Kencana, 2008), cet ke-2 h. 115.
12
dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang
signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari
hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. 18
Untuk menganalisis data atau fakta yang telah didapatkan,
digunakan metode analisis deskriptif. Disiplin ilmu ini bekerja dengan
mengungkapkan data dan fakta secara alamiah tanpa sedikitpun
mempengaruhi subjek maupun objek penelitian.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, maka dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan informasi, melalui wawancara, kuisioner maupun
observasi langsung.
2. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang
sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.
3. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk
tabel, ataupun uraian penjelasan.
4. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan.
Pertanyaan melalui wawancara yang diajukan kepada informan
semata-mata sebagai bahan kajian yang mendasar untuk membuat
kesimpulan. Bagaimanapun pendapat banyak orang merupakan hal penting
meskipun tidak dijamin validitasnya. Semakin banyak informasi, maka
diharapkan akan menghasilkan data yang sudah tersaring dengan ketat dan
lebih akurat. 19
18
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1993), cet ke-10 h. 103.
19
Miles dan Huberman, 1992: 18
13
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan tinjauan pustaka.
Dengan mengadakan tinjauan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Selain
itu juga peneliti mencari sumber tambahan dengan melakukan tinjauan di
perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat serta Fakultas Adab dan
Humaniora. Peneliti melakukan tinjauan pustaka ini guna memastikan apakah
ada judul atau tema yang sama dengan penelitian (skripsi) ini. Berdasarkan
hasil penelusuran peneliti, ada beberapa skripsi yang meneliti mengenai
Nurcholish Madjid diantaranya; Konsep Negara dalam Wacana Pemikiran
Politik Nurcholish Madjid oleh Irwa Hulwani, mahasiswa Fakultas Syari”ah
dan Hukum Jurusan Jinayah Syiyasah, Nurcholish Madjid dan Yayasan Wakaf
Paramadina (Kajian Awal Tentang Sejarah Yayasan Wakaf Paramadina
sebagai Laboratorium Pembaharuan Islam Versi Nurcholish Madjid Pada
Tahun 1970-1996) oleh Fitriyah mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora
Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, serta Masyarakat Madani Menurut
Pemikiran Nurcholish Madjid dalam Pandangan Islam oleh Zulkarnaen
mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum UIN. Tentu saja penelitian-penelitian
tersebut berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Karena peneliti
akan melakukan penelitian mengenai Analisis Deskriptif Gaya Komunikasi
Nurcholish Madjid.
Dengan demikian, keyakinan Penulis dalam menyusun karya ilmiah ini
menjadi sangat berharga untuk menambah wawasan Penulis, para pembaca
dan menyumbangkan koleksi karya ilmiah di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
14
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan serta teraturnya skripsi ini dan memberikan
gambaran yang jelas serta lebih terarah mengenai pokok permasalahan yang
dijadikan pokok dalam skripsi ini, maka peneliti mengelompokkan dalam lima
bab pembahasan, yaitu sebagai berikut:
BAB I
Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian,
Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.
Bab II
Bab ini menjelaskan teori-teori yang relevan digunakan dalam
Penulisan skripsi untuk menganalisa dan merancang sistem
yang diperoleh dari berbagai sumber seperti rekaman video,
buku referensi maupun internet yang menjadi landasan
Penulisan skripsi ini diantaranya terdapat teori terministic
screen.
BAB III
Bab ini berisi gambaran lebih jauh sosok tokoh cendikiawan
Muslim yaitu biografi Nurcholish Madjid yang berisikan
Riwayat Hidup Nurcholish Madjid, Riwayat Pendidikan, Karir
dan Aktivitas Intelektualnya.
Bab IV
Merupakan bab analisis dan pembahasan. Bab ini membahas
hasil dari temuan data dan analisis data yakni Analisis hasil
wawancara
kepada
informan
terkait
Gaya
Komunikasi
Nurcholish Madjid.
Bab V
Bab ini merupakan penutup dari penelitian ini yang berisikan
Kesimpulan dan Saran.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Konseptualisasi Gaya Komunikasi
1. Pengertian Gaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anonim, 1999) gaya
memiliki banyak konotasi arti. Ada yang berkonotasi kekuatan, sikap,
irama/lagu, elok dan ragam (cara, rupa, bentuk) yang khusus, mengenai
tulisan, karangan, pemakaian bahasa dan bangunan rumah. 1
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia juga mengartikan gaya
sebagai cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk
tulis atau lisan. 2
Jadi penjelasan di atas mengenai gaya bisa
dikonfrontasikan bahwa ciri khas seseorang dalam menyatakan pikiran dan
perasaannya dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga Depdiknas
dalam konteks bahasa, gaya berarti pemanfaatan atas kekayaan bahasa
oleh seseorang dalam bertutur atau menulis. Dapat juga berarti cara khas
dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan serta
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu. 3
1
2
Sumardjo, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Anonim, 1999)
Frista Artmanda W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jombang: Penerbit Lintas
Media)
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 1985)
15
16
Dalam konteks komunikasi, gaya bisa diartikan ragam (cara)
seseorang dalam pemakaian bahasa untuk menyampaikan pesan kepada
komunikan. 4
2. Pengertian Komunikasi
Onong Uchjana Effendy dalam Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi menyatakan komunikasi secara etimologi berasal dari kata
latin “communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis”
yang berarti sama, sama disini maksudnya sama makna atau sama arti.
Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu
pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. 5
Onong Uchjana Effendy dalam karyanya yang berbeda Dinamika
Komunikasi juga mengatakan istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin,
communicatio yang berasal dari kata communis artinya: “sama” dalam arti
sama makna mengenai suatu hal.6
Pendapat lain mengatakan, secara historis, kata komunikasi berasal
dari bahasa Latin yaitu perkataan “communicare” mempunyai arti
”berpartisipasi atau memberitahukan”. 7
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
4
Rimun Wibowo, dkk., “Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani
dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air”, artikel diakses pada 23 April 2010
pukul 10.06 am dari http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/12167/psl067_3.pdf
5
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), cet. ke-3 h. 30.
6
Onong Uhcjana, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 4.
7
Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Bina Cipta 1974),
h.1.
17
Dalam
“bahasa”
komunikasi
pernyataan
dinamakan
pesan
(message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator
(communicator), sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi
makna komunikan (communicate).
Sasa Djuarsa Senjaja dalam bukunya Pengantar Komunikasi
mengatakan,
komunikasi
adalah
“suatu
proses
pembentukan,
penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri
seseorang dan dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. 8
Definisi komunikasi menurut Harold Dwight Laswell, bahwa
komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan
tentang apa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan
akibat apa? (who says what in which channel to whom with what effect?).
Selain pernyataan di atas, para ahli komunikasi juga mempunyai
pendapat yang berbeda mengenai pengertian komunikasi, diantaranya
Bereslon dan Steiner mendefinisikan komunikasi sebagai penyampaian
informasi, ide, gagasan, emosi, keterampilan dan seterusnya melalui
penggunaan simbol kata, gambar, angka, grafik, dan lain-lain. Kemudian
Shannon dan Weaver mengartikan komunikasi mencakup sebagai
prosedur melalui mana pikiran seseorang yang dapat mempengaruhi orang
lain. 9
Dalam
buku
Sistem
Komunikasi
Indonesia,
Nurudin
mendefinisikan komunikasi adalah proses hal dimana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah
8
Sasa Djuarsa Senjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999),
cet.ke-4. h.8.
9
Aubery Fisher, Teori-Teori Komunikasi (Bandung: Remaja Karya, 1986), h. 10
18
prilaku. Definisi tersebut menekankan bahwa dalam komunikasi ada
sebuah proses pengoperan (pemrosesan) ide, gagasan, lambang, dan di
dalam proses itu melibatkan orang lain. 10
Adapula yang menekankan pada unsur penyampaian atau
pengoperan bahwa komunikasi adalah proses pengoperan lambanglambang yang berarti antara individu-individu. 11
Menurut Onong Uchjana, ada beberapa sebab mengapa manusia
melakukan komunikasi, yakni untuk:
a. Mengubah sikap (to change the attitude)
b. Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion)
c. Mengubah prilaku (to change the behavior)
d. Mengubah masyarakat (to change society)
Komunikasi juga dilakukan dengan berbagai metode, istilah
metode atau dalam bahasa Inggris “method” berasal dari bahasa Yunani
“methodos” yang berarti rangkaian yang sistematis dan yang merujuk
kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti,
mapan, dan logis. Agar komunikasi berjalan efektif, maka kita juga
memerlukan strategi dalam menyampaikan pesan agar dapat diterima oleh
orang lain. 12
3. Prinsip Komunikasi
Ada lima prinsip penting yang tidak bisa dilewatkan dalam
berkomunikasi yang baik yaitu:
10
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
h.26
11
Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi; Sebagai Pengantar Ringkas, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1995), cet ke-3, h. 25
12
Onong Uchjana, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, h. 56.
19
a. Seluruh perilaku mengkomunikasikan sesuatu dengan sengaja atau
tidak sengaja (tangan, mulut, wajah, baju, dll).
b. Komunikasi non verbal sangat berpengaruh terhadap persepsi.
c. Konteks berpengaruh terhadap komunikasi.
d. Arti terdapat pada orang bukan pada kata-kata. Kita masih melihat
siapa yang berbicara dan apa yang di katakannya, dan kita umumnya
tidak melihat kata-kata dan cara penyampaiannya.
e. Komunikasi memerlukan keterbukaan dari pengirim dan penerima. 13
4. Proses Komunikasi
Meminjam istilah Laswell untuk berkomunikasi yang baik itu
dibutuhkan lima kategori penting yang tidak bisa kita pungkiri yakni:
a. Source (sumber)
Sumber adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian
pesan, yang digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri.
Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku dan sejenisnya. 14
b. Communicator (penyampai pesan)
Komunikator dapat berupa individu yang sedang berbicara,
menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi, seperti: surat kabar,
televisi, film dan sebagainya. Komunikator dalam penyampaian
pesannya bisa juga menjadi komunikan begitu juga sebaliknya. Syaratsyarat yang harus di perhatikan oleh seorang komunikator adalah:
a. Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya.
b. Keterampilan berkomunikasi.
13
Abu Fatheer, “Retorika Dakwah”, artikel diakses pada 3 Mei 2010 pukul 11.36 am dari
http://pks-kotabekasi.com/component/content/article/38-motivasi/119-retorika-dakwah.html
14
Widjadja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2002), h. 11.
20
c. Mempunyai pengetahuan yang luas.
d. Sikap
e. Memiliki daya tarik 15
c. Message (pesan)
Pesan keseluruhan dari apa yang disampaikan komunikator.
Pesan dapat bersifat informatif memberi keterangan-keterangan yang
kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulannya sendiri.
Persuasif bujukan, yakni membangkitkan dan kesadaran seseorang
bahwa apa yang kita sampaikan akan memberi pendapat atau sikap,
sehingga ada perubahan.
d. Channel (saluran)
Saluran komunikasi selalu menyampaikan pesan yang dapat
diterima melalui pancaindra atau menggunakan media. Pada dasarnya
komunikasi yang sering dilakukan dapat berlangsung menurut dua
saluran, yaitu:
1) Saluran formal atau yang bersifat resmi;
2) Saluran informal atau yang bersifat tidak resmi.
e. Communican (penerima pesan)
Komunikan atau penerima pesan dapat digolongkan dalam tiga
jenis yakni personal, kelompok dan massa.
f. Effect (hasil)
Effect adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap
dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak dengan yang kita inginkan.
15
Widjaja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 12.
21
5. Tatanan Komunikasi
Yang dimaksud dengan tatanan komunikasi adalah proses
komunikasi ditinjau dari jumlah komunikan. Apakah satu orang,
sekelompok orang, atau sejumlah orang yang bertempat tinggal secara
tersebar. 16
Glueck membedakan komunikasi ke dalam dua bagian utama
yaitu:
a. Interpersonal Communications, komunikasi antar pribadi yaitu, proses
pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara dua orang
atau lebih di dalam suatu kelompok kecil manusia.
b. Organizational Communications, yaitu di mana pembicara secara
sistematis memberikan informasi dan memindahkan pengertian kepada
orang banyak di dalam organisasi dan kepada pribadi-pribadi dan
lembaga-lembaga di luar yang ada hubungan. 17
Abdurrachman menyatakan bahwa pesan yang disampaikan
komunikator harus mempunyai pengertian yang sama dengan komunikan
agar dapat dimengertinya, sehingga komunikator akan mengetahui reaksi
dan respon dari komunikan terhadap pesan yang disampaikan. 18
16
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), cet-3 h. 53.
17
Widjaja, H. A., Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), Cet. 3, h. 8.
18
Adriana Aprilia, Analisa Pengaruh Tipe Kepribadian dan Gaya Komunikasi Public
Relations Manager Hotel ”X” Surabaya dalam Membangun Hubungan Baik dengan Media dan
Meningkatkan Publisitas” dalam Abdurrachman, Dasar-Dasar Public Relations, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2003)
22
6. Pengertian Gaya Komunikasi
Mengacu pada pernyataan Bereslon dan Steiner dan arti gaya serta
komunikasi di atas maka gaya komunikasi dapat diartikan sebagai cara
seseorang menyampaikan ide, gagasan dengan bahasa sebagai alat
penyalurnya untuk menyampaikan pesan kepada komunikan.
Pendapat lain menyatakan gaya komunikasi adalah suatu kekhasan
yang dimiliki setiap orang. Proses komunikasi seseorang dipengaruhi oleh
gaya komunikasi. Gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang
yang lain tentu berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara orang
yang satu dengan yang lain dapat berupa perbedaan ciri-ciri model dalam
berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam
berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat
berkomunikasi. 19
Dalam hal ini Cak Nur melontarkan atau menyampaikan
pikirannya berupa ide, gagasannya melalui forum diskusi dengan khas
gaya komunikasinya. Untuk lebih memfokuskan penelitian, peneliti
menandai gaya komunikasi Cak Nur dari sisi retorika dan bahasa
(pemilihan kata) yang digunakan oleh Cak Nur.
Kemudian, gaya komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada gaya komunikasi yang dikemukakan oleh Edward T. Hall.
Menurut
19
Hall,
gaya
komunikasi
dalam
konteks
budaya
dapat
Junaedi Wijaya dan Yenny Wiyanto, “Analisa Pengaruh Tipe Kepribadian dan Gaya
Komunikasi Public Relations Manager Hotel ”X” Surabaya dalam Membangun Hubungan Baik
dengan Media dan Meningkatkan Publisitas” artikel diakses pada 23 April 2010 dari
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/hot/article/viewFile/16514/16506
23
diklasifikasikan ke dalam gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya
komunkasi konteks rendah. 20
Secara teoretik, Edward T. Hall dalam buku Deddy Mulyana,
menyebut dalam konteks budaya, gaya komunikasi dapat dibedakan ke
dalam bentuk gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya komunikasi
konteks rendah. Gaya bicara komunikasi konteks tinggi ini, orang lebih
suka berbicara secara implisit (halus, diam-diam), tidak langsung, dan suka
basa-basi. Salah satu tujuannya, untuk memelihara keselarasan kelompok
dan tidak ingin berkonfrontasi (bertentangan), maksudnya agar tidak
mudah menyinggung perasaan orang lain. Komunikasi budaya konteks
tinggi, cenderung lebih tertutup dan mudah curiga terhadap pendatang baru
atau orang asing. Sementara gaya komunikasi dalam konteks rendah,
biasanya digunakan oleh orang-orang yang memiliki pola pikir linier.
Bahasa yang digunakan langsung, lugas, dan eksplisit 21 . Selain itu,
komunikasi konteks rendah, cepat dan mudah berubah karena tidak
mengikat kelompok. 22
Untuk lebih memudahkan peneliti membuatnya dalam bentuk tabel
di bawah ini:
20
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya (Bandung: PT
RemajaRosdakarya, 2005) h.129
21
Dalam kamus ilmiah populer karangan Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry
eksplisit berarti jelas, terang, gamblang; dengan tegas.
22
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h.129.
24
Tebel 1. Perbedaan Gaya Komunikasi Konteks Tinggi dan Gaya Komunikasi Konteks
Rendah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Gaya Komunikasi Konteks Tinggi
Gaya Komunikasi Konteks Rendah
Mengandung pesan yang kebanyakannya Sibuk dengan spesifikasi, rincian, jadwal
ada dalam konteks fisik, sehingga makna waktu yang persis dengan mengabaikan
pesan hanya dapat dipahami dalam konteks konteks.
pesan tersebut.
Bicara secara implisit, tidak langsung dan Bicaranya eksplisit, bahasa yang digunakan
suka basa-basi.
langsung dan lugas.
Kebanyakan
masyarakat
homogen Biasanya digunakan oleh orang-orang yang
berbudaya konteks – tinggi, pola pikir non memiliki pola pikir linier.
linier.
Kekuatan kohesif bersama yang memiliki Cepat dan mudah berubah, tidak mengikat
sejarah yang panjang, lamban berubah dan kelompok.
berfungsi untuk menyatukan kelompok.
Orang berbudaya konteks-tinggi gemar Orang berbudaya konteks-rendah dianggap
berdiam diri, tidak suka berterus terang, dan berbicara berlebihan, mengulang-ngulang apa
misterius.
yang sudah jelas.
Sumber: Deddy Mulyana, “Komunikasi Efektif”, h.129
7. Retorika
Gaya komunikasi seseorang juga dapat dilihat dari retorika.
Retorika adalah ilmu berbicara. Dalam bahasa Inggris, yaitu rhetoric dan
dari kata Latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. 23 Bagi Aristoteles
retorika adalah seni persuasi, suatu yang harus singkat, jelas dan
meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang
bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong
(suggestive) dan mempertahankan (defensive). 24
23
Onong Uchjana Effendy, Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), cet.ke-21 h.53.
24
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2003), cet.ke-3 h.4.
25
Aristoteles menulis:
“Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang
ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat
dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik
daripada orang lain: ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan
secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat
terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan
personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada
kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai
alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya.” 25
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos.
Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik
(good sense, good moral character, good will). 26
Pada mulanya retorika merupakan cara pengungkapan pikiran dan
perasaan manusia terhadap sesamanya telah ada seiring munculnya
manusia di bumi ini. Retorika menjadi bahan kajian proses pernyataan
antarmanusia sebagai fenomena sosial mulai abad V SM di Yunani dan
Romawi.
Di Yunani dipelopori oleh Georgias (480-370 SM). Seiring dengan
mulai dikembangkannya sistem pemerintahan demokrasi, maka retorika
yang diajarkan Georgias adalah bagaimana mengembangkan kemampuan
seni berpidato demi tercapainya tujuan pencapaian kekuasaan dalam
pemerintahan (dibenarkan dengan pemutarbalikan fakta untuk menarik
perhatian khalayak). Jadi retorika berperan penting bagi persiapan
seseorang untuk menjadi pemimpin. 27
25
(Aristoteles, 1954:45) dalam Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2007), cet.ke-25 h.255.
26
Ibid, h.255.
27
Fathurin, “Pengantar Retorika dan Public Speaking”, 2008 artikel diakses pada 2 Mei
2010 dari http://www.fathurin-zen.com/?p=89
26
Protagoras (500-432 SM) menyatakan bahwa retorika sebagai
kemahiran berbicara bukan demi kemenangan melainkan demi keindahan
bahasa.
Pendapat lain, Socrates (469-399 SM) menyatakan bahwa retorika
adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dengan
dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya. Plato yang merupakan
murid utama Socrates, menyatakan bahwa pentingnya retorika adalah
sebagai metode pendidikan dalam rangka mencapai kedudukan dalam
pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi rakyat. 28
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari
perkataan Latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. 29
Onong Uchjana dalam bukunya “Komunikasi: Teori dan Praktek”
menambahkan Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya,
Modern Rhetoric, mendefinisikan retorika sebagai the art of using
language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif.
Kedua pengertian tersebut menunjukkan bahwa retorika memiliki
pengertian sempit: mengenai bicara, dan pengertian luas: penggunaan
bahasa, bisa lisan maupun tulisan. Oleh karena itu, ada sementara orang
yang mengartikan retorika sebagai public speaking atau pidato di depan
umum, banyak juga yang beranggapan bahwa retorika tidak hanya berarti
pidato di depan umum, tetapi juga termasuk seni menulis. 30
28
Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007) cet.ke-27 h.54
29
Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek , h.53
30
Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007) cet. Ke-20 h.53
27
Menurut
Sonnya
K.
Foss,
retorika
didefinisikan
sebagai
penggunaan kata atau bahasa untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, dan
tingkah laku khalayak. Jika didasarkan pada fungsi bahasa yang mendasar,
retorika menjadi sarana simbolis yang digunakan manusia untuk
”membujuk” manusia lain yang secara alami beraksi dan berkreasi dengan
menggunakan simbol-simbol. 31
Menurut Aristoteles, Dalam retorika terdapat 3 bagian inti yaitu : 32
a. Ethos (ethical) yaitu, karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia
berkomunikasi. Eugene Ryan (1984) menyatakan bahwa ethos
merupakan istilah yang luas yang merujuk pada pengaruh timbal balik
yang dimiliki oleh pembicara dan pendengar terhadap satu sama lain. 33
b. Pathos (emotional) yaitu, perasaan emosional khalayak yang dapat
dipahami dengan pendekatan “Psikologi Massa”.
c. Logos (logical) yaitu, pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh
pembicara.
Kemudian ada dua persyaratan mutlak bagi seseorang yang akan
muncul dalam mimbar atau forum untuk berpidato. Syarat yang pertama
adalah apa yang dinamakan source credibility atau kredibilitas sumber,
dan yang kedua adalah source attractiveness atau daya tarik sumber. 34
31
Sonnya K. Foss (1989: 4-5) dalam Sidik Suhada,” Media dan Komunikasi,” artikel
diakses pada 20 April 2010 pukul 11.11 pm dari http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasadan-ideologi-dalam-retorika.html
32
Fathurin, “Pengantar Retorika dan Public Speaking”, 2008 artikel diakses pada 2 Mei
2010 pukul 15.03 pm dari http://www.fathurin-zen.com/?p=89
33
Richard West, Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi,
(Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008) h. 18
34
Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007) cet. ke-20 h.68
28
a. Kepercayaan
kepada
komunikator/
kredibilitas
sumber
(source
credibility)
Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya
dan dapat tidaknya ia dipercaya. Kepercayaan kepada komunikator
mencerminkan bahwa pesan yang diterima komunikan dianggap benar
dan sesuai dengan kenyataan empiris. Selain itu, kepercayaan ini
banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki
seorang komunikator. seorang dokter akan mendapat kepercayaan jika
ia menerangkan soal kesehatan. Seorang duta besar akan mendapat
kepercayaan jika berbicara mengenai situasi internasional. 35
b. Daya Tarik Komunikator (source attractiveness)
Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk
melakukan perubahan sikap, opini, dan prilaku komunikan melalui
mekanisme daya tarik, jika pihak komunikasi merasa bahwa
komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan
opini secara memuaskan. Dengan kata lain komunikan akan merasa ada
kesamaan antara komunikator dengannya sehingga komunikan bersedia
taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator. 36
8. Bahasa
Apabila ditinjau dari ilmu komunikasi, bahasa sebagai lambang
dalam proses komunikasi itu tidak berdiri sendiri, tetapi bertautan dengan
komponen-komponen komunikasi lainnya, dalam buku “Komunikasi:
Teori dan Praktek” karya Onong Uchjana Effendi menyebutkan
35
36
Onong Uchjana, Komunikasi: Teori dan Praktek, h.38
Onong Uchjana, Komunikasi: Teori dan Praktek, h. 43-44
29
komponen-komponen lainnya yaitu, komunikator yang menggunakan
bahasa itu, pesan yang dibawakan oleh bahasa itu, media yang akan
meneruskan bahasa itu, komunikan yang dituju oleh bahasa itu, dan efek
yang diharapkan dari komunikan dengan menggunakan bahasa itu.
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa
simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Komunikasi melalui
bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Ia memungkinkan tiap orang
untuk mempelajari kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan serta latar
belakangnya masing-masing. 37
a. Aspek Bahasa
Bahasa
merupakan
suatu
sistem
komunikasi
yang
mempergunakan simbol-simbol vocal (bunyi ujaran) yang bersifat
arbitrer 38 , yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang
nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu, yaitu mengacu
kepada sesuatu yang dapat dicerap panca indra.
Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi vocal yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan
antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya
itu. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita
(yang dicerap panca indra kita), sedangkan arti adalah isi yang
37
Gorys Keraf, Komposisi, (Jakarta: Penerbit Nusa Indah, 1994)
Dalam John Fiske, Communication Studies, Arbitrer adalah istilah dalam semiotika
yang menyatakan bahwa relasi antara penanda dan petanda semata-mata berdasarkan konvensi
sosial, bukan relasi yang lumrah atau alamiah.
38
30
terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau
tanggapan dari orang lain. 39
b. Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa adalah:
1) untuk menyatakan ekspresi diri;
2) sebagai alat komunikasi;
3) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial;
4) sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.
B. Teori Terministic Screen
Salah satu teori yang memiliki hubungan erat dengan definisi retorika
tersebut adalah teori terministic screen. Teori ini dikembangkan oleh seorang
ahli bidang retorika dari Amerika Serikat, Kenneth Burke. Inti dari teori ini
adalah bahwa dalam komunikasi, manusia cenderung memilih kata-kata
tertentu untuk mencapai tujuannya. Pemilihan kata-kata itu bersifat strategis.
Dengan demikian, kata yang diungkapkan, simbol yang diberikan, dan
intonasi pembicaraan, tidaklah semata-mata sebagai ekspresi pribadi atau cara
berkomunikasi, namun dipakai secara sengaja untuk maksud tertentu dengan
tujuan mengarahkan cara berpikir dan keyakinan khalayak. 40
39
Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia bebas arikel diakses pada 5 Mei 2010 pukul
22.23 pm dari www.wikipedia.org/bahasa
40
Dalam Sidik Suhada,” Media dan Komunikasi,” penulisnya mengutip dari Eriyanto
(2000:5) artikel diakses pada 20 April 2010 pukul 11.11 pm
dari
http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasa-dan-ideologi-dalam-retorika.html
31
C. Komunikasi Efektif
Menurut Deddy Mulyana dalam buku “Komunikasi Efektif”, gaya
komunikasi efektif merupakan perpaduan antara sisi-sisi positif komunikasi
konteks tinggi dan komunikasi konteks rendah yang ditandai dengan
ketulusan, kejernihan, keterbukaan, keterusterangan, kesederhanaan, dan
kesantunan dalam berbicara. 41
Sedangkan dalam buku karya Onong Uchjana Effendi “Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi” disebutkan faktor-faktor penunjang komunikasi efektif,
ia menjelaskan apa yang dikatakan Wilbur Schramm “the condition of success
in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan
agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Faktorfaktor tersebut yaitu:
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman
yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama
mengerti.
3. Pesan
harus
membangkitkan
kebutuhan
pribadi
komunikan
dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi
yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia
digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. 42
41
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke-2 h. 149.
42
Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti) cet ke-3 h. 41-42
32
Onong Uchjana Effendy dalam karya lain “Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek” mengatakan agar komunikasi efektif, proses penyandian oleh
komunikator harus bertautan dengan proses pengawasandian oleh komunikan.
Wilbur Schramm melihat pesan sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh
komunikan. Semakin tumpang tindih bidang pengalaman komunikator dengan
bidang
pengalaman
komunikan,
akan
semakin
efektif
pesan
yang
dikomunikasikan.
Komunikator akan dapat menyandi dan komunikan akan dapat
mengaesandi hanya dalam pengalaman yang dimiliki masing-masing. Biarpun
tidak demikian dalam teori komunikasi dikenal dengan istilah empathy, yang
berarti kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain. Maka
jika komunikator bersikap empatik, maka komunikasi tidak akan gagal. 43
Dalam konteks komunikasi Cak Nur adalah sebagai seorang
komunikator yang baik, dia mempunyai media yaitu Yayasan Wakaf
Paramadina dan Cak Nur memiliki komunikan yakni muslim kelas menengah
kota. Dilihat dari ketiga element tersebut gagasannya terus berkembang
hingga sekarang dan melahirkan intelektual-intelektual muda yang kompetibel
dalam pemikiran Islam.
43
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h.9
BAB III
BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID
A. Profil Nurcholish Madjid
Prof. DR. Nurcholish Madjid lahir pada 17 Maret 1939 bertepatan
dengan 26 Muharram 1358 H. Ia lahir di sebuah sudut kampung kecil di desa
Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur. Ia dibesarkan dari kalangan keluarga
santri, putra dari seorang ayah bernama Abdul Madjid. Seorang kiai lulusan
pesantren Tebuireng Jombang yang didirikan dan dipimpin oleh Hadratus
Syaikh Hasyim Asy’ari, pendiri NU (Nahdatul Ulama). 1
Ayah Cak Nur adalah seorang murid kesayangan kyai Hasyim Asy’ari
di Pesanteren Tebuireng, Jombang. Untuk beberapa tahun lamanya ayah Cak
Nur belajar langsung di bawah bimbingan Hasyim Asy’ari, bahkan pernah
dinikahkan dengan seorang wanita keponakan dari gurunya tersebut yang
bernama Halimah. Tentang peristiwa ini Cak Nur sendiri pernah
mengisahkannya, “waktu itu kyai Hasyim Asy’ari sendiri memang sangat
menginginkan ayahnya menjadi menantunya”. 2 Tetapi dari pernikahan
tersebut tidak membuahkan keturunan. Karena alasan inilah maka mereka
kemudian “berpisah” secara baik-baik.
Lalu beberapa waktu kemudian Hasyim Asy’ari menganjurkan kepada
ayah Cak Nur untuk menikah dengan wanita yang lain, yaitu dengan ibu Cak
1
Dedy Djamaluddin Malik dan Idy Subandy Ibrahim, Zaman Baru islam Indonesia:
Pemikiran dan Aksi Politik Gus Dur, Amin Rais, Cak Nur, Djalaluddin Rahmat (Bandung: Pustaka
Zaman Wacana Mulia, 1998), cet I h. 121-122
2
Ibid, h. 122
33
34
Nur yang sekarang. Ibu Cak Nur adalah salah seorang putri kyai Abdullah
Sadjad dari Kediri yang juga teman baik kyai Hasyim Asy’ari.
Tidak dapat dipungkiri bahwa wawasan intelektual Abdul Madjid yang
kemudian mempengaruhi pemikiran Cak Nur adalah dibentuk atas dasar
hubungan yang begitu dekat antara sang guru dengan muridnya. Peristiwa
tersebut terjadi ketika Abdul Madjid mengikuti kyai Hasyim Asy’ari untuk
bergabung dalam Masyumi, dan terus bertahan di Masyumi sebagai rasa
hormat pada sang guru yang saat meninggal masih menjadi tokoh Masyumi. 3
Secara ekonomi, keluarga ayah Cak Nur, termasuk keluarga yang
berkecukupan. Dia seorang petani dari Jombang dan juga seringkali dipanggil
“kyai haji” sebagai ungkapan penghormatan bagi ketinggian ilmu-ilmu
keislaman yang dimilikinya. Walau ia sendiri secara pribadi tidak pernah
menyebut dirinya sebagai seorang kyai dan tidak pernah secara resmi
“bergabung dengan kalangan ulama”.
Walaupun Abdul Madjid menyebut dirinya hanya sebagai “orang
biasa”, namun ayah Cak Nur ini juga mendirikan sebuah madrasah yang
bernama “Al-Wathoniyah” di Mojoanyar, Jombang. Ia mempunyai peranan
besar pada pembangunan dan pengelolaan serta setiap saat mengawasi
perkembangan madrasah tersebut, madrasah itu membuka proses kegiatan
belajar mengajar pada sore hari dan sering disebut “sekolah sore”, yang
dipersiapkan untuk para siswa yang telah mengikuti sekolah rakyat (SR) di
pagi hari. Seperti diketahui SR adalah sekolah rakyat yang memberi
3
Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Cak Nur,
Djohan Effendy, Ahmad Wahib dan Gus Dur (Jakarta: Paramadina dan Pustaka Antara, 1999), cet
I. h.73
35
pendidikan sekuler. Dan madrasah “Al-Wathoniyah” ini ternyata berperan
besar pada era 1990-an di bawah kepemimpinan ayah Cak Nur.4
Pengaruh awal yang paling dominan yang mewarnai pemikiran Cak
Nur tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan rumah dan keluarganya,
terutama sosok sang ayah, yaitu Abdul Madjid.
B. Riwayat Pendidikan dan Aktifitas Intelektual Nurcholish Madjid
Sejak kecil Cak Nur memang telah memperlihatkan tanda-tanda akan
menjadi seorang intelektual muslim 5 . Di dunia pendidikannya Cak Nur
menampakkan prestasi akademik yang luar biasa, selama tiga tahun lebih Cak
Nur memperoleh nilai tertinggi dan menjadi juara kelas di madrasah, yang
kebetulan pada saat itu sang ayah memang sebagai pendiri merangkap
pengajar di madrasah tersebut pada tahun 1984. Hal itu tentu saja
menimbulkan rasa kagum ayahnya.
Selain mengenyam pendidikan di madrasah, Cak Nur kecil juga
mengikuti Sekolah Rakyat (SR) di kampungnya. Selanjutnya, setamat dari
Sekolah Rakyat (SR) pada tahun 1952 ketika usianya 14 tahun, ia dimasukkan
ayahnya ke pesanteren Darul Ulum, di daerah Rejoso, Jombang, dan ternyata
di Pesanteren ini pun ia memperoleh prestasi-prestasi yang mengagumkan. 6
4
Ibid, h. 72.
Pengertian sederhana tentang intelektual dikemukakan George A. Theodoran dan
Achilles G. Theodore, menurut keduanya, kaum intelek adalah anggota-anggota masyarakat yang
mengabdikan dirinya pada pengembangan ide-ide orisinil dan terikat dalam penacarian pemikiran
kreatif. Lihat Azyumardi Azra, “Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium
Baru” (Jakarta: Logos, 1999) h. 157
6
Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Cak Nur,
Djohan Effendy, Ahmad Wahib dan Gus Dur (Jakarta: Paramadina dan Pustaka Antara, 1999), cet
I. h.74
5
36
Namun, hanya dua tahun Cak Nur belajar atau nyantri di pesanteren
Darul Ulum dan sempat menyelesaikan pada tingkat ibtidaiyah lalu
melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah. Ayahnya memindahkan Cak Nur ke
pesanteren pondok modern Darussalam Gontor, di Ponorogo pada tahun 1955.
Melalui pesantren ini pula Cak Nur menunjukkan kembali bahwa ia
memang merupakan seorang yang pantas diperhitungkan. Ia kembali menjadi
salah seorang siswa terbaik dengan meraih juara kelas, sehingga pada waktu ia
kelas satu bisa langsung loncat ke kelas tiga Tsanawiyah.
Pada usia 16 tahun, Cak Nur masuk ke pesanteren pondok modern
Gontor dan pada tahun 1960 ketika usianya mencapai 21 tahun, ia berhasil
menyelesaikan studinya. Kemudian beberapa tahun ia mengajar di bekas
almamaternya. Jika diukur dengan masa sekarang pola pendidikan yang
dikembangkan Gontor pada saat Cak Nur nyantri sekitar akhir 1950-an, dapat
dianggap sebagai pendidikan yang bersifat progresif, dan dengan gaya
revolusioner. Kurikulum Gontor menghadirkan perpaduan yang liberal, yakni
menerapkan tradisi belajar klasik dengan gaya modern Barat, yang
diwujudkan secara baik dalam sistem pengajaran maupun mata pelajarannya.
Para santri yang belajar di pesanteren Gontor tidak hanya
diproyeksikan memiliki kemampuan menguasai bahasa Arab klasik, tetapi
juga bahasa Inggris, dengan alasan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa
internasional yang dibutuhkan untuk masa sekarang sebagai usaha untuk
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin kompleks. Para
santri di pesanteren pun didorong untuk selalu berkomunikasi antar mereka
37
hanya dengan bahasa Inggris atau bahasa Arab, sehingga pluralisme pun disini
cukup terjaga.
Pada tahun 1962, Nurcholish hijrah ke Jakarta, ibukota negara, untuk
melanjutkan pendidikan tingginya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN),
sebuah lembaga pendidikan tinggi yang dibangun pemerintah pascakemerdekaan untuk mendorong mobilitas vertikal kaum Muslim santri yang
pendidikannya sangat terhambat di bawah kolonialisme. Di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini Cak Nur mengikuti kuliah di fakultas Adab, jurusan
bahasa Arab dan Sejarah Kebudayaan Islam. Dari sini semakin jelas bahwa
karirnya akan berkaitan dengan dunia pemikiran keislaman. Pada masa ini
pulalah ia mulai berkiprah di organisasi kemahasiswaan: ia terlibat sangat
aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebuah organisasi mahasiswa
Islam “kota” yang didirikan pada tahun 1947. Di organisasi inilah
kemampuannya mulai tampak menonjol. Pada tahun 1965, misalnya, ia
menulis Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP), rumusan doktrin ideologis HMI
yang hingga sekarang masih dijadikan materi wajib dalam pengkaderan
puluhan ribu anggotanya. Karena kemampuannya demikian menonjol (saat
itu, ia antara lain menguasai bahasa Arab dan Inggris secara aktif dan bahasa
Perancis secara pasif), ia terpilih sebagai Ketua Umum HMI untuk dua
periode: 1966-1969 dan 1969-1971. Hingga saat ini, ia-lah satu-satunya Ketua
Umum HMI yang terpilih dua kali.7
Cak Nur pun pernah menjabat sebagai presiden persatuan mahasiswa
Islam Asia Tenggara (PEMIAT) pada periode 1967-1969, lalu masa bhakti
7
Dalam Pengantar Diskusi Penulisan Otobiografi Intelektual: Demi Islam, Demi
Indonesia: Sketsa Biografi Nurcholish Madjid. Artikel oleh Ihsan Ali-Fauzi, (Jakarta, 1996).
38
1968-1971 ia juga menjadi wakil sekretaris umum sekaligus pendiri
International Islamic Federation of Student Organisation (IIFSO) yaitu
himpunan organisasi mahasiswa Islam se-Dunia.
Pada tahun 1968 Cak Nur berhasil menyelesaikan pendidikan di IAIN
jakarta dan meraih gelar sarjana (bahkan sarjana terbaik), ia menulis skripsi
berjudul “Al-Qur’an ‘Arabiyun Lughatan Wa ‘Alamiyun Ma’nan” (Al-Qur’an
secara bahasa adalah bahasa Arab secara makna adalah universal).
Dan pada tahun 1971 Cak Nur mulai mencurahkan pada upaya
pendalaman pemikiran ketimbang urusan organisasi. Ia pun lebih banyak
menulis hingga tahun 1978. Pada saat itu pula, Cak Nur memperoleh beasiswa
dari Ford Foundation guna melanjutkan studinya pada program pasca sarjana
di University of Chicago AS, dan dari sanalah ia meraih gelar Doktor dalam
bidang filsafat dengan predikat summa cumlaude pada tahun 1984.
Pertautannya dengan Universitas Chicago, salah satu perguruan tinggi
paling bergengsi di Amerika Serikat, di atas belakangan terbukti cukup
memainkan peran dalam mematangkan Cak Nur sebagai pemikir dan
pembaru. Terkesan oleh kemampuan Cak Nur, universitas itu menawarkan
beasiswa pasca-sarjana kepadanya – sebuah tawaran yang, sekalipun dengan
antusias diterimanya, baru dapat dijalaninya setelah ia selesai berkampanye
untuk PPP pada pemilu tahun 1977.
Di Universitas Chicago, Nurcholish pertama-tama belajar ilmu politik.
Setelah merasa cukup, ia pindah ke bidang studi-studi keislaman, dan di
sinilah ia berjumpa dengan almarhum Fazlur Rahman, salah seorang pemikir
Islam paling berpengaruh di abad ini. Di bawah bimbingan guru besar asal
39
Pakistan ini, Nurcholish lalu menulis disertasi mengenai pemikiran Ibn
Taymiyyah, tokoh yang dianggapnya sebagai mbah-nya pemikir pembaruan di
dunia Islam.
Sekembalinya dari Amerika Serikat, bersama rekan-rekannya, Cak Nur
membentuk Yayasan Wakaf Paramadina (1986). Lewat yayasan ini, ia
membidik sasaran publik yang lebih tegas yaitu kaum Muslim menengah kota
yang selama ini kurang tertampung minat dan kepentingan religiusnya karena
pola, bentuk dan kandungan intelektual para dai “tradisional” dirasakan
kurang memadai. Selain menyelenggarakan kursus-kursus reguler dan diskusi
bulanan tentang tema-tema keislaman, yayasan ini juga menerbitkan bukubuku baik karangan asli maupun terjemahan.
Di samping itu, petualangan internasional adalah bentuk kegiatan
lainnya yang telah memberi sumbangan berharga terhadap pengalaman dan
perkembangan intelektualnya. Yaitu dimulai dengan kunjungannya ke
Amerika lalu dilanjutkan ke negara-negara Timur Tengah. Bagi Cak Nur
perjalanan ke Timur Tengah telah membuka matanya untuk melihat
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan diskursus Islam.
Di bawah ini adalah daftar jenjang pendidikan Nurcholish Madjid: 8
1. Pesantren Darul ‘ulum Rejoso, Jombang, Jawa Timur, 1955
2. Pesantren Darul Salam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur 1960
3. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1965
(BA, Sastra Arab)
8
Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopesi bebas, Cak Nur dalam Ensiklopedia Tokoh
Indonesia artikel diakses pada tanggal 13 Mei 2010 pukul 14.50 pm dari
www.wikipedia.org/nurcholis_madjid.htm
40
4. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1968
(Doktorandus, Sastra Arab)
5. The University of Chicago (Universitas Chicago), Chicago, Illinois,
Amerika Serikat, 1984 (Ph.D, Studi Agama Islam) Bidang yang diminati
Filsafah dan Pemikiran Islam, Reformasi Islam, Kebudayaan Islam, Politik
dan Agama Sosiologi Agama, Politik negara-negara berkembang.
1. Aktivitas Intelektual Nurcholish Madjid
a. Presenter,
Seminar
Internasional
tentang
“Agama
Dunia
dan
Pluralisme”, November 1992, Bellagio, Italia
b. Presenter, Konferensi Internasional tentang “Agama-agama dan
Perdamaian Dunia”, April 1993, Wina, Austria
c. Presenter, Seminar Internasional tentang “Islam di Asia Tenggara”, Mei
1993, Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat
d. Presenter, Seminar Internasional tentang “Persesuaian aliran Pemikiran
Islam”, Mei 1993, Teheran, Iran.
e. Presenter,
Seminar
internasional
tentang
“Ekspresi-ekspresi
kebudayaan tentang Pluralisme”, Jakarta 1995, Casablanca, Maroko
f. Presenter, seminar internasional tentang “Islam dan Masyarakat sipil”,
Maret 1995, Bellagio, Italia
g. Presenter, seminar internasional tentang “Kebudayaan Islam di Asia
Tenggara”, Juni 1995, Canberra, Australia
h. Presenter, seminar internasional tentang “Islam dan Masyarakat sipil”,
September 1995, Melbourne, Australia
41
i. Presenter, seminar internasional tentang “Agama-agama dan Komunitas
Dunia Abad ke-21,” Juni 1996, Leiden, Belanda.
j. Presenter, seminar internasional tentang “Hak-hak Asasi Manusia”,
Juni 1996, Tokyo, Jepang
k. Presenter, seminar internasional tentang “Dunia Melayu”, September
1996, Kuala Lumpur, Malaysia
l. Presenter, seminar internasional tentang “Agama dan Masyarakat
Sipil”, 1997 Kuala lumpur
m. Pembicara, konferensi USINDO (United States Indonesian Society),
Maret 1997, Washington, DC, Amerika Serikat
n. Peserta, Konferensi Internasional tentang “Agama dan Perdamaian
Dunia” (Konperensi Kedua), Mei 1997, Wina, Austria
o. Peserta, Seminar tentang “Kebangkitan Islam”, November 1997,
Universitas Emory, Atlanta, Georgia, Amerika Serikat
p. Pembicara, Seminar tentang “Islam dan Masyarakat Sipil” November
1997, Universitas Georgetown, Washington, DC, Amerika Serikat
q. Pembicara, Seminar tentang “Islam dan Pluralisme”, November 1997,
Universitas Washington, Seattle, Washington DC, Amerika Serikat
r. Sarjana Tamu dan Pembicara, Konferensi Tahunan, MESA (Asosiasi
Studi tentang Timur Tengah), November 1997, San Francisco,
California, Amerika Serikat
s. Sarjana Tamu dan Pembicara, Konferensi Tahunan AAR (American
Academy of Religion) Akademi Keagamaan Amerika, November 1997,
California, Amerika Serikat
42
t. Presenter, Konferensi Internasional tentang “Islam dan Hak-hak Asasi
Manusia”, Oktober 1998, Jenewa, Swiss
u. Presenter, Konferensi Internasional tentang “Agama-agama dan Hakhak asasi Manusia”, November 1998 State Department (Departemen
Luar Negeri Amerika), Washington DC, Amerika Serikat
v. Peserta Presenter “Konferensi Pemimpin-pemimpin Asia”, September
1999, Brisbane, Australia
w. Presenter, Konferensi Internasional tentang “Islam dan Hak-hak Asasi
Manusia, pesan-pesan dari Asia Tenggara”, November 1999, Ito,
Jepang
x. Peserta, Sidang ke-7 Konferensi Dunia tentang Agama dan Perdamaian
(WCRP), November 1999, Amman, Yordania.
2. Karya-karya dan Karirnya
a. Khazanah Intelektual Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1986)
b. Islam, Kemoderanan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1988)
c. Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan (Jakarta, Paramadina,
1992)
d. Islam, Kerakyatan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1993)
e. Pintu-pintu menuju Tuhan, (Jakarta, Paramdina, 1994)
f. Islam, Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia, (Jakarta, Paramadina, 1995)
g. Islam, Agama Peradaban, (Jakarta, Paramadina, 1995)
43
h. Dialog Keterbukaan, Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial
Politik Kontemporer, (Jakarta, Paradima, 1998)
i. Kaki Langit Peradaban Islam,(Jakarta: Paramadina, 1997)
j. Bilik-bilik Pesanteren, (Jakarta: Paramadina,1997)
k. Cita-cita politik Islam Era Reformasi, (Jakarta: Paramadina, 1999)
l. Cendekiawan dan Religious Masyarakat, (Jakarta: Paramadina, 1999)
m. Pesan-pesan Takwa (kumpulan khutbah Jumat di Paramadina)
(Jakarta:Paramadina, --)
n. The Issue of Modernization among Muslim in Indonesia, a participant
point of view dalam Gloria Davies, ed. What is Modern Indonesia
Culture (Athens, Ohio, Ohio University, 1978)
o. “Islam In Indonesia: Challenges and Opportunities” dalam Cyriac K.
Pullapilly, Ed. Islam in Modern World (Bloomington, Indiana:
Crossroads, 1982)
p. “In Search of Islamic Roots for Modern Pluralism: The Indonesian
Experiences” dalam Mark Woodward ed., Toward a new Paradigm,
Recent Developments in Indonesian Islamic Thoughts (Tempe,
Arizona: Arizona State University, 1996).
Cak Nur adalah sosok cendikiawan yang tanpa pamrih. Dengan
keberanian moralnya yang nothing to loose, dia tampil dengan gagasangagasan yang segar dan membebaskan. Kalaupun dia dicitrakan sebagai sosok
kontroversial, itu sepenuhnya bisa dimakluminya. Baginya, kontroversi
menjadi semacam hukum alam (sunnah Allah) yang tak bisa dielakkan. Pada
dirinya berlaku pepatah Inggris: “To avoid critism, do nothing, say nothing,
44
and be nothing!” Ia tidak mau menjadi nothing bukan karena dia
mengharapkan popularitas, tetapi karena ia memandang bahwa itulah tugas
yang harus diembannya sebagai hamba Allah. 9
Dalam konteks komunikasi, Cak Nur adalah sebagai seorang
komunikator yang baik, mempunyai media untuk menyampaikan pesanpesannya berupa ide, gagasan yang terus berkembang hingga saat ini, yang
bahkan pernah mengalami kontroversial. Medianya adalah Paramadina,
sebagai komunikannya yaitu Muslim urban perkotaan (masyarakat menengah
kota), dilihat dari kepiawaiannya berkomunikasi menyampaikan ide dan
gagasannya Cak Nur berhasil membawakan pesan-pesannya sehingga efektif
dan masih dikembangkan hingga sekarang. Sehingga ditinjau dari elemen
tersebut selain gagasan-gagasan yang masih terus berkembang, Cak Nur
melahirkan intelektual-intelektual muda yang kompetibel dalam pemikiran
Islam.
9
Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Cak Nur: Pemikiran Islam di Kanvas
Peradaban, (Jakarta: Mizan, 2006) cet. I
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS GAYA KOMUNIKASI
NURCHOLISH MADJID
Komunikasi adalah proses yang tertanam dalam kehidupan kita sehari-hari
yang menginformasikan cara kita menerima, memahami, dan mengkonstruksi
pandangan kita tentang realitas dan dunia. Komunikasi merupakan salah satu
aktivitas manusia yang diakui setiap orang, komunikasi adalah berbicara satu
sama lain, ia bisa televisi, ia bisa juga penyebaran informasi, ia pun bisa gaya
rambut kita. 1 Pada hakikatnya komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan. Seorang komunikator yang menyampaikan
pesan harus memiliki syarat-syarat yang harus diperhatikan. Syarat-syarat yang
harus diperhatikan diantaranya, yaitu seorang komunikator harus memiliki
kredibilitas
yang
tinggi
bagi
komunikasinya,
memiliki
keterampilan
berkomunikasi, mempunyai pengetahuan yang luas, sikap, serta memiliki daya
tarik. 2
Berdasarkan wawancara penulis dengan informan, hal tersebut memang
ditunjukkan oleh Cak Nur, sebagai seorang komunikator, penggagas pembaharuan
pemikiran Islam, Pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesiaan serta banyak
ide-ide lain yang ia tuangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan, keahlian dan
kepiawaiannya dalam komunikasi tersebut tidak dapat diragukan lagi. Ia memiliki
source credibility, source atractiveness, sikap yang santun, bahkan daya tarik
ketampanan seperti yang dikatakan oleh Trisno S. Susanto, kolega dekat Cak Nur
1
2
John Fiske, Cultural and Communication Studies, (Bandung: Jalasutra, 2007), h. 7.
Widjaja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 12.
45
46
yang beragama Kristen. Dalam wawancara kepada penulis ia mengatakan bahwa
“Cak Nur berbeda dengan komunikator lainnya, Cak Nur bukan seorang retorik
yang memukau, tetapi dia memang sungguh memiliki kemampuan berkomunikasi
dengan bahasa Indonesia yang perfect sekali, jarang orang bisa berpidato dengan
bahasa Indonesia se-perfect dia. Dengan gaya, dengan langgamnya, dengan gerak
dengan nada yang naik turunnya semua itu perfect, hampir sulit dicari
kelemahan”. 3
Dalam hal ini Cak Nur sebagai komunikator yang menyampaikan
pesannya berupa ide maupun gagasan pembaharuan pemikiran Islam serta
pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesiaan kepada komunikan dengan
khas gaya komunikasinya. Cak Nur dengan keluasan khazanah pengetahuannya
menuangkan pemikirannya terhadap komunikan melalui pidato, ceramah khutbah
Jum’at maupun pesan yang ia sampaikan dalam forum-forum diskusi tidak
terlepas dengan gaya komunikasinya yang khas. Gaya komunikasi yang dimaksud
adalah cara seseorang menyampaikan ide, gagasan dengan bahasa sebagai alat
penyalurnya untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. 4 Gaya komunikasi
terkait retorika dan bahasa (pemilihan kata) Cak Nur ketika menyampaikan
berbagai ide dan gagasannya memang menunjukkan ketulusan, kelugasan,
keterusterangan atau keterbukaan, kesederhanaan dan kesantunan seperti yang
diungkapkan Deddy Mulyana dalam bukunya “Komunikasi Efektif”. Pakar ilmu
komunikasi tersebut menyebutkan gaya komunikasi tersebut merupakan
perpaduan antara sisi-sisi positif gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya
3
Wawancara pribadi dengan Trisno S. Sutanto (Program Officer MADIA dan sebagai
Kolega Nonmuslim Cak Nur), Jakarta, 28 Juli 2010.
4
Widjaja, H. A., Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), Cet. 3, h. 8.
47
komunikasi konteks rendah. 5 Gaya bicara komunikasi konteks rendah yaitu gaya
yang biasanya dimiliki oleh orang-orang yang berpikir linier, bahasa yang
digunakan langsung, lugas dan eksplisit (jelas, terang, gamblang/tegas), gaya
komunikasi konteks rendah ini juga cepat dan mudah berubah karena tidak
mengikat kelompok. Sedangkan gaya bicara komunikasi konteks tinggi cenderung
berbicara secara implisit (halus, diam-diam), tidak langsung, dan suka basa-basi.
Salah satu tujuannya, untuk memelihara keselarasan kelompok dan tidak ingin
berkonfrontasi (bertentangan), maksudnya agar tidak mudah menyinggung
perasaan orang lain. Dengan menganalisis pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa Cak Nur lebih condong memiliki gaya komunikasi konteks rendah,
meskipun terdapat perpaduan antara sisi-sisi positif gaya komunikasi konteks
tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah. Hal ini dibenarkan juga oleh Musdah
Mulia, ia mengatakan meskipun Cak Nur tidak memiliki kemampuan berorator
menggebu-gebu seperti yang dilakukan FPI tetapi sebagai seorang komunikator,
Cak Nur dalam menyampaikan gagasan itu dalam bahasa yang damai, sejuk, dan
tenang. 6 Trisno S. Sutatnto juga mengatakan, dalam berbicara Cak Nur selalu
menjaga perasaan komunikan dengan bahasa yang santun, pikiran yang logis, hal
ini dapat dikatakan sebagai sisi positif dari gaya komunikasi konteks tinggi.
Artinya gaya komunikasi Cak Nur memang tidak hanya menunjukkan sisi positif
gaya komunikasi konteks rendah tetapi juga ada perpaduan dengan sisi positif
gaya komunikasi konteks tinggi.
5
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke-2 h.149.
6
Wawancara pribadi dengan Musdah Mulia (Head Master of ICRP dan sebagai Kolega
Cak Nur), Jakarta, tanggal 20 Juli 2010.
48
Dalam hal ini berdasarkan wawancara dengan informan penulis menandai
gaya komunikasi Cak Nur lebih condong ke gaya komunikasi konteks rendah,
namun terdapat pula perpaduan sisi-sisi positif gaya komunikasi konteks tinggi
dan gaya komunikasi konteks rendah. Seperti juga yang diungkapkan Ihsan AliFauzi, ia mengatakan “Cak Nur tokoh yang jika menyampaikan pesan, ia tahu apa
yang dia katakan, dia seorang yang tidak memaksa-maksa, sehingga orang tahu
bahwa apa yang disampaikannya itu memang penting”.7
Satu hal yang menarik juga disampaikan olehnya, dalam setiap
penyampaian ceramah dalam khutbah Jum’at, Cak Nur memasukkan sesi diskusi
atau dialog (tanya jawab) kepada audiens setelah khutbah Jum’at, hal tersebut
dimanfaatkannya untuk memberikan informasi baru yang lebih bagi para
komunikan yang bertanya langsung kepadanya. Hal tersebut tidak biasa dilakukan
oleh khotib-khotib sholat Jum’at lain, ini diungkapkan oleh murid dekatnya Cak
Nur, Ihsan Ali-Fauzi. 8 Dalam konteks komunikasi Islam, hal ini sebagaimana juga
yang dilakukan oleh Nabi ketika khutbah, tidak jarang Nabi memberi kesempatan
kepada jama’ah sholat Jum’at yang hadir untuk bertanya. Dengan segala
otoritasnya Nabi adalah orang yang suka membuka dialog. 9 Artinya dalam hal itu
Cak Nur meneladani Nabi dalam berkhutbah.
Hasil penelusuran melalui informan menunjukkan bahwa gaya komunikasi
dan kepiawaian Cak Nur mempengaruhi keberhasilan Cak Nur dalam
melontarkan gagasan-gagasan pembaharuan dan pluralisme dalam konteks Islam
7
Wawancara pribadi dengan Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Wakaf
Paramadina dan sebagai murid dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 6 Juli 2010.
8
Wawancara pribadi dengan Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Wakaf
Paramadina dan sebagai murid dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 6 Juli 2010.
9
Ujang Saefullah, Kapita Selekta Komunikasi: Pendekatan Agama dan Budaya,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 68.
49
dan keindonesian. Seperti yang dikatakan Direktur Program Yayasan Wakaf
Paramadina, Ihsan Ali-Fauzi dalam artikelnya “Artikulasi Pembaharuan
Nurcholish Madjid” mengungkapkan, gagasan-gagasan yang disampaikannya
kokoh karena figur si pembawa gerbong, ia menguasai khazanah Islam tetapi juga
akrab dengan wacana modern, ia kuat dalam lisan maupun tulisan. Sebagai
manusia ia dikenal santun, sederhana dan jauh dari arogan, membuatnya sulit
diserang lawan-lawannya. Sebagai pembawa bendera, ia amat kredibel. Hal
tersebut menunjukkan kuatnya kemampuan Cak Nur berkomunikasi baik melalui
lisan maupun tulisan didukung oleh kemampuannya menguasai khazanah
keislaman maupun wacana modern.
Tidak dapat diragukan lagi keahlian Cak Nur dalam berkomunikasi, hal itu
dibuktikannya dengan Nurcholish Madjid sebagai cendikiawan Muslim kala itu
adalah salah satu dari enam tokoh yang terpilih dan mendapat penghargaan
sebagai tokoh berbahasa Indonesia lisan terbaik oleh Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional bersama tujuh organisasi media massa pada tahun 2003 lalu.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Rahmat Hidayat, asisten Cak Nur di Yayasan
Wakaf Paramadina yang mengatakan bahwa Cak Nur mendapat penghargaan
sebagai pengguna bahasa Indonesia yang baik. 10 Selain Nurcholish Madjid lima
tokoh diantaranya adalah Susilo Bambang Yudhoyono (Menteri Koordinator
Bidang Politik dan Keamanan), Yusril Ihza Mahendra (Menteri Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia), Eep Saefulloh Fatah (pengamat politik), Pradjoto (pengamat
hukum perbankan), dan Richard Gozney (Duta Besar Inggris untuk Indonesia).11
10
Wawancara pribadi dengan Rahmat Hidayat (Staf atau Asisten Cak Nur di Yayasan
Wakaf Paramadina), Jakarta, tanggal 13 Juli 2010.
11
Louisa Tahatu, “Forum-Pembaca-KOMPAS”, artikel diakses pada 3 Mei 2010 pukul
14.10 dari http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg13001.html
50
Penilaian yang dilakukan meliputi vokal, berupa kenyaringan dan
keterdengaran serta enunsiasi (kejelasan pengucapan), dan
intonasi (tekanan
suara). Selain itu juga dinilai pilihan kata/istilah dan struktur kalimat, penalaran
dan organisasi tuturan, serta sikap ketika berbicara.
Kemampuan sebagai komunikator yang baik juga Cak Nur peroleh dengan
pengalaman aktifnya di organisasi sejak menjadi mahasiswa di IAIN Jakarta saat
itu, salah satu kiprahnya adalah pernah menjabat sebagai ketua HMI bahkan dua
periode sebagai ketua PB HMI, menjadikan komunikasi sebagai tuntutan dalam
kiprahnya. Selain itu aktifitasnya sebagai pembicara dalam forum seminar baik di
dalam maupun luar negeri juga membuktikan bahwa ia seorang komunikator yang
credible.
Berikut adalah analisa dan pembahasan pertanyaan wawancara yang
diajukan penulis kepada informan berkaitan dengan gaya komunikasi Nurcholish
Madjid yang ditandai dengan retorika dan bahasa khas ketika menyampaikan
ceramah dalam khutbah Jum’at serta menyampaikan pidato atau pesan dalam
forum-forum diskusi bertujuan untuk mengetahui gaya komunikasi Nurcholish
Madjid.
51
A. Pembahasan
Hasil
Wawancara
dengan
Informan
terkait
Gaya
Komunikasi Nurcholish Madjid
1. Analisa Hasil Wawancara dengan Informan Terkait dengan Retorika
Nurcholish Madjid
Menurut
Sonnya
K.
Foss,
retorika
didefinisikan
sebagai
penggunaan kata atau bahasa untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, dan
tingkah laku khalayak. Jika didasarkan pada fungsi bahasa yang mendasar,
retorika menjadi sarana simbolis yang digunakan manusia untuk
”membujuk” manusia lain yang secara alami beraksi dan berkreasi dengan
menggunakan simbol-simbol. 12
Berdasarkan hasil wawancara pada 7 (tujuh) orang informan,
ketujuh informan tersebut menyimpulkan bahwa Cak Nur memiliki
kemampuan retorik yang baik, walaupun bukan seorang retorik yang
memukau seperti Soekarno, sebagai seorang komunikator ia membawakan
pesannya dengan bahasa yang santun, damai dan sejuk, seperti yang
diutarakan oleh muridnya, Musdah Mulia. 13
Sebagai seorang intelektual atau cendikiawan Muslim yang sangat
dikenal di Indonesia keahlian Cak Nur dalam berkomunikasi memang
tidak dapat diragukan lagi, hal tersebut diakui oleh Prof. Dr. Komaruddin
Hidayat yang mengatakan bahwa kemampuan retorika Cak Nur sudah
dibentuk sejak dari pesanteren Gontor, Ponorogo. Selain itu, keaktifannya
di HMI sebagai pemimpin cabang bahkan hingga dua kali memimpin PB
12
Sonnya K. Foss (1989: 4-5) dalam Sidik Suhada,” Media dan Komunikasi,” artikel
diakses pada 20 April 2010 pukul 11.11 pm dari http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasadan-ideologi-dalam-retorika.html
13
Wawancara pribadi dengan Musdah Mulia (Head Master of ICRP dan sebagai Kolega
Cak Nur), Jakarta, tanggal 20 Juli 2010.
52
HMI serta kemampuannya menghayati keindahan bahasa dan balaghoh
sastra menjadikannya seorang retorik yang baik. Jabatan tersebut
menuntutnya sebagai komunikator yang piawai. Di samping karena latar
belakang Cak Nur mengambil jurusan sastra Arab semasa kuliah di IAIN
Jakarta saat itu. Cak Nur sangat bagus dalam menyampaikan ceramah, hal
itu juga didukung oleh keluasan dan kedalaman ilmunya. Bahkan jika
ceramahnya ditranskip (dituangkan) dalam bentuk tulisan, itu merupakan
tulisan yang bagus, ceramah yang telah dituangkan menjadi tulisan tidak
berbeda jauh, itulah satu keunggulan yang dimiliki Cak Nur, ungkap Prof.
Dr. Komaruddin Hidayat. 14 Sependapat dengan hal tersebut Trisno S.
Susanto juga mengakui keahlian Cak Nur. Walaupun Cak Nur bukan
seorang retorik memukau yang dapat membangkitkan semangat seperti
Bung Karno, tetapi Cak Nur seorang komunikator yang menggunakan
bahasa yang santun, kalem tetapi mendalam. Soal penguasaan, ia tidak
meragukan penguasaan Cak Nur tentang keislaman. Dalam setiap
komunikasinya, Cak Nur seringkali memasukkan ayat-ayat al-Qur’an dan
hadits. Menurut Trisno hal tersebut pernah menjadi guyonan Gus Dur,
seringnya Cak Nur memasukkan ayat-ayat dalam setiap bicaranya, Gus
Dur mengatakan “Cak, kalau mau bicara demokrasi tidak usah sebut-sebut
ayat ya demokrasi saja”, karena Cak Nur setiap kali apa-apa selalu harus
menggunakan ayat Qur’an, harus menggunakan hadits. Lalu Cak Nur
menjawab “Bagaimana saya tidak menggunakan Qur’an karena kalau Gus
Dur bicara itu sudah Qur’annya, kalau saya masih membutuhkan
14
Wawancara pribadi dengan Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta merupakan
kolega dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 30 Juli 2010
53
Qur’an”. 15 Hal tersebut menunjukkan luasnya pemikiran Cak Nur
didukung dengan data-data yang lengkap dengan memasukkan ayat-ayat
al-Qur’an dan hadist ke dalam setiap isi pesan yang disampaikannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan setiap informan, mereka
sependapat bahwa sebagai pembawa pesan (komunikator) Cak Nur
memiliki dua syarat mutlak yang memang harus dimiliki bagi seorang
yang akan muncul dalam mimbar atau forum untuk berpidato 16 , pertama
yaitu source credibility, adalah kepercayaan yang ditentukan oleh
keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya, kepercayaan kepada
komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima komunikan
dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris. Selain itu,
kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang
dimiliki seorang komunikator. Menurut Ihsan Ali-Fauzi Cak Nur adalah
seorang yang ahli sekali dalam menyampaikan pesan karena Cak Nur
menguasai perkara yang dia sampaikan dan mengerti masalahnya. Selalu
ada informasi dan istilah baru yang dilontarkannya sehingga komunikan
tidak merasa bosan mendengarkan pesan yang disampaikan. 17 Hal senada
juga diungkapkan Musdah Mulia, bahwa Cak Nur selalu menggunakan
istilah-istilah baru serta menjelaskan terminologi-terminologi asing yang
sulit sehingga membantu para komunikannya mengerti istilah maupun
15
Wawancara pribadi dengan Trisno S. Sutanto (kolega dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal
28 Juli 2010
16
Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007) cet. ke-20 h.68
17
Wawancara pribadi dengan Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Wakaf
Paramadina dan sebagai murid dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 6 Juli 2010.
54
terminologi asing tersebut dalam wacana keagamaan di Indonesia.18 Selain
itu, Omi Komaria mengungkapkan keahlian Cak Nur juga ditunjukkan
dengan pandainya dia menyampaikan makna dari setiap pesan yang
diutarakannya kepada komunikan berupa the moral behind the story.
Misalnya ketika Cak Nur menyampaikan tentang makna mengucapkan
takbir di awal sholat dan salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri
ketika mengakhiri sholat, Cak Nur memaknainya: ketika sembahyang itu
kita didahului dengan Allahu Akbar, itu berarti kita membuka komunikasi
dengan Tuhan, dengan begitu kita harus konsentrasi kepada Tuhan, artinya
kita tidak boleh misalnya memikirkan cek ini, memikirkan ada janji,
karena kita sedang beraudiensi dengan Tuhan, kemudian setelah itu kita
sembahyang diakhiri dengan menoleh kanan dan kiri, menurut Cak Nur
maknanya adalah seolah-olah Tuhan itu berkata kepada kita “oke kamu
sudah menghadap saya, sekarang kembalilah kamu ke duniamu, tengok
kanan kirimu yaitu tengok saudara-saudara, tengok tetangga, tengok
teman-temanmu, kalau-kalau dia memerlukan kamu. Begitulah Cak Nur
mengutarakan pesan dengan maknanya berupa the moral behind the story
yang membuat komunikannya percaya akan kredibilitasnya sebagai
komunikator. 19
Kedua, yakni source atractiveness artinya seorang komunikator
akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap, opini,
dan prilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik, menurut Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat, sebagai komunikator daya tarik Cak Nur ada pada
18
Wawancara pribadi dengan Musdah Mulia, Head Master of ICRP (Murid Cak Nur),
Jakarta, tanggal 20 Juli 2010.
19
Wawancara pribadi dengan Omi Komari (Istri Cak Nur), Jakarta, tanggal 13 Juli 2010.
55
kedalaman dan keluasan ilmunya, dia menguasai khazanah Islam klasik,
al-Qur’an dan sejarah. ketika dia membahas Tafsir ayat al-Qur’an itu bisa
kemudian dikembangkan impelementasinya dalam sejarah lalu dianalisis
lagi dari ilmu-ilmu sosial, maka apabila berpidato satu ayat itu bisa
membawa audiensnya untuk mempelajari sejarah sekaligus konteks
kekinian, daya tariknya itu juga ada pada konten, logikanya runtut, dan
dukungan literatur ilmu yang dimilikinya. 20
Sependapat dengan hal itu, Romo Prof. Franz Magnis-Suseno juga
mengungkapkan bahwa daya tarik Cak Nur terletak pada isi dari pesanpesan yang disampaikan. Cak Nur dapat mengkombinasikan nilai-nilai
pesan modernitas, rasionalitas, fungsionalitas, serta demokrasi yang telah
tertanam dalam Islam. Ia dapat menjembatani pikiran masyarakat Islam
pandangan tradisionalis dengan modernitas agar keduanya tidak saling
mencurigai. Itulah posisi Cak Nur yang menarik menurutnya. 21
Di samping itu, sebagai seorang komunikator Cak Nur juga
memenuhi kriteria inti seorang retorik yaitu 22 , ethos (etichal) merupakan
karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara seorang komunikator
berkomunikasi, karakter yang diperlihatkan Cak Nur ketika berkomunikasi
menggambarkan kesantunan, keramahan pada dirinya. Hal tersebut
dikatakan oleh setiap informan, seluruh informan sependapat bahwa
karakter kesantunan dalam berbicara sangat melekat pada Cak Nur.
20
Wawancara pribadi dengan Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta merupakan
kolega dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 30 Juli 2010.
21
Wawancara pribadi dengan Romo Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, (Guru Besar STF
Driyarkara merupakan kolega dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 12 Agustus 2010.
22
Fathurin, “Pengantar Retorika dan Public Speaking”, 2008 artikel diakses pada 2 Mei
2010 pukul 15.03 pm dari http://www.fathurin-zen.com/?p=89
56
Kemudian pathos (emotional) yakni perasaan emosional khalayak yang
dapat dipahami dengan pendekatan “Psikologi Massa”. Berdasarkan
wawancara dari seluruh informan bahwa kedekatan emosional yang
ditunjukkan Cak Nur kepada khalayak (komunikan) sangat baik, Cak Nur
sungguh memperhatikan audiensya ketika bertanya dalam setiap forum,
tidak hanya itu menurut Prof. Dr. Komaruddin Hidayat Cak Nur bahkan
seorang yang senang memuji lawan bicaranya, ia tidak suka mengkritik
orang lain, Cak Nur lebih bersifat tidak menggurui tetapi lebih explaining
(menjelaskan), selain itu Ihsan Ali-Fauzi mengatakan Cak Nur juga sangat
akrab kepada audiensnya. Cak Nur selalu berusaha mengikuti alur logika
para auidensnya. 23 Kriteria selanjutnya adalah logos (logical), merupakan
pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara. Dalam
pemilihan kata atau kalimat, berdasarkan wawancara dengan informan,
dikatakan Cak Nur menguasai sekali apa yang disampaikannya, dia tidak
hanya menguasai bahasa Indonesia dengan baik tetapi juga menguasai
bahasa Inggris. Bahkan menurut Komaruddin Hidayat, Cak Nur
menguasai dan menghayati keindahan bahasa sastra dan juga balaghoh
sastra. Cak Nur sangat cerdas menciptakan istilah-istilah baru yang
konseptual jadi ketika dia menciptakan kata-kata itu padat dengan konsep
dan baru sehingga tidak mudah hilang oleh zaman. 24 Hal ini juga
dibenarkan oleh Omi Komaria yang mengatakan bahwa jika Cak Nur
23
Wawancara pribadi dengan Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Wakaf
Paramadina dan sebagai murid dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 6 Juli 2010.
24
Wawancara pribadi dengan Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta merupakan
kolega dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 30 Juli 2010.
57
menguraikan ide maupun gagasan selalu padat dan mengandung informasi
baru.
Secara keseluruhan ketujuh orang informan berpendapat sama
bahwa gaya komunikasi terkait retorika Cak Nur adalah Cak Nur bukan
seorang retorik yang memukau, namun dapat dikatakan bahwa ia adalah
seorang retorik yang baik dan pesan-pesan yang disampaikannya efektif,
hal tersebut ditandai dengan kredibilitasnya sebagai komunikator mampu
menunjukkan keahliannya dengan kedalaman dan keluasan ilmunya,
menguasai perkara yang disampaikannya dengan bersikap santun,
mengutarakan makna apa yang terdapat dalam pesan-pesannya, terbuka,
apa adanya, jernih, dekat dan memperhatikan komunikannya. Selain itu
Cak Nur juga mampu memberikan informasi yang diinginkan oleh
komunikan sesuai dengan khazanah keilmuan yang dikuasainya. Ia selalu
menguraikan substansi pemikirannya yang didukung dengan ayat al’Quran
dan hadits.
Jika dianalisis dengan mengunakan prinsip-prinsip komunikasi
dalam al-Qur’an , hal demikian sesuai dengan prinsip qaulan sadidan,
terdapat dalam surat An-Nisa: 9
܉Œ
[àÕµŽ
VÝd‹mދˆ
Ù2´Nµáß `a
ÚGµ%
‰ÊoŒ"
‰ÎߌU žá¡`Ϋ° A‡’e³OsÎn
Ž ‰Æ’*‹mß Œß Ü1´NÞl„ Ì
AŠÜ‰Œ
‰Ê‰Æ‹mދˆ
­¸® škeµk`Z
Artinya:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah
58
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar.(QS. An-Nisaa:9)
Serta Allah juga menyuruh manusia menyampaikan qaulan
sadidan dalam surat Al-Ahzab:70
8ÕµŽ
Ž
‰Æ“"
‡R[kˆ
”¡e
‰ÉA%‹Ê
­¶¯® @keµk`Z AŠÜ‰Œ ‰Ê‰Î‹ˆ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah Perkataan yang benar”.
Bila di analisis menurut prinsip-prinsip komunikasi dalam alQur’an. Komunikasi Cak Nur ini sesuai dengan prinsip qaulan sadidan
artinya pembicaraan yang benar, jujur (Pichhall menerjemahkannya
straight to the point), lurus tidak bohong, dan tidak berbelit-belit. Prinsip
komunikasi yang pertama menurut al-Qur’an adalah berkata benar. Ada
beberapa makna dari pengertian benar sesuai dengan kriteria kebenaran alQur’an. Salah satunya adalah sesuai dengan kriteria kebenaran.
Buat
orang lain ucapan tentu ucapan yang sesuai dengan al-Qur’an, sunnah, dan
ilmu. Al-Qur’an menyindir keras orang-orang yang berdiskusi tanpa
merujuk pada al-kitab, petunjuk dan ilmu. Al-Qur’an menyatakan bahwa
berbicara yang benar dan menyampaikan pesan yang benar adalah
prasyarat untuk kebesaran (kebaikan, kemaslahatan). 25 Merujuk pada hal
tersebut Cak Nur sebagai seorang komunikator memang memiliki
kredibilitas sumber yang bagus. Ia dalam menyampaikan pesannya tidak
25
Ujang Saefullah, Kapita Selekta Komunikasi: Pendekatan Agama dan Budaya,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 68.
59
terlepas dari data-data yang lengkap sesuai dengan keluasan ilmunya dan
didukung berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah
2. Analisa Hasil Wawancara dengan Informan Terkait dengan Bahasa
(Pemilihan Kata) Nurcholish Madjid
Berdasarkan hasil dari wawancara pada 7 (tujuh) orang informan,
ketujuh orang informan tersebut sependapat dan menyimpulkan bahwa
Cak Nur menguasai kata atau kalimat bahasa pesannya kepada komunikan,
ia tidak hanya mengerti namun menguasai dan memahami isi pesan dan
makna yang disampaikannya. Cak Nur tidak hanya asal bicara, tetapi juga
memiliki integritas yang tinggi dalam menggunakan bahasa (pemilihan
kata). Menurut Trisno S. Sutanto Cak Nur menguasai sekali bahasa
Indonesia, bahkan ia mengatakan kemampuan bahasa Indonesia Cak Nur
sangat perfect. 26
Komaruddin Hidayat mengatakan, bahasa yang digunakan Cak Nur
dalam berpidato apabila di transkip tidak jauh berbeda jika dituangkan
dalam bentuk tulisan, jadi kemampuannya menyampaikan pesan baik
berupa tulisan maupun lisan sangat bagus. Itulah yang keunggulan Cak
Nur jika dibandingkan oleh komunikator lain, misalnya seperti Goenawan
Muhammad. Goenawan Muhammad hanya dapat menuangkan pesannya
dalam bentuk tulisan yang sangat bagus tetapi ketika diutarakan melalui
lisan dia sulit menyampaikannya. Berbeda sekali dengan Cak Nur. Sebagai
26
Wawancara pribadi dengan Trisno S. Sutanto (kolega dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal
28 Juli 2010.
60
penulis yang sangat dikenal Goenawan tidak memiliki dua kemampuan
seperti halnya Cak Nur. 27
Dalam menyampaikan ceramah, pidato, khutbah atau berbicara
dalam forum-forum diskusi Cak Nur seringkali menggunakan bahasa yang
sangat akademik, ilmiah dan sulit dipahami oleh kebanyakan orang (orang
awam).
Menurut
Komaruddin
Hidayat
hal
tersebut
merupakan
pertanggungjawaban Cak Nur bahwa yang dia sampaikan itu mempunyai
konsep akademis, Cak Nur sangat kaya dan setia dengan istilah-istilah
akademis dan ketika ditanya Cak Nur mampu menjelaskan konsepnya. 28
Selain itu, Cak Nur juga memiliki tujuan akan hal itu, ia memiliki
strategi dalam menyampaikan ide maupun gagasan-gagasannya yang
diarahkan bagi kelas menengah Muslim perkotaan. Sebagaimana yang
dikatakan Ihsan Ali-Fauzi, salah satu faktor keberhasilannya akan gaagsan
yang hingga kini terus berkembang sebagai pembawa gagasan Nurcholish
itu adalah satu, isinya bagus yang membawa isinya (gagasan) itu bagus
sekali. Hampir tidak bisa dikritik. 29
Menurut Cak Nur sendiri, mengenai bahasa yang ia gunakan.
Bahasa
yang digunakan Cak Nur memang akademik, ilmiah, dan
ditujukan bagi kelas menengah. Karena perubahan sosial menurutnya
berasal dari kelas menengah.
Hal ini terdapat dalam buku karya Budhy Munawar-Rahman
“Membaca Cak Nur” Ia mengutip perkataan Cak Nur. Cak Nur
27
Wawancara pribadi dengan Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta merupakan
kolega dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 30 Juli 2010.
28
Wawancara pribadi dengan Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta merupakan
kolega dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 30 Juli 2010.
29
Wawancara pribadi dengan Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Wakaf
Paramadina dan sebagai murid dekat Cak Nur), Jakarta, tanggal 6 Juli 2010.
61
menegaskan konstituen Paramadina adalah kelas menengah.
Sebenarnya hal yang natural saja. Karena dalam menguraikan
gagasan-gagasan itu kita menggunakan pola-pola komunikasi
tertentu, yang disebut ilmiah, akademik dan lain sebagainya. Jadi
kekelasmenengahan Paramadina bukanlah tujuan, tapi efek dari
pendekatan yang kita gunakan. Kebetulan juga didukung oleh
teori-teori bahwa perubahan sosial itu berasal dari kelas menengah,
yang antara lain muncul dalam teori-teori tentang strategic elities,
opinion makers, trend makers, dan lain sebagainya ”.... sebab kalau
tidak begitu, kita tidak akan efisien lagi. Kalau kita ke bawah juga,
kita harus siap-siap membagi bahasa. Padahal kita tidak bisa
menjadi setiap orang. We cannot be everybody. Kita harus menjadi
somebody secara efektif dan commited...” 30
Itu memang sepenuhnya by design. Menurutnya, kelompok itulah
yang paling potensial untuk menggerakkan perubahan di Tanah Air.
Bahwa posisi sosial, ekonomi dan politik mereka kini masih sangat lemah,
masih sangat rentan untuk diintervensi negara, hal itu sepenuhnya
disadarinya. Tetapi, baginya, merekalah satu-satunya harapan masa depan
dan itulah sebabnya ia berusaha keras, dalam tiap kesempatan dan lewat
berbagai cara, untuk memperkuat posisi mereka melalui diskusi di
berbagai forum khususnya dalam Klub Kajian Agama (KKA) yang
mayoritas jamaahnya adalah kelompok Muslim perkotaan. Bahwa jumlah
mereka di Indonesia masih sangat kecil, ia juga sepenuhnya menyadarinya
dan itulah sebabnya ia berusaha untuk memperbanyaknya, sesuai dengan
kapasistas dan sumberdaya yang ada padanya. 31
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan
simbol-simbol vocal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer 32 , yang dapat
30
Budhy Munawar-Rachman, Membaca Cak Nur, (Jakarta: LSAF, 2008), h.28.
Dalam Pengantar Diskusi Penulisan Otobiografi Intelektual: Demi Islam, Demi
Indonesia: Sketsa Biografi Nurcholish Madjid. Artikel oleh Ihsan Ali-Fauzi, (Jakarta, 1996).
32
Dalam John Fiske, Communication Studies, Arbitrer adalah istilah dalam semiotika
yang menyatakan bahwa relasi antara penanda dan petanda semata-mata berdasarkan konvensi
sosial, bukan relasi yang lumrah atau alamiah.
31
62
diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Menurut Rahmat
Hidayat, ketika Cak Nur menyampaikan pesannya kepada komunikan
tidak hanya terlihat pada keluasan isi pesan yang diuraikan tetapi juga dari
segi body language pun dia bisa menggambarkan kepada orang bahwa dia
menguasai pengetahuannya dengan lugas. Berbeda dengan komunikator
lain yang ada kalanya tidak menguasai apa yang disampaikannya kepada
komunikan. Lain halnya dengan Cak Nur yang sangat luas pemikirannya
berdasarkan keluasan ilmu yang dilandasi dengan al-Qur’an dan hadits. 33
Sisi bahasa dan gaya komunikasi Cak Nur juga tidak lepas dari
pengaruh pengalamannya lamanya mengenyam pendidikan di Chicago,
Amerika. Perjalanan pendidikannya disana selama kurang lebih 6 tahun
mempengaruhi gaya komunikasi Cak Nur yang condong kepada gaya
komunikasi konteks rendah. 34
Cak Nur menguasai bahasa dalam menyampaikan pesan, bahasa
yang dipakainya tentu tidak lepas dari fungsi bahasa itu sendiri, yaitu
untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat
untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, sebagai alat untuk
mengadakan kontrol sosial.
Dengan kemampuannya menguasai bahasa dan kepiawaiannya
berkomunikasi Cak Nur mampu menyumbangkan ide dan gagasannya
yang kokoh sebagai kontrol sosial kepada masayarakat Indonesia guna
mencapai kehidupan yang terkandung nilai-nilai keadilan, toleransi dan
33
Wawancara pribadi dengan Rahmat Hidayat (Staf atau Asisten Cak Nur di Yayasan
Wakaf Paramadina), Jakarta, tanggal 13 Juli 2010.
34
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke-2 h.147.
63
pluralisme. Sebagai penggagas ketika mebawakan pesannya kepada
komunikan, Cak Nur dapat menempatkan dirinya diantara masyarakat
yang plural (majemuk). Sehingga pesan-pesan yang disampaikannya
hingga kini masih terus berkembang.
Hal demikian sesuai dengan prinsip qaulan balighan, yang terdapat
dalam surat An-Nisa: 63
[àÕ¯mŽ
`³š”¡Œ
ˆÏ
t´8
%

É1„ Ý΍e
ÙÀ²oÚɈ
Χ
Ù2´O´‰Î Î
#΋ˆ
Ü1ÅNÚƵɋˆ
Ü1ËRÝDÉ
.ŠÜ‰Œ Ü1´O«{Æá5ˆ ;F´8 Ü1Íz•
­µ²® AÙl´ 
Artinya:
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di
dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan
berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan
yang berbekas pada jiwa mereka”.
Sesuai dengan teori yang diangkat oleh penulis di bab 2 (dua),
tentang terministic screen, maka Cak Nur menyampaikan pesannya
kepada komunikan yang tidak terlepas dari pemikiran berlandaskan alQur’an dan hadits, cenderung memilih kata-kata tertentu untuk mencapai
tujuannya. Pemilihan kata-kata itu bersifat strategis. Dengan demikian,
kata yang diungkapkan, simbol yang diberikan, dan intonasi pembicaraan,
tidaklah semata-mata sebagai ekspresi pribadi atau cara berkomunikasi,
namun dipakai secara sengaja untuk maksud tertentu dengan tujuan
mengarahkan cara berpikir dan keyakinan khalayak. 35
35
Dalam Sidik Suhada,” Media dan Komunikasi,” penulisnya mengutip dari Eriyanto
(2000:5) artikel diakses pada 20 April 2010 pukul 11.11 pm
dari
http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasa-dan-ideologi-dalam-retorika.html
64
3. Analisa Wawancara dengan Informan Terkait dengan Gaya
Komunikasi Nurcholish Madjid
Dari hasil wawancara dengan informan, gaya komunikasi penting
sebagai cara yang khas pada diri seseorang untuk menyampaikan
maksudnya dan untuk mengetahui respon dari orang yang diajak
komunikasi.
Gaya komunikasi seseorang juga dapat dilihat dari retorikanya.
Retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan rangkaian kata
atau kalimat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan
tertentu. Retorika juga dapat dimaknai sebagai suatu proses komunikasi,
seorang kumunikator menyampaikan pesan kepada komunikan.
Berdasarkan hasil dari keseluruhan wawancara dengan informan,
ketujuh informan tersebut menyimpulkan bahwa gaya komunikasi
Nurcholish Madjid sesuai dengan asumsi Deddy Mulyana yang
menyatakan gaya komunikasi Nurcholish Madjid lebih condong pada gaya
komunikasi konteks rendah yang ditandai dengan jelas, tulus, terbuka,
jernih, damai, santun, didukung dengan substansi (isi) pesan yang padat
dan bermakna, argumentasi yang jelas dan lengkap dengan referensi yang
jelas berdasarkan ilmu, al-Qur’an dan hadits serta pertanggungjawaban
otentik yang dikatakan tetapi tetap menghargai perbedaan.
Gaya komunikasi konteks rendah tersebut sesuai dengan teori
Edward T. Hall, ia mengemukakan gaya komunikasi konteks rendah dan
gaya komunikasi konteks tinggi.
65
B. Pandangan Kolega Tentang Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid
Proses komunikasi seseorang dipengaruhi oleh gaya komunikasi. Gaya
komunikasi adalah suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang dan gaya
komunikasi antara orang yang satu dengan yang lain berbeda. Hal ini
ditunjukkan Cak Nur dengan gaya komunikasinya yang khas ketika
menyampaikan pesan, ide gagasan pluralisme dalam konteks Islam dan
keidonesiaan maupun gagasan pembaharuan pemikiran Islam.
Budhy Munawar-Rachman dalam Ensiklopedi Nurcholish Madjid juga
mengatakan begitulah Cak Nur ia adalah seorang pemikir Islam yang
ensiklopedis. Pengetahuan Cak Nur sangat luas. Mereka yang pernah
mendengarkan perkuliahan beliau di Yayasan Paramadina dapat merasakan
vibrasi dari keluasan pandangan Cak Nur itu, bukan hanya dari perkuliahan
beliau, tetapi juga dari bagaimana beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan
peserta. Cak Nur selalu bisa mengakomodasi berbagai pertanyaan, bahkan
pertanyaan (questioning) yang kritis sekali pun, dan kemudian memperluasnya
dari sudut pandangnya sendiri. 36
Demikianlah Nurcholish Madjid. Dengan gaya komunikasinya,
keluasan
dan
kedalaman
pengetahuannya,
juga
kearifannya
sebagai
cendekiawan yang tanpa pamrih dan keberanian moralnya yang nothing to
lose, ia tampil dengan gagasan-gagasan yang segar dan membebaskan.
Semuanya itu menempatkannya dalam posisi yang unik sebagai seorang
cendekiawan Muslim Indonesia.
36
Dalam prakata penyunting Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid:
Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, (Jakarta: Mizan, 2006) cet. I, h. xxviii.
66
Hampir semua kolega berpendapat sama, Prof. Dr. Komaruddin
Hidayat, Romo Prof. Dr. Franz-Suseno SJ, Ihsan Ali-Fauzi, Musdah Mulia,
Rahmat Hidayat, Trisno S. Susanto, serta Omi Komaria selaku istri
berkesimpulan bahwa Nurcholish Madjid adalah seorang intelektual yang
memiliki kepiawaian dalam berkomunikasi, dengan keluasan dan kedalaman
ilmunya Nurcholish Madjid mampu berkomunikasi secara efektif membawa
ide maupun gagasannya kepada komunikan melalui forum-forum diskusi
khususnya diskusi KAA (Klub Kajian Agama), khutbah Jum’at dan lain
sebagainya melaui media yang di dirikannya Yayasan Paramadina.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian, informan menyatakan sependapat dengan
asumsi Deddy Mulyana terkait dengan gaya komunikasi Cak Nur yang
lebih cendong ke dalam gaya komunikasi konteks rendah, hal tersebut di
benarkan oleh setiap informan dengan mengatakan benar adanya
komunikasi yang ditunjukkan Cak Nur memang santun, tidak menggebugebu, tidak muluk-muluk dalam berbicara, ramah, menghargai lawan
bicaranya dan didukung oleh keluasan khazanah ilmu pengetahuan dan
keahlian maupun kepiawaian Cak Nur dalam menyampaikan pesan atau
gagasan-gagasannya melalui ceramah, pidato, serta dalam berbagai
forum-forum diskusi.
2. Sebagai seorang intelektual Muslim Cak Nur sangat menghargai
komunikan (lawan bicara), Cak Nur sangat menyimak atau dengan kata
lain memperhatikan komunikannya ketika melontarkan pertanyaanpertanyaan yang diajukan kepadanya dengan memberikan jawabanjawaban yang runtut disertai dengan data-data yang lengkap. Data-data
yang diberikannya berdasarkan pemikirannya yang luas dan dilandasi
dengan ayat al-Qur’an dan hadits.
3. Yang terpenting adalah dalam menyampaikan pesan (ide, gagasan)
seorang komunikator harus mampu, mengerti dan menguasai apa yang
disampaikannya, tentang apa, siapa komunikannya, dan apa efek yang
diharapkan.
67
68
B. Saran
Tentu sebagai mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, yang
mempelajari studi komunikasi dapat mempraktekkan sisi-sisi positif dari gaya
komunikasi Nurcholish Madjid sebagai seorang komunikator yang memiliki
kedalaman dan keluasan ilmu dalam menyampaikan pesan (ide, gagasan).
Tidak asal bicara tetapi dapat mempertanggungjawabkan otentisitasnya,
menghargai segala bentuk perbedaan dan tetap bersikap santun ketika
berkomunikasi. Ada beberapa catatan yang ingin penulis sampaikan, tentunya
saran-saran ini disampaikan bertujuan tak lain demi kebaikan dan kualitas di
masa yang akan datang. Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah
sebagai berikut:
1. Diharapkan seorang komunikator dapat menyampaikan pesannya dengan
baik, jelas, terbuka, ringkas dan tidak berbelit-belit supaya para
komunikan (lawan bicara) dapat menangkap pesan yang disampaikan
sehingga terjalin komunikasi efektif dan tidak terkena gangguan (noise)
2. Sebagai generasi Indonesia baik sebagai dosen, guru, mahasiswa,
diharapkan dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
3. Sebagai generasi muda hendaknya dapat meneladani kesantunan dan
kewibawaan gaya komunikasi Cak Nur dalam berbicara.
4. Tentunya, sebagai mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
kita dapat berkomunikasi dengan baik, agar setiap pesan yang ingin
disampaikan dapat terjalin secara efektif untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Dalam berkomunikasi tentunya juga harus mengerti dan
menguasai
pesan
pengetahuan.
apa
yang
disampaikan
berdasarkan
ilmu
dan
DAFTAR PUSTAKA
Ali-fauzi, Ihsan, dan Armando, Ade (Editor), Cak Nur di Mata Anak Muda.
Jakarta: NewMont Pasific Nusantara, 2008.
Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi; Sebagai Pengantar Ringkas. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1995.
Arifin, Tatang M,. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali 2003.
Artmanda W, Frista. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Penerbit
Lintas Media, 2005.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium
Baru. Jakarta: Logos, 1999.
Barton, Greg. Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme
Cak Nur, Djohan Effendy, Ahmad Wahib dan Gus Dur. Jakarta:
Paramadina dan Pustaka Antara, 1999.
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT.
RajaGrapindo Persada, 2006.
_____________. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana, 2008.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi
ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 1985.
Effendy, Onong Uhcjana. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1992.
_____________________. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2003.
_____________________. Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Fisher, Aubery. Teori-Teori Komunikasi. Bandung: Remaja Karya, 1986.
Fiske, John. Cultural and Communication Studies; Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra, 2007.
Hardiman, F. Budi. Menuju masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik
dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius,
2009.
69
70
Hakim, Abdul, dan Latif, Yudi (Penyunting). Bayang-bayang Fanatisisme: Esaiesai untuk Mengenang Nurcholish Madjid. Jakarta: PSIK, 2007.
Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta: Penerbit Nusa Indah, 1994.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta, 2007.
Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 2005.
Malik, Dedy Djamaluddin dan Ibrahim, Idy Subandy. Zaman Baru Islam
Indonesia: Pemikiran dan Aksi Politik Gus Dur, Amin Rais, Cak Nur,
Djalaluddin Rahmat. Bandung: Pustaka Zaman Wacana Mulia, 1998.
Moeleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1993.
Mulyana, Deddy. Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Munawar-Rachman, Budhy. Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di
Kanvas Peradaban, Jakarta: Mizan, 2006.
______________________. Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
______________________. Membaca Nurcholis Madjid; Islam dan Pluralisme.
Jakarta: LSAF, 2008.
Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Partanto, Pius A, dan Al Barry, M. Dahlan,. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola, 1994.
Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
_________________. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007.
Saefullah, Ujang. Kapita Selekta Komunikasi: Pendekatan Agama dan Budaya.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007.
Senjaja, Sasa Djuarsa. Pengantar Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.
Singarimbun, Masri, Sofian Efendi. Metodologi Penelitian Survey, Jakarta:
LP3ES, 1989.
Susanto, Astrid S,. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Bina Cipta
1974.
71
Thaha, Idris. Demokrasi Religius: Pemikiran Politik Nurcholis madjid dan M.
Amin Rais, Jakarta: TERAJU PT. Mizan Publika, 2005.
Urbaningrum, Anas. Islamo-Demokrasi; Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta:
Republika, 2004.
West, Richard dan Turner, Lynn H,. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008.
Widjadja. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004.
Artikel:
Penulisan Otobiografi Intelektual: Demi Islam, Demi Indonesia: Sketsa
Biografi Nurcholish Madjid. Artikel oleh Ihsan Ali-Fauzi, Jakarta: Paramadina
1996.
Internet:
Abu Fatheer, “Retorika Dakwah”, diakses tanggal 3 Mei 2010 pukul 11.36 AM
dari
http://pks-kotabekasi.com/component/content/article/38motivasi/119-retorika-dakwah.html
Adian Husaini, “37 Tahun Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia,” diakses
tanggal 19 Januari 2010 pukul 14.19 PM dari www.hidayatullah.com
Fathurin, “Pengantar Retorika dan Public Speaking”, 2008 artikel diakses tanggal
2 Mei 2010 dari http://www.fathurin-zen.com/?p=89
Adriana Aprilia, “Analisa Pengaruh Tipe Kepribadian dan Gaya Komunikasi
Public Relations Manager Hotel ”X” Surabaya dalam Membangun
Hubungan Baik dengan Media dan Meningkatkan Publisitas” artikel
diakses
tanggal
23
April
2010
dari
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/hot/article/viewFile/16514/16
506
Rimun Wibowo, dkk., “Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok
Tani dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air”, diakses
tanggal
23
April
2010
pukul
10.06
AM
dari
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/12167/psl067_3.pdf
Sidik Suhada,” Media dan Komunikasi,” diakses tanggal 20 April 2010 pukul
11.11 PM dari http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasa-danideologi-dalam-retorika.html
“Analisis Deskriptif” artikel diakses tanggal
30 April 2010 dari
inparametric.com/bhinablog/donload/04_analisis_deskriptif.pdf-Halaman
sejenis (30-04-2010)
Download