RINGKASAN MARIA ULFAH. Analisis Potensi Ekspor Produk Makanan dan Minuman Olahan Indonesia di Pasar Non-Tradisional Asia (dibimbing oleh SRI MULATSIH). Pasar non-tradisional Asia merupakan pasar potensial yang bisa dijadikan tujuan ekspor untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Produk makanan dan minuman olahan merupakan salah satu produk dari industri makanan dan minuman yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap ekspor non migas Indonesia. Agar produk makanan dan minuman olahan Indonesia tetap berkontribusi terhadap ekspor non migas maka industri makanan dan minuman perlu melakukan pengembangan ekspor ke pasar non-tradisional Asia. Untuk melakukan pengembangan ekspor produk makanan dan minuman olahan dibutuhkan suatu analisis agar dapat diketahui potensi ekspor produk tersebut di pasar non-tradisional Asia sehingga dapat diperoleh suatu kebijakan untuk meningkatkan ekspor ke pasar non-tradisional Asia tersebut. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Export Product Dynamic (EPD), Revealed Comparative Advantage (RCA), dan gravity model dengan pendekatan data panel. Jenis data yang digunakan terdiri dari data time series selama periode 2003-2010 dan cross section sepuluh negara non-tradisional Asia, yaitu Bahrain, India, Kamboja, Lebanon, Sri Lanka, Macao, Malaysia, Pakistan, Thailand, dan Turki. Adapun produk makanan dan minuman olahan yang diteliti sebanyak empat produk yang diperoleh dari kode HS2002, yaitu produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis; produk kembang gula; produk jus buah dan jus sayuran; serta produk teh. Hasil analisis EPD dan RCA menunjukkan bahwa produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis berpotensi ekspor ke Bahrain, India, Camboja, Macao, dan Thailand. Namun, produk ini memiliki daya saing yang lemah di Camboja. Selain itu, Malaysia juga berpotensi ekspor karena berdaya saing kuat dan terjadi peningkatan permintaan ekspor terhadap produk tersebut di Malaysia. Produk kembang gula berpotensi ekspor ke Bahrain, India, dan Camboja. Namun, produk ini juga memiliki daya saing yang lemah di Camboja. Sementara itu, Macao, Malaysia, Thailand, dan Turki juga berpotensi ekspor produk tersebut karena berdaya saing kuat dan terjadi peningkatan permintaan ekspor di keempat negara tersebut. Produk jus buah dan jus sayuran berpotensi ekspor ke Bahrain, India, Malaysia, Thailand, dan Turki. Namun, produk ini berdaya saing kuat hanya di Turki. Camboja dan Macao juga berpotensi ekspor walaupun daya saing produk di kedua negara tersebut lemah, tetapi terjadi peningkatan permintaan ekspor atas produk tersebut di Camboja dan Macao. Sementara itu, produk teh berpotensi ekspor ke Camboja dan Thailand. Pada kedua negara potensial tersebut produk ini memiliki daya saing yang kuat. India, Malaysia, dan Turki juga berpotensi ekspor produk teh karena berdaya saing kuat dan terjadi peningkatan permintaan ekspor di negara-negara tersebut. Selain itu, Bahrain dan Macao juga masih dapat dijadikan tujuan ekspor produk teh walaupun daya saing di kedua negara tersebut lemah tetapi terjadi peningkatan permintaan ekspor produk teh. Hasil analisis dengan gravity model diperoleh bahwa GDP per kapita riil negara non-tradisional Asia, populasi negara non-tradisional Asia, nilai tukar riil, harga ekspor relatif, dan nilai ekspor tahun sebelumnya mempengaruhi permintaan ekspor produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis. GDP per kapita riil negara non-tradisional Asia, populasi negara non-tradisional Asia, harga ekspor relatif, dan nilai ekspor tahun sebelumnya mempengaruhi permintaan ekspor produk kembang gula. GDP per kapita riil negara nontradisional Asia, populasi negara non-tradisional Asia, jarak ekonomi, harga ekspor relatif, dan nilai ekspor tahun sebelumnya mempengaruhi permintaan ekspor produk jus buah dan jus sayuran. Sedangkan, GDP per kapita riil negara non-tradisional Asia, jarak ekonomi, nilai tukar riil, harga ekspor relatif, dan nilai ekspor tahun sebelumnya mempengaruhi permintaan ekspor produk teh. Posisi pasar “Rising Star” dengan daya saing produk yang kuat pada produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis di Bahrain, India, Macao, dan Thailand, pada produk kembang gula di Bahrain dan India, pada produk jus buah dan jus sayuran di Bahrain, India, Malaysia, dan Thailand, serta pada produk teh di Camboja dan Thailand, sebaiknya pemerintah mendorong industri makanan dan minuman dalam negeri untuk maintained pada posisi pasar yang sudah ideal dengan daya saing yang kuat tersebut. Posisi pasar “Lost Opportunity” pada produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis di Malaysia, pada produk kembang gula di Macao, Malaysia, Thailand, dan Turki, pada produk jus buah dan jus sayuran di Camboja dan Macao, serta produk teh di Bahrain, India, Macao, Malaysia, dan Turki, sebaiknya pemerintah mendorong industri makanan dan minuman untuk lebih produktif dalam memproduksi makanan dan minuman olahan dengan cara meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pelatihan keterampilan, kecekatan bekerja dan memberikan insentif bagi karyawan yang berproduktivitas tinggi, melakukan inovasi teknologi yang mampu menghasilkan produk dalam jumlah yang lebih banyak dengan tidak mengurangi mutu kualitas produk dan menjalin hubungan bilateral yang lebih kuat agar Indonesia memperoleh informasi yang baik mengenai kebutuhan impor negara tersebut dan mengenai strategi kebijakan ekonomi yang dilakukan negara importir lainnya sebagai bahan pembanding dan pembelajaran untuk dapat menerapkan strategi kebijakan yang lebih baik. Produk yang memiliki daya saing yang lemah, seperti produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis serta produk kembang gula di Camboja, produk jus buah dan jus sayuran di Bahrain, India, Camboja, Macao, Malaysia, dan Thailand, serta produk teh di Bahrain dan Macao, sebaiknya dilakukan perbaikan iklim usaha dengan melakukan inovasi produk serta menambah daya tarik produk seperti memberikan identitas fisik pada produk yang dipasarkan agar produk memiliki ciri khas tersendiri sehingga mampu menarik perhatian pasar, melakukan efisiensi produk dan biaya produksi dengan tidak mengurangi kualitas produk yang baik dan bagus. Selanjutnya, melakukan kebijakan promosi ekspor dengan mensosialisasikan produk makanan dan minuman olahan Indonesia di pasar non-tradisional Asia. Sementara itu, untuk meningkatkan ekspor produk teh sebaiknya pemerintah melakukan kebijakan terhadap tarif ekspor yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi, seperti tarif pungutan dan tarif pelabuhan yang harus dipangkas agar harga perdagangan pada produk teh yang mahal seperti teh hijau dan teh hitam menjadi tidak sangat mahal.